HUBUNGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DENGAN PRESTASI SISWA DI SDN REMPOA II Skripsi Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd. I)
Oleh : Habsari Qomariyah 205011000330
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
Bissmillahirahmanirrahim
Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama
: Habsari Qomariyah
NIM
: 205011000330
Jurusan
: Pendidikan Agama Islam
Fakultas
: Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Judul Skripsi : Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II
Dengan ini menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Strata (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya aslio saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima saksi berdasarkan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 9 Maret 2011 Penulis,
Habsari Qomariyah
ABSTRAK Habsari Qomariyah, Hubungan Pembelajaran Kooperatif dengan Prestasi Siswa SDN Rempoa II, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Pendidikan merupakan masalah yang penting dan aktual sepanjang zaman. Dengan pendidikan orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, orang dapat mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan agama Islam, siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis. Pendidikan agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam. Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali lebih mudah dipahami daripada bahasa guru. Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain. Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota mempunyai tanggung jawab dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut ditentukan oleh keberhasilan siswa lain. Prestasi merupakan indikator bagi berkualitas atau tidaknya sebuah proses pendidikan. Dengan prestasi yang dicapai anak didik, guru dapat dengan mudah mengetahui secara jelas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan pentingnya sebuah evaluasi terhadap belajar anak didik sehingga kualitas pembelajarannya terkontrol secara maksimal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II. Penelitian ini menggunakan metode analisis dan kuntitatif, yaitu analisis yang dilakukan terhadap data yang berwujud angka, dengan cara menjumlahkan, mengklasifikasikan, mentabulasikan, dan selanjutnya dilakukan perhitungperhitungan. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa bagus. Hasil tersebut terlihat dari indeks korelasi product moment rxy 0.58. Hasil belajar siswa di SDN Rempoa II ini baik, ditunjukkan dengan nilai rata-ratanya 73,87 nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60, maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa bagus.
KATA PENGANTAR
ﺒﺴﻢﺍﷲﺍﻠﺮﺤﻤﻦﺍﻠﺮﺤﻴﻢ Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Berkat rahmat, taufik, hidayah serta inayah-Nyalah skripsi ini dapat terwujud. Shalawat dan salam semoga tetap tercurah bagi Rasulullah SAW, beserta keluarganya, sahabatnya, dan para pengukutnya hingga khir zaman. Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sebagai salah satu persyaratan untuk memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Agama Islam (S.Pd.I). Dalam menyelesaikan skripsi ini, tidak sedikit hambatan daan kesulitan yang dihadapi dan dialami penulis, baik yang menyangkut pengaturan waktu, pengumpulan bahan-bahan (data) maupun pembiayaan dan lain sebagainya. Namun berkat kesungguhan hati dan kerja keras disertai motivasi dan bantuan dari berbagai pihak, maka segala kesulitan dan hambatan itu dapat diatasi dengan sebaik-baiknyasehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalamdalamnya dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan atas terselesaikannya skripsi ini. Selanjutnya, ucapkan terima kasih penulis sampaikan pula kepada: 1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh pendidikan di UIN Syarif Hidayahtullah Jakarta. 2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Bapak Baharissalim, M.Ag dan Bapak Drs. Safiuddin Shiddiq, M.Ag, yang telah memberikan nasihat, arahan, dan kemudahan dalam penyusunan skripsi ini serta rekomendasi untuk melakukan penelitian.
v
3. Dosen Pembimbing I dan II, Bapak Drs. Masan AF, M.Pd dan Ibu Dra. Manerah, dengan penuh kesabaran dalam memberikan bimbingan dan pengarahn kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. 4. Bapak dan Ibu Dosen dan pegawai perpustakaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu dan tuntunan kepada penulis dan membantu melengkapi literature yang penulis perlukan dalam penyelesaikan skripsi ini. 5. Orang tua tercinta dan adikku tersayang, yang telah memberikan kasih sayangnya dan mendoakan penulis, sehingga penulis bisa hidup mandiri dan terima kasih atas segala sesuatu yang telah diberikan berupa bentuk materil. Sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 6. Seluruh kawan-kawan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya kelas B (Nursida, Umi, Kho, Rita, Sahal, Ipul, Jay) angkatan 2005 dan kawankawan PPKT di MTs. Al-Mursyidiyah Pamulang yang telah memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan tugas ini dan semoga persahabatan yang terbina selama ini akan selalu menjadi kenangan yang tak terlupakan dan rasa cinta dan hormat kepada semua pihak yang banyak membantu dan dapat menyelesaikan tugas ini. Penulis berharap laporan ini menjadi kontribusi serta menambah pustaka dan referensi bagi semua pihak yang membutuhkan saran dan masukan dari para pembaca untuk memperbaiki ketidaksempurnaan laporan ini sangat diharapkan. Akhirnya hanya kepada Allah SWT tempat berserah diri dari segala persoalan. Jakarta,
2010
Penulis
vi
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ..................................................... i LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI ................................................ ii LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................ iv KATA PENGANTAR .......................................................................................... v DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ................................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii BAB I. PENDAHULUAN A. B. C. D. E.
Latar Belakang Masalah ..................................................................... 1 Identifikasi Masalah ........................................................................... 10 Pembatasan Masalah........................................................................... 10 Perumusan Masalah ........................................................................... 11 Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................................... 11
BAB II. KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESA A. Pembelajaran Kooperatif ............................................................... 12 1. Pengertian Kooperatif ............................................................. 12 2. Prinsip-prinsip Dasar Kooperatif .............................................. 16 3. Langkah-langkah Kooperatif .................................................... 16 4. Keterampilan-keterampilan Dalam Kooperatif ......................... 17 5. Pembelajaran Kooperatif ........................................................... 17 B. Pendidikan Agama Islam ............................................................... 23 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam ....................................... 23 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam ............................................. 24 3. Fungsi Pendidikan Agama Islam .............................................. 24 4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam ...................................... 27 5. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam .................................... 30
C. Prestasi Belajar ............................................................................... 44 1. Pengertian Prestasi Belajar....................................................... 44 2. Indikator Prestasi Belajar ........................................................ 45 3. Faktor Yang Mempengaruhi Prestasi Belajar .......................... 46 4. Usaha-usaha Peningkatan Prestasi Belajar.............................. 54 D. Kerangka Berpikir .......................................................................... 57 E. Pengajuan Hipotesis ...................................................................... 57 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. Variabel Penelitian .......................................................................... 58 B. Tempat dan Waktu .......................................................................... 58 C. Populasi dan Sampel ........................................................................ 58 D. Metode Penelitian .......................................................................... 59 E. Instrument Pengumpulan Data ........................................................ 59 F. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 61 G. Teknik Pengolahan Data .................................................................. 62 BAB IV. HASIL PENELITIAN A. B. C. D.
Gambaran Umum Sekolah .............................................................. 65 Deskripsi Data ................................................................................ 67 Analisis Data.................................................................................... 86 Interprstasi Data .............................................................................. 88
BAB V. PENUTUP A. Kesimpulan ...................................................................................... 90 B. Saran-saran ...................................................................................... 90 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1
Kisi-kisi instrument angket ……………………………………………….. 53
Tabel 2
Penetapan skor skala pembelajaran kooperatif …………………………… 55
Tabel 3
Data ruang kelas ………………………………………………………….. 58
Tabel 4
Data kondisi ruangan ……………………………………………………… 59
Tabel 5
Keadaan guru dan pegawai ……………………………………………….. 59
Tabel 6
Keadaan siswa dalam dua tahun ………………………………………….. 60
Tabel 7
Siswa SDN Rempoa II ……………………………………………………. 60
Tabel 8
Siswa dapat menjadi kawannya …………………………………………… 62
Tabel 9
Dapat meningkatkan kemampuan kemampuan bekerja sama …………….. 63
Tabel 10
Mengurangi kecemasan siswa …………………………………………….. 64
Tabel 11
Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak ………………………… 64
Tabel 12
Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak ………………………… 65
Tabel 13
Mengambil giliran dan berbagi tugas ……………………………………... 65
Tabel 14
Mengambil giliran dan berbagi tugas …………………………………….. 66
Tabel 15
Menyelesaikan tugas tepat waktu ………………………………………… 66
Tabel 16
Mendorong partisipasi ……………………………………………………. 67
Tabel 17
Siswa dapat berpartisipasi aktif ………………………………………….. 67
Tabel 18
Siswa dapat berpartisipasi aktif ………………………………………….. 68
Tabel 19
Mendengar dengan aktif …………………………………………………. 68
Tabel 20
Mendengar dengan aktif ………………………………………………….. 69
Tabel 21
Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan …………………... 69
Tabel 22
Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan …………………. 70
Tabel 23
Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan ………………….. 70 vii
Tabel 24
Meningatkan motivasi ……………………………………………………. 71
Tabel 25
Meningatkan motivasi ……………………………………………………. 71
Tabel 26
Mengenal satu sama lain …………………………………………………. 72
Tabel 27
Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu ……………………. 72
Tabel 28
Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu ……………………. 73
Tabel 29
Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik ……………………………………………………... 73
Tabel 30
Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik ……………………………………………………… 74
Tabel 31
Meningkatkan partisipasi belajar siswa …………………………………… 74
Tabel 32
Meningkatkan prestasi belajar ……………………………………………. 75
Tabel 33
Presentase prestasi belajar ………………………………………………… 76
Tabel 34
Skor angket siswa SDN Rempoa II ……………………………………… 77
Tabel 35
Skor inventori pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam ………. 78
Tabel 36
Nilai rata-rata raport siswa kelas V ………………………………………. 78
Tabel 37
Perhitungan untuk memperoleh angka indeks antara variable X dan variable Y …………………………………………………………… 80
vii
DAFTAR LAMPIRAN 1. Berita Wawancara 2. Surat Pengajuan Judul Skripsi 3. Angket Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II 4. Skor Angket Siswa SDN Rempoa II 5. Kisi-kisi Angket Siswa SDN Rempoa II 6. Surat Bimbingan Skripsi 7. Surat Izin Penelitian 8. Surat Keterangan Melakukan Penelitian 9. Daftar Uji Referensi Skripsi 10. Daftar Tabel 11. Daftar Nilai Koefisien Korelasi ‘r’ Product Moment 12. Surat Keterangan dari SDN Rempoa II
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan masalah yang penting dan aktual sepanjang zaman. Dengan pendidikan orang menjadi maju. Dengan bekal ilmu pengetahuan dan teknologi, orang dapat mengolah alam yang dikaruniakan Allah SWT kepada manusia. Dari hasil pendidikan pula manusia menjadi lebih tinggi derajatnya, dalam firman Allah SWT, yaitu:
﴾١١ ﺍﻟْﻤُﺟَﺎﺪِﻟَﺖ ׃ ﴿ “Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan padamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis”, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan: “Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al-Mujadilah: 11). “Perkembangan teknologi memberikan wahana yang memungkinkan pendidikan agama Islam berkembang dengan pesat yang menggugah
1
2
para pendidik untuk dapat merancang dan melaksanakan pendidikan yang lebih terarah pada penguasaan konsep pendidikan agama Islam yang dapat menunjang kegiatan sehari-hari dalam masyarakat. Untuk dapat menyesuaikan perkembangan pendidikan agama Islam, kreativitas sumber daya manusia merupakan syarat mutlak yang harus ditingkatkan. Jalur yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia adalah melalui jalur pendidikan”.1 Setiap menyelenggarakan pendidikan harus berdasarkan tujuan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pendidikan adalah suatu hal yang sangat urgen yang mempunyai tujuan tertentu, seperti dijelaskan dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa, “Tujuan Pendidikan Nasional adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”2 Tujuan ini sangat sesuai dengan fitrah manusia, salah satu fitrah beragama. Dengan demikian pendidikan sangat penting bagi manusia, terutama pendidikan agama. Oleh karena itu, tugas dunia pendidikan terutama pendidikan agama Islam adalah melahirkan sumber daya manusia yang berkualitas dan responsif
terhadap berbagai kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi. “Seiring dengan terus menggelindingnya berbagai fenomena pendidikan dewasa ini, sebagai akibat globalisasi yang kian merambah berbagai dimensi kehidupan, kehadiran pendidikan agama Islam diharapkan mampu memberi solusi terhadap berbagai persoalan tersebut”3. Hal ini dikarenakan model pembelajaran yang diterapkan di sekolahsekolah pada saat ini umumnya masih berbentuk pembelajaran yang bersifat konvensional. Berbagai hasil penelitian menyatakan, bahwa model pembelajaran
1
Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, no. 045, tahun ke-9, November 2005, hlm 789. 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet-ke 1, hlm 7. 3 Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996, hlm 1.
3
konvensional belum mampu menjadikan semua siswa di kelas bisa menguasai tujuan pembelajaran. Dewasa ini berdasarkan pengamatan dari berbagai pihak, masih dirasakan bahwa model atau pendekatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru-guru di sekolah, termasuk di sekolah dasar lebih dirasakan pada kebutuhan formal daripada kebutuhan riil siswa. Akibatnya proses pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru-guru tersebut terkesan lebih merupakan pekerjaan administrasi, dan belum berperan dalam pengembangan potensi siswa secara optimal. Salah satu indikasi terjadinya peningkatan kualitas pendidikan dapat dilihat dari adanya peningkatan prestasi hasil belajar siswa secara keseluruhan, mulai dari jenjang pendidikan dasar, menengah sampai pendidikan tinggi. Dewasa ini kualitas prestasi hasil belajar siswa perlu ditingkatkan karena cenderung belum mencapai kriteria kelulusan belajar yang diharapkan. Masalah lain dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi oleh peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peran siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah mengakar dalam dunia pendidikan. Yakni menganggap bahwa tugas guru adalah mengajar dan menuntut siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan sebanyak mungkin. Guru dipandang oleh siswa sebagai orang yang maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi adalah siswa belajar dalam situasi yang sarat beban dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi. Untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam siswa, guru harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif. Dari beberapa uraian di atas, dengan berbagai permasalahan yang ada dalam dunia pendidikan baik dipandang dari faktor luar maupun dalam, hal ini menjadi indikasi yang menyebabkan mutu pendidikan rendah, prestasi siswa di sekolah tidak mengalami kemajuan, terutama dalam pelajaran agama Islam.
4
Sekolah merupakan salah satu tempat diselenggarakannya proses belajar sebagai salah satu bukti nyata untuk mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan tersebut. Di sekolah terdapat beberapa mata pelajaran yang diajarkan oleh guru kepada siswanya, salah satunya adalah pendidikan agama Islam. Pendidikan agama Islam merupakan mata pelajaran yang sangat penting. Dengan pendidikan agama Islam, siswa diajarkan pola pikir yang kritis, logis, realistis, dan sistematis. Pendidikan agama Islam memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Hampir setiap hari anak dihadapkan pada hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan agama Islam. Namun ironisnya, kesan sulit, rumit, dan menakutkan masih saja melekat pada pendidikan agama Islam. Hingga saat ini kesan tersebut belum dapat dihilangkan atau setidaknya diminimalisasi. Dari kesan ini, banyak siswa merasa dan menganggap bahwa dirinya tidak mampu mencapai tujuan pembelajaran dalam pendidikan agama Islam, apalagi mendapat nilai yang tinggi. Begitu pentingnya pelaksanaan pendidikan agama Islam di sekolah, ternyata tidak diimbangi dengan usaha keras dari berbagai pihak, sehingga proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam berjalan lambat. Hal ini terjadi karena beberapa hal, yaitu media pelajaran yang kurang efektif, metode pelajaran yng tradisional dan tidak intensif, dan evaluasi yang buruk. Dari sebagian banyak permasalahan pendidikan agama Islam ada faktor lain yang mempengaruhi kemajuan dan prestasi siswa yaitu perhatian orang tua terhadap siswa ketika mereka berada di rumah. Dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan agama Islam, diterapkan kurikulum berbasis kompetensi yang bertujuan meningkatkan keterampilan proses untuk memperoleh konsep-konsep pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dan memberikan pengalaman kepada siswa dalam merencanakan dan melanjutkan pendidikan kejenjang yang telah tinggi. Rendahnya nilai hasil belajar pendidikan agama Islam siswa merupakan masalah yang serius dan perlu mendapatkan perhatian penuh dari semua pihak, baik pemerintah, sekolah maupun siswa itu sendiri. Rendahnya nilai hasil belajar
5
siswa disebabkan oleh banyak hal, diantaranya kurang tepatnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru, sehingga siswa merasa jenuh dan bosan ketika belajar. Dapat pula disebabkan cara penyampaian atau penyajian materi yang kurang menarik perhatian siswa, sehingga siswa bersikap acuh tak acuh ketika guru menyampaikan materi. Selain itu juga, disebabkan oleh guru yang kurang pandai mengatur strategi belajar mengajar yang dapat membangkitan motivasi belajar siswa. Metode pembelajaran masih bersifat tradisional dimana siswa tidak banyak terlibat dalam proses pembelajaran dan keaktifan kelas sebagian besar didomisili oleh guru. Dari beberapa permasalahan pendidikan yang dikemukakan di atas pendekatan pengajaran merupakan aspek permasalahan yang memerlukan penanganan yang serius. ”Pendekatan yang diterapkan dalam menyajikan pembelajaran pendidikan agama Islam adalah memadukan antara pengalaman dan pemahaman produk pendidikan agama Islam dalam bidang akidah akhlak dalam bentuk pengalaman langsung serta menekankan pada keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengkomunikasikan hasilnya”.4 ”Hal ini berarti proses belajar mengajar pendidikan agama Islam tidak hanya berdasarkan teori pembelajaran perilaku, tetapi lebih menekankan pada penerapan prinsip-prinsip belajar dari teori kognitif”.5 Memang kini pendidikan agama Islam dihadapkan kepada persoalan yang cukup sulit, terutama setelah munculnya isu-isu terbaru dan aktual, pada esensinya pendidikan agama Islam merupakan bagian dari subsistem pendidikan nasional, tetapi paling tidak secara kuantitatif, pendidikan agama Islam di Indonesia mencatat sejumlah kemajuan. Dalam bidang institusi misalnya, jumlah lembaga pendidikan Islam dari tingkat dasar sampai tingkat pendidikan tinggi terus bertambah. Kenyataan ini tentu saja menyebabkan jumlah siswa, tenaga pendidik, dan tenaga kependidikan. Lain halnya secara kualitatif, dalam konteks ini pendidikan agama Islam di Indonesia masih terus berbenah, bahkan berusaha mengejar berbagai ketinggalan dalam berbagai segi. Memang diakui, bahwa 4
DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004,
5
Perdy Karuru,… hlm 790.
hlm 6.
