Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
ANALISA KEKERUHAN DAN KANDUNGAN SEDIMEN DAN KAITANNYA DENGAN KONDISI DAS SUNGAI KRUENG ACEH Nurmalita, Maulidia, dan Muhammad Syukri Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala, Darussalam-Banda Aceh Email:
[email protected] ABSTRAK Telah dilakukan penelitian untuk menganalisa kekeruhan dan kandungan sedimen dan kaitannya dengan kondisi DAS sungai Krueng Aceh. Penelitian dilakukan sepanjang DAS Krueng Aceh di 7 (tujuh) sub DAS dalam kawasan Aceh Besar. Hal ini sangat signifikan dalam kaitannya dengan pengaruh DAS sungai Krueng Aceh. Parameter penting yang diukur adalah kekeruhan (turbidity), kandungan sedimen (total suspended solids/TSS dan total disolved solids/TDS). Metode yang dilakukan adalah dengan pengukuran insitu, dengan menggunakan turbidity meter, TSS meter dan TDS meter. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa nilai kekeruhan tertinggi sebesar 63,8 NTU di kawasan sub DAS Krueng Indrapuri, lalu di sub DAS Krueng Inong sebesar 35,6 NTU, dan yang terendah sebesar 4,66 NTU di bagian hulu di kawasan sub DAS Krueng Teureubeh. Pola yang sama didapatkan untuk parameter TDS (102.9 mg/l) dan TSS (93 mg/l). Sedangkan pada sub DAS Krueng Teureubeh, nilai TSS sebesar 55.9 mg/l dan TDS hanya 2 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa kawasan sub DAS Indrapuri sudah di pengaruhi oleh aktivitas manusia yang mempengaruhi input material ke dalam sungai serta adanya pengikisan (erosi) pada badan sungai. Hasil ini sangat penting menunjukkan perbedaan signifikan kondisi air di bagian hulu dan hilir sungai Krueng Aceh, dan harus tetap dijaga kualitasnya dalam batas baku mutu yang ditetapkan. Kata kunci: kekeruhan, sedimen, DAS, erosi, sungai Krueng Aceh. I.
Pendahuluan Air sungai mempunyai peranan yang sangat strategis dalam kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya, serta berperan penting dalam menjaga kelangsungan kehidupan. Sungai memiliki sifat dinamis, maka dalam pemanfaatannya dapat berpotensi mengurangi nilai manfaat dari sungai itu sendiri dan dampak lainnya dapat membahayakan lingkungan secara luas. Salah satu sungai besar dan penting di Aceh adalah Sungai Krueng Aceh. Sungai tersebut memiliki fungsi penting dalam berbagai aspek kehidupan yaitu sebagai sumber bahan baku air minum, mandi, pengairan baik di Kabupaten Aceh Besar maupun di Kota Banda Aceh. Daerah aliran sungai Krueng Aceh terdiri dari beberapa sub DAS, yaitu sub Das Sungai Krueng Teureubeh, Krueng Inong, Bendungan Sungai Krueng Aceh, Krueng Capeung, Krueng Keumireu, Krueng Ie Alang dan Krueng Indrapuri merupakan sebagian dari sungai-sungai utama yang berada di DAS Sungai Krueng Aceh. Dimana
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
DAS Krueng Aceh merupakan salah satu dari 15 DAS di Propinsi Aceh, sehigga merupakan DAS yang sangat penting bagi sebagian besar masyarakat dan Ibukota Provinsi Aceh. Untuk mengantisipasi banjir di Kota Banda Aceh maka aliran air Sungai Krueng Aceh juga dialirkan melalui flood way ke Alue Naga Kota Banda Aceh. Dengan demikian aliran air sungai Krueng Aceh di hilir DASnya terbagi dua wilayah tersebut (Alemina, et.al, 2011). DAS ini memiliki luas 207.496 ha, dan berada pada dua wilayah administratif, yaitu Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar. DAS Krueng Aceh didominasi oleh dataran rendah berupa daerah cekungan dan dataran, serta bukit bergelombang, pegunungan, dan perbukitan. Topografi wilayah bervariasi dari datar sampai curam dan terletak pada ketinggian 0-1.710 m dpl. Dataran dengan lereng 0-8% mendominasi daerah tengah memanjang ke hilir, sedangkan perbukitan dan pegunungan mengapitnya di bagian hulu. Bukit bergelombang dengan luas 17% dari luas wilayah terdapat di pinggir bagian hilir (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2006). Kondisi alam lingkungan sekitar daerah aliran sungai dengan berbagai aktifitas dapat menimbulkan permasalahan yang mempengaruhi kualitas air sungai. Rendahnya kualitas air dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain meningkatnya beban pencemaran akibat limbah industri, domestik dan pertanian (Fardiaz, 1992). Berbagai aktivitas penggunaan lahan di wilayah DAS Sungai Krueng Aceh seperti permukiman, pertanian dan industri rumah tangga, diperkirakan telah mempengaruhi kualitas air Sungai Krueng Aceh. Aktivitas permukiman dan pertanian menyebar meliputi bagian tengah hingga hilir DAS. Kegiatan pertanian terutama akibat menggunakan pupuk dan pestisida akan mempengaruhi kualitas air sungai melalui buangan dari lahan pertanian yang masuk ke badan air. Selain juga, aktivitas rumah tangga yang juga sebagaian besar pembuangannya dialirkan ke sungai ini. Hal ini tidak dapat dihindari, dengan alasan bagi melaksanakan aktivitas pembangun. Dimana kegiatan pembangunan yang dilaksanakan bersama bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dengan menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan memanfaatkan sumber daya alam tanpa memperhatikan aspek lingkungan dapat menimbulkan tekanan terhadap lingkungan. Pertambahan jumlah penduduk yang semakin meningkat dari tahun ke tahun dengan luas lahan yang tetap juga akan mengakibatkan tekanan terhadap lingkungan semakin berat. Berbagai aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya yang berasal dari kegiatan industri, rumah tangga,
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
dan pertanian akan menghasilkan limbah yang memberi sumbangan pada penurunan kualitas air sungai (Suriawiria, 2003). Priyambada et al (2008) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa perubahan tata guna lahan yang ditandai dengan meningkatnya aktivitas domestik, pertanian dan industri akan mempengaruhi dan memberikan dampak terhadap kondisi kualitas air sungai terutama aktivitas domestik yang memberikan masukan konsentrasi BOD terbesar ke badan sungai. Dengan penjelasan tersebut, maka dipandang perlu untuk melakukan analisis kualitas air, terutama kekeruhan dan kandungan sedimen di sungai Krueng Aceh dalam kaitannya dengan perkembangan pertumbuhan penduduk di kawasan DAS yang akan memberi beban pencemaran dari aktivitas masyarakat. Kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat akan sangat mempengaruhi pada sistem alami DAS, seperti pengembangan lahan kawasan budidaya. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas sumberdaya alam (air, tanah, dan hutan) yang disebabkan meningkatnya pertumbuhan penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air sungai Krueng Aceh serta menganalisis hubungannya dengan kondisi sub-DAS dan DAS yang berasal dari aktivitas permukiman, pertanian dan industri kecil yang memberikan masukan pencemaran ke sungai Krueng Aceh. II.
Metode Penelitian
2.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran sungai Krueng Aceh mulai dari hulu hingga bagian hilir dalam kawasan Aceh Besar. Sungai Krueng Aceh yang merupakan sungai utama di DAS sungai ini, juga di bagian sub Das yaitu di Sungai Krueng Teureubeh, Krueng Inong, Bendungan Sungai Krueng Aceh, Krueng Capeung, Krueng Keumireu, Krue Ie Alang dan Krueng Indrapuri (Gambar 1). Kabupaten Aceh Besar terletak pada garis 50 25’ 8” LU dan 950 95’ 8” BT. Dengan luas wilayah sebesar 2.974,12 km2 atau sebesar 5.09 % dari total luas seluruh Provinsi Aceh. Sebagian besar wilayahnya berada di daratan dan sebagian kecil berada di kepulauan, memiliki panjang pantai yang terbentang sepanjang 295 km dan 64 desa atau sebesar 10% desa di Aceh Besar berada di daerah pesisir pantai tersebut (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2006).
