881
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur)
DINAMIKA KUALITAS AIR DAN HUBUNGAN KELIMPAHAN PLANKTON DENGAN KUALITAS AIR DI TAMBAK KECAMATAN BONTOA, KABUPATEN MAROS Mat Fahrur, Makmur, dan Rachmansyah Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129 Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Indonesia yang dikenal sebagai negara tropis memiliki dua musim yaitu kemarau dan hujan. Musim hujan terjadi kelimpahan air tawar yang menyebabkan terjadi pengenceran sehingga air mengalami penurunan kadar garam, begitu pula sebaliknya pada musim kemarau dengan kelimpahan cahaya matahari menyebabkan terjadi penguapan dan kekeringan sehingga kadar garam menjadi tinggi, hal tersebut menyebabkan hewan renik seperti plankton mengalami dinamika kelimpahannya. Kelimpahan plankton musim hujan terdapat 29 genus fitoplankton. Pada keseluruhan titik pengambilan sampel, jumlah genus tertinggi adalah oscillatoria sp. dengan jumlah total 1853 ind,/L, sedangkan kelimpahan zooplankton terdapat 10 genus. Fitoplankton yang teridentifikasi pada musim kemarau jumlahnya sama pada musim hujan yaitu 29 genus, yang membedakan adalah beberapa genus tidak terdapat pada musim kemarau. Dari sekian genus yang teridentifikasi kelimpahan tertinggi terdapat pada genus Chlorella sp. dengan total kelimpahan 1.442.099 ind/L, kelimpahan zooplankton pada musim kemarau terdapat 14 genus. Pada musim hujan nilai indek keragaman dari seluruh titik pengambilan sampel berkisar antara 0,501-2,009 (1,341 ±0,369). Sedangkan pada musim kemarau nilai indeks keragaman antara 0-1,842 (0,756±0,517). Indek keseragaman pada musim hujan berkisar antara 0,375-1,082 (0,780±0,169). Sedangkan pada musim kemarau keseragaman antar spesies antara 0-1 (0,563±0,320). Nilai indeks dominansi berkisar antara 0,181-0,744 (0,352 ±2,095), sedangkan pada musim kemarau telah didapatkan nilai indeks dominansi dengan kisaran antara 0,069-1 (0,550±3,791). Apabila melihat keeratan antar parameter kualitas air maka parameter suhu dengan oksigen terlarut dan pH dengan suhu memiliki hubungan sangat erat. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas secara statistik memperlihatkan Oksigen terlarut dengan suhu,dan pH sebesar 0,000. Sementara hubungan salinitas air dengan kelimpahan plankton pada musim kemarau cukup kuat. Hal ini ditunjukkan dengan nilai index korelasi pearson > 0,05 yaitu sebesar 0,013. Dengan demikian secara statistik dapat dikatakan bahwa kelimpahan plankton berkorelasi dengan parameter salinitas dan kurang berkorelasi dengan parameter suhu, oksigen terlarut, pH, NO3, NH3, NO2, PO4. KATA KUNCI:
musim hujan, musim kemarau, fitoplankton, zooplankton, kualitas air
PENDAHULUAN Kabupaten Maros tepatnya di Kecamatan Bontoa, merupakan salah satu sentra budididaya ikan air payau yang dicanangkan sebagai daerah Mina Politan. Program Mina Politan merupakan industrialiasasi perikanan yang diharapkan dapat menyelesaikan berbagai permasalahan dari hulu sampai hilir dengan tujuan dapat mendongkrak produksi perikanan semaksimal mungkin. Produksi perikanan budidaya diharapkan meningkat dari 353 persen, yakni dari 4,78 juta ton pada tahun 2009 menjadi 16,89 juta ton pada tahun 2014 (Grahadryarini, 2011). Namun target produksi tersebut masih terkendala beberapa permasalahan seperti daya dukung lahan, kualitas lingkungan, teknologi yang diterapkan. Daya dukung perairan didefinisikan sebagai tingkat produksi maksimal yang dapat dihasilkan dari suatu perairan secara berlanjut (Beveridge dalam Pirzan, 2006). Cara budidaya yang melampaui batas daya dukung perairan dapat menyebabkan penurunan kualitas perairan, hal ini disebabkan oleh input beberapa bahan seperti pakan, pupuk baik yang disebabkan oleh kegiatan pertambakan maupun pertanian, limbah rumah tangga, industri. Selain itu musim menambah daftar peliknya budidaya ramah lingkungan yang berkelanjutan. Pada musim kemarau terjadi kelimpahan cahaya matahari yang menyebabkan terjadinya kekeringan, panas matahari meningkatkan suhu air sehingga terjadi penguapan massa air dan mengalami kemunduran baik kualitas maupun kuantitasnya. Selain
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
882
itu, pada musim kemarau juga terjadi pasang konda yang menyebabkan massa air mengalami pasang surut yang staknan sehingga pertambakan yang jauh dari sungai atau sumber air tidak dapat melakukan pergantian air. Sedangkan pada musim hujan terjadi kelimpahan air hujan yang menyebabkan massa air menjadi melimpah dan meyebabkan kadar garam menurun hingga menjadi tawar, hal ini juga menyebabkan ikan harus beradapatasi dan dapat mengganggu pertumbuhannya bahkan dapat menyebabkan kematian. Fenomena ini terjadi didaerah estuaria yang sangat identik dengan kualitas air yang berubahubah. Selain ikan yang harus beradaptasi dengan lingkungannya ada hewan renik yang tidak kasat mata mengalami hal serupa seperti plankton. Beberapa komponen penting yang sangat berhubungan erat dengan budidaya air payau (tambak) adalah air yang digunakan sebagai media pemeliharaan baik dilihat secara kualitas, kuantitas maupun dari segi kandungan biosfernya seperti plankton. Kualitas air yang dibutuhkan oleh biota yang dipelihara harus sesuai dengan yang diinginkan. Kualitas air baik fisika maupuan kimia harus terukur dan dipantau secara berkala untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan seperti kematian massal yang menyebabkan kerugian. Dalam budidaya ikan di tambak tradisional, pakan alami mutlak ada keberadaannya. Fitoplankton maupun zooplankton merupakan makanan ikan, pada masa perkembangannya larva ikan membutuhkan pakan yang sesuai dengan bukaan mulut dan yang paling penting sesuai dengan kebutuhan nutrisi untuk tubuhnya. Beberapa jenis plankton bahkan sengaja ditumbuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi hewan yang dipelihara. Pakan alami (plankton) di tambak selalu dijaga keberadaannya dengan memenuhi kebutuhan nutriennya. Sifat plankton yang sangat tergantung oleh kondisi lingkungan baik nutrien yang dibutuhkan seperti N dan P dalam pertumbuhannya serta cahaya matahari yang sangat penting dalam proses fotosintesis menyebabkan plankton mengalami dinamika dalam pertumbuhannya. Karena tambak dibangun didaerah estuaria yang sangat terpengaruh oleh musim tertutama musim hujan dan musim kemarau menjadikan daerah tersebut labil dan mudah terpengaruh oleh limpasan dari darat terutama masukan air hujan. Sehingga perlu dilakukan suatu penelitian untuk mengetahui kualitas air (fisika, kimia) dan plankton, pada kedua musim sehingga dapat diketahui peranan yang dominan dari parameter kualitas air yang mempengaruhi keberadaan komunitas plankton. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kualitas air dan plankton pada musim kemarau dan musim hujan. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan (Gambar 1). Sampling plankton dilakukan dengan cara menyaring air sebanyak 100 L menggunakan planktonet berdiameter 25 µm dan diawetkan menggunakan larutan lugol 1 mL/100 mL. Penghitungan plankton yang meliputi kelimpahan dilakukan menggunakan alat bantu Sedwick Rafter Counter (SRC) (APHA, 1989) yang dilihat menggunakan alat bantu mikroskop. Keragaman, dominansi, dan keseragaman jenis dihitung menurut APHA tahun (1989). Kelimpahan jenis plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai berikut: N = Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x n/p dimana: N = jumlah individu per liter Oi = luas gelas penutup preparat (mm2) Op = luas satu lapangan pandang (mm2) Vr = volume air tersaring (ml) Vo = volume air yang diamati (ml) Vs = volume air yang disaring (L) n = jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang p = jumlah lapangan pandang yang teramati
Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, indeks keseragaman, dan indeks dominansi dihitung menurut Odum (1998) dengan rumus sebagai berikut :
883
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur)
Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener : s
H' -
ni
ni
N Ln N i1
Indeks keseragaman :
E
H' H maks
Indeks dominansi : s
D
ni i 1 N
2
dimana : H’ = indeks keanekaragaman Shannon-Wiener E = indeks keseragaman D = indeks dominansi simpson ni = jumlah individu genus ke-i N = jumlah total individu seluruh genera Hmax = Indeks keanekaragaman maksimum (= ln S, dimana S = Jumlah jenis)
Sementara kualitas air insitu seperti oksigen terlarut diukur menggunakan DO Meter 650 MDS, pH diukur menggunakan pH meter, suhu diukur menggunakan termometer, Salinitas diukur menggunakan refraktometer,. Sedangkan kualitas air eksitu seperti NO2-N Dengan Sulfanilamid (SNI 19-6964.1-2003), NO3-N Dengan Reduksi Kadmium (SNI 19-6964.7-2003), NH3-N Dengan Biru Indofenol (SNI 19-6964.3-2003), dan PO 4 menggunakan metode asam askorbat (SNI 06-6989.312005), dianalisa di laboratorium Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Maros.
Gambar 1. Titik pengambilan contoh air dan plankton di tambak Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
884
HASIL DAN BAHASAN Komposisi Kelimapahan Plankton Pada Musim Hujan dan Musim Kemarau Pankton musim hujan Hasil penghitungan pada semua titik pengambilan sampel pada musim hujan terdapat 29 genus fitoplankton. Pada keseluruhan titik pengambilan sampel, jumlah genus tertinggi adalah oscillatoria sp. dengan jumlah total 1853 ind,/L, kemudian berturut-turut navicula sp. (1432 ind/L), eutreptia sp. (144 ind/L). Dari 29 genus fitoplankton yang teridentifikasi, ketiga genus tersebut merata hampir disemua titik sampling. Namun terdapat lima genus dengan kelimpahan terendah yaitu actinastrus sp., asterionella sp., bidulphia sp., chetomopha sp., fragillaria sp., dan rhizoclonium sp. dengan kepadatan masing-masing 9 ind/L. Kepadatan tertinggi dari genus oscillatoria sp. 36% dari total kelimpahan, hal ini disebabkan oleh genus oscillatoria sp. merupakan fitoplankton yang mampu hidup dan berkembang pada berbagai kondisi perairan baik pada air tawar maupun air dengan kadar garam cukup tinggi. Hal ini ditegaskan oleh Gunasari et al, (2011) yang menyatakan bahwa terdapat genus oscillatoria sp. mampu beradaptasi terhadap besarnya beban pencemaran. Sedangkan Athirah, (2010) mengatakan apabila ditemukan jenis oscillatoria sp. dan nitzchia sp. maka dapat menunjukkan bahwa air tersebut dalam keadaan tercemar. Lebih lanjut Isnansetyo dan kurniastuty dalam Elfinurfajri (2009) menyatakan alga hujau-biru dari famili Oscillatiriae di ketahui dapat menimbulkan sindrom hemocytis enteristis pada crustasea dan ikan. Sementara Elfinurfajri (2009) menambahkan, kehadiran genus Oscillatoria sebenarnya tidak diharpkan tumbuh dalam tambak karena dapat menghasilkan racun yang berbahaya bagi udang. Kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada stasiun 31 dengan kepadatan 782 ind/L dengan komposisi tertinggi dari genus navicula sp. (655 ind/L), oscillatoria sp. (82 ind/L), nitzschia sp. (36 ind/ L), dan rizoclonium sp. (9 ind/L) dan terendah terdapat pada stasiun 18 dengan hanya satu genus yaitu eutreptia sp. (9 ind/L). Pada titik sampling 31 merupakan tambak produktif yang memiliki kualitas air cukup baik dan mendukung pertumbuhannya dibandingkan dengan titik sampling yang lain. Sedangkan kelimpahan zooplankton pada semua titik pengambilan sampel terdapat 10 genus. Dari semua genus yang paling tinggi kelimpahannya adalah dari genus Branchionus sp. dengan total kelimpahan 1.193 ind/L, disusul oleh genus Copepoda sp. sebesar 1.053 ind/L dan Nauplii copepoda sp. sebesar 735 ind/L. Sedangkan terendah terdapat pada genus Mikrocetella sp. dengan kelimpahan sebanyak 10 ind/L. Kelimpahan tertinggi dari genus Branchionus sp. diduga tersedianya pakan alami yang cukup yang cukup. Brancionus plicatilis merupakan spesies yang paling banyak dimanfaatkan sebagai pakan alami dan dikultur secara massal (Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995). Sebagai makanan larva ikan seperti ikan bandeng, ikan kerapu, ikan kakap, larva krustase dan ikan laut pada umumnya. Di perairan, mampu hidup pada kisaran salinitas 98 ppt atau bersifat eurihaline, namun salinitas optimum berkisar 10-35 ppt. Kisaran pH yang optimum untuk pertumbuhan adalah 7,5-8,0 namun mampu hidup pada pH 5-10. Sedangkan suhu yang optimum untuk pertumbuhan adalah 22 oC-30 OC, namun mampu hidup pada suhu 15 oC, tetapi tidak dapat bereproduksi. Karena sifatnya penyaring tidak selektif maka makanannya adalah partikel yang ukurannya tidak melebihi 20 mikron seperti Chlorella, Dunaleilla, Tetraselmis, Monochrysis, Nannoclhoropsis, tepung sp.irulina (Isnanstyo dan Kurniastuty, 1995). Plankton musim kemarau Fitoplankton yang teridentifikasi pada musim kemarau hampir sama dengan musim hujan yaitu 29 genus, namun yang membedakan adalah beberapa genus tidak terdapat pada musim kemarau. Dari sekian genus yang teridentifikasi kelimpahan tertinggi terdapat pada genus Chlorella sp. dengan total kelimpahan 1.442.099 ind/L, kemudian disusul oleh genus Prorocentrum sp. sebesar 451.448 ind/L dan Thallacionema sp. sebesar 30.716 ind/L, Copepoda dengan kepdatan 906 ind/L dan Nauplii Copepoda dengan kepadatan 916 ind/L hampir memiliki kepadatan yang sama.