6
perkembangan pendidikan agama Islam seringkali dilecehkan, dengan kualitas yang rendah. Namun demikian, pengembangan pendidikan agama Islam masih terhambat oleh pandangan sebagian masyarakat yang keliru tentang kemudahan dalam proses pembelajaran. Akibatnya mata pelajaran pendidikan agama Islam diajar oleh guru yang tidak professional, tidak mau kreatif dalam mengembangkan pembelajaran. Semua ini akan berakibat terhadap rendahnya motivasi dan minat siswa dalam mempelajari pendidikan agama Islam. Akibat lebih lanjut yang akan terjadi ialah tidak maksimalnya hasil belajar pendidikan agama Islam. Namun pendidikan agama Islam dari tahun ke tahun mestinya dapat berkembang dengan pesat sesuai dengan tuntutan zaman. Hal ini dengan jelas memposisikan pendidikan agama Islam sebagai salah satu muatan wajib dalam kurikulum pendidikan pada berbagai jenjang satuan pendidikan. Di samping itu juga, menurut undang-undang ini keberadaan pendidikan agama Islam diakui secara jelas, hanya saja menjadi persoalan bagaimana pendidikan agama Islam itu sendiri menempatkan dirinya pada posisi yang tepat dan strategis, sehingga dapat menunjukkan eksistensinya. Prestasi belajar merupakan hasil belajar yang dicapai setelah melalui proses kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar dapat ditujukan melalui nilai yang diberikan oleh seorang guru dari jumlah bidang studi yang telah dipelajari oleh peserta didik. Menurut Bloom dan Slavin, mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah proses belajar yang dialami oleh siswa yang menghasilkan perubahan dalam bidang pengetahuan, pemahaman, penerapan, daya analisis, sintesis dan evaluasi. Jadi presentasi belajar adalah penilaian guru terhadap anak didik untuk mengetahui seberapa jauh penguasaan siswa terhadap materi pelajaran yang telah diberikan dalam jangka waktu tertentu. Menurut M. Dalyono, “Prestasi belajar dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal (faktor yang berasal dari dalam diri siswa, seperti: kesehatan, intelegensi, bakat dan minat, motivasi dan cara belajar) dan faktor eksternal
7
(faktor yang berasal dari luar siswa, seperti pola asuh orang tua, lingkungan sekolah, masyarakat dan lingkungan sekitar)”.6 Kurikulum berbasis kompetensi mempunyai beberapa prinsip diantaranya pembentukkan skenario pembelajaran konstruktivisme yaitu model pembelajaran yang berpusat kepada siswa, dengan salah satu pendekatan yang digunakan adalah pembelajaran kooperatif. ”Kooperatif merupakan pembelajaran yang aktif, karena pembelajaran ini memungkinkan siswa belajar dari teman lainnya, karena bahasa teman seringkali lebih mudah dipahami daripada bahasa guru”.7 Sebagian pakar percaya bahwa sebuah mata pelajaran baru benar-benar dikuasai ketika siswa mampu mengajarkannya kepada orang lain. Pelajaran sesama siswa memberi kesempatan untuk mempelajari sesuatu dengan baik dan sekaligus menjadi narasumber bagi satu sama lain.8 Hal ini memungkinkan terciptanya kondisi belajar dimana siswa saling membantu untuk kesuksesan bersama. Dalam kooperatif, semua anggota mempunyai tanggung jawab dan tugas. Keberhasilan seorang siswa turut ditentukan oleh keberhasilan siswa lain. Namun ironisnya, model pembelajaran kooperatif belum banyak diterapkan dalam dunia pendidikan, walaupun sikap hidup gotong royong merupakan budaya bangsa Indonesia. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan metode ini karena beberapa alasan. Alasan utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka ditempatkan dalam kelompok atau grup. Selain itu banyak orang yang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerjasama atau belajar dalam kelompok. Falsafah yang mendasari model pembelajaran kooperatif adalah bahwa manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW:
6
M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipata, 1997), Cet-ke 1, h. 55. Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004, hlm 1. 8 Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006, hlm 177. 7
8
ِِِﻮَ ﺘَﻌَﺎ ﻮَ ﻨُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍْﻠﺒِﺮﱢ ﻮَ ﺍﺘﱠﻘْﻮَﺍ ﻮَ ﻻَ ﺘَﻌَﺎ ﻮَ ﻨُﻮْﺍ ﻋَﻠَﻰ ﺍْﻹ ِ ﺜْﻢِ ﻮَْﻠﻌُﺪْﻮَﺍﻦ “Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebaikan dan jangan tolong menolong dalam kejahatan dan dosa”. Untuk mencapai tujuan tersebut maka guru diharapkan dapat memilih cara mengajar yang baik dengan metode yang sesuai karena setiap metode memiliki kelemahan dan kelebihan. Akan lebih baik lagi apabila penggunaan metode mengajar dapat divariasi sesuai karakteristik materi dan siswa dan sesuai pula dengan tuntutan kompetensi dasar dan indikator. Sebab bila hanya metode tertentu saja yang digunakan maka kurang memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kreativitas dan daya pikir, serta dapat menimbulkan rasa bosan pada siswa. Salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam proses belajar mengajar yaitu pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran ini tidak sama dengan model pembelajaran
kelompok
pada
umumnya.
Ada
unsur-unsur
dasar
yang
membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksana prosedur model pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif. Dengan penggunaan model pembelajaran siswa aktif, maka rendahnya penguasaan konsep para siswa terhadap suatu ilmu tidak terlepas dari penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Sebenarnya pembagian kerja yang kurang adil dalam kerja kelompok tidak perlu terjadi jika benar-benar pengajar menerapkan prosedur model pembelajaran kooperatif. Banyak pengajar yang hanya membagi siswa dalam kelompok lalu memberi tugas untuk menyelesaikan masalah tanpa pedoman mengenai pembagian tugas dalam menyelesaikannya. Akibatnya siswa merasa ditinggal sendirian karena mereka belum berpengalaman, merasa bingung dan tidak tahu bagaimana harus bekerja sama menyelesaikan tugas tersebut. Dalam kondisi demikian maka kekacauan dan kegaduhan yang terjadi dan tujuan pembelajaran tidak akan tercapai. Orang tua dalam hal ini adalah mempunyai peranan yang sangat sentral dalam menentukan keberhasilan memperoleh prestasi siswa dalam bidang
9
pendidikan agama Islam. Sebab, dengan mendapatkan perhatian, dorongan, motivasi, dan berbagai sarana lain dari orang tua, maka anak akan lebih giat untuk belajar yang akhirnya prestasi anak dapat meningkat. Oleh karena itu banyak diantara siswa yang sebetulnya mampu dalam belajar tetapi karena kurang bimbingan dan perhatian dari orang tua mereka, siswa itu belajar menurut kemauan sendiri. Akibatnya hasil yang dicapai siswa itu tidak sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, atau siswa itu mengalami kegagalan dalam belajar. Berhasil atau tidaknya pendidikan di sekolah dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Janganlah salah tafsir bahwa anak-anak yang sudah diserahkan kepada sekolah untuk dididik adalah seluruhnya menjadi tanggung jawab sekolah. Berdasarkan uraian di atas, maka tugas seorang guru adalah membantu siswa dalam memahami, mengaplikasikan konsep-konsep materi yang dipelajari, dan juga harus mampu membangun motivasi dan mengubah minat belajar siswa terhadap pelajaran yang diberikan dan mengajak siswa untuk menghubungkan bidang yang dipelajari dengan bidang-bidang kehidupan lainnya. Sebuah fakta ditemukan bahwa di SDN Rempoa II, metode belajarnya menggunakan pembelajaran kooperatif, agar para siswa dapat dengan mudah memahami materi yang telah diajarkan oleh guru bidang studi. Karena peneliti tertarik pada permasalahan yang terjadi seperti diungkapkan di atas, perlu dilakukan pengkajian ilmiah berdasarkan penelitian terhadap hubungan pembelajaran kooperatif dengan prestasi siswa. Sehingga dengan demikian dipilih judul: “Hubungan Pembelajaran Kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Siswa di SDN Rempoa II”.
Alasan memilih judul tersebut sebagai subjek penelitian dalam skripsi ini antara lain: a. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang belum banyak digunakan oleh para guru pendidikan agama Islam.
10
b. Adanya kejenuhan belajar pendidikan agama Islam dan motivasi rendah yang dialami siswa dalam proses pembelajaran. c. Merasa tertarik untuk mengetahui apakah ada hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam dengan prestasi siswa. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka dapat dikemukakan identifikasi masalah sebagai berikut: 1. Proses pembelajaran Pendidikan Agama Islam dirasakan membosankan oleh siswa. 2. Dalam proses pembelajaran siswa kurang diarahkan untuk membangun pengetahuan sendiri, agar hasil belajar yang didapat adalah hasil belajar yang bermakna. 3. Adanya kesenjangan antara nilai hasil belajar yang kuantitatif dengan perilaku siswa. 4. Masih rendahnya kualitas proses pendidikan agama Islam yang dilakukan oleh guru di Indonesia dibanding negara-negara di dunia. 5. Model pembelajaran pendidikan agama yang diterapkan di sekolahsekolah masih bersifat tradisional. 6. Model pembelajaran kooperatif kurang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar. 7. Meskipun dilakukan pengelompokkan siswa dalam pembelajaran, namun kurangnya kontrol dari guru sehingga siswa merasa kurang mendapat bimbingan dalam belajar, yang kemudian kegaduhanlah yang terjadi. 8. Masih ada anggapan sebagian orang tua, bahwa tanggung jawab pendidikan dibebankan sepenuhnya kepada sekolah.
C. Pembatasan Masalah
11
Berdasarkan identifikasi masalah di atas masalah yang telah disebutkan maka penelitian dibatasi pada masalah pembelajaran kooperatif dan prestasi belajar pada Pendidikan Agama Islam di SDN Rempoa II.
D. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, dapat dirumuskan masalah tersebut sebagai berikut: Apakah pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam memiliki hubungan dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II?.
E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian a. Untuk mendapatkan informasi mengenai pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam di SDN Rempoa II. b. Mengetahui prestasi siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam. c. Untuk mengetahui hubungan antara pembelajaran kooperatif dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II.
2. Manfaat Penelitian a. Bagi
peneliti,
pembelajaran,
menambah khususnya
khazanah
model
mengenai
pembelajaran
model-model
kooperatif
pada
Pendidikan Agama Islam. b. Bagi sekolah, dapat digunakan sebagai acuan dalam memperbaiki proses
pembelajaran,
meningkatkan
prestasi
belajar
dengan
menggunakan model pembelajaran kooperatif. b. Bagi siswa, dari hasil penelitian ini siswa memperoleh pengalaman belajar yang bervariasi dan menyenangkan, sehingga mereka terbiasa melakukan proses pembelajaran melalui pembelajaran kooperatif. c. Bagi guru, akan menambah wawasan mengenai model pembelajaran dan lebih yakin bahwa pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
12
prestasi belajar dan mendorong untuk menerapkannya dalam proses pembelajaran, khususnya pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam.
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERPIKIR, DAN PENGAJUAN HIPOTESA
A. Pembelajaran Kooperatif 1. Pengertian Kooperatif Kooperatif adalah salah satu jenis pembelajaran aktif. Kooperatif merupakan pendekatan pembelajaran dimana siswa belajar bersama dalam kelompok kecil untuk menyelesaikan tujuan secara bersama-sama. Hal ini penting untuk memahami bahwa kooperatif adalah pendekatan yang semata-mata melatih siswa untuk belajar bersama dalam menyelesaikan dan melengkapi tugas-tugas. Menurut Khoirul Anam, “Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar dalam kelompok-kelompok kecil, siswa belajar dan bekerja sama untuk sampai pada pengalaman belajar yang optimal baik pengalaman individu maupun kelompok”. Proses pembelajaran kooperatif yang aktif memberikan kesempatan kepada siswa untuk bersama dengan guru dan siswa lain mengkontruksi pengetahuan mereka sendiri.1 Menurut David Son dan Worsham, yang dimaksud dengan ”Kooperatif adalah model pembelajaran yang sistematis dengan mengelompokkan siswa untuk tujuan menciptakan pendekatan pembelajaran yang efektif yang mengintegrasikan keterampilan sosial yang bermuatan akademik”. Sedangkan menurut Johnson, ”Kooperatif adalah kegiatan belajar mengajar secara kelompok kecil, siswa 1
Khoirul Anam, Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi, vol. 3, No. 2, 2000, hlm 2.
12
13
belajar dan bekerja sama untuk sampai kepada pengalaman belajar yang optimal, baik pengalaman individu maupun pengalaman kelompok”.2 Menurut Ratna Megawangi, ”Kooperatif adalah metode pembelajaran yang melibatkan siswa bekerja dalam tim atau kelompok, siswa bekerja bersamasama, berhadapan muka dalam kelompok kecil dan melakukan tugas yang sudah berstruktur”. Dalam kelompok kecil, para siswa dapat saling berbagi mengenai kelebihan
masing-masing,
sehingga
dapat
mengembangkan
kemampuan
hubungan interpersonal (kemampuan sosial dan emosi). Dengan adanya metode kooperatif ini, maka dapat menjadi tempat: a. Siswa dapat berpartisipasi aktif. b. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya. c. Penghargaan diberikan kepada setiap individu. d. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya. e. Setiap kontribusi individu dapat dihargai. f. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurhadi, bahwa “Kooperatif adalah pendekatan pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar. Kooperatif menciptakan interaksi yang asah, asih, dan asuh sehingga tercipta masyarakat belajar siswa tidak hanya belajar dari guru, tetapi juga dari sesama siswa”.3 “Kooperatif digunakan dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan suatu situasi dan kondisi bagi kelompok untuk mencapai tujuan karena bergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok. Kooperatif bagi guru
2
Supratama, Meningkatkan Motivitas Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi Melalui Pendekatan Cooperative Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, No. 1, 2001, hlm 23. 3 Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT Grasino, 2004, hlm 112.
14
merupakan pengembangan kurikulum dalam hal akademik, individu maupun sosial”.4 Sebuah hasil riset tentang kooperatif menunjukkan, bahwa para siswa bisa lebih mengerti secara mendalam tentang materi yang dipelajarinya, meningkatkan performent para siswa, meningkatkan kepercayaan diri, motivasi yang lebih tinggi untuk menyelesaikan tugasnya. Beberapa keunggulan dari kooperatif adalah: 1) Segala perbedaan dihargai. 2) Belajar melihat perspektif yang lebih lengkap. 3) Pengembangan kemampuan interpersonal. 4) Mencelupkan anak dalam kegiatan yang mengasyikkan. 5) Memberikan kesempatan untuk mendapatkan umpan balik. Esensi kooperatif adalah tanggung jawab individu sekaligus kelompok, sehingga dalam diri siswa terbentuk sikap ketergantungan positif yang menjadikan kerja kelompok menjadi optimal. Keadaan ini mendorong siswa dalam kelompok belajar, bekerja, dan bertanggung jawab dengan sungguh-sungguh sampai dengan selesainya tugas-tugas individu dan kelompok. Karakteristik dari kooperatif adalah kelompok kecil bekerja sama atau belajar, dan pengalaman belajar.5 Menurut Anita Lie ada beberapa manfaat kooperatif, yaitu: a) Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan siswa lain. b) Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai perbedaan. c) Meningkatkan partisipasi belajar siswa. d) Mengurangi kecemasan siswa (kurang percaya diri). e) Meningkatkan motivasi, harga diri, dan sikap positif. f) Meningkatkan prestasi belajar siswa. Dari uraian di atas dapat diartikan bahwa: “Kooperatif adalah suatu variasi pengajaran dimana siswa belajar dalam suatu kelompok-kelompok kecil. Kelompok tersebut saling membantu, saling berdiskusi dan beragrumentasi dalam memahami suatu materi 4
Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment, Technology, Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin Pelangi Pendidikan, vol 3, No. 2, 2000, hlm 39. 5 Nurul Astutik, … hlm 12.
15
pelajaran serta bekerja sama dalam mengerjakan tugas atau lembar kerja. Sehingga pembelajaran ini dapat membantu dalam meminimalisir perbedaan pemahaman dan penugasan terhadap materi pelajaran dari setiap individu siswa”.6 Kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada lima unsur dasar dalam kooperatif, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5.
Saling ketergantungan positif. Tanggung jawab. Tatap muka. Komunikasi antar anggota. Evaluasi proses kelompok.7 Kelompok kooperatif berbeda dengan kelompok tradisional. Kelompok
tradisional maksudnya adalah kelompok belajar yang sering diterapkan di sekolah, seperti kelompok diskusi, kelompok tugas, dan kelompok belajar lainnya. Perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan kelompok belajar tradisional dapat dilihat di bawah ini: a. Kelompok Kooperatif, yaitu: 1. Adanya saling ketergantungan positif. 2. Adanya akuntabilitas individu. 3. Kelompok heterogen. 4. Terjadinya transfer sikap kepemimpinan. 5. Menekankan pada penyelesaian tugas dan mempertahankan hubungan. 6. Keterampilan sosial diajarkan secara langsung. 7. Guru melakukan observasi dan intervensi. 8. Guru memperhatikan proses belajar sehingga efektif.
b. Kelompok Belajar Tradisional, yaitu: 1. Tidak ada saling ketergantungan positif. 2. Tidak ada akuntabilitas individu. 3. Kelompok homogen. 4. Hanya bergantung kepada satu orang pemimpin. 6
Khoirul Anam, … hlm 2. Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang Kelas, Jakarta: Grasindo, 2002, hlm 30. 7
16
5. Hanya menekankan pada penyelesaian tugas. 6. Keterampilan sosial hanya diasumsikan dan diabaikan. 7. Guru mengabaikan fungsi kelompok belajar. 8. Guru tidak memperhatikan kelompok belajar.8
2. Prinsip-prinsip Dasar Kooperatif Prinsip-prinsip kooperatif ada 5, yaitu: a. Saling ketergantungan, yakni anggota kelompok siswa harus mengatakan bahwa mereka memerlukan kerjasama untuk mencapai tujuan. b. Interaksi berhadap-hadapan, yakni kelompok kecil terdiri dari 2 sampai 4 orang anggota, siswa saling bekerja sama untuk mendapat hasil belajar yang lebih baik, dimana tiap anggota kelompok duduk berhadapan. c. Kemampuan melapor secara individu, yakni semua anggota kelompok harus mempunyai kemampuan menanggapi suatu masalah, dan mengembangkan ide-idenya untuk keberhasilan kelompok. d. Menggunakan keterampilan sosial, yakni dalam hal ini guru harus menjelaskan keterampilan sosial sebelum pelajaran dimulai dengan memfokuskan satu keterampilan setiap minggu. e. Proses kelompok, yakni siswa harus mengevaluasi efektivitas kelompok.9 3. Langkah-Langkah Kooperatif Terdapat enam langkah utama dalam kooperatif yang terdapat di bawah ini, yakni: Langkah 1: Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa. Menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar. Langkah 2: Menyajikan informasi. Menyajikan informasi kepada siswa baik dengan peragaan atau teks. Langkah 3: Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar. Menjelaskan kepada siswa bagaimana caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan perubahan yang efesien. Langkah 4: Membimbing kelompok bekerja dan belajar Membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat siswa mengerjakan tugas. Langkah 5: Evaluasi
8 9
Nurhadi, … hlm 114. Asmarawaty, … 39.
17
Mengevaluasikan hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari atau masingmasing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya, Langkah 6: memberikan penghargaan Memberikan cara-cara untuk menghargai baik upaya maupun hasil belajar individu dan kelompok.10 4. Keterampilan-Keterampilan Dalam Kooperatif Keterampilan-keterampilan dalam kooperatif berfungsi untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Keterampilan-keterampilan kooperatif menurut Lundgren tersebut antara lain sebagai berikut: a. Keterampilan Tingkat Awal 1) Menggunakan kesepakatan 2) Menghargai kontribusi. 3) Mengambil giliran dan berbagai tugas. 4) Berada dalam kelompok. 5) Berada dalam tugas. 6) Mendorong partisipasi. 7) Mengundang orang lain. 8) Menyelesaikan tugas pada waktunya. 9) Menghormati perbedaan individu. b. Keterampilan Tingkat Menengah 1) Menunjukkan penghargaan dan simpati. 2) Mengungkapkan ketidaksetujuan. 3) Mendengarkan dengan aktif. 4) Bertanya. 5) Membuat rangkuman. 6) Menafsirkan. 7) Mengatur dan mengorganisir. 8) Mengurangi ketegangan. c. Keterampilan Tingkat Mahir 1) Menglaborasi. 2) Memeriksa dengan cermat. 3) Menanyakan kebenaran. 4) Menetapkan tujuan. 5) Berkompromi.11
10
Ibrahim Muslim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA: University Press, 2001, hlm 10 11 Perdy Karuru, … hlm 794.
