HUBUNGAN RIWAYAT PRE EKLAMSIA, RETENSIO PLASENTA, ATONIA UTERI DAN LASERASI JALAN LAHIR DENGAN KEJADIAN PERDARAHAN POST PARTUM PADA IBU NIFAS 1,2
Yuliawati1,Yetti Anggraini2 Dosen Prodi Kebidanan Metro Poltekkes Tanjungkarang Email:
[email protected]
Abstrak: Hubungan Riwayat Pre Eklamsia, Retensio Plasenta, Atonia Uteri, Laserasi Jalan Lahir Dengan Perdarahan Post Partum Pada Ibu Nifas. Perdarahan postpartum menyebabkan terjadinya anemia, menurunkan daya tahan tubuh dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Angka Kematian Ibu (AKI) tahun 2012 di Indonesia sebesar 359/100.000 kelahiran hidup dengan penyebab karena perdarahan sebesar 40-60%, dan disebabkan oleh retensio plasenta berkisar 16-17%, preeklamsi 12%, infeksi jalan lahir 20-30%, sisa plasenta 10%, laserasi jalan lahir 4-5%. Hal ini juga selaras dengan hasil pra survei terdapat 9,46% kejadian perdarahan post partum di RSU Muhamadiyah Metro tahun 2013.Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara riwayat pre eklampsia, retensio plasenta, atonia uteri dan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu nifas di RSU Muhammadiyah Kota Metro tahun 2013. Desain penelitian ini adalah case control, dengan jumlah populasi 92 responden dan populasi kontrol 880 responden, dengan teknik sistymatic random sampling yang analisis dengan chi- square. Hasil penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara pre eklamsia dengan perdarahan post partum pada ibu nifas dengan p-value 0,019 dan OR=6,417, ada hubungan antara retensio plasenta dengan perdarahan post partum pada ibu nifas dengan p-value 0,033, dan OR=8,982, ada hubungan antara antara atonia uteri dengan perdarahan post partum pada ibu nifas dengan p-value 0,033 dan OR=8,982, serta ada hubungan antara antara laserasi jalan lahir dengan perdarahan post partum pada ibu nifas dengan p-value 0,000, dan OR=29,807. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara pre eklamsia, retensio plasenta, atonia uteri dan laserasi jalan lahir dengan perdarahan post partum pada ibu nifas di RSU Muhammadiyah Kota Metro tahun 2013. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perdarahan post partum pada ibu nifas adalah menjaring ibu hamil agar tetap melakukan ANC secara teratur serta melakukan pemantauan persalinan menggunakan partograf. Kata Kunci: Perdarahan post partum, riwayat pre eklamsia, retensio plasenta, atonia uteri, laserasi jalan lahir.
Millenium Development Goals (MDG’s) yaitu meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan sampai ¾ dari risiko kematian untuk mencapai 102/100.000 kelahiran hidup di tahun 2015 (Kemenkes, RI). Provinsi Lampung tahun 2012 terdapat 179 kasus (59,78%) (Profil kesehatan Lampung, 2012: 57). Kota Metro sebesar 145/100.000 kelahiran hidup (Dinkes Kota Metro, 2013: 22). Kasus kematian ibu di provinsi Lampung tahun 2012 dengan penyebab tertinggi adalah perdarahan 40,23%, eklampsi dan pre eklampsi 59,33%, infeksi 40,23%, retensio plasenta (103 kasus) (Dinkes Provinsi Lampung, 2012:58). Berdasarkan hasil pra survei angka kejadian perdarahan post partum di RSU Muhamadiyah Metro tahun 2013 terdapat 92 kasus 9,46% dari 972 persalinan.Kejadian perdarahan post partum tersebut diantaranya pre eklamsia 3,7%, retensio plasenta 1,6%, atonia uteri 3,1% dan laserasi jalan lahir 1,06% (Rekam Medis RSU Muhamadiyah Metro, 2013). Angka ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan angka perdarahan post partum
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir (Saifuddin, 2010: 523). Bahaya perdarahan postpartum yaitu terjadinya anemia yang dapat memperlemah keadaan pasien, menurunkan daya tahan tubuhnya, dan menjadi faktor predisposisi terjadinya infeksi nifas. Komplikasi perdarahan postpartum segera berupa syok hemoragi (hipovolemik) dan kematian dapat terjadi akibat perdarahan yang tiba-tiba dan perdarahan berlebihan. Komplikasi yang tertunda yang timbul akibat perdarahan post partum mencakup anemia, infeksi puerperal, dan trombo embolisme (Bobak, 2005: 664). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Angka Kematian Ibu (AKI) rata-rata di dunia pada tahun 2007 disebabkan karena perdarahan yaitu sebesar 80% dan di Indonesia sendiri sebesar 40-60%, diantaranya retensio plasenta 16-17%, preeklamsi 12%, infeksi jalan lahir 20-30%, sisa plasenta, laserasi jalan lahir 4-5% (Khumaira, 2012: 284). Menurut Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 AKI di Indonesia sebesar 359/100.000 kelahiran hidup, sedangkan target dari 75
