PENGARUH PENYULUHAN GIZI DAN STIMULASI PSIKOSOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH
YULIANA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PENGARUH PENYULUHAN GIZI DAN STIMULASI PSIKOSOSIAL TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ANAK USIA PRASEKOLAH
YULIANA
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul: Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah adalah karya saya sendiri di bawah arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Maret 2007 Yuliana NIM A561024011
ABSTRACT YULIANA. The Influence of Nutrition Education and Psychosocial Stimulation to Preschool Growth and Development. Supervised by: ALI KHOMSAN, SOEMIARTI PATMONODEWO, HADI RIYADI and DEDDY MUCHTADI. The big attention in effort to improve human quality is effort draw up the rising generation through early on start of nutrition construction, health and development stimulation. This research aimed to: 1) analyze influence of nutrition-health education and other factors to preschool growth, and 2) analyze influence of psychosocial stimulation to preschool parenting environment and development. The study design was a quasi experiment designed, non randomized control group pre-test – post test and carried out in Bogor. The locations were purposively selected at Desa Sinarsari and Desa Neglasari Kecamatan Dramaga and Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Total study samples were 70 preschools and their families. Analysis of t-test was applied to compare variables among the two groups, while analysis of regression was applied to analyze factors influenced to preschool growth. Analysis of covariance was used to analyzed factors influenced to preschool development among group 1 and group 2 while variance of stimulation was treated as fixed factor. The nutritionhealth education can significant improve nutrition-health knowledge of mother (3.4 - 4.9 point). There are 51.3% preschool growth determined by family factor and child. Psychosocial stimulation was given completely significant effect to quality of parenting environment and preschool development (parenting environment to 6.2 point, child cognate to 12.6 point, psychomotor to 20.9 point and social-emotional to 10.2 point). While psychosocial stimulation was given incompletely improving parenting environment to 1.6 point, child cognate to 4.3 point, psychomotor to 6.3 point and social-emotional to 2.0 point. Key words: Nutrition Education, Psychosocial Stimulation, Growth, Development
ABSTRAK YULIANA. Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah. Di Bimbingan oleh ALI KHOMSAN, SOEMIARTI PATMONODEWO, HADI RIYADI DAN DEDDY MUCHTADI. Perhatian besar dalam usaha meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dewasa ini adalah usaha mempersiapkan generasi muda melalui pembinaan gizi, kesehatan dan stimulasi perkembangan. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk: 1) menganalisis pengaruh penyuluhan gizi-kesehatan dan faktor lainnya terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah, dan 2) menganalisis pengaruh stimulasi psikososial terhadap lingkungan pengasuhan anak dan perkembangan anak usia prasekolah. Penelitian menggunakan disain quasi experiment non randomized control group pre-test – post test yang dilakukan di Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara purposif yaitu Desa Sinarsari dan Desa Neglasari Kecamatan Dramaga dan Desa Cibanteng Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Total contoh 70 anak beserta ibunya. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik. Untuk menganalisis perbedaan dilakukan analisis uji beda ( t-test). Untuk melihat faktor-faktor yang pengaruh digunakan analisis regresi linier berganda. Guna melihat efek dari perlakuan stimulasi terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak, dilakukan analisis kovarian dengan data tes awal sebagai kovariat dan grup perlakuan sebagai fixed factor. Penyuluhan gizi-kesehatan mampu meningkatkan pengetahuan gizikesehatan ibu secara signifikan (berkisar dari 3.4 – 4.9 poin). Rata-rata pertumbuhan anak sebelum dan setelah intervensi berdasarkan indikator berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) termasuk normal. Namun terdapat sekitar 11.5% - 14.3% tergolong wasting/kurus. Sebanyak 51.3% pertumbuhan anak (BB/TB) ditentukan oleh faktor keluarga (besar keluarga, pendapatan, pengetahuan gizi-kes ibu), faktor anak (urutan anak, BB lahir, PB lahir, morbiditas, NRTKG) dan intervensi. Panjang badan lahir dan pengetahuan gizikes ibu berpengaruh positif pada pertumbuhan anak. Stimulasi psikososial yang diberikan berupa diklat dan disertai pelaksanaan program Ibuku Guru Kami dengan metode kelompok belajar di rumah berpengaruh positif signifikan terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak. Stimulasi psikososisal yang diberikan tersebut dapat meningkatkan lingkungan pengasuhan sebesar 6.2 poin, perkembangan kognitif anak meningkat 12.6 poin, psikomotor meningkat 20.9 poin dan sosial emosional meningkat 10.2 poin. Sedangkan stimulasi psikososial tidak lengkap hanya meningkatkan lingkungan pengasuhan sebesar 1.6 poin, kognitif meningkat sebesar 4.3 poin, psikomotor meningkat 6.3 poin dan sosial emosional meningkat 2.0 poin. Pendapatan perkapita merupakan faktor lain yang berpengaruh positif signifikan terhadap perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak. Disamping itu, kepribadian anak juga turut berpengaruh positif signifikan terhadap perkembangan psikomotor anak. Kata kunci: penyuluhan gizi, stimulasi psikososial, pertumbuhan, perkembangan
Judul Disertasi
: Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
Nama
: Yuliana
Nomor Pokok
: A561024011
Program Studi
:
Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Disetujui, Komisi Pembimbing
Dr. Soemiarti Patmonodewo Anggota
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. Ketua
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, M.S. Anggota
Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S. Anggota
Diketahui,
Ketua Program Studi Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S.
Tanggal Ujian: 15 Februari 2007
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi ini. Shalawat beserta salam tak lupa penulis kirimkan kepada junjungan dan suri tauladan kita yakni Nabi Besar Muhammad SAW. Karya tulis ini dapat diselesaikan dengan bantuan do’a, dukungan, semangat, arahan serta bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulusnya atas semua keikhlasan bantuan yang telah diberikan dan semoga Allah SWT mencatat sebagai amal soleh, kepada: 1.
Prof. Dr.Ir. Ali Khomsan, M.S selaku ketua komisi pembimbing atas pengarahan, bimbingan, dan saran yang diberikan dengan penuh kesabaran mulai dari penulisan proposal hingga penulisan disertasi ini.
2.
Dr. Soemiarti Patmonodewo, selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu tentang perkembangan anak dan bimbingan serta jaringan ke Puskur Diknas, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi ini.
3.
Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S. selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan masukan yang membangun dalam penyelesaian tulisan ini.
4.
Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, M.S. selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kesempatan, kepercayaan dan penghargaan kepada penulis dalam membangun dedikasi penulis sebagai ahli gizi masyarakat nantinya.
5.
Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S. selaku dosen penguji dalam Preliminary Lisan dan sebagai Penguji luar komisi dalam ujian tertutup
6.
Dr. Gutama dan Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S. selaku dosen penguji luar komisi dalam sidang terbuka yang telah memberikan masukan-masukan yang berarti bagi penyelesaian disertasi ini.
7.
Dra Diah Heryanti, M.S., staf Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan masukan, meminjamkan buku-buku dan alat ukur perkembangan yang sangat bermanfaat.
8.
Dr. Ir. Rina Yenrina, M.Si selaku guru, kakak, dan saudara bagi penulis yang telah memberikan bantuan dengan ikhlas selama ini.
9.
Drs. Deni Ardiana (Camat Kecamatan Dramaga) dan Bapak Camat Kecamatan Ciampea beserta seluruh staf kecamatan, Kepala Desa Sinarsari, Kepala Desa Neglasari, dan Kepala Desa Cibanteng beserta seluruh staf desa dan kader posyandu
yang terlibat, terima kasih atas izin dan bantuan yang diberikan selama penelitian berlangsung. 10. Dekan dan Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia beserta seluruh staf pengajar dan karyawan khususnya Departeman Gizi Masyarakat dan Ilmu Keluarga dan Konsumen atas bekal ilmu yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 11. Dekan dan Wakil Dekan Sekolah Pascasarjana IPB beserta seluruh staf yang banyak membantu selama saya mengikuti kuliah di Program Pascasarjana IPB. 12. Rektor, Dekan Fakultas Teknik dan Ketua Jurusan IKK Universitas Negeri Padang beserta staf dan tata usaha, atas kesempatan berharga yang telah diberikan pada penulis untuk mengembangkan potensi diri. 13. Pengelola program bantuan dana pendidikan (BPPS) dari Direktorat Pendidikan Tinggi RI yang telah memberikan bantuan dana pendidikan selama penulis menempuh pendidikan di IPB. 14. Rekan-rekan pengurus el-Diina Pusat yaitu Ir. Hj. Emmi Khairani, Ir. Reskiana Rahmayanti, Dra Zulia Ilmawati (Psi), Dra Ratna Soeminar, Ir. Eko Pujiastuti, Hj Saleha Hanum M.Si, Dewi, D S. Sp.K, Marliana, S.Pd dan Dini Aminarti, A.Md. atas kerjasama, kekompakan, kerja keras dan dorongannya selama ini. Azizah, Sugih, Novi, Dini Safitri dan Nining atas bantuan dan kerjasamanya dalam pengumpulan data penelitian ini. 15. Seluruh keluarga besar Amarijal St Basa (Alm), ibunda Rosmi Rasyid, Kakanda Dra. Ratnayulis serta Uda, Abang dan Adinda di Padang serta keluarga besar Wizarni Alwi (Alm) dan Ibu Fatimah Hayatun Nufus (Alm) beserta adik-adik yang telah memberikan bantuan moril dan materil demi penyelesaian pendidikan S3 ini. 16. Suamiku yang penuh pengertian dan pengorbanan, Drs Andriwifa, dan anak-anakku tercinta: Afifah, Shiddiq, Ahmad dan Fathon, terimakasih atas kesabaran, doa yang selalu dipanjatkan dan dorongan semangat dan keikhlasan selama ini. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan pada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan yang diberikan. Semoga Allah SWT menghitung sebagai amal saleh setiap kebaikan yang diberikan selama ini. Terakhir penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak yang tidak ingin meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadapnya. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (TQS An-Nisa:9). Bogor, Maret 2007 Yuliana
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Maninjau Sumatera Barat pada tanggal 27 Juli 1970 sebagai anak kelima dari tujuh bersaudara pasangan Amarijal St. Basa (alm) dan Rosmi Rasyid. Pendidikan dasar sampai menengah atas diselesaikan di Maninjau Kecamatan Tanjung Raya Kabupaten Agam Sumatera Barat pada tahun 1989. Pada tahun yang sama Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian IPB dan lulus pada tahun 1994. Selama pendidikan S1 penulis mendapatkan beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi selama 2 tahun dan Women International Club (WIC) selama 2 tahun. Setelah lulus S1 sampai 1996 penulis bekerja di Pusat Studi Kebijakan Pangan dan Gizi, Lembaga Penelitian IPB Bogor dan sebagai asisten dosen di Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB Bogor. Penulis menikah dengan Drs. Andriwifa pada tahun 1996 dan dikaruniai empat orang anak yaitu Afifah Nur Hasanah, Muhammad Shiddiq, Muhammad Amin dan Muhammad Fathoni. Mulai bulan Maret 1997 sampai sekarang penulis menjadi dosen tetap di Jurusan Ilmu Kesejahteraan Keluarga, Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang (UNP). Pada tahun ajaran 1999 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S2 pada Program Studi Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) dan lulus pada tahun 2002 dengan biaya dari BPPS Dikti, Depdiknas. Pada tahun ajaran 2002/2003 semester genap penulis memperoleh kesempatan kembali untuk melanjutkan pendidikan S3 pada program studi yang sama di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor dengan biaya dari BPPS Dikti, Depdiknas. Selama mengikuti program S3, penulis ikut dalam beberapa penelitian yang disponsori dari dalam dan luar negeri serta aktif sebagai pengisi seminar, talk show dan pelatihan-pelatihan di bidang pendidikan dan penelitian. Karya ilmiah yang berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Bayi Usia 811 Bulan di Kota Bogor telah diterbitkan pada Jurnal Media Gizi dan Keluarga, Fakultas Pertanian IPB bulan Desember 2002. Artikel yang berjudul Dampak Anemia Gizi Besi terhadap Kualitas Sumberdaya Manusia dan Keterkaitan antara
Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan dan Status Gizi Balita di Indonesia telah disajikan dan diterbitkan dalam Prosiding Konvensi Nasional Aptekindo II dan Temu Karya XIII FT/FPTK/JPTK Universitas/IKIP Se-Indonesia di Jakarta pada bulan Februari 2004. Artikel yang berjudul Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Peningkatan Mutu Pendidikan di Perguruan Tinggi telah diterbitkan pada Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta pada bulan September 2004. Karya ilmiah berjudul Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Perkembangan Mental, Psikomotor dan Perilaku Bayi Usia 8-11 Bulan di Kota Bogor telah diterbitkan pada Jurnal Media Gizi dan Keluarga, Fakultas Pertanian IPB bulan Desember 2004. Artikel yang berjudul Penanganan Anak Autis Melalui Terapi Gizi dan Pendidikan telah diterbitkan pada Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta pada bulan Juli 2006. Artikel yang berjudul ”Atur Sendiri Mainanmu Nak” telah diterbitkan dalam Rubrik True Parenting Female Readers, Edisi IV/Vol I, Juli 2006, Jakarta. Karya ilmiah yang berjudul Analisis Pola Pengasuhan, Morbiditas, Konsumsi Gizi dan Status Gizi Anak Usia Prasekolah di Pedesaan dan Perkotaan Pulau Jawa akan segera diterbitkan dalam Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Pendidikan Nasional. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis. Dari bulan September sampai Desember 2006, penulis aktif sebagai pemateri seminar yang bertema Kedelai Ditinjau dari Aspek Gizi dan Kesehatan yang diadakan di Universitas Pasundan Bandung Jawa Barat, Universitas Katolik Soegijapranata,
Politeknik Kesehatan Jakarta II Depkes RI dan Universitas
Andalas Padang Sumatera Barat.
Pada bulan September 2006 juga penulis
bersama rekan-rekan lain mendirikan Yayasan el-Diina dengan konsep Pendidikan Integral Anak Usia Dini Berbasis Aqidah Islam, Program Ibuku Guru Kami dengan Metode Home Schooling Group dalam rangka mewujudkan Ibu Tangguh dan Generasi Pemimpin. Dalam kepengurusan yayasan, penulis sebagai ketua umum.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ............................................................................................. DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... PENDAHULUAN ............................................................................................
1
Latar Belakang .......................................................................................
1
Tujuan Penelitian ...................................................................................
7
Manfaat Penelitian .................................................................................
7
TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................
8
Pertumbuhan Anak dan Penilaiannya .....................................................
8
Perkembangan Anak dan Penilaiannya ................................................... 14 Pentingnya Berinvestasi pada Perkembangan Anak Usia Dini (Prasekolah) ............................................................................................. 19 Kerangka Teoritis Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah ............................................................................................... 20 Pengaruh Zat Gizi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah ............................................................................. 23 Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah.............................................................................. 29 Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah.............................................................................. 47 Dampak Stimulasi terhadap Perkembangan Anak .................................. 49 Berbagai Rancangan Program Pendidikan Anak Usia Prasekolah.......... 52 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS .............................................. 67 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 67 Hipotesis ................................................................................................ 68 METODE PENELITIAN .................................................................................. 70 Disain, Tempat dan Waktu Penelitian .................................................. 70 Ukuran Contoh, Unit Observasi , Unit Analisis dan Pemilihan Contoh
70
Pelaksanaan Intervensi ............................................................................ 72 Jenis dan Cara Pengumpulan Data .......................................................... 73
Pengolahan dan Analisis Data ............................................................... 77 Definisi Operasional .............................................................................. 79 HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 82 Keadaan Umum Lokasi Penelitian ........................................................ 82 Karakteristik Keluarga ........................................................................... 84 Karakteristik Anak ................................................................................. 88 Konsumsi Zat Gizi Anak ........................................................................ 94 Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu ............................................................ 95 Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan ........................................................... 96 Lingkungan Pengasuhan ......................................................................... 97 Perkembangan Anak .............................................................................. 99 Pengaruh Penyuluhan Gizi-Kesehatan terhadap Pengetahuan GiziKesehatan Ibu dan Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan ........................... 101 Pengaruh Berbagai Faktor terhadap Pertumbuhan Anak Usia Prasekolah .............................................................................................. 102 Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Lingkungan Pengasuhan ...... 104 Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Anak Usia Prasekolah ............................................................................................... 108 Konsep Pendidikan Integral Anak Usia Dini Berbasis Aqidah Islam Melalui Program Ibuku Guru Kami dan Metode Kelompok Belajar di Rumah (Home Shooling Group) ........................................................... 118 SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 128 DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 132 LAMPIRAN........................................................................................................ 138
DAFTAR TABEL Halaman 1
Perkembangan Anak Usia Prasekolah ......................................................... 16
2
Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak yang berusia 0-6 Tahun ..... 24
3
Prinsip Teoritis Perkembangan dan Belajar Anak ........................................ 44
4
Model Pembelajaran dan Pengajaran ............................................................ 46
5
Hasil Penelitian Intervensi Stimulasi Psikososial pada Anak ....................... 51
6
Peubah, Cara, Waktu Pengukuran dan Pengolahan Data ............................ 76
7
Uji Kesetaraan Karakteristik Keluarga Antar Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) .............................................................................. 84
8
Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu menurut Kelompok Stimulasi ............... 85
9
Sebaran Ayah dan Ibu menurut Jenis Pekerjaan dan Kelompok Stimulasi........................................................................................................ 86
10 Rata-Rata dan Standar Deviasi Pendapatan Keluarga menurut Sumber Pendapatan dan Kelompok Stimulasi .............................................. 87 11 Uji kesetaraan Karakteristik anak antar Kelompok Stimulasi ...................... 89 12 Rata-Rata Konsumsi, kecukupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Anak Menurut Kelompok Stimulasi ............................................................. 95 13 Sebaran Anak Usia Prasekolah menurut Nilai Rata-Rata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG) dan Kelompok Stimulasi .................................. 95 14 Sebaran Ibu menurut Kategori Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi ............................................................................... 96 15 Sebaran Ibu menurut Kategori Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi ............................................................................... 97 16 Sebaran Ibu menurut Kategori Lingkungan Pengasuhan dan Kelompok Stimulasi...................................................................................... 99 17 Sebaran Anak menurut Aspek Perkembangan dan Kelompok Stimulasi........................................................................................................ 100 18 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Anak............................... 103 19 Rataan Skor dan Hasil Uji Beda Lingkungan Pengasuhan menurut Kelompok dan Periode Pengukuran.............................................................. 105 20 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Lingkungan Pengasuhan ................... 106 21 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Lingkungan Pengasuhan Anak Usia Prasekolah ............................................................... 107 22 Rataan Skor dan Hasil Uji Beda Perkembangan Anak menurut Kelompok dan Periode Pengukuran.............................................................. 108 23 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Kognitif .................... 110
24 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Perkembangan Kognitif ................................................................................ 110 25 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Psikomotor ............... 113 26 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Psikomotor............................................................................ 113 27 Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Sosial Emosional...................................................................................................... 115 28 Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Sosial Emosional .................................................................. 116
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Keadaan Gizi pada Masa Janin dan Usia Dini ............................................................................ 11
2
Diagram Kerangka Konseptual Proses Tumbuh Kembang Anak ................ 21
3
Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak.................................................... 22
4
Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Prasekolah ..................................................................................................... 23
5
Peran Pola Asuh (Care) pada Pertumbuhan dan Perkembangan Anak .............................................................................................................. 35
6
Kerangka Pemikiran Penelitian Pengaruh Penyuluhan Gizi, dan Stimulasi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah .................................................................................................... 69
7
Teknik Penarikan Contoh Penelitian............................................................. 71
8
Kerangka Tahapan Penelitian ....................................................................... 74
9
Rataan Skor Morbiditas Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial ..................... 91
10 Rataan Skor-Z Pertumbuhan Anak (BB/TB) Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 93 11 Rataan Skor Kepribadian Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial.................. 94 12 Rataan Skor Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan .......................................................................... 101 13 Rataan Skor Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................... 102 14 Rataan Skor Lingkungan Pengasuhan Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 105 15 Rataan Skor Perkembangan Kognitif Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 109 16 Rataan Skor Perkembangan Psikomotor Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 112 17 Rataan Skor Perkembangan Sosial Emosional Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial..................................................................................................... 115
DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1
Peta Lokasi Penelitian .................................................................................. 138
2
Kuesioner Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah............... 139
3
Materi Penyuluhan Gizi-Kesehatan ........................................................... 159
4
Materi Diklat Stimulasi Psikososial ............................................................ 160
5
Instrumen Perkembangan Anak .................................................................. 161
6
Lingkungan Pengasuhan Anak (Home Inventory) ....................................... 171
7
Deskripsi Modul Diklat Stimulasi Psikososial Anak Usia Prasekolah Program Ibuku Guru Kami dengan Metode Home Schooling Group ......................... 174
PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan proses perubahan
yang
terjadi pada setiap makhluk hidup. Perubahan yang terjadi pada seseorang tidak hanya meliputi apa yang kelihatan seperti perubahan fisik dengan bertambahnya berat badan dan tinggi badan, tetapi juga perubahan (perkembangan) dalam segi lain seperti berfikir, emosi, dan bertingkah laku. Pertumbuhan dan perkembangan adalah dua peristiwa yang sifatnya berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan.
Pertumbuhan (growth)
berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa diukur dengan ukuran berat (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter), umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Sedangkan perkembangan
(development) adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan, sebagai hasil dari proses pematangan (Soetjiningsih 1998). Myers (1995) mendefinisikan pertumbuhan sebagai perubahan secara kuantitatif pada aspek fisik, yaitu merupakan proses pertambahan jumlah dan ukuran sel. Ukuran pertumbuhan anak bisa dilihat dari penambahan berat badan atau tinggi badan atau kedua-duanya. Perkembangan anak merupakan proses perubahan dimana anak belajar pada tingkatan yang lebih kompleks dalam bergerak,
berpikir,
berperasaan,
dan
berhubungan
dengan
yang
lain.
Perkembangan dalam arti sempit bisa disebut sebagai proses pematangan fungsifungsi non fisik atau perubahan kuantitatif dan kualitatif sebagai suatu proses perubahan
yang
progresif,
koheren,
dan
berurutan.
Kartono
(1990)
mengemukakan bahwa perkembangan bisa didefinisikan sebagai hasil proses pematangan fungsi-fungsi psikis dan fisik pada diri anak, yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu menuju kedewasaan. Perkembangan anak usia dini (early child development, ECD) adalah periode perkembangan yang paling cepat pada kehidupan manusia. Pada masa ini, pertumbuhan anak berlangsung dengan cepat. Selain itu, kompetensi kognitif, emosi, dan sosial mulai dibentuk dan diperluas (Jalal 2003a). Perkembangan anak
2
meliputi perkembangan perilaku tidak matang menjadi matang; dari pola yang sederhana menjadi kompleks; dan evolusi manusia dari keterikatan menjadi masa dewasa yang otonom (Theresia & Caplan 1983). Semua anak-anak tumbuh melalui suatu tahapan pertumbuhan dan perubahan fisik, kognitif, dan emosional yang dapat diidentifikasi. Pendekatan perkembangan anak usia dini didasarkan pada fakta bahwa anak-anak merespon paling baik ketika pengasuh (caregivers) menggunakan teknik khusus (spesifik) yang dirancang untuk mendorong dan merangsang pencapaian kemajuan ke taraf perkembangan berikutnya. Masa kanak-kanak dini adalah tahun-tahun kritis untuk berspekulasi, bereksplorasi, bermain, dan berkreasi tanpa takut gagal untuk menguji ide, belajar menyelesaikan masalah, memperluas kepercayaan pada masa dewasa, dan membangun hubungan dengan orang seusia. Pada masa ini, rentang perhatian diperluas dan mereka meningkatkan pengetahuannya (Theresia & Caplan 1983). Masa usia prasekolah merupakan masa anak usia dini yang sangat khusus. Anak pada usia prasekolah berada pada proses perkembangan penting: perubahan dari terikat menjadi lebih bebas; dari koordinasi yang kaku menjadi lebih teratur dan terampil; dari bahasa tubuh ke bahasa verbal; dari ketaatan yang kuat terhadap kendali dari luar ke perkembangan kendali dari diri sendiri (inner control); dan dari kepedulian personal ke tumbuhnya kepedulian sosial (Theresia & Caplan 1983). Patmonodewo (2003) mendefinisikan bahwa yang dimaksudkan dengan anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun. Kelompok usia ini biasanya mengikuti program prasekolah atau kindergarten. Sedangkan di Indonesia, umumnya mereka mengikuti program Tempat Penitipan Anak (3 bulan – 5 tahun) dan Kelompok Bermain (usia 3 tahun), sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program Taman Kanak-Kanak. Pada usia 3-6 tahun ini anak berbeda dari anak-anak pada usia lainnya. Mereka sangat aktif. Aktivitas yang lazim adalah membuat keributan. Mereka mengucapkan apa yang ada di pikirannya, dan memiliki keinginan yang besar untuk berbicara dengan temannya. Anak pada usia 3-6 tahun, secara alami, juga dicirikan oleh sifat yang sangat pemalu. Patmonodewo (2001) mengatakan bahwa
3
masa ini adalah masa peka. Ini merupakan suatu teori yang sangat khas dan banyak diterima oleh para tokoh pendidik anak lainnya. Dalam rentang perkembangan anak usia 3-6 tahun akan muncul keadaan dimana suatu potensi menunjukkan kepekaan (sensitif) untuk berkembang. Setiap anak adalah pribadi yang unik dengan temperamen, gaya belajar, latar belakang keluarga, pola dan waktu pertumbuhan yang individual. Namun, terdapat tahapan pertumbuhan universal dan perubahan yang terjadi selama 9 (sembilan) tahun pertama kehidupan. Dengan berkembangnya anak, mereka membutuhkan tipe rangsangan dan interaksi yang berbeda untuk melatih keahlian mereka dan untuk mengembangkan hal yang baru. Pada setiap usia, kebutuhan dasar kesehatan dan gizi adalah esensial (Jalal 2003a). Peran dan tanggungjawab orang tua pada proses pembimbingan dan pengasuhan pada anak sangat besar, terutama dalam membantu anak melewati masa penting dalam rentang usia 3-6 tahun. Namun kenyataannya, banyak orang tua yang belum sepenuhnya memiliki pemahaman yang benar tentang pertumbuhan dan perkembangan anak usia ini. Minimnya pemahaman orang tua, tentunya akan berakibat bagi pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan mengendapkan the hidden potency yang telah dimiliki oleh anak, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Hasil kajian terhadap data pertumbuhan anak balita di Pakistan, Swedia dan Hongkong di desa dan kota yang dilakukan oleh Kalberg, Jalal, Lam, Low, dan Yeung (1994) menyimpulkan
bahwa
gangguan
pertumbuhan
lebih
disebabkan
karena
lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah gizi, infeksi, kualitas ibu dan interaksinya. Terjadinya gangguan pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan mendatar (gangguan tumbuh kembang) berkaitan erat dengan dua faktor langsung yaitu: 1) intake gizi dan 2) infeksi. Kedua faktor langsung tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan. Gangguan tumbuh kembang dapat dicegah dan diperbaiki melalui: perbaikan konsumsi, suplemen dan penyuluhan gizi, peningkatan kualitas pola asuh, pelayanan kesehatan dan pencegahan terhadap infeksi. Menurut Husaini (1999) peningkatan pola asuh dapat dilakukan dengan empat pendekatan yaitu
4
pendekatan motorik anak dengan KMS perkembangan motorik, pendekatan informasi, pendekatan keterampilan dan pendekatan sumberdaya keluarga. Menurut Jalal (2003a), cukup banyak alasan mengapa pendidikan sejak dini berperan besar dalam pengembangan sumberdaya manusia dan pembentukan manusia seutuhnya. Mulai dari rendahnya rata-rata Nilai Ebtanas Murni (NEM) SD-SLTP, tingginya angka mengulang pada kelas SD awal sampai dengan rendahnya peringkat Human Development Index (HDI). Pada tahun 2005 Indonesia termasuk urutan HDI ke-111 dari 176 Negara. Penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak usia dini juga cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak usia dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak guna mewujudkan generasi mendatang yang berkualitas dan mampu bersaing dalam percaturan dunia yang mengglobal pada milenium ke tiga ini. Kualitas manusia dari pandangan gizi dijabarkan dalam bentuk peningkatan kemampuan intelektual dan kesehatan yang bisa diukur dengan terwujudnya kemampuan fisik dan produktivitas kerja. Hadju, Meutusalach dan Karyadi (1998) mengemukakan bahwa perhatian besar dalam usaha meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dewasa ini adalah usaha mempersiapkan generasi muda melalui pembinaan gizi dan kesehatan sejak dini mulai dari pembinaan wanita calon ibu, pemeliharaan janin, bayi, anak balita, dan anak sekolah. Hal ini dimaksudkan dengan semakin dini dan berkesinambungan pembinaan gizi dan kesehatan serta stimulasi yang dilakukan maka pembentukan generasi berkualitas semakin cepat terwujud. Pemerintah Indonesia telah memperkenalkan panduan stimulasi dalam program Bina Keluarga Balita (BKB) sejak tahun 1980, namun implementasinya belum memasyarakat. Hasil penelitian Herawati (2002) di Bogor menemukan bahwa dari 265 keluarga yang diteliti, hanya terdapat 15% yang mengetahui program BKB. Faktor penentu lain dari kurang memasyarakatnya program BKB adalah rendahnya tingkat partisipasi orang tua.
Kemudian pada tahun 2001,
pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda mengeluarkan program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Namun keberadaan program
tersebut
belum
menjangkau
tingkat
pedesaan
secara
merata.
5
Keberadaannya baru terbatas satu dalam setiap kecamatan, sehingga belum dapat diakses langsung oleh masyarakat yang berlokasi jauh dari pusat kecamatan. Gutama (2005) dan Jalal (2005) mengemukakan bahwa permasalahan mendasar dalam pelaksanaan dan pengembangan pendidikan anak usia dini di tanah-air antara lain adalah: (1) Masih banyaknya anak usia dini yang belum tersentuh oleh layanan pendidikan dini apapun. Sampai tahun 2001 jumlah mereka (anak usia 0-6 tahun) yang belum terlayani diperkirakan sebanyak 19 juta anak atau 73%. Artinya baru sekitar 27% yang mendapatkan layanan pendidikan dini. Dalam kondisi inipun terdapat kesenjangan yang lebar antara anak-anak di daerah perkotaan dan pedesaan dalam akses layanan pendidikan anak usia dini. Akses layanan pendidikan anak usia dini di daerah pedesaan hanya 33,4% dan untuk daerah perkotaan telah mencapai 63,4%, padahal populasi anak usia dini sebagian besar berada di pedesaan (60%). Khusus anak usia prasekolah, akses layanan pendidikan anak usia dini masih rendah (sekitar 20.0%). Artinya sebanyak 80.0% lainnya belum terlayani di pusat-pusat pendidikan anak usia dini. Kesenjangan antara pedesaan dan perkotaan juga terjadi (Jalal 2002). Hasil yang serupa juga ditemui pada penelitian yang dilakukan di penghujung tahun 2004 dan awal tahun 2005 di Pulau Jawa, bahwa sebagian besar (86.3% di pedesaan dan 73.2% di perkotaan) anak usia prasekolah belum mengakses program-program pendidikan yang ada baik jalur formal maupun non formal (Yuliana, Khomsan, Patmonodewo, Riyadi dan Muchtadi 2007); (2) Masih sangat rendahnya kesadaran orang tua dan masyarakat terhadap pentingnya pendidikan anak usia dini, sehingga kurang memberikan perhatian kepada anak untuk mendapatkan pendidikan; (3) Masih rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat sehingga tidak mampu membiayai pendidikan anaknya; (4) Belum adanya sistem yang menjamin keterpaduan dalam penanganan anak usia dini yang bersifat holistik; (5) Masih terbatasnya jumlah tenaga pendidik untuk anak usia dini, serta masih relatif rendahnya kualitas tenaga yang sudah ada; (6) Sangat terpencarnya keberadaan anak-anak usia dini yang harus dilayani, terutama yang ada di daerah-daerah yang sulit dijangkau karena kendala geografis dan transportasi; (7) Masih minimnya ketersediaan prasarana dan sarana pendidikan bagi anak usia dini, terutama mereka yang berusia di bawah 4 tahun; (8) Masih terbatasnya jumlah perguruan
6
tinggi yang memiliki jurusan khusus untuk pendidikan anak usia dini dan terbatasnya penelitian di bidang pendidikan dini. Upaya untuk melakukan menyuluhan gizi-kesehatan dan pemberian stimulasi psikososial pada orang tua sangat penting dilakukan. Upaya tersebut dalam rangka meningkatkan pengetahuan gizi-kesehatan ibu serta keterampilan ibu dalam melakukan pengasuhan dan pendidikan anak sendiri yang dilengkapi dengan
metode
pelaksanaannya,
guna
menunjang
pertumbuhan
dan
perkembangan anak. Sudah ada beberapa penelitian yang dilakukan di Indonesia terkait dengan pengaruh pemberian penyuluhan gizi-kesehatan dan atau stimulasi psikososial terhadap tumbuh-kembang anak yang menunjukkan hasil secara umum bahwa pemberian penyuluhan gizi-kesehatan dan atau stimulasi psikososial dapat meningkatkan pengetahuan gizi dan pertumbuhan anak serta peningkatan skor perkembangan anak. Penelitian-penelitian tersebut antara lain adalah: (1) Intervensi Dini Sebagai Sarana Peningkatan Perkembangan Anak yang diteliti oleh Patmonodewo (1993) terhadap anak usia 12-24 bulan di Kecamatan Sewon Kabupaten Bantul Yogyakarta; (2) Model Pengasuhan Anak Bawah Dua Tahun dalam Meningkatkan Status Gizi dan Perkembangan Psikososial yang diteliti oleh Anwar (2002) terhadap anak usia 12-18 bulan di Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor Jawa Barat; (3) Model pendidikan ”Gi-Psi-Sehat” bagi Ibu serta dampaknya terhadap Perilaku Ibu, Lingkungan Pembelajaran, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Anak Usia Dini yang diteliti oleh Madanijah (2003) terhadap bayi 0-11 bulan di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor; (4) Pengaruh Suplemen MPASI, Penyuluhan Gizi dan Stimulasi terhadap Tumbuh-Kembang Anak Bawah Dua Tahun yang diteliti oleh Herawati (2005) terhadap anak usia 6-12 bulan di Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi, Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor dan Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Semua penelitian yang dilakukan oleh peneliti tersebut diatas dilakukan pada anak-anak dibawah usia dua tahun dan pendekatan stimulasi diberikan melalui ibu. Unsur kebaruan dari penelitian yang dilakukan ini adalah kepada sasaran yang berbeda yaitu kepada anak usia prasekolah (3-6 tahun) dengan pendekatan pemberian stimulasi diberikan kepada ibu dan juga anak.
7
Dalam penelitian ini, kepada para ibu dari anak usia prasekolah diberikan intervensi berupa penyuluhan gizi-kesehatan dan stimulasi psikososial berupa pendidikan dan latihan (diklat) serta praktek pelaksanaan stimulasi psikososial pada anak usia prasekolah dengan menggunakan Program Ibuku Guru Kami melalui metode kelompok belajar di rumah (Home Schooling Group). Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka pertanyaan penelitian yang akan dijawab dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pengaruh penyuluhan gizikesehatan dan faktor lainnya terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah? (2) Bagaimana pengaruh stimulasi psikososial dan faktor lainnya terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah?