18
5. Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu bentuk pembelajaran yang didasarkan pada paham kontruktivisme. Pembelajaran kooperatif merupakan salah satu pendekatan yang digunakan dalam model pembelajaran kontruktivistik. Pembelajaran kontruktivistik merupakan proses aktif dari pelajar untuk membangun pengetahuan, bukan hanya bersifat aktif tetapi juga keaktifan secara fisik. Artinya melalui aktivitas secara fisik pengetahuan siswa secara aktif dibangun berdasarkan proses asimilasi pengalaman atau bahwa yang dipelajari dengan pengetahuan yang telah dimiliki pelajar dan ini berlangsung secara mental. Dengan demikian hakikat dari pembelajaran ini adalah membangun pengetahuan. Cara belajar mengajar di sekolah yang berdasarkan pada teori kontruktivisme adalah cara belajar yang menekankan murid dalam membentuk pengetahuannya, sedangkan guru lebih berperan sebagai fasilisator yang membantu keaktifan murid tersebut dalam pembentukkan pengetahuannya. Suparno menyebutkan ciri-ciri belajar kontruktivisme adalah sebagai berikut: 1. Belajar berarti membentuk makna. 2. Belajar berarti mengkonstruksi terus menerus. 3. Belajar adalah mengembangkan pemikiran, bukan mengumpulkan faktafakta dan menghafalkannya. 4. Belajar berarti menimbulkan situasi ketidakseimbangan. 5. Hasil belajar dipengaruhi oleh pembelajar dengan dunia fisik dan lingkungannya. 6. Hasil belajar pembelajar tergantung pada apa yang telah dimiliki olehnya. Oleh karena itu, pendekatan kontrutivisme ini guru tidak lagi mengajar siswa apa yang harus dilakukan dan bagaimana dia melakukannya, akan tetapi guru memotivasi siswa dan memfasilitasinya agar mau secara aktif mengolah informasi. Karena pengetahuan dibentuk baik secara individual maupun sosial, kelompok belajar dapat dikembangkan. Von Glaserfeld menjelaskan: “Bagaimana pengaruh kontruktivisme terhadap belajara dalam kelompok. Menurut dia, dalam kelompok belajar siswa harus mengungkapkan bagaimana ia melihat persoalan dan apa yang akan
19
dibuatnya dengan persoalan itu. Inilah salah satu jalan menciptakan refleksi yang menuntut kesadaran akan apa yang sedang dipikirkan dan dilakukan. Selanjutnya, ini akan memberikan kesempatan kepada seseorang untuk secara aktif membuat abstraksi. Usaha menjelaskan sesuatu kepada kawan-kawan justru membantunya untuk melihat sesuatu dengan lebih jelas dan bahkan melihat inkensistensi pandangan mereka sendiri”. Mengerti bahwa teman lainnya belum memiliki jawaban yang siap, akan meningkatkan keberanian siswa untuk mencoba dan mencari jalan, jika ia menemukan jawaban, itu akan mendorong yang lain untuk menemukannya juga. Ketidakkonsistenan dan kesahan yang ditunjukkan oleh teman dianggap kurang meyakinkan dibandingkan ditunjukkan oleh guru. Ini akan meningkat harga diri mereka. Menurut Driver dan kawan-kawan, bahwa “Konstruktivisme sosial menekankan bahwa belajar berarti dimasukkannya seseorang ke dalam dunia simbolik”. Pengetahuan dan pengertian dikonstruksi bila seseorang terlibat secara sosial dalam dialog dan aktif dalam percobaan-percobaan dan pengalaman. Pembentukkan makna adalah dialog antar pribadi. Belajar merupakan proses masuknya seseorang dalam kultur-kultur orang yang terdidik. Dalam hal ini, pelajar tidak hanya memberikan akses ke pengalaman fisik, tetapi juga ke konsepkonsep dan model-model pengetahuan konvensional. Oleh sebab itu, guru berperan penting karena mereka menyediakan kesempatan yang cocok dan prasarana masyarakat ilmiah bagi siswa. Dalam konteks ini kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa dan berdialog dan berinteraksi dengan para ahli, dengan lembaga-lembaga penelitian, dengan sejarah penemuan ilmiah, dan dengan mastarakat pengguna hasil ilmiah akan sangat membantu merangsang mereka untuk mengkonstruksi pengetahuan mereka. Pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teori yang mendasari, menurut Slavin ada 2 katEgori, yaitu teori motivasi dan teori kognitif. 1. Teori Motivasi. Menurut teori motivasi yang diungkapkan Slavin, “Motivasi siswa pada pembelajaran kooperatif awalnya terletak pada bagaimana bentuk reward
20
dan struktur pencapaian tujuan saat siswa melaksanakan kegiatan”. Sturktur tersebut terdiri atas 3 macam, yaitu: a. Kooperatif Tujuan setiap individu menyumbang tujuan individu lain. Siswa yakin bahwa tujuan mereka akan berhasil jika siswa yang lain ikut terlibat. b. Kompetitif Tujuan individu membuat frustasi pencapaian individu lain. Siswa yakin mereka akan mencapai tujuan mereka jika siswa lain tidak mencapai tujuan tersebut. c. Individualistik Tujuan
setiap
individu
tidak
memiliki
konsekuensi
terhadap
pencapaian tujuan individu lain. Siswa yakin upaya mereka sendiri untuk mencapai tujuan tidak ada hubungannya dengan upaya siswa lain dalam mencapai tujuan tersebut. Menurut pandangan teori motivasi, struktur tujuan kooperatif akan menciptakan suatu situasi dimana satu-satunya cara agar anggota kelompok dapat mencapai tujuan pribadi mereka sendiri hanya apabila kelompok itu berhasil. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pribadi mereka, setiap anggota kelompok harus membantu teman kelompoknya agar berhasil. Di dalam pembelajaran kooperatif, siswa belajar dan bekerja di dalam kelompoknya, sehingga dapat terjadi ikatan kerja sama dan ikatan yang sosial yang kuat antar anggota kelompok. Setiap anggota memberikan kontribusinya dalam mengerjakan tugas dalam kelompok tersebut. Hal ini menandakan kebutuhan siswa unuk diterima dan dihargai serta dapat mewujudkan diri sendiri, sehingga kondisi ini dapat dihargai serta dapat memotivasi siswa untuk lebih semangat dalam belajar. Motivasi terdiri dari 2 katagori, yaitu: a. Motivasi ekstrensik, yaitu motivasi yang timbul karena adanya rangsangan dari luar. b. Motivasi intrinsik, yaitu motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang tersebut.
21
Jadi teori motivasi tentang pembelajaran kooperatif lebih menekankan pada sejauh mana tujuan-tujuan kooperatif berpengaruh terhadap motivasi siswa dalam melaksanakan kerja akademik. Sehingga tujuan yang ingin dicapai akan lebih berhasil untuk meningkatkan proses pembelajaran yang lebih baik.
2. Teori Kognitif Teori
kognitif menekankan pengaruh bekerja dalam suasana
kebersamaan di dalam kelompok itu sendiri. Teori kognitif dapat dikelompokan dalam dua kategori yaitu: a. Teori Perkembangan Hal yang ingin dijelaskan dalam teori perkembangan adalah bahwa interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai dengan tingkat perkembangan kognitifnya, dapat meningkatkan penguasaan siswa terhadap konsep-konsep yang sulit. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Damon dan Muray yang mengatakan bahwa: “The fundamental assumption of the developmental theories is that interaction among children around appropriate tasks increases their mastery of critical concepts.” b. Teori Elabolasi Kognitif Pandangan teori ini menyatakan bahwa agar informasi dapat disimpan di dalam memori dan terkait dengan informasi yang sudah ada, maka siswa harus terlibat dalam beberapa macam kegiatan restruktur atau elabirasi kognitif atas suatu materi. Hal ini seperti yang diungkapkan Wittrock bahwa: “Research in cognitive psychology has found that if information is to be retaired in memory and related to engage in some sorf of cognitive restructuring or elaboration of the material.” (Di dalam psikologi kognitif telah ditemukan bahwa jika informasi yang telah tersimpan dalam ingatan dan selanjutnya dihubungkan dengan informasi yang baru, maka siswa harus melakukan penstrukturan kembali kognitifnya).
22
Ketika siswa melakukan kembali pengetahuannya tersebut dengan pengetahuan yang telah ada sehingga siswa tersebut akan memperoleh pemahaman yang lebih baik. Pada pembelajaran kooperatif, di dalam kelompok akan terjadi tutorial diantara dimana siswa yang lebih menguasai konsep atau materi pelajaran akan memberikan penjelasan kepada siswa lain dalam kelompoknya. Ketika seorang siswa menjadi tutor, ia akan mentransfer pengetahuannya kepada siswa lain, sehingga siswa tersebut akan memperoleh suatu pemahaman yang lebih baik dibandingkan sebelumnya. Peningkatan pemahaman juga terjadi pada siswa yang diberikan penjelasan (tutee). Sehingga keduanya akan memperoleh peningkatan pemahaman terhadap suatu materi.
23
B. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Secara etimologi, pendidikan berasal dari bahasa Yunani yaitu, paedagogik. Paes berarti anak, gogos artinya membimbing atau tuntutan, iek artinya ilmu. Jadi pengertian paedagogik adalah ilmu yang membicarakan bagaimana memberikan bimbingan kepada manusia untuk meningkatkan kepribadiannya dengan jalan membina potensi-potensi pribadinya yaitu rohani (pikir, karsa, rasa, cipta, dan budi nurani) dan jasmani (panca indera serta keterampilan-keterampilan). Dalam kamus besar bahasa Indonesia, “Pendidikan berasal dari kata didik yang mendapat awalan pe- dan akhiran -an yang artinya proses pertumbuhan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, pembuatan, dan cara mendidik”. Menurut Amier Dien Inderakusuma, “Pendidikan adalah bantuan yang diberikan dengan sengaja kepada anak dalam pertumbuhan jasmani maupun rohani untuk mencapai tingkat dewasa”12. Adapun menurut Arifin, “Pendidikan adalah usaha orang dewasa secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadian serta kemampuan anak didik baik dalam bentuk pendidikan formal maupun non-formal”. Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantoro, “Pendidikan adalah memberikan tuntunan kepada anak yang memiliki kekuatan kodrat agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan dalam hidupnya”. Menurut Prof. Dr. Zakiah Derajat adalah sebagai berikut: “Pendidikan Agama Islam adalah pendidikan dengan melalui ajaranajaran agama Islam berupa bimbingan dan asuhan terhadap peserta didikan agar nantinya setelah selesai dari pendidikan mereka dapat memahami dan mengamalkan ajaran-ajaran agama Islam yang telah diyakininya secara menyeluruh pandangan hidupnya demi keselamatan dan kesejahteraan hidup di dunia maupun di akhirat kelak”. Dari uraian-uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa pendidikan agama Islam ialah usaha yang diarahkan kepada pembentukkan kepribadian anak didik yang sesuai dengan ajaran Islam, supaya kelak menjadi manusia yang cakap 12
Drs. Amier Dien Inderakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang, hlm 27.
24
dalam menyelesaikan tugas hidupnya yang diridhoi Allah SWT sehingga terjalin kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Tujuan utama dalam pendidikan agama Islam ialah pembentukkan moral. Dengan menanamkan akhlak yang mulia berarti menanamkan kepada mereka untuk menghindari hal-hal yang tercela yang dapat merusak moral dan melanggar ketentuan ajaran-ajaran Islam, kemudian membiasakan diri untuk melakukan halhal yang terpuji dan menuju kepada ketakwaan. Dengan kata lain tujuan pendidikan agama Islam identik dengan tujuan hidup seorang muslim, yakni manusia diciptakan atau tujuan hidup manusia adalah untuk beribadah mencari kebahagiaan dunia dan akhirat kelak, sebagaimana dijelaskan dalam QS. AdzDzariyat: 56
﴾۵۶ ﴿ﺍﻟﺬﺍﺮﻴﺎﺖ׃ “Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat:56) Dari rumusan tujuan Pendidikan Agama Islam yang telah dikemukakan di atas terlihat bahwa tujuan Pendidikan Agama Islam mempunyai cakupan yang lebih luas, yang pada akhirnya tertumpu pada penyerahan diri secara total hanya kepada Allah SWT dan erbentukknya akhlak yang dilandasi oleh nilai-nilai Islam yang disebut dengan kepribadian muslim sebagai tujuan akhir dari pendidikan Islam.
3. Fungsi Pendidikan Agama Islam Pendidikan agama Islam memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan seseorang untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sebab dengan pendidikan agama dapat mendorong seseorang untuk bertakwa kepada Allah SWT serta memiliki ilmu pengetahuan, dapat mengembangkan kemampuan
25
diri, bermasyarakat dan dapat bersikap dan berperilaku sesuai dengan normanorma ajaran Islam.
a. Metode Pendidikan Agama Islam Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Menurut Jalaludin dan kawan-kawan, “Metode dapat diartikan sebagai cara menyampaikan materi pelajaran kepada anak didik (peserta didik)”.13 Tujuan menggunakan suatu metode yang paling tepat dalam pendidikan agama Islam adalah untuk memperoleh efektivitas dari kegunaan metode itu sendiri.14 Efektivitas bisa diketahui dari kesenangan pendidik yang memakainya di satu pihak, serta tumbuhnya minat dan perhatian peserta didik dilain pihak dalam proses kependidikan dan pengajaran. Kedua belah pihak timbul rasa senang mengerjakan suatu pekerjaan bahwa ada yang dikerjakan itu bermanfaat bagi mereka. Dalam menentukan metode harus disesuaikan dengan materi yang akan diajarkan, kondisi serta keadaan peserta didik. Ada empat hal yang menjadi dasar pertimbangan memilih metode pendidikan agama Islam, yaitu: 1. Dasar agama, meliputi pertimbangan al-Qur’an dan sunah Nabi SAW serta, pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan oleh para sahabat Nabi dan para ulama. 2. Dasar
sosiologi,
meliputi
pertimbangan
jasmani
dan
tingkat
perkembangan usia anak. 3. Dasar psikologis, meliputi pertimbangan terhadap motivasi, kebutuhan emosi, minat, sikap, keinginan, bakat dan intelektual anak didik. 4. Dasar sosio, meliputi pertimbangan sosial di lingkungan anak didik.15
13
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994,
hlm 2. 14
H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, cet ke 2, hlm 521. 15 Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet ke 2, 1996, hlm 52.
26
Sesuai dengan kekhususan-kekhususan yang ada pada bahan atau materi pendidikan agama Islam, baik sifat maupun tujuan, maka diperlukan metodemetode yang sesuai antara satu materi dengan materi yang lain. Dengan tetap berpedoman bahwa metode yang digunakan harus tepat guna agar dapat menunjang kelancaran pencapaian tujuan pembelajaran. Dalam pendidikan Islam, menurut Abdullah Nashih Ulwan, metode harus bersumber dari al-Qur’an dan Sunah, karena pada keduanya terdapat metode tersebut. Diantara metode tersebut adalah: a. Metode pemberian contoh dan teladan. Metode pemberian contoh sangat berpengaruh dan terbukti paling berhasil dalam mempersiapkan dan membentuk aspek moral, spiritual dan etos sosial peserta didik. Hal ini karena pendidik adalah figur dalam pandangan peserta didik, yang segala tingkah lakunya disadari atau tidak ditiru. Allah SWT telah mengajarkan bahwa Rasul SAW yang diutus mempunyai sifat-sifat luhur, baik spiritual, moral maupun intelektual, sehingga umat Islam meneladaninya. b. Metode bercerita disertai perumpamaan yang mengandung pelajaran dan nasihat. Metode ini mempunyai pengaruh tersendiri bagi jiwa dan akal dengan mengemukakan argumentasi yang logis. Al-Qaur’an memakai metode ini dibeberapa tempat, lebih-lebih dalam berita tentang Rasul SAW dan kaumnya. Allah SWT telah menceritakan kepada Rasul ceritacerita yang baik, tentang kejadian-kejadian yang baik sebagai cermin bagi umat manusia dan menjadi peneguh Rasul SAW. c. Metode pemberian nasihat. Dengan nasihat dapat membukakan mata hati peserta
luhur,
menghiasinya
dengan
akhlakul
karimah,
serta
membekalinya dengan prinsip-prinsip Islam. d. Metode pemberian hadiah dan hukuman. Manusia tidak bisa hidup tanpa hukum, bagi mereka yang bersalah akan mendapatkan hukuman yang setimpal.
Dan
bagi
mereka
yang
mengerjakan
kebajikan
akan
mendapatkan pahala yang setimpal. e. Metode diskusi. Metode ini bertujuan untuk merangsang peserta didik berfikir dan mengeluarkan pendapat sendiri serta ikut menyumbangkan
27
pikiran dalam satu masalah bersama yang terkadang banyak kemungkinankemungkinan jawabannya. Allah SAW mengajarkan agar segala sesuatu dipecahkan dasar musyawarah. f. Metode tanya jawab. Metode ini digunakan untuk mengenalkan pengetahuan fakta-fakta tertentu yang sudah diajarkan dan untuk merangsang perhatian anak dengan berbagai cara (sebagaimana apresiasi, selingan, dan evaluasi). Inti ajaran Islam disampaikan oleh malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad SAW dengan melalui tanya jawab. Demikian pula pengangkatan Mu’adz bin Jabal untuk menjadi hakim di Yaman melalui tanya jawab yang diajarkan Rasul SAW sekaligus merupakan contoh pemakaian metode tanya jawab dalam pendidikan agama Islam.16 Menurut Al-Ghazali, seorang pendidik agar memperoleh sukses dalam tugasnya harus menggunakan pengaruhnya serta arah yang tepat arah. Diantaranya lebih menekankan pada perbaikan sikap dan tingkah laku para pendidik dalam mendidik, diantaranya adalah: 1. Guru harus bersikap mencintai muridnya bagaikan anaknya sendiri. 2. Guru tidak boleh mengharapkan upah dari pekerjaannya, karena mendidik merupakan pekerjaan mengikuti Rasul SAW yang nilainya lebih tinggi dari harta. 3. Guru harus memberi nasihat kepada muridnya agar menuntut ilmu tidak untuk kebanggaan diri atau mencari keuntungan sendiri. Melainkan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. 4. Guru harus mendorong muridnya untuk mencari ilmu yang bermanfaat. 5. Guru harus memberi contoh yang baik dan teladan yang indah di mata anak didik sehingga anak didik senang untuk mencontoh tingkah lakunya. 6. Guru harus mengajarkan apa yang sesuai dengan tingkat kemampuan anak. 7. Guru harus mengamalkan ilmunya. 8. Guru harus memahami jiwa anak didiknya. 9. Guru harus dapat mendidik keimanan ke dalam pribadi anak didiknya sehingga akal pikirannya tunduk kepada ajaran agama.17
16
Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani, 1955, cet ke 1, hlm 1. 17 H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987, hlm 103.
28
4. Dasar-dasar Pendidikan Agama Islam Dasar-dasar yang digunakan dalam pendidikan agama Islam adalah: 1. Al-Qur’an Al-Qur’an adalah hakim Allah SWT yang diturunkan kepada pilihanNya yaitu Nabi Muhammad SAW berisi prinsip-prinsip dasar yaitu akidah dan syari’ah dan sebagai rujukan dan sumber hukum yang pertama dan utama. Muhammad Fathil Al-Jamali, mengatakan “Pada hakikatnya al-Qur’an itu adalah merupakan pembendaharaan yang besar untuk kebudayaan manusia, terutama dalam bidang kerohanian. Al-Qur’an pada umumnya merupakan kitab pendidikan kemasyarakatan, moril (akhlak dan spiritual kerohanian)”. Dan Al-Nadwi mempertegas dengan menyatakan bahwa “Pendidikan dan pengajaran umat Islam itu haruslah sumber pada akidah Islamiyah, menurutnya lagi kepada al-Qur’an dan Hadist, maka pendidikan itu bukanlah pendidikan agama Islam, tetapi pendidikan asing”.18 Al-Qur’an sebagai pendidikan agama Islam, maka berarti semua aktivitas pendidikan agama Islam harus berorientasi pada penjabaran isi alQur’an itu sendiri. Keistimewaan al-Qur’an selain sebagai pegangan, acuan hidup muslim, ia juga adalah kitabullah yang berlaku untuk setiap masa dan tempat.
2. Sunnah Setelah al-Qur’an, pendidikan agama Islam menjadikan sunnah sebagai dasar dan sumber hukumnya. Secara harfiah, sunah berarti jalan, metode dan program. Sedangkan istilah, sunah adalah sejumlah perkara yang dijelaskan melalui sanad yang shahih, baik itu berupa perbuatan, peninggalan, sifat, pengakuan, larangan, hal yang disukai dan dibenci, peperangan, tindaktanduk dan seluruh kehidupan Nabi SAW pada hakikatnya. Seluruh amalan yang dikerjakan oleh Rasul SAW dalam proses perubahan sikap hidup sehari-hari menjadi sumber utama pendidikan agama
18
Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. Ke-1, hlm 14.
29
Islam, karena Allah SWT menjadikan hidup Nabi SAW sebagai tauladan bagi umatnya.19
3. Sikap dan Perbuatan Para Sahabat Sikap dan perbuatan para sahabat Nabi SAW dijadikan sumber pendidikan agama Islam karena Allah SWT sendiri di dalam al-Qur’an memberikan pernyataan yaitu dalam QS. At-Taubah: 100.
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungaisungai di dalamnya selama-lamanya. mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar. Dengan demikian sudah jelas bahwa perkataan dan sikap para sabahat Nabi SAW dapat dijadikan sebagai acuan dalam pendidikan Islam. Sebagai salah satu contoh adalah perilaku Umar bin Khattab yang terkenal dengan sifat jujur, adil, cakap, berjiwa demokratis dapat dijadikan panutan masyarakat.20
4. Ijtihad Ijtihad dijadikan sumber pendidikan karena al-Qur’an dan Hadits, menggunakan ijtihad untuk menetapkan hukum tersebut. Ijtihad ini terasa sekali hubungan setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW dan beranjaknya
19
Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, cet ke 2, 1996, hlm 31. 20 Ramayulis,… hlm 42.
