HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PENGAWAS MENELAN OBAT DENGAN KEBERHASILAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KARTASURA Novita Putri Permatasari1), Wahyu Rima Agustin2), Sunardi3), 1)
Mahasiswa Program Studi S-1 STIKES Kusuma Husada Surakarta Staf Dosen Program Studi S-1 STIKES Kusuma Husada Surakarta 3) Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo
[email protected]
2)
ABSTRAK Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi. Berdasarkan laporan tahunan program pengendalian tuberkulosis Puskesmas Kartasura tahun 2013, angka penderita tuberkulosis 30 orang, yang terdiri dari 18 pasien tuberkulosis BTA (Batang Tahan Asam) positif, 7 pasien tuberkulosis BTA (Batang Tahan Asam) negatif pemeriksaan rontgen positif, 3 pasien tuberkulosis ekstra paru, 1 pasien tuberkulosis kasus kambuh. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan keberhasilan pengobatan tuberkulosis di wilayah kerja puskesmas Kartasura. Jenis Penelitian menggunakan metode survei analitik dengan pendekatan studi retrospektif Sampel dalam penelitian penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Jumlah sampel 30 orang. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan hasil karakteristik jenis kelamin pengawas menelan obat di Wilayah kerja Puskesmas Kartasura paling banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 18 responden (66%). Peranan pengawas menelan obat (PMO) di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura paling banyak adalah baik yaitu sebanyak 22 responden (73%). Tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis di Wilayah kerja Puskesmas Kartasura paling banyak adalah berhasil yaitu sebanyak 27 responden (90%). Hasil uji Chi-square diperoleh nilai X2 hitung = 10,566 dengan nilai p = 0,005 (p< 0,05) yang berarti ada hubungan tingkat pengetahuan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis di wilayah puskesmas Kartasura. Penelitian ini menyimpulkan ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis di wilayah puskesmas Kartasura. Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan PMO - Keberhasilan Pengobatan TBC ABSTRACT Tuberculosis (TB) is a transmittable infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis with very diverse symptoms. Based on the annual report of the tuberculosis control program by Community Health Center of Kartasura, the number of TB bearers was 30 persons: 18 positive acid-resistant basil TB patients, 7 negative acid-resistant basil TB patients with positive X-ray examination, 3 extra-pulmonary TB patients, and 1 TB patient with recurrence case. The objective of this research is to investigate the correlation between the drug consumption controllers’ knowledge level and the TB recovery successfulness at the working region of Community Health Center of Kartasura. This research used the analytical survey method with the retrospective approach. The samples of research were taken by using the purposive sampling technique. They consisted of 30 persons. The result of research shows 18 respondents (66%) had the latest education of Senior Secondary School, 22 respondents (73%) had the good role in the drug consumption control, and 27 respondents (90%) had the TB medication. The result of the Chisquare Test was the value of X2 count = 10.566 with the p-value = 0.005 which was less than 0.05, meaning that there was a correlation between the drug consumption controllers’ knowledge level and the recovery rate of the TB patients at the working region of Community Health Center of Kartasura. Keywords: drug consumption controllers’ knowledge level – TB recovery successfulness
1
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
1. PENDAHULUAN Data yang diperoleh dari World Health
yaitu faktor status gizi, faktor imunitas,
Organization (WHO) penyakit tuberkulosis
faktor
merupakan
kesehatan
prasarana. Pengobatan tuberkulosis yang
masyarakat karena jumlah penderita terus
memerlukan waktu yang lama sehingga
bertambah
menyebebkan kejenuhan dan kebosanan dari
masalah
seiring
utama
munculnya
epidemi
lingkungan,
faktor
sarana
dan
Human Immunodeficiency Virus ( HIV) dan
penderita.
Accuired
Sydrome
pengobatan diperlukan pengawas menelan
(AIDS) di dunia. Dari laporan penyakit
obat (PMO) yang akan membantu penderita
tuberkulosis dunia, masih menempatkan
selama
Indonesia
(Ahmadi, 2005)
Immune
Deficiency
sebagai
penyumbang
terbesar
Untuk
dalam
menjamin
pengobatan
keteraturan
tuberkulosis.
tuberkulosis nomor 3 di dunia setelah India
Pada
dan China yaitu 294.731 kasus pada tahun
mencanangkan
2009.
pengobatan
tuberkulosis dengan strategi DOTS (Directly
mengalami
Observed Treathment Shortcourse). Dalam
peningkatan mulai pada tahun 2003 sampai
strategi ini tiga hal yaitu mendeteksi pasien,
pada
2003
melakukan
87%
pengawasan langsung. (Utama, 2003)
Data
tuberkulosis
keberhasilan setiap
tahun
keberhasilan
2008.
