KARAKTERISASI LIMPASAN AIR HUJAN PERKOTAAN DI BANDUNG DALAM UPAYA AWAL REVITALISASI AIR TANAH CHARACTERIZATION OF URBAN STORMWATER RUNOFF IN BANDUNG PRIOR TO GROUNDWATER REVITALIZATION Hanif Almaditya1 dan Yuniati Zevi2 Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Jl. Ganesha 10 Bandung 40132 1
[email protected] dan
[email protected] Abstrak: Air tanah merupakan isu yang sering diabaikan keberadaannya oleh masyarakat. Kondisi air tanah yang kritis di kota besar di Indonesia, salah satunya Bandung, membuat isu recharging air tanah kembali muncul. Kritis air tanah didefinisikan dengan keringnya air tanah pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan. Salah satu sumber air yang melimpah untuk water recharging secara alami adalah air limpasan hujan di jalan atau urban runoff stormwater. Sebelum menginjeksi air limpasan hujan dari jalan ke dalam tanah, perlu dilakukan karakterisasi air limpasan hujan terlebih dahulu. Jika kualitas air limpasan hujan buruk, maka perlu dilakukan proses pengolahan sebelum dimasukkan ke dalam tanah. Parameter kualitas air yang diteliti adalah kandungan besi (Fe), mangan (Mn), nitrat (NO3), nitrit (NO2), klorida (Cl), kesadahan kalsium (kesadahan Ca), sulfat (SO4), fluorida (F), residu tersuspensi (TSS), timbal (Pb), cadmium (Cd), seng (Zn), dan tembaga (Cu). Pada makalah ini, data yang dibahas adalah logam berat yaitu timbal (Pb), cadmium (Cd), seng (Zn), dan tembaga (Cu). Parameter tersebut dipilih karena dapat ditemukannya efek negatif bagi manusia jika air tersebut dimanfaatkan secara langsung dengan konsentrasi yang melebihi baku mutu. Peraturan yang dipakai sebagai baku mutu adalah Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk baku mutu badan air kelas I. Sebagai tambahan, direkomendasikan penggunaan biofilter sebagai unit pengolahan dengan memanfaatkan jalur hijau yang sudah tersedia di sepanjang jalan. Pada penelitian kali ini, pembahasan fokus pada kualitas limpasan stormwater di Jalan Ir. H. Juanda di kota Bandung. Kata kunci: hujan, air limpasan hujan di jalan, air tanah, kualitas air, recharging Abstract: Groundwater is one of the issue that happen to be forgotten its essential part. Critical conditions of groundwater in big cities across Indonesia, especially Bandung, have made the water recharging issue float in the surface. Critical conditions of groundwater can be described as lacking of groundwater quantity in dry season hence flooding occured in rain season. The main natural source where the volume is huge is urban stormwater runoff. However, before injecting the runoff into ground, characterizing the quality of runoff is a must to prevent major harms to environment as well as humans. Processing the urban stormwater runoff will be needed regarding the quality of the runoff. The chemical parameters that need to be checked are iron, manganese, nitrate, nitrit, chloride, calcium hardness, sulfide, fluoride, suspended residue, lead, cadmium, zinc, and copper. In this paper, the heavy metals quality are the parameters that will be discussed. The negative effects that can be occured if the previous parameters are over the quality standards, is the main reason to pick those parameters. The regulation which is used to become the quality standard is Government Regulation no 82/2001 regarding the Proccessing Water Quality and Water Pollution Control, first class type of water to be more spesific. The processing method that can be used is biofilter, maximizing green areas through the length of road. In this research, the author is discussing the stormwater quality in Jalan Ir. H. Juanda, Bandung. Keywords: Stormwater, Road runoff, groundwater, water quality, recharging