885
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur)
Chlorella sp. memiliki warna hijau karena memiliki klorofil yang dominan dan masuk jenis fitoplankton Chlorophyceae, dalam hidupnya mampu hidup pada salinitas 0-35ppt namun tumbuh optimum pada salinitas 10-20 dan alga ini mampu hidup pada suhu 40 oC dan tumbuh oktimal pada suhu 25-30 o C (Isnansetyo & Kurniastuti, 1995). Kondisi perairan yang mendukung pertumbuhan tersebut yang menyebabkan genus ini mampu tumbuh dengan baik pada musim kemarau. Selain suhu dan salinitas intensitas sinar matahari juga merupakan pendukung dalam pertumbuhannya terutama dalam proses fotosintesis. Hal ini dapat dilihat pada musim hujan, keberadaannya tidak didapatkan, sehingga diduga genus tersebut akan tumbuh baik pada intensitas cahaya yang tinggi. Kelimpahan zooplankton pada musim kemarau terdapat 14 genus, lebih besar dibandingkan musim hujan yang hanya 10 genus. Dari total sample yang memiliki kepadatan tertinggi adalah Brancionus sp. dengan total kepadatan 3,597 ind/L disusul Nauplii copepoda sp. dengan kelimpahan 916 dan copepoda sp. dengan kelimpahan 906. Sementara yang paling rendah ada tiga genus yaitu Apocyclops sp., Balanus sp., Polychaeta sp. dengan kelimpahan masing-masing 10 ind/L. Plankton musim kemarau dan hujan Kualitas lingkungan perairan dapat dilihat dari beberapa genus yang mampu bertahan dan beradaptasi dengan baik pada dinamika kualitas air. Hal ini dapat dilihat dari keberadaan plankton pada kedua musim. Hasil identifikasi kelimpahan musim hujan dengan musim kemarau memiliki beberapa perbedaan diantaranya ada beberapa genus yang terdapat pada musim hujan dan begitu pula sebaliknya ada beberapa genus yang tidak terdapat pada musim kemarau. Beberapa genus yang ada pada musim hujan namun tidak terdapat dimusim kemarau adalah Actinastrus sp., Asterionella sp., Ceratium sp., Chaetomorpha sp., Colurella sp., Closteridium sp., Cryptomonas sp., Fragillari sp., Gymnodinium sp., Rhizoclonium sp., Strauroneis sp., Tetrastrum sp., Lecane dan Scemackeria sp.. Diduga genus tersebut tidak mampu hidup pada salinitas tinggi sehingga mengalami kematian. Pada musim kemarau salinitas dapat mencapai 35 ppt, sementara genus yang terdapat pada musim kemarau namun tidak terdapat pada musim hujan seperti Cerataulina sp., Chlorella sp., Favella sp., Lauderia sp., Lecane sp., Lyngbia sp., Melosira sp., Protoperidinium sp., Surirella sp., Sp.irulina sp., Apocyclops sp., Balanus sp., Cletocamptus sp., Larva molusca sp., Niiitrocra sp., Oithona sp.. Begitu pula dengan genus yang hanya mampu hidup pada musim kemarau, genus tersebut diduga tidak mampu bertahan hidup pada musim hujan yang mengalami penurunan salinitas secara drastis hingga mencapai salinitas 0. Genus tersebut tidak dapat digunakan sebagai indikator kualitas lingkungan. Genus yang mampu hidup pada kedua musim adalah Bidulphia sp., Chaetoceros sp., Coscinodiskus sp., Cyclotella sp., Eutretia sp., Gleotrichia sp., Gyrosigma sp., Navicula sp., Nitchia sp., Oscillatoria sp., Plagiotropis sp., Pleurosigma sp., Prorocentrum sp., Skeletonema sp., Scenedesmus sp., Thallasionema sp., Ulothrix sp., Acartia sp., Branchionus sp., Copepoda sp., Microsetella sp., Nauplii copepoda sp., Polychaeta sp., Temora sp. dan Tortanus sp.. Plankton yang mampu hidup pada kedua musim merupakan indikator yang baik, karena pada musim hujan maupun musim kemarau kadang terjadi degradasi kualitas air yang sangat buruk sehingga ikan pun dapat mengalami kematian. Namun genus yang memiliki kelimpahan terbesar pada kedua musim menjadi sumber protein dan pakan alami yang baik seperti Oscillatoria sp., Prorocentrum sp., Chaetoceros sp., Coscinodiscus sp. Nitchia sp., dan Navicula sp.. Jenisjenis plankton yang dapat dijadikan sebagai indikator perairan, untuk perairan yang tidak tercemar: Amphithrix janthina, Choconeis placentula, Oscillatoria agardhii, Oscillatoria amphibia, dan Phormidium papyra-cium, dan perairan tercemar ringan: Desmidium sp., Pinnularia baraunii, dan Stigeoclonium lubricum (Demak, 2009). Bismark dan Sawitri (2009) menyatakan sub-ordo Bacillariophyceae yang ditemukan di perairan mangrove seperti Nitchia sp., Synedra sp., Navicula sp., dan Diatom Sp. merupakan jenis yang umumnya ditemukan diperairan air tawar. Kelas plankton Apabila dikelaskan maka terdapat 5 kelas fitoplankton. Dari ke-5 kelas dalam fitoplankton ini dapat dilakukan sebagai salah satu cara untuk melihat karakteristik perairan sesuai dengan tingkat kehidupan plankton yang ada. Kelas Bacillariophyceae merupakan terbesar dengan 14 genus, Kelas tersebut biasanya mampu hidup pada kisaran salinitas yang tinggi dan mampu beradaptasi. Menurut Sachlan (1980 dalam Syafara, 1996) menyatakan bahwa kelas Bacillariophyceae bersifat kosmopolit