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
7 6
5 4 3 2
\1
Gambar 1. Peta lokasi penelitian, 2.2. Metode Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data sekunder yang meliputi data curah hujan yang diperoleh dari Stasiun Klimatologi pada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Indrapuri selama 2 (dua) tahun (2008-2009), dan data kualitas air berupa kekeruhan (turbidity), total suspended solids (TSS) dan total disolved solids (TDS) untuk 2 (dua) tahu pengukuran (2008-2009) diperoleh dari Badan Lingkungan Hidup, Pertamanan, dan Kebersihan (BLHPK) Jantho Aceh Besar. Penelitian dilakukan melalui tahapan pengamatan awal ke lapangan, pengukuran parameter fisis kualitas air sungai, pengolahan dan analisa data. Pengukuran kekeruhan dilakukan dengan turbidity meter, Total Suspended Solids dengn TSS meter dan Total Dissolved Solids TDS meter. III. Hasil dan Pembahasan
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
3.1. Kekeruhan (Turbidity) Hasil pemantauan dan pengukuran kekeruhan yang dilakukan 2 (dua) kali dalam setahun didapatkan hasil seperti pada Tabel 1. Pemantauan bulan November untuk kedua tahun didapat kekeruhan tertinggi terjadi pada sub-DAS yang sama yaitu sub DAS Indrapuri sebesar 20.6 dan 40,8 NTU untuk pemantauan bulan Juni. Kekeruhan terendah terjadi pada sub DAS yang sama yaitu pada Krueng Teureubeh sebesar 2,45 NTU (Juni) dan 3,95 NTU (November). Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya material yang masuk dari sungai-sungai yang bermuara di sungai Krueng Aceh. Materialmaterial tersebut dapat berupa bahan organik dan anorganik baik tersuspensi maupun terlarut seperti lumpur, pasir halus, atau bahan organik seperti plankton dan mikroorganisme lainnya yang semuanya bermuara ke DAS sungai Krueng Aceh. Tabel 1. Hasil pengukuran kekeruhan/turbidity pada 7 (tujuh) sub DAS Kekeruhan/turbidity (NTU) No Sub-DAS November Juni 2008 2009 2008 2009 1 Krueng Teureubeh 3,95 4,66 2,45 2,46 2 Krueng Inong 7,7 35,6 8,61 5,88 3 Bendungan Krueng Aceh 17,34 9,6 12,6 7,76 4 Krueng Capeung 8,23 11,28 11,21 6,37 5 Krueng Keumireu 12,97 14,36 20,4 7,15 6 Krueng Ie Alang 25,1 30,3 15,5 9,3 7 Krueng Indrapuri 40,3 63,8 20,6 26 3.2. Total Suspended Solids (TSS) Hasil pengukuran TSS (mg/L) untuk waktu pemantauan yang sama dapat dilihat pada Tabel 2. Dari hasil pengukuruan ini terlihat adanya fluktuasi nilai TSS antara daerah hulu, bagian tengah dan bagian hilir. Untuk pemantauan 2008 TSS tertinggi terjadi pada sub DAS Krueng Indrapuri sebesar 74 mg/L, dan terendah terjadi pada sub DAS Krueng Ie Alang sebesar 0.002 mg/L. Sedangkan untuk tahun 2009 konsentrasi tertinggi sebesar 93 mg/L, sedangkan konsentrasi TSS terendah terdapat pada sub DAS Krueng Teureubeh sebesar 6 mg/L. Adanya fluktuasi nilai TSS pada setiap pengukuran disebabkan perbedaan masukan material dari daratan dan yang mengalir dari Sungai Krueng Indrapuri. Terlihat bahwa di bagian hilir nilai TSS relatif tinggi disebabkan aktivitas manusia yang meningkat di sekitar daerah tersebut. Selain itu, tinggi rendahnya konsentrasi TSS di sungai juga diakibatkan oleh adanya erosi tanah, pasir dan material
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
