HUBUNGAN SEMBILAN FUNGSI KELUARGA DENGAN PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN KELUARGA DI KABUPATEN KARANGANYAR
TESIS Untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Kedokteran Keluarga Minat Utama Pendidikan Profesi Kesehatan
Oleh : Dwi Surya Supriyana S 540209007
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010
HUBUNGAN SEMBILAN FUNGSI KELUARGA DENGAN PENINGKATAN DERAJAT KESEHATAN KELUARGA DI KABUPATEN KARANGANYAR
Disusun oleh :
Dwi Surya Supriyana S 540209007
Telah Disetujui oleh Tim Pembimbing :
Dewan Pembimbing Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal Pembimbing I Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo, dr., PAK., MM., M.Kes. NIP. 194803131976101001
Pembimbing II Putu Suriyasa, dr., MS., PKK., Sp.Ok NIP. 19481105198111001
Mengetahui Ketua Program Studi Kedokteran Keluarga
Prof. Dr. Didik Gunawan Tamtomo, dr, PAK., MM., M.Kes. NIP. 194803131976101001 PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, Nama : Dwi Surya Supriyana NIM : S540209007 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis berjudul Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dengan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga di Kabupaten Karanganyar adalah betul – betul karya sendiri. Hal – hal yang bukan karya saya, dalam tesis tersebut diberi tanda citasi dan ditunnjukkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan tesis dan gelar yang saya peroleh dari tesis tersebut.
Surakarta, Juni 2010 Yang membuat pernyataan,
Dwi Surya Supriyana
ABSTRAK
Dwi Surya Supriyana, S540209007, 2010. Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga. Tesis : Magister Kedokteran Keluarga Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis dalam pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan masalah keluarga, dan sebaliknya. Kasus kesehatan dari setiap individu perlu pendekatan secara holistik (menyeluruh) terhadap 9 fungsi keluarga. Pendekatan keluarga adalah suatu proses yang mengembangkan kemampuan keluarga untuk berbuat dan bertindak atas keputusan yang berdasarkan informasi atau pengetahuan menyangkut pengasuhan kepada anggotanya, dengan menggunakan sumber dayanya sendiri atau dengan jalan mengakses sumber daya lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga. Penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik menggunakan pendekatan cross sectional yang mengambil lokasi di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Subjek penelitian adalah keluarga yang memiliki masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling dengan kriteria inklusi anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan (infeksi maupun noninfeksi), dapat berkomunikasi dengan baik, dan seluruh anggota keluarga bersedia menjadi responden. Kemudian dilakukan pencuplikan secara sistematis sehingga diperoleh sampel keseluruhan 93 subjek untuk penelitian ini. Pengumpulan data menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Analisis data penelitian menggunakan model uji Chi Square. Hasil penelitian pada taraf signifikan
= 0,05 dan
derajat kebebasan (db) = 1 menghasilkan Kesimpulan penelitian ini adalah ada hubungan antara pendidikan kesehatan berorientasi pada 9 fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga.
Kata kunci : pendidikan kesehatan, 9 fungsi keluarga, peranan keluarga, derajat kesehatan
ABSTRACT
Dwi Surya Supriyana, S540209007, 2010. The Effect of Medical Education Oriented by Nine Family Functions to Increase Family’s Degree of Health in Karanganyar Sub province. Thesis: Magister Family Medicine Post Graduate Program at Sebelas Maret University.
Family as the smallest unit from public have strategic value in health development because of every individual problem is family problem, and conversely. Health case from every individual need holistic approach in nine family functions. Approach of family is a process developing ability of family for doing and act to decision which based on knowledge or information concerning mothering to the member, with apply his own resource or by way of accessing other resources. This study aims to investigate the effect of medical education that oriented to holistic, physiologist, pathologyst, family interaction, genetic, behaviour and non behaviour, indoor and outdoor functions to increase family’s degree of health. This study is analytic and observational, conducted at analytic and observasional apply approach cross sectional conducted at regional worked of Puskesmas Tasik Madu Karanganyar. The study subjects are family that having health problem in regional worked of Puskesmas Tasik Madu Karanganyar. Subject were selected purposively by inclusion
criterions that are family member having problem of health can good communicate, if the family member having problem of health is chlid can be represented by the parents or other adult family, and all of the member in family ready becoming responden. And then done by sampling systematically causing obtained by overall of 95 subjects for this research. The data were collected by use of a questionnaire and secondary data from on duty health Karanganyar. The data were analyzed employing multiple linear regression model. The validity and reliability tests show that the questionnaire has alpha Cronbach in a range between 0.63 and 0.86; test-retest reliability between 0.07 and 1.00. This study concludes that there is a statistically signfificant effect of medical education oriented by nine family functions to increase family’s degree of health.
Keywords : medical education, nine family functions, family approach, degree of health
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang dianggap tertinggal dalam sektor kesehatan
dibanding dengan negara – negara lain di Asia Tenggara. Angka Kematian Bayi yang tinggi, yaitu 34/1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Ibu Melahirkan yang tinggi, sekitar 228/100.000 jiwa, dan angka harapan hidup yang rendah (69,1) pertahun, menggambarkan betapa miskinnya perhatian terhadap masalah kesehatan. Didapatkan pula angka rata – rata prevalensi malnutrisi dan penyakit menular yang tinggi, yang seharusnya dapat dieliminasi dengan sistem pelayanan kesehatan yang sesuai. Hal ini diperburuk dengan adanya isu – isu yang bermacam – macam berkaitan dengan tidak meratanya dan rendahnya kualitas pelayanan kesehatan masyarakat dan peningkatan biaya berobat yang tidak terkontrol yang menyebabkan masyarakat miskin semakin menderita. Faktor – faktor tersebut di atas membuat sektor kesehatan di Indonesia memburuk. (Faculty of Medicine UGM, 2009). WHO (2003) menekankan bahwa kunci untuk meningkatkan status kesehatan dan untuk dapat mencapai Millenium Development Goals (MDGs) 2015 adalah dengan memperkuat sistem pelayanan kesehatan primer (Primary Health Care yang menyediakan akses lebih mudah untuk mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan, komitmen untuk mencapai pemerataan dalam pelayanan 2
kesehatan, partisipasi masyarakat dalam membangun dan menerapkan agenda kesehatan, serta kerja sama lintas sektoral (Faculty of Medicine UGM, 2009). Tujuan utama sektor kesehatan adalah untuk memelihara dan meningkatkan kualitas hidup setiap warga negara, tanpa menunda usaha pengobatan dan atau penyembuhan pasien. Misi – misi lain untuk hal ini adalah dengan mengaktifkan pembangunan nasional, sesuai dengan domain utama dari Human Development
Index (HDI) yang meliputi sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Antara lain dengan menerapkan prespektif kesehatan, mendorong masyarakat untuk hidup sehat, memelihara dan meningkatkan kualitas, pemerataan, dan usaha pelayanan kesehatan, serta memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat termasuk kondisi lingkungan tempat tinggalnya (Faculty of Medicine UGM, 2009). Perlu adanya integrasi dari Community Oriented Medical Education – COME ke Family Oriented Medical Education – FOME). Dengan FOME ini dilakukan pendekatan pada 9 fungsi keluarga, yaitu fungsi holistik (Fungsi Biologis, Fungsi Psikologi, Fungsi Sosial – Ekonomi), fungsi fisiologis (APGAR SCORE -- Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve), fungsi patologis (SCREEM -- Social, Culture, Religious, Economic, Educational, Medical), fungsi hubungan antarmanusia / interaksi anggota keluarga, fungsi keturunan (genogram), fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), fungsi nonperilaku (lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan), dan fungsi indoor (IKM UNS, 2002). 3
Kabupaten Karanganyar yang secara topografi merupakan daratan dan pegunungan dengan ketinggian tempat yang sangat bervariasi dengan luas wilayah sekitar 2,73 % dari luas propinsi Jawa Tengah, secara administrasi terbagi menjadi 17 kecamatan hingga saat ini memiliki 21 puskesmas. Data terakhir tahun 2009, jumlah rumah tangga yang ada 203.064 KK dengan jumlah rumah sehat sebanyak 152.718 (75,21%) dengan kriteria sehat utama yang terbanyak didapatkan dari pendataan rutin tahunan oleh dinas kesehatan. Di kabupaten Karanganyar ini,
jumlah penduduk terbanyak berpendidikan SD/MI, dan paling sedikit penduduk lulusan diploma/sarjana muda. Pada tahun 2008, jumlah penduduk perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf dan tidak/belum tamat SD/MI, SLTP/MTs, SLTA/MA, AK/Diploma, dan tamat universitas lebih banyak daripada penduduk laki – laki. Kondisi ini menunjukkan bahwa laki – laki lebih diprioritaskan dalam mendapatkan pendidikan daripada perempuan, meskipun jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki – laki. Kegiatan puskesmas di kabupaten Karanganyar yang berhubungan dengan pendidikan kesehatan hingga saat ini adalah kegiatan promosi kesehatan. Laporan kegiatan promosi kesehatan oleh masing – masing puskesmas, termasuk puskesmas Tasikmadu diserahkan ke dinas kesehatan setiap bulan. Kegiatan tersebut berupa penyuluhan – penyuluhan yang dilaksanakan di puskesmas, kelurahan, RW, RT, posyandu, dasa wisma, PKK, baik itu tentang KB/KIA, gizi, imunisasi, P2P, kesehatan lingkungan, PHBS, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan jiwa, dana sehat, dan lain – lain. Penyuluhan dilaksanakan oleh dokter, bidan, paramedis, dan petugas kesehatan lain dengan metode ceramah, 4
demonstrasi, anjangsana, siaran keliling, dan lain – lain (DKK Karanganyar, 2010). Suatu tantangan besar untuk memberikan pendidikan kesehatan berorientasi pada pendekatan fungsi keluarga yang efektif untuk memelihara kesehatan individu dan keluarga dikarenakan selama ini kesehatan belum menjadi kebutuhan pokok individu dan keluarga. Hal tersebut disebabkan ketidaktahuan dari masyarakat, masyarakat masih menganut paradigma sakit, perilaku yang salah dan
banyak yang tidak mampu (Kekalih, 2008).