76 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 75-82
di RS Mardi Waluyo sebesar 38 kasus 3,55% dari 1069 persalinan (Rekam Medis RS Mardi Waluyo Metro, 2013). Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Mujiati (2010) di RSUD Jenderal Ahmad Yani Kota Metro, didapatkan proporsi perdarahan postpartum karena atonia uteri sebesar 26,88% dan karena retensio plasenta sebesar 24,73%. Hasil penelitian Sari (2011) di BLUD Rumah Sakit dr. H. Anshari Shaleh Banjarmasin didapatkan proporsi perdarahan post partum karena atonia uteri sebesar 48,8%, retensio plasenta 28%, dan karena laserasi jalan lahir sebesar 23,2%. Tingginya kejadian perdarahan pada ibu post partum bila dibandingkan dengan rumah sakit Mardi Waluyo, sehingga penulis tertarik untuk meneliti “apakah ada hubungan antara riwayat pre eklamsia, retensio plasenta, atoni uteri dan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum pada ibu nifas di RSU Muhammadiyah Kota Metro tahun 2013”.
HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Hasil analisis univariat dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: Tabel 1: Distribusi Kejadian Riwayat PreEklamsia Retensio Plasenta, Atonia Uteri dan Laserasi Jalan Lahir Jumlah
(%)
Pre Eklampsi
Variabel
13
10
Tidak Pre eklampsi
117
90
Jumlah Retensio Plasenta
130 9
100 6,9
Tidak Retensio plasenta
121
93,1
130 9
100 6,9
121
93,1
Ada Laserasi
130 47
100 36,2
Tidak Ada Laserasi
83
63,8
130
100
Jumlah Atonia Uteri Tidak Atonia Uteri Jumlah
Jumlah
METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan metode penelitian analitik case control. Desain kasus kontrol dapat digunakan untuk menilai berapa besar peran faktor risiko terhadap kejadian yang ingin diteliti dan menilai kekuatan hubungan suatu faktor risiko dengan variabel dependen. Pada penelitian ini pijat perineum merupakan variabel bebas, sedangkan robekan jalan lahir sebagai variabel terikat. Populasi dalam penelitian ini terdiri dari populasi kasus dan populasi kontrol yang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi sebanyak 972 ibu nifas. Populasi kasus dan kontrol diambil melalui data sekuder dengan melihat medical record RSU Muhammadiyah Kota Metro. Pengambilan besar sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan pengujian hipotesis perbedaan 2 proporsi, sehingga jumlah sampel minimal 65 responden yang terdiri atas 65 kelompok kasus dan 65 kelompok kontrol atau dengan perbandingan kasus dan kontrol 1:1. Jumlah sampel sebanyak 130 ibu nifas yang sudah dikelompokkan melalui kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel kasus kontol menggunakan teknik systematic random sampling. Hasil analisis penelitian dengan distribusi frekuensi kejadian robekan jalan lahir dan pijat perineum, chi quadrat untuk melihat hubungan pijat perineum dengan kejadian robekan jalan lahir.
Tabel 2: Hubungan Pre Eklampsia dengan Perdarahan Post Partum Analisis bivariat untuk mengetahui hubungan antara variabel independent pre eklampsia, retensio plasenta, atonia uteri dan laserasi jalan lahir dapat dilihat pada table 2 di bawah ini:
Riwayat Pre Eklampsia
Perdarahan Post Partum PKasus Kontrol Value (PPH) (Tidak PPH) n % n %
Pre Eklampsia
11
16,9
2
3,1
54
83,1
63
96,9
Tidak Pre Eklampsia
OR (95 % CI)
6,417 0,019 (1,362-30,228)
Hasil analisis hubungan pre eklampsia dengan perdarahan post partum menunjukan hasil bahwa dari 65 kelompok ibu dengan perdarahan post partum yang mengalami pre eklampsi sebanyak 11 orang (16,9%), sedangkan dari 65 kelompok ibu tidak mengalami perdarahan post partum mengalami pre eklampsi sebanyak 2 orang (3,1%). Hasil uji statistik bivariat diperoleh nilai p-value=0,019 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara pre eklampsia dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh nilai OR=6,417 (CI:1,362-30,228), artinya ibu dengan pre eklampsi mengalami 6,4 kali mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak pre eklampsi.