30
Islam mulai keluar tanah Arab karena situasi dan kondisinya banyak berbeda di tanah Arab. Majlis Mudzakarah Al-Azhar menetapkan bahwa “Ijtihad adalah jalan yang dilalui dengan memberikan semua daya dan kesungguhan oleh akal melalui ijma’, iyas, istihshan, dan dzon (mendekati keyakinan) untuk mengistimbathkan hukum dari dalil-dalil al-Qur’an dan Hadits untuk menentukan bahas yang dikehendaki”. Ijtihad menurut istilah ulama ushul ialah “Mencurahkan daya kemampuan untuk menghasilkan hukum syara’ dari dalil-dalil syara’ secara terperinci”.21 Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan ijtihad adalah penggunaan akal pikiran oleh ahli hukum Islam untuk menetapkan suatu hukum yang belum ada ketetapannya dalam al-Qur’an dan Hadits kebanyakan global, maka sering dengan perkembangan zaman dan kebanyakan permasalahan yang muncul, maka dalam hal ini ijtihad sangat diperlukan, begitu juga dalam lapangan pendidikan yang tujuannya tidak lain adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan itu sendiri. Tapi penggunaan ijtihad ini biasa dijadikan dasar pendidikan dengan catatan selama tidak bertentangan dengan dasar pokok.
5. Faktor-faktor Pendidikan Agama Islam Dalam melaksanakan Pendidikan Agama Islam, perlu diperhatikan adanya faktor-faktor pendidikan yang ikut menentukan berhasil atau tidaknya Pendidikan Agama Islam tersebut. Faktor-faktor pendidikan itu ada 5 macam, dimana faktor yang satu dengan yang lainnya mempunyai hubungan yang erat, yaitu: 1. Anak Didik Faktor anak didik adalah merupakan salah satu faktor pendidikan yang paling penting, karena tanpa adanya faktor tersebut, maka pendidikan 21
hlm 45.
Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet ke 2, 1997,
31
tidak akan berlangsung. Oleh karena itu, anak didik tidak dapat digantikan oleh faktor lain. Dikalangan para Paedagogiek timbul suatu problem, tentang apakah benar anak itu dapat dididik. Dalam menjawab problem tersebut, maka timbul 3 aliran, yakni: a. Aliran Nativisme, yang berpendapat bahwa: anak sejak lahir telah mempunyai pembawaan yang kuat, sehingga tidak menerima pengaruh buruk dari luar. Baik buruknya anak itu sangat ditentukan oleh pembawaan, bukan tergantung kepada pengaruh dari luar. Karenanya maka pendidikan itu tidak perlu, sebab pada hakikatnya yang
memegang
peranan
adalah
pembawaan.
Aliran
ini
dikemukakan oleh Scorpenhaeur dari Jerman. b. Aliran Empirisme, yang berpendapat bahwa: pendidikan adalah mempunyai pengaruh tidak terbatas, karena anak-anak didik itu diibaratkan dengan sehelai kertas yang masih putih bersih, yang dapat ditulis sesuai dengan kehendak si Penulisnya. Baik buruknya seorang anak tergantung pada pendidikan yang diterimanya. Aliran ini dikemukakan oleh John Locke. c. Aliran Convergensi, yang merupakan perpaduan antara dua aliran di atas, yang berpendapat bahwa: perkembangan jiwa anak adalah tergantung pada dasar dan ajar, atau tergantung pada pembawaan dan pendidikan, dimana keduanya peranan yang sama pentingnya dalam perkembangan periodik anak. Dari 3 aliran tersebut maka aliran convergensi segi penyesuaiannya dengan ajaran Islam, dimana menurut ajaran Islam dikatakan bahwa pada anak tersebut telah mempunyai pembawaan untuk beragama yang dikenal dengan “fitrah”, kemudian fitrah tersebut akan berjalan ke arah yang benar bilamana memperoleh pendidikan agama dengan baik dan mendapatkan pengaruh yang baik pula dalam lingkungan hidupnya. Tinjauan terhadap faktor anak didik dari beberapa segi akan membuktikan, bahwa anak dalam jiwanya telah ada kesiapan untuk menerima pendidikan agama.
32
a. Tinjauan dari segi ajaran Islam. Dalam al-Qur’an maupun Hadits telah disebutkan bahwa manusia sejak lahir telah dibekali oleh Allah SWT dengan adanya fitrah beragama. Seperti yang disebutkan dalam QS. Ar-Rum: 30 yang berbunyi :
“Hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah. Tetaplah pada fitrah Allah yang telah menciptakan manusia fitrah tersebut. Tidak ada perubahan bagi fitrah Allah, itulah Agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui”. Di samping ayat tersebut, juga disebutkan dalam hadist Nabi SAW yang berbunyi : “Tidaklah anak yang dilahirkan itu kecuali telah membawa fitrah (kecenderungan untuk percaya kepada Allah SWT). Maka kedua orang tuanyalah yang menjadikan anak tersebut beragama Yahudi, Nasrani, dan Majusi”. Dari ayat dan hadits tersebut, jelaslah bahwa pada dasarnya anak itu telah membawa fitrah beragama, dan tergantung kepada pendidikan selanjutnya. Kalau mereka mendapatkan pendidikan agama dengan baik, maka mereka akan menjadi orang yang taat beragama pula. Tetapi sebaliknya, bilamana benih agama yang telah dibawa itu tidak dipupuk dan dibina, maka anak akan menjadi orang yang tidak beragama ataupun jauh dari agama. Dengan demikian, dapat diambil kesimpulan bahwa ajaran agama Islam tersebut paralel dengan aliran convergensi yang mengaku adanya pembawaan dan perlunya ada pendidikan.
33
b. Tinjauan dari segi ilmu jiwa. Para
psikolog
berpendapat
bahwa
berdasarkan
penyelidikan, mereka mengatakan “Dalam jiwa anak semenjak kecilnya
telah
tumbuh
perasaan
agama,
kemudian
akan
berkembang sesuai dengan pengaruh lingkungannya”. Adapun para ahli yang mengemukakan pendapat tersebut antara lain adalah : 1. Sigmund Frued, yang berpendapat bahwa: Anak-anak semenjak kecilnya telah ada perasaan percaya kepada Dzat Yang Maha Kuasa. Bahkan pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, anak-anak mempunyai anggapan, bahwa orang tuanya itu sebagai Tuhannya. Karena menurut pandangan mereka, orang tua itu sebagai sumber keadilan, sumber kasih sayang dan sumber kekuasaan, tempat mereka bergantung dan tempat mereka meminta segala keinginnnya. Tetapi dalam setiap perkembangannya selanjutnya, anak semakin sadar, bahwa orang tuanya itu ternyata mempunyai kelemahan-kelemahan dan sering pula membuat kesalahankesalahan. Hal ini adalah sangat berbeda dengan apa yang telah mereka gambaran semula, maka timbullah keraguan-raguan dalam jiwanya. Di sinilah pentingnya orang tua memberikan kesadaran kepada anak, bahwa orang itu adalah manusia biasa yang dapat berbuat salah, sedangkan yang Maha Kuasa dan tidak akan berbuat salah itu hanya Allah. Dengan demikian rasa percaya pada anak-anak akan dapat berkembang dengan benar. 2. Dorothy Wilson, yang mengemukakan pendapatnya bahwa, Anak semenjak usia 3 tahun, telah ada kesadaran tentang adanya Tuhan. Hal ini dibuktikan, berdasarkan penyeledikannya terhadap seorang anak perempuan yang sedang bermain-main boneka, pada waktu bonekanya rusak ia menganggap boneka tersebut sedang sakit. Pada saat yang sunyi ia berdoa “oh my Lord” dengan harapan boneka tersebut lekas sembuh. Menurut pendapat Wilson, pada saat itu anak tersebut berada dalam absoluutniveau, dimana anak sadar akan adanya Yang Maha Kuasa. Lingkungan hidupnya kemudian akan memberikan pengaruh yang besar terhadap jiwa keagamaannya.
34
3. Rumke, mengemukakan pendapatnya bahwa, “Pada dasarnya anak sejak kecilnya telah ada kesadaran tentang Tuhan, tetapi masih sangat lemah. Barulah pada masa puberitas kesasaran tersebut mulai berkembang dan bertambah kuat dengan adanya pendidikan agama”. 4. C. G. Yung, berpendapat bahwa ditinjau dari segi psikologi, “Agama adalah merupakan naturaliter relegeosa yang artinya bahwa dalam jiwa manusia itu sudah ada pembawaan beragama”. 5. Dr. Zakiyah Daradjat, dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama menyatakan bahwa, “Anak mulai mengenal Tuhan sejak usia 3 atau 4 tahun, dengan melalui bahasa. Mereka mulai mengenal apa yang ada disekitar mereka, kemudian sering bertanya tentang siapa Tuhan, siapa yang membuat bulan, dan lain sebagainya”. Dari pendapat-pendapat Para Psikolog tersebut maka dapat diambil kesimpulan bahwa “Tinjauan dari segi psichology membuktikan bahwa anak-anak semenjak kecilnya membawa benih atau potensi untuk beragama. Potensi tersebut kemudian akan berkembang sesuai dengan pendidikan yang diterimanya, dan sesuai pula dengan pengaruh dari lingkungannya”. Di sinilah pentingnya pendidikan agama dilaksanakan semenjak kecil, agar kemudian jiwa agama yang telah mereka miliki dapat terbina dengan baik.
2. Pendidik. Pendidik adalah salah satu faktor pendidikan yang sangat penting, karena
pendidikan
itulah
yang
akan
bertanggugjawab
dalam
pembentukkan pribadi anak didiknya. Terutama pendidikan agama ia mempunyai pertanggungjawaban yang lebih berat dibanding dengan pendidikan umum lainnya, karena selain bertanggung jawab terhadap
35
pembentukkan pribadi anak yang sesuai dengan ajaran Islam, ia juga bertanggungjawab terhadap Allah SWT. a. Tugas Pendidik Agama 1. Mengajarkan ilmu pengetahuan agama Islam. 2. Menanamkan keimanan dalam jiwa anak. 3. Pendidik anak agar taat menjalankan agama. 4. Mendidk anak agar berbudi pekerti yang mulia. Agar para guru agama dapat melaksanakan tugas tersebut dengan sebaik-baiknya, maka dibutuhkan adanya syarat-syarat tertentu, di samping syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guruguru pada umumnya.
b. Syarat-syarat Pendidik Agama Adapun syarat-syarat bagi guru pada umumnya, termasuk di dalamnya guru-guru agama, telah dicantumkan dalam undangundang pendidikan dan menjadi guru, selain ijasah dan syaratsyarat lain yang mengenai kesehatan jasmani dan rohani, ialah sifat-sifat yang perlu untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran untuk dapat memberikan pendidikan dan pengajaran (seperti yang dimaksud dalam pasa 3, 4, dan 5 UU ini). Syarat tersebut bila dijabarkan adalah sebagai berikut: bahwa untuk menjadi guru harus mempunyai syarat-syarat: 1. Harus mempunyai ijasah formal, 2. Sehat jasmani dan rohani, 3. Berakhlak yang baik. Bagi guru agama, di samping harus memiliki syarat-syarat tersebut, masih harus ditambah dengan syarat-syarat yang lain, yang oleh Direktur Direkturat Pendidikan agama telah ditetapkan sebagai berikut: a. Memiliki pribadi mukmin, muslim dan muhsin.
36
b. Taat untuk menjalankan agama (menjalankan syariat Islam, dapat memberikan contoh tauladan yang baik untuk anak didiknya). c. Memiliki jiwa pendidik dan rasa kasih sayang kepada anak didiknya dan ikhlas jiwanya. d. Mengetahui
dasar-dasar
ilmu
pengetahuan
tentang
keguruan, terutama didaktik dan methodic. e. Menguasai ilmu pengetahuan agama. f. Tidak mempunyai cacat rohaniah dan jasmaniah dalam dirinya. Mengenai hal ini Prof. Atiah Al-Abrossyi mengemukakan pendapatnya tentang syarat-syarat tentang bagi guru agama, ialah: 1. Guru agama harus zuhud, yakni ikhlas, dan bukan sematamata bersifat material. 2. Bersih jasmani dan rohani, dalam berpakaian rapih dan bersih, dalam akhlak juga baik. 3. Bersifat pemaaf, sabar, dan pandai menahan diri. 4. Seorang guru harus terlebih dahulu merupakan seorang bapak sebelum ia menjadi seorang guru (cinta kepada murid-muridnya seperti anaknya sendiri). 5. Mengetahui tabi’at dan tingkat berfikir anak. 6. Menguasai bahan pelajaran yang diberikan Itulah syarat-syarat yang harus dimiliki oleh guru-guru agama, supaya dapat berhasil dalam tugasnya. Yang paling penting diantaranya, ialah: hendaknya guru agama dapat menjadi contoh tauladan dalam segala tingkah lakunya, dalam segala keadaannya terutama juga yang menyangkut physicol appereance seperti : cara memilih pakaian, cara mengatur rambutnya, dan cara berpakaian itu sendiri, misalnya : memakai pakaian yang menyolok warnanya, juga potongannya jangan berlebih-lebihan: karena keadaan guru itu akan selalu dijadikan cermin bagi anak didiknya.
37
Dalam
hal
ini
Prof.
Athiyah
Al-Abrossyi
pernah
mengatakan, bahwa “Hubungan antara murid dengan gurunya seperti halnya bayangan dengan tongkatnya: bagaimana bayangan dapat lurus, kalau tongkatnya sendiri itu bengkok”. Yang berarti, bagaimana murid dapat menjadi baik kalau gurunya sendiri itu tidak baik. Karena itu berdasarkan penyelidikan salah seorang ahli terhadap beberapa murid tentang guru yang mereka sukai pada umumnya mereka mengatakan, bahwa guru yang mereka sukai ialah sebagai berikut :
1. Guru yang bersikap ramah, dan selalu bersedia memahami atau dapat mengerti terhadap setiap anak yang dihadapinya. 2. Bersifat sabar dan suka membantu kepada mereka serta dapat tenang dalam jiwa menciptakan ketenangan dalam jiwa. 3. Tegas dan adil dalam bertindak. 4. Mempunyai sifat yang supel dan menampakkan tingkah laku yang menarik. 5. Mempunyai ilmu pengetahuan yang bulat (integral) sehingga mereka percaya terhadap kemampuan dari guru tersebut. Apa yang tersebut di atas ini dapat dijadikan pedoman bagi guru-guru agama atau bagi calon-calon guru agama dalam menjalankan tugasnya, karena guru agama dalam menunaikan tugasnya itu harus dapat mengambil simpati dari murid-murid yang dihadapinya, agar dengan demikian akan dapat menanamkan ajaran/didikan agama dengan mudah, karena tampak adanya simpati dari anak didik, maka akan sulit bagi guru agama untuk dapat menanamkan didikan agama itu kepada anak-anak.
38
c. Kesulitan Yang Dihadapi Oleh Pendidik Agama Berdasarkan hasil penyelidikan dari seseorang ahli, bahwa guru
dalam
menunaikan
tugasnya,
pada
umumnya
akan
menghadapi bermacam-macam kesulitan, lebih-lebih bagi guru yang baru menunaikan tugasnya, antara lain adalah: 1. Kesulitan dalam menghadapi adanya perbedaan individual murid,
yang
disebabkan
karena
perbedaan
IQ-nya,
perbedaan wataknya, dan berbeda pula background kehidupannya. 2. Kesulitan dalam menentukan materi yang cocok dengan anak yang dihadapinya. 3. Kesulitan dalam memilih metode yang tepat. 4. Kesulitan dalam memperoleh alat-alat pelajaran dan bahanbahan bacaan. 5. Kesulitan dalamm mengadakan evalusai dan kesulitan dalam melaksanakan rencana yang telah ditentukan, karena kadang-kadang kelebihan atau kekurangan waktu.
3. Tujuan Pendidikan. a. Tujuan Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat urgent yang mempunyai tujuan terentu, seperti yang dijelaskan dalam UndangUndang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 3 bahwa, “Tujuan Pendidikan Nasioanl adalah untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tujan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan ini sangat sesuai dengan firah manusia, salah satu beragama. Dengan demikian pendidikan sangatlah penting bagi manusia, terutama pendidikan agama.
39
b. Tujuan Pendidikan Agama Sesuai dengan pembahasan di atas, maka tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia adalah mempunyai tujuan yang parallel dengan tujuan pendidikan nasional di samping juga mempunyai yang parallel dengan tujuan instutisional sesuai dengan tingkat atau jenjangdari sekolah-sekolah mulai SD sampai dengan perguruan tinggi baik negeri maupuun swasta. Tujuan pendidikan agama di lembaga-lembaga pendidikan formal di Indonesia ini dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
1) Tujuan Umum Tujuan umum pendidikan agama ialah membimbing anak agar mereka menjadi orang muslim yang sejati, beriman, teguh, beramal soleh, dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama, dan Negara. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT, QS. Adz-Dzariyat: 56, yang berbunyi:
﴾۵۶ ﴿ﺍﻟﺬﺍﺮﻴﺎﺖ׃ “Aku tidak menjadikan jin dan manusia kecuali agar mereka itu beribadah kepada-Ku”. (QS. Al-Dzariyat: 56)
Di samping beribadah kepada Allah SWT, maka setiap muslim di
dunia ini harus mempunyai
cita-cita untuk
dapat
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Seperti ini disebutkan dalam QS. Al-Baqarah : 201, yang berbunyi :
﴾۲۰١ﻟﺒﻘﺮﺓ׃١﴿
40
“Di antara mereka ada yang berkata, Ya Tuhan kami berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan periharalah kami dari siksa neraka”. (Al-Baqarah: 102).
Tujuan umum pendidikan agama tersebut dengan sendirinya tidak akan dicapai dalam waktu sekligus tetapi membutuhkan proses yang panjang dengan tahap-tahap tertentu: dan setiap tahap-tahap yang dilalui itu juga mempunyai tujuan tertentu yang disebut tujuan khusus.
2) Tujuan Khusus Tujuan khusus pendidikan agama ialah tujuan pendidikan agama pada setiap tahap atau tingkat yang dilalui seperti: tujuan pendidkan agama untuk SD berbeda dengan tujuan pendidikan agama unuk sekolah menengah, dan berbeda pula untuk perguruan tinggi.
4. Alat-Alat Pendidikan. Adapun yang dimaksud dengan alat pendidikan ialah segala sesuatu yang dipergunakan dalam usaha untuk mencapai tujuan daripada pendidikan. Dengan demikian yang dimaksud alat pendidikan agama ialah segala sesuatu yang dipakai dalam mencapai tujuan pendidikan agama. a. Pertimbangan Dalam Pemilihan Alat Pendidikan Agama. Dalam memilih alat-alat pendidikan agama, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan antara lain: 1. Dalam memilih alat hendaknya sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. 2. Pribadi dari guru yang menggunakan alat pendidikan itu ikut menjiwainya. 3. Dalam
pemilihan
alat-alat
pendidikan
agama
haruslah
disesuaikan dengan kondisi daripada anak-anak yang dihadapi,
41
sehingga dengan demikian alat-alat pendidikan yang dipilih itu betul-betul akan dapat mempermudah anak-anak untuk menerima pelajaran, bahkan sebaliknya, memperlambat tercapainya tujuan. 4. Dalam memilih alat pendidikan yang hendak dipergunakan, hendaknya guru terlebih dahulu mengetahui bagaimana cara-cara penggunaan alat-alat tersebut, sehingga dengan demikian dapat memperlancar jalannya pengajaran.
b. Macam-Macam Alat Pendidikan Agama. Alat-alat pendidikan yang dapat dipergunakan dalam pelaksanaan pendidikan agama itu cukup banyak karena dalam uraian ini akan dikelompokkan menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. Alat Pengajaran Agama. Dalam melaksanakan pengajaran agama, dibutuhkan adanya alat-alat pengajaran. Alat-alat pengajaran agama tersebut dapat dibedakan menjadi beberapa macam, antara lain: a. Alat Pengajaran Klasik. Yakni alat-alat pengajaran yang dipergunakan oleh guru bersama-sama dengan murid. Contohnya papan tulis, kapur, tempat sholat, dan lain sebagainya. b. Alat Pengakaran Individual. Yakni alat-alat yang dimiliki oleh masing-masing murid dan guru. Contohnya alat-alat tulis, buku pelajaran, buku pegangan, dan lain sebagainya. c. Alat Peraga Yakni alat peraga yang dipergunakan untuk memperjelas gambaran yang konkrit tentang hal-hal yang diajarkannya. Alat peraga dalam pendidikan agama dan pengajaran gama adalah sangat penting, karena dengan demikian anak-anak akan lebih jelas dan paham materi yang diajarkan. Alat peraga itu dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
42
1. Alat peraga yang langsung, yakni dengan menunjukkan secara langsung materi yang diajarkan. 2. Alat peraga yang tidak langsung, yakni bilamana yang diperlihatkan kepada murid-murid itu bukan benda yang sesungguhnya, melainkan hanya tiruan. d. Dengan adanya perkembangan teknologi modern pada abad ini, maka mengakibatkan timbulnya alat-alat modern yang bisa dipergunakan dalam bidang pendidikan antara lain: 1. Visual-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diterapkan melalui indera penglihatan, contohnya gambar-gambar yang diproyeksikan, gambar-gambar yang ada dipapan tulis, shcenada dan lain-lain. 2. Audio-aids, yakni alat-alat pendidikan yang diserap melalui indera pendengaran, contohnya radio, tape recorder, dan lain-lainya. 3. Audio-visual, yakni alat-alat pendidikan yang diserap dengan penglihatan dan pendengaran, contohnya televisi, film, slide, dan lain-lainya.
