HUBUNGAN PEMBERIAN ASI, STIMULASI PSIKOSOSIAL, DAN FAKTOR LAIN DENGAN KEMAMPUAN KOGNITIF (NILAI IQ) PADA ANAK PRASEKOLAH DI DEPOK TAHUN 2013 Cahya Ayu Agustin dan Sandra Fikawati Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Abstrak Kemampuan kognitif pada usia prasekolah merupakan hal yang penting bagi pendidikan yang merupakan indikator pembangunan manusia karena dapat digunakan sebagai prediktor pencapaian pendidikan di usia lebih lanjut. Penelitian dengan desain cross sectional ini bertujuan mengetahui hubungan pemberian ASI, berat lahir, status gizi (TB/U), stimulasi psikososial, karakteristik anak dan keluarga dengan kemampuan kognitif anak prasekolah di Depok. Sampel adalah 100 anak berusia 5 – 6 tahun yang dipilih secara total sampling pada TK terpilih yang telah mengadakan tes kognitif Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kemampuan kognitif (nilai IQ) sebesar 104,1 poin. Durasi pemberian ASI, stimulasi psikososial dan urutan kelahiran berhubungan secara signifikan dengan kemampuan kognitif. Tidak terdapat hubungan yang signifikan pada pemberian ASI eksklusif 6 bulan, berat lahir, status gizi (TB/U), jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pendapatan keluarga. Disarankan perlu adanya pembatasan jumlah anak, pemberian ASI hingga bayi berusia 24 bulan dan pendidikan parenting bagi orang tua untuk mencapai kemampuan kognitf anak yang optimal. Kata kunci: kemampuan kognitif; pemberian ASI; stimulasi psikososial Abstract Preschool cognitive ability is important for education which is one of human development indicators because can be used to predict later school outcomes. This cross sectional study aims to determine the relationship of breastfeeding, birth weight, nutritional status (HAZ), psychosocial stimulation, child and family characteristics with cognitive ability of preschool children in Depok. The total sample of 100 children aged 5 – 6 years was selected by total sampling in some selected kindergarten which have held cognitive test Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence. Result showed that the mean of cognitive ability (IQ score) was 104,1 point. Duration of breastfeeding, psychosocial stimulation, and birth order were significantly associated with cognitive ability. There were no significant relationship between 6 months exclusive breastfeeding, birth weight, nutrition status (HAZ), sex, maternal education, maternal employment status, and family income. These result implied that restriction on the number of children, breastfeeding until 24 months years of infant and parenting education for parents are important to achieve optimal cognitive abilities in children. Keyword: breastfeeding; cognitive ability; psychosocial stimulation
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
2
Pendahuluan Salah satu indikator pembangunan manusia adalah pendidikan berdasarkan rata-rata lama sekolah. Indonesia memiliki rata-rata lama sekolah sebesar 5,8 tahun yang masih relatif tertinggal jauh dari target yang diusulkan UNDP yaitu 15 tahun atau setara dengan sekolah menengah (BPS, 2008). Untuk mencapai pembangunan manusia di bidang pendidikan tersebut perlu usaha peningkatan kemampuan kognitf sejak masih berada di usia dini. Kemampuan kognitif merupakan salah satu modal keberhasilan pendidikan karena kemampuan kognitif memiliki korelasi yang tinggi dengan prestasi akademik (Braaten & Norman, 2006). Diketahui pula bahwa kemampuan kognitif pada anak prasekolah dapat digunakan sebagai predictor prestasi sekolah anak dan kelas yang dicapai di usia atau tingkat selanjutnya (Grantham – McGregor et al., 2007). Kemampuan kognitif atau kecerdasan pada anak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pemberian ASI, baik durasi pemberian ASI dan pemberian ASI eksklusif diketahui berhubungan dengan nilai IQ pada anak. Anak yang menerima ASI yang lebih lama dan secara eksklusif memiliki rata–rata nilai IQ yang lebih tinggi dibandingkan dengan durasi pemberian ASI yang singkat dan pemberian ASI non–eksklusif (Quinn et al., 2001; Angelsen, Nik, Vik, Jacbsen, & Bakketeig, 2001; Jedrychowski et al., 2011). Berat badan lahir yang mencerminkan kondisi gizi anak selama pra–natal juga berhubungan dengan kemampuan kognitif. Penelitian di Malaysia dan Brazil menunjukkan korelasi positif antara berat lahir dengan kemampuan kognitif (Hanid et al., 2001; Oliveira, Magalhães, & Salmela, 2011). Selain itu, penelitian di Singapura dan Inggris menunjukkan adanya peningkatan nilai IQ setiap peningkatan berat lahir pada anak dengan kisaran berat lahir normal (Broekman et al., 2009; Richards, Marcus, Hardy, Kuh, & Wadsworth, 2001). Kemudian tinggi badan yang menggambarkan keadaan status gizi kronis juga diketahui berhubungan dengan kemampuan kognitif. Penelitian di Malaysia dan Afrika Selatan menunjukkan korelasi positif pada status gizi (TB/U) dengan kemampuan kognitif (Mohd Nasir et al., 2012; Taljaard, 2010). Stimulasi psikososial juga merupakan salah satu faktor yang memengaruhi kemampuan kognitif. Interaksi antara lingkungan dan rangsangan dapat membantu perkembangan otak dalam menyusun struktur saraf. Penelitian di Brazil menunjukkan hubungan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan kognitif anak usia prasekolah (Santos et al., 2008). Penelitian di Indonesia juga menunjukkan hubungan yang sama, stimulasi psikososial yang optimal pada anak akan membantu pencapaian kemampuan dan perkembangan kognitif anak dengan baik (Andarwati, Prawirohartono, & Gamayanti, 2006; Warsito et al (2012).
