KANTONG SEMAR (Nepenthes sp.) DI HUTAN SUMATERA, TANAMAN UNIK YANG SEMAKIN LANGKA1) Oleh : Fatahul Azwar2), Adi Kunarso2), dan Teten Rahman S.2) ABSTRAK Sumatera merupakan wilayah terbesar kedua dari penyebaran Nepenthes sp. setelah Kalimantan. Saat ini hanya beberapa jenis alami saja dari Nepenthes sp. yang ada di Sumatera yang telah teridentifikasi seperti: N. adnata, N. albomarginata, N. ampullaria, N. angasanensis, N. aristolochioides, N. bongso, N. gracilis, N. diata, N. dubia, N. custachia, N. inermis, N. jacavelineae, N. mirabilis, N. pactinata, N. raflesiana, N. reinwardtiana, N. spathulata, N. sumatrana, N. tobaica dan masih ada beberapa jenis lagi yang merupakan silangan alami. Habitat alami dari jenis Nepenthes sp. di Sumatera setiap tahunnya semakin terancam, baik oleh pembalakan liar, kebakaran hutan maupun konversi lahan hutan. Upaya penyelamatan dari ancaman kepunahan dilakukan melalui usaha konservasi, baik secara in-situ maupun ex-situ dengan mekanisme budidaya dan pemuliaan. Kata kunci : Nepenthes sp., Sumatera, konservasi I.
PENDAHULUAN
Nepenthes sp. merupakan tanaman unik dari hutan yang belakangan menjadi trend sebagai tanaman khas komersil di Indonesia. Di Sumatera sendiri, trend ini mulai berlangsung sejak tahun lalu dan semakin marak saat ini, karena bentuknya yang unik, sehingga tanaman ini mulai diperjualbelikan oleh masyarakat. Namun, kebanyakan yang diperjualbelikan khususnya di Sumatera masih merupakan Nepenthes sp. yang diambil langsung dari alam, bukan dari hasil penangkaran atau budidaya. Hal tersebut sangatlah memprihatinkan mengingat habitat asli mereka terancam oleh kebakaran, pembalakan, pembukaan lahan, dan konversi lahan. Hutan Indonesia selama periode 1997-2000 mengalami laju pengurangan mencapai angka sekitar 2,84 juta ha/tahun atau sekitar 8,5 juta ha selama tiga tahun. Rekalkulasi penutupan lahan di Indonesia pada tahun 2005 yang dilakukan oleh Departemen Kehutanan menunjukkan adanya peningkatan persentase penutupan lahan berhutan di Indonesia, tetapi penutupan tersebut tidak terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan (Anonimus, 2005). Artinya, lahan berhutan di Pulau Sumatera mengalami penurunan setiap tahunnya. Tentu saja kondisi hutan yang seperti ini turut mengancam keberadaan flora dan fauna yang ada di dalamnya. Eksploitasi Nepenthes sp. dari alam untuk kepentingan ekonomi semata serta degradasi hutan yang mengancam habitat alami dari Nepenthes sp. memperburuk keberadaannya di alam. Oleh karena itu dirasa perlu diadakan kajian konservasi dari Nepenthes sp. khususnya di hutan Sumatera, baik penyebaran, morfologi, variasi jenis, habitat alami, pemanfaatan bahkan sampai pada ancaman terhadap populasinya serta strategi konservasi yang dapat diupayakan. 1)
Makalah Penunjang pada Ekspose Hasil-hasil Penelitian : Konservasi dan Rehabilitasi Sumberdaya Hutan. Padang, 20 September 2006 2) Peneliti pada Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 Studi serta kajian keanekaragaman jenis Nepenthes sp. di Sumatera masih dirasa kurang bila dibandingkan dengan jenis vegetasi hutan lainnya. Tulisan ini bermaksud untuk memberikan informasi mengenai kondisi Nepenthes sp. atau yang lebih dikenal dengan sebutan kantong semar khususnya di wilayah Sumatera, mengingat potensi ekonominya yang tinggi, namun upaya konservasinya kurang mendapat perhatian. II.
