Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
HUBUNGAN KUALITAS FISIS AIR SUNGAI KRUENG ACEH DENGAN INTENSITAS HUJAN Muhammad Syukri, Maulidia, dan Nurmalita Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh Email:
[email protected] ABSTRAK Kualitas fisis air sungai merupakan parameter yang sangat penting dikaji sebagai langkah awal untuk menghindari berbagai permasalahan lingkungan, yang disebabkan berbagai faktor. Salah satu faktor penting adalah pengaruh dari variabilitas intensitas curah hujan. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan mengukuran secara insitu di lapangan. Pengukuran dilakukan selama 2 (dua tahun) pada 7 (tujuh) stasiun penting di sepanjang sub DAS sungai Krueng Aceh di kawasan Aceh Besar, yaitu di Sungai Krueng Teureubeh, Krueng Inong, Bendungan Sungai Krueng Aceh, Krueng Capeung, Krueng Keumireu, Krue Ie Alang dan Krueng Indrapuri. Beberapa parameter fisis yang penting adalah warna dan bau, temperatur, konduktivitas listrik, dan pH. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas hujan tinggi (musim penghujan) dan intensitas hujan rendah (musim kemarau). Perbedaan pada warna dan bau, temperatur (26.0-30.3 0C) dan konduktivitas listrik (93.7-201.2 µmhos), pH (6.14-8.0) masih dalam ambang baku mutu, walaupun terlihat fluktuasi nilai yang cukup berarti pada stasiun di bagian hilir. Hasil penelitian cukup relevan untuk dijadikan acuan dalam pemantauan kualitas air sungai tersebut. Kata kunci: kualitas air, sungai Krueng Aceh, intensitas hujan, DAS. I.
Pendahuluan Air merupakan bahan alam yang merupakan sumber kehidupan bagi manusia dan
makhluk hidup lainnya. Kebutuhan air rata-rata adalah 60 liter/orang/hari untuk segala keperluannya. Pada tahun 2000 jumlah penduduk dunia adalah 6,1 milyar memerlukan air bersih sebanyak 367 km3, tahun 2025 dibutuhkan 492 km3 dan pada tahun 2100 dibutuhkan sebanyak 611 km3 air bersih per hari (Suripin, 2002). Di Kabupaten Aceh Besar sungai merupakan sumber air utama untuk berbagai keperluan, sehingga perlu dipelihara kondisinya baik secara kualitas dan kuantitas (BPAH, 2006). Kondisi alam lingkungan sekitar DAS dengan berbagai aktifitas dapat menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi kualitas air sungai. Rendahnya kualitas air dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain meningkatnya beban pencemaran akibat limbah industri, domestik dan pertanian (Fardiaz, 1992). Selain itu juga disebabkan oleh alam, seperti curah hujan. Data selama 10 tahun (2000-2009) menunjukkan bahwa iklim di Das Krueng Aceh termasuk tipe curah hujan kelas B (basah) dengan rata-rata curah hujan tahunan
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
adalah sebesar 1225,9 mm dan rata-rata hari hujan sebanyak 145 hari. Sejak tahun 2000 sampai 2009, jumlah curah hujan paling tinggi terjadi pada pada tahun 2009 yaitu 1.772 mm/tahun, sedangkan yang paling rendah pada tahun 2008 dengan curah hujan 1.207,4 mm/tahun (Alemina, et. al. 2011). Kondisi fisik Sungai Krueng Aceh rata-rata sudah terjadi erosi di dasar sungai, longsor, banjir, kekeringan, perubahan bentang alam, dan diduga terjadi penurunan kualitas air, dan fluktasi debit pada musim kemarau dan musim hujan (Faisal, 2006). Bila terjadi perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak aktivitas masyarakat yang tidak terkendali, yaitu tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air seringkali mengakibatkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu peningkatan erosi dan sedimentasi, penurunan produktivitas lahan dan percepatan degradasi lahan. Berdasarkan latar belakang tersebut,
perlu
dilakukan penelitian secara
berkelanjutan dan pemantauan secara teliti agar diperoleh kualitas air yang baik. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sungai Krueng Aceh dan hubungan dengan variabilitas intensitas hujan.
II. Metode Penelitian 2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di sungai Krueng Aceh di Kabupaten Aceh Besar yang terletak pada garis 5.20 - 5.80 LU dan 95.00- 95.80 BT (Gambar 1). Pengukuran dilakukan pada 7 (tujuh) stasiun di sepanjang sub DAS aliran sungai Krueng Aceh mulai dari hulu hingga bagian hilir dalam kawasan Aceh Besar (Tabel 1). Tabel 1. Lokasi penelitian sepanjang sud DAS dan koordinat stasiun pengukuran. No
Sub DAS Sungai
Stasiun Pengamatan
1.