tahun
Pada
tahun
pengobatan mencapai
sampai pada tahun 2008 keberhasilan sudah mencapai 91% (WHO, 2010). Meurut
Survey
tahun
1994
Pemerintah
program
pengobatan,
Pengawasan
pemberantasan
dan
penderita
melakukan
tuberkulosis
sangat mempengaruhi tingkat kesembuhan Rumah
pasien. Pemilihan pengawas menelan obat
Tangga (SKRT), menempatkan tuberkulosis
(PMO) disesuaikan dengan keadaan tempat
sebagai penyebab kematian ketiga setelah
pasien. Pengawas menelan obat berasal dari
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran
dari keluarga, tokoh masyarakat dan petugas
pernafasan yaitu 9,4%. Pada hasil survei
kesehatan. Selain bertugas sebagai pengawas
yang sama, angka kesakitan tuberkulosis
menelan obat, PMO juga membantu dalam
pada saat itu adalah 800 per 100.000
pengambilan
penduduk (Depkes RI, 2007)
menepati jadwal kunjungan berobat (Depkes
Tuberkulosis
Kesehatan
adalah
penyakit
yang
obat
bagi
penderita
dan
RI, 2005).
disebabkan infeksi Mycobacterium tuber-
Hasil penelitian pengetahuan, sikap dan
culose yang menyerang pada paru-paru,
perilaku yang merupakan bagian dari survei
beberapa kasus lain menyerang organ tubuh
prevalensi TB 2004 menemukan bahwa 96%
lainnya.
keluarga merawat anggota keluarganya yang
(Zulkani,
2011)
Penyakit
tuberkulosis
dapat
disembuhkan
dengan
menderita
pengobatan
secara
teratur.
menyembunyikan
Keberhasilan
2
rutin
pengobatan
dan
tuberkulosis
tersebut.
TB
76%
dan
hanya
anggota keluarga
13%
yang
keluarganya sudah
pernah
mendengar tentang penyakit TBC, 26 dapat
Berdasarkan
latar
belakang
dan
menyebutkan dua tanda dan gejala utama,
identifikasi masalah tersebut, maka rumusan
51% mengetahui cara penularan, dan 19%
masalah pada penelitian ini yaitu “Adakah
memahami bahwa program pengelolaan TB
Hubungan Tingkat Pengetahuan Pengawas
menyediakan obat TB gratis. Hal tersebut
Menelan Obat (PMO) terhadap Keberhasilan
menunjukkan
Pengobatan Tuberkulosis di Wilayah Kerja
bahwa
masih
rendahnya
pengetahuan masyarakat tentang gejala, cara
Puskesmas Kartasura?”
penularan dan pengobatan penyakit TBC.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
Masih banyak masyarakat yang tahu bahwa
mengetahui Hubungan Tingkat Pengetahuan
TB dapat disembuhkan dan obat TB OAT
Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap
dapat
Keberhasilan Pengobatan Tuberkulosis
diperoleh
secara
gratis.
Perilaku
masyarakat dalam keteraturan berobat masih
di
Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura.
rendah seperti tidak meneruskan berobat
Adapun manfaat yang diperoleh dari
sebelum selesai masa pengobatan karena
penelitian ini adalah untuk menumbuhkan
meras sembuh atau sudah jenuh. Pengawas
sikap dan perilaku yang lebih kooperatif
Menelan
belum
dalam mengawasi penderita tuberkulosis
melaksanakan tugasnya dengan baik serta
selama masa pengobatan dan meningkatkan
keterlibatan keluarga masih belum optimal
kualitas
(Kemenkes, 2012)
dalam menangani penyakit tuberkulosis.
Obat
(PMO)
masih
pelayanan kesehatan khususnya
Berdasarkan laporan tahunan program pengendalian
tuberkulosis
Puskesmas
2. METODOLOGI
Kartasura tahun 2013, angka penderita
Penelitian ini menggunakan pendekatan
tuberkulosis 31 orang, yang terdiri dari 18
cross sectional. Menurut Riyanto (2010),
pasien tuberkulosis BTA (Batang Tahan
disebutkan bahwa penelitian cross sectional
Asam) positif, 7 pasien tuberkulosis BTA
adalah suatu penelitian yang mempelajari
(Batang Tahan Asam) negatif pemeriksaan rontgen positif, 3 pasien tuberkulosis ekstra paru, 1 pasien tuberkulosis kasus kambuh, dan 1 pasien tuberkulosis anak. Dari hasil pengamatan petugas program pengendalian ditemukan
program
masih
adanya
tuberkulosis pasien
yang
mengambil obat tidak teratur. Selain itu masih ada pasien yang terlambat dalam memeriksakan sputumnya pada bulan kedua, satu bulan setelah akhir pengobatan dan pada saat akhir pengobatan.