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
3
Karakteristik anak dan keluarga seperti jenis kelamin, urutan kelahiran dan status sosial ekonomi yang mencakup pendidikan, pekerjaan dan pendapatan orang tua turut berperan terhadap kemampuan kognitif anak. Jenis kelamin tidak berhubungan dengan kemampuan kognitif secara umum, perbedaan hanya terdapat pada beberapa area kognitif (Torres et al., 2006). Terdapat perbedaan kemampuan kognitif pada setiap urutan kelahiran (Bjerkedal et al., 2007). Penelitian di Indonesia menunjukan hasil bahwa terdapat hubungan yang positif antara pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak. Perkembangan kognitif anak meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan ibu (Warsito et al., 2012). Hasil ulasan beberapa penelitian, menunjukkan bahwa pendapatan orang tua memiliki pengaruh positif tidak hanya pada kesehatan dan kesejahteraan tetapi juga pada nilai tes kognitif anak (Mayer, 2002). Studi di India menemukan bahwa pola kerja yang beragam dari ibu memiliki implikasi pada keterlibatan mereka dengan kegiatan sekolah dan perkembangan kognitif anak-anak mereka (Chen, Vikram & Desai, nd). Berdasarkan hasil survei awal rata–rata nilai IQ pada beberapa TK di wilayah Depok didapatkan rata-rata nilai IQ sebesar 103,9 poin. Nilai tersebut lebih rendah dibandingkan rata-rata nilai IQ pada wilayah lain di Indonesia yaitu di Surakarta sebesar 105,9 poin (Sari, 2010) dan di Bantul sebesar 107,3 poin (Iskandar, 2007). Tujuan Penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan pemberian ASI, berat lahir, status gizi (TB/U), stimulasi psikososial serta karakteristik anak dan keluarga dengan kemampuan kognitif (nilai IQ) pada anak usia prasekolah di Depok. Tinjauan Teoritis Kemampuan Kognitif Kemampuan kognitif memiliki arti yang sama dengan intelegensi (Bee, 1992), yaitu kemampuan yang mencakup belajar dan pemecahan masalah. Berdasarkan pengertian tersebut, kemampuan kognitif atau intelegensi ini merupakan proses mental karena menggambarkan pemikiran sehingga tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat diamati melalui tindakan dari hasil proses mental tersebut, contohnya kemampuan mengingat angka atau menyelesaikan teka-teki. Dengan demikian hasil tes intelegensi berupa nilai IQ merupakan tes paling terpercaya, valid dan tersedia untuk mengukur kemampuan kognitif spesifik (Braaten & Norman, 2006). Terdapat beberapa faktor yang berhubungan dengan kemampuan Kognitif, antara lain sebagai berikut:
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
4
Faktor Pemberian ASI Pemberian ASI memiliki hubungan dengan kemampuan kognitif pada anak, baik durasi pemberian ASI dan ASI eksklusif. Penelitian di Filipina menunjukkan bahwa nilai non-verbal intelligence test lebih tinggi pada bayi yang menerima ASI hingga usia 12-18 bulan dibandingkan dengan bayi yang menerima ASI kurang dari 6 bulan (Daniels & Adair, 2005). Penelitain lainnya di Indonesia menunjukkan bahwa hasil nilai IQ pada anak dengan durasi ASI hingga ≥ 6 bulan 8,84 poin lebih tinggi dibandingkan dengan durasi ASI < 6 bulan (Maydianasari, 2011). Sejalan dengan hasil tersebut, penelitian di Australia dan Swedia pada anak usia 5 tahun menunjukkan bahwa durasi pemberian ASI berhubungan dengan kemampuan kognitif (Quinn et al., 2001; Angelsen et al., 2001). Penelitian di Polandia, menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif pada bayi meningkatkan kemampuan kognitif anak (Jedrychowski et al., 2011). Penelitian serupa pada bayi berusia 6 bulan di Bandung juga mendapatkan hasil bahwa kemampuan kognitif pada kelompok ASI eksklusif memiliki rata-rata nilai IQ lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok ASI non-eksklusif (Novita et al., 2008). Mekanisme yang paling memungkinkan dari pengaruh pemberian ASI pada peningkatan kemampuan kognitif anak yaitu melalui kandungan zat gizi dalam ASI (Prado & Dewey, 2012). ASI mengandung zat gizi, faktor pertumbuhan dan hormon yang penting dalam perkembangan otak. Contohnya yaitu, asam lemak esensial berupa docosahexaenoic acid (DHA) dan arachidonic acid (AA) yang berfungsi dalam pembentukan membran sel saraf. Mekanisme lainnya yaitu praktek pemberian ASI berperan penting dalam perkembangan kognitif dan sosio-emosional anak melalui peningkatan kualitas interaksi antara ibu dan anak. Dengan seringnya bayi menerima ASI melalui ibunya, membuat bayi terbiasa berhubungan dengan manusia lain dan bayi juga akan merasa aman karena merasa dilindungi (Roesli, 2005). Pemberian ASI juga menghasilkan reaksi dari respon hormonal bermanfaat pada ibu yang dapat mengurangi stress dan depresi serta meningkatkan pola pengasuhan anak dan interaksi antara ibu dan bayi (Prado & Dewey, 2012). Faktor Berat Lahir Diketahui bahwa terdapat korelasi positif antara berat lahir dengan kemampuan kognitif. Hal ini berkaitan dengan keadaan status gizi dalam kandungan yang digambarkan melalui berat lahir berpengaruh pada perkembangan otak, meskipun hubungan dengan berat lahir mungkin juga diperantarai oleh faktor genetik (Morgane et al., 1993 dalam Pearce, Deary, Young & Parker, 2005). Kekurangan gizi selama kandungan dan awal kehidupan menyebabkan terjadinya hambatan dalam pertumbuhan yaitu adanya pengurangan jumlah dan
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
5