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
886
dan cepat berkembang baik. Selanjutnya Newel & Newel, (1977 dalam Syafara, 1996) mengatakan bahwa kelas Bacillariophyceae tersebar secara luas dilautan. Sedangkan Bismak dan Sawitri, (2010) mengemukakan bahwa Bacillariophyceae merupakan jenis yang umumnya ditemukan di perairan air tawar. Apabila melihat pada kedua musim yaitu hujan maupun kemarau kelas Bacillariophyceae samasama memiliki genus yang terbanyak. Hal ini membuktikan bahwa kelas tersebut benar-benar mampu bertahan hidup pada kondisi perairan yang berdinamika. Sehingga kelas Bacillariophyceae dapat digunakan sebagai salah satu cara untuk mendeteksi kualitas perairan. Kelas Clhoropyceae terdapat 5 genus, dari kelima genus tersebut Tetrastrum sp. memiliki kepadatan tertinggi yaitu 18 ind/L. Sementara dari kelas zooplankton terdapat 3 kelas yaitu Crustacea (6 genus), Rotatoriae (2 genus) dan Polychaeta (1 genus). Crustacea sebagai genus terbesar zooplankton terdapat genus copepoda yang mendominasi dengan kepadatan 1.053 ind/L, kemudian genus Nauplii copepoda dengan kelpadatan 753 ind/L. Sedangkan hasil identifikasi zooplankton terdapat 10 genus, kepadatan tertinggi terdapat pada genus Branchionus sp. (1193 ind/L), kemudian copepoda sp. (1093 ind/L) dan nauplii copepoda sp. (735 ind/L), dapat dilihat pada Gambar.1. Kondisi perairan yang berfluktuasi dan tidak menentu menambah kontribusi keberadaan plankton. Perubahan tersebut seperti musim, pada musim hujan jenis tertentu yang tahan terhadap salinitas rendah begitu juga pada musim kemarau ada musim tertentu yang tahan terhadap salinitas tinggi. Fluktuasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, pH, konsentrasi nutrien, cahaya, cuaca, penyakit, pemangsaaan ikan dan zooplankton, kompetisi antarspesies dan toksin algae (Boyd, 1990 dalam Pirzan, 2008). Selain itu, juga ditegaskan oleh Hutapea (1990) yang menyatakan kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan, dan dapat memanfaatkan unsur hara yang terkandung di perairan secara optimal serta memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat. Anabaenopsis circularis tumbuh optimal pada kisaran salinitas 26,0 o/00 - 27o/oo , pada rasio N/P 35:1 terlihat mempunyai potensi untuk mendominasi Indeks Biologi Indeks keragaman Indeks biologi digunakan untuk menilai dan mengukur komunitas plankton pada suatu perairan dengan melihat indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (D). Indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan jenis plankton yang terdapat di suatu perairan. Indek keseragaman menggambarkan tingkat keseimbangan komposisi jenis, dan indeks dominansi merupakan gambaran ada atau tidaknya suatu jenis atau kelompok plankton yang mendominasi (Odum, 1971). Semakin tinggi nilai keragaman suatu daerah perairan maka perairan tersebut memiliki keragaman yang stabil. Pada musim hujan nilai indek keragaman dari seluruh titik pengambilan sampel berkisar antara 0,501-2,009 dengan rata-rata 1,341 ±0,369. menurut kriteria Shanon-Winner, (1996) jika nilai indeks H’<1, maka diduga komunitas biota kondisi tidak stabil. Jika nilai indeks H’ antara 1-3, maka dapat diartikan komunitas biota sedang dan jika nilai indeks H’>3, maka komunitas biota perairan dalam kondisi stabil. Karena nilai indeks H’<1 maka komunitas pada seluruh tambak pada musim hujan dalam kondisi tidak stabil. Sedangkan pada musim kemarau nilai indeks keragaman antara 0-1,842 dengan rata-rata 0,756±0,517, hal ini menunjukkan bahawa indeks keragaman pada musim kemarau juga tidak stabil karena indeks masih di bawah H’<1. Namun indeks keragaman pada musim kemarau lebih baik dibandingkan dengan musim hujan, hal ini dapat dilihat pada nilai indeks rata-rata pada kedua musim, pada musim kemarau menunjukkan nilai lebih tinggi. Indeks keseragaman Menurut Shanon-Winner mengatakan (1996), jika nilai indeks kesergaman (E = 0), maka struktur keseragaman antar spesies rendah dan apabila nilai indeks Keseragaman (E = 1), berarti keseragaman spesies relatif seragam. Dari data yang diolah menunjukkan nilai Indek keseragaman pada musim hujan berkisar antara 0,375-1,082 dengan rata-rata 0,780±0,169, hal ini menunjukkan bahwa penyebaran biota antar genus rendah atau keragaman individu yang dimiliki masing-masing spesies jauh berbeda karena nilai E < 1, hal ini menunjukkan struktur keseragaman antar spesies rendah.