sungai lainnya. Air sungai yang mempunyai konsentrasi TSS yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya pendangkalan dan menghambat jangkauan sinar matahari ke dalam dasar sungai sehingga proses fotosisentis tumbuhan air terhambat. Tabel 2. Hasil pengukuran TSS pada 7 (tujuh) sub DAS TSS (mg/L) No 1 2 3 4 5 6 7
Sub-DAS Krueng Teureubeh Krueng Inong Bendungan Krueng Aceh Krueng Capeung Krueng Keumireu Krueng Ie Alang Krueng Indrapuri
November 2008 2009 2 6 50.4 32 40 14 8 49 26 13 0.0002 16 74 93
Juni 2008 1,02 20,4 26,4 12 25,6 1,07 79,6
2009 6 9 10 8 4 14 6
3.3. Total Dissolved Solids (TDS) Hasil pengukuran TDS (mg/L) untuk waktu pemanatan yang sama dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil pengukuran menunjukkan perbedaan TDS untuk tahun 2008 dan 2009. Pada tahun 2008 TDS tertinggi terdapat pada sub DAS sungai Krueng Capeung sebesar 104,3 mg/L dan terendah pada sub DAS Bendungan Krueng Aceh sebesar 26,6 mg/L pada kedua waktu pengukuran TDS terendah terdapat pada sub DAS Krueng Teureubeh sebesar 55.9 mg/L. Penyebab utama terjadinya TDS adalah bahan anorganik berupa ion-ion yang umum dijumpai di perairan. Sebagai contoh air buangan sering mengandung molekul sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan pencucian. Dari data yang menunjukkan bahwa konsentrasi TDS mempunyai nilai yang rendah pada musim kemarau dan akan bernilai lebih tinggi pada musim penghujan. Tabel 3. Hasil pengukuran TDS pada 7 (tujuh) sub DAS TDS (mg/L) No 1 2 3 4 5 6
Sub-DAS Krueng Teureubeh Krueng Inong Bendungan Krueng Aceh Krueng Capeung Krueng Keumireu Krueng Ie Alang
November 2008 2009 55.9 22.70 95.6 40.50 94.5 52.20 104.3 54.90 63.2 23.40 59.7 55.20
Juni 2008 7,49 8,01 7,8 8,01 7,8 8,01
2009 6,30 6,70 7,12 7,01 6,40 6,58
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013
7
Krueng Indrapuri
102.9
49.30
8
6,68
IV. Kesimpulan Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa kekeruhan yang terjadi sangat ditentukan oleh besarnya kandungan sedimen yaitu dari total suspended solids (TSS) dan total disolved solids (TDS). Dimana semakin tinggi TDS dan TDS di setiap stasiun pengukuran akan menghasilkan kekeruhan yang lebih tinggi. Selain itu juga, besarnya kandungan sedimen tersebut (total suspended solids (TSS) dan total disolved solids (TDS)) sangat dipengaruhi oleh sub keberadaan DAS pada DAS Krueng Aceh. Adanya aktivitas yang tinggi pada suatu sub DAS akan mempengaruhi sangat relevan pada kekeruhan, TSS dan TDS sungai Krueng Aceh. Daftar Pusataka Alemina E, Hairul B, Muzailin A, Agus H, Alvisyahhrin T, 2011. Penyimpangan Penggunaan Lahan di DAS Krueng Aceh Berdasarkan Zona Agroekologi, TDMRC-Unsyiah Banda Aceh. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2006, Alih Fungsi Lahan dan Perubahan Karakteristik Debit DAS Krueng Aceh, Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian, vol. 28, no.1. Fardiaz, S.1992. Polusi air dan udara, Kanisius, Yogyakarta. Priyambada, I, B, Oktiawan, W, Suprapto,R,P,E, 2008, Analisa Pengaruh Perbedaan Fungsi Tata Guna Lahan terhadap Beban Cemaran BOD Sungai (Studi Kasus Sungai Serayu Jawa Tengah), Jurnal Presipitasi, Vol. 5, No. 2, pp 55-62, diakses 17 Desember 2012, http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/52085562.pdf Suriawiria, Unus. 2003. Air dalam Kehidupan dan Lingkungan yang Sehat. Penerbit Alumni. Bandung.
Seminar Nasional Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Berbasis Masyarakat Menuju Hutan Aceh Berkelanjutan, Banda Aceh, 19 Maret 2013