PENDAHULUAN Air tanah merupakan salah satu fase dalam siklus hidrologi yang memiliki fungsi penting dalam kehidupan manusia. Air tanah berfungsi sebagai cadangan air bersih yang dapat dimanfaatkan manusia untuk kebutuhan sehari-hari. Fungsi lain dari air tanah adalah menjaga stabilitas permukaan tanah. Volume akuifer di dalam tanah yang besar menjadi salah satu 1
aspek yang membentuk kontur tanah. Jika volume akuifer berkurang, maka kontur tanah dapat berubah sehingga mempengaruhi aktivitas makhluk hidup diatasnya. Volume dan kestabilan keberadaan air tanah kini semakin buruk di Bandung. Sulit menemukan air tanah pada musim kemarau akibat eksploitasi air tanah besar-besaran dan banjir terjadi pada musim hujan merupakan indikasi tidak sehatnya siklus hidrologi terutama pada fase air tanah. Hal ini perlu mendapat perhatian dan upaya khusus untuk mengembalikan fungsi air tanah. Salah satu cara untuk mengembalikan volume air tanah adalah recharging memanfaatkan runoff. Upaya ini akan menambah volume air tanah sehingga tidak berakibat buruk bagi kelangsungan makhluk hidup. Hal ini akan menambah cadangan air tanah ketika musim kemarau sehingga fungsi air tanah kembali seperti semula dan tidak ada lagi kekeringan. Selain itu, perubahan tata guna lahan dari lahan hijau menjadi perkerasan seperti tempat parkir atau tempat usaha membuat volume runoff meningkat sehingga semakin berkurang volume air hujan yang masuk ke dalam tanah. Sebelum melakukan recharging, perlu dilakukan karakterisasi runoff stormwater untuk memastikan air tersebut aman jika dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. Peraturan yang digunakan adalah Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk baku mutu badan air kelas I. Contoh sampel jalan yang diambil adalah Jalan Ir. H. Juanda dengan 2 titik sampel. Parameter yang dibahas pada makalah ini adalah parameter logam berat yaitu timbal (Pb), cadmium (Cd), tembaga (Cu), dan seng (Zn). Penentuan lokasi penelitian di Jalan Ir. H. Juanda dikarenakan sering ditemukan volume runoff yang berlebih saat hujan deras. Runoff tersebut tidak dapat ditampung sepenuhnya di dalam sistem drainase sehingga mengalir deras di sisi jalan. Hal ini menyebabkan umur jalan menjadi lebih pendek karena lebih cepat rusak akibat runoff. Selain itu, Jalan Ir. H. Juanda memiliki jalur hijau yang luas dan penerapan proses pengolahan dapat memanfaatkan jalur hijau tersebut. METODOLOGI Tahapan prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1, dimulai dari identifikasi masalah, studi literatur, survey lapangan, kemudian dianjutkan dengan pengambilan sampel air hujan. Kegiatan ini dilakukan paralel dengan pengambilan data sekunder sebelum dilanjutkan pada analisis kualitas air di laboratorium sebagai data primer. Setelah itu, dilakukan pengolahan data untuk kemudian di analisis dan diambil kesimpulan. Selanjutnya, untuk memperoleh data primer diperlukan penentuan metode, penentuan variabel yang berpengaruh dalam penelitian seperti temperatur dan kondisi sekitar di lapangan yang mungkin dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar pada sampel air hujan. Metode dasar sampling yang digunakan dalam penelitian karakterisasi air limpasan