Tujuan Penelitian Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh penyuluhan
gizi
dan
stimulasi
psikososial
terhadap
pertumbuhan
dan
perkembangan anak usia prasekolah Tujuan Khusus 1. Menganalisis pengaruh penyuluhan gizi-kesehatan dan faktor lainnya terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah. 2.
Menganalisis pengaruh stimulasi psikososial dan faktor lainnya terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini secara umum diharapkan
dapat memberikan
pengetahuan tentang pengaruh penyuluhan gizi-kesehatan dan stimulasi psikososial terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah khususnya di Kabupaten Bogor serta dapat mengetahui faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah. Secara khusus bermanfaat untuk mengidentifikasi pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah di Kabupaten Bogor serta diharapkan dapat menghasilkan suatu pendekatan praktis dan sederhana dalam penanganan anak usia prasekolah dari keluarga secara terpadu sehingga menjadi motivasi dan pedoman bagi pemerintah, masyarakat, dan keluarga.
TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Anak dan Penilaiannya Pertumbuhan Anak Tumbuh berarti meningkatnya ukuran. Pertumbuhan terjadi apabila sel bertambah banyak atau bertambah besar ukurannya. Pertumbuhan anak (child growth) adalah proses perubahan jasmani secara kuantitatif pada tubuh seorang anak sejak pembuahan, berupa pertambahan ukuran dan struktur tubuh (Satoto 1990). Pertumbuhan yang dimaksud tidak hanya pada bagian luar tubuh saja tetapi juga pada organ dalam tubuh, termasuk jantung, hati dan otak. Berdasarkan definisi dalam The British Medical Dictionary, pertumbuhan merupakan perkembangan progresif mahluk hidup atau bagian organisme mulai dari tahap paling awal sampai dewasa, termasuk pertambahan dalam ukuran (Hurlock 1997). Pertumbuhan melibatkan suatu rangkaian perubahan, tidak hanya peningkatan dalam ukuran tetapi juga spesialisasi berbagai bagian tubuh untuk melakukan fungsi-fungsi yang berbeda. Proses pertumbuhan anak berlangsung pada sel, organ dan tubuh. Pertumbuhan tersebut terjadi dalam tiga tahap, yaitu hiperplasia (bertambahnya jumlah sel), hiperplasia dan hipertrofi (bertambahnya jumlah dan kematangan sel), dan hipertrofi (bertambahnya ukuran dan kematangan sel). Selanjutnya, setiap organ atau bagian tubuh lain mengikuti pola pertumbuhan yang berbeda dalam setiap tahapan tersebut (Solihin 1993, Anwar 2002). Pertumbuhan berlangsung sejak konsepsi sampai anak berusia 18 tahun. Tahapan pertumbuhan anak sejak konsepsi sampai berusia 18 tahun adalah sebagai berikut: •
Masa pralahir, yaitu masa mudigah (sejak pembuahan sampai dengan kehamilan 8 minggu) dan masa janin (usia kehamilan 8 minggu sampai dengan full term).
•
Masa bayi, yaitu masa sejak lahir sampai dengan usia 1 tahun.
•
Masa batita, yaitu bayi berusia 1-3 tahun.
•
Masa prasekolah, yaitu anak yang berusia 3-6 tahun.
•
Masa sekolah, yaitu anak yang berusia 6-12 tahun.
9
•
Masa remaja, yaitu masa pada saat anak berusia 12,5-18 tahun (pria) dan 10,5-18 tahun (wanita). Pertumbuhan pada usia 2 (dua) tahun pertama dicirikan oleh pertambahan
gradual baik pada kecepatan pertumbuhan linier maupun laju pertambahan berat badan. Pada masa inilah anak memunculkan pola pertumbuhan yang konsisten dengan latar belakang genetiknya. Pertumbuhan cepat (catch-up growth) dimulai pada usia 3 (tiga) bulan dan berakhir pada usia 12-18 bulan, sementara pertumbuhan lambat (lag-down growth) sedikit lebih belakangan dan dapat belum berakhir hingga usia 24 bulan (2 tahun). Satoto (1990) mengemukakan bahwa fase pertumbuhan lambat terjadi pada awal pertumbuhan, berupa hasil sintesis enzimatis awal dan perubahan faal dalam sel. Panjang pendeknya fase ini sangat tergantung pada masukan zat gizi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan keadaan faal ses-sel dalam tubuh. Sedangkan dalam fase eksponensial terjadi peningkatan jumlah sel yang berlipat ganda dalam setiap proliferasi. Keadaan ini terjadi bila masukan gizi optimal dan tidak ada faktor lain yang mengganggu.
Fase pertumbuhan tetap (stationer)
terjadi akibat pembatasan-pembatasan yang ada termasuk kemungkinan keterbatasan masukan zat gizi dan adanya gangguan lain. Pola pertumbuhan dibatasi oleh dua hal utama yaitu faktor genetis dan faktor lingkungan (Margen 1984). Kemampuan genetis dapat muncul secara optimal jika didukung oleh faktor lingkungan yang kondusif. Pertumbuhan akan berlangsung optimal jika kebutuhan zat gizi untuk pertumbuhan organ tubuh tersedia dalam kuantitas dan kualitas yang tepat dan tubuh tidak terpapar infeksi yang dapat mengganggu proses pertumbuhan. Jika ada hal yang tidak mendukung pertumbuhan maka akan terjadi gangguan pertumbuhan. Gangguan pertumbuhan dalam jangka waktu lama akan menyebabkan terjadinya gagal tubuh. Gangguan tumbuh kembang dapat diartikan sebagai pertumbuhan mendatar yang menyimpang dari standar baku pertumbuhan WHO. Gangguan pertumbuhan banyak ditemui di negara berkembang termasuk Indonesia. Di Asia Selatan sejak tahun 1975 sampai 1990 terdapat lebih 50% anak balita yang diklasifikasikan underwegiht dan stunted. Hampir selama 10 tahun pertumbuhan anak balita di Indonesia relatif tidak mengalami perbaikan. Meskipun pada saat
10
lahir status gizi anak baik yang ditunjukkan dengan ZBBU > 0 namun semakin meningkat umur anak semakin menjauh dari standar ZBBU seharusnya. Setelah umur 12 bulan terjadi pertumbuhan mendatar pada ZBBU antara –1 sampai –2. Hasil kajian Jahari et al. (2000) terhadap data SUSENAS menunjukkan tingginya prevalensi gizi kurang di Indonesia sekitar 28% pada tahun 1998 dan terjadi peningkatan prevalensi gizi buruk dari 6% pada tahun tahun 1989 menjadi 9.5% pada tahun 1999. Penelitian tersebut juga menunjukkan masalah gangguan pertumbuhan sudah mulai muncul pada usia dini. Gangguan tumbuh kembang pada anak balita terjadi baik pada anak perempuan maupun anak laki-laki. Dari data Survei Gizi dan Kesehatan HAKI, tinggi badan rata-rata anak balita pada umumnya mendekati rujukan hanya sampai dengan usia 5-6 bulan, kemudian perbedaan tinggi badan menjadi melebar setelah usia 6 bulan, baik pada anak laki-laki maupun perempuan. Kondisinya sama dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2002. Gangguan pertumbuhan yang dicerminkan dengan rendahnya tinggi badan menurut umur (stunting) erat kaitannya dengan kualitas anak tesebut. Kurang gizi yang dimanifestasikan dalam bentuk gangguan pertumbuhan akan berpengaruh terhadap perilaku dan kecerdasan anak (Dasen 1988). Pengaruh langsung adalah terganggunya fungsi sistem neuron dan susunan pusat syaraf; pengaruh tidak langsung adalah rendahnya aktivitas anak untuk melakukan eksplorasi sebagai adaptasi menghemat penggunaan energi. Hasil-hasil penelitian di Jamaica, Nepal dan West Bengal mengungkapkan bahwa anak yang kurang gizi selalu mendekap dengan ibunya dan lebih sedikit bermain dibanding dengan anak-anak yang gizinya baik (Grantham, McGregor, Walker, Chang, & Powel 1997). Walka dan Pollit (2000) menemukan tinggi badan berhubungan nyata dengan perkembangan motorik anak. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kekurangan gizi pada usia dini berdampak pada terganggunya tumbuh kembang, rendahnya kemampuan kognitif yang tercermin dari IQ, rendahnya kematangan sosial pada saat usia sekolah yang ditunjukkan dengan rendahnya perhatian. Kemampuan belajar dan pencapaian prestasi di sekolah (Martorell 1995). Disisi lain imunitas tumbuh anak juga rendah sehingga lebih rentan terhadap serangan penyakit infeksi. Dampak jangka pendek
11
dan jangka panjang dari keadaan gizi pada masa janin dan usia dini seperti terlihat pada Gambar 1. Dampak Jangka Pendek
Keadaan gizi pada masa janin dan usia dini
Dampak Jangka Panjang
Perkembangan otak
Kognitif dan performans pendidikan
Pertumbuhan dan masa otot serta komposisi tubuh
Imunitas Kapasitas Kerja
Program metabolisme: glukosa, lemak, protein, hormon/reseptor/gen
Diabetes, obesitas, jantung, hipertensi, kanker stroke dan penuaan dini
Gambar 1. Dampak Jangka Pendek dan Panjang dari Keadaan Gizi pada Masa Janin dan Usia Dini (Sumber: ACC/SCN 2000). Berdasarkan Gambar 1 tersebut dapat dipahami bahwa masalah gizi tidak saja berdampak jangka pendek tapi berbekas sampai masa depan. Dampak jangka pendek gizi kurang dapat mengakibatkan hambatan pertumbuhan panjang badan sekitar 10 cm, berat badan sekitar 2 kg dan hambatan mental yang berpotensi turun sampai 10 poin, meningkatnya anemia dan kematian anak (Woodshouse dalam Kartika, Prihartini, Syafrudin, dan Jahari 2000). Gizi kurang dan buruk tidak hanya meningkatkan resiko morbiditas dan mortalitas prenatal dan bayi tapi juga mempengaruhi pertumbuhan fisik jangka panjang, perkembangan kognitif, kapasitas belajar, prestasi sekolah dan prestasi kerja di masa depan. Sehubungan dengan hal itu, Barker (1994) berhipotetis bahwa masalah gizi pada umur satu tahun dapat berdampak pada keterlambatan perkembangan kognitif dan meningkatnya kejadian penyakit degenarif atau penyakit non infeksi yang dikenal sebagai implikasi double burden. Pada awalnya orang masih beranggapan pertumbuhan dipengaruhi oleh tempat, budaya, etnik dan genetik. Namun dari hasil kajian terhadap data pertumbuhan anak balita di Pakistan, Swedia dan Hongkong di desa dan kota,
12
Kalberg, Jalal, Lam, Low, dan Yeung (1994) menyimpulkan bahwa gangguan pertumbuhan tidak disebabkan oleh genetik dan etnik tapi lebih disebabkan karena lingkungan. Lingkungan yang dimaksud adalah gizi, infeksi, kualitas ibu dan interaksinya.
Dalam hal ini Husaini (1999) menyatakan bahwa praktek
pengasuhan berbeda antara budaya dan tempat namun kebutuhan anak terhadap makanan, kesehatan, perlindungan dan kasih sayang bersifat universal. Terjadinya gangguan pertumbuhan yang menyebabkan pertumbuhan mendatar (gangguan tumbuh kembang) berkaitan erat dengan dua faktor langsung yaitu: 1) intake gizi dan 2) infeksi. Kedua faktor langsung tersebut dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan. Menurut Soekirman (2000) terdapat empat alasan mengapa terjadi gagal pertumbuhan pada anak yaitu : 1) Anak tidak cukup mendapat makan, khususnya makanan pendamping; 2) Anak bertambah aktif ketika mulai belajar berjalan sehingga kebutuhan makanan perlu ditambah, namun banyak ibu tidak memberikan tambahan. Hal ini mengakibatkan output tidak sesuai dengan input; 3) Penyakit dan infeksi mempengaruhi penggunaan zat gizi dalam makanan. Selain itu, juga menyebabkan nafsu makan berkurang sehingga zat makanan yang masuk dalam tubuh sedikit dan 4) Anak-anak memerlukan kata-kata lembut dan sentuhan-sentuhan penuh kasih sayang yang dapat merangsang peningkatan hormon pertumbuhan dan daya tahan tubuh. Gangguan tumbuh kembang dapat dicegah dan diperbaiki melalui: perbaikan konsumsi, suplemen dan penyuluhan gizi, peningkatan kualitas pola asuh, pelayanan kesehatan dan pencegahan terhadap infeksi. Menurut Husaini (1999) peningkatan pola asuh dapat dilakukan dengan empat pendekatan yaitu pendekatan motorik anak dengan KMS perkembangan motorik, pendekatan informasi, pendekatan keterampilan dan pendekatan sumberdaya keluarga. Penilaian Pertumbuhan Penilaian pertumbuhan dapat dilakukan dengan menggunakan metode antropometri melalui pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar lengan atas, lingkar kepala, lingkar dada, dan tebal lemak kulit. Berat badan digunakan untuk mengukur pertumbuhan menyeluruh dan tinggi badan atau panjang badan dipakai untuk mengukur pertumbuhan linier. Lingkaran organ tubuh tertentu (lengan atas,
13
kepala, dada, paha) atau panjang organ tertentu (tulang belakang, tulang paha, tulang lengan, rentang tangan, tinggi duduk) atau tebal lemak dibawah kulit dipakai sebagai ukuran pengganti tak langsung (Gibson 1990). Menurut Myers (1992), ukuran pertumbuhan yang paling mudah dilihat adalah bobot badan atau tinggi badan. Pertumbuhan pada masa kanak-kanak adalah proses yang relatif stabil. Pertumbuhan yang dilihat dari kenaikan berat badan rata-rata pada 6 (enam) bulan pertama naik sebesar 0,5-1,0 kg per bulan. Peningkatan berat badan sampai akhir tahun pertama berkisar dari 0,35-0,50 kg per bulan. Selama tahun kedua, angka penambahan berat badan sekitar 0,25 kg per bulan, kemudian pada usia pra sekolah menjadi sekitar 2 kg per tahun sampai berusia 10 tahun (Jelliffe 1994). Pertumbuhan yang dilihat dari tinggi badan pada akhir tahun pertama bertambah 50% dari panjang badan ketika lahir. Dan menjadi dua kali lipat pada akhir tahun keempat. Hingga pada usia 4 tahun, wanita tumbuh sedikit lebih cepat daripada pria dan keduanya kemudian tumbuh dengan laju rata-rata 5-6 cm/tahun dan 2,5 kg/tahun sampai munculnya masa pubertas. Menurut Soetjiningsih (1998), rata-rata kenaikan tinggi badan pada anak usia prasekolah adalah 6-8 cm/tahun. Penilaian status gizi masyarakat dalam kegiatan yang berkaitan dengan program gizi di Indonesia, dianjurkan menggunakan secara seragam baku rujukan WHO-NCHS sebagai pembanding dalam penilain status gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Kesepakatan pakar gizi Indonesia yang bekerjasama dengan UNICEF (WHO 1995) memberikan keseragaman istilah status gizi baku antropometri berdasarkan baku antropometri WHO-NCHS : a. BB/U
b. TB/U
: Gizi Lebih Gizi Baik
: -2 SD < z-skor < 2 SD
Gizi Kurang
: -3 SD < z-skor <-2 SD
Gizi Buruk
: < -3 SD
: Normal Pendek/Stunted
c. BB/TB
: > 2 SD
: Gemuk
: > -2 SD : < -2 SD : > 2 SD
Normal
: -2 SD < z-skor < 2 SD
Kurus/Wasted
: -3 SD < z-skor <-2 SD
Sangat kurus
: < -3,0 SD
14
Perkembangan Anak dan Penilaiannya Perkembangan Anak Menurut Monks, Knoers, dan Haditono (1992), perkembangan menunjuk pada suatu proses ke arah yang lebih sempurna dan tidak dapat begitu saja diulang kembali. Perkembangan menunjuk pada perubahan yang bersifat tetap dan tidak dapat berputar kembali. Sedangkan Papalia dan Olds (1989) menyatakan bahwa perkembangan manusia adalah perubahan secara kualitatif dan kuantitatif pada seseorang.
Perubahan kuatitatif adalah perubahan yang terjadi seperti tinggi
badan, berat badan dan ukuran pada perbendaharaan kata. Sedangkan kualitatif adalah perubahan pada berbagai macam struktur atau organisasi, seperti perubahan alami pada intelegensi atau dalam cara berfikir. Menurut Yusuf (2000), ada beberapa prinsip perkembangan yaitu: 1.
Perkembangan merupakan proses yang tidak pernah berhenti (never ending process). Manusia secara terus menerus berkembang atau berubah yang dipengaruhi
oleh
pengalaman
atau
belajar
sepanjang
hidupnya.
Perkembangan berlangsung secara terus-menerus sejak masa konsepsi sampai mencapai kematangan atau masa tua. 2.
Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi.
Setiap aspek
perkembangan individu, baik fisik, emosi, intelegensi maupun sosial, satu sama lainnya saling mempengaruhi. Terdapat hubungan atau korelasi yang positif diantara aspek tersebut. Apabila seseorang anak dalam pertumbuhan fisiknya mengalami gangguan (sering sakit-sakitan), maka dia akan mengalami kelambatan dalam perkembangan aspek lainnya, seperti kecerdasannya kurang berkembang dan mengalami kelabilan emosional. 3.
Perkembangan itu mengikuti pola atau arah tertentu. Perkembangan terjadi secara teratur mengikuti pola atau arah tertentu. Setiap tahap perkembangan merupakan hasil perkembangan dari tahap sebelumnya yang merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya. Contohnya, untuk dapat berjalan, seorang anak harus dapat berdiri terlebih dahulu dan berjalan merupakan prasyarat bagi perkembangan selanjutnya, yaitu berlari atau meloncat.
4.
Perkembangan terjadi pada tempo yang berlainan. Perkembangan fisik dan mental mencapai kematangannya terjadi pada waktu dan tempo yang berbeda
15
(ada yang cepat dan ada yang lambat). Umpamanya, (a) otak mencapai bentuk ukurannya yang sempurna pada umur 6-8 tahun; (b) tangan, kaki, dan hidung mencapai perkembangan yang maksimum pada masa remaja; dan (c) imajinasi kreatif berkembang dengan cepat pada masa kanak-kanak dan mencapai puncaknya pada usia remaja. 5.
Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas. Prinsip ini dapat dijelaskan dengan contoh sebagai berikut: (a) Sampai usia dua tahun, anak memusatkan untuk mengenal lingkungannya, menguasai gerak-gerik fisik dan belajar berbicara; (b) Pada usia tiga sampai enam tahun, perkembangan dipusatkan untuk menjadi manusia sosial (belajar bergaul dengan orang lain).
6.
Setiap individu yang normal akan mengalami tahapan/fase perkembangan. Prinsip ini berarti bahwa dalam menjalani hidup yang normal dan berusia panjang, individu akan mengalami fase-fase perkembangan: bayi, kanakkanak, anak, remaja, dewasa, dan masa tua. Perkembangan anak usia pra sekolah terlihat pada Tabel 1. Ada empat aspek perkembangan yang perlu dibina dalam menghadapi
masa depan anak (Yusuf 2000), yaitu: 1. Perkembangan gerakan (motorik) kasar dan halus. Gerakan kasar bila yang dilakukan melibatkan sebagaian besar bagian tubuh dan memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar. Gerakan halus bila hanya melibatkan bagian tubuh tertentu, dilakukan oleh otot kecil dan itu tidak memerlukan
tenaga.
Perkembangan
motorik
sangat
penting
bagi
perkembangan aspek-aspek lainnya. Gangguan dalam perkembangan motorik dapat menghambat penyesuaian diri sehingga dapat mengakibatkan perasaan rendah diri. Gangguan motorik ini dapat disebabkan oleh kurang berfungsinya organ-organ fisik, tapi juga oleh gangguan psikis, seperti gangguan emosi, karena mendapat bentakan-bentakan dari orang tua yang sangat mengejutkan anak. 2. Bahasa/komunikasi pasif dan aktif. Komunikasi pasif adalah kesanggupan mengerti dan melakukan apa yang diperintahkan oleh orang lain, sedangkan komunikasi aktif adalah kemampuan dalam berkata-kata.
16
3. Perkembangan kecerdasan (kognitif). Perkembangan kemampuan mengenai konsep atau pengertian, mulai dari mengenal warna, suara, rasa, nama hingga konsep yang lebih abstrak dan majemuk. 4. Perkembangan kemampuan menolong diri sendiri dan tingkah laku sosial. Anak perlu berkawan, pergaulan yang luas, diajar aturan disiplin, sopansantun dan sebagainya agar tidak canggung dalam memasuki lingkungan baru. Tabel 1. Perkembangan Anak Usia Prasekolah a. Perkembangan Motorik Motorik Kasar Kebanyakan dapat meloncat dengan satu kaki dari 4-6 langkah Berlari, berputar, memanjat pohon dan tangga Duduk dengan kaki menyilang Dapat melompat turun dari ketinggian 2x tinggi kaki dengan kedua kaki mencapai tanah bersama-sama Motorik Halus Sudah dapat menggunakan gunting dengan baik Dapat melukis gambar manusia: kepala, tubuh, kaki, dan tangan Dapat mengopi huruf kapital berikut: O, V, H, dan T b. Perkembangan Sosial Perasaan yang kuat kepada keluarga Memberi perhatian pada saudara yang lebih muda Dapat lebih agresif pada saudara yang lebih tua Kerjasama yang kabur Tertarik pada aktivitas kelompok Kelompok bermain menjadi lebih besar; timbul persaingan di dalam kelompok Suka berbisik dan memiliki rahasia Cenderung bermain dengan kelompok sejenis, misalnya laki-laki dengan laki laki c. Perkembangan Kepribadian/Psikologis Sensitif kepada pujian dan cemoohan (disalahkan) Sangat ribut (berisik) Dapat mengambil benda yang bukan miliknya Tertarik pada ‘perkawinan’ Suka bertanya bagaimana bayi keluar dari perut ibunya Mulai memperhatikan hal baik atau buruk Mulai mengkritik diri sendiri d. Perkembangan Bermain Menyukai bermain di luar rumah Menyukai bermain dengan air atau pasir Suka mengenakan pakaian orang dewasa Melukis dan mewarnai lebih baik Suka bermain dengan kartu, boneka e. Perkembangan Bahasa Pada usia 4 tahun dapat berbicara dengan perbendaharaan kata mencapai 1.500an Dapat mengatakan : “halo”, “terimakasih”, “selamat tinggal”, atau “silahkan” Ketertarikan menonton TV meningkat Dapat menyatakan dengan jelas namanya Dapat mengetahui jenis kelaminnya Menggunakan kalimat dengan 5-6 kata. Suka bertanya
Sumber: Theresia, Caplan (1983)
17
Penilaian Perkembangan Anak Para ahli psikologi telah mengembangkan alat untuk menilai tingkat perkembangan dan sudah digunakan dalam berbagai penelitian ilmiah. Pengukuran
outcome
ini
berdasarkan
pengamatan
terhadap
milestone
perkembangan. Menurut Pediatrics Neurologi terdapat enam kelompok milestone dalam developmental milestone yaitu cognitive milestone, language milestone, social milestone, social and emotional milestone, gross motor milestones, fine motor milestones, dan self help milestones. Skala Bayley merupakan alat pengukuran perkembangan yang cukup populer digunakan di banyak penelitian. Pada mulanya Bayley mengembangkan pengukuran perkembangan untuk berumur 3-24 bulan, kemudian Bayley mengembangkannya menjadi Bayley II Developmental Assesment untuk mengukur perkembangan anak berumur 1-42 bulan (Bayley 1993). Skala-skala Bayley dibagi dalam tiga bagian yang saling melengkapi, yaitu: 1. Skala Perkembangan Mental atau Mental Developmental Index (MDI) yaitu skala untuk diagnostik kemampuan intelektual, terdiri dari 163 tugas terbagi
dalam
kelompok-kelompok,
masing-masing
kelompok
mempunyai rentang 10 bulan. Pengukuran kecerdasan anak usia bayi ditekankan pada keterampilan sensorimotor. Skala tersebut mengevaluasi berbagai kegiatan dan proses yang meliputi ketajaman membedakan stimulus, perhatian, kemampuan memanipulasi benda, imitasi, vokalisasi, daya ingat, mengatasi masalah dan menyebutkan nama objek. Contohnya adalah untuk menguji kemampuan memperhatikan rangsangan visual dan akuistik maka test yang dilakukan adalah memperlihatkan reaksi terhadap cahaya. 2. Skala
Perkembangan
Psikomotorik
atau
PDI
(Psichomotor
Developmental Index); terdiri dari 81 tugas meliputi kemampuan melakukan motorik kasar dan halus antara lain mengukur perkembangan kemampuan motorik serta pengendalian gerak kepala, memutar tubuh, duduk, merangkak, berjalan, memanjat dan naik tangga. Juga diperiksa motorik halus (misalnya sikap ibu jari terhadap jari-jari lainnya pada gerakan meraih) dan motorik kasar (misalnya melempar bola, meloncat).
18
Waktu yang diperlukan untuk mengetes anak, rata-rata membutuhkan 45 menit untuk setiap anak. Biasanya 10 persen dari sampel membutuhkan waktu 50 menit atau lebih. 3. Rekaman Perilaku Anak (Infant Behaviour Record) disini dicatat secara kualitatif perilaku anak selama pemeriksaan berlangsung. Pencatatan ini dikelompokkan ke dalam 27 kategori. Faktor-faktor prilaku yang dicacat dan yang dinilai pada pencatatan perilaku ini antara lain cara menjalin kontak sosial, verbalisasi, rasa takut, sikap bertahan dalm permainan, perhatian terhadap alat-alat permainan, kemampuan bekerjasama dan sebagainya. Penilaian perilaku ini menggunakan sebuah tabel yang menunjukkan persentase angka-angka dari setiap penggolongan perilaku anak. Dengan cara ini dapat diketahui apakah seorang anak menunjukkan perilaku yang sesuai atau tidak dengan hasil standar. Instrumen penilaian perkembangan anak usia prasekolah, mulai yang berusia 2,5 tahun sampai 6,5 tahun telah dikembangkan Pusat Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan Departeman Pendidikan Nasional (Puskur Diknas 2004), yang mencakup instrumen penilaian perkembangan kognitif, bahasa, motorik halus, motorik kasar, menolong diri sendiri, dan sosial emosional. Penilaian perkembangan kognitif untuk kelompok usia 3-6 bulan ini terdiri dari 17 tugas. Tugas tersebut mengevaluasi berbagai kegiatan dan proses yang meliputi ketajaman membedakan stimulus, perhatian, kemampuan memanipulasi benda, imitasi, vokalisasi, daya ingat, mengatasi masalah, dan menyebutkan nama objek. Penilaian perkembangan psikomotorik meliputi kemampuan melakukan motorik halus dan motorik kasar. Motorik halus terdiri dari 11 tugas dan motorik kasar terdiri dari 21 tugas. Penilaian motorik halus antara lain mengukur kemampuan membangun
menara,
meremas,
menggambar,
menciplak,
melipat,
dan
menggunting, sedangkan penilaian motorik kasar antara lain mengukur kemampuan berjalan di atas garis lurus, berlari, melompat, membungkukkan badan, gerak koordinasi mata dan kaki, gerak koordinasi mata dan tangan, melambungkan bola, berdiri satu kaki, dan berjalan diatas papan titian. Penilaian perkembangan sosial anak terdiri dari 8 tugas yang meliputi pengetahuan anak
19
tentang diri sendiri dan keluarganya serta pengetahuan anak dengan orang lain, peran, dan perasaan.
Pentingnya Berinvestasi pada Perkembangan Anak Usia Dini (Prasekolah) Terdapat berbagai alasan untuk berinvestasi pada masa anak usia dini. Kemampuan anak-anak untuk berpikir, membentuk hubungan sosial, dan berbuat sesuai dengan potensinya secara langsung berkaitan dengan efek sinergistis dari kesehatan yang baik, gizi yang baik, dan rangsangan yang memadai dan interaksi dengan
yang
lain.
Berbagai
penelitian
telah
membuktikan
pentingnya
perkembangan otak sejak dini dan perlunya gizi dan kesehatan yang baik. Selain itu, menurut Van der Gaag dan Tan (1999), salah satu tujuan utama program perkembangan anak usia dini adalah untuk menyiapkan anak untuk memasuki sekolah dasar. Beberapa manfaat dari investasi usia dini, antara lain, adalah peningkatan keikutsertaan dan capaian anak pada masa pendidikan sekolah dasar. Tingginya angka tidak sekolah atau drop-out pada masa pendidikan sekolah dasar di Indonesia diduga karena kurangya perhatian pada perkembangan anak usia dini. Menurut Syarief (2003), sebanyak lebih kurang 930 ribu anak-anak drop-out pada tingkat SD/MI. Penyebab utamanya adalah kemiskinan yang selanjutnya berdampak pada kurangnya perhatian pada anak pada usia dini. Syarief (2003) menambahkan apabila
biaya pendidikan di SD/MI rata-rata
Rp500.000 per anak (termasuk gaji guru), maka dengan jumlah anak yang putus sekolah sebesar 930 ribu orang, biaya yang mubazir setiap tahunnya hampir Rp500 miliar. Choi (2003) dalam tulisannya Chief Early Childhood and Family Education Section UNESCO, mengemukakan bahwa pendidikan bermutu tinggi akan sulit dicapai jika pendidikan anak usia dini tidak diperhatikan dengan serius. Berkaitan dengan itu, Indonesia, menurut Jalal (2003), perlu memperbaiki sistem pendidikan anak usia dini (PAUD). Data tahun 2000 mengungkapkan bahwa dari 26 juta anak berusia 0-6 tahun, baru sekitar 4,4 juta (17%) yang memperoleh berbagai program PAUD. Berbagai penelitian juga telah membuktikan manfaat ekonomi dari investasi pada masa usia dini. Young (1999) telah merangkum beberapa literatur mengenai
20
alasan untuk investasi pada masa usia dini. Investasi dini, melalui pendidikan anak usia dini, dapat meningkatkan pengembalian investasi pada sekolah dasar dan menengah. Investasi usia dini dapat meningkatkan mutu modal manusia melalui peningkatan produktivitas dan pendapatan, serta penurunan pengeluaran publik (pada tingkat negara).
Kerangka Teoritis Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah Menurut Kaptiningsih et al. (1988), ada dua faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan optimal seorang anak, yaitu faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam merupakan faktor-faktor yang ada dalam diri anak itu sendiri baik faktor bawaan maupun faktor yang diperoleh, antara lain: (1) Halhal yang diturunkan orang tua, kakek nenek atau generasi sebelumnya, (2) Unsur berfikir dan kemampuan intelektual, (3) Keadaan kelenjar zat-zat dalam tubuh, (4) Emosi atau sifat-sifat tempramen tertentu. Sedangkan faktor luar meliputi: (1) Sikap dan kebiasaan keluarga dalam mengasuh dan mendidik anak, hubungan orang tua dengan anak, hubungan antar saudara, (2) Gizi, kekurangan gizi dalam makanan menyebabkan pertumbuhan anak terganggu yang akan mempengaruhi perkembangan seluruh dirinya, (3) Budaya setempat, yaitu asuhan dan kebiasaan dari suatu masyarakat, (4) Teman bermain dan sekolah, yaitu ada tidaknya teman bermain, tempat dan alat bermain serta kesempatan pendidikan di sekolah. Jellife (1994) mengemukakan bahwa pertumbuhan dipengaruhi oleh determinan biologis dan faktor lingkungan. Dimensi-dimensi fisik sebagai ukuran pertumbuhan lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan terutama masukan gizi daripada oleh faktor genetik. Hurlock (1997) mengemukakan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi pola perkembangan adalah kondisi lingkungan atau fisik, kondisi psikologis dan rangsangan (stimulasi). Kondisi lingkungan yang dapat menghambat terhadap perkembangan adalah kekurangan gizi dan penyakit, yang mengakibatkan ukuran kepala lebih kecil dan kemampuan kognitif lebih rendah, serta mempengaruhi kepribadian yang menyebabkan mereka apatis. Kondisi psikologis seperti gangguan emosional yang disebabkan oleh penolakan orang tua, kehilangan orang tua atau dimasukkan dalam lembaga dapat menghambat
pola
perkembangan
fisik
dan
psikologis.
Rangsangan
21
perkembangan fisik dan mental yang telah berkembang sebelumnya dapat mempercepat pola perkembangan. Kesehatan, dorongan dan kesempatan belajar yang baik ditambah motivasi yang kuat dalam diri anak, akan mempercepat perkembangan di semua bidang. Ismael (1991) dalam Soetjiningsih (1998) mengungkapkan kerangka konseptual dalam tumbuh kembang anak (Gambar 2).
Pada model tersebut
ekosistem dibagi menjadi mikro, mini, meso dan makro yang mengacu pada keterdekatan dan kelangsungan pengaruh masing-masing terhadap tumbuh kembang anak. Pada model tersebut juga dijabarkan kebutuhan anak pada ASAH, ASIH dan ASUH. LINGKUNGAN • Ibu • Pendidikan • Gizi • KB • Nutrisi (ASI) • Imunisasi • Pengobatan sederhana (oralit)
• Anggota Keluarga • Ayah • Saudara • Rumah • Suasana rumah
• • • •
Lingkungan tetangga Sarana bermain Pelayanan kesehatan Pendidikan sekolah
• • • • • • • •
MIKRO
MINI
Kebijakan Pemerintah Depkes Depdikbud Depag, dll. Sosial budaya masyarakat Lembaga non pemerintah Nasional Internasional
MAKRO
MESO
KEBUTUHAN DASAR ANAK ASAH
NEONATUS
ASIH
BAYI
ASUH
ANAK
REMAJA
GENETIK/HEREDOKONSTITUSIONAL
INDIVIDU
Gambar 2.
Diagram Kerangka Konseptual Proses Tumbuh Kembang Anak (Sumber: Ismael (1991) dalam Soetjiningsih (1998))
Sementara itu Unicef (1998) mengajukan model lain mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak yaitu dibedakan sebab yang langsung, tidak langsung dan dasar (Gambar 3).
22
TUMBUH KEMBANG ANAK
Kecukupan Makanan
Ketahanan makanan keluarga
Keadaan Kesehatan
Asuhan bagi ibu dan anak
Pemanfaatan Yankes dan Sanit.Ling.
Manifestasi
Sebab Langsung
Sebab Tak Langsung
Pendidikan keluarga
Keberadaan dan Kontrol Sumberdaya Keluarga : Manusia, Ekonomi dan Organisasi
Supra Struktur Politik dan Ideologi Sebab Dasar Struktur Ekonomi
Potensi Sumberdaya
Gambar 3. Model Interelasi Tumbuh Kembang Anak (Sumber : Unicef ,1998)
Margen (1984) mengemukakan bahwa ada dua faktor dominan yang mempengaruhi pertumbuhan anak, yaitu genetik dan lingkungan. Faktor genetik menjadi modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses pertumbuhan (Margen, 1984). Tinggi badan pada saat dewasa, misalnya, sangat tergantung pada tinggi badan orang tua. Sementara itu, faktor lingkungan, seperti gizi, berpengaruh pada pertumbuhan fisik selama proses pertumbuhan. Kekurangan mineral kalsium,
23
misalnya, akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan tulang, dan pada akhirnya, berdampak pada ukuran tinggi badan pada saat dewasa. Berbagai faktor luar sangat mempengaruhi perkembangan anak usia dini, sejak konsepsi hingga menjelang usia prasekolah. Keadaan keluarga, orang tua, dan pengasuh akan membentuk pola perkembangan anak sejak lahir. Dengan makin bersosialisasinya anak dengan lingkungan, termasuk di luar rumah, pola pengasuhan dan keadaan lingkungan akan mempengaruhi perkembangan anak hingga menjelang usia sekolah (Gambar 4).