B. Rumusan Masalah Adakah hubungan sembilan fungsi keluarga dengan derajat kesehatan keluarga?
C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum : Untuk mengetahui hubungan sembilan fungsi keluarga (fungsi holistik, fungsi fisiologis, fungsi patologis, fungsi interaksi antar anggota keluarga, fungsi keturunan, fungsi perilaku, fungsi nonperilaku, fungsi indoor, dan fungsi outdoor keluarga) dengan derajat kesehatan keluarga (dengan indikator mortalitas, morbiditas, dan status gizi). 2. Tujuan Khusus : a. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi holistik keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar 5
b. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi fisiologis keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar c. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi patologis keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar d. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi interaksi antar anggota keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar e. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi keturunan pada keluarga
dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar f. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi perilaku keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar g. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi nonperilaku keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar h. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi indoor keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar i. Untuk menganalisa adakah hubungan fungsi outdoor keluarga dengan derajat kesehatan keluarga di kabupaten Karanganyar
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis : Memberikan bukti empiris adanya hubungan sembilan fungsi keluarga dengan derajat kesehatan keluarga. 2. Manfaat Praktis : Memberdayakan keluarga melalui 9 fungsi keluarga yang meliputi : a. Fungsi holistik yang terdiri dari fungsi bio-psiko-sosial 6
b. Fungsi fisiologis dengan indikator APGAR Score (Adaptation, Partnership, Growth, Affection, and Resolve). c. Fungsi patologis dengan indikator SCREEM (Social, Cultural, Religion, Economic, Education, and Medical) d. Fungsi interaksi antar manusia (antar anggota keluarga) e. Fungsi keturunan dalam keluarga
f. Fungsi perilaku keluarga yang meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan keluarga terhadap masalah kesehatan yang dihadapi g. Fungsi nonperilaku keluarga yang dilihat melalui keadaan lingkungan serta akses terhadap pelayanan kesehatan h. Fungsi indoor keluarga (lingkungan di dalam rumah) dengan indikator rumah sehat i. Fungsi outdoor keluarga (lingkungan di luar rumah)
7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Sembilan Fungsi Keluarga Menurut UU No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, pengertian keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri dari suami, isteri atau suami, isteri, dan anak, atau ayah dan anak atau ibu dan anak. Keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat mempunyai nilai strategis dalam pembangunan kesehatan, karena setiap masalah individu merupakan masalah keluarga, dan sebaliknya. Kesehatan keluarga meliputi kesehatan suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya (UU No.23 tahun 1992). Kasus kesehatan dari setiap individu perlu pendekatan secara holistik (menyeluruh). Selain individu sebagai obyek kasus, juga individu sebagai seorang manusia yang terkait dengan aspek fisik (biologis), psikologis, sosial, dan kultural serta lingkungan. Masalah kesehatan individu merupakan suatu komponen dari sistem pemeliharaan kesehatan dari individu yang bersangkutan, individu sebagai bagian dari keluarga, dan sebagai bagian dari masyarakat yang meliputi aspek biomedis, psikologis, aspek pengetahuan, sikap dan perilaku, aspek sosial dan lingkungan (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004). Saparinah Sadli (1982) menggambarkan hubungan individu dengan lingkungan sosial yang saling mempengaruhi sebagai berikut:
7 8
Setiap individu sejak lahir berada di dalam suatu kelompok, terutama kelompok keluarga. Kelompok ini akan membuka kemungkinan untuk dipengaruhi atau mempengaruhi anggota - anggota kelompok lain. Oleh karena pada setiap kelompok senantiasa berlaku aturan - aturan dan norma - norma sosial tertentu, maka perilaku setiap individu anggota kelompok berlangsung di dalam suatu jaringan normatif. Demikian pula perilaku individu tersebut terhadap masalah - masalah kesehatan. (Notoatmodjo, 2003). Adapun kita ketahui ada sembilan fungsi keluarga meliputi fungsi holistik (Fungsi Biologis, Fungsi Psikologi, Fungsi Sosial – Ekonomi), fungsi fisiologis (APGAR SCORE -Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve), fungsi patologis (SCREEM -- Social, Culture, Religious, Economic, Educational, Medical), fungsi interaksi antar anggota keluarga, fungsi keturunan (genogram), fungsi perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan), fungsi nonperilaku (lingkungan, pelayanan kesehatan, keturunan), fungsi indoor, dan fungsi outdoor. Masalah masyarakat muncul akibat akumulasi masalah kesehatan keluarga sehingga mengatasi masalah keluarga merupakan bagian penting. Diungkapkan Individu Lingkungan Keluarga Lingkungan Terbatas Lingkungan Umum 9
Oleh Prof. DR. H. Bambang Poernomo, SH (1996) bahwa hak asasi manusia meliputi the right to health care (hak memperoleh pemeliharaan kesehatan), the right to self determination (hak menentukan nasib), dan the right to information (hak untuk memperoleh informasi yang adekuat). Dalam mewujudkan paradigma sehat untuk mencapai Indonesia Sehat 2010, dilakukan pengintegrasian dari Community Oriented Medical Education (COME) menjadi Family Oriented Medical Education (FOME), yaitu pemberian usaha kesehatan dengan pendekatan keluarga. Pendekatan keluarga adalah suatu pendekatan yang memberdayakan potensi keluarga dalam menangani masalah kesehatan keluarga secara mandiri, dengan memperhatikan aspek fisik, biologis, sosial ekonomi dan budaya, terutama kesehatan ibu, bayi, balita, remaja, Pasangan Usia Subur, tenaga kerja, dan usia lanjut. Pendekatan keluarga adalah suatu proses yang mengembangkan kemampuan keluarga untuk berbuat dan bertindak atas keputusan yang berdasarkan informasi atau pengetahuan menyangkut pengasuhan kepada anggotanya, dengan menggunakan sumber dayanya sendiri atau dengan jalan mengakses sumber daya lainnya (Dinkes Propinsi Jateng, 2004). Salah satu ruang lingkup pendekatan keluarga adalah menyangkut sasaran keluarga sebagai satu kesatuan yang perlu dipahami dengan baik. Pemahaman tentang keluarga secara lengkap, mempunyai peranan yang penting dalam pelayanan kesehatan karena selain membantu menetapkan masalah kesehatan yang dihadapi oleh anggota keluarga, akan sangat membantu dalam menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi oleh masyarakat. Keluarga 10
sangat berperan dalam memelihara dan meningkatkan kesehatan setiap anggota keluarga, dan secara keseluruhan dapat menjamin keberhasilan kesehatan masyarakat (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004). Pendekatan keluarga untuk pemberdayaan keluarga melalui program perkesmas, dilakukan dengan mengunjungi pasien resiko tinggi dan dilakukan KIE secara menyeluruh pada keluarga. Metode pendidikan kesehatan dengan pendekatan keluarga menggunakan proses pendidikan dua arah (metode sokratik) melalui komunikasi intrapersonal, konseling dan negosiasi kepada keluarga bertujuan untuk meningkatkan kemampuan keluarga dalam mengenali masalah dan melakukan pemecahan masalah secara mandiri. (Dinkes Propinsi Jateng, 2004). Pemberdayaan keluarga adalah segala upaya fasilitasi yang bersifat non instruktif, guna meningkatkan pengetahuan dan kemampuan keluarga untuk mengidentifikasi masalah, merencanakan dan melakukan pemecahan masalahnya, tanpa atau dengan bantuan pihak lain, dengan memanfaatkan potensi keluarga dan fasilitas yang ada masyarakat. Dalam rangka mengatasi masalah atau kasus, dimulai dengan mencari fakta dan informasi untuk menetapkan masalah dan sebab masalah serta mengidentifikasi potensi individu dan keluarga, merumuskan langkah - langkah intervensi melalui pendekatan keluarga dengan pemberdayaan keluarga untuk meningkatkan kemandirian keluarga. Pemberdayaan keluarga terutama diarahkan pada upaya promotif dan preventif (Paradigma Sehat), tanpa mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif (Dinkes Propinsi Jateng, 2004). 11
Pembinaan belum sepenuhnya menjangkau seluruh anggota keluarga sebagai satu kesatuan, maupun upaya mendorong paradigma sehat sebagai cara pandang keluarga, serta upaya pemberdayaan keluarga menuju kemandirian bidang kesehatan bagi setiap anggota keluarga. Selain itu, pembinaan belum mengarah pada upaya pemecahan, untuk mengatasi masalah mendasar dalam keluarga yang berdampak terhadap masalah kesehatan yang ada, dengan memanfaatkan potensi keluarga yang mungkin perlu dilakukan secara lintas program dan lintas sektoral. Dengan upaya pemberdayaan keluarga diharapkan masing - masing keluarga bisa mengenali sendiri masalahnya, mampu mengatasi masalahnya, serta mampu menggunakan potensi yang ada dalam keluarga dan memanfaatkan peluang yang ada di lingkungannya semaksimal mungkin untuk mengatasi masalah mereka. Pemberdayaan keluarga akan menghasilkan kemandirian keluarga (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004). Pemberdayaan dapat berarti upaya fasilitasi noninstruktif untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan dalam mengidentifikasi masalah, pengambilan keputusan, merencanakan, dan memecahkan masalah untuk kemandirian. Untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan kemampuan individu dan keluarga, perlu memperhatikan belajar orang dewasa untuk mengembangkan potensi yang dimiliki (Dinkes Propinsi Jawa Tengah, 2004). 1. Fungsi Holistik Keluarga Fungsi keluarga yang pertama yaitu fungsi holistik keluarga. Fungsi holistik meliputi tiga faktor, yaitu fungsi biologis, fungsi psikologis, dan 12