hujan adalah metode grab sampling dengan interval pengambilan setiap sampel 5 menit. Jumlah sampel yang diambil berupa perbandingan curah hujan harian dengan periode minimal 5 tahun sebelumnya. Metode yang digunakan adalah mencari 7 hujan dengan perbandingan tertentu sesuai curah hujan 5 tahun sebelumnya. Data curah hujan yang diolah akan menentukan curah hujan harian yang dibutuhkan sehingga sampel representatif pada 1 tahun (Leecaster, 2008). Dalam penelitian ini, setiap dilakukan pengambilan data digunakan sampel yang terbuat secara triplo dengan pengambilan setiap sampel memiliki interval 5 menit. Jika runoff tidak cukup untuk menunggu interval tersebut, tetap dilakukan pengambilan sampel dengan jarak pengambilan 1-2 meter antar sampel. 2
Setelah periode waktu Identifikasi Masalah
Studi Literatur
Survey Lapangan
Pengambilan Data Sekunder
Pengambilan Sampel Air Hujan
Analisis Kualitas Air Hujan di Lab
Pengolahan Data
Analisis dan Kesimpulan
Gambar 1 Diagram alir metodologi penelitian
3
Identifikasi Masalah Pada tahap identifikasi masalah, dilakukan analisis tentang runoff stormwater di jalan di lokasi studi. Permasalahan dalam studi ini adalah tidak diketahuinya kandungan pencemar apa saja yang terkandung di dalam runoff stormwater dari jalan raya di kota Bandung sehingga perlu dilakukan studi literatur untuk mengetahui pencemar apa saja yang umum ditemukan serta kemungkinan sumbernya. Studi Literatur Tahap ini bertujuan untuk mengetahui unsur pencemar apa saja yang umum ditemukan pada runoff stormwater di jalan. Studi literatur dilakukan dengan membaca jurnal penelitian yang telah melakukan studi karakteristik runoff stormwater di jalan sehingga dapat fokus kepada pencemar yang berbahaya jika ingin melakukan recharging air tanah. Survey Lapangan Survey lapangan bertujuan untuk mengetahui keadaan eksisting jalan Ir. H. Juanda dan ketika kering maupun basah. Hal ini akan memberikan gambaran umum ketika dilakukan pangambilan sampel dan keadaan sekitar yang dapat mempengaruhi kualitas sampel. Pada bab gambaran umum telah dijelaskan hasil survey lapangan yang telah dilakukan, dan aspek-aspek yang dapat mempengaruhi kualitas sampel. Selain itu, penentuan titik pengambilan sampel akan dijabarkan lebih lanjut pada sub-bab penentuan lokasi pengambilan sampel. Pengambilan Data Sekunder Tahap ini diperlukan untuk mengetahui kondisi eksisting Jalan Ir. H. Juanda berupa data curah hujan, tataguna lahan disekitar kedua jalan tersebut, dan luas ruas jalan beserta komponen pendukung lain. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara pendataan dari dinas, lembaga, ataupun instansi terkait. Pengambilan Sampel Air Penentuan lokasi dan jumlah titik pengambilan sampel dilakukan dengan metode Grab Sampling (GS). Metode GS digunakan untuk sampel yang relatif homogen. Dalam penelitian ini, air limpasan hujan di jalan merupakan sampel yang relatif homogen dengan penentuan titik dilakukan pada ruas awal jalan yang ingin diteliti dan di akhir ruas jalan. Penentuan 2 titik tersebut dilakukan agar diketahui apakah kualitas limpasan air hujan di jalan akan mengalami akumulasi pencemar atau pengenceran. Menurut data tersebut, maka dapat ditentukan perkiraan sumber pencemar pada limpasan air hujan di jalan. Jumlah sampel yang harus dikumpulkan adalah tujuh hujan dengan rincian tiga hujan ringan, tiga hujan sedang, dan satu hujan besar. Tipe hujan tersebut dikategorikan menurut curah hujan saat pengambilan