pengembangan sel-sel tubuh termasuk otak, sehingga berisiko mengalami gangguan neurodevelopment yang mempengaruhi kemampuan kognitif (RI, 2012). Bahkan penelitian terbaru menunjukkan bahwa hubungan antara berat badan lahir dengan kemampuan kognitif tetap ada pada range berat badan normal, walaupun dalam kekuatan yang kecil (Shenkin et al., 2001; Kahu Rahu, Mati Rahu, Pullman & Allik, 2010). Faktor Status gizi (TB/U) Asupan zat gizi sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak sejak masa kehamilan hingga 2 tahun awal kehidupan dan hingga masa anak-anak. Dengan demikian, asupan zat gizi yang tidak memadai memiliki potensi untuk menyebabkan kerusakan pada otak (Benton, 2008). Tinggi badan merupakan gambaran status gizi jangka panjang, sehingga jika kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi dalam jangka panjang, maka akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan otak dan sistem saraf. Bukti adanya perubahan struktur dan fungsi otak pada anak-anak pada kekurangan gizi sangat terbatas. Anak-anak yang kekurangan gizi memiliki tubuh yang pendek (stunted) dan memiliki ukuran kepala yang kecil, sementara lingkar kepala pada usia dini ternyata diketahui dapat memprediksi nilai IQ pada perkembangan usia selanjutnya (Henningham & Gratham-McGregor, 2005). Penelitian pada anak prasekolah (4-6 tahun) di Semenanjung Malaysia, menemukan bahwa tinggi badan terhadap usia memberikan kontribusi signifikan terhadap kinerja kognitif (Mohd Nasir et al., 2012). Penelitian lain di Afrika Selatan menunjukkan adanya korelasi yang positif antara indeks antropometri tinggi badan terhadap usia dengan kemampuan kognitif (Taljaard, 2010). Faktor Stimulasi Psikososial Interaksi antara lingkungan stimulasi dalam perkembangan otak dipandang sebagai cara untuk menyusun struktur sistem saraf jangka panjang. Dengan adanya stimulasi atau pengalaman dari lingkungan maka akan mengaktifkan letupan atau loncatan elektik antar neuron yang akan membentuk jaringan otak yang akan membantu pencapaian kemampuan kognitif yang baik. Dengan demikian otak akan berkembang apabila stimulasi yang diberikan semakin banyak, sehingga anak perlu mendapatkan lingkungan yang merangsang pertumbuhan otak dan selalu mendapatkan stimulasi psikososial (Canadian Institute of Child Health, 2008; Chamidah, 2009; Santrock, 2012). Studi longitudinal di Brazil menunjukkan hubungan yang signifikan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan kognitif pada anak usia prasekolah (Santos et al., 2008). Penelitian lainnya di Indonesia menunjukkan hubungan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan maupun perkembangan kognitif (Andarwati, Prawirohartono, & Gamayanti, 2006; Warsito et al, 2012).
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
6
Faktor Karakteristik Anak Tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan untuk kecerdasan umum, namun ditemukan beberapa perbedaan dalam area kognitif. Hasil tinjauan beberapa bukti penelitian menunjukkan bahwa wanita lebih unggul daripada laki-laki dalam kemampuan kefasihan lisan, kecepatan perseptual, motorik halus, memori verbal dan pembelajaran verbal. Sedangkan pria mengungguli perempuan pada kemampuan visuospasial, pemecahan masalah matematika dan memori visual (Torres, et al., 2006). Penelitian di Jerman (Goldbeck et al., 2010) dan di Malaysia (Hanid et al., 2011) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kemampuan kognitif umum. Kemudian, urutan kelahiran berhubungan dengan kemampuan kognitif karena adanya peran orang tua atau keluarga kepada anak dengan urutan kelahiran yang berbeda. Klunger (2012) berpendapat, anak pertama mendapatkan keuntungan berupa perhatian yang tidak terbagi dari orang tua mereka, dan manfaat belajar melalui bimbingan atau pengajaran kepada saudara yang lebih muda. Sejalan dengan pendapat tersebut, Bjerkedal et al (2007) menyimpulkan bahwa anak yang dilahirkan terlebih dahulu mendapatkan perhatian orang tua yang penuh sejak masih kecil hingga saudara yang lain dilahirkan, dan jika diakumulasikan perhatian dari kedua orang tua mereka justru makin lebih banyak. Faktor Karakteristik Orang tua Pendidikan ibu merupakan faktor yang berhubungan dengan kemampuan kognitif anak karena orang tua yang berpendidikan rendah cenderung tidak mengerti bagaimana membantu anakanak mereka untuk berhasil (Djamarah, 2011). Selain itu, ibu dengan pendidikan yang rendah lebih sedikit membacakan buku kepada anak-anak mereka sehingga mempengaruhi kuantitas dan kualitas interaksi verbal dengan anak. Lain halnya dengan orang tua yang berpendidikan lebih tinggi, mereka lebih mampu memberikan pengalaman belajar yang positif bagi anakanak mereka (Brooks & Duncan, 1997 dalam Tamis-Lemonda & Rodriguez, 2008). Ibu yang bekerja juga merupakan faktor yang berhubungan dengan kemampuan kognitif anak karena adanya pengaruh kualitas dan kuantitas ibu dalam mengasuh dan memberikan perhatian kepada anaknya. Ibu yang bekerja memiliki waktu yang terbatas untuk berinteraksi dengan anak di rumah. Selain itu, adanya pengaruh beban pekerjaan seperti jumlah jam kerja dan stress kerja cenderung menyebabkan tidak cukup efektifnya pola pengasuhan anak (Santrock, 2011). Pendapatan keluarga rendah, kurang memiliki akses terhadap sumber daya yang meliputi nutrisi, layanan kesehatan dan kesempatan pendidikan dibandingkan dengan keluarga berpenghasilan tinggi. Hasil ulasan beberapa penelitian, menunjukkan bahwa
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
7