Usia Prasekolah
Masyarakat sekitar atau lingkungan
Pengasuhan Anak
Prakonsepsi
Keluarga, orang tua, dan pengasuh
Lingkungan fisik, sosial, dan ekonomi
Gambar 4. Beberapa Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Anak Usia Prasekolah (Sumber: ACPH 1999)
Pengaruh Zat Gizi terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah Pengaruh Zat Gizi terhadap Pertumbuhan Pertumbuhan berat badan (BB) maupun tinggi badan (TB) anak prasekolah tidak sepesat pertumbuhan pada usia sebelumnya. Hal ini disebabkan bagianbagian tubuh seperti tulang, otot, dan lemak sudah terbentuk. Umumnya, pertambahan BB dan TB anak prasekolah adalah, masing-masing 2,3-2,5 kg dan 9-10 cm per tahun. Tahun berikutnya, usia 4-5 tahun, pertambahan BB dan TB
24
turun menjadi, masing-masing, 2,1 kg dan 7,6 cm per tahun. Sedangkan pada tahun kelima pertambahan BB hanya 2 kg dan TB sebesar 6,4 cm per tahun (Jellife 1994). Pertumbuhan BB anak prasekolah sangat dipengaruhi oleh faktor gizi, psikologis dan kesehatan anak. Sementara itu pertumbuhan TB, selain dipengaruhi oleh keadaan gizi dan keadaan kesehatan anak, juga dipengaruhi oleh faktor genetik. Jenis zat gizi yang dibutuhkan oleh anak usia prasekolah tidak berbeda dengan jenis zat gizi untuk anak pada kelompok umur lain. Zat gizi makrokarbohidrat, protein, dan lemak-adalah jenis zat gizi yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan anak. Untuk mendukung pertumbuhan fisik anak sekolah yang cepat dibutuhkan zat gizi makro yang cukup baik dari segi kuantitas maupun kualitas. Zat gizi makro dapat dianalogikan sebagai komponen struktur dalam bangunan. Energi yang diperoleh dari karbohidrat dan lemak digunakan untuk pertumbuhan, sementara protein dipakai untuk membentuk jaringan otot dan jaringan organ dalam. Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk anak yang berusia 0-6 tahun terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Kecukupan Gizi yang Dianjurkan untuk Anak yang berusia 0-6 Tahun Gol. Umur
Energi (Kkal)
Protein (gram)
Vit.A (RE)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)
Vit. B12 (µg)
Asam folat (µg)
Vit.C (mg)
Ca (mg)
F (mg)
Fe (mg)
Zn (mg)
Y (µg)
0-6*
550
10
375
0,3
0,3
2
0,4
65
40
200
100
3
5,5
90
7-11*
650
16
400
0,4
0,4
4
0,5
80
50
400
225
10
7,5
120
1-3**
1000
25
400
0,5
0,5
6
0,9
150
40
500
400
7
8,2
90
4-6** 1550 39 450 0,8 Keterangan: * dalam bulan; ** dalam tahun
0,6
8
1,2
200
45
500
400
8
9,7
120
Sumber: Widyakarya Pangan dan Gizi VIII tahun 2004
Kekurangan zat gizi makro adalah masalah kesehatan masyarakat yang lazim ditemui di negara-negara miskin atau negara berkembang. Terdapat dua manifestasi dari kekurangan zat gizi makro (kekurangan energi dan protein/ KEP), yaitu marasmus dan marasmus-kwashiorkor. Marasmus adalah gangguan pertumbuhan dan kesehatan akibat kekurangan energi dan protein kronik. Marasmus biasanya menimpa anak yang berusia di bawah 1 tahun. Anak penderita marasmus ditandai dengan hilangnya bobot badan yang hebat (wajah tua tetapi dengan rambut normal). Sedangkan kwaskhiorkor adalah gangguan
25
kekurangan energi protein yang ditandai dengan hilangnya bobot badan, tetapi tidak separah pada marasmus. Kwaskhiorkor ditandai dengan membesarnya perut, muka yang bulat (moon face) serta oedema (kaki bengkak). Kwaskhiorkor umumnya menimpa anak yang berusia 1 tahun ke atas (Hui 1985). Berbagai penelitian telah menunjukkan peran zat gizi makro pada pertumbuhan anak pada usia prasekolah. Kekurangan asupan zat gizi pada usia sebelum memasuki usia prasekolah akan berdampak pada pertumbuhan pada usia prasekolah. Pendekatan zat gizi adalah salah satu upaya, selain pendekatan kesehatan, untuk mengatasi masalah gangguan pertumbuhan pada anak yang kekurangan gizi. Oleh karena itu, untuk mendukung pertumbuhan anak usia prasekolah (terutama dari keluarga tidak mampu) perlu dilalukan upaya intervensi dengan pemberian makanan tambahan yang mengandung zat gizi makro. Zat gizi lain yang tidak kalah pentingnya dalam proses pertumbuhan adalah zat gizi mikro. Beberapa zat gizi mikro (vitamin dan mineral) yang diketahui sangat berperan membantu pertumbuhan, antara lain adalah vitamin B1, B6, vitamin B12 , vitamin A, kalsium, fosfor, besi, seng dan iodium. Kelompok vitamin B (Vitamin B1, B6 dan B12) mengambil peran pada tahapan proses pengubahan zat gizi makro (karbohidrat, protein, dan lemak) menjadi energi (Stryer 2000). Pada proses ini vitamin B berperan sebagai koenzim pada proses pengubahan piruvat menjadi asetil-KoA sebelum memasuki siklus Krebs. Kalsium dan fosfor (bersama-sama dengan vitamin D) dibutuhkan untuk pembentukan tulang dan gigi. Kekurangan kalsium akan berdampak pada gangguan pertumbuhan tulang sebagai kerangka pembentuk tubuh. Asupan kalsium pada masa kanak-kanak diketahui berkorelasi dengan tinggi badan pada masa dewasa. Sementara itu vitamin A, besi, seng, dan iodium diketahui berperan membantu proses pertumbuhan. Berbagai penelitian yang dilakukan di beberapa tempat telah memperlihatkan hasil intervensi dari salah satu zat gizi atau gabungan zat gizi tersebut terhadap pertumbuhan fisik (Hadju, Metusalach, dan Karyadi 1998).
26
Penelitian di India (Duzen, Carter & Zwagg 1976) dan di Thailand (Gershoff & Mc-Gandy 1999) menunjukkan bahwa intervensi dan zat gizi makro (energi, protein, dan lemak) dapat memperbaiki pertumbuhan anak prasekolah yang mengalami kekurangan gizi. Beberapa program penanggulangan kekurangan zat gizi makro juga dilakukan dengan mengombinasikannya dengan pemberian zat gizi lain, seperti pemberian vitamin A (Hadi et al. 2000), besi (Angeles, Schultink, Matulessi, Gross, Sastroamidjoyo 1993) dan Seng (Smith, Makdani, Hegar, Rao, Douglass 1999). Hadi dan kawan-kawan menemukan bahwa suplementasi vitamin A secara selektif dapat memperbaiki pertumbuhan linear anak prasekolah yang menderita serum retinol sangat rendah. Intervensi besi dan seng pada anak berumur 4-11 tahun yang dikategorikan pendek telah dilakukan oleh Perrone dan kawan-kawan
dalam
WNPG (1998). Pemberian seng (12,5 mg/hari) dan iron (12 mg/hari Fe) selama setahun memperlihatkan kenaikan tinggi badan secara nyata dibanding anak yang hanya menerima seng dan placebo. Di lain pihak, intervensi seng dan besi telah diperlihatkan mempengaruhi status vitamin A pada mereka yang diberikan kedua besi dan seng. Terlihat bahwa keterkaitan antara berbagai zat gizi mikro sangat diperlukan dalam memperoleh pertumbuhan fisik yang optimal. Hasil penelitian Riyadi (2002) memperlihatkan
hasil bahwa anak baduta yang mendapatkan
suplementasi Fe dan Zn secara harian dapat meningkatkan pertumbuhan terutama berat badan (efek bersih 0,6 kg) dibanding placebo. Anemia zat gizi besi yang berkepanjangan menghambat pertumbuhan fisik, meningkatkan risiko penyakit infeksi serta menghambat aktivitas kognitif dan daya tahan fisik. Kekurangan gizi besi bersamaan dengan kekurangan zat gizi lainnya akan meningkatkan jumlah anak dengan tinggi badan terhambat yaitu sekitar 10 sentimeter lebih pendek dibandingkan dengan anak sehat berusia sama. Suatu penelitian yang dilakukan pada anak-anak yang berlokasi di enam perkebunan teh di Pangalengan menunjukkan bahwa kelompok anak-anak yang mendapatkan suplemen energi sebesar 1171 kJ + 12 mg Fe memberikan manfaat yang signifikan terhadap pertumbuhan anak dibanding kelompok anak yang memperoleh energi sebesar 209 kJ + 12 mg Fe dan kelompok anak yang hanya mendapatkan energi saja sebesar 104 kJ dengan lama pemberian suplemen 12
27
bulan (Pollit 2000). Tarwodjo, Katz, West, Tielsch, dan Sommer (1992) menunjukkan bahwa anak usia prasekolah di Jawa Barat yang menderita xerophthalmia
mengalami
gangguan
pertumbuhan
linear
dan
ponderal
(pertambahan BB). Akan tetapi, pemulihan pertambahan BB (catch-up) dapat dicapai apabila sudah pulih dari xerophthalmia. Hal ini menunjukkan bahwa vitamin A berperan pada proses pertumbuhan. Sementara itu, Kikafunda, Walker, Allan, dan Tumwine (1988) menunjukkan bahwa suplementasi seng pada anak prasekolah di Uganda dapat menghambat gangguan pertumbuhan (BB, TB, dan lingkar lengan atas). Rosado, dari Bagian Fisiologi Gizi, National Institute of Nutrition, Meksiko menunjukkan bahwa defisiensi zat gizi mikro tunggal atau gabungan (vitamin A, seng, besi, dan iodium) dapat mempengaruhi pertumbuhan linear anak prasekolah. Rosado menemukan, pada kebanyakan kasus, pertumbuhan anak yang menderita kekerdilan (stunting) berkaitan dengan defisiensi marginal beberapa zat gizi mikro. Suplementasi dengan zat gizi ganda (multiple supplementation) adalah lebih efektif untuk memperbaiki pertumbuhan daripada suplementasi zat gizi mikro tunggal (Rosado 1999). Pengaruh Zat Gizi terhadap Perkembangan Perkembangan anak sejak lahir, selain dipengaruhi oleh proses pengasuhan dan lingkungan, juga dipengaruhi oleh asupan zat gizi. Zat gizi yang berperan pada proses perkembangan anak adalah karbohidrat, lemak, protein, besi, iodium, dan vitamin B9. Evans, Myers, dan Ilfelt (2000) mengemukakan bahwa perkembangan anak bersifat holistik dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kesehatan, gizi, sosial, emosional dan spiritual. Dengan demikian, kekurangan gizi, status kesehatan rendah dan tidak optimalnya pengasuhan anak akan menimbulkan dampak negatif terhadap perkembangan kognitif, motorik, sosial dan emosional anak. Hasil penelitian Politt (2000) menunjukkan bahwa konsumsi pangan dan morbiditas sangat menentukan pertumbuhan dan perkembangan anak dan pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kemampuan kognitif. Pada usia anak-anak, pertumbuhan fisik, perkembangan dan aktivitas motorik serta pengaturan emosi tidak berdiri sendiri melainkan saling mempengaruhi.
28
Penelitian lain yang membuktikan bahwa gizi berperan terhadap perkembangan kognitif anak diperlihatkan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Politt, Politt, Leibel, dan Viteri (1997).
Anak-anak yang mendapatkan
makanan cukup dengan cara diberi suplemen dalam bentuk makanan pada saat bayi dan balita, memiliki kemampuan kognitif yang lebih baik dalam fungsi memori setelah delapan tahun kemudian. Secara khusus vitamin B9 (asam folat) dibutuhkan untuk membuat cetak biru otak manusia. Kekurangan vitamin B9 pada saat hamil akan berdampak pada gangguan
pembentukan
otak
janin
(misalnya
neural
tube
defects).
Ketidaksempurnaan pembentukan otak janin ini akan berdampak pada perkembangan otak pada masa anak-anak. Asam lemak esensial dan asam lemak omega-3 (docosahexanoic acid, eucosapentanoic acid, dan alfa linoleic acid) berperan dalam proses tumbuh kembang sel-sel otak. Bila kekurangan asam lemak esensial, sel neuron otak akan menderita kekurangan energi untuk proses tumbuh kembangnya. Pembentukan dinding sel neuron terhambat karena kekurangan docosahexanoic acid dan alfa linoleic acid, sehingga sel tidak mampu menampung muatan komponen sel neuron normal. Selain itu,
asam lemak esensial sebagai gizi jaringan otak
berperan meningkatkan konsentrasi anak . Berbagai penelitian telah menunjukkan korelasi antara kekurangan zat gizi besi (anemia gizi besi) dengan perkembangan motorik dan kognitif yang buruk pada anak-anak. McGregor dan Ani (2001) merangkum beberapa penelitian tentang kaitan antara anemi gizi besi dengan perkembangan kognitif pada anakanak. Mereka menyimpulkan bahwa anemia gizi besi berdampak pada menurunnya perkembangan motorik dan kognitif. Hal senada juga ditemukan oleh Pollit dan kawan-kawan yang menemukan bahwa anak usia prasekolah memiliki perkembangan kognitif (diukur dengan skala Bayley) yang lebih rendah dibandingan dengan anak seusianya yang tidak menderita anemi gizi besi. Mereka juga menemukan bahwa anemi gizi besi menunda perkembangan motorik anak. Zat gizi besi merupakan komponen struktur pada hemoglobin dan mioglobin. Hemoglobin dan mioglobin berperan mengangkut oksigen ke seluruh jaringan tubuh, termasuk ke otak. Kekurangan zat besi berdampak pada
29
terganggunya suplai oksigen ke otak. Dampak selanjutnya adalah terganggunya kemampuan berpikir dan kosentrasi. Dampak yang lebih buruk dari anemi gizi besi pada anak, antara lain adalah keterbelakangan perkembangan mental, motorik, dan emosi (Soekirman 2000). Kekurangan iodium diketahui berdampak terhadap tingkat kecerdasan dan gangguan psikomotor anak. Kekurangan iodium pada tingkat ringan sudah berdampak pada kelainan pada perkembangan sel-sel saraf yang mempengaruhi kemampuan belajar anak (IQ rendah) (Soekirman 2000).
Pengaruh Pengasuhan terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Pra Sekolah Pengasuhan adalah proses inisiatif. Pengasuhan anak merupakan seluruh interaksi antara subjek (pengasuh) dan objek (anak) berupa bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek sehari-hari yang berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola dan merupakan usaha yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan si pendidik atau pengasuh (Sears, Maccoby & Levin 1976, Gunarsa 1997). Pengasuhan dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Tingkah laku dan praktek-praktek pengasuhan yang dapat dilakukan seorang pengasuh (ayah, ibu, saudara kandung, kerabat dan lainnya) dalam memberikan kebutuhan makan, menjaga kesehatan, memberikan stimulasi, dukungan sosial dan lain-lain perlu untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang sehat. Dalam hal ini termasuk juga segala perilaku seperti sikap, nilai, minat dan kepercayaan yang diajarkan kepada anak melalui proses pengasuhan dan pendidikan sepanjang perkembangan hidupnya (Karyadi 1987, Engle & Lhotska 1999). Menurut Evans dan Stansberry (1998), salah satu kunci dukungan terhadap perkembangan optimal anak adalah menyediakan dan memberikan pengasuhan yang memadai. Pengasuhan lebih daripada sekedar memberi rasa aman kepada anak. Perilaku pengasuhan meliputi penyusuan; memberikan keamanan emosional dan mengurangi stress pada anak; menyediakan perlindungan, pakaian, dan makanan; mencegah dari penyakit; interaksi dan rangsangan; bermain dan berosialisasi; melindungi dari paparan patogen; dan menyediakan lingkungan
30
yang aman. Selanjutnya, Engle (1992) dalam Evans dan Stansberry (1998) menambahkan perilaku pengasuhan termasuk penggunaan sumber daya di luar keluarga, meliputi klinik pencegahan dan pengobatan, asuhan prenatal, penggunaan obat tradisional, dan jaringan anggota keluarga (extended family). Ada beberapa variabel yang menentukan kualitas pengasuhan. Evans dan Stansberry (1998) mengemukakan rangkuman beberapa karakteristik anak yang mungkin memiliki dampak pada asuhan yang diterimanya, yang pada gilirannya, akan menentukan status gizi anak. a. Keberadaan anak, yang merupakan kombinasi antara temperamen, perilaku, dan penampakan anak. Seorang anak yang atraktif memerlukan perhatian dan asuhan yang lebih daripada anak yang kurang atraktif. Anak yang mengalami ketidakmampuan fisik dan emosional mungkin memiliki resiko kurang gizi yang lebih besar daripada anak yang tidak menderita gangguan fisik/emosional. Hal ini, salah satunya disebabkan orang tua/pengasuh kurang berbaur dengan mereka. b. Usia perkembangan anak dan resiko kesehatan dan gizi yang sedang dihadapi. Anak memiliki kebutuhan yang berbeda pada pada tahap yang berbeda selama usia dini. Pada masa tahun pertama kehidupan, anak berada pada keadaan yang paling beresiko mortalitas. Pada akhir masa bayi dan selama periode toddler (masa anak mulai berjalan), anak berada pada resiko paling besar mengalami gangguan pertumbuhan. c. Nilai sosial anak. Anak dapat mendapatkan jenis pengasuhan yang berbeda sebagai akibat dari nilai sosial dan budaya mereka. Ketika pria dan wanita tidak dinilai secara setara, pengasuhan dapat berbeda untuk tiap jenis kelamin. Pada beberapa kelompok masyarakat, wanita menerima perlakuan yang sama pada akses ke pangan, perawatan kesehatan, pendidikan, dan perhatian, sementara pada masyarakat lain wanita menerimanya lebih kecil. d. Asal-usul anak, seperti anak dari orang tua tunggal atau anak dari hubungan tidak resmi, dapat mempengaruhi praktek pengasuhan. Urutan kelahiran dapat menjadi suatu penentu bagaimana anak diasuh.
31
e. Keadaan dimana anak dibesarkan. Beberapa anak membutuhkan asuhan psikososial eksta karena ketidakcukupan pengasuhan pada masa lalu (misalnya, sebagai korban perang atau kekerasan). Selain itu, ketika keluarga berada pada tekanan ekonomi dan sosial, anak kemungkinan besar menerima asuhan yang kurang memadai. Karakteristik kunci pengasuhan yang baik adalah kemampuan orang tua/pengasuh merespon perilaku anak. Responsivitas memiliki beberapa bentuk termasuk kepedulian dan kemampuan berespon terhadap isyarat perkembangan anak; perhatian; sikap dan keterlibatan; dukungan terhadap eksplorasi anak; dan pembelajaran; dan perlindungan terhadap kekerasan. Perhatian, sikap, dan keterlibatan yang diberikan oleh pengasuh mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selain itu, anak memerlukan dorongan berbuat sendiri, bereksplorasi, dan belajar sendiri dari pengasuh. Anak dilahirkan dengan kemampuan untuk belajar, tetapi mereka membutuhkan dorongan dan kebebasan untuk dapat mengembangkan kemampuan mereka. Menurut pandangan psikoanalisa, peran tokoh ibu terlihat pada anak sebagai pelindung dan pengasuh, tetapi kadang-kadang peran ibu pengganti juga penting ketika ibu harus meninggalkan anaknya untuk bekerja (Gunarsa 1997). Seorang ibu, baik ia tua maupun muda, kaya atau miskin biasanya secara naluriah tahu tentang garis-garis besar dan fungsinya sehari-hari dalam keluarganya. Sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga, khususnya bagi anak-anak yang masih berusia dini. Maka keterlibatan ibu dalam mengasuh dan membesarkan anak dapat membawa pengaruh positif maupun negatif bagi perkembangan anak dimasa yang akan datang.
Pengaruh negatif ibu dalam
mengasuh anak seperti terlalu melindungi dapat menyebabkan anak menjadi lambat perkembangan kepribadiannya (Tjokrowinoto, Muthalib, Darmadji, Hergutanto, Atmodiwirjo & Djiwatampu 1984). Ibu memegang peranan yang sangat penting di dalam mendidik anaknya terutama pada masa balita.
Mendidik dalam hal ini menyangkut proses
pengenalan nilai-nilai, pengertian, serta pengetahuan, melalui berbagai bentuk interaksi antara ibu dan anak. Anggota-anggota keluarga lain di dalam batas-batas
32
tertentu dapat membantu ayah dan ibu mereka didalam melaksanakan fungsi sebagai orang tua dalam mengasuh adiknya. Meskipun anggota keluarga lain tersebut tidak akan pernah dapat menggantikan peranan dan posisi ayah dan ibu. Di dalam ketidakhadiran ayah dan ibu, mereka dapat menjadi pengganti orang tua (Tjokrowinoto et al. 1984). Rutter (1984) dalam Satoto (1990), mengemukakan bahwa untuk perkembangan normal, dibutuhkan kualitas asuhan ibu.
Ada enam ciri yang
dibutuhkan untuk melakukan asuhan ibu dengan cukup baik yaitu: (1) hubungan kasih sayang; (2) kelekatan atau keeratan hubungan; (3) hubungan yang tidak terputus; (4) interaksi yang memberikan rangsangan; (5) hubungan dengan satu orang; (6) melakukan pengasuhan anak di rumah sendiri.
Dari keenam ciri
tersebut kasih sayang merupakan unsur yang penting sekali dalam hubungan yang terjalin antara keluarga yang berkembang menjadi kelekatan anak terhadap orang tua. Kelekatan ini merupakan aspek yang penting dalam hubungan ibu dan anak, walaupun secara bersamaan kelekatan dapat pula terjalin antara anak dengan orang lain (Karyadi 1985). Seorang ibu cukup mempunyai waktu dan kesempatan untuk mengamati dan mengenal anaknya sebagai individu, tidak hanya sebagai anggota kelompok. Ibulah yang paling tahu minat anaknya, tahu bila ia perlu dorongan atau pujian dan kasih sayang. Anak-anak yang mendapat kesempatan untuk tumbuh menjadi anak-anak yang bahagia, produktif dan kreatif sehingga mereka akan lebih mampu menghadapi macam-macam masalah dan tantangan hidup (Munandar 1985). Ibu mungkin saja sepanjang hari di rumah akan tetapi kedekatan dengan anak kurang dalam arti tidak ada kontak antara ibu dengan anak. Mungkin anak diserahkan kepada pembantu atau ibu mempunyai kesibukan sendiri sehingga antara ibu dengan anak kurang terjalin hubungan erat dan mesra yang memberi rasa puas dan aman pada anak. Dalam praktek pengasuhan anak, jumlah waktu interaksi antara orang tua dan anak tidak semata-mata menentukan terbinanya kedekatan. Faktor yang lebih menentukan adalah kualitas waktu. Tercapainya waktu yang berkualitas menuntut kesiapan fisik dan mental, yang artinya orang tua dalam kondisi fisik yang sehat dan hadir secara nyata dihadapan anak dan memusatkan perhatian sepenuhnya
33
pada kebutuhan anak disaat interaksi orang tua dan anak berlangsung. Kualitas interaksi ini lebih penting dari pada kuantitas interaksi yang lama dan terus menerus tapi tanpa kepuasan. Bagi ibu yang bekerja diharapkan masih dapat memberi waktu dan perhatian untuk mengasuh anak.
Jadi yang penting bagaimana waktu itu
digunakan untuk membentuk hubungan yang serasi dan hangat sekaligus menunjang perkembangan anak (Munandar 1985).
Apabila kedua orang tua
bersama-sama mengasuh anak maka anak mempunyai hubungan yang lebih seimbang dengan kedua orang tuanya dan jika hanya ibu yang mengasuh anak maka hubungan anak akan lebih erat dengan ibu dari pada ayahnya.
Ibu
merupakan orang tua yang penting pada awal masa kanak-kanak, biasanya ia merupakan favorit.
Hal ini mendorong anak untuk mengalihkan perhatian
kepihak ayah. Pengasuhan anak merupakan suatu kerjasama yang memadukan antara kemampuan melayani dan ketersediaan waktu, kesehatan dan pendidikan ibu (Myers 1995). Lebih lanjut Myers (1995) mengemukakan bahwa banyaknya waktu yang dipergunakan ibu rumah tangga untuk mengasuh anak merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi keadaan gizi anak, dan karena anak tersebut belum dilepaskan sendiri, maka kebutuhan sehari-hari seperti makan, berpakaian dan lain-lain masih tergantung pada orang tua khususnya ibu. Seorang ibu apakah ia sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga ataupun selaku pekerja selalu dihadapkan pada berbagai kesibukan yang memerlukan pengaturan waktu. Sehubungan dengan alokasi waktu ibu rumah tangga dalam mengasuh anak maka peranan ibu rumah tangga dibagi menjadi dua yaitu peranan ibu sebagai ibu rumah tangga dan peran ganda ibu dalam rumah tangga. Bagi ibu rumah tangga yang tidak bekerja di luar rumah untuk mencari nafkah otomatis waktu yang tersedia dalam mengasuh dan merawat anak lebih banyak. Bahkan jika anak yang dimiliki masih balita dan belum mengikuti pendidikan dini di sekolah, waktu bersama anak dapat 24 jam dalam satu hari satu malam. Tahaptahap pengasuhan dan perawatan anak mulai anak bangun pagi sampai anak tidur pada malam hari dapat dilakukan oleh ibu sepenuhnya (Satoto 1990).
34
Di usianya yang memasuki masa prasekolah, anak sudah menjadi prototip manusia dewasa. Ia bukan lagi bayi yang masih sangat tergantung pada orang tua atau pengasuhnya. Gabungan antara bimbingan dan tuntunan orang tua dengan potensi yang ada pada anak membentuk diri anak yang unik. Oleh karena itu, bagaimana orang tua, termasuk pengasuh, membantu anak mengembangkan diri sejak usia prasekolah sangat penting artinya bagi anak. Perkembangan sosial, emosial, dan intelektual anak sangat tergantung pada pola pengasuhan baik oleh orang tua, guru, atau pengasuh lain. Perkembangan intelektual anak tidak semata-mata dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi juga oleh faktor genetik, kecukupan gizi, pola pengasuhan di rumah, perlakuan di sekolah, dan perlakuan di masyarakat sekitarnya. Orang tua sebagai pendidik yang pertama dan utama adalah tokoh sentral yang diharapkan dapat mengantarkan anak pada pengoptimalan perkembangan potensi anak, dengan memberi perlakuan dan bimbingan yang tepat (Evans & Stansberry 1998). Selain itu, modal terpenting bagi seorang anak sehubungan dengan perkembangan sosialnya adalah, pertama, rasa aman yang dia peroleh dari pengasuhnya. Kedua, kualitas hubungan yang baik dengan saudara kandung, teman, dan gurunya. Hubungan antar pribadi yang hangat di antara mereka juga membuat anak merasa nyaman dan penuh percaya diri dalam berhubungan dengan lingkungannya (TRA 2000). Menurut UNICEF dalam Soekirman (2000), salah satu faktor yang mempengaruhi status kesehatan anak adalah pola pengasuhan. Pola pengasuhan secara tidak langsung akan mempengaruhi status gizi anak. Jus’at, Jahari, Achmadi, Putra, dan Soekirman (2000) melihat pentingnya pola asuh yang baik dalam pertumbuhan dan perkembangan balita. Lebih khusus lagi, mereka menyatakan bahwa pola asuh gizi merupakan bagian dari pola asuh yang diwujudkan dengan tersedianya pangan dan perawatan kesehatan serta sumber daya lainnya untuk kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan anak. Beberapa aspek kunci dari pola asuh gizi, antara lain adalah pengasuhan psikososial, penyiapan makanan, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, praktek kesehatan di rumah tangga dan pola pencarian pelayanan kesehatan.
35
Peran pola asuh (care) dalam pertumbuhan dan perkembangan anak dapat dilihat pada Gambar 5.
Gizi dan Pertumbuhan
Perkembangan Kognitif
CARE Perkembangan Psikomotor
Perkembangan Sosial
Gambar 5. Peran Pola Asuh (Care) pada Pertumbuhan dan Perkembangan Anak (Sumber: Jus’at, Jahari, Achmadi, Putra, dan Soekirman 2000) Lingkungan Pengasuhan Keluarga Benjamin S. Bloom melalui bukunya All Our Children Learning dalam Theresia and Caplan (1983) mengatakan bahwa jika orang tua ingin meningkatkan pembelajaran anak, suasana/lingkungan rumah adalah satu-satunya tempat di mana mereka memiliki beberapa tingkat pengendalian. Rumah memiliki pengaruh yang paling besar pada perkembangan bahasa anak dan kemampuan umumnya untuk belajar. Orang tua menyediakan rumah sebagai tempat permulaan yang baik bagi perkembangan anak. Orang tua adalah guru pertama anak. Parent as the first teacher (PAFT) didasarkan pada filosofi bahwa orang tua adalah guru pertama dan paling penting bagi anak. PAFT memberikan dukungan praktis dan arahan gratis pada anak. FAFT dapat membantu keluarga untuk (Anonim 2000): •
memahami bagaimana anak mereka tumbuh dan berkembang,
•
mendorong pertumbuhan dan perkembangan anak,
•
menjamin kemanan dan kesejahteraan anak,
•
memperoleh keyakinan pada keterampilan perawatan/pengasuhan anak, dan
•
memperoleh dukungan dan asistensi dari ahli yang mungkin dibutuhkan untuk kesehatan dan perkembangan anak
36
Program
ini
menyerupai
Gerakan
Bina
Keluarga
Balita
yang
dikembangkan oleh Kementerian Peranan Wanita dan kemudian diteruskan oleh Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. Orang tua dan orang-orang yang terdekat dengan kehidupan anak memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak (Jalal, 2002). Selanjutnya disebutkan beberapa hal dapat diakukan orang tua untuk meningkatkan status kesehatan dan perkembangan otak anak. Hal-hal yang dapat dilakukan tersebut antara lain memberi rangsangan berupa kehangatan dan cinta kasih yang tulus; memberi pengalaman langsung dengan menggunakan inderanya (penglihatan, pendengaran, perasa, peraba, penciuman); interaksi melalui sentuhan, pelukan, senyuman, nyanyian; mendengarkan dengan penuh perhatian; menanggapi ocehan anak; mengajak bercakap-cakap dengan suara yang lembut; dan memberikan rasa aman. Sentuhan tersebut sangat membantu dalam merangsang
otak
untuk
menghasilkan
hormon
yang
diperlukan
untuk
perkembangan. Bertitik tolak dari kenyataan tersebut, pendidikan dalam kerangka pembentukan kebiasaan berpikir dan bertindak pada anak harus mensinergikan aspek-aspek tumbuh kembang anak. Aspek-aspek tumbuh kembang anak yang harus dikembangkan mencakup: a) perkembangan keimanan dan ketaqwaan, b) perkembangan budi pekerti, c) perkembangan sosial-emosional, d) perkembangan displin, e) perkembangan kemampuan berbahasa dan berkomunikasi, f) perkembangan daya pikir, g) perkembangan seni dan kreativitas, dan h) perkembangan fisik (Jalal 2002). Sebagai orang tua, kita dapat memiliki pengaruh yang luar biasa pada kreativitas anak. Bagi anak-anak, melakukan suatu kegiatan selalu merupakan hal penting, hasil akhir adalah hanya sedikit mendapat perhatiannya. Oleh karena itu, beberapa hal yang perlu diperhatikan orang tua untuk mendorong berkembangnya kreativitas anak, antara lain adalah (Anonim 1999): a. Jangan menginterpretasikan pekerjaan atau perbuatan anak sebagai representasi dari semua tindakannya. Kesalahan dalam suatu tindakan bukan berarti menggambarkan kekurangmampuannya dalam melakukan
37
tindakan itu. Menyalahkan suatu tindakan anak akan menghambat kreativitasnya. b. Hindari mengevaluasi pekerjaan anak secara salah! c. Biarkan anak sebebas mungkin untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan kreativitasnya. Misalnya, jangan melarang anak untuk mencoba menggunakan peralatan dapur (tetapi tidak merusak). Anak prasekolah, misalnya, harus didorong untuk belajar dan mengikuti aturan yang memberikan mereka akses yang bebas terhadap penggunaan peralatan tersebut. d. Pastikan bahwa Anda tidak berlebih-lebihan menerapkan aturan sampai ke keadaan yang menyebabkan gangguan pada anak dalam berkreasi. e. Berikan mereka pengertian bahwa ‘berbuat salah’ merupakan cara lain untuk belajar. Menghentikan tindakan anak yang salah secara kaku berakibat kepada penghambatan perkembangan kreativitasnya. Ada beberapa faktor penting dalam keluarga yang turut menentukan kualitas pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu faktor pendidikan orang tua, pengetahuan gizi ibu, besar keluarga, pendapatan keluarga, dan gaya pengasuhan orang tua. Pendidikan Orang Tua.
Ibu merupakan pendidik pertama dalam
keluarga, untuk itu perlu dibekali berbagai pengetahuan dan keterampilan agar ibu mengerti dalam pengasuhan anak dan bersikap positif dalam membimbing tumbuh-kembang anak secara baik sesuai dengan tahap perkembangan anak (Darmaji, Patmonodewo, Atmodiwirjo, Hadis, dan Lestari 1984). Pendidikan ibu disamping merupakan modal utama dalam menunjang perekonomian rumah tangga juga berperan dalam pola penyusunan makanan untuk rumah tangga maupun dalam pola pengasuhan. Selanjutnya Darmadji et al. (1984) menyatakan bahwa dalam mengasuh anak, ibu yang berpendidikan tinggi bersifat lebih terbuka terhadap hal-hal yang baru karena lebih sering mengikuti artikel-artikel, pemberitaan-pemberitaan melalui surat kabar, majalah maupun televisi mengenai anak sehingga lebih mengerti perkembangan diri anak.
Hal ini berbeda dengan ibu yang
berpendidikan rendah dengan pengetahuan dan pengertian yang terbatas mengenai
38
kebutuhan dan perkembangan anak sehingga kurang menunjukkan pengertian, dan cenderung mendominir anak mereka (Widjaja 1986). Pengetahuan tentang kesehatan dan perkembangan anak yang minimal, sekedar pengetahuan dan kebiasaan mengasuh yang di perolehnya dari orang tua dan tetangga yang mungkin memiliki taraf pendidikan dan pengalaman yang juga kurang merupakan unsur yang menghambat ibu dalam melaksanakan pengasuhan anak semaksimal mungkin (Tjokrowinoto et al. 1984). Pendidikan ibu sangat erat kaitannya dengan kesehatan anak, baik itu diukur dari status gizinya ataupun dari kematian anak.