sampel. Menurut Leecaster (2008), hujan selama satu tahun dapat diwakilkan oleh ketujuh hujan tersebut karena mayoritas perbandingan nilai statistik dari satu tahun hujan adalah 3:3:1. Sampel diambil dengan metode triplo. Data yang ditampilkan merupakan rata-rata dari data triplo tersebut. Selain itu, Leecaster (2008) juga menambahkan bahwa lima kali hujan secara random akan mewakili data setengah tahun hujan dan tiga kali hujan merepresentasikan keadaan hujan selama tiga bulan dengan variasi besaran sampel (sampel dengan besar 3-17). Sampel air diawetkan menggunakan HNO3 untuk pengecekan parameter Pb, Zn, Cd, Cu dan pengawetan pada suhu 4oC untuk parameter besi, mangan, fluorida, nitrit, nitrat, kesadahan kalsium, klorida, sulfat, dan TSS. Sampel dianggap representatif hingga 28-30 hari setelah pengambilan sampel dan diawetkan. 4
Titik Sampling Gambar 2 menunjukkan lokasi sampling titik A dan titik B. Titik A terletak pada persimpangan Jalan Dipatiukur, Jalan Siliwangi dan Jalan Ir. H. Juanda. Sedangkan titik B terletak pada persimpangan Jalan Dipatiukur, Jalan Ir. H. Juanda dan Jalan Cikapayang dibawah Jl Layang Pasupati:
Gambar 2 Lokasi sampling point A (kiri) dan sampling point B (kanan) (pencitraan dari Google Earth; diakses pada tanggal 26 April 2013). Kedua titik sampling berada pada jalan yang sama namun berbeda elevasinya. Elevasi titik A lebih tinggi daripada titik B sehingga runoff akan mengalir dari titik A ke titik B. Analisis Parameter Logam Berat (Pb, Zn, Cu, Cd) Alat yang digunakan sebagai pengecekan parameter logam adalah AAS (Atomic Analytic Spectrophotometry). Sampel air secukupnya yang telah bebas dari endapan dimasukkan ke dalam AAS kemudian diatomisasi menggunakan api dengan bahan bakar NO2 dan graphite tube analyzer hingga berbentuk gas. Setelah menjadi atom, sampel air diionisasi menggunakan tegangan listrik sehingga dapat diketahui jumlah ion yang dibutuhkan sampai seluruh atom terionisasi. Nilai konsentrasi kandungan logam berat sampel dapat diketahui dengan dibandingkan jumlah ion yang dibutuhkan dengan blanko serta standar yang telah diketahui konsentrasi logam beratnya. Data blanko dan larutan standar akan dibentuk grafik linear dan kemudian konsentrasi logam berat yang terukur pada sampel akan dimasukkan ke dalam grafik sehingga diketahui nilai konsentrasinya. HASIL DAN PEMBAHASAN Timbal Nilai timbal yang dapat ditemukan pada runoff dari jalan bersumber dari potongan aspal, asap kendaraan bermotor, kebocoran pelumas kendaraan bermotor, dan sumber lain. Hal ini dibuktikan oleh EPA pada tahun 1983 yang melakukan penelitian kualitas urban stormwater di hampir seluruh kota besar di Amerika menemukan konsentrasi timbal sebesar 0,18 mg/l. 5
Timbal terdeteksi lebih dari 75% dari seluruh jumlah sampel (United States Environmental Protection Agency,1983). US-EPA kemudian mengeluarkan hasil penelitian mereka mengenai konsentrasi timbal pada urban stormwater tahun 2004 dan menemukan nilai timbal berada pada rentang 0,2-5 mg/l (Minton, 2005). Penelitian lain mengatakan bahwa timbal ditemukan pada runoff jalan di Coyote Creek, California memiliki konsentrasi 100-500 kali lebih besar daripada badan air pada umumnya (Pitt,1995). Dari fakta diatas, maka timbal masuk menjadi salah satu parameter penting yang harus diteliti konsentrasinya. Tabel 1 menunjukkan nilai konsentrasi timbal dari sampel yang telah dikumpulkan. Tabel 1 Tabel konsentrasi timbal pada titik A dan titik B Hujan Ke 1 2 3 4 5 6 7