fungsi sosial – ekonomi. Fungsi biologis melihat siapa sajakah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dilengkapi dengan identitas, dan adakah salah satu dari anggota keluarga tersebut yang sedang menderita sakit, baik itu sakit yang akut ataupun kronis, menular atau tidak menular, menurun atau tidak menurun. Fungsi psikologis melihat bagaimana hubungan antar sesama manusia di dalam keluarga tersebut berlangsung, apakah permasalahan – permasalahan yang ada dalam keluarga tersebut dapat diatasi dengan baik, serta melihat apakah hubungan antara anggota keluarga saling mendukung terutama dalam masalah kesehatan. Fungsi sosial – ekonomi keluarga meliputi kehidupan sehari – hari keluarga, bagaimana kedudukan keluarga di dalam masyarakat, bagaimana interaksi dan keaktifan anggota keluarga dalam kehidupan sosial di masyarakat. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dilihat dari penghasilan keluarga, bagaimana pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut, dan bagaimana pembiayaan keluarga apabila ada anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan/sakit. 2. Fungsi Fisiologis Keluarga Fungsi fisiologis keluarga dinilai dengan menggunakan alat ukur yang disebut A.P.G.A.R SCORE yang meliputi : a. Adaptation Adaptation adalah bagaimana dukungan dari keluarga apabila ada salah seorang anggota keluarga mengalami masalah, terutama untuk 13
masalah kesehatan. Adakah saling keterbukaan di dalam keluarga tersebut. b. Partnership Partnership adalah komunikasi yang terjalin antar anggota keluarga. Apakah pada saat salah satu anggota keluarga memiliki masalah, terutama masalah kesehatan, didiskusikan bersama bagaimana pemecahannya. c. Growth Growth melihat apakah keluarga tersebut dapat memenuhi kebutuhan – kebutuhannya. d. Affection Affection adalah hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga, antara istri dan suami, ibu dan anak – anak, ayah dan anak – anak, dan antara anak – anak tersebut. e. Resolve Resolve adalah kepuasan di dalam keluarga akan waktu dan kebersamaan yang diluangkan oleh masing – masing anggota keluarga bagi keluarganya. Masing – masing anggota keluarga diharap mengisi kuesioner singkat APGAR SCORE ini dengan skala skor 0 – 2, kemudian dijumlah dan dirata – rata. Apabila nilai rata – rata 1 – 5, berarti fungsi keluarga tersebut jelek; 5 – 7 berarti fungsi keluarga tersebut sedang; dan 8 – 10 yang berarti fungsi keluarga tersebut baik. 14
3. Fungsi Patologis Keluarga Fungsi patologis keluarga diukur dengan S.C.R.E.E.M, yang meliputi : a. Social Melihat adakah interaksi sosial yang baik antar anggota keluarga, dengan saudara, serta keaktifan anggota keluarga dalam berpartisipasi di kegiatan – kegiatan kemasyarakatan. b. Cultural Melihat kepuasaan atau kebanggaan terhadap budaya, baik dilihat dari pergaulan sehari – hari dalam keluarga maupun di lingkungan, serta adakah tradisi budaya yang masih diikuti. Menggunakan bahasa daerah, tata krama, dan kesopanan. c. Religion Pemahaman agama masing – masing anggota keluarga, serta penerapan ajaran agama dalam kehidupan sehari – hari, dan ibadah sesuai ajaran agama. d. Economic Bagaimana golongan ekonomi keluarga tersebut, pemenuhan kebutuhan sehari – hari (primer, sekunder, tersier), serta skala prioritas pemenuhan kebutuhan hidup keluarga. e. Education Bagaimana pendidikan masing – masing anggota keluarga tersebut, bagaimana pengetahuan anggota keluarga, terutama yang sedang mengalami masalah kesehatan tentang penyakitnya, serta fasilitas 15
pendidikan apa yang dimiliki berkaitan dengan informasi yang seharusnya dimiliki perihal kesehatan. f. Medical Bagaimana keluarga mencari pelayanan kesehatan, dan bagaimana sistem pembiayaannya apabila ada anggota keluarga yang sakit dan harus berobat. Masing – masing fungsi ini dilihat, apabila ada masalah dalam keluarga tersebut, maka diberi tanda + (positif). 4. Fungsi Interaksi Keluarga Pola interaksi dalam keluarga dapat digambarkan dalam secara skematik yang menghubungkan masing – masing anggota keluarga satu sama lain. Antara satu sama lain ini dibuat hubungan bolak – balik dengan garis panah. Apabila interaksi baik, hubungan di antara mereka dekat, maka digambar dengan garis yang penuh, sedangkan apabila ada konflik dan hubungan yang buruk maka digambar dengan garis putus – putus. 5. Fungsi Keturunan Keluarga Fungsi keturunan dalam keluarga digambarkan dalam suatu diagram yang disebut genogram keluarga. Diagram silsilah ini diharapkan dapat dibuat minimal dari 3 generasi, sehingga dapat dilihat apakah ada penyakit – penyakit yang diturunkan dalam keluarga, atau melihat penularan penyakit dari anggota keluarga yang satu ke yang lain. Berangkat dari fungsi ini, pendekatan keluarga dilakukan. 16
6. Fungsi Perilaku Keluarga Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah perilaku, yang terdiri dari 3 komponen yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Bagaimana pengetahuan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan tentang penyakitnya, maupun pengetahuan anggota keluarga yang lain, bagaimana sikap keluarga terhadap masalah kesehatan anggota keluarganya, serta bagaimana tindakannya dalam menangani masalah kesehatan tersebut, kemana mereka berobat. 7. Pendidikan Kesehatan Berorientasi pada Fungsi Non Perilaku Keluarga Dalam melihat status kesehatan keluarga, dilaksanakan pendekatan pada keluarga tersebut dengan memandang dari segi ekonominya, fungsi keturunan, bagaimana usaha keluarga dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, serta lingkungan sekitarnya. 8. Fungsi Indoor Fungsi indoor adalah fungsi lingkungan dalam rumah. Berapa ukuran rumah, ruangan – ruangan yang ada di dalam rumah dan fungsi masing – masing. Fungsi indoor ini juga menunjukkan gambaran lingkungan dalam rumah apakah telah memenuhi syarat – syarat kesehatan. Penilaian meliputi : a. lantai : baik (tegel) / cukup (semen) / kurang (tanah) b. dinding : baik (permanen) / cukup (semi permanen) / kurang (tidak permanen) c. ventilasi : baik / cukup - tidak baik d. pencahayaan : baik / cukup - tidak baik 17
e. sirkulasi udara : baik/ cukup – tidak baik f. Sumber air bersih : baik (sumur, leding)/ tidak baik (sungai, dan lain lain) g. Pengelolaan sampah dan limbah : baik (tempat pembuangan sampah dan limbah)/ tidak baik (di sembarang tempat) h. Jarak jamban dengan sumber air bersih : baik (≥ 10 meter)/ tidak baik (< 10 meter) Dengan mengidentifikasi hal – hal tersebut, maka dalam memberikan pendidikan kesehatan akan lebih terfokus. 9. Fungsi Outdoor Fungsi outdoor adalah melihat lingkungan di luar rumah, antara lain adanya pekarangan dan bagaimana kondisi kebersihannya, jarak rumah dengan jalan raya, kebisingan, jarak rumah dengan tempat pembuangan sampah, jarak rumah dengan tetangga, jarak rumah dengan pusat pelayanan kesehatan. Untuk memudahkan penilaian pada fungsi lingkungan outdoor dan indoor ini, akan lebih baik bagi petugas kesehatan apabila membuat denah sederhana lingkungan rumah tersebut, sehingga akan memudahkan dalam menyusun strategi pendekatan pada keluarga tersebut saat memberikan pendidikan kesehatan.
B. Derajat Kesehatan Bloom mengemukakan bahwa keadaan sehat secara psiko, sosial, dan somatik dipengaruhi oleh 4 faktor besar, yang masing – masing berbeda derajat 18
pengaruhnya, yakni perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Keempat faktor tersebut, di samping berpengaruh langsung terhadap status kesehatan, juga saling berpengaruh satu sama lainnya. Status kesehatan akan tercapai secara optimal bilamana keempat faktor tersebut secara bersama – sama mempunyai kondisi yang tidak optimal, maka status kesehatan akan bergeser ke arah di bawah optimal (Kasjono, 2008). Dalam fungsi keluarga, 4 faktor ini dipilah menjadi dua besar, yaitu faktor perilaku dan nonperilaku. Faktor perilaku meliputi pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dan faktor nonperilaku meliputi lingkungan (dalam dan luar rumah), pelayanan kesehatan (pembiayaan dan akses rumah dengan pusat pelayanan kesehatan terdekat), serta keturunan (genetik). Profil kesehatan keluarga merupakan statistik yang menggambarkan situasi dan kondisi kesehatan keluarga, yang berarti situasi dan kondisi kesehatan masyarakat. Dan hal ini merupakan salah satu sarana untuk mengevaluasi hasil pembangunan kesehatan. Untuk itu diperlukan indikator – indikator kesehatan dan indikator lain yang terkait. Pencapaian Indikator Indonesia Sehat sebagai acuan dalam menentukan keberhasilan Pembangunan Kesehatan dikelompokkan menjadi : 1. Indikator Derajat Kesehatan yang merupakan hasil akhir, yang terdiri dari atas indikator - indikator : a. Mortalitas : 1) Angka Kematian pada Bayi Baru Lahir 2) Angka Kematian Ibu 19
b. Morbiditas : angka kesakitan terutama karena penyakit infeksi Ditinjau dari sudut epidemiologi, pemahaman tentang penyakit amatlah penting. Penyakit adalah kegagalan mekanisme adaptasi suatu organisme untuk bereaksi secara tepat terhadap rangsangan atau tekanan sehingga timbulah gangguan pada fungsi / struktur dari bagian organisasi atau sistem dari tubuh. Telah terbukti secara empirik dan keyakinan teoritik bahwa pada umumnya penyakit memilih lebih dari satu penyebab, bukan bersifat tunggal. Faktor – faktor penyebab ini dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu : 1) Faktor predisposisi, seperti umur, jenis kelamin, riwayat penyakit terdahulu, dan lain – lain. 2) Faktor pencetus, seperti pemaparan oleh agen penyakit yang spesifik. 3) Faktor pendorong, seperti paparan yang berulang, beban kerja yang berat. 4) Faktor pemberat, seperti pendapatan rendah, status gizi, kondisi perumahan, dan lain –lain. Sejumlah ahli epidemiologi membuat klasifikasi tentang faktor “penyebab” penyakit, dan membuat model yang menggambarkan relasi faktor –faktor tersebut dengan penyakit. Salah satu model yang terkenal dan cocok untuk menerangkan penyebab penyakit infeksi adalah Segitiga Epidemiologi (The Epidemiologic Triangle). Menurut John Goron, model ini menggambarkan interaksi tiga komponen penyebab penyakit, yaitu host, agent (penyebab), dan environment (lingkungan). Penyakit terjadi 20