pendapatan orang tua memiliki pengaruh positif tidak hanya pada kesehatan dan kesejahteraan tetapi juga pada nilai tes kognitif anak (Mayer, 2002). Selain itu, anak-anak dari latar belakang sosio-ekonomi yang rendah lebih cenderung beresiko mengalami perkembangan kognitif yang lebih buruk karena kurangnya stimulasi kognitif di rumah (Votruba-Drzal, 2003). Metode Penelitian Penelitian bersifat kuantitatif dengan desain studi cross-sectional. Populasi studi adalah siswa/i TK di Depok yang telah mengadakan tes kognitif (intelegensi/IQ) dengan metode Wechsler Preschool and Primary Scale of Intelligence (WIPPSI) yang diukur oleh tim Psikolog dari LPSDM Ganesha Dwija Pertiwi dalam jangka waktu 1 (satu) tahun terakhir, sehingga didapatkan sebanyak 4 TK. Sampel penelitian berjumlah 100 anak berusia 5–6 tahun beserta orang tuanya yang diambil dengan teknik pengambilan total sampling. Penelitian dilaksanakan pada bulan April hingga Mei 2013. Data primer terdiri dari riwayat durasi pemberian ASI dan pemberian ASI eksklusif 6 bulan, berat lahir, karakteristik anak dan keluarga berupa jenis kelamin, urutan kelahiran, pendidikan Ibu, pekerjaan Ibu dan pendapatan keluarga didapatkan dengan memberikan kuesioner kepada orang tua sampel. Untuk data stimulasi psikososial diukur menggunakan kuesioner Early Childhood Home Observation for Measurement of the Environment Inventory (EC-HOME Inventory) yang telah dimodifikasi (Caldwell dan Bradley, 1984). Stimulasi psikososial dikategorikan baik bila total nilai ≥ 30 dan kurang bila total nilai < 30. Kemudian data status gizi (TB/U) didapatkan dengan pengukuran antropometri berupa tinggi badan secara langsung pada sampel dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data sekunder berupa kemampuan kognitif (nilai IQ) didapatkan dari hasil laporan tes intelegensi siswa/i setiap TK yang dijadikan lokasi penelitian. Selanjutnya dilakukan analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat yang digunakan adalah uji t-independen dan uji korelasi Pearson. Hasil Penelitian Tabel 1 menunjukkan nilai rata-rata tes kemampuan kognitif WPPSI sebesar 104,1 poin. Sebagian besar subjek penelitian adalah perempuan (57%) dan mayoritas merupakan anak pertama atau kedua (79%). Sebesar 26 % dan 66% ibu berpendidikan rendah (≤ 9 tahun pendidikan formal/tamat SMP) dan ibu rumah tangga. Keluarga berpendapatan rendah (≤ Rp. 2.000.000,00) adalah sebesar 30%. Anak yang menerima stimulasi psikososial kurang sebesar 44% dan stimulasi psikososial baik sebesar 56%. Sebagian besar yaitu 73% anak memiliki riwayat durasi pemberian ASI ≥ 12 bulan namun pemberian ASI eksklusif hingga usia 6 bulan
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
8
pada anak hanya sebesar 21%. Didapatkan rata-rata berat lahir pada anak prasekolah di Depok yaitu 3133,90 g termasuk kategori berat lahir normal dan rata-rata Z-score status gizi (TB/U) yaitu -0,53 SD termasuk kategori status gizi normal. Tabel 1 Distribusi Responden berdasarkan Hasil Univariat Jumlah Variabel Kategori Mean SD Min-Max n % Kemampuan 104,14 5,301 83-111 Kognitif Laki-laki 43 43 Jenis Kelamin Perempuan 57 57 Pertama atau Kedua 79 79 Urutan Kelahiran Ketiga atau Lebih 21 21 Rendah 26 26 Pendidikan Ibu Tinggi 74 74 Tidak Bekerja 66 66 Pekerjaan Ibu Bekerja 34 34 < Rp. 2.000.000,00 30 30 Pendapatan Keluarga ≥ Rp. 2.000.000,00 70 70 Kurang 44 44 Stimulasi Psikososial Baik 56 56 27 27 Durasi Pemberian < 12 bulan ASI ≥ 12 bulan 73 73 Non-Eksklusif 79 79 Pemberian ASI Eksklusif 6 Bulan Eksklusif 21 21 Berat Lahir 3133,90 469,03 1800 – 4200 Status Gizi (TB/U) - 0,53 0,89 - 2,34 – 1,72 Tabel 2 menunjukkan hasil uji t-independen, yaitu terdapat hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dengan kemampuan kognitif (p < 0,05), namun jenis kelamin tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p > 0,05). Untuk karakteristik keluarga, yaitu pendidikan dan status pekerjaan ibu juga pendapatan keluarga, seluruhnya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan (p > 0,05). Stimulasi psikososial berhubungan signifikan dengan kemampuan kognitif (p < 0,05), dengan anak yang menerima stimulasi psikososial baik memiliki kemampuan kognitif (nilai IQ) lebih tinggi daripada anak yang menerima stimulasi psikososial kurang. Berbeda dengan pemberian ASI eksklusif 6 bulan, durasi pemeberian ASI menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kemampuan kognitif (p < 0,05). Tabel 2. Distribusi Rata-Rata Nilai IQ Responden Menurut Variabel Independen Variabel Jumlah Mean PSD SE Independen (n) Nilai IQ value Jenis Kelamin Laki-laki 43 103,00 6,366 0,971 0,073 Perempuan 57 105,00 4,188 0,555
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
9
Urutan Kelahiran Pertama atau kedua 79 Ketiga atau lebih 21 Pendidikan Ibu Rendah 26 Tinggi 74 Pekerjaan Ibu Tidak Bekerja 66 Bekerja 34 Pendapatan Keluarga < Rp. 2.000.000,00 30 ≥ Rp. 2.000.000,00 70 Stimulasi Psikososial Kurang 44 Baik 56 Durasi Pemberian ASI < 12 bulan 27 ≥ 12 bulan 73 Pemberian ASI Eksklusif 6 Bulan Non-eksklusif 79 Eksklusif 21
104,71 102,00
5,340 4,669
0,601 1,019
0,046*
104,65 103,96
4,280 5,631
0,839 0,655
0,545
104,17 104,09
5,339 5,305
0,657 0,910
0,951
103,80 104,29
5,169 5,387
0,944 0,644
0,698
102,30 105,59
6,407 3,692
0,966 0,493
0,002*
102,26 104,84
6,292 4,746
1,211 0,556
0,030*
104,01 104,62
5,434 4,863
0,611 1,061
0,638
Tabel 3 menujukkan hasil uji korelasi Pearson antara berat lahir dan status gizi (TB/U) anak dengan kemampuan kognitif. Baik berat lahir dan status gizi (TB/U), keduanya tidak menunjukkan hubungan yang signifikan dengan kemampuan kognitif (p > 0,05). Tabel 3. Hubungan antara Status Gizi (TB/U) dan Berat Lahir dengan Kemampuan Kognitif (Nilai IQ) pada Responden Kemampuan Kognitif (Nilai IQ) Variabel r p Berat Lahir -0,090 0,375 Status Gizi (TB/U) 0,040 0,690 Pembahasan Hubungan Karakteristik Anak dengan Kemampuan Kognitif Hasil uji t-independen menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kemampuan kognitif (p > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian di Jerman (Goldbeck et al., 2010) dan di Malaysia (Hanid et al., 2011) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kemampuan kognitif secara umum. Kemudian, terdapat hubungan signifikan antara urutan kelahiran dengan kemampuan kognitif (p < 0,05), yaitu anak pertama atau kedua memiliki kemampuan kognitif yang lebih tinggi dibandingkan dengan responden yang merupakan anak ketiga atau lebih, dengan rata-rata IQ masing-masing sebesar 104,71 poin dan 102,00 poin. Hasil penelitian ini