Nilai Pb rata-rata (mg/l) Titik A Titik B Simpang Dago <0,026 <0,026 <0,026 <0,026 <0,026 <0.026 <0,026 <0,026 <0,026 <0,026 <0,026 <0,026 <0,026 <0,026
Nilai pH rata-rata Titik A Titik B Simpang Dago 6,493 7,829 6,339 7,198 6,339 7,951 7,574 8,049 7,136 7,145 7,503 8,308 6,663 8,127
Nilai TSS rata-rata (gr/l) Titik A Titik B Simpang Dago 2,23 2,50 2,23 1,37 1,97 1,03 2,43 2,20 1,74 1,04 0,38 0,50 3,33 2,71
Nilai konsentrasi timbal di kedua titik pantau didapat dibawah 0,026 mg/l. Nilai ini dibawah baku mutu yang tercantum pada PP no 82 tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk baku mutu badan air kelas I untuk parameter timbal yaitu sebesar 0,03 mg/l. Seluruh pengambilan sampel hampir dilakukan pada rentang 15.00-17.00 WIB yang merupakan salah satu peak-hour jalan raya (Harun Al-Rasyid et al, 2003). Konsentrasi timbal yang ditemukan berbeda dengan literatur yang telah melakukan penelitian serupa. Beberapa kondisi lapangan dan regulasi di Indonesia menjadi penyebab adanya perbedaan nilai konsentrasi tersebut. Penggunaan bensin tanpa timbal telah dilakukan sejak tahun 2003, sehingga hampir tidak ada lagi unsur timbal yang ditemukan pada knalpot kendaraan bermotor. Jenis bahan bakar yang digunakan di Indonesia ada 4, yaitu oktan 88, oktan 91, oktan 95, dan biodiesel. Keseluruhan nilai oktan dihasilkan oleh proses penyulingan yang baik, bukan dinaikkan nilai oktannya dengan penambahan timbal, serta dibakar oleh mesin kendaraan bermotor yang telah berkembang sehingga tidak menghasilkan timbal yang keluar dari knalpot kendaraan. Cadmium Konsentrasi cadmium pada runoff ditemukan pada range 0,005-0,1 mg/l (US-EPA, 2004). Nilai tersebut didapat dari penelitian kualitas runoff di Amerika yang dilakukan oleh EPA. Range nilai tersebut melewati baku mutu di Indonesia menurut PP no 82 tahun 2001 sehingga perlu diteliti lebih lanjut bagaimana kualitas runoff di Indonesia khususnya di Bandung. Nilai cadmium (Cd) di runoff jalan didominasi oleh serpihan ban yang terbuang saat mobil melintas serta minyak rem. Kedua hal ini merupakan penyumbang terbanyak konsentrasi Cd di dalam runoff (Minton, 2005). Mengingat lingkup penelitian yang meneliti runoff dari jalan, maka besar kemungkinan keberadaan cadmium di runoff tinggi sehingga diputuskan untuk mengukur konsentrasi cadmium. 6
Pada Tabel 2 ditampilkan hasil pengukuran Cd pada sampel. Terlihat pada 4 hujan, ditemukan konsentrasi cadmium kurang dari 0,016 mg/l pada kedua titik, sedangkan pada 3 hujan tertangkap konsentrasi cadmium di titik B sebesar 2,129 mg/l, 2,417 mg/l, dan 1,6086 mg/l. Di titik B ditemukan konsentrasi cadmium sebesar 0,56 mg/l , 0,481 mg/l, dan 0,0163 mg/l. Tabel 2 Tabel konsentrasi cadmium di titik A dan titik B Hu jan
1 2 3 4 5 6 7
Nilai cadmium ratarata (mg/l) Point A Point B Simpang Dago
<0,016 <0,016 <0,016 <0,016 0,560 0,481 0,016
<0,016 <0,016 <0,016 <0,016 2,129 2,417 1,609
Nilai pH rata-rata Point A Simpang 6,493 6,334 6,334 7,574 7,136 7,503 6,663
Nilai TSS rata-rata (gr/l) Point A Point B Simpang Dago
Point B Dago 7,829 7,198 7,952 8,049 7,145 8,308 8,127
2,23 2,23 1,97 2,43 1,74 0,38 3,33
2,50 1,37 1,03 2,20 1,04 0,50 2,71
Nilai kesadahan (Ca2+) (mg/l) Point A Point B Simpang Dago
72,43 329,33 229,67 78,62 31,64 27,28 50,14
27,86 82,33 54,48 100,29 45,84 58,81 49,7