karena adanya ketidakseimbangan antara ketiga komponen tersebut. Hubungan antara ketiga komponen tersebut digambarkan seperti ruas pada timbangan, dengan host dan agent berada di ujung masing – masing tuas, sedangkan environment sebagai penumpunya (Karjono, 2008). c. status gizi : berhubungan dengan keadaan sosial - ekonomi 2. Indikator antara yang terdiri dari indikator - indikator keadaan lingkungan, indikator - indikator perilaku hidup masyarakat serta indikator - indikator askes dan mutu pelayanan kesehatan. 3. Indikator proses dan masukan yang terdiri dari indikator - indikator pelayanan kesehatan, indikator - indikator sumber daya kesehatan, indikator - indikator manajemen kesehatan dan indikator kontribusi sektor terkait (KepMenKes RI, 2003). Dari data Dinas Kesehatan Karanganyar tahun 2009, Kabupaten Karanganyar terletak pada ketinggian 511 meter di atas permukaan laut, beriklim tropis, dengan temperatur 22ºC - 31ºC, dengan batas wilayah sebagai berikut : Sebelah Timur : kabupaten Magetan dan kabupaten Wonogiri Sebelah Selatan : kabupaten Wonogiri dan Sukoharjo Sebelah Barat : kotamadya Surakarta dan kabupaten Boyolali Sebelah Utara : kabupaten Sragen Secara administrasi, terbagi menjadi 1.835 RW, 6.020 RT, dan 17 kecamatan yang meliputi 162 desa dan 15 kelurahan, dengan jumlah penduduk tercatat pada tahun 2008 sebesar 865.486 jiwa. 21
Secara topografi, kabupaten Karanganyar merupakan daratan dan
pegunungan dengan ketinggian tempat yang sangat bervariasi. Ketinggian 0 – 100 m seluas 8,11%, 101 – 500 meter seluas 45,32%, 501 – 1000 meter seluas 36,59%, dan ketinggian di atas 100 meter dari permukaan laut seluas 9,98% dan luas wilayah seluruhnya 77.378,6374 Ha atau 2,73% luas propinsi Jawa Tengah. Di kabupaten Karanganyar, jumlah penduduk terbanyak berpendidikan SD/ MI dan yang paling sedikit penduduk lulusan diploma/ sarjana muda. Pada tahun 2008, jumlah penduduk perempuan yang berusia 10 tahun ke atas yang buta huruf dan tidak/ belum tamat SD/ MI, SLTP/ MTs, SLTA/ MA, AK/ Diploma, dan tamat universitas lebih banyak daripada penduduk laki – laki. Kondisi ini menunjukkan bahwa laki – laki lebih diprioritaskan dalam mendapatkan pendidikan daripada perempuan, meskipun jumlah penduduk perempuan lebih banyak dibanding laki – laki. Hasil pemetaan Rumah Tangga Sehat yang dilakukan oleh bagian Promosi Kesehatan pada tahun 2008 terdapat 194.748 rumah dan pada tahun 2009 terdapat peningkatan menjadi 203.064 rumah dengan kepala keluarganya. Pada tahun 2008, yang mencapai rumah tangga sehat di Kabupaten Karanganyar menurut data survei dari dinas kesehatan sebesar 74 %, dan pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 87,62%. Program Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) tatanan rumah tangga/ keluarga, yang merupakan suatu program berupa peningkatan kemampuan dan kemandirian keluarga untuk hidup sehat adalah program penting yang diselenggarakan oleh dinas kesehatan kabupaten Karanganyar. Indikator dari 22
program ini meliputi aspek perilaku dan aspek lingkungan, yang mana
klasifikasinya ditunjukkan melalui nilai Indeks Potensi Keluarga Sehat (IPKS). Pada tahun 2008 dan 2009, prioritas masalah indikator PHBS adalah sebagai berikut : Tabel 1. Prioritas Masalah Indikator PHBS Tahun 2008 dan 2009 Dinas Kesehatan Kabupaten Karanganyar No. Urutan Masalah Tahun 2008 Urutan Masalah Tahun 2009 1 JPK Tidak merokok 2 Tidak merokok JPK 3 ASI eksklusif ASI eksklusif 4 Jamban Aktivitas fisik 5 Penimbangan balita Lantai 6 Tidak miras Gizi seimbang 7 Lantai Cuci tangan 8 Kepadatan penghuni Pembuangan sampah 9 Persalinan oleh nakas Padat huni 10 Aktifitas fisik PSN 11 Cuci tangan Jamban 12 Pembuangan sampah Tidak miras 13 Gizi seimbang Persalinan oleh nakes 14 PSN Gosok gigi 15 Gosok gigi Penimbangan balita 16 Air bersih Air bersih
Kegiatan promosi kesehatan di puskesmas – puskesmas kabupaten
Karanganyar berupa penyuluhan – penyuluhan yang dilaksanakan di puskesmas, kelurahan, RW, RT, posyandu, dasa wisma, PKK, baik itu tentang KB/ KIA, gizi, imunisasi, P2P, kesehatan lingkungan, PHBS, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan jiwa, dana sehat, dan lain – lain. Penyuluhan dilaksanakan oleh dokter, bidan, paramedis, dan petugas kesehatan lain dengan metode ceramah, Sumber : Data Sekunder dari Dinas Kesehatan Karanganyar 2010 23
demonstrasi, anjangsana, siaran keliling, dan lain – lain (DKK Karanganyar, 2010).
C. Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga sehat adalah keluarga yang hidup di lingkungan yang sehat, berperilaku sehat, dan mempunyai akses yang mudah pada pelayanan kesehatan. Berdasarkan teori Blum, derajat kesehatan ditentukan oleh lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan faktor keturunan. Indikator derajat kesehatan meliputi mortalitas (bayi baru lahir dan ibu melahirkan), morbiditas (terutama yang disebabkan oleh penyakit infeksi), serta status gizi. Program kesehatan yang berhubungan dengan hal ini antara lain adalah PHBS yang diklasifikasi dengan IPKS. Dokter pelayanan primer dibantu petugas kesehatan yang lain perlu memahami tentang fungsi – fungsi keluarga dalam memfasilitasi keluarga untuk mengatasi masalah dan memberdayakan keluarga agar tercapai kemandirian keluarga dalam bidang kesehatan. Mengingat individu, keluarga, dan masyarakat
yang dibina pada umumnya orang dewasa yang telah mendapat informasi dan pemahaman dari berbagai media sebelumnya.
D. Penelitian yang Relevan Cukup banyak penelitian sebelumnya yang dilakukan berhubungan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat serta IPKS yang berhubungan dengan usaha peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Suatu penelitian tentang hubungan 24
aspek nonperilaku dan perilaku, terutama pada masalah sosial ekonomi yang dilakukan oleh H van de Mheen, et al pada tahun 1997 memberikan kesimpulan bahwa kehidupan sosial ekonomi pada masa anak akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap kesehatannya pada usia dewasa. Suriyasa, et al pada 2006 telah melakukan suatu penelitian yang dituliskannya dalam Medical Journal of Indonesia Volume 15 No.1 2006 dengan Judul Non Dirt Floor and the Stimulant of Environmental Health Decreased the Risk Acute Respiratory Infection (ARI) yang dilaksanakan di 5 propinsi di Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan terdapat perbedaan antara masyarakat yang telah mendapat penyuluhan/pendidikan kesehatan lingkungan dibanding masyarakat yang belum pernah mendapatkan penyuluhan dalam hal penurunan faktor risiko terkena Infeksi Saluran Napas Atas terutama karena lantai rumah yang kotor. Penelitian yang dilakukan oleh Zohrabian and Philipson pada tahun 2010 merekomendasikan bahwa perkiraan - perkiraan dari biaya - biaya eksternal seperti struktur - struktur asuransi, lingkungan, dan pengetahuan seputar perilaku
yang menyebabkan kematian perlu dirubah untuk memperbaiki perilaku hidup masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih, et al (2009) tentang pendekatan keluarga (family oriented) mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 25
Gambar 1. Kerangka Pikir Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga
DERAJAT KESEHATAN RENDAH Indikator : Morbiditas : penyakit infeksi Mortalitas : - Bayi Baru Lahir - Ibu Status gizi Problem Dalam Praktek Kedokteran : Penggunaan teknologi berlebihan Pengobatan tidak rasional Biaya kesehatan tinggi Pengobatan dan prosedur tidak aman Tidak ada mekanisme jaga mutu Tumpang tindih dan kerancuan sistem pelayanan Pendidikan distribusi sumberdaya kesehatan
Masalah keluarga (masyarakat) : ketidaktahuan (pengetahuan kurang), paradigma sakit, perilaku yang tidak benar, tidak mampu (social ekonomi) FAMILY ORIENTED MEDICAL EDUCATION DOKTER LAYANAN PRIMER Fungsi holistik : Biologis, psikologis, sosial - ekonomi Fungsi fisiologis : APGAR SCORE (Adaptation, Partnership, Growth, Affection, Resolve) Fungsi patologis : SCREEM (Sosial, Culture, Religious, Economic, Educational, Medical) 9 FUNGSI KELUARGA Keturunan Perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) Non perilaku (lingkungan, pelayanan kesehatan) Indoor Outdoor Interaksi anggota keluarga DERAJAT KESEHATAN MENINGKAT E. Kerangka Pikir 26
Derajat kesehatan yang rendah di Indonesia dengan indikator mortalitas, morbiditas, dan status gizi dipengaruhi oleh problem dalam praktek kedokteran (antara lain penggunaan teknologi berlebihan, pengobatan tidak rasional, biaya kesehatan tinggi, pengobatan dan prosedur tidak aman, tidak ada mekanisme jaga mutu, tumpang tindih dan kerancuan sistem pelayanan, serta pendidikan distribusi sumberdaya kesehatan) dan masalah keluarga (masyarakat) yang meliputi ketidaktahuan (pengetahuan kurang), paradigma sakit, perilaku yang tidak benar, tidak mampu (sosial ekonomi). Dalam penelitian ini faktor dalam praktek kedokteran tidak diteliti, karena penulis memfokuskan pada masalah dalam keluarga. Munculnya permasalahan – permasalahan dalam keluarga inilah seharusnya dokter di pelayanan kesehatan primer khususnya, diharapkan mampu memberikan pendidikan kesehatan dengan berorientasi pada kesembilan fungsi keluarga yang meliputi fungsi holistik, fisiologis, patologis, interaksi antar manusia (antar anggota keluarga), keturunan, perilaku, nonperilaku, indoor, dan outdoor. Dengan adanya pendekatan inilah diharapkan derajat kesehatan keluarga akan meningkat.
F. Hipotesis Ada hubungan antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga.
27
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini termasuk penelitian observasional analitik menggunakan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar. Waktu penelitian : bulan April 2010 sampai dengan Mei 2010.
C. Subyek Penelitian Populasi sasaran : keluarga yang memiliki masalah kesehatan (menderita penyakit infeksi maupun noninfeksi) Populasi studi : keluarga yang memiliki masalah kesehatan (menderita penyakit infeksi maupun noninfeksi) di Kabupaten Karanganyar Kriteria Inklusi : 1. Anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan : - penyakit infeksi atau - Penyakit noninfeksi 2. Dapat berkomunikasi dengan baik 3. Seluruh anggota keluarga bersedia menjadi responden
27 28
D. Jumlah Sampel Sampel (n) sebesar 93 keluarga. Dihitung dengan rumus penelitian multivariat. Jika persamaan multivariat melibatkan ≥ 6 prediktor, maka n dianjurkan angka absolut 10 subjek per prediktor (Murti, 2010).