Yuliawati, Hubungan Riwayat Pre Eklamsia, Retensio Plasenta, Atonia Uteri Dan Laserasi Jalan Lahir 77
Tabel 3:
Riwayat Retensio Plasenta
Hubungan Retensio Plasenta dengan Perdarahan Post Partum Perdarahan Post Partum Kasus (PPH) n %
Retensio Plasenta 8 tidak Retensio Plasenta 57
Kontrol (Tidak PPH) n %
12,3
1
1,5
87,7
64
98,5
P-Value
OR (95 % CI)
8,982 0,033
Riwayat Atonia Uteri
Atonia Uteri
8
Tidak Atonia Uteri
57
12,3
87,7 64
P-Value
OR (95 % CI)
8,982
1
0,033
98,5
Riwayat Laserasi Jalan Lahir
Tidak Ada Laserasi Jalan Lahir
Perdarahan Post Partum Kasus Kontrol (PPH) (Tidak PPH) n % n % 43 22
66,2 33,8
4 61
6,2 93,8
PValue
OR (95 % CI)
29,807 0,000 (9,585-92,696)
(1,090-74,036)
Hubungan Atonia Uteri dengan Perdarahan Post Partum Perdarahan Post Partum Kontrol Kasus (Tidak (PPH) PPH) n % n %
Hubungan Laserasi Jalan Lahir dengan Perdarahan Post Partum
Ada Laserasi Jalan Lahir
Hasil analisis hubungan retensio plasenta dengan perdarahan post partum memperlihatkan dari 65 kelompok ibu dengan perdarahan post partum mengalami retensio plasenta sebanyak 8 orang (12,3%), sedangkan dari 65 kelompok ibu yang tidak perdarahan post partum yang mengalami retensio plasenta sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil analisis hubungan retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum didapatkan nilai pvalue=0,033 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh nilai OR=8,982 (CI:1,090-74,036), artinya ibu dengan retensio plasenta memiliki 8,9 kali kejadian perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami retention plasenta. Tabel 4:
Tabel 5:
(1,090-74,036)
Hasil analisis hubungan atonia uteri dengan perdarahan post partum memperlihatkan dari 65 kelompok ibu dengan perdarahan post partum mengalami atonia uteri sebanyak 8 orang (12,3%), sedangkan dari 65 kelompok ibu yang tidak perdarahan post partum yang mengalami atonia uteri sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil analisis hubungan atonia uteri dengan kejadian perdarahan post partum didapatkan nilai p-value=0,033 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara atonia uteri dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh nilai OR=8,982 (CI:1,090-74,036), artinya ibu dengan atonia uteri memiliki 8,9 kali kejadian perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami atonia uteri.
Hasil analisis hubungan laserasi jalan lahir dengan perdarahan post partum memperlihatkan dari 65 kelompok ibu dengan perdarahan post partum mengalami laserasi sebanyak 43 orang (66,2%), sedangkan dari 65 kelompok ibu yang tidak perdarahan post partum yang mengalami laserasi sebanyak 4 orang (6,2%). Hasil analisis hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum didapatkan nilai p-value=0,000 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh nilai OR=29,807 (CI: 9,58592,696), artinya ibu yang mengalami laserasi jalan lahir memiliki 29,8 kali mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami laserasi jalan lahir. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Pre Eklampsia di RSU Muhammadiyah Kota Metro Hasil penelitian di RSU Muhammadiyah Kota Metro tahun 2013 didapatkan bahwa dari 130 responden ternyata yang mengalami pre eklamsia sebanyak 10% (13 orang). Angka kejadian perdarahan post partum pada pre eklampsia ini lebih tinggi jika dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2011) di RSUD Demang Sepulau Raya pada tahun 2011 dengan desain penelitian case control yaitu sebesar 14,62% ibu dengan pre eklampsia. Kejadian pre eklampsia sering diawali pada ibu hamil dikarenakan pada ibu hamil mengalami peningkatan volume plasma yang mengakibatkan peningkatan tekanan darah dan oedema dan protein urea (Bobak, 2004:631). Selain itu besarnya frekuensi ibu dengan pre eklampsia kemungkinan dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu dari faktor tersebut adalah paritas. Seorang ibu dengan primigravida dan grandemulti mempunyai risiko lebih besar terjadinya hipertensi dalam kehamilan jika dibandingkan dengan multigravida. Selain itu, faktor lain yang kemungkinan dapat menjadi penyebab frekuensi pre eklampsia adalah
78 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 75-82
umur ibu. Usia ibu yang berisiko mengalami pre eklampsia adalah <20 dan >35 tahun (Bobak, 2004: 634). Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan antara lain dengan memberikan informasi atau penyuluhan tentang faktor risiko dan tanda gejala perdarahan kepada ibu hamil terutama mengenai pre eklampsia yang berisiko untuk mengalami perdarahan post partum. Selain itu, menganjurkan kepada ibu hamil agar melakukan kunjungan ANC minimal 4 kali selama kehamilan agar pre eklampsia dapat dideteksi secara dini untuk mencegah perdarahan post partum. 2.