hubungan antara faktor resiko (independen) dengan faktor efek (dependen) dimana melakukan observasi/pengukuran variabel sekali dan sekaliguspada waktu yang sama. Arti dari “sekali dan sekaligus” tidak berarti semua responden di ukur dan diamati pada saat yang bersamaan, tetapi artinya dalam penelitian cross sectional setiap responden hanya hanya di observasi satu kali saja dan pengukuran variabel responden dilakukan pada saat pengamatan/pengukuran tersebut,
3
kemudian peneliti tidak melakukan tindak
dan tidak terjadi bias pada responden. Pada
lanjut. Pada penelitian ini, dalam sekali
penelitian ini kuesioner dibagikan pada
waktu peneliti menyebarkan kuisioner pada
pengetahuan
petugas
pengawas menelan obat (PMO) petugas
menjelaskan
maksud
kesehatan
memberi
di wilayah kerja Puskesmas
Kartasura.
kesehatan
dengan
pertanyaan
kesempatan
pada
dan
pengetahuan
petugas kesehatan untuk bertanya tentang
Populasi dalam penelitian ini adalah
hal-hal yang tidak dimengerti. Pengumpulan
seluruh pengawas menelan obat (PMO) di
data yang lain dilakukan dengan cara
wilayah kerja Puskesmas Kartasura yaitu
pengumpulan data sekunder diperoleh dari
sejumlah 31 orang. Sedangkan sampel dalam
dokumen-dokumen yang ada di tempat
penelitian
ini
penelitian
kesehatan
yang
adalah ada
sebagian di
petugas
wilayah
berupa
jumlah
suspek
yang
kerja
ditemukan (Dokumen TB 06) oleh petugas
Puskesmas Kartasura. Pengambilan sampel
kesehatan dan data lain yang menunjang
penelitian ini menggunakan teknik total
penelitian.
sampling.
Instrumen penelitian sebelum digunakan
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah
untuk pengumpulan data terlebih dahulu
kerja Puskesmas Kartasura pada bulan
dilakukukan uji coba kuisioner di Puskesmas
Desember 2014 - Mei 2015. Adapun variabel
Baki terhadap 20 responden kemudian di uji
dalam
variabel
validitas dan reliabilitas. Adapun uji validitas
independen (variabel bebas) yang dimaksud
dan realiabilitasnya adalah sebagai berikut:
dalam
tingkat
(1) Uji Validitas. Menurut Sugiyono (2010),
pengetahuan pengawas menelan obat tentang
disebutkan bahwa validitas adalah derajad
penyakit tuberkulosis, sedangkan variabel
ketepatan antara data yang terjadi pada
dependen
penelitian
penelitian
ini
penelitian
adalah:
ini
adalah
(variabel
keberhasilan
terikat)
adalah
pengobatan tuberkulosis di
wilayah kerja Puskesmas Kartasura.
atau
digunakan,
instrumen yang digunakan untuk mengukur
validitas
tentang
Moment.
tingkat
pengetahuan
pengawas
menelan obat tentang penyakit TBC adalah kuisioner.
Pengumpulan
penelitian ini
dilakukan
data
dalam
dengan
teknik
membagikan kuesioner dalam bentuk angket tertutup terpimpin,
yang
sifatnya
sehingga
terstruktur pertanyaan
dan yang
diajukan pada responden sama dan terarah
4
daya
yang
dapat
dilaporkan oleh peneliti.Dalam penentuan valid
Alat pengumpulan data menggunakan
dengan
r ix =
tidaknya
suatu
peneliti
menggunakan
item
{nSx
yaitu
item
Pearson
}{
- (Sx ) nSy 2 - (Sy ) 2
uji
Product
nSxy - (Sx )(Sy ) 2
yang
2
}
Keterangan: r = koefisien korelasi x = skor obyek pada item y = skor total xy = skor pertanyaan n = banyaknya subyek
4
Item pernyataan dikatakan valid apabila:
Teknik pengolahan data diolah dengan
Jika rhitung lebih besar sama dengan rtabel (uji 2
langkah-langkah antara lain Editing, Coding,
sisi dengan sig. 0,05) maka butir pertanyaan
dan Tabulating.