887
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur)
Tabel 1. Kelas fitoplankton dan zooplankton pada musim hujan
Fitoplankton Musim Hujan
Kelas Bacillariaophyceae
Chlorophyceae
Cromonadea
Cryptophyceae Cyanophyceae
Zooplankton Musim Hujan
Crustacea
Rotatoriae Polichaeta
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 1 2 3 1 2 3 4 5 6 1 2 1
Genus Asterionella sp. Bidulphia sp. Chaetocheros sp. Coscinodiscus sp. Cyclotella sp. Fragillaria sp. Gyrosigma sp. Navicula sp. Nitzchia sp. Plagiotrhopys sp. Pleurosigma sp. Skeletonema sp. Strauroneis sp. Thallasionema sp. Actinastrum sp. Caetomorpha sp. Scenedesmus sp. Tetrastrum sp. Ulothrix sp. Closteridium sp. Prorocentrum sp. Ceratium sp. Gymnodinium sp. Criptomonas sp. Eutreptia sp. Gleotrichia sp. Oscillatiroa sp. Acartia sp. Copepoda sp. Nauplii copepoda sp. Temora sp. Tortanus sp. Schmackeria sp. Branchionus sp. Lecane sp. Pholychaeta sp.
Kelimpahan (ind/L) 9 9 49 48 29 9 29 1.432 749 14 142 47 73 10 9 9 10 18 10 88 30 84 19 98 144 58 1.853 174 1.053 753 97 48 19 1193 155 174
Sedangkan pada musim kemarau keseragaman antar spesies antara 0-1 dengan rata-rata 0,563±0,320, apabila dilihat dari nilai tersebut maka pada musim kemarau penyebaran antar spesies masih jauh berbeda karena nilai E=0, namun pada stasiun 6 memiliki nilai indeks keseragamn E=1. Indeks Dominansi Musim hujan Setelah dianalisis telah didapatkan nilai indeks dominansi berkisar antara 0,181-0,744 dengan nilai rata-rata 0,352 ±2,095 (Tabel 3). Berdasarkan Odum (1996) menyatakan jika nilai indeks D = 0
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
888
Tabel 2. Kelas fitoplankton dan zooplankton pada musim kemarau
Fitoplankton Musim Kemarau
Kelas
No
Bacillariaophyceae
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 4 1 2 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 1 1 1
Chlorophyceae
Cromonadea Cyanophyceae
Zooplankton Musim Kemarau
Crustacea
Rotatoriae Polichaeta Ciliata Molusca
Genus Bidulphia sp. Cerataulina sp. Chaetocheros sp. Coscinodiscus sp. Cyclotella sp. Eucampia sp. Gyrosigma sp. Lauderia sp. Melosira sp. Navicula sp. Nitzchia sp. Plagiotrhopys sp. Pleurosigma sp. Skeletonema sp. Surirella sp. Thallasionema sp. Desmidium sp. Clhorella sp. Scenedesmus sp. Ulothrix sp. Prorocentrum sp. Protoperidinium sp. Eutreptia sp. Gleotrichia sp. Lyngbia sp. Oscillatiroa sp. Sp.irulina sp. Acartia sp. Apocyclops sp. Balanus sp. Copepoda sp. Cletocamptus sp. Microsetella sp. Nauplii copepoda sp. Nitrocra sp. Oithona sp. Temora sp. Tortanus sp. Branchionus sp. Lecane sp. Pholychaeta sp. Favella sp. Larva molusca sp.
Kelimpahan (ind/L) 19 10 1.296 2.005 20 10 86 28 20 1.979 3.756 20 1.415 27 19 30.716 10 1.442.099 9 57 451.448 20 58 166 19 112538 10 40 10 10 906 10 29 916 83 49 68 56 3597 20 10 10 30
889
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur) Tabel 3. Jumlah individu, genus, dan indeks biologi plankton musim hujan pada tambak Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan
Peubah Individu (ind/L) Genus (ind/L) Keragaman Keseragaman Dominasi
Minimum 10 9 0,501 0,375 0,181
Maksimum 9333 8477 2,009 1,082 0,744
Rata-rata 350,321 615,061 1,341 0,78 0,352
Standar deviasi 1296,945 1539,831 0,369 0,169 2,095
berarti tidak ada jenis tertentu yang mendominasi atau kondisi perairan stabil, jika nilai indeks D = 1, maka ada jenis tertentu yang mendominasi yang dapat menyebabkan jenis lain dalam tekanan dan struktur komunitas tidak stabil. Apabila mengacu pada indeks tersebut maka nilai kisaran tidak ditemukan genus yang mendominasi pada daerah tertentu atau kondisi perairan stabil. Musim kemarau Sedangkan pada musim kemarau telah didapatkan nilai indeks dominansi dengan kisaran antara 0,069-1 dengan nilai rata-rata 0,550±3,791 (Tabel 4). Berdasarkan Odum (1996) menyatakan jika nilai indeks D = 0 berarti tidak ada jenis tertentu yang mendominasi atau kondisi perairan stabil, jika nilai indeks D = 1, maka ada jenis tertentu yang mendominasi yang dapat menyebabkan jenis lain dalam tekanan dan struktur komunitas tidak stabil. Apabila mengacu pada indeks tersebut maka nilai kisaran tidak ditemukan genus yang mendominasi pada daerah tertentu atau kondisi perairan stabil. Tabel 4. Jumlah individu, genus, dan indeks biologi plankton musim kemarau pada tambak Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan
Peubah Individu (ind/L) Genus (ind/L) Keragaman Keseragaman Dominasi
Minimum 10 9 0 0 0,069
Maksimum 9333 8477 1,842 1 1
Rata-rata 350,321 615,061 0,756 0,563 0,55
Standar deviasi 1296,945 1539,831 0,517 0,32 3,791
Kualitas Air pada Musim Hujan dan Musim Kemarau Kualitas air sangat penting untuk diketahui sebelum melakukan suatu kegiatan budidaya akuakultur, karena air merupakan tempat hidup hewan maupun tumbuhan air. Sebagai tempat hidup, air harus sesuai dengan kualitas yang diinginkan oleh organisme yang dipelihara. Keperuntukan air untuk perikanan tentu saja harus dapat mendukung kehidupan ikan dalam pertumbuhannya maupun hewan renik seperti plankton yang sangat dibutuhkan oleh ikan sebagai makanan. Namun kualitas air sangat dipengaruhi oleh musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan data yang telah dianalisa dapat dilihat pada Tabel 5, sedangkan hasil analisa musim kemarau dapat dilihat pada Tabel 6. Suhu Dinamika suhu air di perairan mengalami pasang surut dan sangat di pengaruhi oleh musim. Sebagai daerah tropis Indonesia memiliki dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Pada musim hujan suhu dapat turun sangat drastis karena pengaruh dari hujan yang berkepanjangan dan pencahayaan matahari sangat minim. Suhu yang terukur pada musim hujan selama penelitian berkisar antara 20,87-36,89oC dengan rata-rata 32,96±2,89. Sementara pada musim kemarau berbanding terbalik dengan musim hujan, yaitu pencahayaan matahari pada musim kemarau sangat melimpah