KANTONG SEMAR (Nepenthes sp.)
Kantong semar atau dalam nama latinnya Nepenthes sp. pertama kali dikenalkan oleh J.P Breyne pada tahun 1689. Di Indonesia, sebutan untuk tumbuhan ini berbeda antara daerah satu dengan yang lain. Masyarakat di Riau mengenal tanaman ini dengan sebutan periuk monyet, di Jambi disebut dengan kantong beruk, di Bangka disebut dengan ketakung, sedangkan nama sorok raja mantri disematkan oleh masyarakat di Jawa Barat pada tanaman unik ini. Sementara di Kalimantan setiap suku memiliki istilah sendiri untuk menyebut Nepenthes sp. Suku Dayak Katingan menyebutnya sebagai ketupat napu, suku Dayak Bakumpai dengan telep ujung, sedangkan suku Dayak Tunjung menyebutnya dengan selo bengongong yang artinya sarang serangga (Mansur, 2006). Sampai dengan saat ini tercatat terdapat 103 jenis kantong semar yang sudah dipublikasikan (Firstantinovi dan Karjono, 2006). Tumbuhan ini diklasifikasikan sebagai tumbuhan karnivora karena memangsa serangga. Kemampuannya itu disebabkan oleh adanya organ berbentuk kantong yang menjulur dari ujung daunnya. Organ itu disebut pitcher atau kantong. Kemampuannya yang unik dan asalnya yang dari negara tropis itu menjadikan kantong semar sebagai tanaman hias pilihan yang eksotis di Jepang, Eropa, Amerika dan Australia. Sayangnya, di negaranya sendiri justru tak banyak yang mengenal dan memanfaatkannya (Witarto, 2006). Selain kemampuannya dalam menjebak serangga, keunikan lain dari tanaman ini adalah bentuk, ukuran, dan corak warna kantongnya. Secara keseluruhan, tumbuhan ini memiliki lima bentuk kantong, yaitu bentuk tempayan, bulat telur/ oval, silinder, corong, dan pinggang. A.
Penyebaran
Kantong semar tumbuh dan tersebar mulai dari Australia bagian utara, Asia Tenggara, hingga Cina bagian Selatan. Indonesia sendiri memiliki Pulau Kalimantan dan Sumatera sebagai surga habitat tanaman ini. Dari 64 jenis yang hidup di Indonesia, 32 jenis diketahui terdapat di Borneo (Kalimantan, Serawak, Sabah, dan Brunei) sebagai pusat penyebaran kantong semar. Pulau Sumatera menempati urutan kedua dengan 29 jenis yang sudah berhasil diidentifikasi. Keragaman jenis kantong semar di pulau lainnya belum diketahui secara pasti. Namun berdasarkan hasil penelusuran spesimen herbarium di Herbarium Bogoriense, Bogor, ditemukan bahwa di Sulawesi minimum sepuluh jenis, Papua sembilan jenis, Maluku empat jenis, dan Jawa dua jenis (Mansur, 2006). B. Habitat Kantong semar hidup di tempat-tempat terbuka atau agak terlindung di habitat yang miskin unsur hara dan memiliki kelembaban udara yang cukup tinggi. Tanaman ini bisa hidup di hutan hujan tropik dataran rendah, hutan pegunungan, hutan gambut, hutan kerangas, gunung kapur, dan padang savana. Berdasarkan 174
Kantong Semar (Nepenthes sp.) di Hutan... (Fatahul Azwar dkk.)