dinyatakan valid. Jika rhitung kurang dari rtabel
Adapun analisis yang digunakan adalah:
(uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka butir
(1) Analisis univariat
pertanyaan dinyatakan tidak valid. rtabel dalam
dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi
penelitian ini adalah 0,444. Uji validitas pada
baik dari
item pertanyaan kuisioner dilakukan pada
variabel
responden yang memiliki karakteristik yang
dilakukan terhadap tiap variabel dalam
sama dengan sampel penelitian. (2) Uji
penelitian. Analisa ini hanya menyederhana-
reliabilitas. Uji reliabilitas adalah uji yang
kan atau
digunakan untuk derajad konsistensi dan
pengukuran
stabilitas
ini
kumpulan data menjadi informasi yang
menggunakan Alfa Cronbach (Sugiyono,
berguna (Notoatmojo, 2010). Adapun analisis
2012).
univariat yang digunakan dalam penelitian
2 k ì ï å Si ü ï ri = í1 2 (k - 1) ïî S t ýïþ
ini adalah distribusi frekuensi. Dari hasil
data.
Penguji
reliabilitas
yaitu analisis yang
variabel independen maupun dependen.
Analisa
univariat
meringkas kumpulan data hasil
observasi
sedemikian
dilakukan
rupa
analisis
sehingga
dengan
menggunakan tabel distribusi frekuensi yang Keterangan : k
åS S
akan disajikan dalam bentuk diagram dan
= Means kudrat subjek 2 i
2 t
grafik. Adapun rumus distribusi frekuensi
= Means kuadrat kesalahan
menurut Machfoedz (2009) adalah sebagai
= Varians total
berikut:
Setelah
diperoleh
selanjutnya
untuk
harga
dapat
rhitung,
diputuskan
P =
x × 100 % n
instrumen reliabel atau tidak, harga tersebut
Keterangan:
dikonsultasikan
P = prosentase
dengan
harga
rtabel
(Sugiyono, 2010). rtabel dalam penelitian ini adalah 0,6. Semakin tinggi koefisien korelasi berarti konsistensi antara dua tes tersebut dikatakan apabila
semakin dua
tes
reliabel.
Sebaliknya
dianggap
x = jumlah seluruh jawaban yang benar dari seluruh responden n = jumlah item
pertanyaan × jumlah
responden
paralel
(2) Analisis bivariat adalah analisis yang
menghasilkan skor yang satu sama lain
digunakan untuk melihat hubungan antara
berkorelasi rendah, maka dikatakan hasil tes
variabel bebas dan variabel terikat. Analisis
tersebut tidak tinggi.
bivariat adalah analisis yang digunakan untuk mengetahui
hubungan antara dua variabel.
Setelah data terkumpul data dilakukan uji
5
normalitas dan uji homogenitas data. Uji
Sedangkan jika p-value ≤ nilai alpha (0,05)
normalitas data dilakukan untuk mengetahui
maka Ha diterima dan Ho ditolak yang
normal tidaknya suatu distribusi data. Uji
berarti ada pengaruh peranan pengawas
normalitas data penting dilakukan karena
menelan obat (PMO) terhadap keberhasilan
berkaitan ketepatan pemilihan uji statististik
pengobatan tuberkulosis di wilayah kerja
yang akan dipergunakan. Apabila data
Puskesmas Kartasura.
berdistribusi
normal
digunakan
uji
parametrik. Apabila data distribusi tidak
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
normal
a. Karakteristik Responden
digunakan
Persyaratan
uji
uji
non
parametrik
parametrik. selain
uji
normalitas adalah uji homogenitas data. Pengujian homogenitas varians mengasumsikan bahwa skor setiap variabel memiliki varians yang homogen (Muhidin, 2006). Pada penelitian ini dianalisis dengan uji uji Chi Kuadrat menggunakan software SPSS 16. Uji Chi Kuadrat yang digunakan untuk
Tabel 1 Jenis Kelamin Pengawas Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis Jenis Jumlah Presentase No Kelamin responden (%) PMO 1 Laki-laki 9 30 2 Perempuan 21 70 Total 30 100 Sumber data primer bulan April 2015
menguji hipotesis bila dalam populasi terdiri atas dua variabel atau lebih dan data berbentuk nominal dan ordinal.