E. Desain Sampling Penelitian ini menggunakan teknik pencuplikan sistematis dan purposive sampling.
DKK Karanganyar :
Unit Pelaksana Teknis Daerah : Karanganyar Tasikmadu Jaten I Jaten II Kebakkramat I Kebakkramat II Mojogedang I Mojogedang II Kerjo Jenawi Karangpandan
Ngargoyoso Tawangmangu Matesih Jumantono Jumapolo
Jatipuro Jatiyoso Colomadu I Colomadu II Gondangrejo UPTD / Puskesmas Tasikmadu 93 keluarga yang memiliki masalah kesehatan 29
F. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian ini dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Penelitian tentang Hubungan Sembilan Fungsi Keluarga dengan Peningkatan Derajat Kesehatan Keluarga di Kabupaten Karanganyar
Populasi (N) Sampel (n) Kuesioner dan data sekunder Hasil Fungsi keluarga baik Fungsi keluarga jelek Analisis data (Chi Square) Kesimpulan Purposive sampling Derajat kesehatan meningkat Derajat kesehatan tetap / menurun Derajat kesehatan meningkat Derajat kesehatan tetap / menurun 30
G. Variabel Penelitian Variabel Independen : Sembilan fungsi keluarga : 1. Fungsi holistik keluarga 2. Fungsi fisiologis keluarga 3. Fungsi patologis keluarga 4. Fungsi interaksi anggota keluarga 5. Fungsi keturunan dalam keluarga 6. Fungsi perilaku keluarga 7. Fungsi nonperilaku keluarga 8. Fungsi indoor keluarga 9. Fungsi outdoor keluarga Variabel dependen : Derajat kesehatan keluarga
H. Definisi Operasional Variabel Penelitian, Alat Ukur, dan Skala Pengukuran 1. Sembilan fungsi keluarga Sembilan fungsi keluarga adalah fungsi – fungsi dalam keluarga yang meliputi fungsi holistik, fisiologis, patologis, interaksi antar anggota keluarga, keturunan, perilaku, nonperilaku, indoor, dan outdoor. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = apabila didapatkan ≥ 5 fungsi keluarga baik 31
0 = apabila didapatkan < 5 fungsi keluarga baik 9 fungsi keluarga ini adalah kesatuan dari fungsi – fungsi keluarga yang meliputi : a. Fungsi holistik Fungsi holistik adalah fungsi keluarga yang meliputi fungsi biologis, fungsi psikologi, dan fungsi sosial – ekonomi. Fungsi biologis menunjukkan apakah di dalam keluarga tersebut terdapat gejala – gejala penyakit yang menurun (herediter), penyakit menular, maupun penyakit kronis. Fungsi psikologis menunjukkan bagaimana hubungan antara anggota keluarga, apakah keluarga tersebut dapat memecahkan masalah bersama. Fungsi sosio-ekonomi menunjukkan bagaimana kondisi ekonomi keluarga, dan peran aktif keluarga dalam kehidupan sosial bermasyarakat. Fungsi biologis : 1 = tidak terdapat gejala penyakit herediter, menular, atau kronis 0 = terdapat gejala penyakit herediter, menular, atau kronis Fungsi psikologis : 1 =
hubungan antar anggota keluarga baik, masalah keluarga dapat dipecahkan bersama – sama
0 = hubungan antar anggota keluarga kurang / tidak baik, masalah keluarga tidak dapat dipecahkan bersama – sama Fungsi sosio-ekonomi
:
1 = kondisi ekonomi baik, aktif berperan serta dalam kegiatan sosial 32
di masyarakat 0 = kondisi ekonomi kurang, tidak aktif berperan serta dalam kegiatan sosial di masyarakat Bila skor ≥ 2 berarti fungsi holistik keluarga baik Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi holistik baik 0 = fungsi holistik tidak baik b. Fungsi fisiologis Fungsi fisiologis keluarga diukur dengan APGAR score. APGAR score adalah skor yang digunakan untuk menilai fungsi keluarga ditinjau dari sudut pandang setiap anggota keluarga terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. APGAR score meliputi : 1) Adaptation : kemampuan anggota keluarga tersebut beradapatasi dengan anggota keluarga yang lain, serta penerimaan, dukungan dan saran dari anggota keluarga yang lain. 2) Partnership : menggambarkan komunikasi, saling membagi, saling mengisi antara anggota keluarga dalam segala masalah yang dialami oleh keluarga tersebut. 3) Growth : menggambarkan dukungan keluarga terhadap hal – hal baru yang dilakukan anggota keluarga tersebut. 4) Affection : menggambarkan hubungan kasih sayang dan interaksi antar anggota keluarga. 33
5) Resolve : menggambarkan kepuasan anggota keluarga tentang kebersamaan dan waktu yang dihabiskan bersama anggota keluarga yang lain. Skor untuk masing – masing kategori adalah : 0 = jarang / tidak sama sekali 1 = kadang – kadang 2 = sering / selalu Terdapat tiga kategori penilaian, yaitu : nilai rata – rata ≤ 5 kurang, 6 – 7 cukup, dan 8 – 10 adalah baik. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi fisiologis keluarga baik 0 = fungsi fisiologis keluarga cukup / kurang c. Fungsi patologis Fungsi patologis keluarga dinilai dengan menggunakan SCREEM score dengan rincian sebagai berikut : 1) Social : Skor 1 = Bila interaksi dengan tetangga tidak berjalan baik dan bermasalah 0 = Bila interaksi dengan tetangga berjalan dengan baik dan tidak ada masalah 2) Culture : Skor
1 = Bila tidak ada kepuasan terhadap 34
budayanya, tata karma dan sopan santun tidak terlalu diperhatikan 0 = Bila ada kepuasan terhadap budaya, masih memperhatikan tata karma dan sopan santun 3) Religious : Skor
1 = Bila tidak taat menjalankan ibadah sesuai
ajaran agamanya 0 = Bila taat menjalankan ibadah sesuai ajaran agamanya 4) Economic : Skor 1 = Bila status ekonomi rendah, kepala keluarga dan atau anggota keluarga tidak berpenghasilan 0 = Bila status ekonomi sedang – lebih, kepala keluarga dan atau anggota keluarga berpenghasilan 5) Educational : Skor 1 = Bila tingkat pendidikan anggota keluarga rendah 0 = Bila tingkat pendidikan anggota keluarga cukup – tinggi 35
6) Medical : Skor 1 = Bila anggota keluarga tidak mendapatkan layanan kesehatan yang memadai 0 = Bila anggota keluarga mendapatkan layanan kesehatan yang memadai Bila skor kurang dari 3 berarti fungsi patologis baik, dan bila lebih dari atau sama dengan 3 fungsi patologis kurang. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi patologis keluarga baik 0 = fungsi patologis keluarga kurang baik d. Pola interaksi keluarga Menunjukkan baik atau tidaknya hubungan atau interaksi antar anggota keluarga (Interaksi dua arah baik digambarkan dengan garis penuh, tidak baik digambarkan dengan garis putus – putus). Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = pola interaksi keluarga baik 0
= pola interaksi keluarga tidak baik
e. Fungsi keturunan (genetik) Fungsi keturunan (genetik) dinilai dari genogram keluarga. Menunjukkan adanya penyakit keturunan ataukah penyakit menular 36
dalam keluarga. Apabila keduanya tidak ditemukan, berarti dalam keadaan baik. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = tidak ada penyakit menular dalam keluarga 0 f.
= ada penyakit menular dalam keluarga Fungsi perilaku
Fungsi perilaku meliputi pengetahuan tentang kesehatan, sikap sadar akan pentingnya kesehatan, dan tindakan yang mencerminkan pola hidup sehat. Bila baik beri tanda +, bila kurang / tidak baik beri tanda – Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi perilaku keluarga baik 0
= fungsi perilaku keluarga kurang baik
g. Fungsi nonperilaku Fungsi nonperilaku meliputi lingkungan dan pelayanan kesehatan. Lingkungan dibagi menjadi lingkungan dalam rumah dan lingkungan luar rumah. 1) Lingkungan dalam rumah : meliputi keadaan rumah secara umum, kebersihan lingkungan dalam rumah, penyediaan sumber air bersih, pengelolaan sampah dan limbah, serta jarak jamban dengan sumber air bersih. Baik diberi skor 1, tidak baik diberi skor 0 37
2) Lingkungan luar rumah : meliputi kebersihan di lingkungan luar
rumah, jarak dengan jalan raya, tingkat kebisingan, jarak dengan sungai dan tempat pembuangan sampah umum. Baik diberi skor 1, tidak baik diberi skor 0 3) Pelayanan kesehatan : a) Kepedulian memeriksakan diri ke tempat pelayanan kesehatan b) Ketersediaan sarana dan prasarana pelayanan kesehatan c) Jarak dengan Puskesmas / Rumah Sakit Apabila dua atau lebih dalam keadaan baik diberi skor 1, apabila kurang dari 2 diberi skor 0. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi nonperilaku keluarga baik 0 = fungsi nonperilaku keluarga tidak baik h. Fungsi indoor Fungsi indoor ini menunjukkan gambaran lingkungan dalam rumah apakah telah memenuhi syarat – syarat kesehatan. Penilaian meliputi : 1) lantai : baik (tegel) / cukup (semen) / kurang (tanah) 2) dinding : baik (permanen) / cukup (semi permanen) / kurang (tidak permanen) 3) ventilasi : baik / cukup - tidak baik 4) pencahayaan : baik / cukup - tidak baik 5) sirkulasi udara : baik / cukup – tidak baik 38
6) Sumber air bersih : baik (sumur, leding) / tidak baik (sungai,
dll) 7) Pengelolaan sampah dan limbah : baik (tempat pembuangan sampah dan limbah) / tidak baik (di sembarang tempat) 8) Jarak jamban dengan sumber air bersih : baik (≥ 10 meter) / tidak baik (< 10 meter) Bila kondisi baik lebih dari atau sama dengan 5 diberi skor 1, bila kondisi baik diberi skor 0. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi indoor keluarga baik 0 = fungsi indoor keluarga tidak baik i.
Fungsi outdoor
Menunjukkan gambaran lingkungan luar rumah apakah telah memenuhi syarat – syarat kesehatan, misalnya jarak rumah dengan jalan raya, tingkat kebisingan, serta jarak rumah dengan sungai dan tempat pembuangan sampah umum. Alat ukur : kuesioner Skala : nominal Kategori : 1 = fungsi outdoor keluarga baik 0 = fungsi outdoor keluarga tidak baik (Kuesioner disadur dari penelitian Widyaningsih dan Poncorini tahun 2009 yang berjudul Pendekatan Keluarga (Family Oriented) Mempunyai Pengaruh 39
terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat
Kesehatan Masyarakat untuk penelitian DIPA 2009, dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner) 2. Derajat kesehatan Derajat kesehatan adalah salah satu statistik yang digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan suatu pembangunan kesehatan. Yang memiliki indikator mortalitas (bayi baru lahir dan ibu melahirkan), morbiditas (dikarenakan penyakit infeksi), dan status gizi. Alat ukur : kuesioner (dilakukan uji validitas dan reliabilitas sebelum digunakan dalam pengambilan data penelitian) Skala : nominal Kategori : 1 = meningkat (apabila ditemukan ≥ 2 indikator dalam kondisi baik) 0 = tidak meningkat / menurun (apabila ditemukan < 2 indikator dalam kondisi baik)
I. Instrumen Penelitian Instrumen/ alat ukur yang digunakan untuk mengukur sembilan fungsi keluarga diambil dari penelitian sebelumnya oleh Widyaningsih dan Poncorini tahun 2009 yang berjudul Pendekatan Keluarga (Family Oriented) Mempunyai Pengaruh terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat untuk penelitian DIPA 2009, dan telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner. 40
Untuk mengukur peningkatan derajat kesehatan menggunakan kuesioner
yang sebelum digunakan dalam penelitian akan dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya. Subjek yang digunakan dalam uji validitas dan reliabilitas terdiri dari 30 keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Dari 19 butir soal yang diujikan, didapatkan 10 butir soal yang valid dan reliabel dengan analisa Spearman dan Alpha Cronbach. Kemudian butir - butir soal tersebut disarikan kembali menjadi 10 soal berurutan, dan diuji ulang sehingga korelasi per item total didapatkan : Soal no.1 : 0.696
Soal no.6 : 0.430
Soal no.2 : 0.696
Soal no.7 : 0.430
Soal no.3 : 0.808
Soal no.8 : 0.574
Soal no.4 : 0.604
Soal no.9 : 0.380
Soal no.5 : 0.359
Soal no.10 : 0.345
Dengan Cronbach’s Alpha sebesar 0.731. Makin tinggi Alpha Cronbach, makin tinggi konsistensi internal alat ukur itu. Konsistensi internal alat ukur dikatakan baik jika Alpha Cronbach berkisar antara 0.70 hingga 0.90 (Streiner dan Norman cit Murti, 2006).