Krueng Teureubeh
2.
Krueng Inong
Stasiun 1 Stasiun 2
3.
Bendungan Krueng Aceh
4.
Titik Koordinat Utara (N) Timur (E) 0 05.366 095.5710 05.2990
095.5830
Stasiun 3
05.3700
095.5630
Krueg Desa Capeung
Stasiun 4
05.3720
095.5380
5.
KruengKeumireu
Stasiun 5
05.3960
095.4910
6.
Krueng Ie Alang
Stasiun 6
05.4030
095.4910
7.
Krueng Indrapuri
Stasiun 7
05.4120
095.4460
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
Gambar 1. Peta lokasi penelitian. 2.2 Metode Penelitian Pengukuran dan data pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang terdiri dari data curah hujan untuk 2 (dua) tahun pengukuran (2008-2009) yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri, dan data fisis kualitas air yaitu warna dan bau, temperatur, konduktivitas listrik, dan pH untuk 2 (dua) tahun yang sama diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar. Penelitian dilakukan melalui tahapan pengamatan awal ke lapangan, pengukuran parameter fisis kualitas air sungai, pengolahan dan analisa data. Pengukuran warna dan bau dilakukan secara langsung dengan indra penglihatan dan penciuman, sedangkan temperatur, konduktivitas listrik dan pH dilakukan dengan termometer, conductivity meter, dan pH meter. III. Hasil dan Pembahasan 3.1 Warna dan Bau Pengamatan warna dan bau air dilakukan dengan menggunakan indera penglihatan dan pencium. Bagian hulu terlihat kondisi air tidak keruh, sedangkan bagian hilir kondisi air lebih keruh. Hal ini disebabkan adanya erosi tanah yang terbawa hujan
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
sehingga banyak mengandung lumpur serta pengikisan tanah pada tepian sungai akibat aliran air yang begitu deras, terutama pada musim penghujan (Tabel 2). Selain itu secara umum kondisi air sungai tidak berbau, baik untuk musim penghujan maupun kemarau. Hal ini menunjukkan bahwa dari paramater bau, kondisi air sungai Krueng Aceh menunjukkan kondisi yang baik. Karena pada dasarnya bau yang muncul pada air sungai sangat tergantung pada sumbernya, yaitu yang disebabkan oleh ganggang, plankton atau tumbuhan dan hewan air, baik hidup maupun yang sudah mati. Tabel 2. Warna dan bau air yang di pantau di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009. Pengukuruan 2008
Parameter
St. 1 Tdk keruh Tdk berbau
Warna Bau
St. 2 Tdk keruh Tdk berbau
Tdk keruh Tdk berbau
Warna Bau
Keruh Tdk berbau
St. 3
St. 4
St. 5
St. 6
St. 7
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
Keruh
Tdk Tdk Tdk berbau berbau berbau Pengukuran 2009 Tdk Tdk Tdk keruh keruh keruh Tdk Tdk Tdk berbau berbau berbau
Tdk berbau
Tdk berbau
Keruh
Keruh
Tdk berbau
Tdk berbau
3.2 Temperatur Hasil pengukuran temperatur pada tiap stasiun pengamatan menunjukkan bahwa temperatur di perairan Sungai Krueng Aceh berkisar antara 26 -31.6 0C (Gambar 2). 30 Temperatur
Temperatur (˚C)
30 29,5 29 28,5
28 27 26
28 1
2
3
4
Stasiun
5
6
1
7
35 33 31 29 27 25 1
2
3
4 Stasiun
2
3
4
5
6
7
5
6
7
Stasiun
Temperatur (˚C)
Temperatur (˚C)
29
5
6
7
31 30 29 28 27 1
2
3
4 Stasiun
Gambar 2. Hasil pengukuran temperatur pada musim kemarau (kiri atas) dan musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah)
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
Secara umum pada musim penghujan temperatur air lebih rendah dibandingkan musim kemarau.Temperatur terendah terdapat pada bagian hulu yaitu Sungai Krueng Inong dan tertinggi pada bagian hilir yaitu Sungai Krueng Indrapuri. Adanya perbedaan nilai temperatur di sungai Krueng Aceh lebih disebabkan oleh karena perbedaan ketinggian tempat (lokasi) masing-masing titik pengamatan (stasiun) dan adanya perbedaan waktu pengukuran. Secara umum, temperatur perairan dapat mengalami perubahan sesuai dengan musim, letak lintang suatu wilayah, ketinggian dari permukaan laut, letak tempat terhadap garis edar matahari, waktu pengukuran dan kedalaman air. 3.3 Konduktivitas Listrik Hasil pengukuran konduktivitas listrik tertinggi terjadi pada stasiun 5 di sungai Krueng Keumireu yaitu 201,2 µmhos pada musim kemarau dan stasiun 4 di sungai Krueng Capeung sebesar 230 µmhos pada musim penghujan. Sedangkan konduktivitas listrik terendah terjadi pada stasiun 6 di sungai Krueng Ie Alang sebesar 95 µmhos pada musim kemarau dan stasiun 2 di sungai Krueng Inong, sebesar 107,1 µmhos pada musim penghujan (Gambar 3). Konduktivitas