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
890
Tabel 5. Nilai rata-rata, minimum, maksimum, dan simpangan baku kualitas air tambak pada musim hujan di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan
Peubah o
Suhu ( C) Oksigen terlarut (mg/L) Salinitas (ppt) pH NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) NH 3 (mg/L) PO4 (mg/L)
Minimum 20,87 2,32 0,48 7,16 0,0067 0,0037 0,003 0,0153
Maksimum 36,89 9,96 31,65 9,8 0,3107 3,795 1,3236 0,4461
Rata-rata 32,96 6,37 10,44 8,09 0,0321 0,129 0,1904 0,0846
Standar deviasi ±2,89 ±1,91 ±7,94 ±0,64 ±0,0507 ±0,162 ±0,2277 ±0,0980
Tabel 6. Nilai rata-rata, minimum, maksimum, dan simpangan baku kualitas air tambak pada musim kemarau di Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan
Peubah o
Suhu ( C) Oksigen terlarut (mg/L) Salinitas (ppt) pH NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) NH 3 (mg/L) PO4 (mg/L)
Minimum 29,86 3,89 16,71 4,91 0,0016 0,0177 0,0225 0,0363
Maksimum 36,37 12,75 63,74 8,55 0,3206 3,9808 4,7649 2,4787
Rata-rata 32,79 6,33 36,77 7,32 0,0508 0,3431 0,6082 0,5795
Standar deviasi ±1,526 ±1,866 ±10,083 ±0,795 ±0,062 ±0,6545 ±0,8051 ±0,4787
dan sangat mempengaruhi suhu air, selama penelitian suhu yang terukur berkisar antara 29,8636,37oC dengan rata-rata 32,79±1,526. Suhu air dipermukaan dipengaruhi oleh kondisi meteriologi seperti: curah hujan, penguapan, kelembaban udara, suhu udara, kecepatan angin, dan intensitas cahaya matahari (Nonjti, 2007). Suhu maksimum terdapat pada stasiun 26, apabila dilihat dari kelimpahan plankton ternyata memiliki kelimpahan yang cukup tinggi dan beragam, terdapat 11 genus dengan kepadatan tertinggi dari genus Prorocentrum (63,552 ind/L) dari kelas Cromonadeae. Nybakken (1992), menyatakan bahwa suhu yang baik untuk kehidupan plankton secara umum berkisar antara 20-30 oC. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya seprti algae dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh baik pada kisaran suhu berturut-turut 30-35oC dan suhu 20-30oC. Filum Cyanophyta lebih toleran terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingan dengan Chlorophyta dan diatom (Haslam dalam Effendi, 2003). Salinitas Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat diperairan (Boyd, 1988). Perairan payau biasanya berkonsentrasi antara 0,5- 30 ppt (Effendi, 2003). Namun perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai terutama pada musim hujan. Plankton juga mempunyai kisaran pertumbuhan optimum. Salinitas yang terukur pada musim hujan berkisar 0,48-31,65 ppt dengan rata-rata 10,44 (7,94±). Kisaran salinitas tersebut masih berada pada kisaran yang disarankan. Pada kisaran salinitas terendah beberapa plankton yang didapatkan seperti Closteridium sp., Eutreptia sp., Nitczhia sp., Oscillatoria sp., Pleurosigma sp., dan Polychaeta sp., dengan kepadatan rata-rata 24,16 (17,01±). Sedangkan pada musim kemarau salinitas berkisar antara 16,71-63,74 ppt dengan ratarata 36,77 (10,083±). Pada salinitas tertinggi didapatkan plankton seperti Chaetoceros sp., Coscinodiscus sp., Eutreptia sp., Gyrosigma sp., Lauderia sp., Lyngbia sp., Nitczhia sp., Oscillatoria sp., Pleurisigma sp.,
891
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur)
Prorocentrum sp., dan Surirella sp.. Hal ini membuktikan bahwa plankton mampu tumbuh pada salinitas tinggi, namun pada tambak dengan salinitas tersebut ada beberapa ikan yang mengalami kematian. Pirzan (2008) mengatakan bahwa peningkatan 1 ppt akan meningkatkan jumlah genus sebanyak 0,08 (peningkatan 1,25 ppt akan meningkatkan sebanyak 1 genus). Oksigen terlarut Hasil pengukuran oksigen terlarut pada musim hujan berkisr antara 2,32–9,96 mg/L dengan ratarata 6,37±1,91 mg/L. Kisaran oksigen yang terukur masih dalam batas yang disarankan dan masih dalam kisaran yang dipersyaratkan dalam budidaya udang. Kepadatan fitoplankton mempengaruhi konsentrasi oksigen ini dijelaskan oleh Pirzan (2008) yang menjelaskan bahwa penurunan oksigen terlarut sebesar 1 mg/L akan menurunkan jumlah genus sebanyak 0,54 (penurunan 1,85 mg/L akan menurunkan sebanyak 1 genus). Sementara pada musim kemarau berkisar antara 3,89-12,76 mg/L dengan rata-rata 6,33±1,866. Tingginya oksigen terlarut pada musim kemarau diduga terjadi pertumbuhan fitoplankton, dimana kita ketahui bahwa fitoplankton melakukan fotosintesis yang menghasilkan oksigen. pH hasil pengukuran pH dari semua titik pengambilan sampel pada musim hujan berkisar antara 7,16-9,80 dengan rata-rata 8,09±0,64. Kisaran pH tersebut masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh plankton atau hewan akuatik. Menurut Odum (1971), menyebutkan bahwa perairan dengan pH antara 6-9 merupakan perairan dengan kesuburan yang tinggi dan tergolong produktif karena memiliki kisaran pH yang dapat mendorong proses pembongkaran bahan organik yang ada dalam perairan menjadi mineral-mineral yang dapat diasimilasi oleh fitoplankton. Sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 4,91-8,55 dengan rata-rata 7,32±0,795. Beberapa pendapat menyatakan nilai pH sangat mempengarui proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Pada pH <4, tumbuhan air sebagian mati, namun algae Clamydomonas acidophila masih dapat bertahan hidup pada pH yang sangat rendah yaitu 1, algae Euglena masih bertahan hidup pada pH 1,6 (Haslam dalam Effendi, 2003). Boyd (1990), bahwa kebanyakan perairan alami mempunyai nilai pH 5-10 dengan frekwensi 6,5-9,0. Nitrit Hasil pengukuran pada musim hujan menunjukkan nilai nitrit antara 0,0067-0,317mg/L dengan rata-rata 0,032±0,0507 sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 0,0016-0,3206 dengan rata-rata 0,0508±0,062 mg/L. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/liter dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (Effendi ( 2003),. Konsentrasi nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Nitrat Nitrat sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton konsentrasi nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Hasil pengukuran pada musim hujan berkisar antara 00,00370,795 dengan rata-rata 0,129±0,162 mg/L. Sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 0,0173,98 dengan rata-rata 0,343±0,654 mg/L. Kisaran tersebut cukup tinggi dan dapat memicu ledakan pertumbuhan fitoplankton. Konsentrasi tertinggi terdapat pada stasiun 37, dimana tempat pengambilan sampel merupakan tambak kurang produktif dengan volume air sedikit, salinitas tinggi, dan kelimpahan plankton rendah, hanya terdapat dua genus yaitu Navicula dengan kepadatan (10 ind/L) dan Oscillatoria (10 ind/L). diduga telah terjadi blooming alga karena warna air hijau keputihan. Menurut Mackentum (1969) untuk pertumbuhan fitoplankton memerlukan konsentrasi nitrat 0,93,5 mg/L. Konsentrasi nitrat yang lebih dari 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan (Effendi, 2003). Amoniak Konsentrasi amonia yang terukur pada musim hujan antara 0,003-1,323 mg/L dengan rata-rata 0,1904±0,227 mg/L. Kadar amoniak (NH 3-N) pada titik 33 diduga terjadi penumpukan bahan
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
892
anorganik yang cukup tinggi, hal ini dapat dilihat dari kelimpahan plankton yang mendominasi yaitu Oscillatoria sp., Gleotricia sp., dan Nauplii copepoda sp.. Menurut Sitaresmi dalam Sagala (2002) yang menyatakan kandungan anorganik yang cukup tinggi, fiksasi senyawa N dilakukan oleh bakteri seperti Anabaena, Nostoc, Gleotricia, Oscillatoria, dan Lyngbya. Konsentrasi amonia yang terukur masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan maupun udang Sedangkan pada musim kemarau berkisar antara 0,0225-4,769 dengan rata-rata 0,6082 (±0,8051). Konsentrasi amoniak yang tinggi terdapat pada titik 1, merupakan tambak yang mengalami penyusutan air dan terjadi kematian udang, diduga sumber air dari muara sungai yang mengandung cukup tinggi bahan anorganik, selain itu didalam tambak sendiri terjadi penumpukan bahan anorganik, hal tersebut dapat dilihat dari bekas tumpukan sampah dekat dengan tambak. Konsentrasi amonia yang rendah di suatu perairan sangat baik untuk kehidupan biota, walaupun unsur N yang terdapat pada amonia dapat menyuburkan perairan akan tetapi konsentrasi amoniak lebih dari 2 mg/L akan membahayakan kehidupan biota (Murtijdo, 1992). Fosfat Fosfor merupakan hara mineral yang sangat penting dalam pembentukan jaringan jasad hidup dalam air laut. Fosfat yang terukur pada musim hujan berkisar antara 0,0153-0,4461 mg/L dengan nilai rata-rata 0,0846±0,098 mg/L dan pada musim kemarau berkisar anatra 0,0363-2,4787 denganrata-rata 0,579±0,478. Kandungan tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan baku mutu air laut untuk kehidupan biota laut (MENLH, 2004). Hal ini dapat mendorong terjadinya blooming fitoplankton dan dapat menyebabkan dominansi spesies. Tingginya konsentrasi fosfat terjadi pada stasiun 35, adalah tambak dengan kelimpahan plankton sebanyak 6 genus dengan didominasi oleh Oscillatoria (31,720 ind/L). selain Oscillatoria beberapa fitoplankton yang teridentifikasi seperti Prorocentrum (1660 ind/L), Coscinodiscus (800 ind/L), Nitzchia (600 ind/L). Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/liter (Boyd, 1988). Kandungan fosfat terlarut diperairan alami biasanya tidak lebih dari 0,01 mg/L (Wardoyo, 1980). Zottoli (1972) bahwa untuk pertumbuhan fitoplankton konsentrasi fosfat yang optimum berkisar antara 0,008-0,172 mg/ L. Menurut Bruno et al. (1979) dalam Wijaya et al. (1994) bahwa pertumbuhan optimal fitoplankton dibutuhkan kandungan ortofosfat 0,27-5,51 mg/L. Hubungan Kelimpahan Plankton dengan Kualitas Air Musim Hujan Hubungan kelimpahan plankton dengan kualitas air pada musim hujan di daerah pertambakan Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros berdasarkan analisis korelasi hubungan antara kelimpahan dengan kualitas air menunjukkan hubungan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai index korelasi perason untuk peubah kualitas air > 0.05. Dengan demikian dapat dikatakan secara statistik bahwa kelimpahan plankton kurang berkorelasi dengan peubah tersebut. Nilai probabilitas secara statistik menunjukkan bahwa hubungan kelimpahan dengan suhu sebesar 0,40, salinitas 0,75, oksigen terlarut adalah sebesar 0.05, pH sebesar 0,86, NO3 adalah 0,86, NH3 sebesar 0,17, NO2 sebesar 0,46 dan PO4 adalah sebesar 0,45. Apabila melihat keeratan antar parameter kualitas air maka parameter suhu dengan oksigen terlarut dan pH dengan suhu memiliki hubungan sangat erat. Hal ini dapat dilihat dari nilai probabilitas secara statistik memperlihatkan Oksigen terlarut dengan suhu sebesar 0,000 dan suhu dengan pH sebesar 0,000. Hubungan Kelimpahan Plankton dengan Kualitas Air Musim Kemarau Sementara hubungan kualitas air dengan kelimpahan plankton pada musim kemarau menunjukkan hubungan yang cukup kuat dengan salinitas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai index korelasi pearson > 0,05 yaitu sebesar 0,013. Dengan demikian secara statistik dapat dikatakan bahwa kelimpahan plankton berkorelasi dengan parameter salinitas dan kurang berkorelasi dengan parameter suhu, oksigen terlarut, pH, NO3, NH3, NO2, PO4. Nilai probabilitas pada musim kemarau menunjukkan suhu sebesar 0,076, oksigen terlarut sebesar 0,344, pH memiliki nilai sebesar 0,292, NO3 sebesar 0,467, NH3 sebesar 496, NO3 sebesar 0,517 dan PO4 sebesar 0,488.