Pada 4 hujan awal, konsentrasi cadmium ditemukan sangat kecil, dan bertentangan dengan literatur yang ada mengenai keberadaan cadmium di runoff jalan raya. Besar kemungkinan cadmium yang ada di jalan masih berbentuk padatan dan tersuspensi, sehingga tidak terdeteksi oleh AAS. Terlihat dari nilai TSS yang tinggi pada 4 hujan pertama, nilai TSS memiliki range dari 0,1-3,33 gr/l. Nilai TSS dan cadmium sangat kecil pada hujan 1 titik A dan hujan 4 titik B. Kesadahan memiliki peranan penting dalam perubahan fase cadmium di alam. Nilai kesadahan tinggi mempercepat perubahan fase cadmium terlarut menjadi aerosol (Cusimano, 1986). Namun pada penelitian ini tidak dapat dibuktikan korelasi kesadahan kalsium dengan keberadaan cadmium karena perlu kondisi khusus yaitu pH 8 – 9 dan waktu reaksi yang cukup lama. Pada 3 hujan terakhir, ditemukan konsentrasi cadmium yang sangat jauh melebihi baku mutu yaitu sebesar 0,01 mg/l. Konsentrasi cadmium yang tinggi disebabkan oleh bagian ban yang terkikis, ditunjukkan oleh nilai TSS yang tinggi, dengan range 0,49-2,43 gr/l. Sedangkan untuk cadmium yang terlarut diakibatkan oleh minyak rem dari kendaraan bermotor dan talang air yang terkikis di sekitar titik sampel. Hal lain yang dapat mempengaruhi adalah, jka mengacu pada penelitian mengenai fase heavy metal terhadap nilai pH yang dilakukan Ayers et al pada tahun 1994, ditemukan bahwa cadmium memiliki kecenderungan terlarut maksimum pada pH 8. Jika dibandingkan dengan data di lapangan, nilai pH pada sampel hujan 6-8 berada diantara 6,3-8,3 yang merupakan rentang dimana cadmium terlarut sehingga dapat terbaca pada AAS, ditunjukkan pada konsentrasi cadmium yang tinggi. Konsentrasi cadmium di runoff jalan cukup tinggi walaupun hanya ditunjukkan pada 3 hujan. Nilai konsentrasi yang sangat melebihi baku mutu menjadi salah satu parameter yang perlu disisihkan sebelum melakukan recharging air tanah memanfaatkan runoff. Gambar 3 menyajikan data perbandingan konsentrasi cadmium terukur dengan baku mutu:
7
Konsentrasi Cadmium (mg/l)
3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 1
2
3
4
5
6
7
8
Kejadian Hujan Simpang (44k A)
Dago (44k B)
Baku mutu (0.01 mg/l)
Gambar 3 Grafik perbandingan konsentrasi cadmium terukur dengan baku mutu Tembaga Konsentrasi tembaga pada urban stormwater berkisar antara 5-150 mg/l sesuai dengan penelitian yang dilakukan US-EPA pada tahun 2004. Ruang lingkup penelitian yang dilakukan US-EPA adalah seluruh kota besar di Amerika. Jika konsentrasi tembaga tersebut ditemukan pada runoff di Indonesia, maka nilai tersebut melebihi baku mutu sebesar 0,02 mg/l mengacu pada PP no 82 tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk baku mutu badan air kelas I sehingga diputuskan untuk melakukan uji kualitas tembaga pada sampel runoff. Tabel 3 menunjukkan konsentrasi tembaga yang berhasil diukur: Tabel 3 Tabel konsentrasi tembaga di titik A dan titik B Hujan Ke 1 2 3 4 5 6 7
Nilai Cu rata-rata (mg/l) Titik A Titik B Simpang Dago 0,016 <0,0079 0,149 0,108 0,027 0,077 0,010 `0,151 0,100 0,181 <0,0079 0,017 <0,0079 <0,0079
Nilai pH rata-rata Titik A Titik B Simpang Dago 6,493 7,829 6,339 7,198 6,339 7,951 7,575 8,049 7,136 7,145 7,503 8,308 6,663 8,127
Nilai TSS rata-rata (gr/l) Titik A Titik B Simpang Dago 2,23 2,50 2,23 1,37 1,97 1,03 2,43 2,20 1,74 1,04 0,38 0,50 3,33 2,71
Nilai yang paling besar terdapat pada hujan ke 5 di titik B dengan konsentrasi 0,181 mg/l dan terendah namun melewati baku mutu adalah hujan ke 2, hujan ke 5 dan hujan ke 3 di titik A dengan nilai 0,0267 mg/l dan 0,149 mg/l , 0,1 mg/l.