2. Alat Pendidikan Agama Yang Langsung. Ialah dengan menanamkan pengaruh yang positif kepada anak-anak, dengan memberikan contoh tauladan, memberikan nasihat-nasihat perintah-perintah, berbuat amal saleh, melatih, dan membiasakan suatu amalan dan sebagainya. Termasuk alat pendidikan
agama
yang
langsung
juga
ialah
dengan
menggunakan emosi dan dramatisasi dalam menerangkan masalah agama, agama ialah lebih menyangkut perasaan.
3. Alat Pendidikan Agama Yang Tidak Langsung. Ialah yang bersifat kuratif, agar dengan demikian anakanak menyadari perbuatannya yang salah, dan berusaha
43
memperbaikinya, seperti apa yang diterangkan dalam hadits Nabi SAW:
ﻤُﺮُﻮْﺍ ﺍَﻮْﻻَ ﺪَ ﻜُﻢْ ﺒِﺎ ﻠﺼﱠﻼَﺓِ ﻮَﻫُﻢْ ﺍَﺒْﻨَﺎﺀُ ﺴَﺒْﻊِ ﺴِﻨِﻴْﻦَ ﻮَﺍﻀْﺮِ ﺒُﻮْ ﻫُﻢْ ﻋَﻠَﻴْﻬَﺎ ﴾ﻮَ ﻫُﻢْ ﺍَﺒْﻨَﺎﺀُ ﻋَﺸْﺭٍ ﻮَ ﻔَﺭﱢ ﻘُﻮْﺍﺒَﻴْﻨَﻬُﻢْ ﻔِﻰ ﺍﻠْﻤَﻀَﺎ ﺠِﻊ ِ﴿ﺍﻠﺤﺪﻴﺚ “Suruhlah anak-anakmu untuk menjalankan ibadah sholat bilamana sudah berusia 7 tahun, dan apabila sudah berusia 10 tahun pukullah ia (bila tidak mau melakukan sholat tersebut) dan pisahkanlah tempat tidurnya”.
Dari hadits itu dapat diambil kesimpulan bahwa bila anak berusia 10 tahun belum mau melakukan sholat diberikan hukuman, agar dengan hukuman tersebut anak-anak menjadi sadar. Berarti hukuman dapat dijadikan sebagai alat untuk mendidik agama.
4. Lingkungan. Ialah mempunyai peranan yang sangat penting terhadap berhasil atau tidaknya pendidikan agama. Karena perkembangan jiwa anak itu sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungannya. Lingkungan dapat memberikan pengaruh yang positif maupun negatif terhadap pertumbuhan jiwanya, dalam sikapnya, dalam akhlaknya, maupun dalam perasaan agamanya. Pengaruh tersebut terutama datang dari teman-teman sebayanya dan dari masyarakat sekitarnya. Lingkungan hidup anak itu akan memberikan pengaruh yang besar terhadap pembentukkan akhlak dan pembentukkan pribadinya. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh yang positif dan negatif, sesuai dengan keadaan yang ada dalam lingkungan anak. Pengaruh lingkungan apa dikatakan positif, bilamana lingkungan itu dapat memberikan dorongan atau dapat memberikan motivasi dan rangsangan kepada anak untuk berbuat hal-hal yang baik. Sebaliknya pengaruh lingkungan dapat
44
dikatakan negatif, bilamana keadaan sekitarnya anak itu tidak memberikan pengaruh yang baik. Karena itu berhasil atau tidaknya pendidikan agama di sekolah, juga banyak ditentukan oleh keadaan lingkungan daripada anak didik.22
C. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi Belajar Prestasi belajar terdiri dari dua kata yaitu prestasi dan belajar. Untuk memudahkan dalam memahaminya, maka akan diuraikan secara satu persatu apa itu prestasi dan belajar. Dalam Kamus Besar Indonesia yang dimaksud prestasi adalah hasil kerja yang keadaanya sangat kompleks. Dengan demikian prestasi adalah hasil usaha yang telah dilakukan seseorang setelah melakukan sesuatu pekerjaan atau perbuatan. Prestasi merupakan indikator bagi berkualitas atau tidaknya sebuah proses pendidikan. Dengan prestasi yang dicapai anak didik, guru dapat dengan mudah mengetahui secara jelas proses pembelajaran yang dilakukannya. Hal ini menunjukkan pentingnya sebuah evaluasi terhadap belajar anak didik sehingga kualitas pembelajarannya terkontrol secara maksimal. Kata “prestasi” sendiri berasal dari Bahasa Belanda yaitu prestatie, kata ini dalam Bahasa Indonesia berarti “hasil usaha”23. Dengan kata lain, prestasi merupakan sebuah akhir dari proses pencapaian sebuah tujuan. Dengan demikian, prestasi merupakan hasil yang telah dicapai dari yang telah dilakukan. Dalam
penyelenggaraan
pendidikan
di
sekolah,
proses
kegiatan
pembelajaran merupakan kegiatan yang paling pokok mengingat berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan pendidikan tergantung pada proses pembelajaran yang dilalui siswa. Oleh karena itu, prestasi erat kaitanya dengan belajar sehingga belajar dapat dikatakan sebuah perubahan tingkah laku. Surmardi Suryabrata mengatakan bahwa prestasi belajar mempunyai dua pengertian, yaitu: 22
Dra. H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya : Usaha Nasional , 1983, hlm 32-56. 23 Depdikbud,… hlm 538.
45
1) Penguasaan kecakapan yang diusahakan secara sengaja dalam proses belajar tertentu. 2) Perbedaan antara kecakapan pada awal dan akhir proses belajar mengajar.24 Sedangkan Nana Sudjana mengatakan bahwa prestasi belajar adalah seperangkat nilai-nilai yang diperoleh peserta didik melalui evaluasi yang didapat dalam bentuk kognitif.25 Oleh karena itu, Nana Sudjana mengutip pendapat Harbart tentang teori tanggapannya mengatakan bahwa seseorang disebut pandai apabila orang tersebut mempunyai tanggapan sebanyak-banyaknya, berulang-ulang dan sejelas-jelasnya. Dengan demikian inti belajar adalah ulangan.
26
Melihat fakta di atas, maka prestasi belajar merupakan hasil dari pengukuran serta penilaian hasil belajar. Dengan kata lain, prestasi belajar merupakan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran tertentu yang diperoleh dari hasil tes belajar yang dinyatakan dalam bentuk skor setelah siswa mengikuti kegiatan belajar. Biasanya prestasi dinyatakan dalam bentuk angka, huruf maupun kalimat dan terdapat pada tiap-tiap periode tertentu.27 Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar adalah suatu hasil yang telah dicapai setelah melakukan suatu pekerjaan atau kegiatan belajar mengajar. Prestasi belajar merupakan hal yang bersifat perennial dalam sejarah kehidupan manusia karena sepanjang kehidupanna manusia selalu mengejar prestasi menurut bidang dan kemampuan masing-masing. Prestai belajar dapat memberikan kepuasan tertentu pula pada manusia, khususnya manusia yang berada pada bangku sekolah.
2. Indikator Prestasi Belajar 24
Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; Rake Press, 1975, cet, ke-2,
hlm 354. 25
Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988, hlm 50-
51. 26
Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi UNPAD, 1989, hlm 26. 27 Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT Bina Aksara, 1997, hlm 43.
46
Adapun
indikator
dari
prestasi
belajar
pada
prinsipnya
adalah
pengungkapan segala hasil belajar yang meliputi segenap ranah psokologis yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa. Namun pengungkapan perubahan tingkah laku seluruh ranah sangat sulit karena perubahan hasil belajar ada yang bersifat intangible (tidak apat diraba). Oleh karenanya guru hanya dapat mengambil cuplikan perubahan tingkah laku yang dianggap penting dan dapat mencerminkan perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar siswa, baik yang berdimensi cipta (kognitif), rasa (afektif), dan karsa (psikomotorik). Aspek prestasi yang mencakup kepada kognitif meliputi pengamatan, ingatan, pemahaman, penerapan, analisis, dan sintesis. Sedangkan afektif meliputi penerimaan, sambutan, apresiasi, internalisasai, dan karakterisasi. Dan untuk psikomotorik keterampilan bergerak dan berindak serta kecakapan ekspresi verbal dan non-verbal. H.Y. Waluyo mengutip pendapat Bloom mengemukakan 3 jenis prestasi belajar, diantaranya adalah sebagai berikut: 1) Prestasi belajar kognitif, yaitu prestasi belajar yang memerlukan kegiatan berfikir, meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis dan evaluasi. 2) Prestasi belajar afektif, yaitu prestasi belajar yang berhubungan dengan perasaan dan kehendak seseorang yang berupa minat apresiasi, sikap nilai, dan kebiasaan siswa. 3) Prestasi belajar psikomotorik, yaitu prestasi belajar yang berhubungan dengan keterampilan seseorang yang bersifat fisik.28
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar murid tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhi belajar murid itu sendiri. Hasil belajar itu dipengaruhi 28
oleh
pengalaman
subjek
belajar
dengan
dunia
fisik
dan
H.Y. Waluyo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta: Karunika UT, 1987, cet, ke-1, hlm 24.
47
lingkungannya. Hasil belajar seseorang tergantung pada apa yang diketahui subjek belajar, tujuan, motivasi, proses interaksi dengan bahan yang telah dipelajari. Keberhasilan siswa dalam belajar dipengaruhi oleh beberapa faktor, akan tetapi faktor-faktor tersebut dapat digolongkan menjadi tiga faktor, yaitu:
4. Faktor Internal, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa. Sekalipun banyak faktor atau rangsangan dari faktor eksternal yang mendorong individu belajar, keberhasilan belajar itu akan ditentukan oleh faktor belajar (internal) beserta usaha yang dilakukannya. Brata mengklarifikasikan faktor internal yang mencakup: a) Faktor Fisiologis Kondisi umum jasmani dan tonus (tagangan otot) yang menandai tingkat kebugaran organ-organ tubuh dan sendisendinya, dapat mempengaruhi semangat dan intensitas dalam mengikui pelajaran. Untuk mempertahankan tonus jasmani agar tetap bugar, sangat dianjurkan mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi. Selain itu, dianjurkan memilih pola istirahat dan olahraga ringan yang sedapat mungkin terjadwal secara tetap dan berkesinambungan. Kondisi organ-organ khusus seperti tingkat kesehatan indera pendengaran dan penglihatan. Kesehatan jasmani dan rohani sangat besar pengaruhnya terhadap kemampuan belajar. Bila siswa selalu sakit, dapat mengakibatkan siswa tidak bergairah dalam belajar. Dengan demikianlah pula halnya jika kesehatan rohani (jiwa) kurang baik, misalnya; mengalami gangguan pikiran, perasaan kecewa karena konflik dengan orang tua, ini dapat menggangu atau mengurangi semangat belajar. Karena itu, orang tua harus memeliharan kesehatan anaknya, sebab apabila anak baik kesehatannya (jasmani maupun rohani) mereka akan semangat dalam belajar.
48
b) Faktor Psikologis. Faktor yang bersifat bawaan maupun yang diperoleh sepeti minat, bakat, intelegensi, motivasi, dan kemampuan kognitif seperti kemampuan persepsi, ingatan berpikir dan kemapuan dasar bahan pengetahuan (bahan appersepsi) yang dimiliki siswa, yaitu: Faktor intelektif, yang meliputi: faktor potensial, yaitu kecerdasan dan bakat. Faktor ketetapan nyata, yaitu prestasi yang dimiliki. Faktor non-intelektif, unsur-unsur kepribadian tertentu seperti: sikap, kebiasaan, minat, kebutuhan, motivasi, emosi, dan penyesuaian diri.29 Intelegensi Intelegensi dapat diartikan sebagai kemampuan psiko-fisik untuk mereaksi rangsangan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan cara yang cepat. Kepandaian disebut juga kecakapan, dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu: Kepandaian nyata yang dapat dilihat atau diketahui dari nilai prestasi belajar di sekolah. Kepandaian inilah yang kerap kali dilihat oleh orang tua, masyarakat bahkan guru karena memang mudah dikenali dan Kepandaian potensial atau bakat. Kepandaian ini mudah dikenali dengan pengamatan dan test khusus. Para ahli psikologi dapat diminta bantuannya untuk mengenali kepandaian potensial ini. Tingkat kecerdesan (intelegensi) siswa tak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses.30
Sikap Sikap adalah gejala yang internal yang berdimensi afektif berupa kecenderungan untuk mereaksi atau merespons dengan cara 29 30
2, hlm 22.
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet-ke 1, hlm 60. Hasbullah Thabarany, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT raja Grafindo, 1995, cet-ke
49
yang realatif. Tetap terhadap objek orang, barang dan sebagainya secara positif maupun negatif.31 Menurut Bruna, sikap adalah kecenderungan yang relatif menetap untuk bereaksi dengan baik atau buruk terhadap orang atau barang tertentu.32 Pernyataan di atas menunjukkan bahwa, pada prinsipnya sikap adalah kecenderungan individu untuk bertindak dengan cara tertentu. Perwujudan perilaku belajar siswa akan ditandai dengan munculnya kecenderungan-kecenderungan baru yang telah berubah (lebih maju dan lugas) terhadap suatu objek, tata nilai, peristiwa dan sebagainya.
Bakat Menurut Chaplin dan Rebber, bakat (aptitude) adalah kemampuan potensial yang dimiliki oleh seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan datang.33 Menurut Hilgard, bakat adalah kemampuan belajar. Kemampuan itu baru akan terealisasi menjadi kecakapan yang nyata sesudah belajar atau berlatih. Oleh karena itu, bakat siswa harus dikembangkan atau diwujudkan dan dilatih dngan baik sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Siswa yang berbakat dalam bidang studi tertentu, akan lebih mudah memahami bidang studi tersebut. Dengan demikian, bakat itu dapat mempengaruhi belajar siswa, seharusnya berkenaan dengan keberhasilan prestasi belajar siswa itu sendiri.
31
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, cet-ke 7, hlm 150-152. 32 Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005, cet-ke 1, hlm 89. 33 Muhibbin Syah,… hlm 135.
50
Minat Menurut Slameto, bahwa minat adalah kecenderungan memetap untuk memperhatikan dan mengenal beberapa kegiatan.34 Minat besar pengaruhnya terhadap belajar, karena bila bahan pelajaran yang dipelajarinya tidak sesuai minat anak, maka hasil belajarnya pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Untuk mengembangkan minat siswa, maka siswa itu sendiri harus berusaha mencintai setiap bahan yang diberikan. Dengan demikian, siswa diharapkan dapat menangkap semua bahan pelajaran tersebut dengan baik. Minat mempunyai peranan yang penting dan mempunyai dampak yang besar atas perilaku dan sikap. Minat menjadi sumber motivasi yang kuat untuk belajar. Siswa yang berminat terhadap sebuah kegiatan akan berusaha lebih keras unuk belajar dibandingkan dengan siswa yang kurang berminat. Dengan demikian tinggi rendahnya minat belajar siswa akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai oleh siswa.
Motivasi Motivasi adalah usaha dari pihak luar dalam hal ini adalah guru untuk mendorong, mengaktifkan dan menggerakkan peserta didiknya secara sadar untuk terlibat secara aktif dalam proses belajar mengajar.35 Motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut/mendorong orang untuk memenuhi suatu kebutuhan.36 Menurut MC. Donal, motivasi adalah perubahan energi dalam diri seseorang yang ditandai
34
Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2003, cet-ke 4, hlm 57. 35 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, cet-ke 4, hlm 92-93. 36 Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet-ke 1, hlm 129.
51
dengan munculnya “feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.37 Motivasi itu sebagai sesuatu yang kompleks. Motivasi akan menyebabkan terjadinya suatu perubahan energi yang ada pada diri manusia, sehingga akan bergayut dengan persoalan gejala kejiwaan, perasaan dan juga emosi, untuk kemudian bertindak atau melakukan sesuatu. Semua ini didorong karena adanya tujuan, kebutuhan atau keinginan. c) Faktor Lingkungan Spiritual atau Keamanan Dan sekian banyak faktor yang mempengaruhi belajar, dapat digolongkan menjadi 3 macam, yaitu: 1) Faktor-faktor Stimulus Belajar, yaitu a. Panjangnya bahan pelajaran. b. Kesulitan bahan pelajaran. c. Berartinya bahan pelajaran. d. Berat ringannya tugas. e. Suasana lingkungan eksternal. 2) Faktor-faktor Metode Belajar, yaitu a. Kegiatan berlatih atau praktek. b. Over learning dan riil. c. Resitasis selama belajar. d. Pengenalan tentang hasil belajar. e. Belajar dengan keseluruhan dan dengan bagian-bagian. f. Penggunaan modalitas indera. g. Bimbingan dalam belajar. h. Kondisi-konsidi intensif. 3) Faktor-faktor Individual, yaiu a. Kematangan. b. Faktor usia kronologis. 37
Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008, Ed I, hlm 73.
52
c. Faktor perbedaan jenis kelamin. d. Pengalaman sebelumnya. e. Kapasitas mental. f. Kondisi kesehatan jasmani. g. Kondisi kesehatan rohani. h. Motivasi.38 5. Faktor Eksternal, yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, yakni kondisi lingkungan di sekitar siswa. Yang tergolong faktor eksternal adalah: 1. Lingkungan Keluarga Keluarga adalah unit sosial paling kecil dalam masyarakat yang peranannya besar sekali terhadap perkembangan sosial, terlebih pada awal-awal
perkembangannya
yang
perkembangan kepribadian selanjutnya.
menjadi
landasan
bagi
39
Keluarga disebut sebagai lingkungan pertama karena dalam keluarga inilah anak pertama kalinya mendapatkan pendidikan dan bimbingan. Dan keluarga disebut sebagai lingkungan pendidikan yang utama karena sebagian besar hidup anak berada dalam keluarga, maka pendidikan yang paling banyak diterima oleh anak adalah di dalam keluarga. Selain itu agar pelaksanaan pendidikan di lingkungan keluarga dapat berhasil sebagaimana yang diharapkan ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang tua: a) Usaha terciptanya suasana yang baik dan harmonis dalam lingkungan keluarga. b) Tiap-tiap anggota keluarga harus berpegang pada hak dan tugas kewajibannya masing-masing.
38
Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2004, cet-ke 2, hlm 138-147. 39 Singgih P. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih P. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 2001, cet-ke 6, hlm 185.
53
c) Orang tua dan orang dewasa lain dalam keluarga harus mengetahui dan memahami tabiat dan sifat-sifat anak. d) Hindari segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan atau perkembangan jiwa anak. e) Biarkan anak bermain dan bergaul dengan teman-teman sebayanya di lingkungan keluarganya.40 2. Lingkungan Sekolah Faktor-faktor sekolah yang dapat mempengaruhi proses belajar anak adalah kurikulum, keadaan gedung, waktu sekolah, alat pelajaran, metode mengajar, hubungan antara guru dengan siswa, dan hubungan antara siswa dengan siswa.41 Lingkungan sekolah juga memegang peranan
penting
bagi
perkembangan
belajar
pada
siswanya.