X2 = å
(f 0 - f h ) 2 fh
Keterangan: X : Chi-Square fo : Frekuensi yang diteliti fh : Frekuensi yang diharapkan
Tabel 2 Usia Pengawas Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis Usia Jumlah Presentase No PMO responden (%) 1 21-30 11 37 2 31-40 4 13 3 41-50 9 30 4 51-60 6 20 5 >60 0 0 Total 30 100 Sumber data primer bulan April 2015
Dalam melakukan uji Chi Square, harus memenuhi syarat: Tidak boleh ada nilai 0 pada setiap sel. Setiap sel, nilai kurang dari 5 maksimal 20% Interpretasi hasil uji : Jika p value > nilai alpha (0,05) maka Ho diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak pengaruh peranan pengawas menelan obat (PMO) terhadap keberhasilan pengobatan tuberkulosis di wilayah
6
kerja
Puskesmas
Kartasura.
Tabel 3 Tingkat Pendidikan Pengawas Menelan Obat (PMO) Tuberkulosis Tingkat Jumlah Presentase No Pendidikan responden (%) PMO 1 SD 0 0 2 SMP 7 23 3 SMA 18 60 4 Perguruan 17 5 Tinggi Total 30 100 Sumber data primer bulan April 2015
6
b. Tingkat menelan
pengetahuan obat
pengawas
tentang
penyakit
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Tabel 4 Pengetahuan pengawas menelan obat tentang penyakit tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Jumlah Presentase No Pengetahuan responden (%) 1 Baik 22 74 2 Cukup 4 13 3 Kurang 4 13 Total 30 100 Sumber data primer bulan April 2015
tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis di wilayah kerja Puskesmas Kartasura. Tabel 6 Analisa hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Variabel Tingkat Baik pengeta- Cukup huan Kurang Total
Tingkat Kesembuhan Tidak Berhasil Berhasil n % n % 22 82 0 0 3 11 1 33 2 7 2 67 27 100 3 100
X2
Kesimpulan
0,005
Signifikan
Sumber data primer bulan April 2015 Hasil uji chi square nilai p value 0.005 (nilai p < 0.05) maka berdasar nilai statistik tersebut dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak
c. Tingkat
keberhasilan
pengobatan
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura
dan Ha diterima. Jadi ada hubungan tingkat pengetahuan pengawas menelan obat (PMO) dengan
Tabel 5 Tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura Tingkat Jumlah Presentase No Keberhasilan responden (%) Pengobatan 1 Berhasil 27 90 2 Tidak 3 10 Berhasil Total 30 100 Sumber data primer bulan April 2015
tingkat
tuberkulosis
kesembuhan
(TBC)
di
pasien
wilayah
kerja
Puskesmas Kartasura. 4. Hasil Penelitian a. Karakteristik Responden Karakteristik
responden
dalam
penelitian ini meliputi umur, jenis kelamin dan tingkat pendidikan petugas kesehatan di wilayah
kerja
Puskesmas
Kartasura.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di d. Hubungan
tingkat
pengetahuan
pengawas menelan obat (PMO) dengan tingkat
keberhasilan
tuberkulosis
di
pengobatan
wilayah
kerja
dilakukan
untuk
Puskesmas Kartasura Analisa
yang
yang diajukan adalah analisis chi-square hubungan
tingkat
prosentase paling banyak adalah umur 21-30 tahun sebanyak 11 responden (37%). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di
mengetahui jawaban dari hipotesa penelitian
yaitu
Puskesmas Kartasura didapatkan hasil bahwa
pengetahuan
pengawas menelan obat (PMO) dengan
wilayah
kerja
Puskesmas
Kartasura
dengan 30 responden didapatkan hasil bahwa prosentase
paling
banyak
adalah
jenis
kelamin perempuan sebanyak 21 responden (70%).
Hasil
penelitian
Puri
(2010)
menunjukkah bahwa tidak ada hubungan
7
antara jenis kelamin responden dengan
Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”
tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis.
bahwa kinerja pengawas menelan obat paling
Hasil penelitian Naomi tidak sesuai dengan
banyak kategori baik yaitu 37 orang (74%).
teori Green (1991), dimana jenis kelamin
Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa
termasuk
faktor predisposing terjadinya
tingkat pengetahuan seseorang dipengaruhi
perubahan
perilaku
oleh
seseorang.