Pudjiadi (1997)
mengatakan bahwa pengetahuan orang tua tentang usia yang tepat untuk memulai penyapihan dapat menghindari dari penyimpangan pertumbuhan. Pada keluarga dengan pendapatan rendah penyapihan terlalu dini akan menyebabkan kerugian karena makanan yang diberikan kurang bergizi dan kurangnya pengetahuan tentang makanan anak. Selain pendidikan ibu yang berperan dalam pola pengasuhan anak dalam rumah tangga, pendidikan ayah juga mempengaruh perkembangan anak dalam pengasuhan yang diberikan, contohnya dalam pemberian makanan kepada anak. Pada beberapa kultur di Indonesia banyak ditemui bahwa makanan yang disajikan untuk ayah lebih baik dari yang lainnya seperti ibu dan anak karena ayah adalah yang mencari nafkah. Tetapi jika ayah mengerti pentingnya gizi untuk anak terutama pada masa pertumbuhan maka hal-hal tersebut akan dapat dihindari. Hal ini hanya dapat berjalan jika ayah memiliki pendidikan yang memadai. Pengetahuan Gizi Ibu.
Sebagaimana dikatakan oleh Moehdji (1986)
bahwa sebagian besar kejadian gizi buruk pada anak dapat dihindari apabila ibu mempunyai cukup pengetahuan tentang bagaimana cara mengolah bahan makanan, cara mengatur menu dan mengatur makanan anak. Tetapi pengaruh pengetahuan gizi terhadap konsumsi makanan tidak selalu linier, artinya semakin tinggi tingkat pengetahuan gizi ibu rumah tangga, belum tentu konsumsi makanan menjadi baik.
Konsumsi makanan jarang dipengaruhi oleh pengetahuan gizi
secara tersendiri, tetapi merupakan interaksi dengan sikap dan keterampilan (Sanjur 1982).
39
Menurut Sajogyo, Suhardjo, dan Khumaidi (1994), secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi status gizi anak, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anak balitanya, sehingga keadaan gizinya terjamin. Besar Keluarga.
Banyaknya anggota keluarga akan mempengaruhi
konsumsi pangan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa ada hubungan sangat nyata antara besar keluarga dan kurang gizi pada masing-masing keluarga. Jumlah anggota keluarga yang semakin besar tanpa diimbangi dengan meningkatnya pendapatan akan menyebabkan pendistribusian konsumsi pangan akan semakin tidak merata. Pangan yang tersedia untuk suatu keluarga besar mungkin hanya cukup untuk keluarga yang besarnya setengah dari keluarga tersebut. Keadaan yang demikian tidak cukup untuk
mencegah timbulnya gangguan gizi pada
keluarga besar. Seperti juga yang dikemukakan Berg (1986) bahwa jumlah anak yang menderita
kelaparan pada keluarga besar, empat kali lebih besar
dibandingkan dengan keluarga kecil. Anak-anak yang mengalami gizi kurang pada keluarga beranggota banyak, lima kali lebih besar dibandingkan dengan keluarga beranggota sedikit. Dalam hubungannya dengan pengeluaran rumah tangga, Sanjur (1982) menyatakan bahwa besar keluarga yaitu banyaknya anggota suatu keluarga, akan mempengaruhi
pengeluaran
rumah
tangga.
Suhardjo
(1989),
mencoba
menghubungkan antara besar keluarga dan konsumsi pangan, diketahui bahwa keluarga miskin dengan jumlah anak yang banyak akan lebih sulit untuk memenuhi kebutuhan pangannya, jika dibandingkan keluarga dengan jumlah anak sedikit. Lebih lanjut dikatakan bahwa keluarga dengan konsumsi pangan yang kurang, anak balitanya lebih sering menderita gizi kurang. Pendapatan Keluarga.
Pendapatan dalam satu keluarga akan
mempengaruhi aktifitas keluarga dalam pemenuhan kebutuhan keluarga. Keadaan ekonomi keluarga berperan dalam perkembangan anak dan menentukan tingkat kesejahteraan keluarga. Dengan adanya perekonomian yang cukup dalam keluarga, lingkungan materi yang dihadapi anak akan lebih luas serta memiliki kesempatan untuk mengembangkan macam-macam kecakapan. Keadaan sosial ekonomi keluarga yang serba kurang akan menyebabkan kondisi yang kurang
40
baik bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Disamping itu, jika pendapatan keluarga sudah memadai, maka pengasuhan anak dapat dikonsentrasikan sepenuhnya. Jika pendapatan keluarga tidak memadai maka diupayakan agar kebutuhan tersebut dapat terpenuhi dengan cara ibu membantu mencari nafkah dengan bekerja. Menurut Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi. (1994) pendapatan keluarga meliputi penghasilan ditambah dengan hasil-hasil lain.
Pendapatan keluarga
mempunyai peran yang penting terutama dalam memberikan efek terhadap taraf hidup mereka. Efek di sini lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan, dimana perbaikan pendapatan ekonomi akan meningkatkan tingkat gizi masyarakat. Namun demikian hal yang seperti itu tidak selamanya benar, sebab pada hakekatnya terpenuhinya makanan pada keluarga sangat tergantung pada berbagai faktor lain yang turut menentukan. Apabila memang pendapatan dapat mempengaruhi kualitas gizi, tentunya ini didasarkan pada suatu pemikiran bahwa jika pendapatan dari keluarga yang berupa penghasilan pokok baik berupa gaji kerja, maupun hasil investasi lain (tambak, perahu, usaha penyewaan peralatan, dan lain-lain), serta penghasilan tambahan yang berupa kerja sambilan, makelaran dan lain-lain sebagian besar dialokasikan untuk dibelanjakan membeli makanan yang dapat memenuhi kebutuhan gizi seluruh anggota keluarganya.
Adanya hubungan antara
pendapatan dan status gizi telah banyak dikemukakan para ahli (Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi. 1994, Suhardjo 1989a). Memang tidak selamanya bahwa seluruh pendapatan keluarga hanya untuk memenuhi kebutuhan pangannya saja.
Ada sebagian dari mereka yang
mempergunakan pendapatannya untuk menaikkan tabungan dan investasi mereka (Suhardjo 1989a). Kalau pendapatan tiap bulan dari keluarga sangat mencukupi, memang untuk menabung dan investasi sangat baik sebagai bekal dan persediaan apabila ada keperluan yang mendadak dan untuk hari depan, tetapi jika pendapatan mereka sangat pas-pasan terutama pada keluarga miskin akan sangat berbahaya untuk kesehatan para anggota keluarganya terutama gizi anak-anaknya. Penelitian yang dilakukan oleh Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas kedokteran Universitas Indonesia menunjukkan bahwa kecepatan pertumbuhan
41
anak ditentukan oleh keadaan ekonomi keluarga disamping pendidikan ibu. Keluarga yang keadaan ekonominya baik, dapat menyediakan makanan yang bermutu hingga pertumbuhan dapat berjalan dengan baik. Lingkungan Sekolah dan Pendidikan Anak Usia Dini Selain keluarga (orang tua, saudara kandung) dan pengasuh lain, pihak yang dapat berperan dalam pengasuhan anak prasekolah adalah sekolah (Taman Bermain dan Taman Kanak-kanak). Sekolah dapat berperan sebagai bagian dari sistem
pengasuhan,
mengoordinasikan
sumber
daya
masyarakat,
dan
mengembangkan jaringan keluarga untuk mendukung program pengasuhan anak (Anonim 2003). Pendidikan bagi anak usia dini atau anak usia 0 sampai dengan 6 tahun, sejak lama telah menjadi perhatian para orang tua, para ahli pendidikan, masyarakat dan pemerintah. Plato mengemukakan bahwa waktu yang paling tepat untuk mendidik anak adalah sebelum usia 6 tahun (Jamaris 2003). Menurut Jalal (2003a), cukup banyak alasan mengapa pendidikan sejak dini berperan besar dalam pengembangan sumber daya manusia dan pembentukan manusia seutuhnya. Mulai dari rendahnya rata-rata Nilai Ebtanas Murni (NEM) SD-SLTP, tingginya angka mengulang pada kelas SD awal sampai dengan rendahnya peringkat Human Development Index (HDI). Penelitian neurologi dan kajian pendidikan anak dini usia juga cukup memberikan bukti betapa pentingnya stimulasi sejak dini dalam mengoptimalkan seluruh potensi anak. Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangannya, kebutuhan belajar anak pun makin meningkat. Memasukkan anak ke sebuah lembaga pendidikan (dalam hal ini ‘sekolah’) adalah salah satu upaya pemenuhan kebutuhan itu. “Sekolah’ untuk anak usia prasekolah pada umumnya terbagi menjadi Taman Bermain (usia 3-4 tahun) dan Taman Kanak-kanak (4-6 tahun). Sesuai dengan sebutannya, kedua lembaga ini bukanlah sekolah seperti layaknya tempat belajar bagi anak-anak yang berusia lebih tua. Taman Bermain (TB) dan Taman Kanakkanak (TK) adalah tempat bermain dan belajar menyesuaikan diri dengan beberapa hal sebelum anak masuk sekolah kelak. Di TB dan TK inilah untuk pertama kali anak belajar berpisah dari lingkungan sehari-harinya di rumah untuk beberapa saat, dan belajar bergaul
42
dengan lebih banyak orang. Selain itu dia mendapat ‘pengganti’ orang tua yaitu guru. Di sinilah anak memperoleh pengalaman lain: belajar tunduk pada otoritas selai orang tuanya. Pendidikan anak usia dini di Indonesia, khususnya taman kanak-kanak telah diselenggarakan sejak lama, yaitu sejak awal kemerdekaan Indonesia. Di sekolah ini anak usia 4 – 5/6 tahun mendapat tempat untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam berbagai bentuk kegiatan belajar dalam bermain. Bentuk kegiatan ini diwujudkan dalam berbagai ekspresi diri secara kreatif (Jamaris 2003). Menurut Erikson dalam Tim Redaksi Ayahbunda (TRA), ada beberapa prinsip pendidikan dari lembaga pendidikan yang perlu dipahami oleh guru, orang tua, dan penyelenggara pendidikan (TRA 2000). a. Setiap individu anak adalah unik Tidak ada satu orang yang sama. Seseorang akan berkembang dengan baik apabila keunikan atau keberadaannya dihargai oleh orang-orang disekitarnya. Dalam hal belajar, misalnya, minat belajar anak belum tentu sama. Oleh karena itu, program belajar di TB atau TK harus mempertimbangkan adanya perbedaan minat antara anak yang satu dengan yang lainnya. b. Perkembangan membawa perubahan Pada dasarnya, perkembangan juga berarti perubahan. Demikian juga yang terjadi pada anak, kemampuan dan karakternya berubah. Seorang anak pemalas tidak harus selamanya jadi pemalas. Oleh karena itu, pemberian label negatif kepada anak sangat tidak dibenarkan. Tugas guru maupun orang tua adalah memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan anak, dan memberinya peluang untuk berubah. c. Perkembangan berjalan secara bertahap Irama perkembangan masing-masing anak berbeda. Ada yang cepat dan ada yang lambat. Usia bukanlah patokan kaku dalam perkembangan, ia hanya dianggap sebagai acuan dasar. Oleh karena itu, membanding-bandingkan kemampuan anak dengan anak yang lain yang berusia sama, tidak akan membawa manfaat baik bagi anak.
43
d. Anak sedang dalam masa ‘genting’ Pada dasanya usia prasekolah adalah masa genting dalam kehidupan seorang anak. Karena sesungguhnya, masa inilah masa ‘keemasan’ baginya dalam belajar, masa yang peka untuk menyerap segala informasi yang ada disekitarnya. e. Semua aspek perkembangan saling berhubungan Manusia adalah makhluk psikotik; perkembangan fisik, intelektual, dan sosioemosionalnya saling mempengaruhi. Terganggunya perkembangan satu aspek akan berdampak pada aspek lainnya. Anak yang kekurangan gizi, misalnya, tidak hanya akan terganggu pertumbuhan fisiknya tetapi juga perkembangan intelektualnya. f. Bakat dan lingkungan saling mempengaruhi perkembangan anak Masing-masing anak dilahirkan dengan bakat dan minat yang berbeda. Namun bukan berati lingkungan tidak dapat mempengaruhi potensi yang sudah ada ini. g. Perilaku anak tergantung pada motivasi dari dalam dan luar dirinya Motivasi dari dalam diri adalah dorongan yang timbul atas kesadaran anak sendiri untuk melakukan hal-hal yang ingin ia lakukan. Umumnya, anak-anak akan melakukan hal positif apabila sadar bahwa tindakannya tersebut akan menguntungkan baginya. Oleh karena itu, untuk memicu munculnya motivasi dari dalam diri anak, pendidik hendaknya memberi lebih banyak pengertian tentang keuntungan yang akan diperoleh anak apabila ia berlaku positif. h. Perkembangan inteligensia bergantung pada pola pengasuhan Perkembangan intelektual anak tidak semata-mata dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi oleh beberapa faktor, antara lain genetik, kecukupan gizi, dan pola pengasuhan. Orang tua sebagai pendidik utama diharapkan dapat mengantarkan anak kepada optimalisasi perkembangan potensinya. i.
Perkembangan pribadi anak tergantung pada hubungan antar priibadi, kesempatan mengekspresikan diri, dan bimbingan pada setiap tahap perkembangan Berbagai penelitian telah menunjukkan bahwa modal terpenting bagi
seorang anak untuk perkembangan sosialnya adalah, pertama, rasa nyaman yang
44
diperoleh dari hubungannya dengan orang tua. Kedua, kualitas hubungan yang baik (termasuk kebebasan mengekspresikan diri dengan saudara kandung, teman, dan guru). Senada dengan Erikson, Bredekam, Knuth, Kunesh, dan Shulman (1992) mengajukan prinsip teoritis perkembangan dan belajar anak, termasuk anak prasekolah. Pada dasarnya, dalam menjalankan program pendidikan pada anak, hal yang penting diperhatikan adalah keberadaan anak itu sendiri (Tabel 3). Di Indonesia, prinsip Erikson ini menjadi bekal bagi para guru di TB dan TK. Pada kenyataannya, prinsip-prinsip ini menjadi dasar bagi berkembangnya sistem pendidikan yang menganut prinsip bermain sambil belajar, bukan belajar sambil bermain. Dengan tetap memperhatikan kebutuhan informasi pada anak, para guru seyogyanya mengingat bahwa kegiatan utama anak usia 3-6 tahun adalah bermain. Kegiatan belajar diberikan melalui permainan. Tabel 3. Prinsip Teoritis Perkembangan dan Belajar Anak Prinsip Anak belajar paling baik ketika kebutuhan fisik mereka terpenuhi dan mereka merasa aman secara psikologis Anak membentuk pengetahua n
Anak belakar melalui interaksi sosial dengan anak atau orang dewasa lain Minat anak untuk belajar
Perkembangan manusia dan perkembangan belajar dicirikan oleh variasi antar individu Sumber: Bredekamp et al. (1992)
Praktek • Anak dianjurkan untuk mendengar guru pada waktu yang tidak terlalu lama. • Suasana lingkungan harus mendukung rasa aman bagi anak. • Pengetahuan dibangun sebagai hasil dari interaksi dinamis antara anak dan lingkungan fisik dan sosial. • Anak perlu didorong untuk mengembangkan kreativitasnya. • Guru mendorong hubungan antara anak dengan orang yang lebih tua dan dengan teman sebayanya. • Peran guru adalah sebagai pendukung, pengarah, fasilitator bagi perkembangan dan pembelajaran anak. • Guru perlu mengidentifikasi apa yang membuat anak tertarik, kemudian membiarkan anak melakukannya. • Kegiatan yang didasarkan pada minat anak memberikan motivasi untuk belajar. • Masing-masing individu memiliki pola masing-masing dan saat untuk berkembang, demikian juga halnya dengan gaya belajarnya.
Secara umum, jenjang pendidikan anak prasekolah di Indonesia terbagi dua, yaitu TB untuk anak yang berusia 3-4 tahun dan TK untuk anak yang berusia 4-6 tahun yang dibagi menjadi dua, yaitu TK kecil (untuk anak yang berusia 4-5 tahun) dan TK besar (untuk anak yang berusia 5-6 tahun). Pada prinsipnya, tidak
45
ada perbedaan antara jenjang ‘pendidikan’ pada TB dan TK, karena keduanya didasarkan pada asas bermain sambil belajar. Hanya saja materi ‘pelajaran’ dan lama ‘belajar’ sedikit berbeda sesuai dengan tahap perkembangan anak. Pada umumnya, pada TB anak-anak hanya masuk ‘sekolah’ sebanyak 2 kali seminggu, sementara anak TK masuk setiap hari kecuali hari minggu. Lama belajar setiap hari adalah 3 jam. Pada TK, anak-anak diharapkan sudah mandiri sehingga tidak perlu lagi ditunggui oleh orang tua. Sementara itu, kehadiran orang tua/pengasuh sangat diharapkan pada TB, karena anak masih sangat memerlukan bantuan orang lain untuk merawatnya. Di TB, materi ‘pelajaran’ diberikan secara informal, tanpa pengarahan ketat. Anak-anak bebas melakukan berbagai kegiatan sesuai dengan minatnya. Guru hanya berperan sebagai pengawas dan pembimbing. TK memerlukan arahan guru. Pada jam menggambar, misalnya, diharapkan semua anak melakukan kegiatan menggambar. Pada TK sudah diajarkan mengenal aturan, displin, tanggung jawab, dan kemandirian. Displin mulai ditanamkan pada TK kecil, dan makin dikembangkan pada TK besar. Bentuk pembelajaran dan pengajaran pada anak prasekolah harus didasarkan pada prinsip-prinsip pendidikan bagi anak secara umum, dan anak prasekolah secara khusus. Model tersebut harus memberikan gambaran yang jelas mengenai apa yang dilakukan anak dan guru. Tabel 4 memuat hal-hal yang perlu dilakukan anak dan guru berkaitan dengan proses pembelajaran anak prasekolah. Belajar dan perkembangan yang bersifat individual, tidak mungkin untuk menetapkan harapan yang seragam. Namun, itu adalah mungkin mengidentifikasi paramater untuk mengarahkan keputusan tentang kesesuaian harapan kurikulum (Bredekamp et al. 1992). Kerangka berikut berguna untuk menentukan kandungan kurikulum bagi penyelenggaran pendidikan bagi anak prasekolah. Kerangka ini merefleksikan siklus belajar manusia (pergeseran dari kesadaran, eksplorasi, penyelidikan, dan penggunaan). Kesadaran (awareness) adalah pengenalan luas terhadap parameter belajar: kejadian, objek, orang, atau konsep. Eksplorasi (exploration) adalah proses pemahaman komponen atau atribut dari kejadian, objek, orang, atau konsep melalui apa pun yang tersedia. Penyelidikan
(inquiry) adalah proses
46
pengembangan pemahaman melalui kejadian, objek, orang, dan konsep. Pada keadaan ini, anak mulai menggeneralisasikan konsep personalnya dan menyesuaikannya dengan cara berpikir dewasa. Sedangkan penggunaan (utilization) adalah taraf fungsional dari belajar, yang padanya anak dapat menerapkan pemahamannya tentang kejadian, objek, orang, atau konsep.
Tabel 4. Model Pembelajaran dan Pengajaran Apa yang Dilakukan Anak Kesadaran Pengalaman Mendapatkan minat Merasakan Mengikuti
Apa yang Dilakukan Guru • • • •
Menciptakan suasana yang tepat Menyediakan kesempatan dengan mengenalkan objek dan kejadian baru Mengundang minat dengan mengajukan masalah atau petanyaan Merespon minat anak atau membagi pengalaman Menunjukkan minat dan gairah Memfasilitasi Mendukung Memperluas permainan Menggambarkan kegiatan anak Menanyakan pertanyaan terbuka, misalnya “Apa lagi yang dapat kamu lakukan?” Menghargai pemikiran anak
• Penjelajahan • Mengamati • Mengumpulkan informasi • Menemukan • Mewakili • Membentuk pemahaman sendiri Menerapkan aturan sendiri • Menciptakan pengertian personal Penyelidikan • Membantu anak memperbaiki pemahaman Menguji/Memeriksa • Mengarahkan anak, memfokuskan perhatian Menginvestigasi • Menanyakan pertanyaan yang terfokus, Memfokuskan misalnya “Apa yang terjadi jika?” Mengajukan penjelasan • Menyediakan informasi jika diperlukan Membandingkan pemikiran • Membantu anak membuat pengaitan sendiri dengan pemikiran orang (connections) lain • Memberikan waktu untuk penyelidikan Menggeneralisasikan berkelanjutan Menghubungkan Menyesuaikan dengan sistem aturan konvensional Penggunaan • Membantu anak untuk berlaku pada situasi Menggunakan pembelajaran baru pada berbagai cara, belajar • Menyediakan situasi yang bermanfaat untuk menjadi fungsional belajar Menerapkan ke sistuasi baru Sumber: NAEYC and NAECS/SDE “Guidelines for Appropriate Curriculum Content and Assessment for Programs Serving Children Ages 3 through 8” (1990) dalam Bredekamp et al. (1992)
47
Lingkungan Peer Group Memasuki usia 3 tahun, seorang anak akan semakin mandiri dan mulai mendekatkan diri pada teman-teman sebayanya.
Pada tahap ini ia mulai
menyadari apa yang ia rasakan, apa yang mampu dan belum dapat ia lakukan. Kesadaran ini didukung oleh kemampuannya yang pesat dalam perkembangan bahasa. Perbendaharaan katanya sudah cukup banyak untuk mengkomunikasikan keinginannya (Sujiono 2002). Alasan lain perlunya memasukkan anak usia prasekolah ke lembaga pendidikan adalah bahwa anak perlu teman bermain. TB dan TK menawarkan berbagai jenis permainan dan kesempatan bermain bersama. Anak usia 4-6 tahun secara sosial dan intelektual dirangsang melalui kontak dengan teman bermainnya, gurunya, dan kegiatan dan kejadian di sekolah (Theresia & Caplan 1983). Melalui percakapan sehari-hari dengan teman-temannya di taman kanakkanak, anak prasekolah dipenuhi dengan pembicaraan dan pertanyaan. Mereka dapat mendiskusikan hal ilmu pengetahuan sederhana, misalnya mengenai kelinci, ular, dan ikan. Mereka dapat merangkum reaksi individualnya kepada apa yang mereka lihat atau dengar pada perjalanan kelompok (study tour). Persahabatan atau pertemanan adalah hal yang mendasar pada anak usia dini termasuk anak prasekolah. Persahabatan dengan kelompok sebaya (peer group)
memberikan
mereka
pengalaman
yang
sangat
berharga
dalam
perkembangan motorik, sosial dan emosional, mental dan intelektual, serta perkembangan bahasanya. Bermain dengan anak-anak sebayanya memberikan mereka
pengalaman
yang
menyenangkan
atau
bahkan
menyakitkan
(mengecewakan). Pengaruh Morbiditas terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada masa ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan otak dan terjadinya gangguan perkembangan inteligensia (Winarno 1990).
48
Sehat atau tidaknya anak dapat dilihat dari ada atau tidaknya penyakit infeksi yang diderita. Infeksi saat ini lebih sering akibat dari interaksi hospes dengan bakteri yang menyusun flora normal hospes, dan bukan dari mikroorganisme eksogen. Ini sangat berbeda dengan epidemi penyakit infeksi pada zaman dahulu, misalnya pes, kolera dan cacar, yang merupakan penyakitpenyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme yang mampu menimbulkan infeksi pada hospes yang rentan dan dengan demikian merupakan bencana pada ras manusia.
Sekarang ancaman infeksi yang paling serius disebabkan oleh
mikrobiota kita sendiri (Shulman, Phair & Sommer 1994). Untuk mendiagnosis penyakit infeksi, diperlukan pemeriksaan terhadap penderita secara klinis dan laboratoris. Tiap-tiap pemeriksaan terkadang secara timbak balik diperlukan sekali dan tidak dapat diabaikan. Terkadang secara klinis saja sudah dapat diperkirakan penyebabnya, namun pemeriksaan secara laboratoris diperlukan juga. Terkadang kita temukan penyakit dengan sindrom atau gejala-gejala yang sama, tetapi berlainan kuman penyebabnya. Untuk itu diperlukan pemeriksaan laboratorium.
Contohnya adalah penyakit diare atau
buang air besar berair atau berlendir dapat disebabkan oleh kuman-kuman seperti Salmonella, Basil Dysentery atau oleh virus (Prabu 1998). Jenis-jenis penyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak antara lain, pilek, radang saluran pernafasan, batuk, diare dan demam. Penyakit pilek adalah penyakit yang mengganggu kehidupan kita sehari-hari. Gejala-gejala awal dari penyakit pilek adalah rasa tidak enak badan, kadang-kadang langsung dimulai dengan demam, rasa pegal linu, lemas, lesu, bersin-bersin, terasa nyeri diotot-otot dan sendi. Penyebab dari pilek adalah virus (Prabu 1998). Penyakit radang saluran pernafasan terutama banyak terdapat pada musim hujan atau di daerah tempat udaranya selalu lembab. Penderita penyakit tersebut umumnya adalah anak muda dan orang tua. Selain itu juga ada orangorang tertentu yang mudah terserang oleh penyakit tersebut karena lemahnya badan mereka. Penyebab utama penyakit radang saluran pernafasan adalah akibat penyakit pilek dan akibat perubahan udara. Umpamanya udara yang panas yang diikuti menurunnya suhu udara, sehingga daya penyesuaian tubuh terhadap
49
perubahan cuaca tidak cukup baik, maka seseorang akan mudah terserang penyakit. Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak balita.
Penyebab
penyakit ini adalah kuman Haemophylus pertusis. Kuman ini biasanya berada di saluran pernafasan.
Bila anak-anak dalam keadaan daya tahan tubuhnya
melemah, maka kuman tersebut mudah sekali menyerang dan menimbulkan penyakit. Penularannya melalui cairan yang keluar dari hidung yang tersembur ke luar waktu batuk atau bersin. Perawatan dan pencegahan penyakit ini tidak terlalu sulit. Bila anak tidak begitu menderita dan cuaca cukup baik, boleh ia dibawa keluar agar dapat menghirup udara segar dan bersih.
Makanan sebaiknya
diberikan yang ringan-ringan dan cukup bergizi. Pencegahan penyakit ini dengan imunisasi DPT (Prabu 1998). Diare adalah buang air besar yang disertai banyak air dan merupakan kumpulan gejala dari berbagai penyakit.
Diare biasanya bersamaan dengan
peradangan usus. Diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan ini harus dihadapi dengan serius, mengingat cairan banyak keluar dari tubuh, sedangkan tubuh pada umumnya (60%) terdiri daripada air. Sebab itu bila seseorang menderita diare berat, maka dalam waktu singkat tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus (Shulman, Phair & Sommer 1994). Perawatan kesehatan yang teratur, tidak saja pada saat sakit, tetapi pemeriksaan kesehatan dan menimbang anak secara rutin setiap bulan, akan menunjang pada tumbuh kembang anak. Oleh karena itu pemanfaatan fasilitas pelayanan kesehatan dianjurkan untuk dilakukan secara komprehensif, yang mencakup aspek-aspek promotif, preventiv, kuratif dan rehabilitatif. Anak yang sering mengalami penyakit infeksi akan terganggu tumbuh kembangnya dan juga akan mengalami stres yang berkepanjangan akibat dari penyakitnya (Soetjiningsih 1998). Dampak Stimulasi terhadap Perkembangan Anak Stimulasi adalah serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk membantu anak mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Kegiatan ini dilakukan melalui serangkaian latihan terarah dan berkesinambungan yang meliputi kegiatan gerak, bicara, bergaul dan pembinaan kemandirian anak (Madanijah 2000). Awal
50
kehidupan anak merupakan masa kritis dalam kehidupan manusia dan kematangan yang dicapai harus disempurnakan dengan rangsangan yang tepat. Menurut Patmonodewo (1993), intervensi dini membantu anak dalam keluarga, bertujuan agar anak dapat bertahan dan optimal dalam perkembangannya. White dalam Patmonodewo (1993) menekankan bahwa pada usia tiga tahun pertama adalah masa penting untuk diberi intervensi dan Patmonodewo (1993) menyatakan bahwa sangat terlambat jika intervensi diberikan pada ulang tahun kedua. Hasil penelitian di Tempat Penitipan Anak Pangalengan menunjukkan bahwa anak yang diasuh oleh pengasuh yang mendapatkan pelatihan psikososial mempunyai IQ rata-rata lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang diasuh dengan pengasuh yang tidak dilatih (Pollit et al. 1998). Sehingga peranan keluarga terutama ibu dalam mengasuh anak sangat menentukan tumbuh kembang anak. Pengasuhan yang baik dalam pemberian makanan, pemeliharaan kesehatan, dan stimulasi mental serta dukungan emosional dan kasih sayang akan memberikan kontribusi yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan intelektual anak (Engle & Lhotska 1999, Husaini 1999). Beberapa penelitian telah dilakukan untuk melihat pengaruh stimulasi psikososial terhadap perkembangan anak, baik yang dilakukan dalam bentuk intervensi tunggal maupun gabungan dengan intervensi lainnya. Patmonodewo (1993) melakukan penelitian dengan memberikan stimulasi psikososial “Ibu Maju Anak Bermutu” terhadap anak baduta usia 12-24 bulan. Walker dan Grantham McGregor (2000) melakukan penelitian dengan memberikan intervensi stimulasi psikososial selama 2 tahun pada anak berumur 9-24 bulan. Selain itu GranthamMcGregor, Walker, Chang dan Powell melakukan penelitian dengan intervensi stimulasi psikososial yang dipadukan dengan suplemen. Anwar (2002) melakukan studi intervensi terpadu kepada anak baduta (12-18 bulan) selama 4 bulan dengan bentuk intervensi : stimulasi psikososial “Ibu Maju Anak Bermutu, penyuluhan gizi setiap dua minggu sekali, penyuluhan kesehatan setiap dua minggu sekali,” dan pemberian makanan tambahan berupa bahan makanan pokok yaitu beras, kentang dan telur dengan kandungan zat gizi mendekati 70% kebutuhan zat gizi anak umur 12-18 bulan.
Pada tahun 2005, Herawati melakukan penelitian
intervensi terpadu juga kepada anak baduta (usia 6 bulan) selama 6 bulan dalam
51
bentuk stimulasi psikososial, penyuluhan gizi dan kesehatan dan pemberian suplemen delvita.
Gambaran singkat beberapa hasil penelitian stimulasi
psikososial seperti terlihat pada Tabel 5 dibawah ini. Tabel 5. Hasil Penelitian Intervensi Stimulasi Psikososial pada Anak Peneliti
Contoh
Intervensi&desain
Pengukuran
Patmonodewo (1993)
69 anak usia 12-24 bulan Klp I : stimulasi Klp II : kontol
Stimulasi psikososial
Home Observation for Measurement of the Environment (HOME) Bayley Scales
Walker & Grantham McGregor (2000)
Anak 9-24 bulan klp 1: growth restricted children Klp 2 : non restricted children
Stimulasi psikososial selama 2 tahun
Sesudah 4 tahun intervensi WICS
Grantham McGregor et al. (1997)
127 anak ; 9-24 bln Klp I: Supplementasi KlpII: Stimulasi Klp III: Suppl+Stimulasi Klp IV: kontrol
Anwar (2002)
105 anak; 12-18 bln klp I : kontrol klp II: intervensi tidak lengkap klp III: intervensi lengkap
Intervensi: penyuluhan gizi, penyuluhan kesehatan, pemberian makanan tambahan (telur, kentang & beras) dan stimulasi psikososial
Home Observation for Measurement of the Environment (HOME) Bayley Scales
Herawati (2005)
171 anak; 6-12 bln klp I : kontrol klp II: intervensi tidak lengkap klp III: intervensi lengkap
Intervensi: penyuluhan gizi, penyuluhan kesehatan, pemberian suplementasi dan stimulasi BKB
Home Observation for Measurement of the Environment (HOME) Bayley Scales
Intervensi stimulasi: 2 tahun
General cognitive, Perceptualmotor factor, memory
Hasil&Kesimpula n Klp I nyata lebih baik dibanding klp II dalam hal skor HOME dan skor Bayley (mental dan psikomotor) Stimulasi Psikososial kecil tapi nyata berdampak positif jangka panjang terhadap kognitif Performans klpk I nyata lebih jelek dibanding klpk II Klp I, II, III nyata lebih baik dibanding kontrol Klp III bisa kejar tumbuh (32 anak) Klp II hanya nyata pada ibu yang IQ verbalnya lebih tinggi MDI klp III & I nyata berbeda MDI klp II & III tidak nyata PDI tidak berbeda nyata. Terdapat hubungan nyata antara MDI, PDI, dg Total HOME Perlakuan pada klp II dan III berdampak positif pada tumbuh-kembang bayi. Perlakuan pada klp III berdampak positif pada PDI.
52
Berbagai Rancangan Program Pendidikan Prasekolah Perkembangan pendidikan prasekolah tidak hanya terjadi di negara yang telah maju saja, tetapi juga di negara yang sedang membangun. Berbagai macam pelayanan pendidikan prasekolah ditemukan di sekitar kehidupan kita, baik yang diselenggarakan oleh pihak pemerintah maupun oleh pihak swasta, baik yang langsung menjangkau anak didik atau melalui pemberian pelatihan kepada para ibu atau sekaligus yang menjangkau anak dan ibunya. Hal tersebut membuktikan betapa pentingnya pendidikan untuk anak prasekolah. Berbagai alternatif program pendidikan untuk anak prasekolah baik yang diselenggarakan di sekolah maupun yang di luar sekolah seperti Taman KanakKanak, Tempat Penitipan Anak, Bina Keluarga dan Balita, HIPPY, Head Start, sekolah luar biasa (Patmonodewo, 2003). Dalam pendidikan formal seperti taman kanak-kanak, pengajarnya adalah orang-orang yang memang telah mendapat pendidikan khusus tetapi di dalam pendidikan non formal yang diselenggarakan masyarakat setempat, pengajarnya atau pelatihnya bukanlah selalu orang yang mempunyai latar belakang pendidikan guru. Minat mengembangkan pendidikan prasekolah bersumber dari lima macam pemikiran, yaitu: •
Meningkatnya tuntutan terhadap pengasuhan anak dari para ibu yang bekerja, yang berasal dari berbagai tingkatan sosial ekonomi.
•
Adanya perhatian yang dikaitkan dengan produktivitas, persaingan yang bersifat internasional, permintaan tenaga kerja yang bersifat global, kesempatan kerja yang luas baik bagi wanita maupun bangsa manapun.
• Pandangan bahwa pengasuhan anak sebagai suatu kekuatan utama guna membantu para ibu untuk meningkatkan kualitasnya baik sebagai ibu maupun sebagai sumber daya manusia pada umumnya, sehingga dapat bersaing dalam pasar tenaga kerja. • Adanya hasrat untuk meningkatkan kualitas anak sejak usia dini terutama bagi mereka yang orang tuanya kurang beruntung, antara lain yang kurang mampu memasukkan anak ke TK. •
Program untuk anak usia dini mempunyai dampak positif yang panjang terhadap peningkatan kualitas perkembangan anak.