ketinggian tempat tumbuhnya, kantong semar dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kantong semar dataran rendah, menengah, dan dataran tinggi. Karakter dan sifat kantong semar berbeda pada tiap habitat. Beberapa jenis kantong semar yang hidup di habitat hutan hujan tropik dataran rendah dan hutan pegunungan bersifat epifit, yaitu menempel pada batang atau cabang pohon lain. Pada habitat yang cukup ekstrim seperti di hutan kerangas yang suhunya bisa mencapai 30º C pada siang hari, kantong semar beradaptasi dengan daun yang tebal untuk menekan penguapan air dari daun. Sementara kantong semar di daerah savana umumnya hidup terestrial, tumbuh tegak dan memiliki panjang batang kurang dari 2 m. C. Status Perlindungan Status tanaman kantong semar termasuk tanaman yang dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7/1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Hal ini sejalan dengan regulasi Convention on International Trade in Endangered Species (CITES), dari 103 spesies kantong semar di dunia yang sudah dipublikasikan, 2 jenis: N. rajah dan N. khasiana masuk dalam kategori Appendix-1. Sisanya berada dalam kategori Appendix-2. Itu berarti segala bentuk kegiatan perdagangan sangat dibatasi. D. Potensi Kantong semar memang belum sepopuler tanaman hias lainnya seperti anggrek, dan aglaonema. Namun, saat ini kepopuleran kantong semar sebagai tanaman hias yang unik semakin meningkat seiring dengan minat masyarakat pecinta tanaman hias untuk menangkarkannya. Nama tanaman dari famili Nepenthaceae ini sudah terkenal hingga ke mancanegara. Bahkan di negaranegara seperti Australia, Eropa, Amerika, Jepang, Malaysia, Thailand, dan Sri Lanka budidaya tanaman ini sudah berkembang menjadi skala industri. Ironisnya, tanamanan pemakan serangga ini kebanyakan jenisnya berasal dari Indonesia. Selain berpotensi sebagai tanaman hias, kantong semar juga dapat digunakan sebagai obat tradisional (Mansur, 2006). Sementara itu, kandungan protein di dalam kantongnya berpotensi untuk pengembangan bertani protein menggunakan tanaman endemik Indonesia (Witarto, 2006). Dalam penelitiannya baru-baru ini, Witarto (2006), berhasil mengisolasi protein dalam cairan kantong atas dan kantong bawah dari N. gymnamphora dari Taman Nasional Gunung Halimun. Dari masing-masing 800 ml cairan yang dikumpulkan dari kantong, dapat dimurnikan protein sebanyak 1 ml. Uji aktivitas terhadap protein yang telah dimurnikan menunjukkan bahwa protein itu adalah enzim protease yang kemungkinan besar adalah Nepenthesin I dan Nepenthesin II. III. Nepenthes sp. DI SUMATERA Sumatera merupakan urutan kedua setelah Kalimantan sebagai tempat penyebaran spesies, tapi dari segi jumlah populasi Sumatera dapat mengimbangi Kalimantan. Dari jenis-jenis yang sudah ditemukan di Sumatera, 12 di antaranya masih dalam proses identifikasi (Anonimus, 2006). Semua jenis Nepenthes sp. yang ada di Sumatera tersebar dari dataran rendah sampai ke dataran tinggi. Kantong semar (Nepenthes sp.) di Sumatera memiliki beberapa sebutan seperti periuk monyet di Riau, kantong beruk di Jambi, dan Ketakung atau calong beruk di 175
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 Bangka. Bahkan di Gunung Kerinci (Sumatera Barat) ada sebutan terompet gunung untuk jenis Nepenthes aristolochioides. Pada awalnya, Nepenthes sp. di Sumatera sangat mudah ditemukan di hampir seluruh tipe hutan dan tersebar hampir merata di setiap provinsi, kecuali untuk jenis endemik tertentu. Akan tetapi, sekarang sudah mulai sulit dijumpai, kecuali di daerah tertentu.
Gambar 1. Nepenthes gracilis, salah satu jenis nepenthes yang ditemukan di Hutan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan (Sumber foto : Adi)
Berikut ini adalah jenis-jenis Nepenthes sp. di Sumatera yang telah teridentifikasi (Mansur, 2006), baik spesies alami maupun jenis silang alaminya : 1.