Retensio Plasenta di RSU Muhammadiyah Kota Metro Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di RSU Muhammadiyah Kota Metro diperoleh dari 130 responden ternyata yang mengalami retensio plasenta sebanyak 6,9% (9 orang). Angka kejadian retensio plasenta ini lebih rendah jika dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Devlitasari (2011) di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2011 dengan desain penelitian case control yaitu sebesar 15,5% ibu dengan retensio plasenta. Angka kejadian retensio plasenta di Indonesia dilaporkan sekitar 16-17%. Pada Provinsi Lampung perdarahan yang disebabkan oleh retensio plasenta sebanyak 103 kasus (Dinkes Kota Metro, 2012). Di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro tahun 2011 terdapat 80 kasus (98,13%) dari 984 persalinan, meningkat pada tahun 2012 yaitu sebesar 102 kasus (8,40%) dari 1214 persalinan (RSUD Jendral Ahmad Yani kota Metro, 2013). Retensio plasenta berkaitan dengan sukarnya pelepasan plasenta pada kala tiga. Saat ini sedang digencarkan tindakan manajemen aktif kala tiga, hal ini karena sebagian besar tertinggalnya sisa plasenta (retensio plasenta) dalam uterus dapat disebabkan karena kontraksi uterus yang melemah. (Winkjosastro, 2010:527). Penyebab terjadinya retensio plasenta terjadi banyak faktor risiko diantaranya umur yang berisiko. Umur ibu yang kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun perlu dilakukan pemeriksaan sesuai standar yang meliputi keadaan umum ibu (Manuaba, 2010:402). Salah satu upaya yang diharapkan petugas kesehatan adalah selalu melakukan tindakan manajemen aktif kala tiga, selain itu jika terdapat ibu dengan usia kurang dari 20 tahun atau lebih 35 tahun perlu dilakukan pemeriksaan sesuai dengan standar yang meliputi keadaan umum ibu dan menganjurkan mengkomsumsi nutrisi yang baik dan menjaga stamina ibu menghadapi persalinan serta
perlu dilakukan motivasi pada ibu untuk mencegah kehamilan usia muda dan menghindari kehamilan diusia tua dengan mengikuti program KB. 3. Atonia Uteri di RSU Muhammadiyah Kota Metro Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di RSU Muhammadiyah Kota Metro diperoleh dari 130 responden ternyata yang mengalami atonia uteri sebesar 6,9% (9 orang). Angka kejadian atonia uteri ini lebih rendah jika dibandingkan penelitian yang dilakukan oleh Devlitasari (2011) di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro pada tahun 2011 dengan desain penelitian case control yaitu sebesar 10,5% ibu dengan atonia uteri. Atonia uteri merupakan kegagalan miometrium untuk berkontraksi setelah persalinan sehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, melebar, lembek dan tidak mampu menjalankan fungsi oklusi pembuluh darah. (Faisal, 2008). Penyebab dari atonia uteri diantaranya salah penanganan kala III persalinan, yaitu memijat uterus dan mendorongnya ke bawah dalam usaha melahirkan plasenta, dimana sebenarnya plasenta belum terlepas dari dinding uterus (Wiknjosastro, 2005). Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena persalinan lama atau persalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapatkan stimulasi. Hal ini dapat pula terjadi sebagai akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkan oleh obat-obatan, seperti agen anestesi terhalogenisasi, nitrat, obat-obat antiinflamasi nonsteroid, magnesium sulfat, beta-simpatomimetik dan nifedipin. Penyebab lain yaitu plasenta letak rendah, toksin bakteri (korioamnionitis, endomiometritis, septikemia), hipoksia akibat hipoperfusi atau uterus couvelaire pada abruptio plasenta dan hipotermia akibat resusitasi masif. Upaya yang dapat dilakuakan diantaranya dengan memastikan tindakan manajemen aktif kala tiga dilakukan secara tepat, mencegah terjadinya partus lama dan penggunaan obat-obatan secara terukur sehingga mencegah terjdinya kelelahan otot miometrium. 4. Laserasi Jalan Lahir di RSU Muhammadiyah Kota Metro Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian di RSU Muhammadiyah Kota Metro diperoleh dari 130 responden ternyata yang mengalami laserasi jalan lahir sebanyak 36,2% (47 orang). Hasil penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Sari (2011) di Rumah Sakit dr. H. Anshari Shaleh Banjarmasin didapatkan proporsi atonia uteri sebesar 48,8%.