53
Pelayanan
pendidikan
untuk
anak
prasekolah
sangat
bervariasi
programnya, yaitu: 1. Day Care/Tempat Penitipan Anak (TPA) Day care adalah sarana pengasuhan anak dalam kelompok, biasanya dilaksanakan pada saat jam kerja. Day care merupakan upaya yang terorganisasi untuk mengasuh anak-anak di luar rumah selama beberapa jam dalam satu hari bilamana asuhan orang tua kurang dapat dilaksanakan secara lengkap. Dalam hal ini pengertian Day Care hanya sebagai pelengkap terhadap asuhan orang tua dan bukan sebagai pengganti asuhan orang tua (Patmonodewo 2003). Sarana penitipan anak ini biasanya dirancang secara khusus baik program, staf maupun pengadaan alat-alatnya. Tujuan sarana ini untuk membantu dalam hal pengasuhan anak-anak yang ibunya bekerja. Semula sarana penitipan anak diperuntukkan bagi ibu dari kalangan keluarga yang kurang beruntung, sedangkan sekarang sarana ini lebih banyak diminati oleh keluarga tingkat menengah dan atas yang umumnya disebabkan kedua orang tuanya bekerja. Berdasarkan hasil rapat koordinasi ‘Usaha Kesejahteraan Anak’ Departemen Sosial Republik Indonesia, dikemukakan pengertian Tempat Penitipan Anak (TPA) adalah lembaga sosial yang memberikan pelayanan kepada anak-anak balita yang dikhawatirkan akan mengalami hambatan dalam pertumbuhannya, karena ditinggalkan orang tua atau ibunya bekerja. Pelayanan ini diberikan dalam bentuk peningkatan gizi, pengembangan intelektual, emosional dan sosial. Pada kenyataannya dari lapangan ada beberapa alasan dari para ibu yang menyerahkan anaknya kepada TPA, antara lain: •
Kebutuhan untuk melepaskan diri sejenak dari tanggung jawab dalam hal mengasuh anak secara rutin.
•
Keinginan untuk menyediakan kesempatan bagi anak untuk berintegrasi dengan teman seusianya dan tokoh pengasuh lain.
• Agar anak mendapat stimulasi kognitif secara baik. •
Agar anak mendapat pengasuhan pengganti sementara ibu bekerja.
Menurut Newman (1975) dalam Patmonodewo (2003) keuntungan TPA adalah: •
Lingkungan lebih memberikan rangsangan terhadap panca indra.
54
•
Anak-anak akan memiliki ruang bermain (baik di dalam maupun di luar ruang) yang relatif lebih luas bila dibandingkan rumah mereka sendiri.
•
Anak-anak lebih memiliki kesempatan berinteraksi atau berhubungan dengan teman sebaya yang akan membantu perkembangan kerjasama dan keterampilan berbahasa.
•
Para orang tua dari anak-anak mempunyai kesempatan saling berinteraksi dengan staf TPA yang memungkinkan terjadi peningkatan keterampilan dan pengetahuan dan tata cara pengasuhan anak.
• Anak akan mendapat pengawasan dari pengasuh yang bertugas. •
Pengasuh adalah orang dewasa yang sudah terlatih.
•
Tersedianya beragam peralatan rumah tangga, alat permainan, program pendidikan dan pengasuh serta kegiatan yang terencana.
•
Tersedianya komponen pendidikan seperti anak belajar mandiri, berteman dan mendapat kesempatan mempelajari berbagai keterampilan. Beberapa kelemahan TPA adalah sebagai berikut:
•
Pengasuhan yang rutin di TPA kurang bervariasi dan sifatnya kurang memperhatikan pemenuhan kebutuhan masing-masing anak secara pribadi karena pengasuhan kurang memiliki waktu yang cukup.
•
Anak-anak ternyata seringkali kurang memperoleh kesempatan untuk mandiri atau berpisah dari kelompok.
•
Sosialisasi lebih mengarah pada kepatuhan daripada otonomi.
•
Para orang tua cenderung melepaskan tanggung jawab mereka sebagai pengasuh kepada TPA.
•
Kurang diperhatikan kebutuhan anak secara individual.
•
Berganti-gantinya pengasuh yang seringkali menimbulkan kesulitan pada anak untuk menyesuaikan diri dengan pengasuh.
•
Anak mudah tertular penyakit dari orang lain. Tempat Penitipan Anak seperti yang tersebut di atas sudah berkembang di
Indonesia. TPA ini dikategorikan dalam 5 (lima) macam sesuai dengan tempat penyelenggaraannya: (1) TPA perkantoran; (2) TPA lingkungan atau perumahan; (3) TPA industri, yang tempat penyelenggaraannya di kawasan industri atau dengan perusahaan di mana ibu bekerja; (4) TPA perkebunan, yang umumnya
55
diselenggarakan oleh pihak pemilik perkebunan; (5) TPA pasar, yang diselenggarakan di lingkungan pasar, di mana ibu-ibu mereka berdagang. Di Amerika dikenal TPA yang berbentuk rumah keluarga. Pemilik rumah yang berperan sebagai pengasuh anak dalam jumlah yang kecil. Umumnya sarana tersebut diselenggarakan oleh orang tua yang merasa tidak puas dengan suasana day care yang kurang hangat dan jauh dari suasana kekeluargaan. Sedangkan dengan day care model ini, suasana kekeluargaan dan kehangatan masih diperoleh. Sikap tersebut membuktikan bahwa pengasuhan untuk anak usia dini perlu menekankan kedua unsur tersebut. Umumnya yang ada di TPA keluarga tersebut ialah anak yang berusia 1,6-2,6 tahun. 2. Pusat Pengembangan Anak yang Terintegrasi Pusat ini biasanya memberikan berbagai pelayanan yang dibutuhkan anak dengan cara mengkombinasikan sarana pendidikan prasekolah dengan pemberian gizi, kesehatan dan kadang-kadang dengan sarana-sarana yang lain dalam pusat tersebut. Dari berbagai kepustakaan ditemukan berbagai varisi bentuk sarana seperti tersebut dari berbagai negara, antara lain: Di Columbia, Amerika Selatan sejak tahun 1974 diselenggarakan pendidikan prasekolah yang dikombinasikan dengan program pemberian gizi, dan kesehatan, guna mendukung perkembangan fisik, aspek kecerdasan, sosial dan emosi anak. Pusat tersebut menyediakan perawatan kesehatan oleh seorang dokter anak dan anak diberi makan tiga kali sehari selama 5 hari dalam seminggu. Umumnya dalam pusat pelayanan tersebut para orang tua tidak berpartisipasi. Di India terdapat sarana perkembangan anak yang terintegrasi dengan biaya penyelengaraannya relatif murah. Sarana ini mula-mula diselenggarakan oleh pemerintah dalam tahun 1975, dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup anak usia 0-6 tahun. Para orang tua mereka hidup di daerah perkotaan yang kumuh dan pedesaan, juga menjangkau kaum minoritas. Pelayanan yang diberikan berupa pemberian rangsangan kecerdasan, sosial dan emosional juga pemberian makanan bergizi, imunisasi, vitamin A, dan kadang-kadang ada kegiatan untuk mendidik para ibu. Dampak dari program ini adalah menekan angka kematian bayi, kekurangan gizi yang berat dan angka jumlah anak yang tidak naik kelas di sekolah dasar tidak bertambah .
56
Di Brazillia bentuk sarana untuk anak prasekolah sedikit berbeda. Sarana ini lebih diperuntukkan anak usia 4-6 tahun. Sarana yang terintegrasi berupa: pemberian makanan, vitamin, kegiatan psikomotor dan sarana kesehatan (pemeriksaan kesehatan umum, gizi, vaksinasi dan pemeriksaan penampilan wajah). Pelatihan ini dilaksanakan oleh guru-guru Taman Kanak-Kanak yang dilatih dengan dibantu oleh ibu-ibu relawan secara bergilir. Para pelatih maupun ibu relawan ini mendapat gaji 70% dari gaji di pemerintah, dengan 3 hari kerja dalam seminggu. Di Indonesia dikenal pula pelayanan yang terintegrasi dengan baik seperti di Columbia, India maupun yang terdapat di Brazillia. Pelayanan tersebut dikenal sebagai Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu). Sarana yang diberikan di pos tersebut selain makanan bergizi, imunisasi, penimbangan, pemeriksaan kesehatan termasuk keluarga berencana, di beberapa tempat ada kegiatan stimulasi mental. Pelatihnya semua adalah relawan yang bertugas sebagai kader, sebelumnya mendapat pelatihan sesuai dengan tugas yang dijalankan. Namun dalam pelaksanaan posyandu di Indonesia mengalami “pasang surut” sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan revitalisasi posyandu mengingat perannya sangat besar dalam pemantauan tumbuh-kembang anak balita. 3. Pusat Kesehatan atau Gizi Bentuk lain dari pelayanan untuk balita adalah pelayanan yang menekankan pada kesehatan. Pelayanan ini meliputi kesehatan ibu yang mengandung atau kesehatan janin, yang berarti perkembangan anak sejak ada di dalam kandungan. Dalam pelayanan ini kesehatan ibu khususnya wanita menjadi tujuan utama. Para ibu hamil mendapat perhatian melalui pemeriksaan berkala, khususnya pada tiga bulan terakhir. Di Jamaika, dikembangkan suatu pusat gizi, kegiatannya adalah meningkatkan gizi anak dan memperbaiki hubungan orang tua/ibu dan anak. Hasilnya berat badan mereka cepat naik dan juga kecerdasan mereka. Ternyata kenaikan kondisi anak lebih cepat ketika diadakan kunjungan rumah oleh para penyuluh.
57
Di
Peru,
kegiatan
peningkatan
gizi
anak
disertai
dengan
menyelenggarakan dapur masyarakat. Gambaran dapur masyarakat ini adalah sebagai berikut: (1) para wanita secara sukarela melakukan kegiatan memasak makanan bersama; (2) makanan yang dimasak memiliki kadar gizi yang baik karena diberi bimbingan oleh seorang ahli; (3) harga makanan relatif menjadi murah, karena bahannya mereka beli bersama. Makanan tersebut dimakan bersama di tempat masak atau dibawa pulang. Dibandingkan dengan pendidikan Taman Kanak-Kanak dalam bentuk pendidikan alternatif untuk anak prasekolah, umumnya program tidak berbentuk sekolah, peralatan yang dipergunakan juga tidak semahal di Taman Kanak-Kanak yang umumnya mempersiapkan anak untuk masuk sekolah dasar. Pengasuh di dalam bentuk alternatif dipimpin oleh pengasuh yang biasanya mendapat pelatihan dalam waktu singkat, sedangkan di Taman KanakKanak, guru adalah seorang ahli yang mendapat pendidikan khusus. Di Taman Kanak-Kanak umumnya sarana kesehatan dan gizi tidak banyak mendapat perhatian seperti sarana pendidikan lain yang paling banyak diselenggarakan oleh masyarakat dari negara yang sedang berkembang. 4. Pendidikan Ibu dengan Anak Prasekolah Walaupun sarana ini sebenarnya akan menjangkau anak prasekolah tetapi orang tua khususnya ibu sebagai subjek perantaranya. Para ibu yang memiliki anak balita mendapat penyuluhan sehingga pengetahuan dan keterampilan ibu dalam mengasuh anak akan meningkat. Umumnya sarana pendidikan ini diselenggarakan oleh masyarakat dari negara yang sedang berkembang atau pendidikan yang diberikan kepada kaum minoritas atau mereka yang kurang beruntung. Penyelenggaraan sarana pendidikan sarana tersebut menganut prinsip pendidikan orang dewasa yang biasanya berpendidikan dan stasus ekonominya kurang menguntungkan. Dengan demikian bahan pelajaran, alat bantu dan metode penyampaiannya disesuaikan dengan kondisi ibu atau peserta latihan. Terdapat beberapa bentuk kerja sama dengan para orang tua, yaitu melalui pendidikan orang tua sebagai pendidik akan menghasilkan beberapa keuntungan, antara lain:
58
•
Baik orang tua (sebagai pengasuh) maupun anak akan beruntung. Program pendidikan anak melalui latihan orang tua akan mempunyai nilai positif bagi kedua belah pihak. Nilai positif ini akan tercermin dalam sikap maupun tingkah laku yang mengesankan adanya peningkatan kepercayaan diri bagi kedua belah pihak (Wood dan Engle dalam Myers 1992).
•
Pertanggungjawaban keluarga diperkuat. Umumnya keluarga bertanggung jawab terhadap pendidikan dan pengasuhan anak. Program yang langsung mendidik dan mengasuh anak yang dilakukan oleh seorang pengasuh (bukan orang tua) akan mengalihkan tanggung jawab para orang tua. Dengan mendidik orang tua berarti peran dan tanggung jawab orang tua menjadi lebih baik.
•
Memberi kekuatan para orang tua yang bersifat jangka panjang. Pemberian pengetahuan dan keterampilan yang mantap tentang pendidikan dan pengasuhan anak akan mengubah pengetahuan, sikap para orang tua sebagai pendidik.
4.1. Pendidikan Orang Tua dengan Disertai Kunjungan Rumah Sama seperti sarana pendidikan yang menjangkau langsung pada anak prasekolah. Dari kunjungan tersebut, diharapkan pendekatan terhadap ibu oleh pelatih, pendekatannya lebih fleksibel dan sekaligus sikap ibu akan lebih terbuka. Selama kunjungan rumah, perhatian pelatih lebih banyak kepada orang tua dari pada kepada anak. Pelatih sebaiknya, memberikan dorongan kepada para ibu bukan kepada anaknya. Pada kenyataannya program yang dilakukan dengan kunjungan rumah di satu pihak menjadikan pertemuan dengan masing-masing oang tua lebih pribadi sifatnya, tetapi dalam kenyataannya menjadi lebih mahal bila dipandang dari waktu dan perhatian yang dicurahkan kepada masing-masing orang tua. Program dengan kunjungan rumah dapat lebih berhasil bila: •
Dikombinasikan dengan pertemuan berkala secara berkelompok
•
Melibatkan seluruh anggota keluarga, bukan hanya ibu
•
Setiap pertemuan harus difokuskan pada masalah yang konkret. Program HIPPY (The Home Instruction Programme for Pre-School
Youngster) disingkat HIPPY, dilaksanakan di Israel yang dirancang untuk
59
membantu anak usia dini agar kelak menjadi anak yang lebih bertanggung jawab, tanggap dan berhasil di sekolah. Bagi orang tua, meningkatkan kepedulian ibu terhadap kekuatannya sendiri dan potensinya sebagai pendidik anak di rumah. Program HIPPY ini disertai kunjungan rumah dua minggu sekali, sementara itu ibu setiap hari bekerja dengan anak dengan menggunakan paket panduan yang diberikan dalam program. Selama kunjungan rumah, ibu dan pelatih melakukan bermain peran dan bergantian peran mereka sebagai ibu dan sebagai anak. Bila ibu buta huruf, anak tertua diharapkan dapat membantu ibu untuk membaca panduan tersebut. masing-masing ibu mengikuti pertemuan kelompok (terdiri dari 10-15 ibu) yang diselenggarakan 2 minggu sekali. Dalam pertemuan tersebut masing-masing ibu diingatkan kembali terhadap alat-alat yang dipergunakan bersama
anak selama
di
rumah
mereka
masing-masing,
mendiskusikan masalah yang mereka hadapi, berbagai pengalaman dan saling memberikan saran satu sama lain. Kelompok peserta membayar 10% dari biaya keseluruhan, sedangkan sisanya disubsidi oleh pihak
universitas
yang
menyelenggarakan program dan Kantor Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Israel. Harga alat-alat yang dipergunakan di dalam program relatif murah. Program HIPPY kini telah disebarluaskan pada keluarga-keluarga muda yang anak pertamanya berusia antara 1-3 tahun. Apabila semula HIPPY lebih ditekankan pada perkembangan kognitif saja, sekarang lebih luas tujuannya. 4.2. Pendidikan Orang Dewasa: Pendekatan Kelompok Berbagai program dengan pendekatan kelompok telah dikembangkan di berbagai bagian di dunia ini, antara lain di Indonesia, Cina, Jamaica dan Columbia. Umumnya program ini diintegrasikan dengan kegiatan kesehatan, gizi dan pelayanan-pelayanan lain, misalnya meningkatkan penghasilan keluarga. Di beberapa tempat program pendidikan orang tua ini telah berkembang yaitu dengan pendidikan untuk para remaja. Di Indonesia dikenal suatu program nasional, Bina Keluarga Balita yang pendekatannya adalah pendidikan orang tua (ibu) dan anggota keluarga lainnya dan bertujuan meningkatkan pengetahuan dan keterampilan orang tua dalam mengasuh dan mendidik anak balita mereka. Program ini dikoordinasikan oleh Kantor Menteri Negara Urusan Peranan Wanita, penanggung jawab di lapangan
60
adalah Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional serta memperoleh bantuan dari UNICEF. Program ini telah dikembangkan sejak tahun 1980, dan kini telah berkembang di 27 provinsi di Indonesia. Namun dalam pelaksaannya sekarang, BKB tidak berjalan seperti awal program digulirkan karena sangat tergantung pada keaktifan kader sebagai pelatih. Alat bantu dalam program ini berupa alat permainan edukatif, dongeng dan lagu-lagu, khususnya yang dapat digali dari daerah setempat. Alat permainan di masing-masing lokasi disimpan di tempat di mana latihan diselenggarakan. Para orang tua dapat meminjam alat mainan tersebut untuk dimainkan di rumah bersama anak mereka. Di Republik Rakyat Cina juga telah diselenggarakan pendidikan untuk oang tua. Program ini disebut “Chinese Parent” yang kemudian berkembang secara pesat, terutama di daerah di mana keluarga hanya memiliki satu anak yang memang dianjurkan sebelumnya. Sebagian besar dari sekolah tersebut mempunyai kerja sama dengan Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama atau rumah sakit. 5. Program Melalui Media Massa Sarana media massa sebagai bentuk alternatif bagi para peserta program pendidikan bagi para orang tua mengenai pendidikan anak balita. Pendekatan dengan media massa akan menjangkau peserta melalui media cetak, televisi dan radio. Dalam kenyataannya di negara yang sedang berkembang angka buta huruf masih relatif tinggi karena itu melalui gambar-gambar khusus, pesan-pesan penyuluhan akan mudah untuk disampaikan kepada para peserta program. Penyampaian melalui televisi lebih cepat menjangkau peserta dari pelosok desa. Contoh program yang disampaikan melalui media massa ada di Venezuela, yang dikenal sebagai “Proyecto Familia”, dimulai sekitar tahun 1980. Tujuan program ialah untuk meningkatkan perkembangan kecerdasan sejak anak lahir sampai dengan 6 tahun melalui program pendidikan informal yang diberikan kepada ibu, selain itu dilakukan dengan kontak langsung juga melalui media massa. Di daerah perkotaan televisi menjangkau 96% dari populasi; di daerah
61
pedesaan, radio mencapai lebih dari 80%. Dengan demikian di Venezuela, melalui program Proyecto Familia, dapat menjangkau hampir seluruh penduduk negara tersebut. 6. Program ‘Dari Anak untuk Anak’ Hampir di seluruh dunia, anak yang lebih muda diasuh oleh kakak mereka di samping orang tua mereka sendiri. Pengasuhan yang dilakukan oleh kakak, biasanya terjadi secara spontan. Dengan demikian dapat diajarkan pada para saudara yang lebih tua tentang vaksinasi, gizi, mendorong adik untuk berbicara, mengajak bermain, dan menyuapi adik. Mengajarkan berbagai keterampilan pengasuhan kepada kakak yang dapat langsung dipraktekkan kepada adik akan mendatangkan keuntungan, yaitu: •
Kakak yang dilatih dalam keterampilan pengasuhan, beberapa tahun kemudian akan menjadi orang tua. Dengan demikian diharapkan mereka telah memiliki keterampilan sebelum mereka menjadi orang tua.
•
Pengetahuan dan keterampilan yang telah diperoleh dapat ditularkan kepada teman-temannya yang tidak mendapatkan kesempatan mengasuh adik.
•
Apabila dikaitkan dengan pendidikan, pengetahuan yang telah diperoleh para kakak yang telah terlatih mengasuh adik dapat diterapkan langsung dalam kehidupan masyarakat: mereka sudah dapat mengenal jenis penyakit; penanggulangan atau pencegahannya; cara bermain dengan anak kecil dan mengorganisasikan lingkungan yang bersih. Program ‘Dari Anak untuk Anak’ telah berkembang sejak tahun 1970-an
dan telah berkembang di 48 negara (Somerset dalam Myers 1995). Umumnya program ini terdapat di sekolah-sekolah dan bekerja sama dengan pusat kesehatan, program peningkatan gizi, program pelayanan sosial, pramuka dan program dengan anak berkelainan. Isi atau pelaksanaan program dari anak untuk anak sangat berbeda dari satu tempat dengan tempat lain. Biasanya kegiatannya berupa kombinasi antara kesehatan, gizi, pencegahan kecelakaan, perkembangan gerakan, kognitif, sosial dan emosional. Berbagai program dari anak untuk anak mendapat ilham dari program yang dikembangkan di London yang bekerja sama dengan Institut Pendidikan dari Universitas London.
62
Di Botswana, program dari ‘Anak untuk Anak’ dilaksanakan oleh anakanak dari awal sekolah dasar (mereka dikenal sebagai guru kecil) membantu anak prasekolah apabila mereka mulai masuk Taman Kanak-Kanak. Selain guru kecil ini dapat meningkatkan kecerdasan sendiri, mereka juga belajar bagaimana mengajarkan dan sekaligus belajar bersosialisasi. Program ini dimulai pada tahun 1979 yang kemudian dikembangkan di 28 sekolah dan mencapai 5.000 anak. Masing-masing anak mendapat panduan melalui buku pintar yang berisi berbagai hal tentang perasaan, kesehatan, lingkungan desa, dan mempersiapkan anak masuk sekolah (Somerset dalam Myers 1992). 7. Head Start (Di Amerika) Di mulai pada tahun 1965 yang dibuka selama 8 minggu dalam musim panas untuk anak berasal dari keluarga yang kondisi ekonomi dan pendidikannya kurang menguntungkan. Tujuan program Head Start adalah membantu anak-anak untuk mempersiapkan mereka dalam memasuki sekolah. Pada tahap pertama terdapat 500.000 anak mendaftarkan diri, kemudian dari 11 juta orang, 90% berasal dari keluarga yang kurang beruntung sedangkan 10% berasal dari anak yang berkelainan. Berbagai variasi dari program tersebut telah dikembangkan di seluruh negara bagian di Amerika. Sejumlah penelitian telah dilakukan guna mengetahui dampak dari program. Secara garis besar dikatakan bahwa Head Start tidak hanya berguna untuk anak tetapi juga bagi para ahli dalam bidang prasekolah. Lanjutan dari program Head Start adalah program ‘Follow Through’ yang menjangkau pendidikan keluarga dan kesehatan. Tetapi program ‘Follow Through’ tidak pernah menjangkau seluas yang dicapai Head Start. 8. Kindergarten atau Taman Kanak-Kanak Kindergarten atau TK adalah buah pikiran Froebel dari Jerman. Konsep pendidikan dari Froebel dan program Kindergarten tersebut dipakai oleh berbagai negara termasuk Amerika. Walaupun kenyataannya ide Froebel sangat diterima pada saat ini, tetapi tidaklah demikian pada pertengahan abad ke–18 yang lalu. Hal yang terutama diterima oleh masyarakat saat itu adalah konsep belajar melalui bermain dan berdasarkan minat anak, atau dengan kata lain anak sebagai pusat (child centered). Sedangkan sekolah di Amerika dan Eropa pada umumnya menitikberatkan pada mata ajaran dan menekankan pada pengajaran keterampilan
63
mengajar. Froebel adalah orang pertama yang memiliki ide mengajarkan anak di luar rumah. Sebelum itu pendidikan untuk anak dilakukan di dalam rumah. Pada tahun 1860 Elizabeth Peabody adalah orang pertama yang membuka Taman Kanak-kanak di Amerika Serikat, setelah meninjau pusat Froebel di Jerman. TK milik pemerintah Amerika yang pertama kali didirikan adalah di St Louis, Missouri, pada tahun 1873. Perkembangan TK di Amerika pun mengalami hambatan.
Sebelum ide Froebel diterima, umumnya orientasi sekolah lebih
berpusat pada guru, bukan berpusat pada anak. Kindergarten dari Froebel diperuntukkan bagi anak yang berusia antara 3 sampai 7 tahun. Umumnya orang tua cenderung memasukkan anak ke sekolah kalau sudah berusia 3 tahun, sedangkan guru lebih suka pada anak yang berusia sekitar 5 tahun. Beberapa negara bagian menentukan bila anak akan masuk TK harus dites dahulu, untuk diketahui apakah anak sudah siap masuk sekolah. Orang tua sangat tertarik akan lingkungan sekolah dan orang tua yakin bahwa anak akan menyukai lingkungan TK tersebut. Sebaliknya guru menginginkan anak pada usia sekitar 5 tahun yang berarti umumnya anak telah siap mengikuti program karena anak sudah matang untuk menerima pelajaran, dengan perkataan lain akan memudahkan peran guru dan tugas guru. TK yang seperti apa yang dianggap baik? The Nebraska Departement of Education di Amerika Serikat memberikan saran bentuk program TK yang dianggap baik, yaitu: •
Orang tua dan guru sebaiknya saling bahu membahu, sehingga tercipta kerjasama yang baik antara pihak rumah dan sekolah yang akan mendukung anak dalam memperoleh pengalaman di sekolah.
•
Pengalaman anak hendaknya dirancang dengan lingkungan yang bersifat anak sebagai pusat yang akan mendorong proses belajar melalui penjelajahan dan penemuan (exploration dan discovery), anak tidak hanya duduk diam, kelas tidak hanya dikuasai oleh meja, kertas dan buku kerja.
•
Anak harus diberi kesempatan mendapatkan berbagai pengetahuan, dan kegiatan yang rumit. Anak-anak harus mampu menggunakan alat-alat permainan atau alat bantu belajar yang tersedia.
64
• Anak harus belajar bahwa jawaban atas suatu persoalan tidak hanya satu jawaban yang benar. •
Anak belajar menyukai buku dan bahasa melalui aktivitas bercerita, kegiatan yang berulangkali untuk mendapat kesempatan mendengar dan belajar melalui sajak atau permainan bahasa.
• Anak mampu berbahasa dengan caranya sendiri, memiliki pengalaman dan tahapan perkembangan yang merupakan dasar dari kegiatan membaca dan menulis. •
Anak berpartisipasi dengan kegiatan sehari-hari yang dirancang dalam kegiatan perkembangan motorik kasar dan halus, yang meliputi kegiatan lari, melompat, melambungkan bola, “menjahit” kartu, memukul paku, bermain dengan lilin, dan sebagainya.
•
Anak mengembangkan pengertian matematika melalui penggunaan materi yang telah dikenal yaitu pasir, air, unit balok, dan alat bantu untuk menghitung, bukan hanya melalui pertanyaan yang diajukan guru, atau dari buku kerja yang telah dikerjakan.
•
Anak mengembangkan rasa ingin tahu tentang alam, elemen-elemen yang telah dikenal melalui pengamatan yang merupakan dasar dari ilmu pengetahuan, percobaan dan tindakan mengambil kesimpulan. Hal tersebut dilakukan melalui kegiatan yang direncanakan dan interaksi yang spontan dengan tanaman, binatang, karang, tanah, air dan sebagainya.
•
Anak mengenal berbagai irama dan alat musik melalui kegiatan yang dilakukan sehari-hari.
•
Anak menyukai ekspresi seni melalui penggunaan berbagai alat atau media yang dirancang dalam kurikulum, bukan sekadar melalui kegiatan menggambar, mewarnai, menggunting, menempel dan sebagainya.
•
Semua kegiatan di TK dirancang untuk mengembangkan self image yang positif, serta sikap yang baik kepada teman dan sekolah.
•
Bermain harus dihargai karena nilainya sebagai medium belajar bagi anak.
9. Ibu Maju Anak Bermutu. Patmonodewo (1993) seorang ahli psikologi dari Universitas Indonesia merancang paket stimulasi yang diperuntukkan bagi ibu-ibu di pedesaan yang
65
mempunyai anak berumur 12-24 bulan yang berpendidikan rendah. Paket ini dirancang untuk menyederhanakan konsep-konsep psikologi perkembangan sehingga mudah dipahami oleh ibu-ibu di pedesaan dengan pendidikan relatif rendah. Terdapat 10 tahapan kegiatan pelatihan untuk ibu yaitu: 1) Mendengar Aktif dan Pesan Diri Pesan diri dan mendengar aktif bertujuan agar ibu mengetahui arti dan manfaat pesan diri dan mendengar aktif.
Setelah latihan, ibu dapat
menggunakan keterampilan pesan diri dan mendengar aktif. 2) Kegiatan bermain Bermain adalah belajar dan belajar pada anak harus dilakukan melalui bermain. Suasana bermain atau belajar menyenangkan baik untuk ibu maupun anak. Dalam bermain, tercapai hubungan antara ibu-anak yang akrab adalah sangat penting. 3) Perkembangan Gerakan Kasar Gerakan kasar dilakukan oleh otot-otot tubuh yang besar. Dalam pelatihan diterangkan apa arti gerakan kasar, mengenal gerakan kasar, melakukan gerakan kasar dan mengetahui cara mengembangkan gerakan kasar. 4) Gerakan Kasar Praktek Dalam pelatihan, ibu diminta untuk memperagakan gerakan-gerakan kasar pada anak sesuai tahapan umurnya. 5) Gerakan Halus Gerakan halus dilakukan oleh otot-otot yang lebih halus dan perlu konsentrasi. Berbagai gerakan halus yang dicontohkan adalah menari, naik tangga, meniti, melompat, mendorong, menarik memasukkan benda ke dalam botol. 6) Praktek Gerakan Halus Ibu melakukan gerakan halus yang sudah dapat dilakukan oleh anaknya, seperti mendorong benda dengan telunjuk atau membuka halaman buku. Ibu bersama kader mengajak anak bermain dengan balok, memasukkan balok ke mangkok atau menyusun balok. 7) Perkembangan Kecerdasan
66
Kemampuan berfikir dari anak usia dini berkembang dari apa yang dilihatnya, dipegang atau dimainkan. Kemudian berbagai konsep atau pengertian akan dimiliki secara bertahap. Semua konsep ini kemudian memungkinkan anak melakukan pemikiran-pemikiran ke tingkat yang lebih tinggi. 8) Praktek Kecerdasan Orang tua diminta menunjukkan contoh tingkah laku yang menunjukkan kecerdasan dan manfaat mengembangkan kecerdasan anak. Menggunakan alat bermain yang dapat merangsang kecerdasan anak 9) Perkembangan Sosial Perkembangan tingkah laku sosial yaitu kemampuan anak berinteraksi dan bersosialisasi dengan lingkungan. 10) Praktek Perkembangan Sosial. Mengamati ciri-ciri anak usia 1-2 tahun \bila bersama orang tua atau orang lain.
KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Kerangka Pemikiran Kualitas anak usia prasekolah tercermin dari pertumbuhan dan perkembangannya. Pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu faktor dalam diri anak sendiri maupun faktor luar seperti karakteristik keluarga dan lingkungan pengasuhan anak. Pengasuhan gizi dan kesehatan dalam bentuk pemberian makan yang baik dan perlindungan kesehatan dalam keluarga merupakan faktor penting untuk mencapai pertumbuhan normal anak. Makanan anak usia prasekolah harus memenuhi semua zat gizi yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dan harus sesuai dengan kebutuhannya, tidak berlebihan maupun kurang. Agar anak usia prasekolah dapat mengkonsumsi makanan yang sesuai dengan pertumbuhannya, tersedianya makanan yang memadai saja tidak cukup, sebab pada tahap ini sebagian anak masih memerlukan bantuan orang lain dalam mengkonsumsi makanannya. Disamping itu, anak belum bisa mengerti tentang pentingnya gizi bagi tubuh mereka. Untuk itu agar anak usia prasekolah dapat mengkonsumsi pangan yang cukup gizi, kemauan anak untuk makan sangat diperlukan. Disinilah peran orang tua dan orang yang mengasuh anak sangat diperlukan dalam rangka mengajak anak agar mau mengkonsumsi makanan yang diberikan. Jika kebutuhan zat gizi anak terpenuhi, maka pertumbuhan yang optimal dapat tercapai, karena pertumbuhan secara langsung dipengaruhi oleh konsumsi zat gizi disamping morbiditas. Faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak adalah keadaan sosial ekonomi keluarga yang meliputi pendidikan ibu, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, besar keluarga dan pendapatan keluarga dan karakteristik anak yang meliputi umur, jenis kelamin, nomor urut kelahiran dalam keluarga dan kepribadian anak. Lingkungan pengasuhan anak berupa interaksi ibu dan anak sangat terkait dengan perkembangan anak usia prasekolah. Saat penting dalam interaksi ibu dan anak ialah pada saat bermain. Bermain bagi anak merupakan salah satu upaya penting dalam perkembangannya.
68
Perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak dapat didorong melalui stimulasi yang efektif. Stimulasi dapat dilakukan oleh ibu jika ibu memiliki pengetahuan dan keterampilan stimulasi yang benar dan juga perlu didukung oleh kualitas kader posyandu dan ketersediaan sarana stimulasi. Upaya pemberian makanan yang tepat, penyuluhan gizi dan kesehatan ibu yang efektif serta pemberian stimulasi, diharapkan mampu mengoptimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak sehingga dapat mencegah gangguan pertumbuhan dan meningkatkan kualitas anak. Selain itu, intervensi ini memiliki aspek sustainabiliti (long term effect) yang tinggi karena melibatkan peran keluarga dalam hal ini ibu/pengasuh anak dan peran pemerintah melalui kebijakan dan peran masyarakat melalui aktivitas kader dan tokoh masyarakat pada kegiatan penyuluhan gizi dan kesehatan serta stimulasi. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini terlihat pada Gambar 6.
Hipotesis 1.
Penyuluhan gizi-kesehatan dan faktor lainnya berpengaruh positif terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah.
2.
Stimulasi psikososial berpengaruh positif terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah.
69
KUALITAS ANAK PRASEKOLAH
PERTUMBUHAN
PERKEMBANGAN
(∆Z-BB/U, ∆Z-TB/U, ∆Z-BB/TB)
KONSUMSI ZAT GIZI
PENGETAHUAN GIZI DAN KESEHATAN
(KOGNITIF, PSIKOMOTORIK, SOSIAL)
LINGKUNGAN PENGASUHAN
MORBIDITAS
PENGASUHAN GIZI DAN KESEHATAN
PENYULUHAN GIZI DAN KESEHATAN
• • • •
KARAKTERISTIK KELUARGA Umur (ibu,ayah) Pendidikan (ibu,ayah) Besar keluarga Pendapatan keluarga
STIMULASI PSIKOSOSIAL
• • • •
KARAKTERISTIK ANAK Umur Jenis kelamin Nomor urut kelahiran Kepribadian
Gambar 6. Kerangka Pemikiran Penelitian Pengaruh Penyuluhan Gizi dan Stimulasi Psikososial terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Anak Usia Prasekolah
METODE PENELITIAN Desain, Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan disain quasi experiment atau eksperimen semu. Bentuk penelitian nonrandomized control group pre-test – post-test design adalah kerangka disain satu kelompok perlakuan dan satu kelompok kontrol. Namun dalam penelitian ini tidak terdapat kelompok kontrol murni atau yang tidak mendapatkan perlakuan sama sekali.
Kedua kelompok mendapatkan
perlakuan yang berbeda menurut jenis intervensi yang diberikan yaitu: 1. Kelompok I atau kelompok teori (KT), yaitu kelompok anak prasekolah yang ibunya diberi intervensi tidak lengkap (penyuluhan gizi-kesehatan dan diklat stimulasi psikososial). 2. Kelompok II atau kelompok teori-praktek (KTP), yaitu kelompok anak prasekolah yang ibunya diberi intervensi lengkap (penyuluhan gizi-kesehatan, diklat stimulasi psikososial dan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami metode home schooling group selama 4 bulan). Penelitian dilakukan di Kabupaten Bogor yaitu di Kecamatan Dramaga (Desa Sinarsari dan Desa Neglasari) dan Kecamatan Ciampea (Desa Cibanteng). Pemilihan lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan pertimbangan aspek teknis pelaksanaan penelitian khususnya pelaksanaan penyuluhan gizikesehatan dan stimulasi psikososial. Persiapan penelitian dan pendataan populasi contoh dimulai sejak bulan September 2005, sedangkan pengumpulan data awal dilakukan pada bulan Januari 2006. Pelaksanaan intervensi dilakukan mulai bulan Februari 2006 dan pengumpulan data akhir dilakukan pada bulan Juli 2006.