2.
3.
4.
5.
176
Nepenthes adnata Tamin dan M. Hotta ex Schlauer Silang alami : Belum diketahui Habitat : Hutan dataran rendah (600-1.100 m dpl) Status : Kritis Saat ini penyebaranya baru diketahui hanya di Sumatera Barat. Hidup di tempat-tempat terlindung dengan kelembaban cukup tinggi pada substrat lumut dan berbatu pasir. Jenis ini memiliki kemiripan dengan N. tentaculata. Nepenthes albomarginata T.Lobb ex Lindl Varietas : villosa, typica, tomentolla dan cubra Silang alami : dengan N. ampullaria, N. clipeata, N. hirsuta, N. northiana, N. reinwardtiana, N. vietchii, N. custadhya Habitat : Hutan kerangas dataran rendah, puncak bukit dengan ve-getasi terbuka di tanah kapur atau tanah berpasir. Ter-sebar pada ketinggian 0-1.100 m dpl. Status : Terkikis Nepenthes ampullaria Jack Varietas : geelvinkeana, microsepala dan racemosa Silang alami : dengan N. albomarginata, N. bicalcarata, N. gracilis, N. rafflesiana, N. hirsuta, N. mirabilis, N. reinwardtiana dan N. tobaica. Habitat : Hutan kerangas, hutan rawa gambut, hutan rawa, pinggir sungai, sawah, dan semak belukar. Umumnya hidup di tempat-tempat terbuka, lapangan luas, tanah-tanah basah. Jenis ini tersebar pada ketinggian 0-1.100 m dpl. Status : Terkikis Nepenthes angasanensis Maulder, D. Schula, B. Salman dan B. Quinn Silang alami : dengan N. densiflora Habitat : Terestrial atau efifit di hutan lumut (2.200-2.800 m dpl) Status : Rawan Nepenthes aristolochioides Jebb dan Cheak Silang alami : dengan N. singalana Habitat : Terestrial atau efifit di hutan lumut pada punggung-pung-gung bukit yang terjal pada ketinggian 2.000-2.500 m dpl. Status : Kritis Jenis ini merupakan jenis endemik di Jambi
Kantong Semar (Nepenthes sp.) di Hutan... (Fatahul Azwar dkk.) 6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
Nepenthes bongso Korth Silang alami : dengan N. singalana dan N. talangensis Habitat : Hutan dataran rendah dan dataran tinggi (1.000-2.700 m dpl) Status : Terkikis Jenis ini ditemukan di Jambi, Sumatera Barat, dan Sumatera Utara. Umum-nya hidup sebagai efifit di hutan pegunungan dataran rendah yang berlumut. Kata bongso diambil dari nama kawah bongso Gunung Merapi (tempat pertama kali jenis ini dikoleksi oleh Korthals). Nepenthes diata Jebb dan Cheek Silang alami : dengan N. mikei Habitat : Hutan lumut dan hutan pegunungan dataran tinggi pada ketinggian 2.400-2.900 m dpl. Status : Genting Jenis dataran tinggi ini ditemukan di Gunung Bandahara, Aceh. Memiliki hubungan dekat dengan N. singalana. Nepenthes dubia Danser Silang alami : dengan N. singalana Habitat : Hutan pegunungan dataran rendah dan dataran tinggi (1.000-2.700 m dpl) Status : Kritis Jenis ini banyak ditemukan di Sumatera Barat, memiliki bentuk