Yuliawati, Hubungan Riwayat Pre Eklamsia, Retensio Plasenta, Atonia Uteri Dan Laserasi Jalan Lahir 79
Robekan perineum (laserasi jalan lahir) terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika. (Angsar, 1999). Robekan pada vagina dapat bersifat luka tersendiri atau merupakan lanjutan robekan perineum. Robekan vagina sepertiga bagian atas umumnya merupakan lanjutan robekan serviks uteri. Pada umumnya robekan vagina terjadi karena regangan jalan lahir yang berlebih-lebihan dan tibatiba ketika janin dilahirkan. Baik kepala maupun bahu janin dapat menimbulkan robekan pada dinding vagina. Kadang-kadang robekan terjadi akibat ekstraksi dengan forceps. Diagnosa ditegakkan dengan mengadakan pemeriksaan langsung. Untuk dapat menilai keadaan bagian dalam vagina, perlu diadakan pemeriksaan dengan spekulum (Smith, 2004). Bisanya robekan pada vagina sering diiringi dengan robekan pada vulva maupun perinium. Jika robekan mengenai puncak vagina, robekan ini dapat melebar ke arah rongga panggul, sehingga kauum dougias menjadi terbuka. Keadaan ini disebut kolporelasis. Kolporeksis adalah suatu keadaan dimana menjadi robekan pada vagina bagian atas, sehingga sebagian serviks uteri dan sebagian uterus terlepas dari vagina. Robekan ini dapat memanjang dan melintang (Saifudin, 2002). Usaha yang dapat dilakukan guna mengurangi resiko terjadinya laserasi jalan lahir diantaranya dengan melakukan senam hamil, pijat perenium dan mengatur jarak kehamilan disamping tenaga kesehatan yang menolong persalinan terutama saat membantu pertolongan pengeluaran kepala dapat memimpin kekuatan ibu mengedan dan menahan perenium, sehingga elastisitas perenium dapat diregang secara perlahan–lahan. 5. Hubungan Riwayat Pre Eklampsia Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Hasil analisis hubungan pre eklampsia dengan perdarahan post partum menunjukan hasil bahwa dari 65 ibu responden pada kelompok kasus ibu yang mengalami perdarahan post partum pada pre eklampsi sebanyak 11 orang (16,9%), sedangkan dari 65 ibu responden pada kelompok kontrol ibu tidak mengalami perdarahan post partum mengalami pre eklampsi sebanyak 2 orang (3,1%). Hasil uji statistik bivariat diperoleh nilai pvalue=0,019 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan
yang bermakna antara pre eklampsia dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR=6,417 (CI:1,362-30,228), artinya ibu dengan pre eklampsi mengalami 6,4 kali mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak pre eklampsia. Penelitian yang dilakukan oleh Sumarni (2011) di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota Metro Tahun 2013. Hasil analisis uji chi-square didapatkan nilai (p-value=0,047 OR=3,294), yang artinya bermakna secara statistik, hal ini menunjukan bahwa ada hubungan pre eklampsia dengan kejadian perdarahan post partum (Sumarni, 2011). Peningkatan kejadian pre eklampsia yang mengalami perdarahan post partum dikarenakan pada ibu dengan pre eklampsia mengalami penurunan volume plasma yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan peningkatan hemaktokrit maternal. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah (Bobak, 2004: 631). Keadaan seperti ini menyebabkan terjadinya hipofibrinogemia (kurangnya zat fibrinogen dalam darah). Jika fibrinogen dalam darah berkurang cukup banyak, maka perdarahan pada saat proses persalinan akan sulit dihentikan. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya perdarahan (Khumairah, 2012: 93). Peningkatan kejadian pre eklampsia yang mengalami perdarahan post partum depat dikarenakan pada ibu dengan pre eklampsia mengalami penurunan volume plasma yang mengakibatkan hemokonsentrasi dan peningkatan hemaktokrit maternal. Vasospasme siklik lebih lanjut menurunkan perfusi organ dengan menghancurkan sel-sel darah merah (Bobak, 2004: 631). Pengawasan antenatal care menjadi cara penting untuk mencegah terjadinya pre eklampsia terutama dalam pengukuran tekanan darah dan protenuria (Lenovo, 2009: 265). Untuk itu, upaya pencegahan ibu dengan pre eklampsia mengalami perdarahan post partum pada paritas tinggi atau berisiko perlunya melakukan pemeriksaan dan kunjungan kehamilan minimal 4 kali selama kehamilan dan mendeteksi dini terutama komplikasi kehamilan sehingga dapat mencegah perdarahan post partum. Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat 54 orang (83,1%) ibu tidak mengalami pre eklampsia tetapi dengan perdarahan post partum. Hal ini dapat terjadi karena beberapa faktor penyebab perdarahan post partum seperti faktor umur berisiko dan paritas berisiko. Hasil penelitian diperoleh usia berisiko mengalami pre eklampsia sebesar 10% dan paritas
80 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 75-82
berisiko sebesar 2,3%, wanita berusia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun memiliki riwayat pre eklampsia (Khumairah, 2012: 286). Untuk itu, ibu dengan usia kurang dari 18 tahun atau lebih dari 35 tahun dan paritas tinggi lebih dari 3 perlunya pemeriksaan antenatal care secara rutin >4x untuk mendeteksi dini komplikasi kehamilan diantaranya pre eklampsia untuk dapat mencegah perdarahan post partum. 6. Hubungan Riwayat Retensio Plasenta dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Hasil analisis hubungan retensio plasenta dengan perdarahan post partum memperlihatkan dari 65 ibu responden pada kelompok kasus ibu dengan perdarahan post partum mengalami retensio plasenta sebanyak 8 orang (12,3%), sedangkan dari 65 ibu responden pada kelompok kontrol ibu yang tidak perdarahan post partum yang mengalami retensio plasenta sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil analisis hubungan retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum didapatkan nilai p-value=0,033 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR=8,982 (CI:1,09074,036), artinya ibu dengan retensio plasenta memiliki 8,9 kali kejadian perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami retensio plasenta. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Devlitasari (2011) dengan hasil terdapat hubungan antara retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum di RSUD Jendral Ahmad Yani Kota metro Tahun 2011 yang memperoleh kesimpulan ada hubungan pvalue=0,046 OR=2.833. Hasil statistik menunjukan bahwa terdapat hubungan retensio plasenta dengan perdarahan perdarahan post partum (p-value=0,026 dan OR= 3,173). Retensio plasenta merupakan salah satu faktor risiko timbulnya kejadian perdarahan post partum dan dapat terjadi 16-17% (Mochtar, 2011: 206). Hal ini dapat berkaitan dengan manajemen aktif kala tiga pelepasan plasenta. Sepanjang plasenta belum terlepas tidak akan menimbulkan perdarahan dan apabila sebagian plasenta sudah terlepas dapat menimbulkan perdarahan. Tertinggalnya sisa plasenta dalam uterus dapat menimbulkan kontraksi yang melemah. Akibatnya pembuluh darah yang terbuka pada saat proses persalinan tidak dapat cepat tertutup sehingga dapat menyebabkan terjadinya perdarahan post partum (Winkjosastro, 2010: 527). Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat 1 orang (1,5%) ibu dengan retensio plasenta tidak
mengalami perdarahan post partum. Untuk itu, diharapkan ibu melakukan antenatal care teratur sehingga komplikasi deteksi dini dapat dicegah melalui kunjungan ANC dan melakukan motivasi keluarga untuk tetap menjaga fisik dan stamina ibu selama menghadapi persalinan agar tidak menimbulkan faktor risiko terjadi retensio plasenta. Hasil analisis menunjukan bahwa sebanyak 57 orang (87,7%) ibu tidak retensio plasenta mengalami perdarahan post partum. Hal ini dapat terjadi faktor penyebab perdarahan post partum seperti atonia uteri, sisa plasenta, pre eklampsia, pada ibu yang multiparitas tinggi akan berisiko mengalami perdarahan post partum (Eniyati dan Sholihah, 2013: 123). 