Ukuran Contoh, Unit Observasi , Unit Analisis dan Pemilihan Contoh Contoh adalah anak prasekolah usia 3-6 tahun laki-laki dan perempuan dengan kriteria tidak memiliki riwayat gizi buruk, punya orang tua lengkap, tidak mengalami berat badan lahir rendah (BBLR), ibu dapat membaca dan menulis, dalam keadaan sehat/tidak cacat, dan tidak mengikuti program pendidikan anak usia dini (PAUD). Unit observasi adalah anak usia prasekolah, orang tua anak dan kader posyandu. Unit analisis adalah anak dan keluarga.
71
Dalam eksperimen semu tidak dilakukan penarikan contoh secara acak. Contoh ditarik dengan menggunakan penarikan contoh secara purposive, yaitu setiap sub populasi dibedakan pada suatu wilayah. Teknik penarikan contoh terlihat pada Gambar 7. Besarnya ukuran contoh untuk masing-masing kelompok dihitung dengan menggunakan rumus (WHO, 1996). n > {(2 x s2 x (Zß+ Z£)2)/d2} n = ukuran contoh s = standar deviasi (SD) perkembangan mental (kognitif)= 9,5 Zβ= sebaran normal dengan kekuatan 80% (0,84) Zα= sebaran normal dengan selang kepercayaan 95% (1,64) d = perbedaan selisih perkembangan mental (kognitif) antara dua kelompok (6,9) (Anwar, 2002) n > {(2 x 9,52 x (0,84+ 1,64)2)/6,92} n > 30
Berdasarkan perhitungan tersebut, diperoleh hasil jumlah contoh anak dari masing-masing kelompok adalah 30 anak. Untuk menghindari kehilangan contoh sampai 15%, maka jumlah contoh yang diperlukan setiap kelompok adalah 35 anak. Sehingga jumlah total contoh intervensi adalah 70 anak. Dua orang contoh kelompok II tidak mengikuti tes akhir perkembangan karena pindah alamat. Wilayah Penelitian (Kecamatan Dramaga dan Ciampea)
Acak
• • •
Kec. Dramaga (Kelompok I/KT) Ibu dan Anak : n = 35
Desa Sinarsari Ibu dan Anak n = 22
• • • •
Kriteria contoh: Usia prasekolah (36 th) Ortu lengkap Tidak ada riwayat gizi buruk Tidak BBLR Ibu bisa baca tulis Tidak ikut PADU Tidak sakit/cacat
Desa Neglasari Ibu dan Anak: n = 13
Kec.Ciampea (Kelompok II/KTP) Ibu dan Anak: n = 35
Desa Cibanteng Ibu dan Anak: n = 35
Gambar 7. Teknik Penarikan Contoh Penelitian
72
Pelaksanaan Intervensi Jenis intervensi yang diberikan dalam penelitian ini terdiri dari: intervensi tidak lengkap dan intervensi lengkap. Intervensi tidak lengkap berupa penyuluhan gizi-kesehatan dan diklat stimulasi psikososial yang diberikan kepada ibu-ibu dari anak usia prasekolah yang termasuk dalam kelompok I (KT), sedangkan intervensi lengkap berupa penyuluhan gizi-kesehatan, diklat stimulasi psikososial dan dilengkapi dengan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode homeschooling group selama 4 bulan yang diberikan kepada ibu-ibu dari anak usia prasekolah yang termasuk dalam kelompok II (KTP). Penyuluhan Gizi-Kesehatan. Intervensi penyuluhan gizi dan kesehatan diberikan kepada KT dan KTP dengan tujuan meningkatkan pengetahuan gizi dan kesehatan ibu sehingga dapat memberikan pengasuhan yang baik kepada anak khususnya anak usia prasekolah. Pelaksanaan intervensi penyuluhan gizikesehatan dilakukan oleh peneliti dan dibantu oleh tenaga terlatih yaitu ahli gizi lulusan dari Departemen Gizi Masyarakat, IPB dan bidan desa sebanyak 8 kali pertemuan yang diberikan setiap dua minggu sekali. Penyuluhan gizi-kesehatan diberikan setelah selesai diklat stimulasi psikososial. Diklat Stimulasi Psikososial. Paket Diklat Stimulasi Psikososial untuk ibu yang memiliki anak usia prasekolah merupakan paket pendidikan dan latihan Program Ibuku Guru Kami yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam mengasuh dan membimbing anak usia prasekolah yang diperkuat dengan nilai-nilai religius Islam guna memotivasi ibu dalam menstimulasi anaknya. Diklat stimulasi psikososial diberikan kepada KT dan KTP. Paket diklat tersebut terdiri konsep pendidikan anak usia dini, membangun mental ibu, konsep diri anak, stimulasi dini kunci keberhasilan anak usia dini, konsep dan tahapan perkembangan anak, tugas perkembangan anak, belajar sambil bermain, kecerdasan kognitif, kecerdasan motorik kasar, kecerdasan motorik halus, kecerdasan sosial emosional. Pelaksanaan diklat selama 16 kali pertemuan dan setiap pertemuan berlangsung selama 2 jam.Diklat selesai dalam waktu 6 minggu. Penyampaian materi dilakukan dengan cara ceramah, diskusi, dan game/simulasi. Diskusi dan game berlangsung dalam kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 orang ibu yang dipimpin oleh kader atau ketua kelompok yang
73
dipilih oleh kelompok tersebut. Hasil dalam diskusi kelompok kecil dibahas kembali dalam kelompok besar. Pemateri dalam diklat stimulasi psikososial adalah peneliti dengan dibantu oleh beberapa rekan yang profesional dari kalangan pendidik dan psikolog. Pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan Metode kelompok belajar di rumah (home schooling group). Setelah ibu mengikuti diklat, kemudian dibentuk kelompok-kelompok kecil ibu beserta anak usia prasekolah dalam jumlah 5-6 orang anak dengan usia relatif sama. Dalam Program Ibuku Guru Kami ini yang berperan sebagai pembimbing anak dalam menstimulasi perkembangannya adalah ibu dengan beberapa ibu anak usia prasekolah lainnya yang tergabung dalam satu kelompok yang bertugas secara bergiliran. Pembimbingan anak dalam kelompok berlangsung selama 3 jam per hari yang dipimpin oleh salah seorang ibu dengan paket kegiatan harian yang telah disusun sebelumnya oleh peneliti. Pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group hanya diberikan pada KTP dan berlangsung selama 4 bulan (48 kali pertemuan). Satu kali dalam seminggu selama pelaksanaan program berlangsung, diadakan pertemuan antara peneliti, kader posyandu dan ibu peserta. Pertemuan dalam rangka evaluasi pelaksanaan dan persiapan kegiatan mingguan. Tes akhir dilakukan setelah satu minggu serangkaian kegiatan penyuluhan gizi-kesehatan selesai dilaksanakan dan empat bulan setelah diklat psikososial dilaksanakan atau dua minggu setelah pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode Home Schooling Group. Gambaran tahapan penelitian pada kedua kelompok terlihat pada Gambar 8.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer mencakup data karakteristik keluarga (umur ayah dan ibu, pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu, ukuran keluarga, pendapatan per kapita keluarga), data karakteristik anak (umur anak, jenis kelamin, urutan kelahiran anak dalam keluarga, berat badan dan tinggi badan saat lahir, dan kepribadian anak), morbiditas anak, konsumsi zat gizi anak, pengetahuan gizi-kesehatan ibu, pola pengasuhan gizi-kesehatan, kualitas lingkungan pengasuhan, pertumbuhan, dan
74
perkembangan anak (kognitif, psikomotor dan sosial emosional). Data sekunder terdiri dari data peta lokasi dan keadaan umum wilayah penelitian.
Kelompok I (KT)
Kelompok II (KTP)
Tes Awal Karakteristik Keluarga (umur ayah, umur ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga Karakteristik Anak (umur, jenis kelamin, urutan anak dalam keluarga, kepribadian anak, berat badan lahir, tinggi badan lahir, pertumbuhan anak, morbiditas anak) Lingkungan pengasuhan (Home Inventory) Perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional
• • • •
•
Diklat Stimulasi Psikososial (16) x (120 mnt) Penyuluhan Gizi-Kesehatan (8) x (120 mnt)
•
•
•
•
• • • •
Diklat Stimulasi Psikososial (16) x (120 mnt) Penyuluhan Gizi-Kesehatan (8) x (120 mnt)
Pelaksanan Program Ibuku Guru Kami (48 x pertemuan)
Tes Akhir Karakteristik Keluarga (umur ayah, umur ibu, pendidikan ayah, pendidikan ibu, besar keluarga, pendapatan per kapita keluarga Karakteristik Anak (umur, urutan anak dalam keluarga, kepribadian anak, pertumbuhan anak, morbiditas anak) Lingkungan pengasuhan (Home Inventory) Perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional
Gambar 8. Kerangka Tahapan Penelitian Data karakteristik keluarga, karakteristik anak, pengetahuan gizi-kesehatan ibu, pola pengasuhan gizi-kesehatan, dikumpulkan melalui wawancara langsung dengan ibu menggunakan alat bantu kuesioner. Pengukuran dilakukan oleh enumerator pada awal dan akhir penelitian yaitu sebelum dan sesudah intervensi. Berat badan anak diukur oleh enumerator dan kader dengan didampingi oleh
75
peneliti. Alat ukur berat badan yang digunakan adalah electronic digital scale merk camry dengan akurasi 0,1 kg. Setiap sebelum digunakan skala timbangan diperiksa untuk memastikan timbangan dalam kondisi standar dan baik. Realibilitas masing-masing skala di cek setiap minggu dengan mengukur material yang sama dengan berat tertentu (2 kg, 5kg, 10 kg). Tinggi badan anak diukur oleh enumerator dan kader didampingi peneliti. Alat ukur tinggi badan yang digunakan adalah microtoice. Alat pengukur tinggi ini dengan kapasitas pengukuran 200 cm dengan akurasi 0,1 cm. Berat dan tinggi badan anak diukur pada awal dan akhir penelitian. Data konsumsi makanan anak meliputi konsumsi makanan lengkap dan makanan selingan yang dikumpulkan dengan metode recall 2x24 jam dengan teknik wawancara. Pengukuran dilakukan oleh enumerator dan kader melalui kunjungan rumah pada awal dan akhir penelitian.
Data kualitas lingkungan
pengasuhan anak dalam keluarga diukur dari hasil pengamatan dan wawancara dengan menggunakan alat ukur kuesioner “Home Observation for Measurement of The Environment” untuk anak usia 3-6 tahun yang dirancang oleh Cadwell dan Bradley (1984). Pengamatan dan wawancara dilakukan oleh enumerator awal dan akhir penelitian. Morbiditas anak diamati di awal dan di akhir penelitian dengan cara pencatatan jenis penyakit dan lamanya sakit selama sebulan lalu dan diolah dengan cara skoring menurut serius atau tidaknya akibat sakit tersebut terhadap status gizi dikalikan dengan lama sakit. Delta morbiditas adalah skor morbiditas akhir penelitian dikurangi skor morbiditas akhir penelitian. Pencatatan dilakukan oleh enumerator. Data perkembangan kognitif, motorik dan sosial emosional anak usia prasekolah diukur dengan instrumen tes
yang dikembangkan oleh Pusat
Kurikulum Anak Usia Dini Departemen Pendidikan Nasional (2004). Resume peubah, cara pengumpulan, waktu pengukuran dan cara pengolahan data terlihat pada Tabel 6.
76
Tabel 6. Peubah, Cara, Waktu Pengukuran dan Pengolahan Data NO
PEUBAH
CARA, WAKTU
Data Karakteristik Keluarga (awal dan akhir) 1. Umur ayah dan ibu Wawancara 2. Pendidikan ayah dan ibu Wawancara
3.
Ukuran keluarga
Wawancara
4.
Pendapatan per kapita keluarga
Wawancara
Data Karakteristik Anak (awal dan akhir) 5. Umur dan jenis kelamin Wawancara 6. 7. 8.
Urutan anak dalam keluarga Kepribadian Anak
Wawancara Wawancara dan Pengamatan Wawancara/KMS
9.
Berat badan dan tinggi badan lahir Pertumbuhan
10.
Konsumsi zat gizi
11.
Morbiditas
12.
Pengetahuan gizi dan kesehatan ibu (40 poin)
Berat badan: Timbangan digital Tinggi badan: Microtoice (Awal dan Akhir) Recall 2x24 jam (Awal dan Akhir) Wawancara jenis dan lama sakit (Awal dan Akhir) Wawancara (Awal dan Akhir)
13.
Pengasuhan gizi dan kesehatan (40 poin)
Wawancara (Awal dan Akhir)
14.
Lingkungan Pengasuhan (55 poin)
Home Inventory (Awal-Akhir)
15.
Perkembangan kognitif (34 point)
16.
Perkembangan psikomotor (64 point)
17.
Perkembangan sosial emosional (24 point)
Tes perkembangan anak (Puskur 2004) (Awal dan Akhir) Tes perkembangan anak (Puskur 2004) (Awal dan Akhir) Tes perkembangan anak (Puskur Diknas 2004) (Awal dan Akhir)
PENGOLAHAN DATA
Dalam tahun Jenjang dan Lamanya (tahun) menempuh pendidikan formal Kecil (< 4 orang) Sedang (5-7 orang) Besar (> 7 orang) Miskin < Rp149500 Tidak miskin > Rp 149500 (BPS 2004) Dalam tahun dan bulan Laki-laki dan perempuan Anak: Sulung, tengah, bungsu, tunggal Terbuka: 7-10; gabungan: 5-6 ; tertutup:0-4 Kg dan cm Z-skor BB/U, TB/U dan BB/TB, delta
TKG dan NRTKG Skoring
Baik : 33-40 Sedang : 24-32 Rendah : 0-23 (Khomsan 2000) Baik : 33-40 Sedang : 24-32 Rendah : 0-23 Tinggi : 46-55 Sedang : 30-45 Rendah : 0-29 Tinggi : 28-34 Sedang : 22-27 Rendah : 0-21 Tinggi : 52-64 Sedang : 40-51 Rendah : 0-39 Tinggi : 20-24 Sedang : 16-19 Rendah : 0-15
77
Validitas Internal dan Kontrol Kualitas Data Dalam upaya menjamin validitas internal maka dilakukan : a.
Penggunaan tenaga penilai, pelatih, kader, dan enumerator yang sama antara sebelum dan sesudah intervensi.
b.
Standarisasi pelaksana penelitian melalui pelatihan.
c.
Melakukan uji coba kuesioner dan menyamakan persepsi dan pemahaman antar enumerator.
d.
Melakukan test akurasi untuk pengukuran antropometri.
e.
Uji realibilitas variabel.
f.
Melakukan uji realibility inter-observer enumerator dan pelaksana tes kognitif, motorik dan sosial.
g.
Dua orang pelaksana tes kognitif, motorik dan sosial emosional sekaligus melakukan tes pada lokasi yang sama
h.
Melakukan rotasi staf lapang untuk menghindarkan systematic error. Kontrol kualitas terhadap aktivitas yang dilakukan melalui:
a.
Supervisi pengumpulan data di lapang.
b.
Meneliti kembali data yang sudah tercatat di kuesioner.
c.
Memperbaiki data yang kurang akurat melalui pendataan ulang.
d.
Data yang sudah di entri kemudian di cek ulang, bila terdapat kesalahan diperbaiki sesuai dengan yang tercantum dikuesioner.
Pengolahan dan Analisis Data Data yang sudah terkumpul selanjutnya di-coding berdasarkan buku kode yang sudah dibuat sesuai kuesioner dan format isian. Langkah berikutnya adalah membuat struktur file, entry, dan editing data. Setelah editing, langkah berikutnya adalah generating dan merging file serta melakukan berbagai pengolahan yang diperlukan. Entri data dilakukan menggunakan Excel, selanjutnya menjadi file input untuk proses pengolahan dan analisis statistika. Data karakteristik keluarga seperti tingkat pendidikan ayah dan ibu dinilai dari jumlah tahun mengikuti pendidikan formal, kemudian dikategorikan menurut jenjang pendidikan SD, SLTP, SLTA atau PT. Data ukuran keluarga dinilai dari jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu pengelolaan keuangan keluarga
78
dan kemudian dikategorikan keluarga kecil, sedang dan besar. Data pendapatan keluarga merupakan penjumlahan dari pendapatan seluruh anggota keluarga baik dari hasil pekerjaan utama maupun pekerjaan tambahan atau sumber lainnya selama satu tahun. Selanjutnya pendapatan ini dibagi dengan ukuran keluarga sehingga diperoleh pendapatan per kapita keluarga per bulan, kemudian dikategorikan miskin dan tidak miskin menurut batasan kemiskinan wilayah. Data pengetahuan gizi-kesehatan ibu dan pola pengasuhan gizi-kesehatan dinilai dari jumlah skor atas pertanyaan yang diberikan. Kemudian dikategorikan rendah apabila skor yang diperoleh kurang dari 60.0% dari total skor maksimal, sedang apabila skor yang diperoleh antara 60.0% sampai 80.0% dari total skor dan baik apabila skor yang diperoleh lebih dari 80.0%. Hasil pengukuran antropometri dikonversikan ke dalam nilai skor simpangan baku (z-skor) dengan menggunakan program entri gizi. Nilai skor-Z ini dikategorikan menurut baku antropometri WHO-NCHS (WHO, 1995) yaitu : a. BB/U
b. TB/U
: Gizi Lebih Gizi Baik
: -2 SD < z-skor < 2 SD
Gizi Kurang
: -3 SD < z-skor <-2 SD
Gizi Buruk
: < -3 SD
: Normal Pendek/Stunted
c. BB/TB
: > 2 SD
: Gemuk
: > -2 SD : < -2 SD : > 2 SD
Normal
: -2 SD < z-skor < 2 SD
Kurus/Wasted
: -3 SD < z-skor <-2 S
Sangat kurus
: < -3,0 SD
Hasil recall diolah untuk memperoleh data: 1) Konsumsi zat gizi menurut jenis dan kelompok pangan. Konsumsi zat gizi dihitung berdasarkan perhitungan 8 jenis zat gizi meliputi: energi, protein, vitamin A, vitamin C, phosfor, kalsium, zat besi dan seng dengan bantuan DKBM. 2) Tingkat kecukupan gizi (TKG) untuk masing-masing zat gizi dengan cara membandingkan konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi (AKG) yang dianjurkan. Nilai TKG maksimal 100%. Untuk menghindari akibat perhitungan matematis lalu dihitung Nilai Ratarata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG).
79
total zat gizi (i) x 100% TKG(i) = -------------------------AKG zat gizi (i) Dimana: i= zat gizi yang dikonsumsi (energi, protein, kalsium, fosfor, zat besi, tiamin, vitamin A, vitamin C dan seng). NRTKG = (∑ ∑ TKG 8 zat gizi) /8 i=1 Untuk melihat sebaran anak prasekolah berdasarkan TKG maka digunakan klasifikasi sebagai berikut: 1) Baik jika NRTKG > 80%; 2) Kurang jika 70% < NRTKG <80% dan 3) Sangat Kurang jika NRTKG < 70%. Data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Package for Social Sciences) versi 11.0. Analisis data yang dilakukan yaitu analisis deskriptif dan analisis statistik. Untuk melihat frekuensi distribusi dan ukuran sebaran (rata-rata dan standar deviasi) digunakan analisis statistik dasar (elementary statistic analysis). Untuk melihat hubungan antar peubah dilakukan analisis korelasi Spearman untuk skala data ordinal dan korelasi Pearson untuk skala data minimal interval. Uji kesetaraan antara kelompok 1 (KT) dengan kelompok 2 (KTP) terutama data karakteristik keluarga dan karakteristik anak dengan menggunakan analisis uji beda (t test). Menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak usia prasekolah dilakukan analisis regresi linier berganda. Guna melihat efek dari perlakuan intervensi terhadap lingkungan pengasuhan dan perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak, dilakukan analisis kovarian dengan data tes awal sebagai kovariat dan grup perlakuan sebagai fixed factor. Taraf signifikan ditentukan sebesar < 0,05.
Definisi Operasional Anak usia prasekolah adalah anak laki-laki dan perempuan yang berusia antara 3 tahun sampai 6 tahun. Morbiditas adalah skor kesakitan yang dialami oleh anak menurut jenis penyakit dan lamanya penyakit tersebut dialami anak dalam rentang waktu sebulan sebelum wawancara.
80
Konsumsi zat gizi adalah jumlah konsumsi energi, protein dan mikronutrien yang dikonsumsi anak usia prasekolah yang diukur melalui pengumpulan data konsumsi dengan metode recall. Tingkat Kecukupan Gizi (TKG) adalah perbandingan jumlah konsumsi zat gizi terhadap angka kecukupan zat gizi tersebut. TKG maksimal 100%. Nilai Rata-rata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG) adalah rata-rata TKG dari energi, protein, kalsium, posfor, besi, vitamin A, vitamin C dan Seng. Nilai rata-rata NRTKG maksimal 100%. Intervensi adalah serangkaian kegiatan yang diberikan langsung pada kelompok sasaran yang terkait dengan pertumbuhan dan perkembangan anak yang meliputi penyuluhan gizi-kesehatan dan stimulasi psikososial. Penyuluhan gizi-kesehatan adalah kegiatan pendidikan non formal yang diberikan oleh seorang penyuluh kepada sekelompok ibu yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan gizi-kesehatan ibu dan memperbaiki pengasuhan gizi-kesehatan anak usia prasekolah. Stimulasi Psikososial adalah rangsangan yang terarah dan berkesinambungan melalui pendidikan dan latihan (diklat) yang bertujuan untuk membantu anak usia prasekolah mencapai tingkat perkembangan yang optimal. Program Ibuku Guru Kami dengan Metode Home Schooling Group Berbasis Aqidah Islam adalah proses pembelajaran di rumah yang dilakukan oleh sekelompok ibu kepada sekelompok anak dengan kelompok usia anak sama dan menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pendidikan yang diberikan dengan pendekatan bermain sambil belajar. Pengetahuan Gizi-Kesehatan adalah penguasaan ibu terhadap pengetahuan yang berhubungan dengan pangan, gizi, dan kesehatan anak yang dinilai berdasarkan persentase total jawaban benar dari serangkaian pertanyaan yang diajukan. Pengasuhan Gizi-Kesehatan adalah cara-cara yang dipraktekan ibu/pengasuh dalam menyediakan makanan anak dan pemeliharaan kesehatan anak. Lingkungan Pengasuhan Anak adalah fenomena lingkungan yang dinyatakan dalam perolehan skor pada HOME Inventory untuk anak usia 3-6 tahun (55 pertanyaan) dan bernilai maksimum 55 poin yang mencakup stimulasi
81
belajar (11 pertanyaan), stimulasi bahasa (7 pertanyaan), lingkungan fisik (7 pertanyaan) kehangatan dan kasih sayang (7 pertanyaan), stimulasi akademik (5 pertanyaan), model (5 pertanyaan),
pengalaman (9
pertanyaan) dan hukuman (4 pertanyaan) (Caldwell dan Bradley, 1984). Pertumbuhan adalah keadaan kesehatan anak usia prasekolah yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan dan penggunaan zat gizi makanan. Pengukuran dilakukan secara antropometri dengan menggunakan indeks berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U) dan berat badan menurut panjang badan (BB/TB). Berat badan dan panjang masingmasing diukur dalam satuan kilogram dan centimeter. Perkembangan adalah fenomena perkembangan kognitif, motorik dan sosial sebagai hasil dari tes perkembangan. Perkembangan Kognitif adalah
fenomena perkembangan anak mengenai
konsep atau pengertian, mulai dari mengenal warna, suara, rasa, tekstur, nama hingga konsep yang lebih abstrak dan majemuk (Yusuf 2000). Pengukuran
perkembangan
kognitif
menggunakan
instrumen
perkembangan anak yang terdiri dari 17 pertanyaan dan bernilai maksimum 34 poin (Puskur Diknas, 2004). Perkembangan Psikomotor adalah
fenomena perkembangan anak meliputi
motorik kasar dan halus. Motorik kasar bila yang dilakukan melibatkan sebagaian besar bagian tubuh dan memerlukan tenaga karena dilakukan oleh otot-otot yang lebih besar. Motorik halus bila hanya melibatkan bagian tubuh tertentu, dilakukan oleh otot kecil dan hal tersebut tidak memerlukan tenaga. Pengukuran perkembangan psikomotor menggunakan instrumen perkembangan anak yang terdiri dari 32 pertanyaan (11 motorik halus dan 21 motorik kasar) dan bernilai maksimum 64 poin (Puskur Diknas, 2004). Perkembangan Sosial Emosional adalah fenomena perkembangan anak dalam mengenal diri, lingkungan bermain dan pengendalian diri. Pengukuran perkembangan sosial emosional menggunakan instrumen perkembangan anak yang terdiri dari 8 pertanyaan dan bernilai maksimum 24 poin (Puskur Diknas, 2004).
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Desa Sinarsari dan Desa Neglasari termasuk dalam wilayah Kecamatan Dramaga dan Desa Cibanteng termasuk dalam wilayah Kecamatan Ciampea Kabupaten Bogor. Secara geografis kedua kecamatan tersebut berdampingan. Sebelah utara Kecamatan Dramaga berbatasan dengan Kecamatan Rancabungur, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kota Bogor Barat, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Ciomas dan Tamansari dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Ciampea.
Peta lokasi kedua kecamatan yang
termasuk wilayah penelitian terlihat pada Lampiran 1. Kecamatan Dramaga terdiri dari 10 desa dan Kecamatan Ciampea terdiri dari 13 desa dengan memiliki
kemiripan bentuk wilayah yaitu datar sampai
berombak (45%) dan berombak sampai berbukit (55%) dengan luas wilayah 2 437.64 H (Dramaga) dan 4 393.87 H (Ciampea). Jarak pusat pemerintahan Kecamatan Dramaga dan Ciampea dengan ibukota Kabupaten Bogor masingmasing adalah 34 km dan 30 km. Berdasarkan Data Monografi Kecamatan tahun 2006, jumlah pendududk Kecamatan Dramaga tercatat sebanyak 89 475 jiwa yang terdiri dari 46 227 jiwa laki-laki dan 43 248 jiwa perempuan. Sedangkan jumlah penduduk kecamatan Ciampea adalah 115 257 jiwa yang terdiri dari 59 708 jiwa laki-laki dan 55 549 jiwa perempuan. Jumlah penduduk yang berusai 0-4 tahun tercatat sebanyak 10 073 jiwa (Dramaga) dan 6 225 jiwa (Ciampea). Sebanyak 99.7% penduduk Kecamatan Dramaga dan 98.8 % penduduk Kecamatan Ciampea memeluk agama Islam, lainnya adalah pemeluk agama Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.
Dilihat dari keadaan penduduk menurut tingkat pendidikan, di
Kecamatan Dramaga terdapat sebanyak 35 513 jiwa yang belum sekolah dan tidak tamat SD serta 26 973 jiwa adalah tamat SD, sedangkan di Kecamatan Ciampea terdapat sebanyak 8 973 jiwa yang belum sekolah dan tidak tamat SD serta 21 543 jiwa adalah tamat SD. Sebagian besar penduduk di kedua kecamatan memiliki mata pencarian sebagai pedagang dan petani/peternak (pemilik, penggarap dan buruh tani).
83
Sarana pendidikan formal yang tersedia di Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciampea cukup beragam mulai dari taman kanak-kanak (TK) sampai perguruan tinggi (PT). Di Kecamatan Dramaga terdapat sebanyak 35 unit SD/MI, 6 unit SLTP/MTs, 6 unit SMU/MA serta 1 unit PTN yaitu IPB. Sedangkan di Kecamatan Ciampea terdapat sebanyak 69 unit SD/MI, 16 unit SLTP/MTs, dan 10 unit SMU/MA serta 1 unit Perguruan Tinggi swasta. Selain daripada itu terdapat juga puluhan sarana pendidikan non formal seperti Majelis Taklim, Musholla, dan Langgar. Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan indikator makro pembangunan, yaitu Angka Harapan Hidup (AHH) pada tahun 2006 dikecamatan Dramaga mencapai 64.7 tahun, Angka Kematian Ibu (AKI) 0 per 100 000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 5.4 per 1 000 kelahiran. Untuk memperluas jangkauan pelayanan kesehatan telah dikembangkan berbagai sarana pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah, masyarakat maupun swasta. Di sektor swasta, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan diselenggarakan dalam bentuk dokter praktek dan balai pengobatan swasta. Disamping itu telah dikembangkan pula sarana upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat seperti Posyandu, pondok bersalin desa (Polindes) dan pos obat desa (POD). Upaya pemerintah untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dilakukan pula melalui peningkatan pelayanan khusus, baik melalui pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas maupun pelayanan kesehatan rujukan di rumah sakit melalui Program Raksa Desa bidang kesehatan dari APBD Propinsi Jawa Barat maupun Program JPKM. Lebih kurang 75% keluarga miskin telah memiliki Askes Gakin. Dilihat dari kategori penduduk miskin dengan alasan ekonomi dan non ekonomi, maka keluarga di Kecamatan Dramaga dan Ciampea sebagian besar adalah kategori keluarga pra KS dan KS 1. Dari hasil pendataan penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) terdapat beberapa penyandang beberapa masalah sosial. Melalui berbagai kegiatan pada acara-acara tertentu terutama yang dilakukan oleh warga masyarakat di desa-desa telah dilakukan berupa pemberian santunan dan pembinaan yang dapat membangkitkan motivasi mereka untuk perbaikan kehidupan sosial ekonominya.
84
Karakteristik Keluarga Umur Ayah dan Ibu Umur ayah pada Kelompok I (KT) berkisar dari 26,0 tahun sampai 58,0 tahun dengan umur rata-rata 38,3 tahun (standar deviasi/sd = 8,4 tahun), dan umur ibu berkisar dari 23,0 tahun sampai 49,9 tahun dengan umur rata-rata 32,9 tahun (sd = 7,8 tahun). Pada Kelompok II (KTP), umur ayah berkisar dari 29,4 tahun sampai 53,0 tahun dengan umur rata-rata 38,0 tahun (standar deviasi/sd = 6,7 tahun) dan umur ibu berkisar dari 22,0 tahun sampai 47,1 tahun dengan umur ratarata 33,0 tahun (sd = 6,7 tahun). Dengan demikian, sebagian besar ayah dan ibu termasuk dalam kategori usia dewasa awal dan dalam usia ketenagakerjaan termasuk kelompok usia produktif. Hasil uji t menunjukan tidak ada perbedaan signifikan umur ayah dan ibu antara KT dan KTP (Tabel 7). Tabel 7. Uji kesetaraan Karakteristik Keluarga antar Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Karakteristik Keluarga Umur Ayah Pendidikan Ayah Pendidikan Ibu Jumlah Anggota Keluarga Pendapatan Keluarga (Rp/bl) Pendapatan Per Kapita Keluarga (Rp/bl)
Kelompok I (KT) 38.3 6.0 6.8 5.1
Kelompok II (KTP) 38.0 6.9 7.4 4.7
Nilai t
Sign. Nilai t
0.204 -0.905 -0.571 1.269
0.839 0.851 0.521 0.209
588571
670000
-1.310
0.195
1245570
147112
-1.534
0.130
Pendidikan Ayah dan Ibu Pendidikan merupakan salah satu aspek penting dalam menunjang kualitas manusia. Tingginya tingkat pendidikan ayah dan ibu sangat berpengaruh pada jenis pekerjaannya yang kemudian turut mempengaruhi tingkat pendapatan keluarga. Pada akhirnya hal ini juga akan
berpengaruh pada pemenuhan
kebutuhan pangan dalam keluarga. Berdasarkan jenjang pendidikan formal yang pernah ditempuh, sebagian besar ayah ( 65.7%) dan ibu (82.9%) pada KT berpendidikan SD. Demikian juga
85
pada KTP, sebanyak 54.3% ayah
60.0% ibu
berpendidikan SD.
Rata-rata
lamanya ayah dan ibu menempuh pendidikan formal pada KT masing-masing adalah 6.0 tahun dan 6.8 tahun, sedangkan pada KTP adalah 6.9 tahun dan 7.4 tahun sebagaimana terlihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Ayah dan Ibu menurut Kelompok Stimulasi Tingkat pendidikan SD SLTP SLTA PT/Akademi Total Lama pendidikan (rataan) Sdandar deviasi
Kelompok I (KT) Ayah Ibu n % n % 23 65.7 29 82.9 7 20.0 5 14.2 4 11.4 1 2.9 1 2.9 35 100.0 35 100.0 6.0 6.8
3.2
2.4
Kelompok II (KTP) Ayah Ibu n % n % 19 54.3 21 60.0 8 22.9 9 25.7 5 14.3 5 14.3 3 8.5 35 100.0 35 100.0 6.9 7.4
3.1
2.6
Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan lamanya pendidikan formal yang ditempuh ayah dan ibu antara KT dan KTP (Tabel 7). Berdasarkan hasil penelitian dan didukung oleh data kependudukan, terlihat bahwa sebagian besar tingkat pendidikan ayah/kepala keluarga dan ibu/isteri di Kecamatan Dramaga dan Ciampea masih tergolong rendah. Rendahnya tingkat pendidikan yang ditempuh ayah dan Ibu menunjukkan bahwa di Kecamatan Dramaga dan Kecamatan Ciampea khususnya di wilayah penelitian masih membutuhkan perhatian yang besar dari pemerintah maupun swasta di bidang pendidikan.
Pekerjaan Ayah dan Ibu Secara umum variasi jenis pekerjaan utama ayah pada KT dan KTP adalah sebagai PNS (pegawai cleaning service), swasta (karyawan pabrik/toko), wiraswasta (dagang), buruh (tani dan bangunan) dan sopir/tukang ojek. Persentase terbesar ayah memiliki pekerjaan utama sebagai buruh, masing-masing adalah 45.7% (KT) dan 34.3% (KTP) sebagaimana terlihat pada Tabel 9.
Pekerjaan
utama ibu pada KT dan KTP adalah sebagai ibu rumah tangga. Namun terdapat sebanyak 17.1% ibu KT yang memiliki pekerjaan sampingan sebagai buruh
86
(pembantu rumah tangga dan tani) dan sebanyak 25.7% ibu KTP bekerja sebagai buruh (pembantu rumah tangga, dagang) dan guru mengaji.
Pemilihan jenis
pekerjaan ayah dan ibu, sangat ditentukan oleh lapangan pekerjaan yang ada. Di pedesaan lebih cenderung masyarakat berinisiatif sendiri dalam membuat lapangan pekerjaan yang akhirnya menuntut masyarakat untuk menjual jasa pelayanan apalagi dengan pendidikan yang terbatas.
Tabel 9.