Konduktivitas(µmho s)
250 200 150 100
200 150 100
50 1
2
3
4 5 Stasiun
6
1
7
250 200 150 100 50 1
2
3
4
Stasiun
5
6
7
2
3
4
5
6
7
Stasiun
Konduktivitas(µmhos)
Konduktivitas(µmhs)
250
250 200 150 100 50 1
2
3
4
5
6
7
Stasiun
Gambar 3. Hasil pengukuran konduktivitas listrik pada musim kemarau (kiri atas) dan musim penghujan (kanan atas) pada 2008 dan 2009 (bawah) Hal ini menunjukkan bahwa konduktivitas listrik adanya fluktuasi nilai konduktivitas listrik dengan pola tertentu, dimana secara umum temperatur di bagian hulu relatif lebih rendah dibandingkan di bagian hilir. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh karena
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
perbedaan material tersuspensi yang masuk dari sumber sungai yang bermuara ke sungai Krueng Aceh. 3.4 pH Parameter pH sangat penting sebagai faktor kualitas air karena dapat mengontrol jenis dan kecepatan reaksi beberapa bahan dalam air. pH pada suatu sungai memiliki ciri yang khusus yaitu adanya keseimbangan antara asam dan basa dalam air dan yang diukur adalah konsentrasi ion hidrogen. Nilai derajat keasaman (pH) perairan Sungai Krueng Aceh antara 6.2 – 8.8 (Tabel 3), hal ini menunjukkan bahwa perairan Sungai Krueng Aceh cenderung bersifat basa. Secara umum pH air di sepanjang sungai yang diamati relatif seragam, walaupun ada dibeberapa stasiun mempunyai pH yang lebih tinggi (basa). Hal ini karena sumber air dari sungai-sungai kecil yang bermuara ke sungai Krueng Aceh masih memiliki nilai derajat keasamaan yang relatif netral. Berdasarkan pengukuran pada setiap titik pengamatan, nilai derajat keasamannya maka perairan Sungai Krueng Aceh masih tergolong pada kategori layak dan memenuhi kriteria baku mutu kualitas air.
Tabel 3. Nilai pH yang di ukur di Sungai Krueng Aceh pada 2008-2009. pH No 1 2 3 4 5 6 7
Stasiun pengukuran Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7
November 2008 2009 7.39 6.26 8.85 6.14 6.37 6.76 7.03 7.29 6.65 6.20 6.63 5.88 6.61 6.37
Juni 2008 7,49 8,01 7,8 8,01 7,8 8,01 8
2009 6,30 6,70 7,12 7,01 6,40 6,58 6,68
IV. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Secara umum kondisi kualitas air Sungai Krueng Aceh di kawasan Aceh Besar dari hulu ke hilir masih menurut sifat fisik air belum mengalami pencemaran, dan masih dalam baku mutu yang ditentukan.
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
2. Terdapat perbedaan yang signifikan pada intensitas hujan tinggi (musim penghujan) dan intensitas hujan rendah (musim kemarau), yaitu perbedaan parameter warna dan bau, temperatur (26.0-30.3 0C) dan konduktivitas listrik (93.7-201.2 µmhos) dan pH (6.14-8.0), dimana terdapat fluktuasi nilai yang cukup berarti pada stasiun di bagian hilir.
Penghargaan Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih pada pihak Stasiun Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri dan Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar, yang telah memberikan dukungan data-data yang diperlukan, sehingga studi ini dapat berjalan lancar.
Daftar Pustaka Alemina E, Hairul B, Muzailin A, Agus H, Alvisyahhrin T, 2011. Penyimpangan Penggunaan Lahan di DAS Krueng Aceh Berdasarkan Zona Agroekologi, TDMRC-Unsyiah Banda Aceh. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2006, Alih Fungsi Lahan dan Perubahan Karakteristik Debit DAS Krueng Aceh, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, vol. 28, no.1. Fardiaz, S.1992. Polusi air dan udara, Kanisius, Yogyakarta. Faisal, S, 2006. Penelitian Kualitas Air Sungai Pada Sumber Air Di Kabupaten Aceh Besar. Tugas Akhir, Fakultas Teknik, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh. Suripin. 2002. Pelestarian Sumberdaya Tanah dan Air. Penerbit ANDI. Yogyakarta.