8
Konsentrasi Tembaga (mg/l)
0.200 0.180 0.160 0.140 0.120 0.100 0.080 0.060 0.040 0.020 0.000 1
2
3
4
5
6
7
8
Kejadian Hujan Simpang (44k A)
Dago (44k B)
Baku mutu (0.02 mg/l)
Gambar 4 Grafik perbandingan konsentrasi tembaga terukur dengan baku mutu Sumber pencemar tembaga berasal dari tumpahan cairan otomotif seperti kampas rem, minyak rem, oli, maupun bagian mobil lainnya. Selain itu, timbulan tembaga didapat dari pemakaiannya sebagai pelapis anti karat. Konsentrasi tembaga yang rendah pada hujan 1, hujan 4, dan hujan 7 dapat dikarenakan karena tembaga berada pada fase padatan. Solubilitas tembaga pada pH 8 mencapai nilai terendah mendekati nol, sedangkan solubilitas tembaga mencapai nilai tertinggi pada pH 5,5 pada nilai 100 mg/l (Ayers et al, 1994). Hal ini sesuai dengan pH pada hujan tersebut yang berada pada range 6,493-8,13. Konsentrasi tembaga tidak dapat terbaca pada AAS karena berada pada fase padatan. Nilai TSS pada hujan bersangkutan ditemukan cukup tinggi yaitu pada hujan 4, hujan 7, dan hujan 8 dengan range 0,1-2,197 gr/l. Tembaga dapat ditemukan pada sebagian TSS tersebut, namun jika mengacu PP no 82 tahun 2001, konsentrasi tembaga dan parameter lainnya adalah konsentrasi terlarutnya di dalam air. Selama konsentrasi terlarut suatu unsur tidak melewati baku mutu, maka air tersebut tidak dikatakan tercemar. Pada hujan 2, hujan 3, hujan 5, dan hujan 6 didapat konsentrasi tembaga yang tinggi. Walaupun nilai pH pada hujan tersebut masuk pada range 6,34-8,3 dimana tembaga memiliki solubilitas rendah, konsentrasi tembaga terlarut tetap melebihi baku mutu yang berasal dari tumpahan cairan otomotif seperti kampas rem, oli rem, dan lainnya. Konsentrasi tembaga di titik B memiliki konsentrasi tembaga lebih besar dari titik A. Tren tersebut terlihat pada hujan 3, hujan 5, dan hujan 6. Konsentrasi tersebut bisa terakumulasi, mengingat titik B merupakan hilir dari titik A, namun tidak menutup kemungkinan adanya sumber pencemar lain diantara kedua titik tersebut seperti adanya kebocoran oli rem pada mobil yang melintas, penggunaan tembaga yang terkelupas pada lampu jalan, atau tergerusnya tembaga dari alat lain yang digunakan saat hujan dan saat pengambilan sampel. Konsentrasi tembaga perlu diolah sebelum di recharge ke dalam tanah karena konsentrasi tertinggi yang ditemukan pada penelitian ini (0,181 mg/l) 9 kali lipat lebih besar dari baku mutu dan harus memenuhinya. Zinc Seng ditemukan lebih banyak pada runoff jalan yang tataguna lahan disekitarnya digunakan untuk industri, perbandingan dengan jalan dengan tataguna lahan disekitarnya menjadi perumahan dan niaga sebesar 8:1 (C. Paul Frederick, 2002). Seng ditemukan sebagai 9
konsentrasi terbesar logam berat pada wilayah industri seperti data yang dicantumkan pada penelitian oleh Frederick sejak tahun 1998 hingga 2002. Penelitian oleh Pitt (1995) di Coyote Creek, California menemukan fakta bahwa konsentrasi seng pada urban runoff 100-500 kali lebih besar dari pada badan air terdekat. US-EPA (1983) telah melakukan penelitian serupa dan menemukan bahwa dari seluruh sampel urban runoff yang dikumpulkan dari tahun 19781983, seng ditemukan di 75% sampel. Penelitian-penelitian sebelumnya membuat seng menjadi unsur yang wajib dicek keberadaannya pada urban runoff. Tabel 4 menyajikan data seng rata-rata per hujan yang diambil: Tabel 4 Tabel konsentrasi seng di titik A dan titik B Hujan Ke
1 2 3 4 5 6 7
Nilai Zn rata-rata (mg/l) Titik A Titik B Simpang Dago 0,087 <0,059 0,490 0,251 0,406 0,218 0,626 0,315 0,286 0,11 <0,059 0,146 0,799 0,357
Nilai pH rata-rata Titik A Titik B Simpang Dago 6,493 7,829 6,339 7,198 6,339 7,951 7,574 8,049 7,136 7,145 7,50 8,308 6,663 8,127
Nilai TSS rata-rata (gr/l) Titik A Titik B Simpang Dago 2,23 2,50 2,23 1,37 1,97 1,03 2,43 2,20 1,74 1,04 0,38 0,50 3,33 2,71