Hal
ini
pendidikan,
pengalaman,
sumber
menggambarkan bahwa meskipun jumlah
informasi, lingkungan budaya dan, sosial
pengawas menelan obat
ekonomi.
laki-laki lebih
sedikit dari pada perempuan, akan tetapi
Hasil penelitian menunjukkan
faktor
dalam peran mengawasi pasien TBC tidak
tingkat pendidikan pengawas menelan obat
jauh berbeda.
sangat penting. Tingkat pendidikan pengawas
Berdasarkan penelitian yang dilakukan
menelan obat dengan pendidikan SMA 18
wilayah
Kartasura
responden (60%). Hal tersebut menunjukkan
dengan 30 responden didapatkan hasil bahwa
faktor tingkat pendidikan pengawas menelan
bahwa prosentase tingkat pendidikan paling
obat
banyak adalah pendidikan SMA sebanyak 18
menelan
responden
pengobatan
di
kerja
(60%).
Puskesmas
Menurut
Notoatmojo
(2010), disebutkan bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi Pendidikan
pengetahuan merupakan
obat
peranan
dalam
tuberkulosis
pengawas
mendampingi pasien
sampai
sembuh.
seseorang.
Peran pengawas menelan obat meliputi
untuk
sebagai berikut: memastikan pasien menelan
memberikan pengetahuan sehingga terjadi
obat sesuai aturan sejak awal hingga sembuh,
perubahan.
tingkat
mendampingi pasien pada saat kunjungan ke
pendidikannya semakin tinggi pula tingkat
puskesmas dan memberikan dukungan moral
pengetahuannya.
kepada
Semakin
upaya
mempengaruhi
tinggi
pasien
agar
dapat
menjalani
pengawas
pengobatan secara lengkap dan teratur,
menelan obat tentang di wilayah kerja
mengingatkan pasien datang ke puskesmas
Puskesmas Kartasura
untuk mendapatkan pengobatan, menemukan
b. Tingkat
pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dan mengenali gejala-gejala efek samping
tingkat pengetahuan pengawas menelan obat
obat
dan
menghubungi
unit
pelayanan
(PMO) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura
kesehatan, memberikan penyuluhan kepada
paling banyak adalah tingkat pengetahuan
pasien atau orang yang tinggal serumah
baik yaitu sebanyak 22 responden (73%).
tentang penyakit tuberkulosis.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Puri
(2010)
berjudul
dalam
“Hubungan
penelitiannya Kinerja
yang
Pengawas
Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan
8
8
penderita
hindari stress), kepatuhan untuk minum obat
tuberkulosis (TBC) di wilayah kerja
dan pemeriksaan rutin untuk memantau
Puskesmas Kartasura
perkembangan.
c. Tingkat
Kesembuhan
Peranan
Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa
petugas
kesehatan
tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis di
mempengaruhi
wilayah kerja Puskesmas Kartasura paling
pengobatan tuberkulosis. Peranan petugas
banyak
kesehatan dalam program pemberantasan
adalah
kategori
berhasil
yaitu
tingkat
juga
sebanyak 27 responden (90%). Hal ini dapat
tuberkulosis
dibuktikan dengan hasil laporan pengamatan
melakukan
data
TBC
pengawasan langsung dan mencegah orang
dalam
lain terinfeksi (Kemenkes, 2012). Petugas
dengan
kesehatan merupakan ujung tombak dalam
TB
01.
dikatakan
Seorang
sembuh
pemeriksaan
penderita apabila
laboratorium
adalah
keberhasilan
mendeteksi
pengobatan,
melakukan
menunjukkan spesimen sputum negatif dan
penemuan,
rontgen dada
menunjukan hasil gambaran
penderita maupun pelaksana administrasi
tuberkulosis
pasif.
hasil
program di puskesmas. Keberhasilan dalam
penderita
pengobatan tuberkulosis dipengaruhi oleh
pemeriksaan
Selain
dari
laboratorium,
pengobatan
pasien,
motivasi
dan gejala tuberkulosis lokal dan sistemik
pengawas menelan obat dalam mengawasi
seperti batuk jangka lama dan berdarah,
pasien menelan obat serta peran petugas
sesak nafas, nyeri dada, keringat dingin tidak
kesehatan yang memberikan pengobatan
muncul kembali setelah masa pengobatan
tuberkulosis secara berkesinambungan. Program
tuntas selama 6-8 bulan. Puri
(2010)
menyebutkan
memudahkan
untuk
evaluasi
tuberkulosis dikatakan sembuh jika tanda
Menurut
pasien
dan
sembuh,
tuberkulosis pasien
yang
dapat
peran
terpadu
mengakses
bahwa faktor mempengaruhi kesembuhan TB
pelayanan
penyakit
paru tidak hanya dari kinerja PMO saja
puskesmas.