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
10
sejalan dengan hasil penelitian Bjekerdal et al (2007) dan Santos et al (2008) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara urutan kelahiran dengan kemampuan kognitif. Hubungan Karakteristik Orang Tua dengan Kemampuan Kognitif Hasil uji t-independen menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan ibu dengan kemampuan kognitif (p > 0,05). Hasil ini sejalan dengan penelitian lainnya di Jakarta (Nufrita, 2010) dan di Surakarta (Nova, 2011). Namun demikian, hasil tersebut berbeda dengan hasil yang ditunjukkan Al-Mekhlafi et al (2011), Mohd Nasir et al (2012) dan Warsito et al (2012) yaitu adanya hubungan signifikan antara pendidikan ibu dengan kemampuan maupun perkembangan kognitif anak. Adanya pendapat lain bahwa pendidikan ibu dapat memiliki efek ambigu yaitu di satu sisi bermanfaat bagi anak dari lingkungan rumah yang lebih baik dan lebih kaya dalam ekonomi (pemenuhan kebutuhan), namun anak akan mendapatkan sedikit keuntungan dari waktu yang dimiliki ibu unutk berinteraksi dengan anak karena ibu yang lebih berpendidikan menghabiskan waktu lebih banyak di luar rumah atau untuk bekerja (Behrman & Rosenzweig, 2002). Hasil uji t-independen juga menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara status pekerjaan ibu dengan kemampuan kognitif (p > 0,05). Hasil ini sejalan dengan penelitian lainnya di Cennai (Babu, 2012) dan di Filipina (Agustin & Socorro, 2008), namun berbeda dengan hasil yang ditunjukkan Chen, Vikran, & Desai (nd) dan Iskandar (2007) yaitu adanya hubungan antara pekerjaan ibu dengan kemampuan atau perkembangan kognitif anak. Hasil penelitian ini tidak menunjukkan hubungan signifikan antara pekerjaan ibu dengan kemampuan kognitif kemungkinan terjadi karena pekerjaan ibu responden dalam penelitian ini hanya dilihat berdasarkan bekerja atau tidak bekerja, tidak memperhatikan jumlah jam bekerja mereka dan belum bisa menggambarkan kuantitas maupun kualitas waktu yang dihabiskan ibu bersama anak. Tidak ada hubungan signifikan antara pendapatan keluarga dengan kemampuan kognitif anak (p > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Sari (2010) dan Masruroh (2011). Namun demikian, hasil tersebut berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Santos et al (2008) dan Al-Mekhlafi et al (2011) yang menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara pendapatan keluarga dengan kemampuan kognitif. Hal ini terjadi kemungkinan karena faktor pendapatan keluarga tidak berhubungan secara langsung pada kemampuan kognitif anak dan terdapat faktor lain yang lebih dominan. Welsch dan Zimmer (2010) telah menemukan bahwa pengaruh utama dari perkembangan kognitif adalah faktor
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
11
spesifik anak dan keluarga seperti lingkungan pendidikan, gizi, gaya hidup dan kemampuan pengasuhan umum dari orang tua, yang juga berkorelasi dengan status sosial-ekonomi seperti kemiskinan, ukuran keluarga, pekerjaan dan status pendidikan. Hubungan Stimulasi Psikososial dengan Kemampuan Kognitif Berdasarkan hasil uji t-independen, menunjukkan hubungan signifikan antara stimulasi psikososial dengan kemampuan kognitif (p < 0,05), dengan rata-rata nilai IQ pada anak dengan stimulasi psikososial baik lebih tinggi daripada anak dengan stimulasi psikososial kurang, masing-masing sebesar 105,59 poin dan 102,30 poin. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andarwati, Prawirohartono, dan Gamayanti (2006), Santos et al (2008) dan Warsito et al (2012). Walaupun seluruh subjek penelitian ini mengikuti kegiatan belajar di TK sehingga mereka juga mendapatkan stimulasi dari lingkungan selain rumah, namun tidak akan lebih bermanfaat pada kemampuan kognitif mereka jika mereka tidak mendapatkan stimulasi dari orang tua mereka. Hal ini karena interaksi pertama seorang anak dengan dunia biasanya melalui pengasuhan orang tua dalam keluarga. Interaksi anak dengan orang tua ini berpengaruh pada struktur otak, emosional, sosial dan fisik anak dan telah terbukti menjadi faktor utama yang mempengaruhi perkembangan keseluruhan anak. Dengan demikian, ketersediaan rangsangan berupa benda, buku dan bahan bermain di dalam rumah merupakan indikator penting untuk kualitas keseluruhan dari lingkungan rumah (Iltus, 2006). Hubungan Pemberian ASI dengan Kemampuan Kognitif Adanya hubungan yang bermakna antara durasi pemberian ASI dengan kemampuan kognitif (p < 0,05) dengan nilai rata-rata IQ pada responden dengan durasi ASI ≥ 12 bulan lebih tinggi daripada respoden dengan durasi ASI < 12 bulan, yaitu masing-masing sebesar 104,84 poin dan sebesar 102,67. Hasil ini sejalan dengan penelitian Quinn et al (2001), Angelsen et al (2001). Sementara itu, hasil uji t-independen menunjukkan bahwa tidak ada hubungan signifikan antara pemberian ASI eksklusif 6 bulan dengan kemampuan kognitif (p > 0,05). Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andarwati, Prawirohartono, dan Gamayanti (2006) dan Slykermann et al (2005). Namun demikian, hasil tersebut berbeda dengan penelitian Jedrychowski et al (2011) dan Novita, Gurnida, dan Garna (2008) yang menunjukkan hubungan signifikan antara pemberian ASI eksklusif dengan kemampuan kognitif. Hal ini terjadi kemungkinan karena terdapat faktor lain yang lebih dominan. Antara pemberian ASI eksklusif, berat badan lahir dan stimulasi psikososial, faktor yang paling berpengaruh adalah stimulasi psikososial (Andarwati, Prawirohartono, & Gamayanti, 2006). Selain itu, pemberian ASI eksklusif secara tidak langsung mempengaruhi kemampuan
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
12
kognitif anak melalui pencegahan penyakit infeksi.