Lingkungan ini meliputi lingkungan fisik sekolah seperti lingkungan kampus, sarana dan prasarana yang ada, sumber-sumber belajar, media belajar dan sebagainya. 3. Lingkungan Masyarakat Pergaulan di lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi prestasi belajar. Anak yang bergaul dengan teman yang tidak baik, selalu bermalas-malas di dalam belajar, dan waktunya banyak dipergunakan untuk bermain, maka anak itu akan terpengaruh oleh temannya, sehingga prestasi belajarnya kurang optimal. Lingkungan masyarakat dimana siswa atau individu berada juga terpengaruh terhadap semangat dan aktivitas belajarnya. Lingkungan masyarakat dimana warganya memiliki latar belakang pendidikan yang cukup, terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan sumber-sumber belajar di dalamnya akan memberikan pengaruh yang positif terhadap semangat dan perkembangan belajar generasi mudanya.42 40
Alisuf Sabri,… hlm 26. M. Sobry Sutikno, Sukses Belajar dan Mendidik Anak, Mataram: NTP. Press, 2007, cet-ke 2, hlm 21. 42 Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, cet-ke 4, hlm 164. 41
54
Slameto
mengemukakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi belajar digolongkan menjadi 2 golongan yaitu, faktor intern dan faktor ekstern. Faktor intern faktor yang ada dalam diri individu yang sedang belajar, sedangkan faktor ekstern adalah faktor yang ada di luar individu. Faktor-faktor intern dari dalam diri peserta didik meliputi: 1. Faktor jasmani yaitu faktor kesehatan atau cacat tubuh. 2. Faktor psikologis yaitu integensi, perhatian, minat, bakat, motif, dan kematangan dan kesiapan. 3. Faktor kelelahan. Sedangkan faktor ekstern yang berasal dari luar diri peserta didik meliputi: a. Faktor dari keluarga, yaitu berupa cara orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana rumah, keadaan ekonomi keluarga, pengertian dari orang tua dan latar belakang kebudayaan. b. Faktor dari sekolah, yaitu mencakup metode mengajar, kurikulum, hubungan guru dengan siswa, hubungan siswa dengan siswa, disiplin sekolah, alat pelajaran, waktu sekolah dan keadaan gedung. c. Faktor masyarakat, yaitu mencakup kegiatan siswa dalam masyarakat, mass media, teman bergaul dan bentuk kehidupan masyarakat.43 4.
Usaha-Usaha Peningkatan Prestasi Belajar Berhasil atau tidaknya peserta didik belajar sebagian besar terletak pada
usaha dan kegiatanmu sendiri, disamping faktor kemauan, minat, kemauan, tekad untuk sukses dan cita-cita tinggi yang mendukung setiap usaha dan kegiatannya. Peserta didik akan berhasil kalau berusaha semaksimal mungkin dengan cara belajar yang efisien sehingga mempertinggi prestasi hasil belajar mereka.
43
Slameto,… hlm 54.
55
Hasil belajar tergantung pula pada cara-cara belajar yang dipergunakan, oleh karena itu dengan mempergunakan cara belajar yang efisien akan meningkatkan hasil belajar yang memuaskan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa, antara lain keadaan jasmani, keadaan sosial emosional, lingkungan, memulai pelajaran, membagi pekerjaan, sikap yang optimis serta cara menggunakan waktu cara efisien. Adapun usaha yang dilakukan untuk meningkatkan prestasi belajar siswa, antara lain: a. Membangkitkan motivasi belajar siswa Motivasi merupakan salah satu faktor untuk menentukan keefektifan pembelajaran. Menurun M. Alisuf Sabri motivasi adalah segala sesuatu yang menjadi pendorong timbulnya suatu tingkah laku.44 Motivasi sangatlah berpengaruh dalam proses pembelajaran, dengan motivasi inilah siswa menjadi tekun dalam belajar dan dengan motivasi itulah kualitas hasil belajar siswa dapat diwujudkan. Siswa yang mempunyai motivasi yang tinggi, pasti akan tekun dan berhasil belajarnya. Hal ini disebabkan karena ada tiga fungsi motivasi menurut S. Nasution, yaitu: mendorong manusia untuk bergerak, menentukan arah perbuatannya, serta menyeleksi perbuatannya, sehingga perbuatan siswa senantiasa selaras dengan tujuan belajar yang akan dicapainya.45 Dengan demikian semakin tinggi motivasi belajar siswa terhadap suatu pelajaran, maka akan tinggi pula prestasi belajar yang dicapai. Untuk itu guru selaku pengajar dan pendidik harus dapat membangkitkan motivasi siswa-siswanya agar tercapai hasil belajar yang memuaskan. Menurut Moh. Uzer Usman ada beberapa cara membangkitkan motivasi, yaitu:
44
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet-ke 2, hlm 85. 45 S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet-ke 1,hlm 76-77.
56
1. Mengadakan kompetensi (persaingan) terhadap para siswa guna meningkatkan prestasi belajarnya. 2. Pace making (membuat tujuan sementara atau dekat). 3. Mengadakan penilaian atau tes.46 b. Meningkatkan disiplin belajar siswa Pada hakikatnya disiplin adalah pengendalian perilaku dan pengendalian diri. Apabila seorang siswa dapat mengendalikan dirinya dan perilakunya sehari-harinya baik di rumah, sekolah maupun lingkungan sekitarnya maka ia telah mendisiplinkan diri. Ketika siswa sudah memiliki kedisiplinan baik hal itu yang berasal dari dirinya maupun atas dorongan orang lain, maka segala sesuatu yang dikerjakan akan menjadi maksimal. Siswa yang berdisiplin di sekolah dengan selalu masuk tepat pada waktunya.tidak pernah membolos, selalu memperhatikan keterangan guru di kelas, rajin mengerjakan tugas yang diberikan guru, maka pada akhirnya ia akan mendapatkan prestasi yang baik dalam belajarnya. Untuk itu pihak sekolah harus memperhatikan kebutuhan siswa untuk mencapai tujuan belajar, diantaranya dengan selalu menekan disiplin pada siswa. Contohnya siswa yang terlambat atau membolos maka akan dikenakan hukuman. Dengan adanya hukuman ini maka siswa tersebut akan terdorong untuk tidak melanggar peraturan dan berusaha selalu untuk menjalani proses belajar mengajar dengan sebaik-baiknya dan pada akhirnya akan memperoleh prestasi yang baik. Di samping itu, disiplin belajar siswa tidak akan berjalan kalau guru yang mengajar pun tidak berdisiplin. Untuk itu guru harus memberikan teladan yang baik kepada siswanya guna meningkatkan kedisiplinan belajar siswa.
46
Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, cet-ke 7, hlm 29-30.
57
D. Kerangka Berpikir Kooperatif digunakan dalam pembelajaran di kelas dengan menciptakan anggota atau kelompok itu sendiri. Keberhasilan kelompok mencapai tujuan karena tergantung pada kerja sama yang kompak dan serasi dalam kelompok. Kooperatif bagi guru merupakan pengembangan kurikulum dalam hal akademik, individu maupun sosial. Pendidikan agama Islam yaitu pendidikan dengan melalui ajaran-ajaran agama Islam berupa bimbingan terhadap peserta didik agar dapat mengamalkan dan memahami ajaran-ajaran agama Islam. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam bidang pendidikan di Indonesia yang juga banyak diperbincangkan adalah bahwa pendekatan dalam pembelajaran masih terlalu didominasi oleh peran guru. Guru lebih banyak menempatkan peran siswa sebagai objek dan bukan sebagai subjek didik. Ada persepsi umum yang sudah mengakar dalam dunia pendidikan. Yakni menganggap bahwa tugas guru adalah mengajar dan menuntut siswa dengan muatan-muatan informasi dan pengetahuan sebanyak mungkin. Guru dipandang oleh siswa sebagai orang yang maha tahu dan sumber informasi. Lebih celaka lagi adalah siswa belajar dalam situasi yang sarat beban dan menakutkan karena dibayangi oleh tuntutan-tuntutan mengejar nilai-nilai tes dan ujian yang tinggi. Untuk meningkatkan hasil belajar pendidikan agama Islam siswa, guru harus dapat memilih dan menyajikan strategi dan pendekatan belajar yang lebih efektif. Salah satunya adalah dengan pendekatan pembelajaran kooperatif.
E. Pengajuan Hipotesa Seperti telah disampaikan di atas bahwa penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungannya pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam terhadap prestasi siswa di SDN Rempoa II. Sehingga hipotesa peneitian yang diajukan adalah sebagai berikut: Ha: Terdapat hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II. Ho: Tidak terdapat hubungan pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam dengan prestasi siswa di SDN Rempoa II.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Variabel Penelitian Variabel adalah gejala yang bervariasi yang menjadi objek penelitian. Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yang pertama disebut variabel pengaruh atau variabel antiseden yaitu peran pembelajaran kooperatif pendidikan agama Islam, dan variable yang kedua disebut variabel terpengaruh atau variabel konsekuensi, yaitu prestasi siswa. Sebagaimana diketahui bahwa pelajaranpelajaran pendidikan agama di sekolah meliputi bidang kemampuan dasar dengan tujuan agar anak didik mampu menghubungkan pengetahuan yang sudah diterima dan diketahui dengan pengetahuan yang diperoleh. Hasil belajar agama Islam diartikan sebagai skor yang diperoleh tes mata pelajaran agama Islam yang diberikan melalui hasil semester yang sekaligus digunakan untuk penelitian ini. B. Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di SDN Rempoa
II, yang lokasinya di jalan
Wijaya Kusuma I Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur. Proses penelitian dilaksanakan secara bertahap mulai dari perencanaan dan persiapan instrumen, uji coba instrumen yang dilajutkan dengan pengumpulan data lapangan sebagai kegiatan inti penelitian, rentang waktu yang dibutuhkan secara keseluruhan selama dua bulan, mulai dari awal September sampai akhir Oktober 2010.
58
59
C. Populasi Dan Sampel Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri dari atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti. Adapun populasi yang peneliti rujuk adalah kelas V 2009/2010 di SDN Rempoa II, Ciputat. Popilasi terjangkau jumlah seluruh siswa kelas V sebanyak 60 orang. Sedangkan yang dimaksud sampel adalah bagian dari populasi yang dijadikan objek penelitian. Dalam penelitian ini sampel diambil dengan sistem random sampling dalam bentuk undian sebanyak 50 %. Sehingga sampel yang dijadikan penelitian ini adalah 30 orang siswa SDN Rempoa II. D. Metode Penelitian Penggunaan metodologi di sini dimaksudkan untuk menentukan data yang valid, akurat, dan signifikan dengan permasalahan sehingga dapat digunakan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa, maka penulis dalam penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif yakni penulis mengumpukan data-data yang diperlukan kemudian memberikan gambaran mengenai data tersebut yang kemudian disimpulkan. Adapun teknik penulisan karya ilmiah ini, penulis berpedoman pada buku “Pedoman Penulisan Skripsi” yang diterbitkan oleh Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIn Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007. E. Instrumen Pengumpulan Data Instrumen atau alat pengumpulan data adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam suatu penelitian. Dan instrument dalam penelitian dalam bentuk non tes yaitu menggunakan wawancara dan angket. Instrumen non tes dalam bentuk wawancara yakni cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan Tanya-jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan. dalam wawancara ini terdapat pertanyaan-pertanyaan mengenai seputar sekolah dan masalah yang berhubungan dengan penelitian ini. metode ini
60
digunakan untuk melengkapi data yang dianggap perlu sehingga lebih meyakinkan data yang diperoleh dari sumber lainnya. Kemudian angket ini dalam bentuk quesioner yang diperuntukkan kepada siswa, untuk mendapatkan informasi mengenai sikap siswa terhadap pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Adapun kisi-kisi angket dan pedoman wawancara adalah sebagai berikut: Table 1. Kisi-kisi Instrumen Angket Variabel Pembelajaran Kooperatif
Dimensi 1. Saling ketergantunga n positif
No.
∑
Item
Item
1. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya.
1
1
2. Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama
2
1
3
1
4,5
2
6,7
2
3. Siswa dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
8
1
4. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mendorong
9
1
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif.
10,11
2
2. Siswa dapat mendengarkan dengan aktif apa yang
12,13
2
14,15
3
Indikator
dengan siswa yang lainnya. 3. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mengurangi kecemasan siswa untuk meraih nilai yang bagus.
2. Tanggung jawab
1. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjkan tugas yang diberikan oleh guru. 2. Siswa dapat mengambil giliran dan berbagi tugas dalam diskusi belajar dalam kelas.
partisipasi siswa dalam kelas.
3. Komunikasi antar anggota
disampaikan oleh guru dalam belajar.. 3. Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai perbedaan.
,16
61
4. siswa dapat meningkatkan motivasi, dan harga diri ketika
17,18
2
19
1
20,21
2
22,23
2
24
1
25
1
berdiskusi dalam kelas. 5. Siswa dapat mengenal satu sama lain dalam berdiskusi di dalam kelas ketika belajar.
4. Evaluasi proses kelompok
1. Guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap individu yang bisa menjawab pertanyaan. 2. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik. 3. Siswa dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam kelas. 4. Dengan adanya bimbingan belajar di sekolah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam kelas.
5. Prestasi
1. Nilai raport semester ganjil 2009/2010 kelas V
belajar
PEDOMAN WAWANCARA Pedoman wawancara ini adalah untuk melakukan wawancara kepada Guru Pendidikan Agama Islam mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Pembelajaran Kooperatif dalam Prestasi Siswa pada Pendidikan Agama Islam di SDN Rempoa II. Pembelajaran Kooperatif: 1. Sikap siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam. 2. Penerapan pembelajaran kooperatif dalam Pendidikan Agama Islam. 3. Respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif atau kelompok. 4. Efektifitas pembelajaran kooperatif. 5. Hasil belajar dari pembelajaran kooperatif.
62
F. Teknik Pengumpulan Data Untuk pengumpulan data yang akurat dalam penyusunn skripsi ini penulis menggunakan tehnik pengumpulan data sebagai berikut: 1. Observasi Dalam hal ini penulis mengunjungi langsung SDN Rempoa II untuk mengamati secara langsung kondisi sekolah, guru, karyawan, sarana dan prasarana. 2. Studi Dokumentasi Penulis mengumpulan data-data mengenai hasil belajar siswa dari dokumen-dokumen yang ada, antara lain rapot dan leger. 3. Angket Penulis menyebar angket pada siswa yang dijadikan sampel dalam penelitian ini, untuk memperoleh data tentang pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi siswa, baik pembelajaran kooperatif yang berupa saling ketergantungan positif, tanggung jawab, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Angket tersebut, disusun dengan 4 alternatif jawaban, yang terdiri dari selalu, sering, kadang-kadang, dan tidak pernah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat sebagai berikut: Table 2. Penetapan Skor Skala Pembelajaran Kooperatif Pernyataan
Selalu
Sering
Kadang-kadang
Tidak pernah
Positif
4
3
2
1
G. Teknik Pengolahan Data Dan Analisis Data 1. Data yang terkumpul selanjutnya diolah, dianalisis untuk mengumpulkan pokok masalah yang diteliti, sehingga dapat diperoleh kesimpulan. 2. Dalam menganalisis data digunakan tehnik deskriptif analisis yaitu memberi uraian, memberikan gambaran dan menganalisis data yang ada. Data yang berkaitan dengan pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam digunakan metode analisis kuantitatif, yaitu analisis yang dilakukan
63
terhadap
data
yang
berwujud
angka,
dengan
cara
menjumlahkan,
mengklasifikasikan, mentabulasikan data selanjutnya dilakukan perhitunganperhitungan dengan menggunakan rumus statistic berupa persentase, sebagai berikut:
P = ƒ x 100 % N N
Keterangan: P = presentase ƒ = frekuensi jawaban N = jumlah responden
Untuk mengetahui hubungan antara pembelajaraan kooperatif Pendidikan Agama Islam dan prestasi siswa, penulis menggunakan rumus korelasi Product Moment Pearson. Penggunaaan rumus itu untuk mencari koefisien korelasi antara dua variabel yakni variabel bebas (x) dan variabel terikat (y). Adapun indikator dari kedua variabel tersebut adalah : a. Variabel bebas (x) adalah pembelajaraan kooperatif Pendidikan Agama Islam yang meliputi saling ketergantungan positif, tanggung jawab, tatap muka, komunikasi antar anggota, evaluasi proses kelompok. b. Variabel terikat (y) adalah nilai prestasi belajar siswa yang diambil dari nilai raport siswa.
Adapun untuk mengetahui rentangan prestasi belajar siswa, penulis berpedoman pada kriteria sendiri, yaitu: 1. Nilai
81 – 10
nilai baik sekali
2. Niai
71 – 80
nilai baik
3. Nilai
55 – 70
nilai cukup
4. Nilai
0
– 55
nilai kurang
Sedangkan koefesien korelasi untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variable bebas (pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam) dengan
64
variabel terikat (prestasi), yang bisa dinyatakan dengan korelasi Product Moment Pearson.
rxy =
N.∑xy-(∑x).(∑y)
√{N.∑x2 – (∑x)2}. {N.∑y2 – (∑y)2} Keterangan:
rxy
= angka indeks korelasi “r” product moment.
N
= number of cases
∑xy
= jumlah hasil perkalian antara skor x dan skor y
∑x
= jumlah seluruh skor x
∑y
= Jumlah seluruh skor y
Pada dasarnya nilai rxy dapat bervariasi dari -1 melalui 0 sampai +1 dimana : rxy
= +1 terdapat korelasi positif
rxy
= 0 tidak ada korelasi
rxy
= -1 terdapat korelasi negatif
Selanjutnya dilakukan interprestasi terhadap rxy, yaitu interprestasi menggunakan tabel nilai “r”, yaitu :
dƒ = N - nr
Keterangan: dƒ
= degree of freedom
N
= number of cases
nr
= banyaknya variabel yang dikorelasikan1 Setelah itu hasilnya dicocokkan dengan table nilai koefesien korelasi “r”
Product Moment baik pada taraf signifikan 5% ataupun pada taraf 1%, kemudian dibuat kesimpulan apakah terdapat korelasi positif yang signifikan atau tidak.
1
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006, hlm 194-206.
BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Sekolah 1. Sejarah Berdiri SDN Rempoa II Lembaga pendidikan ini berdiri pada tahun 1979 dengan nama SDN Kartika Putra II Rempoa, dengan 6 kelas, 3 toilet (1 toilet untuk guru dan 2 toilet untuk siswa), 1 perpustakaan, 1 kantin dan jenjang akreditasinya adalah B. Lalu pada tahun 2010 nama lembaga pendidikan ini diubah menjadi SDN Rempoa II, dengan lokal yang sama, hanya saja untuk kelas 6 dibagi menjadi 2 kelas, dengan kepala sekolah Poniran S.Pd.
2. Letak Geografis SDN Rempoa II Lokasi SDN Rempoa II terletak di jalan Wijaya Kusuma I Kelurahan Rempoa Kecamatan Ciputat Timur Kota Tangerang Selatan Provinsi Banten, tempatnya sangat strategis karena ada jalur angkutan umum. Luas seluruhnya adalah 890 m², meliputi luas tanah 540 m² dan luas bangunan 350 m².