7. Hubungan Riwayat Atonia Uteri dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Hasil analisis hubungan atonia uteri dengan perdarahan post partum memperlihatkan dari 65 ibu responden pada kelompok kasus ibu dengan perdarahan post partum mengalami atonia uteri sebanyak 8 orang (12,3%), sedangkan dari 65 ibu responden pada kelompok kontrol ibu yang tidak perdarahan post partum yang mengalami atonia uteri sebanyak 1 orang (1,5%). Hasil analisis hubungan atonia uteri dengan kejadian perdarahan post partum didapatkan nilai pvalue=0,033 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara atonia uteri dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR=8,982 (CI:1,090-74,036), artinya ibu dengan atonia uteri memiliki 8,9 kali kejadian perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami atonia uteri. Salah satu penyebab perdarahan post partum primer yang perlu mendapatkan perhatian yang serius adalah atonia uteri, karena apabila penanganannya lambat maka akan memperburuk keadaan dan dapat mengancam jiwa ibu. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Saifuddin (2002) dan Sumarni (2012) bahwa penyebab perdarahan post partum paling banyak menimbulkan morbiditas dan mortalitas ibu yaitu disebabkan oleh karena atonia uteri yang kejadiannya berkisar 1-3% dari seluruh persalinan. Hasil penelitian sejalan dengan penelitian Sari (2011) di Rumah Sakit dr. H. Anshari Shaleh Banjarmasin didapatkan proporsi perdarahan postpartum karena atonia uteri sebesar 48,8%, dan terdapat hubungan antara perdarahan post partum dengan antonia uteri dengan p value 0,001 dan OR:7,255. Ketidakmampuan miometrium untuk berkontraksi menyebabkan otot-otot rahim tidak segera berkontraksi (mengerut) dan beretraksi
Yuliawati, Hubungan Riwayat Pre Eklamsia, Retensio Plasenta, Atonia Uteri Dan Laserasi Jalan Lahir 81
(memendek) dalam rangka proses pengeluaran ari-ari. Hal ini akan menyebabkan pembuluhpembuluh darah yang berada diantara anyaman otototot rahim tidak terjepit, proses ini akan menyebabkan terjadinya perdarahan (Oxorn, 2010: 413). Hasil analisis juga menunjukan bahwa terdapat 1 orang (1,5%) ibu dengan atonia uteri tidak mengalami perdarahan post partum. Hasil analisis menunjukan pula bahwa sebanyak 57 orang (87,7%) ibu tidak dengan atonia uteri tetapi mengalami perdarahan post partum. Hal ini dapat terjadi faktor penyebab perdarahan post partum seperti atonia uteri, sisa plasenta, pre eklampsia, pada ibu yang multiparitas tinggi akan berisiko mengalami perdarahan post partum (Eniyati dan Sholihah, 2013: 123). 8. Hubungan Riwayat Laserasi Jalan Lahir dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Hasil analisis hubungan laserasi jalan lahir dengan perdarahan post partum memperlihatkan dari 65 ibu responden pada kelompok kasus ibu dengan perdarahan post partum mengalami laserasi sebanyak 43 orang (66,2%), sedangkan dari 65 ibu responden pada kelompok kontrol ibu yang tidak perdarahan post partum yang mengalami laserasi sebanyak 4 orang (6,2%). Hasil analisis hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum didapatkan nilai p-value=0,000 (nilai p<=0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum. Hasil analisis diperoleh pula nilai OR=29,807 (CI: 9,58592,696), artinya ibu yang mengalami laserasi jalan lahir memiliki 29,8 kali mengalami perdarahan post partum dibandingkan dengan ibu yang tidak mengalami laserasi jalan lahir. Sejalan dengan hasil penelitian Sari (2011) di Rumah Sakit dr. H. Anshari Shaleh Banjarmasin didapatkan proporsi perdarahan postpartum karena laserasi jalan lahir sebesar 23,2%, dan terdapat hubungan antara perdarahan post partum dengan laserasi jalan lahir dengan nilai p value 0,017 dan OR: 2,86. Perdarahan pada ruptur perineum dapat terjadi hebat khususnya pada ruptur derajat dua dan tiga atau jika ruptur meluas kesamping atau naik ke vulva mengenai klitoris. (Oxorn, 2010: 451). DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi 2010, Prosedur Penelitian: Suatu Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Bobak, Lowdemik Jensen Dkk 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas, Jakarta Buku Kedokteran Indonesia EGC.