Sebaran Ayah dan Ibu menurut Jenis Pekerjaan dan Kelompok Stimulasi
Jenis Pekerjaan
Buruh Karyawan swasta Wiraswasta/ dagang Sopir/ojek PNS Guru mengaji Total
Kelompok I (KT) Ayah Ibu n % n % 16 45.7 4 11.4 8 22.9 6 17.1 2 5.7 4 11.4 1 2.9 35 100.0 6 17.1
Kelompok II (KTP) Ayah Ibu n % n % 12 34.3 6 17.1 6 17.1 8 22.9 2 5.7 6 17.1 3 8.6 1 2.9 35 100.0 9 25.7
Ukuran Keluarga Ukuran keluarga dilihat dari jumlah anggota keluarga yang tinggal dalam satu pengelolaan sumberdaya keluarga. Ukuran keluarga KT berkisar dari 3 orang sampai 10 orang dengan rata-rata jumlah anggota keluarga adalah 5 orang (sd = 1 orang), sedangkan ukuran keluarga KTP berkisar dari 3 orang sampai 7 orang dengan rata-rata 5 orang (sd = 1 orang).
Apabila ukuran keluarga ini
dikelompokan berdasarkan kriteria Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (BKKBN, 2002) yaitu terdiri dari ayah, ibu dan dua orang anak, sebanyak 40.0% KT dan 51.4% KTP tergolong dalam kelompok tersebut, sedangkan lainnya tergolong keluarga sedang dan keluarga besar. Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan ukuran keluarga KT dan KTP (Tabel 7). Cukup besarnya keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 4 orang
disebabkan di daerah penelitian tersebut masih banyak yang
merupakan bentuk keluarga luas (extended family), yaitu keluarga yang tidak
87
hanya terdiri dari keluarga inti (ayah, ibu dan anak) tetapi juga ditambah dengan anggota keluarga lain seperti : kakek, nenek, keponakan atau sepupu.
Pendapatan Keluarga Pendapatan total keluarga diperoleh dari pendapatan kepala keluarga, isteri dan pendapatan dari anggota keluarga lainnya seperti anak dan orang tua yang bekerja yang termasuk dalam satu pengelolaan keuangan serta pendapatan dari sumber lain seperti pemberian, bonus dan hadiah. Rata-rata pendapatan keluarga KT per bulan Rp 588 571 (sd = Rp 261 243), sedangkan rata-rata pendapatan total keluarga KTP sedikit lebih besar yaitu Rp 670 000 (sd = Rp 258 730). Apabila pendapatan total keluarga dibagi dengan ukuran keluarga, maka diperoleh pendapatan per kapita keluarga. Besarnya rata-rata pendapatan per kapita keluarga KT per bulan adalah Rp 124 558 (sd =66 170) dan pada KTP adalah Rp 147 112 (sd = Rp 56 474). Rata-rata pendapatan keluarga menurut sumber pendapatan terlihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Rata-Rata dan Standar Deviasi Pendapatan Keluarga menurut Sumber Pendapatan dan Kelompok Stimulasi Sumber Pendapatan (Rp) Pendapatan Ayah Pendapatan Ibu Pendapatan sumber lainnya Pendapatan keluarga Pendapatan per kapita keluarga
n 35 6
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) RataStandar RataStandar n Rata Deviasi Rata Deviasi 507143 260696 35 564286 271859 300000 164317 9 277778 61802
5
210000
65192 7
171428
111270
35
588571
261243 35
670000
258730
35
124558
66170 35
147112
56474
Batas garis kemiskinan nasional untuk wilayah Bogor menurut BPS tahun 2004 yang dilihat dari rata-rata pendapatan per kapita per bulan adalah Rp 149 500. Berdasarkan batasan tersebut, secara umum keluarga KT dan KTP termasuk keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan. Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pendapatan per kapita keluarga KT dan KTP atau dengan kata lain pendapatan perkapita keluarga KT setara dengan
88
KTP (Tabel 7). Sekalipun faktanya terdapat sebanyak 25.7% keluarga KT dan 45.7% keluarga KTP yang tergolong diatas garis kemiskinan. Menurut Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi (1994), pendapatan seseorang sangat menentukan dalam pemilihan pangan yang akan dikonsumsi. Dengan pendapatan tinggi maka kemampuan untuk membeli bahan pangan akan semakin tinggi.
Demikian sebaliknya dengan pendapatan rendah mengakibatkan
terbatasnya kemampuan untuk membeli pangan, baik jumlah maupun kualitas.
Karakteristik Anak Umur dan Jenis Kelamin Anak Umur anak termasuk dalam rentang 3-6 tahun atau 36-70 bulan. Namun dapat dirinci lebih detil bahwa umur anak pada KT berkisar dari 42 bulan sampai 65 bulan dengan umur rata-rata 53.4 bulan dan pada KTP umur anak berkisar dari 42 bulan sampai 66 bulan dengan umur rata-rata 48.9 bulan. Umur anak dikategorikan menjadi dua kelompok yaitu 42 bulan sampai 54 bulan dan kelompok 55 bulan sampai 66 bulan.
Pengelompokan tersebut berdasarkan
pengelompokan umur dalam penilaian perkembangan anak yang dikeluarkan oleh Pusat Kurikulum Pendidikan Nasional tahun 2004. Sebanyak 60.0% KT dan 82.9% KTP tergolong kelompok 55-66 bulan. Hasil uji beda (t test) menunjukan adanya perbedaan signifikan umur anak pada KT dan KTP (Tabel 11). Jenis kelamin anak KT dan KTP tidak berbeda karena masing-masing terdiri dari 20 orang (57.1%) laki-laki dan 15 orang (42.9%) perempuan. Urutan Anak dalam Keluarga Urutan anak dalam keluarga KT berkisar dari anak pertama sampai anak kedelapan dan pada keluarga KTP berkisar dari anak pertama sampai anak kesembilan. Sebanyak 34.3% anak KT adalah anak pertama dan termasuk di dalamnya anak tunggal, 20.0% anak kedua, 17.1% anak ketiga dan lainnya anak keempat, kelima dan kedelapan.
Pada KTP,
sebanyak 28.6 % adalah anak
pertama dan termasuk di dalamnya anak tunggal, 25.7% anak kedua, 22.9% anak ketiga dan lainnya adalah anak keempat, kelima dan kesembilan. persentase
keluarga
yang
memiliki
anak
pertama
Tingginya
disebabkan
masih
89
mudanya usia pernikahan yang ditempuh oleh orang tua mereka yaitu kurang dari 10 tahun. Hasil uji beda (t test) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan urutan anak antara KT dan KTP (Tabel 11). Tabel 11. Uji kesetaraan Karakteristik Anak antar Kelompok Stimulasi Karakteristik Keluarga Umur Urutan anak Berat badan lahir Panjang badan lahir Morbiditas awal Morbiditas akhir Kepribadian anak Z-skor BB/U awal Z-skor BB/U akhir Delta Z-skor BB/U Z-skor TB/U awal Z-skor TB/U akhir Delta Z-skor TB/U Z-skor BB/TB awal Z-skor BB/TB akhir Delta Z-skor BB/TB
Kelompok I Kelompok II (KT) (KTP) 53.40 48.94 2.60 2.57 2951.43 3125.71 48.91 48.77 12.6 8.6 9.7 7.6 5.2 5.6 -1.9 -1.4 -1.8 -1.8 -0.0 -0.3 -1.8 -0.6 -2.1 -1.1 -0.3 -0.4 -1.0 -1.4 -0.6 -1.5 0.4 -0.2
Nilai t 2.020 0.073 -2.348 0.274 3.273 1.858 -1.150 -2.106 0.110 6.258 -4.268 3.527 3.491 1.475 -4.501 8.103
Sign. Nilai t 0.047 0.942 0.022 0.785 0.002 0.068 0.254 0.039 0.912 0.000 0.000 0.001 0.001 0.145 0.000 0.000
Berat Badan dan Panjang Badan Lahir Berat badan lahir anak KT berkisar dari 2500 g sampai 3200 g dengan berat badan lahir rata-rata 2951 g, sedangkan berat badan lahir anak KTP berkisar dari 2500 g sampai 3900 g dengan berat lahir rata-rata sedikit lebih tinggi dari KT yaitu 3126 g. Hasil uji beda (t test) menunjukan adanya perbedaan signifikan berat badan lahir anak antara KT dan KTP. Tidak ada satupun anak yang tergolong berat badan lahir rendah (BBLR) dengan ketentuan berat badan kurang dari 2500 g baik pada KT dan KTP. Hal ini disebabkan adanya salah satu persyaratan contoh dalam penelitian ini yaitu tidak tergolong BBLR. Panjang badan saat lahir KT berkisar dari 45 cm sampai 51 cm dengan tinggi badan lahir rata-rata 48.9 cm, sedangkan panjang badan lahir KTP berkisar dari 44 cm sampai 54 cm dengan panjang badan lahir rata-rata 48.8 cm. Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan panjang badan lahir antara KT dan KTP (Tabel 11).
90
Morbiditas Masa usia prasekolah merupakan masa yang masih rawan, karena pada masa ini bila anak kekurangan makanan yang bergizi, maka akan mudah sekali terserang penyakit dan gangguan kesehatan lainnya yang pada akhirnya akan mempengaruhi pertumbuhan dan terjadinya gangguan perkembangan (Winarno 1990). Jenis-jenis penyakit infeksi yang sering menyerang anak-anak antara lain, pilek, radang saluran pernafasan, batuk, diare dan demam. Penyebab dari pilek adalah virus (Prabu 1998). Penyebab utama penyakit radang saluran pernafasan adalah akibat penyakit pilek dan akibat perubahan udara.
Penyakit batuk biasanya banyak terjadi pada anak-anak.
Penyebab
penyakit ini adalah kuman Haemophylus pertusis. Penularannya melalui cairan yang keluar dari hidung yang tersembur ke luar waktu batuk atau bersin. Diare adalah buang air besar yang disertai banyak air dan merupakan kumpulan gejala dari berbagai penyakit.
Diare biasanya bersamaan dengan peradangan usus
(Schulman, Phair & Sommer 1994). Berdasarkan hasil pengumpulan data sebelum dilakukan penyuluhan gizikesehatan menunjukkan bahwa lebih dari 80.0% anak KT dan KTP mengalami penyakit infeksi dalam kurun waktu sebulan yang lalu sebelum diadakan wawancara. Rata-rata lamanya anak mengalami penyakit infeksi tersebut adalah 12.6 hari (KT) dan 8.6 hari (KTP). Hasil uji beda (t test) menunjukan perbedaan signifikan skor morbiditas antara KT dan KTP (Tabel 11).
Namun pada
pengukuran data setelah semua ibu dari anak yang menjadi contoh mendapatkan penyuluhan gizi dan kesehatan, maka terjadi penurunan rata-rata lamanya anak mengalami infeksi yaitu 9.7 hari (KT) dan 7.6 hari (KTP). Hasil uji beda (t test) menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan morbiditas setelah diberikan penyuluhan gizi dan kesehatan antara KT dan KTP. Rataan skor morbiditas anak KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan terlihat pada Gambar 9.
91
20.0 Rataan Morbiditas
12.6 15.0
9.7
8.6
7.6
10.0 5.0 0.0
-0.9
-2.9
-5.0 -10.0 Aw al
Akhir
Delta
KT Kontrol
Aw al
Akhir
Delta
KTP Perlakuan Kelom pok Stim ulasi
Gambar 9.
Rataan Skor Morbiditas Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan
Banyak faktor yang menyebabkan anak-anak terkena penyakit infeksi, salah satunya adalah kebersihan lingkungan. Secara umum, lingkungan tempat tinggal anak-anak KTP lebih bersih dari lingkungan KT, karena di lingkungan KT masih banyak terdapat rumah yang berdampingan dengan kandang ternak kambing atau ayam milik masyarakat setempat. Disamping lingkungan bermain anak-anak tercemar dengan kotoran hewan tersebut, udara disekitar rumah juga tercemar. Dalam menghadapi anak yang terkena penyakit infeksi tersebut, semua ibu melakukan pertolongan/pengobatan kepada anaknya. Sebagian besar yaitu 51.4% ibu KT dan 74.3% Ibu KTP melakukan pertolongan sendiri dengan membeli obat warung untuk anaknya.
Sebagian lagi berobat ke bidan dan beberapa orang
membawa anak mereka berobat ke dokter. Pertumbuhan Anak Pertumbuhan anak dapat dinilai dari berat badan, tinggi badan, delta/perubahan berat badan dan tinggi badan anak menurut umur atau disebut delta z-skor BB/U, TB/U dan BB/TB.
Rata-rata berat badan anak KT pada
pengukuran awal adalah 13.5 kg (sd=1.4 kg) dan KTP 13.9 kg (sd=2.2 kg). Hasil uji beda (t test) tidak menunjukan perbedaan signifikan berat badan antar KT dan KTP pada awal dan akhir pengukuran.
Rata-rata tinggi badan anak KT pada
pengukuran awal adalah 97.4 cm (sd=6.4 cm) dan KTP 100.1 cm (sd=7.2 cm).
92
Pada pengukuran akhir terlihat ada peningkatan tinggi badan sebesar 0.6 cm pada KT dan 0.5 cm pada KTP. Hasil uji beda (t test) tidak menunjukkan perbedaan signifikan tinggi badan antar kelompok KT dan KTP pada awal dan akhir pengukuran. Rata-rata z-skor pertumbuhan anak berdasarkan penilaian BB/U, TB/U dan BB/TB menunjukkan selang pertumbuhan normal. Dalam keadaan normal, berat badan anak akan bertambah dan tinggi badan anak akan tumbuh bersamaan dengan pertambahan umur, serta pertambahan berat badan akan searah dengan pertambahan tinggi badan dengan kecepatan tertentu.
Indeks BB/TB dapat
memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan (Riyadi 2001). Berdasarkan teori tersebut, seyogyanya rata-rata berat badan dan tinggi badan KT dan KTP berbeda karena rata-rata umur kedua kelompok tersebut juga berbeda. Sekalipun rata-rata pertumbuhan anak KT dan KTP tergolong normal. Namun terdapat prevalensi underweight termasuk tinggi yaitu 45.7% KT dan 34.3% KTP menurut indek BB/U, sedangkan prevalensi underweight angka nasional adalah 27.3%. Selain masalah underweigh, juga ditemukan masalah gizi lainnya yaitu stunting (pendek). Sebanyak 45.7% KT dan 8.6% KTP tergolong sunting menurut indeks TB/U. Prevalensi stunting nasional berkisar dari 30-40%. Dengan demikian pada KT terdapat prevalensi stunting melebihi stunting nasional sedangkan pada KTP berada di bawah angka prevalensi stunting nasinal. Masalah gizi lain yang ditemukan adalah wasting (kurus). Terdapat sebanyak 11.5% KT dan 14.3% KTP tergolong menurut indeks BB/TB. Prevalensi wasting yang ditemukan sedikit lebih rendah dari masalah wasting nasional yaitu 15.8%. Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan pertumbuhan anak antara KT dan KTP menurut indeks BB/TB, sedangkan pertumbuhan menurut BB/U dan TB/U menunjukan perbedaan yang signifikan (Tabel 11). Rataan zskor pertumbuhan anak menurut indeks BB/TB pada KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan terlihat pada Gambar 10.
93
Rataan Pertumbuhan (BB/TB)
1.0
0.4
0.5 0.0 -0.2
-0.5 -0.6
-1.0 -1.0 -1.5
-1.4
-1.5
-2.0 Aw al
Akhir
Delta
Aw al
KT
Akhir
Delta
KTP
Kontrol
Perlakuan Kelom pok Stim ulasi
Gambar 10. Rataan Z-Skor Pertumbuhan Anak (BB/TB) Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial Kepribadian Anak Kepribadian anak dinilai dari sikap atau tingkah laku anak sehari-hari dalam merespon balik situasi yang dialaminya.
Pakar psikologi anak
mengklasifikasikan kepribadian seorang anak dapat tergolong tertutup (introvert), terbuka (extrovert) atau gabungan.
Ciri yang menonjol pada anak yang
berkepribadian tertutup adalah pendiam, cepat tersinggung, lebih suka bermain sendiri, sering merasa was-was, dan tidak suka menceritakan masalah kepada orang lain. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan pada anak KT dan KTP dan didukung hasil wawancara dengan ibu dari anak KT dan KTP saat pengumpulan data awal, sebagian besar anak tergolong berkepribadian gabungan dengan ratarata skor kepribadian anak adalah 5.2 (KT) dan 5.6 (KTP). Hasil uji beda (t test) menunjukan tidak ada perbedaan signifikan skor kepribadian anak antara KT dan KTP atau dengan kata lain kepribadian anak KT setara dengan KTP (Tabel 11). Setelah
dilakukan
stimulasi
psikososial,
hasil
pengukuran
akhir
menunjukan adanya peningkatan skor rata-rata kepribadian anak KTP menjadi 6.7.
Hasil uji beda (t test) menunjukan perbedaan yang signifikan skor
kepribadian anak KT dan KTP). Anak-anak KTP lebih banyak yang memiliki
94
kepribadian terbuka dibandingkan anak-anak KT. Rataan skor kepribadian anak KT dan KTP terlihat pada Gambar 11.
Rataan Kepribadian Anak
6.7 7.0 6.0
5.2
5.6
5.2
5.0 4.0 3.0 1.1
2.0 1.0
0.0
0.0 Aw al
Akhir
KT Kontrol
Delta
Aw al
Akhir
Delta
KTP Perlakuan Kelom pok Stim ulasi
Gambar 11. Rataan Skor Kepribadian Anak Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial Konsumsi Zat Gizi Anak Konsumsi zat gizi anak diperoleh dari konversi konsumsi pangan anak yang dikumpulkan dengan metode recall 2x24 jam. Recall konsumsi pangan mencakup jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi anak baik makanan pokok maupun makanan selingan atau makanan jajanan. Selanjutnya konsumsi pangan tersebut dikonversi ke dalam energi, protein, vitamin A, vitamin C, kalsium, phosfor, besi dan seng dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya dihitung nilai rata-rata tingkat kecukupan gizi anak. Pada kelompok I (KT), rata-rata tingkat kecukupan vitamin A dan besi lebih dari 100.0% pada pengukuran awal dan akhir, sedangkan rata-rata tingkat kecukupan zat gizi lainnya kurang dari 100.0%. Sementara pada kelompok II (KTP), rata-rata tingkat kecukupan vitamin A, besi, dan protein lebih dari 100.0% (Tabel 12).
Berdasarkan nilai rata-rata tingkat kecukupan zat gizi (NRTKG)
anak usia prasekolah, persentase terbesar pada kelompok I (KT) tergolong sangat kurang, sekalipun terdapat lebih dari 30.0% tergolong baik. Pada kelompok II (KTP), lebih dari 60.0% NRTKG anak usia prasekolah tergolong baik. Namun persentase NRTKG yang tergolong sangat kurang masih tinggi.
Hal ini
menunjukkan bahwa dari segi pemenuhan konsumsi zat gizi, anak usia prasekolah masih membutuhkan perhatian khusus dalam kuantitas dan kualitas makanan.
95
Tabel 12. Rata-rata Konsumsi, Kecukupan dan Tingkat Kecukupan Zat Gizi Anak menurut Kelompok Stimulasi
Zat Gizi
Energi (Kkal) Protein (g) Vitamin A (RE) Vitamin C (mg) Kalsium (mg) Phosfor (mg) Besi (mg) Seng (mg)
Kelompok I (KT) Tingkat Tingkat Kecukupan Kecukupan (%) Awal (%) Akhir 85+ 34.2 84 + 28.3 96.9 + 44.4 95.0 + 40.5 100.0 + 245.6 100.9 + 244.8 41.2+ 69.0 51.8 + 73.0 51.5 + 48.3 52.3 + 48.3 89.4 + 65.9 91.0 + 65.7 140.1 + 66.0 141.5 + 65.2 29.5 + 38.3 30.5 +38.3
Kelompok II (KTP) Tingkat Tingkat Kecukupan Kecukupan (%) Awal (%) Akhir 99 + 38.4 91.5 + 32.8 110.6 + 47.2 101.5 + 41.5 50.4 + 38.7 51.5 + 37.5 33.6 + 45.6 54.9 + 52.7 76.1 + 61.3 78.7 + 61.5 115.2 + 87.0 119.3 + 87.4 157.4 + 60.6 154.0 + 56.2 31.8 + 38.2 32.7 + 37.8
Tabel 13. Sebaran Anak Usia Prasekolah menurut Nilai Rata-Rata Tingkat Kecukupan Gizi (NRTKG) dan Kelompok Stimulasi
Kelompok I (KT) n %
NRTKG
Kelompok II (KTP) n %
Awal Sangat kurang Kurang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku
19 4 12 35
Sangat kurang Kurang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku
17 4 14 35
54.3 11.4 34.3 100.0
11 2 22 35
79.0 44.4
31.4 5.7 62.9 100.0 84.2 34.0
Akhir 48.6 11.4 40.0 100.0 80.9 43.4
11 3 21 35
31.4 8.6 60.0 100.0 85.5 31.3
Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu Pengetahuan gizi-kesehatan ibu dinilai dari penguasaan ibu terhadap pengetahuan gizi-kesehatan umum yang berhubungan dengan kelompok bahan makanan sumber hewani, nabati, fungsi zat gizi, defisiensi zat gizi, cara pengolahan bahan makanan, pemantauan pertumbuhan, cara mengatasi anak diare, waktu mulai mendapatkan imunisasi, penilaian pada KMS, mandi, cuci rambut,
96
gosok gigi, dan kebiasaan baik sebelum makan yang diukur dengan menjumlahkan skor yang diperoleh dengan skor maksimal 40 poin, kemudian dikategorikan pengetahuan gizi-kesehatan ibu baik, sedang dan kurang berdasarkan pengkategorian Khomsan (2000). Pada penilaian awal yaitu sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan, sebagian besar ibu KT (71.4%) memiliki pengetahuan gizi-kesehatan tergolong kurang, sedangkan sebagian (54.3%) ibu-ibu KTP tergolong memiliki pengetahuan gizi sedang. Secara umum terlihat bahwa rata-rata ibu-ibu KTP memiliki pengetahuan gizi-kesehatan lebih baik daripada ibu-ibu KT.
Pada
penilaian akhir terlihat bahwa terjadi peningkatan skor pengetahuan gizikesehatan kedua kelompok. Peningkatan yang lebih besar terjadi pada KT yang semula sebagian besarnya memiliki pengetahuan kurang seperti terlihat pada Tabel 14. Tabel 14. Sebaran Ibu menurut Kategori Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi Pengetahuan GiziKesehatan Ibu Awal Kurang Sedang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku Akhir Kurang Sedang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku
Kelompok I (KT) n % 25 9 1 35
71.4 25.7 2.9 100.0
Kelompok II (KTP) n % 10 18 7 35
20.3 5.5 16 15 4 35
31.4 54.3 14.3 100.0 26.4 5.6
45.7 42.9 11.4 100.0 25.2 5.6
3 21 11 35
8.6 60.0 31.4 100.0 29.8 4.0
Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan Pola pengasuhan gizi-kesehatan dilihat dari praktek pemberian makan dan pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh ibu kepada anak mulai dari bayi sampai usia prasekolah dalam hal pemberian kolustrum, ASI, susu formula, jadwal makan, kebiasaan makan, masalah makan yang dialami, kebiasaan mandi, gosok
97
gigi, mencuci rambut, memakai alas kaki, mendaptkan imunisasi, dan kebiasaan sebelum makan dan sebelum tidur dengan menjumlahkan skornya dengan skor maksimal 36 poin, dan kemudian dikategorikan pola pengasuhan gizi-kesehatan baik, sedang dan kurang.
Pada
penilaian awal yaitu sebelum dilakukan
penyuluhan gizi-kesehatan, sebagian besar ibu KT (80.0%) melakukan pengasuhan gizi-kesehatan terhadap anak usia prasekolah tergolong sedang, sedangkan sebagian besar (77.1%) ibu-ibu KTP tergolong baik pengasuhan gizikesehatan yang dilakukan. Dengan demikian, secara umum ibu-ibu KTP melakukan pengasuhan gizikesehatan lebih baik daripada ibu-ibu KT. Pada penilaian akhir terlihat bahwa terjadi peningkatan skor pengasuhan gizi-kesehatan kedua kelompok. Namun peningkatan skor antar kedua kelompok tidak berbeda signifikan seperti terlihat pada Tabel 15. Tabel 15. Sebaran Ibu menurut Kategori Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu dan Kelompok Stimulasi Pengasuhan GiziKesehatan Awal Kurang Sedang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku Akhir Kurang Sedang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku
Kelompok I (KT) n % 28 7 35
80.0 20.0 100.0
Kelompok II (KTP) n % 8 27 35
30.0 3.8 18 17 35
22.9 77.1 100.0 34.1 3.2
51.4 48.6 100.0 31.6 4.2
6 29 35
17.1 82.9 100.0 36.1 2.7
Lingkungan Pengasuhan Pengasuhan adalah proses inisiatif. Pengasuhan anak merupakan seluruh interaksi antara subjek (pengasuh) dan objek (anak) berupa bimbingan, pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas objek sehari-hari yang
98
berlangsung secara rutin sehingga membentuk suatu pola dan merupakan usaha yang diarahkan untuk mengubah tingkah laku sesuai dengan keinginan si pendidik atau pengasuh (Sears, Maccoby & Levin 1976, Gunarsa 1997). Satoto (1990) mengemukakan bahwa salah satu lingkungan pengasuhan yang paling kuat pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak adalah interaksi ibu dan anak. Penilaian lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley tahun 1984 melalui pengukuran kualitas pengasuhan di rumah yang dikenal sebagai HOME (Home Observation and Measurement of Environments). Secara umum penilaian awal lingkungan pengasuhan anak KT dan KTP tergolong sedang dengan nilai rataan skor masing-masing kelompok 31.5 dan 34.3. Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan lingkungan pengasuhan antara KT dan KTP sebelum diberikan stimulasi psikososial. Namun dalam aspek tertentu yaitu stimulasi bahasa, kehangatan/penerimaan dan stimulasi akademik, terdapat perbedaan signifikan antara KT dan KTP. Lingkungan pengasuhan dikelompokkan menjadi rendah, sedang dan baik. Pada penilaian awal terdapat sebanyak 48.6% anak KT yang tergolong lingkungan pengasuhan sedang (kualitas pengasuhan cukup), 45.7% tergolong rendah (kualitas pengasuhan kurang) dan 5.7% lainnya yang tergolong baik. Sementara itu pada KTP sebagian besar (80.0%) tergolong kualitas pengasuhan cukup dan 20.0% lainnya kualitas pengasuhan kurang.
Pada penilaian akhir terdapat
peningkatan lingkungan pengasuhan kedua kelompok. Namun peningkatan skor lebih besar terjadi pada KTP yang mendapatkan intervensi secara lengkap seperti terlihat pada Tabel 16.
Perubahan (delta) skor lingkungan pengasuhan yang
terjadi pada KT adalah 1.6 poin, sedangkan pada KTP terjadi peningkatan sebesar 6.2 poin.
99
Tabel 16. Sebaran Ibu menurut Kategori Lingkungan Pengasuhan dan Kelompok Stimulasi Kualitas Lingkungan Pengasuhan Awal Rendah Sedang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku Akhir Rendah Sedang Baik Total Rata-Rata Simpangan Baku
Kelompok I (KT) n % 16 17 2 35
45.7 48.6 5.7 100.0
Kelompok II (KTP) n % 7 28 35
31.5 8.4 13 20 2 35
20.0 80.0 100.0 34.3 4.8
37.1 57.1 5.7 100.0
2 30 3 35
33.1 7.4
5.7 85.7 8.6 100.0 40.6 4.2
Perkembangan Anak Perkembangan dalam arti sempit disebut sebagai proses pematangan fungsi-fungsi non fisik atau perubahan kuantitatif dan kualitatif sebagai suatu proses perubahan yang progresif dan berurut yang ditunjang oleh faktor lingkungan dan proses belajar dalam waktu tertentu menuju kedewasaan (Kartono 1990).
Meyrs (1995) mendefinisikan bahwa perkembangan anak merupakan
proses perubahan dimana anak belajar pada tingkatan yang lebih komplek dalam berfikir, bergerak, berperasaan dan berhubungan dengan yang lain. Banyak aspek perkembangan yang perlu dibina dalam menghadapi masa depan anak. Semua aspek perkembangan tersebut saling mempengaruhi. Dalam penelitian ini ada tiga aspek perkembangan yang dianalisis yaitu perkembangan kognitif, psikomotor atau motorik (kasar dan halus) dan perkembangan sosial emosional. Berdasarkan hasil pengukuran awal, secara umum skor kognitif, psikomotor, dan skor sosial emosional anak KTP lebih tinggi dari KT. Namun hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa tidak terdapat perbedaan sigifikan skor kognitif, skor motorik halus dan sosial emosional antar KT dan KTP. Hanya skor motorik kasar yang menunjukan perbedaan yang signifikan antar KT dan KTP.
100
Rata-rata skor tingkat perkembangan kognitif KT 13.9 poin dan KTP 14.3 poin.
Hasil penilaian tersebut menunjukkan bahwa tingkat perkembangan
kognitif anak (97.1% KT dan 88.6 KTP) tergolong rendah, karena dari 34 poin skor maksimal kognitif, kurang dari 50% yang dikuasai oleh anak. Tidak berbeda dengan skor kognitif, rata-rata skor motorik halus KT dan KTP juga tergolong rendah yaitu masing-masing 9.3 poin dan 10.2 poin, sedangkan skor maksimal dari motorik halus adalah 22 poin.
Rata-rata skor motorik kasar KTP (22.5
poin) jauh lebih baik dari KT (17.1 poin). Namun penilaian motorik kasar masih tergolong rendah karena nilai skor maksimal yang sebaiknya diperoleh anak adalah 42 poin. Penilaian terhadap perkembangan sosial emosional anak juga tergolong rendah dengan rata-rata skor yang diperoleh oleh KT dan KTP masingmasing adalah 7.0 poin dan 6.3 poin, sedangkan total skor maksimal adalah 24 poin.
Tabel 17 menunjukan sebaran anak KT dan KTP menurut tingkat
perkembangan kognitif, motorik halus, motorik kasar dan sosial emosional.
Tabel 17. Sebaran Anak menurut Aspek Perkembangan dan Kelompok Stimulasi Aspek Perkembangan Kognitif
Kategori
Rendah Sedang Total Motorik Halus Rendah Sedang Total Motorik Kasar Rendah Sedang Total Psikomotor Rendah Sedang Total Sosial Emosional Rendah Total
Kelompok I (KT) Kelompok II (KTP) n % n % 34 97.1 31 88.6 1 2.9 4 11.4 100.0 35 100.0 35 34 97.1 34 97.1 1 2.9 1 2.9 35 100.0 35 100.0 35 100.0 32 91.4 0 0.0 3 8.6 35 100.0 35 100.0 35 100.0 31 88.6 0 0.0 4 11.4 35 100.0 35 100.0 35 100.0 35 100.0 35 100.0 35 100.0
101
Pengaruh Penyuluhan Gizi-Kesehatan terhadap Pengetahuan GiziKesehatan Ibu dan Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan Rata-rata skor pengetahuan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP
pada
pengukuran awal (sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan) adalah 20.3 poin dan 26.4 poin. Apabila dibandingkan nilai rata-rata ini dengan kriteria penilaian pengetahuan gizi-kesehatan ibu, maka secara umum KT
tergolong
memiliki pengetahuan gizi-kesehatan rendah, sedangkan KTP
umumnya
tergolong memiliki pengetahuan gizi-kesehatan sedang.
Setelah dilakukan
penyuluhan gizi-kesehatan kepada kedua kelompok tersebut, maka terjadi peningkatan skor yaitu menjadi 25.2 poin untuk KT dan 29.8 poin untuk KTP. Peningkatan skor pengetahuan gizi-kesehatan lebih besar pada KT dibanding KTP. Hal ini disebabkan KTP sudah memiliki nilai skor awal pengetahuan gizikesehatan lebih tinggi, sehingga untuk meningkat lagi lebih sedikit dibandingkan KT yang memiliki nilai skor pengetahuan gizi-kesehatan awal rendah. Hasil uji beda (t test) menunjukkan perbedaan yang signifikat dalam hal pengetahuan gizikesehatan ibu antara sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan dengan sesudah dilakukan penyuluhan pada kedua kelompok. Rataan skor pengetahuan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi terlihat pada Gambar 12.
Rataan Pengetahuan Gizi dan Kesehatan
29.8 30.0 25.0
26.4
25.2 20.3
20.0 15.0 10.0
4.9
3.4
5.0 0.0 Aw al
Akhir
KT
Kontrol
Delta
Aw al
Akhir
Delta
KTP
Perlakuan Kelom pok Stim ulasi
Gambar 12. Rataan Skor Pengetahuan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan
102
Rata-rata skor pola pengasuhan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP pada pengukuran awal (sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan) adalah 30.0 poin dan 34.1 poin. Apabila dibandingkan nilai rata-rata ini dengan kriteria penilaian pengetahuan gizi-kesehatan ibu, maka secara umum pola pengasuhan gizi-kesehatan kedua kelompok tergolong baik. Setelah dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan kepada kedua kelompok tersebut, maka terjadi peningkatan skor pola pengasuhan gizi-kesehatan pada kedua kelompok dengan nilai masingmasing adalah 31.6 poin (KT ) dan 36.2 poin (KTP ). Hasil uji beda (t test) tidak menunjukan perbedaan yang signifikan dalam hal pola pengasuhan gizi-kesehatan ibu antara sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan dengan sesudah dilakukan penyuluhan pada kedua kelompok. Rataan skor pola pengasuhan gizikesehatan ibu KT dan KTP sebelum dan setelah dilakukan penyuluhan gizi
Rataan Pengasuhan Gizi dan Kesehatan
terlihat pada Gambar 13.
40.0 35.0
30.0
36.1
34.1
31.6
30.0 25.0 20.0 15.0 10.0
2.0
1.6
5.0 0.0 Aw al
Akhir Kontrol KT
Delta
Aw al
Akhir
Delta
Perlakuan KTP Kelom pok Stim ulasi
Gambar 13. Rataan Skor Pola Pengasuhan Gizi-Kesehatan Ibu Kelompok 1 (KT) dan Kelompok 2 (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Penyuluhan Gizi-Kesehatan Pengaruh Berbagai Faktor terhadap Pertumbuhan Anak Usia Prasekolah Pertumbuhan anak usia prasekolah dinilai dengan menggunakan perubahan nilai z-skor berdasarkan indeks berat badan menurut tinggi badan (delta z-skor BB/TB). Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan bahwa dari beberapa faktor karakteristik keluarga dan karakteristik anak yang
103
berpengaruh terhadap pertumbuhan anak usia prasekolah adalah panjang badan lahir (P < 0.05), delta pengetahuan gizi-kesehatan ibu (P < 0.1) dan kelompok stimulasi dengan nilai Adj R-square = 0.513 seperti terlihat pada Tabel 18. Artinya bahwa 51.3% pertumbuhan anak usia prasekolah ditentukan oleh peubah penjelas tersebut sedangkan 48.7% lainnya dijelaskan oleh peubah lain yang tidak diteliti. Pertumbuhan dengan Indeks BB/TB dapat memberi gambaran proporsi berat badan relatif terhadap tinggi badan dan mencerminkan perkembangan massa tubuh dan pertumbuhan skeletal. Pertumbuhan skeletal dimulai dari lahir sampai saat tertentu. Dalam hal ini, panjang badan anak saat lahir lazim berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan anak prasekolah dengan indeks BB/TB. Pengetahuan gizi-kesehatan ibu berpengaruh positif signifikan (P<0.1) terhadap pertumbuhan anak. Artinya terdapat kecenderungan dengan semakin baik pengetahuan gizi-kesehatan ibu maka pertumbuhan anak juga membaik. Hal ini sejalan dengan pendapat Sajogyo, Suhardjo dan Khumaidi (1978) bahwa secara tidak langsung pengetahuan gizi ibu akan mempengaruhi pertumbuhan anak, karena dengan pengetahuannya para ibu dapat mengasuh dan memenuhi kebutuhan zat gizi anaknya, sehingga keadaan gizi anaknya terjamin. Tabel 18. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pertumbuhan Anak Model Konstanta Besar keluarga Pendapatan per kapita Anak urutan ke Berat badan lahir (gram) Panjang badan lahir (cm) Delta pengetahuan gizi dan kesehatan ibu Delta pola pengasuhan gizi dan kesehatan Delta lama sakit (morbiditas) Delta nilai rata-rata tingkat kecukupan gizi (NRTKG) Kelompok stimulasi (0 = kontrol; 1 = perlakuan) R-square Adj R-square F (Sig)
B t 2.763 2.804 -1.805E-02 -.387 4.060E-07 .580 2.477E-02 .618 -1.685E-04 -1.142 3.594E-02 -1.722 2.429E-02 -1.730 -7.807E-03 -.260 -8.656E-03 -.966 2.234E-03 -.459 -.620
-7.160 0.586 0.513 8.058 (000)
Sig. .007 .700 .564 .539 .258 .051* .089* .796 .338 .648 .000*
104
Berdasarkan hasil tersebut diatas menunjukkan bahwa pemberian penyuluhan gizi-kesehatan kepada ibu-ibu yang memiliki anak usia prasekolah berpengaruh positif signifikan terhadap pengetahuan gizi-kesehatan ibu dan pada akhirnya berdampak positif terhadap pertumbuhan anak.