kantong yang unik (seperti kloset duduk). N. dubia memiliki hubungan dekat dengan N. inermis yang memiliki bentuk kantong hampir serupa. Umumnya hidup sebagai efifit pada tajuk-tajuk pohon di hutan lumut atau terestrial di semak-semak tempat terbuka. Nepenthes custachya Miq Silang alami : dengan N. albomarginata, N. longifolia, dan N. sumatrana Habitat : Bukit-bukit yang terjal dan terbuka pada substrat tanah berbatu pasir pada ketinggian (0-1.600 m dpl) Status : Terkikis Jenis yang tergolong endemik Sumatera ini memiliki bentuk kantong atas dan bawah hampir sama dan tidak memiliki sayap. Jenis ini mirip dengan N. alata dari Filipina. Nepenthes gracilis Korth Silang alami : dengan N. ampullaria, N. mirabilis, N. rafflesiana, dan N. reinwardthiana Habitat : Hutan dataran rendah, hutan rawa gambut, hutan kera-ngas, vegetasi pinggir sungai pada ketinggian 0-1.100 m dpl) Status : Terkikis Jenis ini memiliki kemampuan beradaptasi dengan lingkungan yang lebih tinggi dibanding jenis lainnya. Mampu hidup di berbagai habitat dan jenis tanah. Oleh karena itu, jenis ini memiliki daerah penyebaran yang cukup luas. Nepenthes inermis Danser Silang alami : dengan N. spathulata, N. talangensis Habitat : Efifit di hutan lumut, terestrial di hutan pegunungan da-taran tinggi (1.500-2.600 m dpl) Status : Terkikis Jenis ini termasuk jenis endemik Sumatera. Memiliki bantuk kantong yang mirip dengan N. dubia. Kantong roset dan kantong bawah jarang ada. Nepenthes jacqvelineae C. Clorke, T. Davis dan Tamin Silang alami : Belum diketahui Habitat : Efifit atau terestrial di hutan lumut (1.700-2.200 m dpl) Status : Belum diketahui Jenis ini baru ditemukan pada tahun 2000 oleh T. Davis. Merupakan jenis endemik Sumatera dan baru diketahui penyebarannya di Sumatera Barat dan memiliki hubungan dekat dengan N. inermis. Nepenthes mirabilis (Lour) Druce Silang alami : dengan N. ampullaria, N. bicalcarata, N. gracilis, N. fafflesiana, dan N. spathulata Habitat : Hidup di tempat-tempat terbuka pada tebing-tebing di pinggir jalan, pinggir sungai, pinggir hutan sekunder, pinggir danau. Pada umumnya tumbuh di tanah podsolik merah. Penyebarannya pada ketinggian 0-1.500 m dpl, tetapi umumnya pada ketinggian di bawah 500 m dpl. Status : Terkikis Jenis ini memiliki daya adaptasi lebih tinggi daripada N. gracilis dan jenis lainnya. Oleh karena itu, jenis ini dapat hidup di berbagai habitat pada tempat-tempat yang basah maupun kering. Jenis ini menyebar luas di Asia Tenggara. Nepenthes pectinata Danser Silang alami : Belum diketahui Habitat : Hutan dataran tinggi, hutan lumut (950-2.750 m dpl) Status : Terkikis
177
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 15.
16.
17.
18.
19.
20. 21. 22.