Anak yang tidak diberi ASI secara
eksklusif lebih berisiko terserang penyakit infeksi sehingga jika hal ini terjadi pada masa kritis perkembangan otak maka akan mempengaruhi kemampuan kognitif mereka (UNICEF, 2010). Hubungan Berat Badan Lahir dengan Kemampuan Kognitif Dari uji korelasi Pearson didapatkan nilai r = -0,090 yang menunjukkan hubungan yang negatif antara berat badan lahir dengan kemampuan kognitif dalam kekuatan yang lemah (r < 0,25). Namun demikian, didapatkan nilai p = 0,375 (p > 0,05), sehingga menunjukkan tidak adanya hubungan signifikan antara berat badan lahir dengan kemampuan kognitif. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andarwati, Prawirohartono, dan Gamayanti (2006) dan Pearce, Deary, Young dan Parker (2005). Berbeda dengan hasil tersebut, penelitian yang dilakukan di Malaysia (Hanid et al., 2011) dan di Brazil (Oliveira, Magalhães, & Salmela, 2011) menunjukkan korelasi positif yang signifikan antara berat badan lahir dengan kemampuan kognitif. Faktor yang memengaruhi perkembangan anak sangat banyak, baik bersifat risiko maupun protektif. Salah satu faktor yang bersifat protektif adalah stimulasi yang baik di rumah dapat bermanfaat untuk mengurangi efek merugikan dari berat badan lahir rendah atau keadaan gizi kurang pada awal usia kanak-kanak terhadap perkembangan anak (Henningham & Gratham-McGregor, 2005). Selain itu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan paska natal, seperti faktor genetik dan gizi dan keadaan sosial ekonomi di masa kecil mungkin lebih penting daripada pertumbuhan janin atau pra-natal bagi kecerdasan anak (Pearce, Deary, Young & Parker, 2005). Hubungan Status Gizi (TB/U) dengan Kemampuan Kognitif Hasil analisis uji korelasi Pearson, didapatkan nilai r = 0,040 yang menunjukkan hubungan yang positif yaitu semakin meningkat status gizi (TB/U) atau nilai HAZ, maka semakin meningkat kemampuan kognitif, dengan kekuatan korelasi yang lemah (r < 0,25). Sementara itu, didapatkan nilai p = 0,690 (p > 0,05) yang menunjukkan tidak terdapat hubungan signifikan antara status gizi (TB/U) dengan kemampuan kognitif. Hasil ini sejalan dengan hasil penelitian Ijarotimi dan Ijadunola (2007) serta Hanid et al (2011). Sementara itu, penelitian oleh Taljaard (2010) dan Mohd Naser et al (2012) menunjukkan hasil yang berbeda yaitu adanya hubungan signifikan antara status gizi (TB/U) dengan kemampuan kognitif. Perkembangan anak bersifat multifaktoral, tidak hanya dipengaruhi oleh faktor biologis seperti status gizi (TB/U), tetapi juga faktor lingkungan seperti stimulasi dan interaksi ibu dan anak (Henningham & Gratham-McGregor, 2005). Penelitian eksperimental di Jamaika menunjukkan bahwa anak-anak dengan status gizi (TB/U) kurang (stunted) yang tidak
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
13
menerima stimulasi memiliki tingkat kecerdasan yang lebih buruk daripada anak-anak nonstunted di segala usia. Setelah 2 tahun intervensi, puluhan anak-anak stunted yang menerima stimulasi dapat mendekati hasil tes kognitif kelompok non-stunted, yaitu hanya terdapat perbedaan pada hanya nilai uji kemampuan verbal dan uji analogi lisan sedangkan pada nilai Full-Scale IQ tidak terdapat perbedaan (Walker, Chang, Powell, & Grantham-McGregor, 2005). Kesimpulan Rata-rata kemampuan kognitif (nilai IQ) pada anak prasekolah di Depok sebesar 104,1 poin. Sebagian besar yaitu 73% anak memiliki riwayat durasi pemberian ASI ≥ 12 bulan namun pemberian ASI eksklusif 6 bulan pada anak hanya sebesar 21%. Rata-rata berat lahir pada anak prasekolah di Depok ternasuk kategori berat lahir normal (3133,90 g ± 469,03 g) dan rata-rata status gizi (HAZ-score) termasuk yaitu kategori status gizi normal (-0,53 SD ± 0,89 SD). Sebagian besar (56%) anak prasekolah di Depok mendapatkan stimulasi psikososial yang baik. Durasi pemberian ASI, stimulasi psikososial dan urutan kelahiran berhubungan signifikan dengan kemampuan kognitif. Tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara pemberian ASI eksklusif, berat lahir, status gizi (TB/U), karakteristik anak dan keluarga berupa jenis kelamin, pendidikan ibu, pekerjaan ibu, dan pendapatan keluarga dengan kemampuan kognitif anak. Saran Bagi Orang Tua atau Keluarga Dianjurkan untuk membatasi jumlah anak dalam keluarga hingga dua orang anak saja sesuai dengan gerakan Keluarga Berencana (KB), untuk mengurangi kemungkinan tidak optimalnya perhatian ataupun stimulasi yang diberikan orang tua kepada setiap anak mereka jika memiliki jumlah anak yang banyak. Orang tua juga perlu memperhatikan dan meningkatkan pemberian stimulasi yang baik kepada anak mereka. Selain itu, bagi orang tua yang masih memiliki bayi sebaiknya memberikan atau melanjutkan pemberian ASI hingga bayi berusia 24 bulan. Bagi Dinas Kesehatan dan Pendidikan Perlu adanya pendidikan parenting bagi orang tua/calon orang tua untuk mengetahui peran orang tua dalam tumbuh kembang anak dan cara memberikan stimulasi yang tepat pada anak, baik melalui penyuluhan atau media sosialisasi lainnya. Selain itu, perlu memberikan informasi dan meningkatkan kesadaran mengenai manfaat pemberian ASI bagi kemampuan kognitif anak melalui media promosi gizi dan kesehatan baik kepada ibu, ayah dan keluarga.