Rata-rata skor
pengetahuan gizi-kesehatan ibu KT dan KTP pada pengukuran akhir (sesudah dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan) meningkat yaitu sebesar 4.9 poin untuk KT dan 3,4 poin untuk KTP . Hasil uji beda (t test) menunjukan perbedaan yang signifikat dalam hal pengetahuan gizi-kesehatan ibu antara sebelum dilakukan penyuluhan gizi-kesehatan dengan sesudah dilakukan penyuluhan pada kedua kelompok.
Dengan demikian, upaya untuk meningkatkan pengetahuan gizi-
kesehatan ibu melalui penyuluhan gizi-kesehatan merupakan langkah yang tepat dilakukan oleh orang tua dan dalam penyelenggaraannya membutuhkan dukungan dari pihak-pihak yang peduli terhadap ibu dan anak, baik dari pemerintah daerah setempat atau dari anggota masyarakat atau lembaga swadaya masyarakat.
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Lingkungan Pengasuhan Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa secara keseluruhan tidak ada perbedaan signifikan lingkungan pengasuhan antara KT dan KTP sebelum diberikan stimulasi psikososial. Hanya dalam aspek tertentu saja yaitu stimulasi bahasa, kehangatan/penerimaan dan stimulasi akademik, terdapat perbedaan signifikan antara KT dan KTP. Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan program Ibuku Guru Kami dengan metode kelompok belajar di rumah (homeschooling group) untuk KTP, terjadi peningkatan skor lingkungan pengasuhan pada kedua kelompok tersebut. Namun peningkatan lingkungan pengasuhan pada KTP jauh lebih tinggi dibanding KT dan berbeda signifikan antara KT dan KTP, seperti yang ditunjukkan oleh hasil uji beda (t test) (Tabel 19).
Aspek lingkungan
pengasuhan yang tidak berbeda signifikan antara KT dan KTP pada penilaian akhir adalah aspek hukuman.
Gambar 14 memperlihatkan bahwa setelah
dilakukan stimulasi psikososial, perubahan skor lingkungan pengasuhan KTP (6.2 poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang terjadi pada KT (1.6 poin).
105
Tabel 19. Rataan Skor dan hasil uji beda Lingkungan Pengasuhan menurut Kelompok Stimulasi dan Periode Pengukuran Pengamatan Home Inventory Skor stimulasi belajar (11 item) Skor stimulasi bahasa (7 item) Skor lingkungan fisik (7 item) Skor kehangatan dan penerimaan (7 item) Skor stimulasi akademik (5 item) Skor modelling (5 item) Skor pengalaman/variasi stimulasi (9 item) Skor hukuman (4 item)
Rataan Lingkungan Pengasuhan
Total skor (55 item)
45.0 40.0 35.0 30.0 25.0 20.0 15.0 10.0 5.0 0.0
Periode Pengukuran Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Delta
Kelompok I (KT) 3.9 4.9 4.4 4.8 4.3 4.3 4.9 5.0 2.9 2.9 3.5 3.5 4.4 4.5 3.1 3.3 31.5 33.1 1.6
Kelompok II (KTP) 3.7 5.8 5.7 6.2 4.7 5.3 5.8 6.0 3.8 4.3 3.7 4.3 4.3 5.1 2.5 3.0 34.3 40.6 6.2
Nilai t 0.781 -2.701 -3.711 -4.570 -1.003 -3.007 -2.636 -3.444 -3.654 -5.141 -0.928 -3.483 0.286 -2.081 2.514 1.439 -1.685 -5.074 -5.578
Sign. Nilai t 0.438 0.009 0.000 0.000 0.319 0.004 0.010 0.001 0.001 0.000 0.357 0.001 0.775 0.041 0.014 0.155 0.096 0.000 0.000
40.6 31.5
34.3
33.1
6.2 1.6
Aw al
Akhir Kontrol KT
Delta
Aw al
Akhir
Delta
Perlakuan KTP Kelom pok Stim ulasi
Gambar 14. Rataan Skor Lingkungan Pengasuhan Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
106
Untuk membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor lingkungan pengasuhan anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang diberikan secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes awal lingkungan pengasuhan sebagai kovarian dan kelompok stimulasi psikososial sebagai fixed factor (Tabel 20). Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa stimulasi psikososial berpengaruh secara signifikan terhadap lingkungan pengasuhan anak dengan nilai t = -7.090, sig = 0.000, dan R-square = 0.824 dengan nilai rata-rata skor lingkungan pengasuhan KTP lebih tinggi dari pada nilai skor lingkungan pengasuhan KT.
Tabel 20. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Lingkungan Pengasuhan Parameter Intercept Covarian (lingkungan pengasuhan awal) Fixed factor (Kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig)
Lingkungan Pengasuhan B t Sig 14.420 7.523 0.000 0.762 14.193 0.000 -5.321 -7.090 0.000 0.824 0.819 152.680 (000)
Analisis kovarian juga digunakan untuk memastikan apakah peningkatan lingkungan pengasuhan anak usia prasekolah karena adanya faktor lain seperti faktor karakteristik keluarga atau karakteristik anak usia prasekolah.
Pada
analisis ini kelompok stimulasi sebagai fixed factor dan semua peubah independen (karakteristik keluarga dan karakteristik anak) sebagai covarian.
Hasil uji
memperlihatkan bahwa pada selang kepercayaan 95% (P<0.05), tidak ada faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap lingkungan pengasuhan anak dengan nilai t = 5.251, sig = 0.000, dan R-square (Adjusted R-square) = 0.871 (0.854). Artinya peningkatan lingkungan pengasuhan benar disebabkan oleh stimulasi yang diberikan (Tabel 21). Sedangkan pada selang kepercayaan 90% (P<0.1) terlihat bahwa pendidikan ibu dan pendapatan keluarga turut berpengaruh positif terhadap lingkungan pengasuhan.
107
Tabel 21. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Lingkungan Pengasuhan Anak Usia Prasekolah Lingkungan Pengasuhan Parameter B t Sig Intercept 16.371 5.251 0.000 Lingkungan pengasuhan awal 0.565 8.480 0.000* Pendidikan ayah 5.162E-02 0.339 0.736 Pendidikan ibu 0.352 1.829 0.072 Ukuran keluarga -0.344 -0.884 0.381 E Pendapatan per kapita keluarga 1.329 -05 1.991 0.052 Urutan anak -0.131 -0.436 0.664 Kepribadian anak 0.315 1.330 0.189 Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) -4.274 -5.346 0.000* (0= KT,1=KTP) R-square 0.871 Adj R-square 0.854 F (Sig) 49.860 (000)* Kondisi ini menunjukan bahwa pelaksanaan diklat yang dilengkapi dengan pelaksanaan Proram Ibuku Guru Kami metode homeschooling group berdampak positif pada ibu dan anak, karena ibu mendapatkan tambahan pengetahuan dan keterampilan dalam menstimulasi anak dan anak mendapatkan bimbingan yang terarah dari ibu setiap harinya. Pelaksanaan kegiatan dalam bentuk kelompok memudahkan bagi orang tua dalam menstimulasi anak karena bisa dilaksanakan bersama-sama dan biaya peralatan yang diperlukan juga dapat ditanggung bersama-sama. Implikasinya adalah bahwa stimulasi psikososial adalah penting untuk peningkatan kualitas lingkungan pengasuhan anak.
Upaya untuk
meningkatkan kualitas pengasuhan anak usia prasekolah melalui stimulasi psikososial pendidikan dan latihan (diklat) yang disertai dengan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group dapat terus dilaksanakan oleh orang tua dan didukung oleh pihak-pihak yang peduli terhadap ibu dan anak.
108
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap dan Perkembangan Anak usia prasekolah Pengaruh Stimulasi psikososial terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia Prasekolah Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan skor perkembangan kognitif antara KT dan KTP sebelum diberikan stimulasi psikososial.
Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat stimulasi
psikososial pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode kelompok belajar di rumah (homeschooling group) untuk KTP, terjadi peningkatan skor perkembangan kognitif pada kedua kelompok tersebut. Namun peningkatan perkembangan kognitif pada KTP jauh lebih tinggi dibanding KT dan berbeda signifikan antara KT dan KTP, seperti yang ditunjukkanan oleh hasil uji beda (t test) (Tabel 22). Gambar 15 memperlihatkan bahwa setelah dilakukan stimulasi psikososial, perubahan skor perkembangan kognitif anak KTP (12.6 poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang terjadi pada KT (4.3 poin). Tabel 22. Rataan Skor dan Hasil Uji Beda Perkembangan Anak menurut Kelompok Stimulasi dan Periode Pengukuran Perkembangan Kognitif (34)
Motorik halus (22) Motorik kasar (42) Psikomotor (64) Sosial emosional (24)
Periode Pengukuran Awal Akhir Delta Awal Akhir Awal Akhir Awal Akhir Delta Awal Akhir Delta
Kelompok I (KT) 13.9 18.2 4.3 9.3 11.4 17.1 21.3 26.4 32.7 6.3 7.0 9.0 2.0
Kelompok II (KTK) 14.3 26.9 12.6 10.2 17.9 22.5 35.6 32.9 53.5 20.9 6.3 16.5 10.2
Nilai t -0.464 -8.495 -9.539 -1.995 -10.520 -6.789 -12.865 -5.555 -13.393 -12.610 1.152 -9.520 -14.156
Sign. Nilai t 0.644 0.000 0.000 0.052 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.253 0.000 0.000
109
27.0
Rataan Perkembangan Kognitif
30.0 25.0 20.0
18.2 13.9
14.3
12.6
15.0 10.0
4.3
5.0 0.0 Aw al
Akhir
Delta
Aw al
KT Kontrol
Akhir
Delta
KTP Perlakuan Kelom pok Stim ulasi
Gambar 15. Rataan Skor Perkembangan Kognitif Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
Guna membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor perkembangan kognitif anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang diberikan secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes awal perkembangan kognitif sebagai kovarian dan kelompok stimulasi psikososial sebagai fixed factor (Tabel 23). Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa kelompok
stimulasi
psikososial
berpengaruh
secara
signifikan
terhadap
perkembangan kognitif anak dengan nilai t = -10.556, sig = 0.000, dan R-square = 0.716 dengan nilai rata-rata skor perkembangan kognitif KTP lebih tinggi dari pada nilai skor perkembangan kognitif KT. Dalam stimulasi psikososial yang diberikan secara lengkap, ibu diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan perkembangan kognitif anak melalui permainan.
Keterpaduan pemberian stimulasi kognitif dalam bentuk
pengetahuan dan praktek dalam pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami mealui metode homeschooling group berpengaruh positif terhadap perkembangan kognitif anak.
110
Tabel 23. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Kognitif Parameter Intercept Covarian (skor kognitif awal) Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig) Analisis
kovarian
juga
digunakan
Perkembangan Kognitif B t Sig 17.681 11.713 0.000 0.648 6.656 0.000 -8.480 -10.556 0.000 0.716 0.707 81.915 (000) untuk
memastikan
apakah
perkembangan kognitif anak usia prasekolah karena adanya faktor lain seperti faktor karakteristik keluarga atau karakteristik anak usia prasekolah.
Pada
analisis ini kelompok stimulasi sebagai fixed factor dan semua peubah independen (karakteristik keluarga dan karakteristik anak) sebagai covarian. memperlihatkan bahwa
Hasil uji
faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap
perkembangan kognitif anak adalah pendapatan per kapita keluarga dengan nilai t = 2.578, sig = 0.013, dan R-square (Adjusted R-square) = 0.785 (0.747) (Tabel 24). Tabel 24. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Faktor terhadap Perkembangan Kognitif Parameter Intercept Skor kognitif awal Pendidikan ayah Pendidikan ibu Ukuran keluarga Pendapatan per kapita keluarga Urutan anak Kepribadian anak Lingkungan pengasuhan Pertumbuhan (z-skor BB/TB Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig)
Perkembangan Kognitif B t Sig 15.826 4.325 0.000 0.533 4.885 0.000* E -7.567 -02 -0.440 0.662 -9.768E-02 -0.433 0.666 -0.616 -1.355 0.181 1.959E-05 2.578 0.013* 0.363 0.997 0.323 6.183E-02 -0.225 0.822 E 9.213 -02 1.127 0.264 -0.350 -0.729 0.469 -7.939 -8.538 0.000* 0.785 0.747 20.579 (000)*
111
Berdasarkan hasil tersebut dapat dipahami bahwa seiring dengan peningkatan
pengetahuan
dan
keterampilan
ibu
untuk
meningkatkan
perkembangan kognitif anak melalui permainan, maka dibutuhkan kemampuan keuangan
keluarga
dalam
menyediakan
permainan
yang
mendukung
perkembangan kognitif anak. Dengan demikian keterpaduan pemberian stimulasi kognitif dalam bentuk pengetahuan dan praktek dalam pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group dan didukung oleh pendapatan per kapita keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap perkembangan kognitif anak.
Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Psikomotor Anak Usia Prasekolah Rata-rata skor perkembangan psikomotor KT dan KTP termasuk kategori rendah dan hasil uji beda (t test) menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan skor perkembangan psikomotor antara KT dan KTP sebelum diberikan stimulasi psikososial.
Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat
stimulasi psikososial pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group untuk KTP, terjadi peningkatan skor perkembangan psikomotor pada kedua kelompok tersebut. Hasil uji beda (t test) menunjukkan terdapat perbedaan signifikan perkembangan psikomotor antara KT dan KTP (Tabel 22). Perbedaan signifikan dari hasil tes awal perkembangan psikomotor antara KT dan KTP dan ditambah lagi bahwa KTP mendapatkan intervensi lengkap dengan pelaksanaan program melalui metode homeschooling group, menghasilkan skor rata-rata perkembangan psikomotor KTP jauh lebih tinggi daripada skor rata-rata perkembangan psikomotor KT.
Gambar 16 memperlihatkan bahwa perubahan skor
perkembangan psikomotor KTP (20.9 poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang terjadi pada KT (6.3 poin) setelah dilakukan stimulasi psikososial.
112
53.5
R ataan Perkem b an g an Psiko m o to r
60.0 50.0 40.0
32.7
32.9
26.4
30.0
20.9
20.0 6.3 10.0 0.0 Aw al
Akhir
KT
Kontrol
Delta
Aw al
Akhir
Delta
KTP
Perlakuan Kelompok Stimulasi
Gambar 16.
Rataan Skor Perkembangan Psikomotor Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial
Guna membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor perkembangan psikomotor anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial yang diberikan secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes awal perkembangan psikomotor sebagai kovarian dan kelompok stimulasi psikososial sebagai fixed factor (Tabel 25). Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa kelompok stimulasi psikososial berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan psikomotor anak dengan nilai t = -10.991, sig = 0.000, dan Rsquare = 0.850 dan nilai rata-rata skor perkembangan psikomotor KTP lebih tinggi dari pada nilai skor perkembangan psikomotor KT. Dalam stimulasi psikososial yang diberikan secara lengkap, ibu diberikan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan perkembangan psikomotor anak melalui permainan.
Keterpaduan pemberian stimulasi psikomotor dalam bentuk
pengetahuan dan praktek pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami dengan metode homeschooling group berpengaruh positif terhadap perkembangan psikomotor anak.
113
Tabel 25. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Psikomotor Perkembangan Psikomotor B t Sig 24.335 8.886 0.000 0.897 7.200 0.000 -15.317 -10.991 0.000
Parameter Intercept Covarian (skor psikomotor awal) Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig) Analisis
kovarian
juga
0.850 0.846 184.690 (000) digunakan
untuk
memastikan
apakah
perkembangan psikomotor anak usia prasekolah karena adanya faktor lain. Pada analisis ini kelompok stimulasi sebagai fixed factor dan semua peubah independen (karakteristik keluarga dan karakteristik anak) sebagai covarian. memperlihatkan bahwa
Hasil uji
faktor lain yang berpengaruh signifikan terhadap
perkembangan psikomotor anak adalah pendapatan per kapita kaluarga dan kepribadian anak dengan R-square (Adj R-square) = 0.899 (0.881) seperti terlihat pada Tabel 26. Tabel 26. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Psikomotor Parameter Intercept Skor psikomotor awal Pendidikan ayah Pendidikan ibu Ukuran keluarga Pendapatan per kapita keluarga Urutan anak Kepribadian anak Lingkungan pengasuhan Pertumbuhan (z-skor BB/TB) Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig)
Perkembangan Psikomotor B t Sig 23.015 4.365 000 0.765 6.194 0.000* 0.278 1.180 0.243 0.374 1.227 0.225 -0.936 -1.545 0.128 1.244E-05 2.149 0.036* 0.718 1.449 0.153 1.200 3.164 0.002* -0.218 -1.893 0.063 -0.210 -0.322 0.749 -13.523 -9.585 0.000* 0.899 0.881 50.788 (000)*
114
Kemampuan
keluarga
dalam
menyediakan
alat
permainan
yang
mendukung perkembangan psikomotor dan sifat keterbukaan anak dalam bermain dengan teman-temannya turut berpengaruh terhadap perkembangan psikomotor anak, disamping upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan ibu. Pengaruh Stimulasi Psikososial terhadap Perkembangan Sosial Emosional Anak Usia Prasekolah Hasil uji beda (t test) menunjukan bahwa tidak ada perbedaan signifikan skor perkembangan sosial emosional antara KT dan KTP sebelum diberikan stimulasi psikososial .
Setelah diberikan stimulasi psikososial berupa diklat
stimulasi psikososial pada ibu KT dan KTP dan dilengkapi dengan pelaksanaan Proram Ibuku Guru Kami melalui metode homeschooling group untuk KTP, terjadi peningkatan skor perkembangan sosial emosional pada kedua kelompok tersebut. Hasil uji beda (t test) menunjukan terdapat perbedaan signifikan perkembangan sosial emosional antara KT dan KTP (Tabel 22).
Hal ini
disebabkan peluang KTP mendapatkan stimulasi bermain dengan teman-temannya lebih banyak dibandingkan dengan KT. Dalam waktu satu minggu, anak-anak KTP sudah bisa bersosialisasi dan mengendalikan emosinya dalam kegiatan homeschooling group dan orang tua juga setiap hari memotivasi proses sosialisasi anak. Gambar 17 memperlihatkan bahwa perubahan skor perkembangan sosial emosional KTP (10.2 poin) lebih tinggi dari pada perubahan yang terjadi pada KT (2.0 poin) setelah dilakukan stimulasi psikososial. Untuk membuktikan lebih lanjut bahwa peningkatan skor perkembangan sosial emosional anak pada tes akhir benar dipengaruhi oleh stimulasi psikososial secara lengkap maka dilakukan analisis kovarian dengan menjadikan tes awal perkembangan sosial emosional sebagai kovarian dan kelompok stimulasi psikososial sebagai fixed factor (Tabel 27).
Rataan Perkembangan Sosial Emosional
115
18.0 16.0 14.0 12.0 10.0 8.0 6.0 4.0 2.0 0.0
16.5
10.2
9.0 7.0
6.3 2.0
Aw al
Akhir
Delta
KT Kontrol
Aw al
Akhir
Delta
KTP Perlakuan Kelom pok Stim ulasi
Gambar 17. Rataan Skor Perkembangan Sosial Emosional Kelompok I (KT) dan Kelompok II (KTP) Sebelum dan Setelah Dilakukan Stimulasi Psikososial. Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa stimulasi psikososial berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan sosial emosional anak dengan nilai t = -13.891, sig = 0.000, dan R-square = 0.777 dengan nilai rata-rata skor perkembangan sosial emosional KTP lebih tinggi dari pada nilai skor perkembangan sosail emosional KT. Keterpaduan pemberian stimulasi sosial emosional dalam bentuk pengetahuan dan pelaksanaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode
home schooling group berpengaruh positif terhadap
perkembangan sosial emosional anak Tabel 27. Hasil Uji Analisis Kovarian terhadap Perkembangan Sosial Emosional Parameter Intercept Covarian (skor sosial emosional awal) Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig)
Perkembangan Sosial Emosional B t Sig 10.887 12.843 0.000 0.889 7.606 0.000 -8.079 -13.891 0.000 0.777 0.770 113.289 (000)
Hasil analisis kovarian menunjukan bahwa faktor lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap perkembangan sosial emosional anak yaitu pendapatan
116
per kapita keluarga dengan nilai R-square (Adj R-square) = 0.819 (0.787) (Tabel 28). Hal ini berarti stimulasi psikososial adalah penting disamping didukung oleh variabel lain seperti pendapatan perkapita dan lingkungan pengasuhan untuk peningkatan perkembangan kognitif, psikomotor dan sosial emosional anak. Tabel 28. Hasil Uji Analisis Kovarian Beragam Variabel terhadap Perkembangan Sosial Emosional Parameter
Intercept Skor sosial emosional awal Pendidikan ayah Pendidikan ibu Ukuran keluarga Pendapatan per kapita keluarga Urutan anak Kepribadian anak Lingkungan pengasuhan Pertumbuhan (z-skor BB/TB) Fixed factor (kelompok stimulasi psikososial) (0= KT,1=KTP) R-square Adj R-square F (Sig)
Perkembangan Sosial Emosional B t Sig 9.153 3.448 0.001 0.846 6.695 0.000* -0.134 -1.028 0.308 0.325 1.954 0.056 0.153 0.463 0.645 1.296E-05 2.280 0.026* 6.482 E-02 0.237 0.813 0.103 0.488 0.627 -6.514 E-02 -1.082 0.284 0.251 0.713 0.479 -7.594 -10.614 0.000* 0.819 0.787 25.777 (000)*
Berdasarkan hasil penelitian terhadap pengaruh stimulasi psikososial terhadap lingkungan dan pengasuhan dan perkembangan anak usia prasekolah dapat diuraikan bahwa dalam melakukan pengasuhan dan menstimulasi perkembangan anak seperti yang dikembangkan oleh Caldwell dan Bradley (1984) dan Puskur Diknas tersebut, orangtua haruslah memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai sehingga dapat mencapai hasil yang optimal. Untuk itulah peneliti membuat paket pendidikan dan latihan (diklat) yang bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu dalam mengasuh dan membimbing anak, khususnya anak usia prasekolah.
Paket diklat tersebut
didasari oleh nilai-nilai religius Islam (berbasis aqidah Islam) guna memberikan motivasi ruhiyyah (keimanan) kepada ibu dalam melakukan pengasuhan dan pendidikan kepada anak-anaknya. Alasan peneliti mengkhususkan paket diklat tersebut berbasis aqidah Islam didasari oleh kenyataan bahwa lebih kurang 90,0%
117
penduduk Indonesia beragama Islam, sebagian besar tinggal di pedesaan dan mayoritas berada di bawah garis kemiskinan, bahkan di wilayah penelitian terdapat lebih dari 98% yang beragama Islam. Disamping itu, peneliti mencoba melakukan pendekatan baru dalam melakukan perubahan di tengah masyarakat yang mayoritas muslim ini melalui pendekatan ruhiyyah bukan pendekatan materi atau manfaat. Kelemahan yang ditemui bila melakukan perubahan di tengah masyarakat menggunakan pendekatan materi atau manfaat adalah apabila dirasakan upaya yang dilakukan tidak lagi mendatangkan manfaat atau keuntungan materi maka motivasi untuk melakukan upaya tersebut berkurang bahkan hilang bersamaan dengan habisnya materi yang diperoleh. Lain halnya dengan kekuatan motivasi ruhiyyah, selagi keimanan kepada Allah dan Rasul-Nya masih tertanam di hati masyarakat maka motivasi untuk mencapai hari esok yang lebih baik dari hari sekarang itu tetap ada sekalipun manfaat secara langsung berupa materi tidak diperoleh. Banyak program yang dikeluarkan oleh pemerintah dan dengan anggaran biaya yang tidak sedikit, digulirkan ke tengah masyarakat dengan tujuan memperbaiki kondisi masyarakat belum disertai dengan pemberian motivasi ruhiyyah, sehingga tidak mengherankan bila upaya tersebut belum mampu menyelesaikan masalah yang terjadi di tengah masyarakat. Ditambah lagi sikap ketidakpedulian masyarakat. Kondisi masyarakat yang memprihatinkan ini (kebodohan, kemiskinan, kezaliman dan ketidakpedulian) ini
tidak akan bisa berubah kalau sekiranya
masyarakat muslim tersebut tidak berusaha merubahnya sendiri dengan penuh kesadaran, sebagaimana firman Allah SWT dalam Al-Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat 11 yang artinya: “.... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri....” (TQS AR RA’D: 11). Salah satu upaya menghilangkan kebodohan dalam mengasuh dan mendidik anak adalah dengan mengikuti diklat stimulasi psikososial berbasis aqidah Islam dalam program Ibuku Guru Kami. Paket diklat stimulasi psikososial terdiri dari 16 materi (teori dan praktek) yaitu konsep pendidikan anak usia dini berbasis aqidah Islam, membangun mental
118
ibu, konsep diri anak, stimulasi dini kunci keberhasilan anak usia dini, konsep dan tahapan perkembangan anak, tugas perkembangan anak, belajar sambil bermain, kecerdasan kognitif, kecerdasan motorik kasar, kecerdasan motorik halus, kecerdasan sosial emosional dan metode kelompok belajar di rumah (homeschooling group). Pelaksanaan program ibuku guru kami dengan metode homeschooling group hanya diberikan kepada Kelompok II, sedangkan materi lainnya diberikan kepada kedua kelompok. Gambaran dari materi pelajaran, tujuan dan metode penyampaian diklat terlihat pada Lampiran 4.
Konsep Pendidikan Integral Anak Usia Dini Berbasis Aqidah Islam melalui Program Ibuku Guru Kami dan Metode Kelompok Belajar di Rumah (Home Schooling Group) Konsep pendidikan integral anak usia dini berbasis aqidah Islam (PIAUD BAI) merupakan pendidikan yang diterima oleh anak usia 3-6 tahun yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pendidikan. Pendidikan tersebut dapat diberikan dalam jalur formal, informal dan non formal dan diselenggarakan secara integral oleh pelaku pendidikan yaitu keluarga, masyarakat dan negara. Pendidikan formal untuk anak usia dini seperti Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu, dan Taman Pendidikan Islam yang menjalankan program pendidikan dengan
menjadikan
aqidah
Islam
sebagai
azas
pendidikan.
Dalam
pelaksanaannya, pendidikan formal ini dibimbing oleh guru. Sedangkan bentuk pendidikan informal dan non formal untuk anak usia dini seperti TPA, Program Ibuku Guru kami metode kelompok belajar di rumah (home schooling group) berbasis aqidah Islam lebih dominan dibimbing oleh ibu atau orang terdekat dengan anak. Islam telah memberikan tanggung jawab kepada ibu untuk mengasuh anak-anaknya pada usia hadhonah (pengasuhan) yang pada usia tersebut terbukti pada saat ini sebagai fase terbaik memulai pendidikan. Terjadinya komersialisasi pendidikan, terutama dengan berbagai macam program pendidikan untuk anakanak fase golden age yang mematok harga tinggi dan bahkan sangat tinggi, dan adanya peluang untuk memberdayakan ibu-ibu agar mampu mengelola kelompok belajar di rumah (home schooling group) atau menjadi pendidik, semuanya
119
melatarbelakangi bahwa keberadaan Program Ibuku Guru Kami melalui metode home schooling group merupakan salah satu alternatif metode pendidikan untuk anak usai dini. Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group berbasis aqidah Islam adalah suatu metode pendidikan yang diterima anak yang menjadikan aqidah Islam sebagai dasar pendidikan, diberikan oleh sekelompok ibu kepada sekelompok anak dengan usia sama yang berlangsung secara informal (keluarga) dan non formal (masyarakat) dengan memanfaatkan rumah dan segala isinya serta lingkungan sekitar sebagai bagian dari sarana pendidikan. Rumah merupakan lingkungan terdekat anak dan tempat belajar yang paling baik buat anak. Di rumah anak bisa belajar selaras dengan keinginannya sendiri. Ia tak perlu duduk menunggu sampai bel berbunyi, tidak perlu harus bersaing dengan anakanak lain, tidak perlu harus ketakutan menjawab salah di depan kelas, dan bisa langsung mendapatkan penghargaan atau pembetulan kalau membuat kesalahan. Disinilah peran ibu menjadi sangat penting, karena tugas utama ibu sebetulnya adalah pengatur rumah tangga dan pendidik anak. Di dalam rumah banyak sekali sarana-sarana yang bisa dipakai untuk pembelajaran anak. Anak dapat belajar banyak sekali konsep tentang benda, warna, bentuk dan sebagainya sembari ibu memasak di dapur. Anak juga dapat mengenal ciptaan Allah melalui berbagai macam makhluk hidup yang ada di sekitar rumah, mendengarkan ibu membaca doa-doa, lantunan ayat-ayat Al-Qur’an dan cerita para Nabi dan sahabat dalam suasana yang nyaman dan menyenangkan. Oleh sebab itu rumah merupakan lingkungan yang tepat dalam menyelenggarakan pendidikan untuk anak usia dini seperti yang dilakukan semasa pemerintahan Islam, bahwa pendidikan untuk anak-anak di bawah tujuh tahun dibimbing langsung oleh orang tuanya.
Selain
itu, Al-Abdary dalam kitab Madkhalusi asy-Syar’i asy-Syarif mengkritik para orang tua dan wali yang mengirimkan anak-anaknya ke sekolah pada usia kurang dari tujuh tahun. Ia mengatakan: “Dahulu para leluhur kita yang alim mengirimkan putera-puteranya ke Kuttab/sekolah tatkala mereka mencapai usia tujuh tahun. Sejak usia tersebut orang tua diharuskan mendidik anak-anaknya mengenal shalat dan akhlak yang mulia. Akan tetapi saat ini amat disesalkan bahwa anak-anak zaman sekarang
120
menuntut ilmu pada usia yang masih rawan (4-5) tahun. Para pengajar hendaknya hati-hati mengajar anak-anak usia rawan ini, karena dapat melemahkan tubuh dan akal pikirannya”. Program Ibuku Guru Kami dengan metode homeschooling group ini dapat diterapkan oleh seluruh lapisan masyarakat karena dalam pelaksanaannya bersifat dinamis, dapat bervariasi sesuai dengan keadaan sosial ekonomi orang tua. Keterlibatan orang tua (ibu) dalam program ini sangat dominan dan jarak tempuh anak ke kelompok-kelompok pelaksanaan program dapat ditempuh anak dengan berjalan kaki (maksimal 1 km).
Hal demikian menjadikan keunggulan dari
Program Ibuku Guru Kami metode home schooling group (murah, ibu dekat dengan anak, dan dinamis). Mengapa harus dalam bentuk group atau kelompok? Hal tersebut bertujuan untuk menanamkan konsep muamalah (sosialisasi) pada anak, membangun ukhuwah Islamiyah (persaudaraan) di kalangan Ibu disamping dapat meringankan beban ibu dan upaya memperbaiki lingkungan masyarakat. Kurikulum Program Ibuku Guru Kami metode home shcooling group mencerminkan
kegiatan
untuk
membangun
kemampuan
syaksyiyyah
(kepribadian) dan thaqofah (ilmu-ilmu Islam) anak yang mencakup materi aqidah, bahasa arab, Al-Qur’an, As-Sunnah, fiqh, siroh nabi dan sejarah kaum muslimin, serta untuk membangun kemampuan keterampilan sainteks (berhitung, membaca, menulis, menggambar, menyanyi, menyusun puzzle dan keterampilan fisik atau disebut kemampuan kognitif, bahasa, motorik kasar, motorik, halus, seni, dan kemadirian. Kegiatan tersebut dilakukan dengan cara bermain sambil belajar melalui keteladanan, mendengar, mengucapkan, bercerita dan pembiasaan. Pendekatan pembelajaran dalam Program Ibuku Guru Kami metode home schooling group haruslah berorientasi pada prinsip-prinsip perkembangan anak, kebutuhan anak, menggunakan pendekatan tematik, kreatif dan inovatif, lingkungan kondusif dan mengembangkan kemampuan hidup. Materi yang terkandung dalam tema disusun
berbasis aqidah Islam.
Aqidah Islam merupakan pemikiran yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia dan kehidupan serta hubungan ketiganya dalam kehidupan sebelumnya (adanya Pencipta yakni Allah SWT) dan sesudahnya (hari akhirat). Dengan
121
susunan ini, semua materi pembelajaran di giring untuk menguak apa yang ada dibalik semua itu (yaitu keberadaan, kebesaran dan kekuasaan Allah SWT) sehingga di harapkan mampu mewujudkan generasi pemimpin yang tangguh dalam menghadapi kehidupan dunia dan akherat (terbentuk cikal bakal individu yang kepribadian Islam, berthaqofah Islam dan menguasai ilmu pengetahuan dan keterampilan sesuai tahapan usianya). Tema yang diambil mencakup manusia, kehidupan, dan alam semesta. Dalam pelaksanaannnya dijabarkan lagi dalam sub-sub tema yang diramu dalam satuan kegiatan tahunana, bulanan, mingguan dan harian Sebagai evaluasi dari hasil belajar dilakukan penilaian secara kuantitatif dan kualitatif dengan cara pengamatan dan pencatatan. Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group berbasis aqidah Islam ini dapat dimulai dengan memperhatikan dan melakukan berbagai langkah berikut: 1. Melakukan identifikasi wilayah dimana akan dilaksanakan Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group dengan potensi: jumlah anak usia 3-6 tahun, jumlah ibu yang berpotensi jadi pengajar di kelompok, keadaan sosio ekonomi setempat, organisasi yang ada di masyarakat seperti PKT, Majelis Taklim, Posyandu dan lain-lain.
122
2. Mensosialisasikan Program Ibuku Guru Kami dengan metode home schooling group berbasis aqidah Islam melalui seminar, pengajian majelis taklim, arisan dan lain-lain.
3. Pelaksanaan pendidikan dan pelatihan (diklat) stimulasi psikososial untuk ibu
123
4. Pengadaan prasarana dan pembentukan kelompok
5. Pembentukan forum kajian pendidikan ibu dan anak
124
6. Mulai Homeschooling group
125
126
127
KUNJUNGAN