J. Teknik Pengumpulan Data Untuk pengambilan data sembilan fungsi keluarga, peneliti menggunakan kuesioner tidak terstruktur dengan teknik kuesioner tidak langsung. Peneliti membacakan kuesioner tersebut kepada responden kemudian menuliskan jawaban responden pada lembar kuesioner. Untuk peningkatan derajat kesehatan, kuesioner yang digunakan terstruktur sehingga bagi responden yang dapat 41
membaca dan menulis dapat mengisi kuesioner tersebut sendiri, namun bila tidak bisa membaca dan menulis, peneliti membacakan butir – butir pertanyaan yang ada dalam kuesioner dan menuliskan jawaban yang diberikan oleh responden.
K. Teknik Analisis Data Seluruh data ditabulasi dan dianalisa dengan SPSS 16.0 for windows. Data yang terkumpul dianalisis secara statistik dengan uji Chi-Square yang disebut juga uji keselarasan, karena untuk menguji apakah sebuah sampel selaras dengan salah satu distribusi teoritis. Dimana kriteria penelitian : H0 diterima bila X2 hitung kurang dari atau sama dengan X2 tabel pada = 0.05 dan df = 1, yang berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga. H1 diterima bila bila X2 hitung lebih besar sama dengan X2 tabel pada = 0.05 dan df = 1, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga (Taufiqurrahman, 2003). 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilaksanakan penelitian tentang hubungan antara sembilan fungsi keluarga dan peningkatan derajat kesehatan di wilayah kerja Puskesmas Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar pada bulan April – Mei 2010.
A. Hasil Penelitian 1. Karakteristik Subjek Penelitian Subjek penelitian sebesar 93 keluarga yang memiliki masalah kesehatan. Jumlah kepala keluarga adalah 93 jiwa, dengan keseluruhan total penduduk di dalam keluarga yang diteliti tersebut sebesar 347 jiwa. Berikut ini disajikan tabel karakteristik subjek penelitian (Tabel 2). Tabel 2. Karakteristik Subjek Penelitian (n = 93 keluarga, 347 jiwa) Aspek Variasi f % Jenis Kelamin Laki – laki Perempuan 181 166 52.16 47.84 Kelompok Umur Kurang dari 1 tahun 1 – 4 tahun 5 – 6 tahun 7– 14 tahun 15 – 49 tahun 50 – 60 tahun Lebih dari 61 tahun
4 40 4 46 199 39 15 1.15 11.54 1.15 13.26 57.34 11.24 4.32 Kepala Keluarga Ayah Ibu (janda) 88 5 94.62 5.38 Bentuk Keluarga Nuclear Family Extended Family 85 8 91.40
8.60 Pendidikan Tidak pernah sekolah Belum sekolah Tidak tamat SD 15 23 12 4.32 6.62 3.46 42 43
Belum tamat SD Tamat SD / sederajat Tamat SLTP/sederajat Tamat SMA/sederajat Tamat PT/akademi 35 79 68 91 24 10.09 22.77
19.60 26.22 6.92 Pekerjaan Petani Peternak Pekerja buruh kasar PNS Karyawan swasta Pensiunan Lain - lain 17 4 18 16 165 13 114 4.90 1.15 5.19 4.61 47.55 3.75 32.85 Proporsi penyakit
yang diderita Penyakit infeksi Penyakit noninfeksi 12 81 12.90 87.10 Sarana/tempat berobat Tidak berobat Kader Dukun Praktek medis / paramedis Puskesmas / RS 9 1 0 31
52 9.68 1.08 0.00 33.33
55.91 Penghasilan keluarga perbulan (rupiah) Lebih dari 1 juta 500 ribu – 1 juta 300 ribu – 500 ribu Kurang dari 300 ribu 18 63 9 3 19.35 67.74 9.68 3.23 Data primer : Mei 2010 Dalam Tabel 2 ditunjukkan bahwa dari 93 keluarga yang memiliki masalah kesehatan sebagai responden, terdapat 8 keluarga (8.60%) yang berbentuk extended family, sedangkan 91.40% dari keseluruhan keluarga yaitu sejumlah 88 keluarga berbentuk nuclear family. Family Oriented Medical Education akan lebih mudah mencapai sasaran apabila dalam keluarga tersebut terdiri dari keluarga inti, karena semakin banyak anggota keluarga di luar keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah, akan 44
mempengaruhi kondisi keluarga tersebut terutama pada fungsi holistik dan interaksi antara anggota keluarga. Dari 93 keluarga tersebut terdapat 347 jiwa penduduk, dengan jenis kelamin laki – laki sebanyak 181 jiwa (52.16%) dan perempuan 166 jiwa (47.84%). Masing – masing keluarga tersebut, dikepalai oleh ayah sebanyak 88 orang (94.62%), sedangkan 5.38% yang lain dikepalai oleh ibu yang telah menjanda (5 orang). Anggota keluarga yang tidak lengkap, terutama apabila kepala keluarga yang seharusnya laki – laki namun harus digantikan oleh seorang perempuan yang kemudian harus berperan ganda sebagai ibu sekaligus ayah pasti akan berbeda dalam menjalani fungsi keluarga tersebut dibandingkan dengan keluarga yang masih utuh. Menurut distribusi usia seperti yang disajikan di tabel tersebut, diketahui bahwa kelompok usia terbesar adalah 15 – 49 tahun, yaitu sebanyak 199 jiwa atau 57.34% dari keseluruhan penduduk responden, sedangkan kelompok usia yang jumlahnya paling sedikit adalah pada kelompok usia kurang dari 1 tahun dan antara 5 – 6 tahun, dimana masing – masing sebesar 4 jiwa atau 1.15% dari keseluruhan anggota keluarga responden. Ditinjau dari tingkat pendidikan anggota keluarga responden, yang terbesar adalah lulusan SMA/ sederajat, yaitu 91 jiwa atau 26.22 % dari keseluruhan responden. Kemudian berturut – turut diikuti responden tamatan SD/sederajat 79 orang (22.77%), tamatan SLTP/ sederajat 68 orang (19.60%), belum tamat SD sebanyak 35 orang (10.09%), tamatan Perguruan Tinggi/ Akademi 24 orang(6.92%), belum sekolah 23 orang (6.62%), tidak pernah 45
sekolah 15 orang (4.32%), dan kelompok yang paling sedikit adalah tidak
tamat SD sebesar 12 orang (3.46%). Dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi, maka kemampuan dalam menerima informasi tentang kesehatan diharapkan akan lebih mudah dibandingkan dengan yang tingkat pendidikannya lebih rendah. Dari data diketahui bahwa jenis pekerjaan anggota keluarga responden paling banyak adalah sebagai karyawan swasta, yaitu sebesar 165 orang (47.55%). Mata pencaharian yang lain meliputi petani 17 orang (4.90%), peternak 4 orang (1.15%), pekerja buruh kasar 18 orang (5.19%), PNS 16 orang (4.61 %), pensiunan 13 orang (3.75%), dan lain – lain 114 orang (32.85%). Proporsi keluarga yang memiliki masalah kesehatan dengan penyakit infeksi sebanyak 12 keluarga (12.90%), sedangkan 81 keluarga yang lain (87.10%) memiliki masalah penyakit noninfeksi. Dari data tersebut, diketahui bahwa penyakit infeksi lebih sedikit diderita oleh subjek penelitian dibanding penyakit noninfeksi. Melihat data distribusi indikator PHBS di kabupaten Karanganyar, fokus penyuluhan yang dilakukan untuk penyakit infeksi berada di urutan bawah yang berarti angka kejadian penyakit infeksi telah menurun di kabupaten ini. Sedangkan prioritas indikator PHBS adalah pada perilaku masyarakat, sehingga dapat menjelaskan data yang diperoleh dimana penyakit noninfeksi memang banyak disebabkan oleh perilaku masyarakat yang masih kurang baik. 46
Dari tabel data penelitian diketahui bahwa sarana berobat yang paling sering didatangi oleh keluarga responden adalah puskesmas atau rumah sakit, yakni 52 keluarga (55.91%) dari keseluruhan responden. Sedangkan
responden yang lain 31 keluarga (33.33%) datang ke praktek medis/ paramedis, datang ke kader 1 keluarga (1.08%), tidak berobat 9 keluarga (9.68%), namun sudah tidak ada keluarga yang datang ke dukun (0.00%). Subjek penelitian telah memiliki kesadaran untuk berobat ke puskesmas, sedangkan yang tidak berobatpun masih ada namun dalam proporsi yang sedikit. Dengan demikian, pendekatan keluarga untuk peningkatan derajat kesehatan masih harus terus ditingkatkan. Penghasilan terbesar dari penduduk responden adalah sebesar lima ratus ribu sampai dengan satu juta rupiah per bulan yaitu 63 keluarga (67.74%), kemudian yang berpenghasilan lebih dari satu juta rupiah per bulan 18 keluarga (19.36%), yang berpenghasilan rata – rata tiga ratus ribu sampai dengan lima ratus ribu adalah 9 keluarga (9.68%), dan yang berpenghasilan kurang dari tiga ratus ribu perbulan 3 keluarga (3.23%). Dengan semakin tingginya penghasilan keluarga didukung dengan meningkatkan pengetahuan keluarga tentang pendidikan kesehatan diharapkan derajat kesehatan mereka akan meningkat, terutama untuk pembiayaan berobat.