Nepenthes rafflesiana Jack alata, ambigua, elongate, glaberrina, insignis, minor, nigcopurpurea, nivea, dan typical Varietas : dengan N. ampullaria, N. bicalcurata, N. gracilis, N. mirabilis Silang alami : Habitat : Tumbuh di tempat-tempat terbuka atau pun ternaungi yang basah atau kering seperti hutan rawa gambut dan hutan kerangas (0-1.200 m dpl) : Terkikis Status Di antara marga Nepenthes, jenis ini memiliki ukuran kantong cukup besar, kantong bawah dapat menampung air hingga satu liter. Nepenthes reinwardtiana Miq Varietas : samarindensis Silang alami : dengan N. albomarginata, N. ampullaria, N. gracilis, N. spathulata, N. tobaica, N. sterophylla, N. hispida, N. makrovulgaris. Habitat : Hutan rawa gambut, hutan kerangas, hutan dataran rendah, hutan lumut, (0-2.100 m dpl) Status : Terkikis Dua spot mata di dalam dinding kantong di bawah permukaan mulut kantong merupakan ciri utama dari jenis ini. Namun tidak semua kantong memiliki dua spot mata. Nepenthes spathulata Danser Silang alami : dengan N. inermis, N. mirabilis, N. reinwardtiana, N. tobaica Habitat : Hidup efifit atau terestrial di hutan lumut dan hutan pegunungan dataran tinggi (1.100-2.900 m dpl) Status Kritis Jenis ini mirip dengan N. singalana. Penyebarannya cukup luas di hutan pegunungan dataran rendah di Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Jambi. Nepenthes sumatrana (Miq) Beck Silang alami : dengan N. custochya Habitat : Dataran rendah pada tanah berbatu pasir (0-800 m dpl) Status : Kritis Jenis ini ditemukan di Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan Jambi. Hidup terestrial di tempat yang ternaungi pada hutan dataran rendah dengan substrat tanah berbatu pasir. Sering dijumpai sampai di tajuk pohon. Nepenthes tobaica Denser Silang alami : dengan N. ampullaria, N. reinwardtiana, N. spathulata Habitat : Hutan pegunungan (380-2.750 m dpl) Status : Terkikis Kata tobaica diambil dari nama danau Toba di Sumatera Utara yang merupakan tempat pertama kali ditemukan. Nepenthes xhooveriana Jenis ini merupakan silangan alami dari N. ampullaria dan N. rafflesiana. Kantong bawahnya mirip dengan N. ampullaria tetapi penutup kantong bawanhnya mirip dengan N. rafflesiana. Nepenthes xtrichocarpa Jenis ini merupakan hasil silangan antara N. ampullaria dengan N. gracilis. Bentuk dan ukuran kantong mirip dengan N. gracilis tetapi bentuk mulut dan bibir mirip N. ampullaria. Nepenthes xneglecta Jenis ini merupakan silangan alami dari N. gracilis dengan N. mirabilis. Umumnya bentuk kantong mirip dengan N. gracilis tetapi ukurannya lebih besar. Ukuran daun lebih panjang daripada N. gracilis, pinggiran daun tidak berbulu/bergigi. Bentuk batang silindris tidak seperti N. gracilis yang memiliki bentuk batang segitiga.
Sebenarnya masih banyak lagi jenis silangan alami lainnya. Sekitar 71 jenis silangan alami yang telah ditemukan di Sumatera, Semenanjung Malaysia, dan Borneo (Mansur, 2006), tapi hanya tiga jenis saja yang populer di Sumatera (N. xhooveriana, N. xtrichocarpa, dan N. xneglecta). IV. ANCAMAN Berdasarkan pengamatan di lapangan dan kajian literatur, potensi ancaman terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. di Sumatera lebih banyak berasal dari gangguan manusia. Aktivitas masyarakat di sekitar habitat alami yang dapat mengganggu keberadaan Nepenthes sp. antara lain berupa kegiatan mencari kayu meskipun secara tidak langsung dapat mengganggu Nepenthes sp. karena dapat tertimpa pohon yang ditebang atau tercabut secara tidak sengaja, serta
178
Kantong Semar (Nepenthes sp.) di Hutan... (Fatahul Azwar dkk.)