DOTS
melainkan dari faktor pasien dan faktor
Treatment Shortcourse)
lingkungan. Kasus penyakit TB sangat terkait
strategi yang dilaksanakan pada pelayanan
dengan
dan
kesehatan dasar di dunia untuk mendeteksi
lingkungan. Faktor lingkungan, sanitasi dan
dan menyembuhkan pasien TB.Strategi ini
higiene terutama sangat terkait dengan
terdiri dari lima komponen, yaitu : Komitmen
keberadaan kuman, dan proses timbul serta
politis
penularannya.
sangat
pengambil keputusan termasuk dalam hal
berpengaruh pada kesembuhan yang dimulai
keberlangsungan pendanaan, para pelaksana
dari perilaku hidup sehat (makan makanan
di
yang bergizi dan seimbang, istirahat cukup,
pengendalian program TB serta komitmen
olahraga teratur, hindari rokok, alkohol,
pasien dalam menyelesaikan pengobatan TB
faktor
perilaku
Faktor
pasien
perilaku
tuberkulosis (Directly adalah
di
Observed untuk
adalah suatu komitmen mulai dari
fasilitas
pelayanan kesehatan dalam
9
sampai
sembuh.
dahak
yang berjudul “Hubungan Kinerja Pengawas
mutunya,
Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan
dilaksanakan dengan mikroskopis langsung.
Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”
Diagnosis TB Paru pada orang dewasa
bahwa ada hubungan yang signifikan antara
ditegakkan dengan ditemukannya dengan
pengetahuan pengawas menelan obat dengan
ditemukan kuman TB (BTA/Basil Tahan
tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis.
mikroskopis
Pemeriksaan
yang
terjamin
Asam). Pemberian OAT dengan Pengawas
Menurut Notoatmojo (2010) pengaruh
Menelan Obat (PMO). Pengobatan OAT
pengetahuan terhadap praktik/peran dapat
jangan pendek yang tersandar bagi semua
bersifat langsung maupun melalui perantara
kasus TB dengan tatalaksana kasus yang
sikap. Suatu sikap belum terwujud dalam
tepat, dengan pengawasan langsung menelan
bentuk praktik. Agar terwujudnya sikap agar
obat. Jaminan
menjadi
ketersediaan OAT
yang
suatu
perbuatan
yang
nyata
bermutu. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)
(praktik/peran) diperlukan faktor pendukung
yang
atau kondisi yang memungkinkan.
disediakan
pemerintah
untuk
pengendalian TB diberikan secara cumacuma
dan
logistik
dikelola dengan
yang
efektif
ketersediaannya. pelaporan
Sistem
yang
manajemen
demi
menjamin
pencatatan
mampu
5. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan dari penelitian ini adalah:
dan
(1) Karakteristik jenis kelamin pengawas
memberikan
menelan obat di Kecamatan Kartasura paling
penilaian terhadap hasil pengobatan pasien
banyak adalah jenis
dan kinerja program secara keseluruhan
sebanyak 21 responden (70%), umur paling
(Kemenkes, 2012).
banyak adalah umur 21-30 tahun sebanyak
kelamin perempuan
tingkat
11 responden (37%), tingkat pendidikan
pengetahuan pengawas menelan obat
paling banyak adalah pendidikan SMA
(PMO) dengan tingkat keberhasilan
sebanyak 18 responden (60%), (2) Tingkat
pengobatan
pengetahuan pengawas menelan obat (PMO)
d. Analisa
hubungan
tuberkulosis (TBC) di
wilayah kerja Puskesmas Kartasura
di Puskesmas Kartasura paling banyak adalah
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
baik yaitu sebanyak 22 responden (73%),
terdapat
hubungan
tingkat
pengetahuan
(3) Tingkat kesembuhan pasien tuberkulosis
pengawas menelan obat (PMO) dengan
di Puskesmas Kartasura paling banyak adalah
tingkat keberhasilan pengobatan tuberkulosis
berhasil yaitu sebanyak 27 responden (90%),
(TBC) di wilayah kerja Puskesmas Kartasura,
dan (4) Ada hubungan tingkat pengetahuan
yang dibuktikan dari hasil uji chi-square
pengawas menelan obat (PMO) dengan
diperoleh nilai p value 0.005 (nilai p<0.05).
tingkat keberhasilan pasien tuberkulosis di
Hasil analisis tersebut sesuai
dengan
wilayah kerja Puskesmas Kartasura.