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
14
Kepustakaan Agustin, Sonny & Gultiano, Socorro. (2008). Mother’s work participation and children’s cognitive development in the Philippines. University of San Carlos. http://paa2008.princeton.edu/papers/81660 .
Al-Mekhlafi et al. (2010). Nutritional and socioeconomic detertminants of cognitive function educational achievement of Aboriginal schoolchildren in rural Malaysia. British Journal of Nutrition Vol 106, Issue 07, 1100 - 1106. Andarwati, Rini., Prawirohartono, Endy P., & Gamayanti, Indira L. (2006). Hubungan antara berat badan lahir, ASI eksklusif, status gizi dan stimulasi kognitif dengan kecerdasan anak usia 5 – 6 tahun di Kecamatan Prambanan Kabupaten Sleman [Tesis]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Angelsen, N K., Vik, T., Jacobsen, G., Bakketeig, LS. (2001). Breast feeding and cognitive development at age 1 and 5 years. Arch Dis Child Vol. 85, 183–188. Babu, A. Arvin. (2012). A study to compare the cognitive function of children belonging to employed and unemployed mothers at a selected school at Chennai. Asian Journal of Nursing Education & Research; Jul-Sep2012, Vol. 2 Issue 3, 104. Badan Pusat Statistik. (2008). Indeks Pembangunan Manusia 2006-2007. Jakarta: Badan Pusat Statistik. Bee, H. (1992). The developing child Sixth Edition. USA: Harpercollins College Publisher. Behrman, Jere R., & Rosenzweig, Mark R. (2002). Does increasing women's school-ing raise the schooling of the next generation? The American Economic Review, 92, 323-334. Benton, David. (2008). The influence of children’s diet on their cognition and behavior. Eur J Nutr 47 Suppl 3, 25–37. Bjerkedal, Tor., et al. (2007). Intelligence test scores and birth order among young norwegian men (conscripts) analyzed within and between families. Intelligence, Volume 35, Issue 5, September–October, 503-514. Braaten, Ellen B & Dennis Norman. (2006). Intelligence (IQ) testing.” Pediatrics in Review Vol 27 No 11, 403. Broekman, Birit FP., et al. (2009). The influence of birth size on intelligence in healthy children. Pediatrics Volume 123, Number 6, June, 123, e1011. Canadian Institute of Child Health. (2008). The first years last forever: the new brain research and your child’s healthy development. Ontario. Caldwell, Bettye M. & Bradley, Robert H. (1984). Early childhood home observation for measurement of the environment inventory (EC- HOME). University of Arkansas. http://ualr.edu/case/index.php/home/home-inventory/ . Chamidah, Atien N. (17 Oktober 2009). Pentingnya Stimulasi Dini Bagi Tumbuh Kembang Otak Anak. Disampaikan dalam Talk Show “Tumbuh Kembang dan Kesehatan Anak”.
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
15
Chen Feinian, Kriti Vikram & Sonalde Desai. (nd). Mothers‘ work patterns, contribution to school activities and children‘s cognitive development: evidence from the india human development survey. Department of Sociology, University of Maryland, College Park. 28 Februari 2013. http://paa2013.princeton.edu/papers/131031. Daniels, Melissa C., & Adair, Linda S. (2005). Breast-feeding influences cognitive development in Filipino children. J. Nutr. 135, 2589 –2595. Djamarah, Syaiful B. (2011). Psikologi belajar. Jakarta: Rineka Cipta. Goldbeck, Lutz., Daseking, Monika, Hellwig-Brida, Susanne., Waldmann, Hans C., & Petermann, Franz. (2010). Sex differences on the german wechsler intelligence test for children (WISC-IV). Journal of Individual Differences, Vol. 31(1), 22–28. Grantham-McGregor, Sally., et al. (2007). Child development in developing countries 1: developmental potential in the first 5 years for children in developing countries. Lancet, Vol. 369, 60–70. Hanid, lan IM., Amal, K Mitra., Hasmia, H., Pin, CD., Ng, LO., & Wan, Manan WM. (2011). Effect of gender and nutritional status on academic achievement and cognitive function among primary school children in a rural district in Malaysia. Mal J Nutr 17(2), 189 – 200. Henningham, Helen Baker., & Gratham-McGregor, Sally. (2005). Gizi dan perkembangan anak. Dalam Michael J. Gibney, Barrie M. Margetts, John M. Kearney dan Lenore Arab (Ed.). Gizi Kesehatan Masyarakat (302-324). (Andry Hartono, Penerjemah.). Jakarta: EGC. Iltus, Selim. (2006). Background paper prepared for the education for all global monitoring report 2007 strong foundations: early childhood care and education significance of home environments as proxy indicators for early childhood care and education. UNESCO. http://unesdoc.unesco.org/images/0014/001474/147465e.pdf. Ijarotimi, OS., & Ijadunola, KT. (2007). Nutritional status and intelligence quotient of primary schoolchildren in Akure community of Ondo State, Nigeria. Tanzania Health Research Bulletin Vol. 9, No. 2; 69-76. Iskandar, Slamet. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecerdasan anak umur 5-6 tahun di Kabupaten Bantul Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta [Tesis]. Yogyakarta: Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. http://jurnal.poltekkesjogja.ac.id/faktor-faktor-yang-berhubungan-dengantingkat-kecerdasan-anak-umur-5-6-tahun-di-kabupaten-bantul-propinsi-daerahistimewa-yogyakarta.html Jedrychowski., et al. (2011). Effect of exclusive breastfeeding on the development of children’s cognitive function in the Krakow prospective birth cohort study. Eur J Pediatr, Maret. Kahu Rahu, Mati Rahu, Helle Pullma nn, & Jüri Allik. (2010). Effect of birth weight, maternal education and prenatal smoking on offspring intelligence at school age. Early Human Development 86, 493–497.