kemungkinan tanaman mati karena ingan tempat tanaman ini terpotong/ditebang (Kunarso dan Fatahul A., 2006). Selain aktivitas tersebut, pola pembukaan ladang dengan sistem sonor (dibakar) yang umum dilakukan di Sumatera juga dapat mengganggu kehidupan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Pembukaan lahan atau konversi hutan dalam skala kecil maupun besar dengan cara tradisional maupun modern yang dilakukan oleh masyarakat maupun perusahaan juga mengancam keberadaan jenis ini dan jenis flora lainnya. Ancaman terbaru yang masuk belakangan ini adalah pengeksploitasian terhadap Nepenthes sp. oleh masyarakat untuk kepentingan bisnis. Eksploitasi yang tidak memperhatikan kaidah ekologi-konservasi tentu akan mempercepat kepunahan Nepenthes sp. di habitat alaminya. Banyak pedagang di Sumatera yang menjual jenis ini yang bukan dari hasil tangkaran atau budidaya tetapi dari hasil cabutan alam. Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan pedagang, pada umumnya para pedagang ini tidak mengetahui status Nepenthes sp. yang mereka jual. Mereka hanya mengambil langsung dari alam dan menjualnya dengan harga murah sekitar Rp 25.000,- sampai Rp 100.000,- /tanaman, bahkan ada yang menjual Rp 10.000,-/tanaman yang diambil dari habitat alaminya (sistem pesan banyak tanpa pot). Hal ini sangatlah memprihatinkan mengingat populasi Nepenthes sp. di alam yang sudah semakin sedikit. Sementara itu bahaya kebakaran hutan dan lahan yang terjadi hampir setiap tahun juga menjadi ancaman besar bagi kelangsungan hidup dari Nepenthes sp., khususnya jenis yang ada di hutan rawa gambut karena tipe hutan seperti ini sangat rawan terhadap kebakaran. Kebakaran pada lahan rawa gambut tergolong dalam tipe kebakaran bawah (ground fire). Nugroho et al. (2005) menyatakan bahwa pada kebakaran dengan tipe ground fire, api menyebar tidak menentu secara perlahan di bawah permukaan karena tidak dipengaruhi oleh angin. Tipe kebakaran seperti ini mengancam akar-akar vegetasi yang ada di atasnya dan dapat menyebabkan kematian vegetasi tersebut. V.
UPAYA KONSERVASI
Populasi kantong semar di alam diprediksikan akan terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa hal di antaranya : kebakaran hutan, penebangan kayu secara eksploitatif, pengembangan pemukiman, pertanian, dan perkebunan serta eksploitasi yang berlebihan untuk tujuan komersil (Mansur, 2006). Hutan rawa gambut di Sumatera dan Kalimantan sebagai salah satu habitat alami kantong semar, hampir setiap tahun mengalami kebakaran. Konversi lahan hutan untuk pengembangan pemukiman, pertanian, dan perkebunan menjadi suatu hal yang harus dilakukan seiring dengan semakin bertambahnya populasi penduduk. Hal ini pulalah yang ditengarai sebagai penyebab makin berkurangnya habitat kantong semar di alam. Apabila hal ini terus menerus dibiarkan tanpa adanya upaya penyelamatan ancaman kepunahan kantong semar di alam tinggal menunggu waktunya. Untuk itu diperlukan usaha konservasi, baik in-situ maupun ex-situ dengan cara budidaya dan pemuliaan. Konservasi in-situ merupakan upaya pengawetan jenis tumbuhan dan satwa liar di dalam kawasan suaka alam yang dilakukan dengan jalan membiarkan agar populasinya tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya. Upaya konservasi in-situ ini dikatakan paling efektif, karena perlindungan dilakukan di dalam habitat 179
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian, 2007 aslinya, sehingga tidak diperlukan lagi proses adaptasi bagi kehidupan dari jenis tumbuhan dan satwa liar tersebut ke tempat yang baru (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmadji, 2002). Namun demikian, suatu kelemahan akan terjadi jika suatu jenis yang dikonservasi secara in-situ tersebut memiliki penyebaran yang sempit; kemudian tanpa diketahui terjadi perubahan habitat, maka akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup jenis tersebut; begitu pula jika di daerah tersebut terjadi bencana atau kebakaran, dapat dipastikan seluruh jenis yang terdapat di dalamnya akan terancam musnah dan tidak ada yang dapat dicadangkan lagi. Oleh karena itu, selain upaya konservasi in-situ perlu dilengkapi dengan upaya konservasi ex-situ (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmadji, 2002). Upaya konservasi ex-situ merupakan upaya pengawetan jenis di luar kawasan yang dlakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa liar. Kegiatan konservasi ex-situ ini dilakukan untuk menghindari adanya kepunahan suatu jenis. Hal ini perlu dilakukan mengingat terjadinya berbagai tekanan terhadap populasi maupun habitatnya (Nurhadi, 2001 dalam Sudarmadji, 2002). Hal lain yang tidak kalah penting ialah penyebarluasan informasi mengenai Nepenthes sp. itu sendiri kepada masyarakat umum agar mereka mengetahui keberadaan populasi, status jenis, dan status hukum yang melindungi tanaman dari kepunahan. Upaya ini harus disertai dengan disiplin tinggi dari penerapan hukum bagi ancaman-ancaman yang ada terhadap kelangsungan hidup Nepenthes sp. VI.