Sebagian akibat persalinan, terutama pada seorang primipara, bisa timbul luka pada vulva disekitar introitus vagina yang biasanya tidak dalam akan tetapi kadang-kadang bisa timbul perdarahan banyak (Wiknjosastro, 2006: 665). Perdarahan yang berasal dari jalan lahir selalu harus dievaluasi yaitu sumber dan jumlah perdaraha sehingga dapat diatasi. Sumber perdarahan dapat berasal dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (rupture uteri). Perdarahan bisa berbentuk hematoma dan robekan jalan lahir dengan perdarahan bersifat arterial atau pecahnya pembuluh darah vena. Jenis perlukaan ringan berupa lecet, yang berat berupa robekan jalan lahir (Angsar, 1999). Hasil analisis menunjukan bahwa terdapat 4 orang (6,2%) ibu dengan adanya laserasi jalan lahir tidak mengalami perdarahan post partum, sedangkan sebanyak 22 orang (33,8%) ibu tidak ada laserasi jalan lahir tetapi mengalami perdarahan post partum. Hal ini mungkin bisa disebabkan karena perenium yang kaku dan tidak elastis yang menghambat persalinan kala II dan dapat meningkatkan resiko terhadap janin. Juga dapat menyebabkan robekan perenium yang luas sampai tingkat III, sehingga menimbulkan perdarahan pasca salin. Hal ini sering ditemui pada primi tua yaitu primigravida berumur diatas 35 tahun (Komite Medik, 2000: 97). SIMPULAN Hasil penelitian di RSU Muhammadiyah Kota Metro Tahun 2013 dapat disimpulkan bahwa dari 130 responden didapatkan frekuensi ibu nifas yang mengalami pre eklamsia sebesar 10%, retensio plasenta sebesar 6,9%, atonia uteri sebesar 6,9% dan laserasi jalan lahir sebesar 36,2%. Ada hubungan pre eklampsia dengan kejadian perdarahan post partum dengan p-value = 0,019 dan OR =6,417 , ada hubungan retensio plasenta dengan kejadian perdarahan post partum dengan p-value = 0,038 dan OR=8,982, ada hubungan atonia uteri dengan kejadian perdarahan post partum dengan p-value = 0,038 dan OR=8,982 dan ada hubungan laserasi jalan lahir dengan kejadian perdarahan post partum dengan p-value=0,000 dan OR=29,807.
Cunningham, F.Gary, 1995 Obstetri Williams, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran EGC. Dinas Kesehatan Kota Metro. 2013, Profil Kesehatan Kota Metro Tahun 2012, Kota Metro.
82 Jurnal Kesehatan, Volume VI, Nomor 1, April 2015, hlm 75-82
Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung. Profil Kesehatan Provinsi Lampung Tahun 2012. Bandar Lampung. Helen Varney dkk, 2006 Buku Ajar Asuhan Kebidanan, Jakarta Katalog Dalam Terbitan EGC. Hidayat, Aziz Alimul 2009, Metode Penelitian Dan Teknik Analiss Data, Jakarta Salemba Medika. Kementrian Kesehatan RI. 2012, Profil Kesehatan Indonesia 2011, Jakarta. Khumaira, Marsha 2012, ilmu kebidanan, Yogyakarta Shafa-Syifa Gun’z. Mansjoer Dkk, 2001, Kapita Selekta Kedokteran , Jakarta Media Aesculaplus. Manuaba Dkk, 2010, Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, Dan KB, Jakata: EGC. Maryunani Anik 2013, Asuhan Kegawatdaruratan Maternal Dan Neonatal, Jakarta CV Trans Info Media. Mochtar, Rustam. 1998, Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi, EGC, Jakarta: Katalog Dalam Terbitan. Notoatmodjo, Sokidjo., 2012, Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta Rineka Cipta.
Nugroho Taufan 20112, Ilmu Kebidanan, Yogyakarta Nuha Medika. Nugroho Taufan, 2010, Ilmu Kebidanan, Yogyakarta Nuha Medika. Oxorn Harry, 2010, Ilmu Kebidanan Patologi Dan Fisiologis Persalinan,Yayasan Essentia Medica, Yogyakarta. Prawirohardjo Sarwono, 2010, Ilmu Kebidanan. Edisi Ke Empat. Jakarta Yayasan Bina Pustakasarwono. Riyanto agus, 2011, Aplikasi Metode Penelitian Kesehatan. Yogyakarta Muha Medika. Rukiyah Ai Yeyeh, 2010 Asuhan Kebidanan 4 Patologi : Jakarta CV Trans Info media. Sofian Amru, 2011, Sinopsis Obstetri :Obstetri Fisiologis, Obstetri Patologis, Jakarta Katalog Dalam Terbitan. Sugiyono, 2010, Statistik Untuk Penelitian, Bandung Alfa Beta. Sumarni, 2012, Hubungan Pre Eklampsia Dan Sisa Plasenta Dengan Kejadian Perdarahan Post Partum Tahun 2011.