65
66
3. Sarana dan Prasarana SDN Rempoa II a. Tabel 3. Data Kondisi Ruangan Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang penulis lakukan untuk dikemukakan tentang sarana dan prasarana yang dimiliki SDN Rempoa II, dengan rincian sebagai berikut:
Keterangan
Jumlah Ruang
Jumlah ruang yang kondisinya rusak
Jumlah ruang yang kondisinya baik
5
3
2
1
1
-
-
-
-
1
1
-
7
5
2
Ruang Kelas Perpustakaan R . Lab IPA Ruang Lab Komputer Keterangan
Kategori kerusakan Rangka atas keropos dan bocor Bocor, sempit, dan panas Bocor, sempit, dan panas -
4. Keadaan Guru, Pegawai, dan Siswa SDN Rempoa II a. Tabel 4. Keadaan Guru dan Pegawai SDN Rempoa II memiliki tenaga-tenaga pengajar dengan kualifikasi pendidikan yang sudah berpengalaman, berdedikasi tinggi, loyal dan mempunyai etos kerja yang tinggi, dengan rincian sebagai berikut: Keterangan Guru Tetap (PNS)
Bagi SD Negeri 9
Keterangan 3 laki-laki 6 perempuan
67
Guru Tidak Tetap (Guru Bantu) Guru
PNS
3 laki-laki
5
Dipekerjakan
2 perempuan -
-
(DPK) Penjaga Sekolah
1
Perempuan
Tata Usaha
1
Laki-laki
Jumlah
16
-
Dari tabel di atas bahwa SDN Rempoa II sebagian besar terdiri dari PNS, sehingga guru-guru di SDN Rempoa II termasuk guru-guru yang berkualitas baik dan berpengalaman dalam mengajar. b. Table 5. Keadaan murid dalam 2 tahun Rencana Tahun
Penerimaan
Kelas I
Kelas II
Kelas III
Kelas IV
Kelas V
Kelas VI
Rb
Rb
Rb
Rb
Rb
∑
Pelajaran
Rb
Mrd
Rbl
Mrd
2008-2009
42
1
48
1
48
1
46
1
46
1
42
1
50
2
330
2009-2010
42
1
50
1
48
1
48
1
47
1
47
1
42
1
331
Jumlah
82
2
98
2
96
2
94
2
93
2
89
2
92
3
l
Mrd
l
Mrd
l
Mrd
l
Mrd
l
Mrd
Murid adalah salah satu komponen dalam pengajaran, di samping faktor guru, tujuan dan metode pengajaran. sebagai salah satu komponen maka dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen terpenting diantara komponen yang lainnya. Tanpa adanya murid, sesungguhnya tidak akan terjadi proses pengajaran.
l
68
Jumlah murid SDN Rempoa II untuk tahun 2008-2009 berjumlah 330 murid, sedangkan tahun 2009-2010 berjumlah 331 murid, dengan perincian pada tabel di atas. B. Deskripsi Data Berdasarkan instrument penelitian yang telah disebarkan kepada responden,
maka
dapat
dikumpulkan
data
pembelajaran
kooperatif
Pendididkan Agama Islam yang ada di SDN Rempoa II, data tersebut dapat disajikan sebagai berikut: Variabel X, pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam yang meliputi 5 hal, yaitu (1) Pembelajaran kooperatif dalam saling ketergantungan positif seperti: siswa dapat menjadi guru bagi kawannya, siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan siswa lainnya, dan mengurangi kecemasan siswa, (2) Pembelajaran kooperatif dalam tanggung jawan seperti: tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya, mengambil giliran dan berbagi tugas, menyelesaikan tugas tepat waktu, dan mendorong partisipasi, (3) Pembelajaran kooperatif dalam tatap muka seperti: siswa dapat berpartisipasi aktif, (4) Pembelajaran kooperatif dalam komunikasi antar anggota seperti: mendengarkan dengan aktif, siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai perbedaan, meningkatkan motivasi dan harga dan harga diri, dan mengenal satu sama lain, (5) Pembelajaran kooperatif dalam evaluasi proses kelompok seperti: penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu, siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik, meningkatkan partisipasi belajar siswa, dan meningkatkan prestasi belajar siswa. Deskripsi data selengkapnya disajikan dalam tabel berikut:
69
1. Pembelajaran kooperatif terdiri dari 5 aspek, yaitu: a. Aspek saling ketergantungan positif, hal-hal yang berkaitan dengan saling ketergantungan positif dapat dilihat pada tabel 6, 7, 8 seperti di bawah ini: Tabel 6. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
7
23,3
2.
Sering
10
33,3
3.
Kadang-kadang
11
36,7
4.
Tidak pernah
2
6,7
Jumlah
30
100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (56,6%) siswa dapat menjadi guru bagi kawannya. Dan hanya 43,4% siswa yang tidak dapat menjadi guru bagi kawannya. Tabel 7. Dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
11
36,7
2.
Sering
12
40
3.
Kadang-kadang
7
23,3
4.
Tidak pernah
0
0
Jumlah
30
100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran
kooperatif
(76,7%)
siswa
dapat
meningkatkan
70
kemampuan bekerja sama dengan siswa yang lainnya. Dan hanya 23,3% siswa yang tidak dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama dengan siswa yang lainya. Tabel 8. Mengurangi kecemasan siswa No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
9
30
2.
Sering
4
13,3
3.
Kadang-kadang
13
43,3
4.
Tidak pernah
4
13,3
Jumlah
30
100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh pembelajaran kooperatif (43,3%) siswa dapat mengurangi kecemasan siswa. Dan hanya 56,9% siswa yang tidak dapat mengurangi kecemasan siswa.
b. Aspek tanggung jawab, hal-hal yang berkaitan dengan saling keergantungan positif dapat dilihat pada table 9, 10, 11, 12, 13, 14 seperti di bawah ini: Tabel 9. Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
14
46,7
2.
Sering
7
23,3
3.
Kadang-kadang
6
20
4.
Tidak pernah
3
10
30
100
Jumlah
71
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (70%) tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya. Dan hanya 30% tugas dan pertanyaan yang tidak memiberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya. Tabel 10. Tugas dan pertanyaan dapat memacu minat anak No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
11
36,7
2.
Sering
7
23,3
3.
Kadang-kadang
11
36,7
4.
Tidak pernah
1
3,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (60%) tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya. Dan hanya 40% tugas dan pertanyaan yang tidak memberikan memacu minat anak untuk mengerjakannya. Tabel 11. Mengambil giliran dan berbagi tugas No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
7
23,3
2.
Sering
2
6,7
3.
Kadang-kadang
14
46,7
4.
Tidak pernah
7
23,3
30
100
Jumlah
72
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh pembelajaran kooperatif (30%) siswa dapat mengambil giliran dan tugas. Dan hanya 70% siswa tidak dapat mengambil giliran dan tugas. Tabel 12. Mengambil giliran dan berbagi tugas No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
7
23,3
2.
Sering
6
20
3.
Kadang-kadang
13
43,4
4.
Tidak pernah
4
13,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh pembelajaran kooperatif (43,3%) siswa dapat mengambil giliran dan tugas. Dan hanya 56,7% siswa tidak dapat mengambil giliran dan tugas. Tabel 13. Menyelesaikan tugas tepat waktu No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
15
50
2.
Sering
6
20
3.
Kadang-kadang
8
26,7
4.
Tidak pernah
1
3,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (70%) siswa dapat menyelesaikan tugas tepat
73
waktu. Dan hanya 30% siswa tidak dapat menyelesaikan tugas tepat waktu. Tabel 14. Mendorong partisipasi No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
10
33,3
2.
Sering
9
30
3.
Kadang-kadang
11
36,7
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (63,3%) siswa dapat mendorong partisipasi. Dan hanya 36,7% siswa tidak dapat mendorong partisipasi.
c. Aspek tatap muka, hal-hal yang berkaitan dengan saling keergantungan positif dapat dilihat pada table 15, 16 seperti di bawah ini: Tabel 15. Siswa dapat berpartisipasi aktif No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
9
30
2.
Sering
10
33,3
3.
Kadang-kadang
11
36,7
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
74
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (63,3%) siswa dapat berpartisipasi aktif. Dan hanya 36,7% siswa tidak dapat berpartisipasi aktif. Tabel 16. Siswa dapat berpartisipasi aktif No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
14
46,7
2.
Sering
7
23,3
3.
Kadang-kadang
8
26,7
4.
Tidak pernah
1
3,3
Jumlah
30
100
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (70%) siswa dapat berpartisipasi aktif. Dan hanya 30% siswa tidak dapat berpartisipasi aktif.
d. Aspek komunikasi antar anggota, hal-hal yang berkaitan dengan saling ketergantungan positif dapat dilihat pada table 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24 seperti di bawah ini: Tabel 17. Mendengarkan dengan aktif No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
16
53,3
2.
Sering
11
36,7
3.
Kadang-kadang
3
10
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
75
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (90%) siswa dapat mendengarkan dengan aktif. Dan hanya 10% siswa tidak dapat mendengarkan dengan aktif. Tabel 18. Mendengarkan dengan aktif No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
16
53,3
2.
Sering
9
30
3.
Kadang-kadang
5
16,7
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (83,3%) siswa dapat mendengarkan dengan aktif. Dan hanya 16,7% siswa tidak dapat mendengarkan dengan aktif.
Tabel 19. Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
14
46,7
2.
Sering
13
43,3
3.
Kadang-kadang
3
10
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (90%) siswa mempunyai kesempatan untuk
76
menghargai perbedaan. Dan hanya 10% siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan. Tabel 20. Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
5
16,7
2.
Sering
8
26,7
3.
Kadang-kadang
17
56,6
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh pembelajaran kooperatif (43,4%) siswa mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan. Dan hanya 56,6% siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan.
Tabel 21. Mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
13
43,3
2.
Sering
11
36,7
3.
Kadang-kadang
5
16,7
4.
Tidak pernah
1
3,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (80%) siswa mempunyai kesempatan untuk
77
menghargai perbedaan. Dan hanya 20% siswa tidak mempunyai kesempatan untuk menghargai perbedaan. Tabel 22. Meningkatkan motivasi dan harga diri No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
16
53,3
2.
Sering
8
26,7
3.
Kadang-kadang
6
20
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (80%) siswa dapat meningkatkan motivasi dan harga diri. Dan hanya 20% siswa tidak dapat meningkatkan motivasi dan harga diri. Tabel 23. Meningkatkan motivasi dan harga diri No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
10
33,3
2.
Sering
8
26,7
3.
Kadang-kadang
8
26,7
4.
Tidak pernah
4
13,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (60%) siswa dapat meningkatkan motivasi dan harga diri. Dan hanya 40% siswa tidak dapat meningkatkan motivasi dan harga diri.
78
Tabel 24. Mengenal satu sama lain No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
10
33,3
2.
Sering
14
46,7
3.
Kadang-kadang
5
16,7
4.
Tidak pernah
1
3,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (80%) siswa dapat mengenal satu sama lain. Dan hanya 20% siswa tidak dapat mengenal satu sama lain.
e. Aspek evaluasi proses kelompok, hal-hal yang berkaitan dengan saling keergantungan positif dapat dilihat pada table 25, 26, 27, 28, 29, 30 seperti di bawah ini: Tabel 25. Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
5
16,7
2.
Sering
7
23,3
3.
Kadang-kadang
10
33,3
4.
Tidak pernah
8
26,7
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh pembelajaran kooperatif (40%) siswa dapat penghargaan. Dan hanya 60% siswa tidak diberi penghargaan.
79
Tabel 26. Penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
5
16,7
2.
Sering
5
16,7
3.
Kadang-kadang
14
46,6
4.
Tidak pernah
6
20
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kurang dari separuh pembelajaran kooperatif (33,4%) siswa dapat penghargaan. Dan hanya 66,6% siswa tidak penghargaan.
Tabel 27. Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
13
45
2.
Sering
7
25
3.
Kadang-kadang
7
25
4.
Tidak pernah
3
5
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (70%) siswa dapat mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik. Dan hanya
30%
siswa
tidak
dapat
mempelajari
kemampuan
bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik.
80
Tabel 28. Mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
9
30
2.
Sering
8
26,7
3.
Kadang-kadang
11
36,7
4.
Tidak pernah
2
6,6
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran
kooperatif
(56,7%)
siswa
dapat
mempelajari
kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik. Dan hanya 43,3% siswa tidak dapat mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi perbedaan pendapat dan konflik.
Tabel 29. Meningkatkan partisipasi belajar siswa No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
11
36,7
2.
Sering
6
20
3.
Kadang-kadang
13
43,3
4.
Tidak pernah
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (56,7%) siswa dapat meningkatkan partisipasi
81
belajar siswa. Dan hanya 43,3% siswa tidak dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa.
Tabel 30. Meningkatkan prestasi belajar siswa No.
Alternatif Jawaban
F
%
1.
Selalu
14
46,7
2.
Sering
6
20
3.
Kadang-kadang
9
30
4.
Tidak pernah
1
3,3
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa lebih dari separuh pembelajaran kooperatif (66,7%) siswa dapat meningkatkan prestasi belajar siswa. Dan hanya 33,3% siswa tidak dapat meningkatkan prestasi belajar siswa.
Tabel 31. Skor Angket Siswa SDN Rempoa II variable X No.
X
1.
56
2.
87
3.
91
4.
74
5.
69
6.
67
7.
67
82
8.
81
9.
67
10.
75
11.
83
12.
74
13.
81
14.
69
15.
84
16.
84
17.
59
18.
67
19.
76
20.
73
21.
68
22.
71
23.
73
24.
57
25.
70
26.
81
27.
56
28.
78
29.
75
30.
78
Jumlah
2191
Jadi kesimpulan dari tabel-tabel di atas bahwa pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam yang dapat dilihat dari 5 aspek di atas, yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab, tatap muka, komunikasi antar
83
anggota, dan evaluasi proses kelompok. Dapat penulis simpulkan sebagai berikut: a. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam masih sangat kurang dalam hal: (1) mengurangi kecemasan siswa, hanya sedikit siswa yang dapat mengatasi kecemasannya ketika belajar kelompok. b. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam masih sangat kurang dalam hal: (1) mengambil giliran dan berbagi tugas, hanya sedikit siswa yang mau mengambil giliran dan berbagi tugas ketika belajar kelompok. c. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam masih imbang dalam hal: (1) berpartisipasi aktif, siswa mampu berpartisipasi aktif ketika belajar kelompok. d. Dalam hal pembelajaran kooperatif Pendidikan agama Islam masih sangat kurang dalam hal: (1) mempunyai kesempatam untuk menghargai perbedaan, hanya sedikit siswa yang mau menghargai perbedaan. e. Dalam hal pembelajaran kooperatif pendidikan Agama Islam masih sangat kurang dalam hal: (1) penghargaan dapat diberikan kepada setiap individu, hanya sedikit siswa yang mampu menerima penghargaan dalam kelas. Tabel 32. Skor inventori pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam Kategori
Skor
Frekuensi
Presentase
Tinggi
75 - 100
11
36,7
Sedang
50 - 75
19
63,3
Rendah
25 - 50
0
0
30
100
Jumlah
Dari tabel di atas terlihat bahwa sebagian besar siswa SDN Rempoa II mendapat skor yang sedang sebanyak 63,3%.
84
Kemudian berdasarkan penelitian terhadap skor tertinggi yang diperoleh subjek penelitian pada inventory pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam yaitu 91 dan skor terendah sebanyak 56, skor rata-rata dari 30 siswa sebanyak 73,03%.
2. Prestasi Belajar Hasil belajar siswa yang diambil dari dari nilai rapot semester ganjil tahun ajaran 2009/2010, dengan nilai rata-rata 73,87, nilai tertinggi 90 dan nilai terendah 60 (lihat tabel 35.) Alasan penulis mengambil dari nilai raport karena menggambarkan nilai harian, UTS dan UAS, akan tetapi bukan dilihat dari nilai harian, UTS dan UAS saja, melainkan dilihat dari sikap, kerapihan, tingkah laku, dan rajin mengerjakan tugas. Jika siswanya mempunyai semangat belajar yang tinggi dan tingkah laku yang baik maka hasil belajarnya pun akan baik. Untuk memudahkan perhitungan angka penulis menyajikan dalam sebuah presentase sebagaimana terlihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 33. Nilai rata-rata raport siswa kelas VI Variabel Y No. Responden
Nilai
1
65
2
75
3
60
4
65
5
73
6
73
7
80
8
75
85
9
73
10
80
11
80
12
80
13
73
14
65
15
65
16
80
17
70
18
85
19
90
20
85
21
80
22
75
23
70
24
75
25
75
26
70
27
71
28
63
29
75
30
70
Jumlah
2216
Rata-rata
73,87
86
Tabel 34. Presentase prestasi siswa Kriteria
Skor
Frekuensi
Presentase
Baik sekali
81 – 100
3
10
Baik
71 – 80
17
56,7
Cukup
55 – 70
10
33,3
Kurang
0
– 54
0
0
30
100
Jumlah
Tampak dari tabel tersebut bahwa jumlah siswa yang mempunyai kriteria nilai baik sekali sebanyak 10%, siswa yang mempunyai kriteria baik sebanyak 56,7%, siswa yang mempunyai kriteria cukup sebanyak 33,3%, dan tidak ada satu pun siswa yang mempunyai kriteria nilai kurang. Berdasarkan tabel di atas maka dapatlah diambil kesimpulan bahwa prestasi belajar siswa secara keseluruhan adalah baik, dengan melihat Jumlah yang paling banyak pada kriteria baik.
C. Analisis Data Data tentang pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan Prestasi Belajar dianalisis dengan menggunakan korelasi product moment disajikan sebagai berikut :
87
Tabel 35. Perhitungan untuk memperoleh angka indeks korelasi antara variabel X dan variabel Y No.
X
X2
Y
Y2
XY
1.
56
3136
65
4225
3640
2.
87
7569
75
5625
6525
3.
91
8281
60
3600
5460
4.
74
5476
65
4225
4810
5.
69
4761
73
5329
5037
6.
67
4489
73
5329
4891
7.
67
4489
80
6400
5326
8.
81
6561
75
5625
6075
9.
67
4489
73
5329
5037
10.
75
5625
80
6400
6000
11.
83
6889
80
6400
6640
12.
74
5476
80
6400
5920
13.
81
6561
73
5329
5913
14.
69
4761
65
4225
4485
15.
84
7056
65
4225
5460
16.
84
7056
80
6400
6720
17.
59
3481
70
4900
4130
18.
67
4489
85
7225
5695
19.
76
5776
90
8100
7110
20.
73
5329
85
7225
6202
21.
68
4624
80
6400
5200
22.
71
5041
75
5625
5325
23.
73
5329
70
4900
5110
24.
57
3249
75
5625
4275
88
25.
70
4900
75
5625
5250
26.
81
6561
70
4900
5670
27.
56
3136
71
5041
3976
28.
78
6084
63
3969
4941
29.
75
5625
75
5625
5625
30.
78
6084
70
4900
5460
Jumlah
2191
162284
2216
165026
171918
Dari tabel dapat diperoleh: ∑x = 2191
∑x2 = 162284
∑xy = 171918
∑y = 2216
∑y2 = 165026
N = 30
Selanjutnya hasil dari penelitian di atas akan diuji keabsahannya dengan menggunakan rumus product moment untuk mengetahui tingkat korelasi variabel, yaitu :
rxy =
N. ∑xy – (∑x).(∑y) √ {N.∑x2 – (∑x)2}.{N.∑y2 – (∑y)2}
=
30 x 171918 – 2191 x 2216 √ {30 x 162284 – (2191)2} x {30 x 165026 – (2216)2} 5157540 – 4855256
=
√{4868520 – 4800481} x {4950750 – 4910656}
=
302284
=
√ {68039} x {40094}
=
302284 522298,3502
302284 √2727955666
= 0,578757332 = 0,579 (dibulatkan)
89
D. Interprestasi Data Berdasarkan
analisis
data
yang
telah
dilakukan
perhitungan
pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi belajar di SDN Rempoa II memperoleh hasil rxy sebesar 0,579 yang berkisar antara 0,40 - 0,70 ini menunjukkan bahwa antara variabel X dan variabel Y berada pada tingkat kontribusi yang sedang atau cukup, karena indeks korelasi product moment rxy 0,579. Jadi antara kedua variabel memang terdapat korelasi, akan tetapi korelasi itu sedang atau cukup. Untuk
menguji
kedua
hipotesis
di
atas
dibuktikan
dengan
membandingkan (r) yang diperoleh melalui perhitungan atau “r” product moment dengan “r” tabel terlebih dahulu melihat derajat bebasnya (db) atau degree of freedom (df) dengan rumus sebagai berikut:
dƒ = N - nr Keterangan: dƒ = degree of freedom N = number of cases nr = banyaknya variabel yang dikorelasikan Mencari dƒ atau db dengan rumus dƒ = N – nr, maka sampel penelitiannya, (N) = 30 dan variabel yang dikorelasikan ada 2, maka: dƒ = N – nr = 30 – 2 = 28
90
Dengan dƒ sebesar 28, maka diperoleh r tabel (rt) pada taraf signifikan 5% dan taraf signifikan 1% diperoleh hasil sebagai berikut: rt : pada taraf signifikan 5% = 0,361 rt : pada taraf signifikan 1% = 0,463 Jadi ro > rt 5% = 0,58 > 0,361 dan ro > rt 1% = 0,58 > 0,463 karena ro lebih besar daripada rt (baik pada taraf signifikan 5% maupun pada taraf signifikan 1%), maka hipotesis alternative diterima, sedangkan hipotesis nihil ditolak. Dengan demikian bahwa, korelasi positif antara pembelajaran kooperatif Pendidikan agama Islam dengan prestasi belajar siswa di sini merupakan korelasi positif yang meyakinkan.
BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari pembahasan keseluruhan skripsi ini, penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Pembelajaran kooperatif PAI termasuk pada kategori sedang dengan frekuensi responden sebanyak 21 siswa. 2. Preastasi belajar PAI siswa pada umumnya baik sebanyak 17 orang siswa. 3. Terdapat korelasi positif yang signifikan antara pembelajaran kooperatif PAI dengan prestasi belajar PAI siswa dengan indeks korelasi sebbesar 0,579 yang termasuk pada korelasi yang sedang atau cukup.