PENUTUP
Lahan hutan di Sumatera, memiliki kekayaan berupa keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk dikembangkan, baik secara ekologis maupun ekonomis. Salah satu potensi yang ada adalah keberadaan Nepenthes sp. yang merupakan tanaman unik dan dilindungi keberadaannya. Nepenthes sp. belakangan ini semakin diminati sebagai tanaman hias komersil oleh masyarakat. Selain itu tumbuhan Nepenthes sp. juga dapat digunakan sebagai tanaman obat. Karena potensinya tersebut, tumbuhan ini justru menjadi terancam keberadaannya akibat eksploitasi oleh orang-orang yang ingin mengejar profit dengan menjualnya sebagai tanaman hias tanpa memperhatikan kelestarian ekologisnya. Selain itu, konversi lahan hutan di Sumatera, kebakaran hutan dan perambahan liar juga turut menambah ancaman keberadaan tumbuhan unik ini di habitat aslinya. Keberadaan Nepenthes sp. di hutan Sumatera semakin terancam keberadaannya dari tahun ke tahun. Untuk mencegah hal itu terjadi, perlu upaya konservasi, baik secara in-situ mapun ex-situ yang harus segera dilakukan. Selain itu perlu diadakan studi dan penelitian lebih lanjut mengenai Nepenthes sp. yang ada di hutan Sumatera untuk kemudian dipublikasikan kepada stakeholders terkait khususnya kepada masyarakat luas agar menyadari pentingnya keberadaan Nepenthes sp., baik dari sisi ekologis maupun ekonomisnya. Dengan upaya tersebut diharapkan mereka dapat berpartisipasi dalam menjaga kelestarian hutan dan kenakeragaman hayati yang ada di dalamnya. DAFTAR PUSTAKA Anonimus. 2005. Buku : Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2005. Departemen Kehutanan RI. http : // www.dephut.go.id. 180
Kantong Semar (Nepenthes sp.) di Hutan... (Fatahul Azwar dkk.)
Anonimus. 2006. Nepenthes. Wikipedia, the Free Encyclopedia. http // www.wikipedia.com. Firstantinovi, E.S. dan Karjono. 2006. ”Kami Justru Mendorong...”. Artikel Majalah Trubus Edisi 444 November 2006/XXXVII. Hal 21. Kunarso, A., Fatahul A. 2006. Nepenthes gracilis di Lahan Rawa Gambut Pedamaran, Tanaman Unik yang Semakin Terancam. Balai Litbang Hutan Tanaman Palembang. Departemen Kehutanan (dalam proses publikasi). Mansur, M. 2006. Nepenthes, Kantong Semar yang Unik. Penebar Swadaya. Jakarta Nugroho A., W.C., IN.N Suryadiputra, Bambang Hero Saharjo dan Labueni Siboro. 2005. Panduan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Gambut. Proyek Climate Change, Forest and Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan Wildlife Habitat Canada. Bogor. Sudarmadji. 2002. Pentingnya Pemberdayaan Masyarakat dalam Upaya Konservasi Sumberdaya Alam Hayati di Era Pelaksanaan Otonomi Daerah. http://www.unej.ac.id/Fakultas/mipa/vol 3.no_1/sudarmadji.pdf. Witarto, A.B. 2006. Protein Pencerna di Kantong Semar. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. http://www.lipi.go.id.
181