Gambar 5 membandingkan hasil pengukuran seng dengan baku mutu yang berlaku yaitu PP no 82 tahun 2001 mengenai Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air untuk baku mutu badan air kelas I:
Konsentrasi Seng (mg/l)
1.400 1.200 1.000 0.800 0.600 0.400 0.200 0.000 1
2
Simpang (44k A)
3
4
5
6
7
8
Kejadian Hujan Dago (44k B) Baku mutu (0.05 mg/l)
Gambar 5 Grafik perbandingan konsentrasi seng terukur dengan baku mutu Titik A memiliki konsentrasi tembaga lebih besar daripada titik B. Hal ini terlihat dari data bahwa lima dari delapan hujan ditemukan konsentrasi tembaga lebih besar pada titik A. Kondisi ini dapat dikaitkan dengan keadaan disekitar titik sampling. Pada titik A, banyak digunakan bangunan yang menggunakan material seng seperti talang air dan atap sehingga sumber pencemar pada runoff di titik A lebih tinggi daripada titik B. Sedangkan pada titik B sumber pencemar tembaga di dominasi oleh kendaraan yang melintas disekitar titik sampling. Hanya hujan pertama dengan intensitas ringan di titik B yang tidak melebihi baku mutu untuk konsentrasi seng. Data tersebut menjelaskan bahwa masih banyak material mobil, bahan 10
bangunan terutama atap, dan komponen lainnya yang menjadi sumber pencemar seng pada runoff. Pengolahan secara sederhana untuk mengurangi konsentrasi seng diperlukan sebelum melakukan upaya groundwater recharging memanfaatkan urban stormwater runoff di kawasan komersial/pemukiman. Konsentrasi seng yang tinggi mengharuskan adanya pengolahan runoff secara sederhana sehingga dapat memenuhi baku mutu sebesar 0,05 mg/l. Pemenuhan baku mutu dilakukan agar runoff dapat di-recharge ke dalam tanah menjadi sumur dangkal dan dapat dimanfaatkan secara langsung oleh masyarakat. KESIMPULAN Hasil pengukuran konsentrasi logam berat pada runoff stormwater memiliki hasil yaitu konsentrasi cadmium (31,25% atau 5 dari 16 hujan melebihi baku mutu), tembaga (43,75% atau 7 dari 16 hujan melebihi baku mutu) dan seng (87,5% atau 14 dari 16 melebihi baku mutu). Dari hasil tersebut, maka perlu adanya pengolahan berupa biofilter sebelum runoff stormwater di jalan Ir. H. Juanda dimasukkan ke dalam tanah sebagai upaya revitalisasi air tanah karena air tersebut akan digunakan oleh masyarakat sekitar. Jika tidak dilakukan upaya pengolahan, maka dapat berakibat buruk pada kesehatan masyarakat yang menggunakannya. DAFTAR PUSTAKA Ayres, David M. et al. (1994). Removing Heavy Metals From Wastewater. University of Maryland, Maryland, USA. Cusimano, RF. et al. (1986). Effects of pH on the Toxicities of Cadmium, Copper, and Zinc to Steelhead Trout (Salmo gairdneri). Ottawa, Canada. Effendi, Hefni (2003). Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius: Yogyakarta. Frederick, C. Paul (2002). Water-Quality Characteristics of Urban Storm Runoff at Selected Sites in East Baton Rouge Parish, Louisiana, February 1998 through April 2002. U.S Geological Survey, Louisiana, USA. Harun Al-Rasyid, et al (2003). Urban Transport and Land Use Planning Toward The Sustainable Development (Case Study of Bandung Metropolitan Area). ITB, Bandung. Leecaster, Molly K.Schiff, Kenneth (2008). Assesment of Efficient Sampling Designs for Urban Stormwater Monitoring. Southern California Coastal Water Research Project. California, USA. Pitt, Robert. Et al (2004). The National Stormwater Quality Database. Journal of Environment, Alabama, USA. Sawyer, Clair N (2003). Chemistry for Environmenal Engineering and Science 5th Edition. McGraw-Hill: Massachussets, USA. Swain, P. Eng. (1983). Stormwater Monitoring of A Residential Catchment Area. Water Management Branch, B.C Ministry of Environment: Vancouver, B.C., USA. United States Environmental Protection Agency. 2002a. Economic Analysis of Proposed Effluent Limitation Guidelines and New Source Performance Standards for the Construction and Development Category. Washington, D.C., USA. United States Environmental Protection Agency. 2004. Stormwater program background. Washington, D.C., USA.
11