47
B. Analisis Data
Tabel 3. Hasil Analisa Hubungan Antara Sembilan Fungsi Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Sembilan Fungsi Keluarga Baik 22 (40%) 11 (60%) 33 (100%) 118 48.32 < 0.001 Buruk 1 (15.5%) 59 (84.5%) 60 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan sembilan fungsi keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan seratus delapan belas kali lebih besar daripada keluarga dengan sembilan fungsi keluarga buruk. Dengan uji Chi Square pada sembilan fungsi keluarga didapatkan angka X2 hitung = 48.32 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 4. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Holistik Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga
Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Holistik Baik 14 (40%) 21 (60%) 35 (100%) 3.6 7.03 0.008 Buruk 9 (15.5%) 49 (84.5%) 58 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi holistik yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan 48
fungsi holistik buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2 hitung = 7.03 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi holistik keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 5. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Fisiologis Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p
Baik Buruk Total Fungsi Fisiologis Baik 15 (42.9%) 20 (57.1%) 35 (100%) 4.7 9.91 0.002 Buruk 8 (13.8%) 50 (86.2%) 58 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi fisiologis yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi fisiologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi fisiologis keluarga didapatkan angka X2 hitung = 9.91 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi fisiologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 6. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Patologis Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Patologis
Baik 17 (45.9%) 20 (54.1%) 37 (100%) 7.1 14.86 < 0.001 Buruk 6 (10.7%) 50 (89.3%) 56 (100%) Total
93 (100%)
49
Keluarga dengan fungsi patologis yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi patologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2 hitung = 14.86 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi patologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 7. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Interaksi Antar Anggota Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Interaksi Baik 14 (43.8%) 18 (56.2%) 32 (100%) 4.5 9.48 0.002
Buruk 9 (14.8%) 52 (85.2%) 61 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat koma kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2 hitung = 9.48 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi interaksi antar anggota keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
50
Tabel 8. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Keturunan dalam Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total
Fungsi Keturunan Baik 6 (20.0%) 24 (80.0%) 30 (100%) 0.7 0.53 0.466 Buruk 17 (26.9%) 46 (73.1%) 63 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi keturunan yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan nol koma tujuh daripada keluarga dengan fungsi keturunan buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi keturunan dalam keluarga didapatkan angka X2 hitung = 0.53 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung < X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang tidak signifikan secara statistik antara fungsi keturunan dalam keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 9. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Perilaku Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Perilaku Baik 17 (47.2%) 19 (52.8%) 36 (100%) 7.6 15.96 < 0.001
Buruk 6 (10.5%) 51 (89.5%) 57 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi perilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga didapatkan angka X2 hitung = 15.96 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini 51
berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi perilaku keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 10. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Nonperilaku Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Nonperilaku Baik 14 (38.9%) 22 (61.1%) 36 (100%) 3.4 6.33 0.01 Buruk 9 (15.8%) 48 (84.2%) 57 (100%)
Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi nonperilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga didapatkan angka X2 hitung = 6.33 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi nonperilaku keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 11. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Indoor Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Indoor Baik 15 (42.9%) 20 (57.1%) 35 (100%) 4.7 9.91 0.002 Buruk 8 (13.8%) 50 (86.2%) 58 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi indoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan 52
fungsi indoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi indoor keluarga didapatkan angka X2 hitung = 9.91 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi indoor keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
Tabel 12. Hasil Analisa Hubungan Antara Fungsi Outdoor Keluarga dan Derajat Kesehatan Keluarga Variabel Derajat Kesehatan OR X² p Baik Buruk Total Fungsi Outdoor Baik 16 (45.7%) 19 (54.3%) 35 (100%) 6.1 13.27 < 0.001 Buruk 7 (12.1%) 51 (87.9%) 58 (100%) Total
93 (100%)
Keluarga dengan fungsi outdoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan enam kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi outdoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi outdoor keluarga didapatkan angka X2 hitung = 13.27 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi outdoor keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar.
C. Pembahasan Dari penelitian yang dilakukan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu kabupaten Karanganyar, didapatkan data – data yang telah disajikan tersebut di atas. Faktor – faktor yang saling terkait dalam meningkatkan derajat kesehatan keluarga adalah kesembilan fungsi keluarga, yaitu fungsi holistik keluarga, fungsi 53
fisiologis keluarga, fungsi patologis keluarga, fungsi interaksi antar anggota keluarga, fungsi keturunan, fungsi perilaku keluarga, fungsi nonperilaku keluarga, fungsi indoor keluarga, dan fungsi outdoor keluarga. Keluarga dengan sembilan fungsi keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan seratus delapan belas kali lebih besar daripada keluarga dengan sembilan fungsi keluarga buruk. Dengan uji Chi Square
pada sembilan fungsi keluarga didapatkan angka X2 hitung = 48.32 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Fungsi keluarga yang pertama yaitu fungsi holistik keluarga yang meliputi tiga faktor, yaitu fungsi biologis, fungsi psikologis, dan fungsi sosial – ekonomi. Fungsi biologis melihat siapa sajakah anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah dilengkapi dengan identitas, dan adakah salah satu dari anggota keluarga tersebut yang sedang menderita sakit, baik itu sakit yang akut ataupun kronis, menular atau tidak menular, menurun atau tidak menurun. Fungsi psikologis melihat bagaimana hubungan antar sesama manusia di dalam keluarga tersebut berlangsung, apakah permasalahan – permasalahan yang ada dalam keluarga tersebut dapat diatasi dengan baik, serta melihat apakah hubungan antara anggota keluarga saling mendukung terutama dalam masalah kesehatan. Fungsi sosial – ekonomi keluarga meliputi kehidupan sehari – hari keluarga, bagaimana kedudukan keluarga di dalam masyarakat, bagaimana interaksi dan keaktifan 54
anggota keluarga dalam kehidupan sosial di masyarakat. Fungsi ekonomi dan pemenuhan kebutuhan dilihat dari penghasilan keluarga, bagaimana pemenuhan kebutuhan keluarga tersebut, dan bagaimana pembiayaan keluarga apabila ada
anggota keluarga yang memiliki masalah kesehatan/ sakit. Dari penelitian yang dilakukan oleh penulis mengungkapkan bahwa keluarga dengan fungsi holistik yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi holistik buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2 hitung = 7.03 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2
hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi holistik keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Bagaimana fungsi fisiologis keluarga diketahui dengan menggunakan A.P.G.A.R SCORE yang meliputi Adaptation, Partnership, Growth, Affection, and Resolve. Penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga dengan fungsi fisiologis yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi fisiologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi fisiologis keluarga didapatkan angka X2 hitung = 9.91 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan
secara statistik antara fungsi fisiologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. 55
Fungsi patologis dalam keluarga diukur dengan S.C.R.E.E.M, yang meliputi Social, Cultural, Religion, Economic, Education, and Medical. Dari data penelitian ini menunjukkan keluarga dengan fungsi patologis yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi patologis buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2 hitung = 14.86 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi patologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Dalam memberikan pendidikan kesehatan pada keluarga, perlu melihat bagaimana keharmonisan pola interaksi dalam keluarga tersebut, yang dapat digambarkan dalam secara skematik yang menghubungkan masing – masing anggota keluarga satu sama lain. Dari penelitian, diketahui bahwa keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat koma kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi holisitik keluarga didapatkan angka X2
hitung = 9.48 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi interaksi antar anggota keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. 56
Fungsi keturunan dalam keluarga digambarkan dalam suatu diagram yang disebut genogram keluarga untuk dapat melihat apakah ada penyakit – penyakit yang diturunkan dalam keluarga, atau melihat penularan penyakit dari anggota keluarga yang satu ke yang lain. Dalam penelitian ini diperoleh data keluarga dengan fungsi keturunan yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan nol koma tujuh daripada keluarga dengan fungsi keturunan buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi keturunan dalam keluarga didapatkan angka X2 hitung = 0.53 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung < X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang tidak signifikan secara statistik antara fungsi keturunan dalam keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Hal ini dapat dikarenakan faktor keturunan dalam keluarga sulit untuk
dihindari dan dikendalikan walaupun sudah diberikan pendidikan dan pelayanan kesehatan dengan pendekatan keluarga. Pada sampel penelitian ini, dilihat pada data di Tabel 2, bahwa jumlah anggota keluarga dalam sampel ini lebih banyak yang menderita penyakit noninfeksi dibandingkan yang menderita penyakit infeksi, sehingga kemungkinan menderita penyakit menurun lebih banyak dibanding yang menular. Pendekatan keluarga hingga saat ini hanya mampu sebatas memberikan pengetahuan bagaimana cara mencegah faktor risiko timbulnya penyakit pada keluarga yang memiliki riwayat penyakit menurun namun tidak dapat mencegah sifat genetik itu sendiri. Di samping itu, mengingat bahwa data ini didapatkan berdasarkan pengisian kuesioner yang dijawab oleh responden, perlu dilakukan observasi lebih dalam 57
lagi dengan jumlah sampel yang lebih banyak dan pertanyaan serta pemeriksaan lebih detail. Salah satu faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah perilaku, yang terdiri dari 3 komponen yakni pengetahuan, sikap, dan tindakan. Dalam pendekatan keluarga hendaknya tenaga kesehatan memperhatikan ketiga hal ini. Bagaimana pengetahuan anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan tentang penyakitnya, maupun pengetahuan anggota keluarga yang lain, bagaimana sikap keluarga terhadap masalah kesehatan anggota keluarganya, serta bagaimana tindakannya dalam menangani masalah kesehatan tersebut, kemana mereka berobat. Dari data penelitian ini diketahui bahwa keluarga dengan fungsi perilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga didapatkan angka X2
hitung = 15.96 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi perilaku keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Dalam melakukan pendekatan keluarga dalam meningkatkan derajat kesehatannya, perlu memandang dari segi ekonominya, fungsi keturunan, bagaimana usaha keluarga dalam mendapatkan pelayanan kesehatan, serta lingkungan sekitarnya. Dari hasil penelitian nampak bahwa keluarga dengan fungsi nonperilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. 58
Dengan uji Chi Square pada fungsi perilaku keluarga didapatkan angka X2 hitung = 6.33 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi nonperilaku keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Fungsi indoor adalah fungsi lingkungan dalam rumah. Berapa ukuran
rumah, ruangan – ruangan yang ada di dalam rumah dan fungsi masing – masing. Fungsi indoor ini juga menunjukkan gambaran lingkungan dalam rumah apakah telah memenuhi syarat – syarat kesehatan. Penelitian ini menunjukkan keluarga dengan fungsi indoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi indoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi indoor keluarga didapatkan angka X2 hitung = 9.91 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2 tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi indoor keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Fungsi outdoor adalah melihat lingkungan di luar rumah, antara lain adanya pekarangan dan bagaimana kondisi kebersihannya, jarak rumah dengan jalan raya, kebisingan, jarak rumah dengan tempat pembuangan sampah, jarak rumah dengan tetangga, jarak rumah dengan pusat pelayanan kesehatan. Dari penelitian diketahui bahwa keluarga dengan fungsi outdoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan enam kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi outdoor buruk. Dengan uji Chi Square pada fungsi outdoor 59
keluarga didapatkan angka X2 hitung = 13.27 sedangkan nilai X2 tabel pada taraf
signifikan = 0.05 dan derajat kebebasan (db) = 1 adalah 3.84. Jadi, X2 hitung > X2
tabel, ini berarti ada hubungan yang signifikan secara statistik antara fungsi outdoor keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan di kabupaten Karanganyar. Penelitian terdahulu tentang hubungan aspek nonperilaku dan perilaku, terutama pada masalah sosial ekonomi yang dilakukan oleh H van de Mheen, et al pada tahun 1997 memberikan kesimpulan bahwa kehidupan sosial ekonomi pada masa anak akan mempengaruhi perilaku seseorang terhadap kesehatannya pada usia dewasa. Kemudian penelitian yang sejalan oleh Suriyasa,et al. pada 2006 yang dituliskannya dalam Medical Journal of Indonesia Volume 15 No.1 2006 dengan Judul Non Dirt Floor and the Stimulant of Environmental Health Decreased the Risk Acute Respiratory Infection (ARI) yang dilaksanakan di 5 propinsi di Indonesia. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan pada masyarakat yang telah mendapatkan penyuluhan/pendidikan kesehatan lingkungan mengalami penurunan faktor risiko terkena Infeksi Saluran Napas Atas (ISPA) dibandingkan masyarakat yang belum pernah mendapatkan penyuluhan tentang kesehatan lingkungan tersebut, terutama karena lantai rumah yang kotor. Penelitian yang dilakukan oleh Zohrabian and Philipson pada tahun 2010 merekomendasikan bahwa perkiraan - perkiraan dari biaya - biaya eksternal seperti struktur - struktur asuransi, lingkungan, dan pengetahuan seputar perilaku yang menyebabkan kematian perlu dirubah untuk memperbaiki perilaku hidup 60
masyarakat. Penelitian yang dilakukan oleh Widyaningsih, dkk (2009) tentang pendekatan keluarga (family oriented) mempunyai pengaruh terhadap kualitas pelayanan kesehatan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Penelitian yang dilaksanakan oleh penulis sejalan dengan penelitian – penelitian terdahulu tersebut di atas yaitu terdapat hubungan antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan. Untuk fungsi keturunan dalam keluarga dalam penelitian ini menunjukkan hubungan yang tidak signifikan karena faktor keturunan memperlihatkan adanya penyakit menurun ataupun menular dalam penelitian ini tidak dipisahkan secara spesifik dalam pengolahan datanya. Sedangkan penyakit menurun hanya bisa dikendalikan saja bagi cariernya, namun tidak dapat untuk dihilangkan. Di samping itu, dipengaruhi pula oleh faktor lain seperti jenis kelamin dan usia yang mana pada penelitian ini data – data tersebut hanya diteliti sejauh distribusinya saja, dan dari data dinas kesehatan yang disajikan padaTtabel 1 diketahui bahwa prioritas program promosi kesehatan PHBS belum secara spesifik mengarahkan pada fungsi keluarga ini.