B. SARAN Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas, terdapat beberapa saran yang bisa penulis kemukakan menyangkut hubungan pembelajaran kooperatif Pendidikan Agama Islam dengan prestasi belajar siswa SDN Rempoa II, yaitu:
90
Untuk Guru Pendidikan Agama Islam: -
Untuk guru pengajar Pendidikan Agama Islam, hendaknya lebih aktif dalam mengajarkan materi yang diberikan agar anak-anak bisa lebih memahami materi yang diajarkan dan juga harus menciptakan komunikasi multi arah dalam proses pembelajaran.
Untuk Siswa SDN Rempoa II: -
Siswa diharapkan terus belajar untuk meningkatkan prestasi.
-
Siswa
harus
lebih
aktif
mencari
informasi
sendiri
melalui
perpustakaan,internet,dan media informasi lainnya. -
Siswa juga harus lebih membiasakan diri untuk mengemukakan pendapat dan bertanya terutama daalam kegiatan pembelajaran.
91
DAFTAR PUSTAKA Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani, 1955, cet ke1. Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet ke 2, 1997. Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani Press, cet ke 2, 1996. Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2004, cet-ke 2. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet-ke 1. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet-ke 1. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet-ke 2. Amier Dien Inderakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang. Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, cet-ke 4. Anita Lie, Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang Kelas, Jakarta: Grasindo, 2002. Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment, Technology, Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin Pelangi Pendidikan, vol 3, No. 2, 2000. DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. Hasbullah Thabarany, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT raja Grafindo, 1995, cetke 2.
Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994. H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987. H. M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1996, cet ke 2. H.Y. Waluyo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar, Jakarta: Karunika UT, 1987, cet, ke-1. H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya : Usaha Nasional , 1983. Ibrahim Muslim, Pembelajaran Kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana UNESA: University Press, 2001. Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, cet ke 2, 1996. Khoirul Anam, Implementasi Cooperative Learning dalam Pembelajaran Geografi Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi, vol. 3, No. 2, 2000. M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipata, 1997), Cet-ke 1. Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006. M. Sobry Sutikno, Sukses Belajar dan Mendidik Anak, Mataram: NTP. Press, 2007, cet-ke 2. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002, cet-ke 7. Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Professional, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, cet-ke7. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988. Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi UNPAD, 1989. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007, cet-ke 4. Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT Grasino, 2004.
Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004. Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Seting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, no. 045, tahun ke-9, November 2005. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet. Ke-1. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Shymansky, 1992; Watts dan Pope, 1989 Singgih P. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih P. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga, Jakarta: Gunung Mulia, 2001, cet-ke 6. Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2003, cet-ke4. S. Nasution, Didaktik Asas-Asas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet-ke 1. Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta; Rake Press, 1975, cet, ke-2. Supratama, Meningkatkan Motivitas Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi Melalui Pendekatan Cooperative Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, No. 1, 2001. Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT Bina Aksara, 1997. Tohirin, Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2005, cet-ke 1. Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet-ke 1.
Lampiran 1 BERITA WAWANCARA Waktu
: Rabu,
Interview
: Ibu Hj. Tjatja
Jabatan
: Guru Bidang Studi Pendidikan Agama Islam
Pertanyaan: 1. Bagaimana sikap siswa terhadap pelajaran Pendidikan Agama Islam ? 2. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dalam Pendidikan Agama Islam ? 3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif atau kelompok ? 4. Bagaimana efektifitas pembelajaran kooperatif ? 5. Bagaiaman hasil belajar dari pembelajaran kooperatif ?
Hasil Wawancara: 1. Sikap anak-anak ketika belajar agama sangat antusias atau bersemangat karena materi yang diajarkan merupakan kegiatan sehari-hari. Jadi, dengan mudah mereka memahami materi tersebut. 2. Penerapannya adalah dengan cara disosialisasikan, dengan cara ini mereka menjadi semangat ketika materi yang dijarkan dilakukan dengan cara praktek, seperi materi berwudhu, solat, yang bisa dilakukan di dalam kelas atau di luar kelas. 3. Respon anak-anak menerima materi ini dengan baik dan bersemangat, setiap materi yang diajrakan mereka langsung menilai dengan sikap. 4. Dengan adanya metode pembelajaran kooperatif ini anak-anak menjadi aktif ketika belajar, anak-anak bisa memahami materi yang diajarkan, dengan begitu jiwa sosial mereka bisa tumbuh disaat materi yang kurang jelas mereka langsung menanyakan kepada guru. 5. Dengan menggunakan pembelajaran kooperatif ini, hasil pembelajaran mereka semakin membaik, anak-anak juga lebih peka terhadap apa yang diajarkan.
ANGKET UNTUK SISWA SDN REMPOA II, CIPUTAT
Nama Siswa
:
Kelas
:
Alamat
:
PETUNJUK PENGISIAN ANGKET: A. Bacalah dengan teliti sebelum menjawab pernyataan di bawah ini. B. Jawaban yang diberikan tidak akan berpengaruh terhadap nilai anda dan hanya untuk keperluan penulisan skripsi. C. Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban (a, b, c, dan d) yang anda anggap sesuai dengan kenyataan yang ada.
1. Jika ada teman yang kurang paham terhadap materi yang disampaikan dalam diskusi kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, saya berusaha menjelaskan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh teman-teman. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
2. Dengan berdiskusi di kelas, saya dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dengan teman-teman di kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
3. Dengan melakukan belajar kelompok secara tepat dapat mengurangi kecemasan saya ketika belajar di kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
4. Setiap tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan guru membuat saya bersemangat mengerjakannya. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
5. Setelah menyampaikan materi Pendidikan Agama Islam, guru mengajukan beberapa pertanyaan yang membuat saya bersemangat menjawabnya. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
6. Saya mengambil giliran bertugas sebagai ketua kelompok dalam diskusi mata pelajaran Pendidikan Agama Islam di kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
7. Saya membagi tugas diskusi kelompok mata pelajaran Pendidikan Agama Islam pada temanteman kelompok yang diberikan oleh guru. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
8. Saya menyelesaikan tugas mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru dengan tepat waktu. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
9. Saya berusaha sendiri menyelesaikan tugas pelajaran Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh guru karena dapat mendorong semangat belajar saya di kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
10. Melalui pembelajaran di kelas saya dapat berperan serta secara aktif. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
11. Dengan belajar kelompok saya dapat berperan aktif mengikuti kegiatan pembelajaran. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
12. Saya mendengarkan perintah dari guru bila ada tugas di kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
13. Setiap guru menyampaikan materi pelajaran Pendidikan Agama Islam, saya mendengarkan dengan baik. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
14. Saya berdiskusi dengan teman-teman yang berbeda suku ataupun agama dalam belajar di kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
15. Dalam diskusi kelompok, saya berkesempatan lebih banyak untuk dapat berbagi pengalaman dengan teman-teman. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
16. Saya menyimak atau memperhatikan pembicaraan teman dalam diskusi meskipun berbeda pendapat. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
17. Dengan belajar yang giat dan saling bekerja sama dapat meningkatkan semangat belajar saya dan teman-teman dalam kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
18. Dengan menjawab setiap pertanyaan yang diajukan teman-teman, dapat meningkatkan harga diri saya. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
19. Dengan saling berdiskusi dalam kelas, saya dapat saling mengenal satu sama lain. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
20. Saya mendapat nilai tambahan bila menjawab pertanyaan dari guru Pendidikan Agama Islam. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
21. Saya mendapat pujian bila menjawab pertanyaan dari guru Pendidikan Agama Islam. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
22. Setiap terjadi perbedaan pendapat dalam diskusi kelompok mata pelajaran pendidikan Agama Islam, saya dan teman-teman bermusyawarah untuk mencari cara penyelesaiannya. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
23. Perbedaan pendapat sering terjadi dalam diskusi mata pelajaran pendidikan Agama Islam, maka saya dan teman-teman bermusyawarah terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
24. Alat bantu yang digunakan guru dalam mengajar mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, dapat meningkatkan semangat belajar saya dalam kelas. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
25. Saya berusaha aktif dalam diskusi kelompok karena guru Pendidikan Agama Islam memberikan penilaian. a. Selalu
c. Kadang-kadang
b. Sering
d. Tidak Pernah
WAWANCARA UNTUK GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM SDN REMPOA II, CIPUTAT 1. Bagaimana sikap siswa terhadap mata pelajaran Pendidikan Agama Islam? 2. Bagaimana penerapan pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam? 3. Bagaimana respon siswa terhadap pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam? 4. Bagaimana efektifitas pembelajaran kooperatif terhadap siswa dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam? 5. Bagaimana hasil belajar siswa dari pembelajaran kooperatif dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam?
SKOR ANGKET SISWA SDN REMPOA II Variabel X No.
Pernyataan
∑
Res
1
2
3 4 5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
1.
2
2
1 4 4
2
1
2
2
2
2
2
2
2
2
1
4
1
3
1
2
4
2
2
4
56
2.
4
3
1 4 4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
2
2
2
4
4
87
3.
3
3
4 4 4
2
3
3
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
91
4.
1
4
4 4 4
2
4
4
4
2
4
3
4
3
2
4
4
4
2
2
2
4
2
2
3
78
5.
2
2
2 4 4
2
1
2
4
2
2
4
4
4
4
2
4
2
4
4
4
4
2
4
2
75
6.
2
4
2 1 3
2
2
4
4
3
4
4
3
3
2
3
4
1
4
4
2
1
2
3
2
69
7.
3
3
1 3 2
4
3
4
2
3
4
2
2
3
3
2
3
3
2
2
3
2
4
2
2
67
8.
3
3
2 3 4
2
2
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
2
3
3
2
3
67
9.
3
3
3 4 3
4
2
4
2
3
3
3
4
4
4
4
3
4
4
3
3
2
2
3
4
81
10.
2
2
2 3 3
2
2
2
2
2
2
4
4
4
3
3
4
4
3
3
2
2
2
2
3
67
11.
4
3
2 4 2
1
4
4
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
3
2
2
2
3
4
2
75
12.
4
4
3 4 4
3
2
3
2
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
1
1
3
4
4
4
83
13.
1
4
1 2 3
4
4
1
4
4
4
4
4
4
2
4
4
2
4
1
4
2
1
2
4
74
14.
4
3
2 3 3
2
3
2
3
3
3
3
3
3
2
2
3
3
3
2
3
3
2
3
3
69
15.
2
2
4 3 2
1
4
4
4
2
4
4
4
3
3
2
4
3
4
3
4
4
3
4
4
81
16.
2
3
4 4 4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
3
2
2
4
2
2
4
84
17.
2
2
2 3 3
2
4
4
2
2
3
3
4
4
2
4
4
4
2
2
2
4
3
4
4
75
18.
4
4
3 4 2
3
4
2
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
1
1
3
4
4
4
84
19.
4
4
4 2 1
1
2
4
2
2
2
4
2
3
2
3
3
1
2
1
1
2
2
2
1
56
20.
2
4
4 1 4
1
1
2
2
4
2
4
4
3
2
4
4
1
1
2
1
4
4
2
4
67
21.
2
4
2 4 4
2
2
4
4
3
4
4
4
4
2
3
2
2
3
1
2
1
4
4
4
75
22.
4
3
2 4 2
1
2
2
2
2
2
4
4
4
3
4
4
2
4
2
1
4
3
4
4
73
23.
3
3
2 3 3
2
3
3
3
2
3
3
3
3
2
4
3
2
3
3
3
3
2
2
2
68
24.
2
4
2 2 2
2
2
2
4
2
4
4
4
2
4
2
4
4
4
1
2
4
4
2
2
71
25.
3
4
4 3 2
1
2
3
3
2
3
4
4
3
2
4
2
3
3
2
2
4
3
3
4
73
26.
3
4
4 1 2
4
2
4
3
3
2
3
3
4
2
3
3
4
3
4
3
4
3
4
3
78
27.
2
2
2 4 2
2
2
2
3
2
1
3
3
4
2
3
2
2
3
2
2
1
1
2
2
57
28.
3
3
4 2 2
4
3
4
2
3
4
2
2
3
2
4
2
2
3
3
2
3
4
3
3
72
29
3
3
3 4 4
2
2
4
4
3
2
3
3
4
2
3
4
4
4
3
4
4
4
3
2
81
30.
3
3
4 3 2
2
3
3
2
4
3
4
2
4
4
4
3
4
3
2
2
3
3
2
2
74
31.
3
2
2 2 2
1
1
4
2
3
2
3
2
2
2
4
2
2
2
1
1
3
3
2
3
56
Jumlah
2264
Kisi-kisi Instrumen Angket Variabel Pembelajaran Kooperatif
No.
∑
Item
Item
1. Siswa dapat menjadi guru bagi kawannya.
1
1
2. Siswa dapat meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama
2
1
3
1
4,5
2
6,7
2
3. Siswa dapat menyelesaikan tugas tepat waktu.
8
1
4. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mendorong partisipasi
9
1
1. Siswa dapat berpartisipasi aktif.
10,11
2
2. Siswa dapat mendengarkan dengan aktif apa yang disampaikan
12,13
2
14,15
3
Dimensi 1. Saling ketergantun gan positif
Indikator
dengan siswa yang lainnya. 3. Dengan adanya bimbingan belajar dapat mengurangi kecemasan siswa untuk meraih nilai yang bagus.
2. Tanggung jawab
1. Tugas dan pertanyaan yang diberikan memacu minat anak untuk mengerjkan tugas yang diberikan oleh guru. 2. Siswa dapat mengambil giliran dan berbagi tugas dalam diskusi belajar dalam kelas.
siswa dalam kelas.
3. Komunikasi antar anggota
oleh guru dalam belajar.. 3. Siswa mempunyai kesempatan lebih banyak untuk menghargai perbedaan. 4. siswa dapat meningkatkan motivasi, dan harga diri ketika
,16 17,18
2
19
1
20,21
2
berdiskusi dalam kelas. 5. Siswa dapat mengenal satu sama lain dalam berdiskusi di dalam kelas ketika belajar.
4. Evaluasi proses
1. Guru dapat memberikan penghargaan kepada setiap individu yang bisa menjawab pertanyaan.
kelompok
2. Siswa mempelajari kemampuan bermusyawarah ketika terjadi
22,23
2
24
1
25
1
perbedaan pendapat dan konflik. 3. Siswa dapat meningkatkan partisipasi belajar siswa dalam kelas. 4. Dengan adanya bimbingan belajar di sekolah dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dalam kelas. 5. Prestasi belajar
1. Nilai raport semester ganjil 2009/2010 kelas V
UJI REFERENSI SKRIPSI No. 1.
2.
3.
4.
5. 6.
7.
8.
9.
Nama Pengarang Perdy Karuru, Penerapan Pendekatan Keterampilan Proses dalam Setting Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD untuk Meningkatkan Belajar IPA Siswa SLTP, Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No. 045 Tahun ke-9, 2005. UU Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 20 Tahun 2003), Jakarta: Sinar Grafika, 2008, cet. ke-1. Drs. Hasbullah, Kapita Selekta Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996. DepDikNas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Sains SMP dan Mts, Jakarta, 2004. Perdy Karuru… M. Dalyono, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rieneka Cipta, 1997, cet. ke-1. Nurul Astutik, Pengaruh Model Evaluasi Terhadap Hasil Belajar Kimia Siswa Melalui Pendekatan Cooperatif Learning dengan Tehnik Jigsaw, Jakarta: FMIPA UNJ, 2004. Melvin L. Siberman, Active Learning 101 Cara Belajar Siswa Aktif, Bandung: Nusamedia, 2006. Khoirul Anam, Implementasi Cooperatif Learning dalam Pembelajaran Geografi Adaptasi Model Jigsaw dan Field Study, Buletin Pelangi,
BAB Footnote
Hal
I
1
2
I
2
2
I
3
2
I
4
5
I
5
5
I
6
7
I
7
7
I
8
7
II
1
12
Dosen Dosen Pembimbing Pembimbing I II
UJI REFERENSI SKRIPSI vol 3, no. 2, 2000. 10.
11.
12.
13. 14. 15.
16. 17. 18.
19. 20.
21.
22.
Supratama, Meningkatkan Motivasi Belajar Siswa dalam Mata Pelajaran Geografi Melalui Pendekatan Cooperatif Learning, Buletin Pendidikan, vol 4, no. 1, 2001. Nurhadi, Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban, Jakarta: PT. Grasindo, 2001. Asmarawaty, Penerapan Pendekatan Kooperatif dan Science, Envirotment, Technology, Society (SETS) dalam Pengajaran Konsep Persilangan, Buletin Pelangi Pendidikan, vol 3, no. 2, 2000. Nurul Astutik… Khoirul Anam… Anieta Lie, Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang Kelas, Jakarta : Grasindo, 2002. Nurhadi … Asmarawaty … Ibrahim Muslim, Pembelajaran kooperatif, Pusat Sains dan Matematika Sekolah Program Pasca Sarjana, UNESA : University Press, 2001. Perdy Karuru … Drs. Amier Dien Indrakusuma, Pengantar Ilmu Pendidikan, Malang. Hery Noer Ali, Ilmu Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1994. H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,
II
2
13
II
3
13
II
4
14
II II
5 6
14 15
II
7
15
II II
8 9
16 16
II
10
17
II
11
17
II
12
23
II
13
25
II
14
25
UJI REFERENSI SKRIPSI
23.
24.
25.
26.
27.
28. 29.
30.
31. 32.
33.
34.
35.
36.
1996, cet 2. Jalaludin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, cet 2, 1996 Abdullah Nashih Ulwan, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: Pustaka Setia Armani, 1995, cet 1. H.M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bina Aksara, 1987. Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 1994, cet 1. Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan di Sekolah, Rumah, dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insan Press, cet 2, 1996 Ramayulis … Abdul Wahab Khallaf, Kaidah-Kaidah Hukum Islam, Jakarta: Rajawali, cet 2, 1997. Dra, H. Zuhairini, Metodik Khusus Pendidikan Agama, Surabaya: Usaha Nasional, 1983. DepDikNas … Sumardi Suryabrata, Psikologi Pendidikan, Yogyakarta: Rake Press, 1975, cet 2. Nana Sudjana, Dasar-Dasar Belajar Mengajar, Bandung: Sinar Baru, 1988. Nana Sudjana, Teori Belajar untuk Pengajaran, Bandung: Fakultas Ekonomi UNPAD, 1989. Sutratinah Tirtonegoro, Anak Supernormal dan Program Pendidikannya, Jakarta: PT. Bina Aksara, 1997. H.Y. Waluyo, Penelitian Pencapaian Hasil Belajar,
II
15
25
II
16
27
II
17
17
II
18
28
II
19
28
II
20
29
II
21
29
II
22
43
II
23
44
II
24
44
II
25
45
II
25
45
II
27
45
II
28
46
UJI REFERENSI SKRIPSI
37.
38.
39.
40.
41. 42.
43.
44.
45.
46.
47.
Jakarta: Karunika UT, 1987, cet 1. Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, cet 1. Hasbullah Thabarany, Rahasia Sukses Belajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 1995, cet 2. Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan baru, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002, cet 7. Tohirin,Psikologi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005, cet 1. Muhibbin Syah .. Slameto, Belajar dan Faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: PT. Rieneka Cipta, 2003, cet 4. Aminnudin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajar, Jakarta: UHAMKA Press, 2003, cet 4. Alisuf Sabri, Pengantar Psikologi Umum dan Perkembangan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1993, cet 1. Sardiman, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008. Abu Ahmad dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Jakarta: Rieneka Cipta, 2004, cet 2. Singgih P. Gunarsa dan Ny. Y. Singgih P. Gunarsa, Psikologi Praktis: Anak Remaja dan Keluarga,
II
29
48
II
30
48
II
31
48
II
32
48
II
33
49
II
34
49 50
II
35
II
36
50
II
37
50
II
38
51
II
39
52
UJI REFERENSI SKRIPSI
48. 49.
50.
Jakarta: Gunung Mulia, 2001, cet 6. Alisuf Sabri… M. Sobri Sutikno, Sukses Belajar dan Mendidik Anak, Mataram: NTP. Press, 2007, cet 2. Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2007 cet 4.
51.
Slameto…
52.
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan Berdasarkan Kurikulum Nasional, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 1996, cet 2. S. Nasution, Didaktik, AsasAsas Mengajar, Jakarta: Bumi Aksara, 1995, cet 1
53.
54.
Moh.Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,2005 cet 7. u’ cyng ubbun
II
40
51
II
41
51
II
42
53
II
43
54
II
44
55
II
45
55
II
46
55