penelitian Puri (2010) dalam penelitiannya
10
10
Saran yang dapat penulis sampaikan antara lain: (1) Bagi petugas kesehatan, harus meningkatan kemampuannya dalam menangani masalah tuberkulosis dengan cara melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi atau
mengikuti
pelatihan
tuberkulosis,
(2) Bagi Puskesmas Kartasura, hendaknya mengadakan supervisi petugas tuberkulosis secara periodik dan memberikan reward kepada petugas program tuberkulosis agar
Dewi dan Wawan. 2014 . Teori & Pengukuran Pengetahuan Sikap, dan Perilaku Manusia. Nuha Medika. Yogyakarta Dewi, P. 2010 . Virologi Mengenal Virus, Penyakit dan Pencegahannya. Nuha Medika. Yogyakarta. Firdaus, K. 2012. “Pengaruh Peranan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Keberhasilan Pengobatan TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Baki Sukoharjo “. Skripsi. Tidak diterbitkan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
petugas mempunyai motivasi memberikan penyuluhan
kesehatan
pada
penderita
tuberkulosis dan pengawas menelan obat (PMO), (3) Bagi Pengawas Menelan Obat, hendaknya
melakukan
perannya
secara
maksimal
dalam
mendampingi
pasien
tuberkulosis dalam pengobatan tuberkulosis mulai
dari
mendampingi
pasien dalam
pengobatan sampai memberikan penyuluhan penyakit
tuberkulosis
pada
keluarga
terdekat.
6. DAFTAR PUSTAKA Achmadi, U.F. 2005. Manajemen Penyakit Berbasis Wilayah, Jakarta: Kompas Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian Suatu pendekatan Praktek. Rineka. Jakarta. Bakti, Martinda. 2009. “Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Kesehatan Reproduksi dengan Perilaku Seksual Remaja Siswa-siswi SMAN 1 Sukoharjo”. Karya Tulis Ilmiah. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. Darwis dan Sudarwan, D., 2003. Metodelogi Penelitian Kebidanan. EGC . Jakarta
Hidayat, A. 2007. Metode Penelitian Kebidanan dan Tekhnik Analisis Data. Salemba Medika. Jakarta. Kemenkes R.I. 2012 (a), Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Kemenkes R.I. 2012(b). Jejaring Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Kemenkes R.I. 2012(c). Komunikasi, Informasi dan Edukasi Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Kemenkes R.I. 2012 (c). Monitoring dan Evaluasi Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Kemenkes R.I. 2012 (d). Program Pengendalian Tuberkulosis. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Jakarta. Machfoed, I. 2009. Metodelogi Penelitian. Fitramaya. Yogyakarta. Mansjoer, Arif. et al. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III. Media Aesculapius,Jakarta.
11
Maryun, Yayun. 2007. “ Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Kinerja Petugas Program TB Paru Terhadap Cakupan Penemuan Kasus Baru BTA (+) di kota Tasik Malaya Tahun 2006”. Tesis. Program Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat. Universitas Diponegoro. Notoatmodjo, S. 2010 (a). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta. Notoatmodjo, S. 2010 (b). Metodologi Penelitian Kesehatan (edisi revisi). Jakarta: Rineka Cipta. Priyanto, D. 2009. Mandiri Belajar SPSS. Mediakom. Yogyakarta. Puri, N. 2010. “Hubungan Kinerja Pengawas Minum Obat (PMO) dengan Kesembuhan Pasien TB Paru Kasus Baru Strategi DOTS”. Skripsi. Tidak diterbitkan. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret.
Saryono dan Setiawan, A. 2010. Metodelogi Penelitian Kebidanan D III, D IV, SI dan S2. Muhamedika. Yogyakarta Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung. Suwandi, dkk. 2014. “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Angka Kesembuhan dan Angka Penemuan Kasus Tuberkulosis di Kota Semarang Tahun 2014”. Artikel Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta. http://eprints.dinus.ac.id/6659/1/jurnal_1 3746.pdf. Diakses tanggal 7 Januari 2014. Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif dan R & D. Alfabeta. Bandung.
Rahmawati, E. & Atikah, P., 2011. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat. Nuha Medika. Yogyakarta.
Wahyudi, E. 2010. “Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Motivasi Kader dengan Penemuan Suspek Tuberkulosis Paru di Puskesmas Sanankulon”. Tesis. Tidak diterbitkan. Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Salamah dan Suyanto. 2008. Riset Kebidanan Metodelogi dan Aplikasi. Mitra Cendekia press. Yogyakarta.
Widoyono. 2008. Penyakit Tropis Epidemologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasan. Erlangga. Semarang. Zulkani, Akhsin. 2008. Parasitologi. Muhamedika. Yogyakarta
12
13