D. Keterbatasan Penelitian 1. Penelitian ini menggunakan desain studi potong lintang (cross sectional). Pada desain cross sectional, semua variabel diukur pada saat yang sama di lokasi tertentu saja. Dengan demikian, desain ini tidak dapat memastikan hubungan sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan. 2. Penelitian ini mendapatkan hasil estimasi yang tidak signifikan antara fungsi keturunan dalam keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan. Dengan 61
demikian perlu penelitian lebih lanjut dengan ukuran sampel yang lebih besar
untuk meningkatkan kuasa statistik (statistical power), dan juga penelitian kualitatif yang jauh lebih mendalam untuk fungsi keluarga ini.
62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan pada 93 keluarga dengan masalah kesehatan di wilayah kerja puskesmas Tasikmadu Kabupaten Karanganyar, dapat
disimpulkan bahwa : 1. Terdapat hubungan signifikan antara sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan sembilan fungsi keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan seratus delapan belas kali lebih besar daripada keluarga dengan sembilan fungsi keluarga buruk. 2. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi holistik keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi holistik yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi holistik buruk. 3. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi fisiologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi fisiologis yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi fisiologis buruk. 4. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi patologis keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi patologis yang
62 63
baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi patologis buruk. 5. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi interaksi antar anggota keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi interaksi antar anggota keluarga yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat koma kali lebih besar daripada keluarga dengan
fungsi interaksi antar anggota keluarga buruk. 6. Terdapat hubungan tidak signifikan antara fungsi keturunan keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi keturunan yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan nol koma tujuh daripada keluarga dengan fungsi keturunan buruk 7. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi perilaku keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi perilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tujuh kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. 8. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi nonperilaku keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi nonperilaku yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan tiga kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi perilaku buruk. 9. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi indoor keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi indoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan empat kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi indoor buruk. 64
10. Terdapat hubungan signifikan antara fungsi outdoor keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan, dan keluarga dengan fungsi outdoor yang baik memiliki risiko mengalami peningkatan derajat kesehatan enam kali lebih besar daripada keluarga dengan fungsi outdoor buruk
B. Saran 1. Pemerintah dan pusat pelayanan kesehatan, terutama pelayanan kesehatan
tingkat primer hendaknya meningkatkan pengembangan pengintegrasian Community Oriented Medical Education (COME) ke arah Family Oriented Medical Education (FOME) pada keluarga – keluarga dengan berorientasi pada fungsi – fungsi keluarga untuk meningkatkan derajat kesehatannya. 2. Petugas kesehatan perlu diberi pelatihan dan pembekalan mengenai besarnya hubungan sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan keluarga 3. Dengan adanya permasalahan – permasalahan keluarga yang heterogen, perlu dimunculkan pelayanan dan pendidikan kesehatan yang bersifat konseling keluarga oleh tenaga – tenaga kesehatan untuk mengantisipasinya 4. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang hubungan sembilan fungsi keluarga dengan peningkatan derajat kesehatan pada umumnya, dan secara khusus diteliti lebih mendalam mengenai fungsi keturunan pada keluarga dengan jumlah sampel yang lebih besar, dalam rentang waktu yang panjang, dengan desain penelitian yang lebih tinggi tingkatannya dibanding secara cross sectional. 65
C. Implikasi 1. Implikasi teoritis dari penelitian ini adalah bahwa setiap penelitian yang akan mempelajari hubungan variabel apapun terhadap peningkatan derajat kesehatan di masa yang akan datang, perlu memperhitungkan dan mengendalikan variabel fungsi - fungsi keluarga. Jika variabel ini tidak dikendalikan, maka kesimpulan peneliti tentang peningkatan derajat kesehatan akan mengalami bias. 2. Implikasi kebijakan dari penelitian ini bagi institusi layanan kesehatan adalah
perlunya upaya peningkatan pelayanan kesehatan menyeluruh, terutama dalam pemberian pendidikan kesehatan (Family Oriented Medical Education – FOME) lebih menekankan pada fungsi – fungsi keluarga, misalnya dengan pemberian konseling keluarga, tidak hanya penyuluhan di tingkat dasa wisma atau RT atau desa saja seperti yang selama ini sudah berjalan.
66
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia : Meningkatkan Kesehatan Ibu. http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal5.pdf.
Diunduh tanggal 17 Januari 2010
Azwar, A. 1999. Implementasi Kedokteran Keluarga pada Fakultas Kedokteran. Orasi Ilmiah Dies Natalis UI ke 49.
Azwar, A,. 1999. Pemanfaatan Dokter Keluarga dalam Pelayanan Kesehatan Indonesia. Disampaikan pada Semiloka Standarisasi Pelayanan dan Pelatihan Dokter Keluarga. PB IDI Jakarta.
Azwar, A. 1996. Pengantar Pelayanan Dokter Keluarga. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter Indonesia.
Azwar dan Trihono. 2000. Puskesmas Peduli Keluarga. Disampaikan pada Semiloka Penerapan Pendekatan Kesehatan Keluarga di Puskesmas. Kerjasama DepKes Propinsi Jateng dengan UNS.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2004. Panduan Analisa Kasus Melalui Pendekatan Keluarga. Semarang : Dinkes Propinsi Jawa Tengah.
Dinkes Propinsi Jawa Tengah. 2004. Pedoman Upaya Kesehatan Melalui Pendekatan Keluarga Bagi Petugas Puskesmas. Semarang : Dinkes Propinsi Jawa Tengah.
Faculty of Medicine UGM. 2009. Proposal Family Medicine Education and Development in National Health System. Summarized from Family Medicine
Team of FM-UGM – PDKI Pusat Jakarta, Proposed in a meeting of Family Medicine Team of FM-UGM, FM-UNS, FM-UI, and PDKI Pusat Jakarta. Yogyakarta.
Ibnu Fajar, Isnaeni, Astutik, Isman Amin, B. Rudy Sunindya, Anom Aswin, dan Sugeng Iwan. 2009. Statistika untuk Praktisi Kesehatan. Edisi I. Yogyakarta : Graha Ilmu.
IDI, KDDKI, KIKKI. 2007. Panduan Pendidikan dan CPD Dokter Keluarga. Jakarta.
IKM UNS. 2002. Modul Dokter Keluarga (I – XI) Program Semique IV. Surakarta : Fakultas Kedokteran UNS Jurusan IKM.
66 67
JEN. 2003. Penanggulangan Penyakit dalam Upaya Peningkatan Kesehatan Keluarga di Era Otonomi Daerah. Dalam Konas JEN X di Batu, 30 Januari – 1 Februari 2003. Malang : KPSE, FK UNIBRAW.
Kanwil DepKes, Jateng. 2000. Pedoman Upaya Kesehatan melalui Pendekatan Keluarga. Semarang.
Kekalih. 2008. Diagnosis Holistik pada Pelayanan Kesehatan Primer Pendekatan
Multi Aspek. Jakarta : Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas FK UI.
Anonim. 2004. Laporan Perkembangan Pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium Indonesia : Meningkatkan Kesehatan Ibu. http://www.undp.or.id/pubs/imdg2004/BI/IndonesiaMDG_BI_Goal5.pdf. Diunduh tanggal 17 Januari 2010.
Murti. 2010. Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif di Bidang Kesehatan. Edisi Kedua (Revisi). Yogyakarta : UGM Press.
Murti. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi Kedua). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Notoatmodjo, S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat : Prinsip-prinsip Dasar, Cetakan Kedua. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Presiden RI. (2005). Peningkatan Akses Masyarakat terhadap Kesehatan yang Berkualitas. http://hukum.unsrat.ac.id/pres/72005bg4bab28.pdf. Diunduh tanggal 17 Januari 2010.
Robert B. Taylor (Ed), 1993. Family Principles and Practice. Springler-Verlag.
Trihendradi. 2009. 7 Langkah Mudah Melakukan Analisis Statistik Menggunakan SPSS 17. Edisi I. Yogyakarta : ANDI.
Suriyasa, et al. 2006. Non Dirt Floor and the Stimulant of Environmental Health Decreased the Risk Acute Respiratory Infection (ARI) Medical Journal of Indonesia Volume 15 No.1 2006
Widyaningsih, et al. 2009. Pendekatan Keluarga (Family Oriented) Mempunyai Pengaruh terhadap Kualitas Pelayanan Kesehatan dalam Meningkatkan Derajat Kesehatan Masyarakat. Penelitian DIPA Fakultas Kedokteran Program D.III Hiperkes dan Keselamatan Kerja Universitas Sebelas Maret Surakarta.