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
16
Klunger, Jeffrey. (2012). The sibling effect: what bonds among brothers and sister reveal about us. USA: Penguin Group. Masruroh, Aulia. (2011). Hubungan praktek pemberian ASI, pola konsumsi pangan, dan fasilitas belajar terhadap kecerdasan logika-matematika anak SDN 09 Pagi Jakarta Utara [Skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Maydianasari, Lenna. (2011). Effect of breastfeeding duration on children’s cognitive functioning in Yogyakarta municipality [Thesis Summary]. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. Mayer, Susan E. (2002). The Influence of Parental Income on Children’s Outcomes. Knowledge Management Group, Ministry of Social Development, Te Manatu Whakahiato Ora. Mohd Nasir, MT., et al. (2012). Child feeding practices, food habits, anthropometric indicators and cognitive performance among preschoolers in Peninsular Malaysia. Appetite, 58: 525–530. Nova, Salma Asri. (2011). Perbedaan tingkat kecerdasan intelektual (intelligence quotientIQ) pada anak usia sekolah dengan riwayat BBLR (bayi berat lahir rendah) dan BBLC (bayi berat lahir cukup) [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Novita, Lony, Dida A. Gurnida & Herry Garna. (2008). Fungsi kognitif bayi usia 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif. Sari Pediatri, Vol. 9 No. 6. Nufrita, Indah. (2010). Hubungan tingkat pendidikan ibu dengan perkembangan kognitif anak prasekolah (3-6 tahun) di Taman Kanak-Kanak Pertiwi VI Pondok Labu Jakarta Selatan tahun 2010 [Skripsi]. Jakarta:Universitas Pembangunan Nasional “Veteran”. Oliveira, Gisele E., Magalhães, Lívia C., & Luci Salmela, FT. (2011). Relationship between very low birth weight, environmental factors, and motor and cognitive development of children of 5 and 6 years old. Rev Bras Fisioter 15(2),138-45. Pearce MS, Deary IJ, Young AH, & Parker L. (2005). Growth in early life and childhood IQ at age 11 years: the Newcastle Thousand Families Study. Int J Epidemiol Jun 34(3), 673-7. Prado, Elizabeth & Kathryn Dewey. (January, 2012). Insight: nutrition and brain development in early life. A&T Technical Brief Issue 4. Quinn, PJ., O’Callaghan, M. Williams, GM., Najman, JM, Andersen, MJ., & Bor, M. (2001). J Paediatr.Child Health Vol. 37, 465-469. Republik Indonesia. (Agustus, 2012). Kerangka Kebijakan: Gerakan Sadar Gizi Dalam Rangka Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK). Richards, Marcus., Hardy, Rebecca., Kuh, Diana., Wadsworth, Michael E.J., (2001). Birth weight and cognitive function in the British 1946 birth cohort: longitudinal population based study. BMJ Vol. 322, 199–203. Roesli, Utami. (2005). Mengenal ASI Eksklusif. Jakarta: Trubus Agriwidya.
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013
17
Santos, Darci N et al. (2008). Determinants of cognitive function in childhood: a cohort study in a middle income context. BMC Public Health, Vol. 8, 202. Santrock, John W. (2011). Life-span development Edisi Ketigabelas Jilid 1. (Terj. Benedictine Widyasinta). Jakarta: PT Gelora Aksara Pratama. Sari, Primadiati N. (2010). Hubungan status gizi dengan tingkat kecerdasan intelektual (intelligence quotient – IQ) pada anak usia sekolah dasar ditinjau dari status sosialekonomi orang tua dan tingkat pendidikan ibu [Skripsi]. Surakarta: Universitas Sebelas Maret. Shenkin, S D., J M Starr, A Pattie, M A Rush, L J Whalley, & I J Deary. (2010). Birth weight and cognitive function at age 11 years: the Scottish Mental Survey 1932. Arch Dis Child, 85,189–197. Slykerman, RF., et al. (2005). Breastfeeding and intelligence of preschool children. Acta Pædiatrica, 94, 832–837. Taljaard, C. (2010). Iron status, antropometric status and cognitive performance of black African school children age 6 – 11 years in the Klerkdorp area. North West University. South Africa. http://dspace.nwu.ac.za/bitstream/handle/10394/6935/Taljaard_C.pdf?sequence=2. Tamis-Lemonda, Catherine S., & Rodriguez P, Eileen T. (2008). Parents’ Role in Fostering Young Children’s Learning and Language Development. Encyclopedia on Early Childhood Development. New York, USA. Torres, A., et al. (2006). Gender differences in cognitive functions and influence of sex hormones. Actas Esp Psiquiatr, 34(6), 408-415. UNICEF. (2010). Improving exclusive breastfeeding practices by using communication for development in infant and young child feeding programmes. UNICEF Web-based Orientation Series for Programme and Communication Specialists. New York: UNICEF.http://www.unicef.org/nutrition/files/C4D_in_EBF_manual__6_15_2010_fi nal.pdf. Votruba-Drzal, Elizabeth. (2003). Income changes and cognitive stimulation in young children's home learning environments. Journal of Marriage and Family, Vol. 65, No. 2, 341-355. Walker, Susan P., Chang, Susan M., Powell, Christine A., Grantham-McGregor, Sally M. (2005). Effects of early childhood psychosocial stimulation and nutritional supplementation on cognition and education in growth-retarded Jamaican children: prospective cohort study. Lancet 366(9499), 1804-7. Warsito, Oktarina., et al. (2012). Relationship between nutritional status, psychosocial stimulation, and cognitive development in preschool children in indonesia. Nutrition Research and Practice (Nutr Res Pract), 6(5): 451-457. Welsch, D. M., & Zimmer, D. M. (2010). The effect of health and poverty on early childhood cognitive development. Atlantic Economic Journal, 38, 37–49.
Hubungan pemberian..., Cahya Ayu Agustin, FKM UI, 2013