893
Dinamika kualitas air dan hubungan kelimpahan plankton ... (Mat Fahrur)
KESIMPULAN Hasil kajian yang telah dilakukan pada pertambakan Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan, maka dapat disimpulkan; Kelimpahan plankton pada musim hujan bervariasi dari 38-800 ind./L. Indeks keragaman dalam kondisi tidak stabil, Keragaman fitoplankton perairan tergolong komunitas biota sedang, penyebaran biota antar genus rendah atau keragaman individu yang dimiliki masing-masing spesies jauh berbeda dan indeks dominansi tidak ditemukan genus yang mendominasi pada daerah tertentu atau kondisi perairan stabil Kelimapahan plankton pada musim kemarau antara 10-391913 ind/L. indeks keragaman dalam kondisi tidak stabil, penyebaran antar spesies masih jauh berbeda, tidak ditemukan genus yang mendominasi pada daerah tertentu atau kondisi perairan stabil. Pada musim hujan kualitas air yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton hampir tidak ada sedangkan pada musim kemarau yang berpengaruh adalah suhu.. DAFTAR ACUAN American Public Health Association (APHA). 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water Including Bottom Sediment and Sludges. 17th ed. Amer. Publ. Health Association Inc., New York. 1527 p. APHA, 1976. Standar Methods for the Examination of water and wastewater. 4th edition. Amirican Public Health Association, Washington DC. 1193 p. Amin, M. 2009. Komposisi dan Kelimpahan Jenis Plankton Pada Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Dengan Waktu Pemupukan Berbeda. Athirah, Asma, 2010. Kajian Kepelbagaian Fitoplankton di Laut Malai, Tasik Chini, Pahang, available:http:/us.data.toolbar.yahoo.com/. Bismark, M. Sawitri, R. 2009. Kualitas Air, Kelimpahan dan Keragaman Plankton Pada Ekosistem Mangrove di Pulau Siberut, Sumatera. Pusat Litbang dan Konservasi Alam, Bogor. Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warrwater Fish Pond. Fourth printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA. 359p. Dawis, M.L. & Cornwel, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. McGrow-Hill, Inc., New York. 822 p. Demak, N.H.S. 2009. Jenis-jenis Alga Perifiton Sebagai Indikator Kualitas Perairan di Batang kuranji, Padang. Jurnal Ilmiah Exacta. Vol.1 No. 3 Januari 2009. Effendi, H. 2003. Telaah kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. 258 hlm. Fast, A.W. & L .J. Lester. 1992. Marine Shrimps Culture: Principles and Practices. Elsevier Science Publising Company Inc. New York. P-523-P612 Hutapea, J.H. 1990. Komposisi, Distribusi Vertikal, dan Kelimpahan Fitoplankton di perairan pantai Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Karya Ilmiah Fakultas Perikanan IPB, Bogor. MENLH (Menteri Negara Lingkungan Hidup), 2004. Surat Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No.Kep-51/MENLH/2004 tentang Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. lampiran III. Moore, J.W. 1991. inorganic Contaminants of Surface Water. Sp.ringerverlag, New York. 334p. Mulyanto, 1992. Lingkungan hidup untuk ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Jakarta, 108 hlm. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Nonjti, A. 2007. Laut Nusantara. Edisi Revisi Cetakan Kelima. Penerbit Djambatan, Jakarta. 356 hal. Gunasari. N.K.A, I. M. Patra, I. K. Aryana. 2011. Analisis Kualitas Air Sungai Badung Berdasarkan Indeks Keanekaragaman Sp.esies Fitoplankton. Mahasiswa Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekes Denpasar. Grahadyarini. L. 2011. Kebijakan Kelautan. Menjejak Industrialisasi Perikanan. Kompas Ekonomi. Hal. 18.
Prosiding Indoaqua - Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2012
894
Rachmawati, 2002. PERTUMBUHAN Dunaliella salina, Phaeodactylum tricormitum, DAN Anabaenopsis circularis DALAM RASIO N/P YANG BERBEDA PADA SKALA LABORATORIUM. ttp://iirc.ipb.ac.id/jsp.ui/ handle/123456789/22094 Raynold, C.S.,J.G. Tundisi, & K. Hino, 1984. Observation on a metalimnetic Phytoplankton population in a Stably Stratified Tropical Lake. Arch.Hydrobyol. Reid, G.K. 1961. Ecology of inland water estuaries. Rein hald published Co. New York, 375 p. Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi : Terjemahan dari Fundamentals of Ecology. Alih Bahasa Samingan, T. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta. 697 p. Odum, Eugene P. 1996. Dasar-Dasar Ekologi (Edisi Indonesia, edisi 3). Translation copyright by Gadjah Mada Univesity Press. Yokyakarta. 697. Pirzan, A.M. 2008. Peubah Kulaitas air yang Berpengaruh Terhadap Plankton di Tambak Tanah Sulfat Masam Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan. Hal.363-373. Pirzan, A.M. & P.R. Pong-Masak. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di PulauBauluang, kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros. Volume 9. Hal. 217-221. Poernomo. 19992. Pemilihan lokasi tambak udang berwawasan lingkungan, Seri Pengembangan Hasil Penelitian No. PHP/Kan/Patek/004/1992. 40 hlm. Sagala, A.H.L. 2008. Kandungan Amoniak (NH3-N) dan Kelimpahan Plankton di Tambak PT. Merdeka Sarana Usaha dan Perairan Sekitarnya, Pangkal Pinang Provinsi Kepualuan Bangka Belitung. Sawyer, C.N. & McCarty, P.L.1978. Chemistry for Enfironmental Engineering. Third edition. McGrawHill Book Company, Tokyo. 532p. Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7016- 2004). Tata Cara Pengambilan Contoh Dalam Rangka Pemantauan Kualitas Air Pada Suatu Daerah Pengaliran Sungai. Syafara. Z. 1996. Kelimpahan dan Keragaman Fitoplankton di Perairan Pantai Trikora, Pulau Bintan. Staf Peneliti pada Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian Tanjung pinang. Fakultas Pertanian Universitas Islam Riau. Dinpar XI No. 32. Tiensongrusmee B. 1980. Shrimp Culture Improvement in Indonesia. Bull. Brack. Aqua. Dev. Centre. 6:404-412. Wardoyo TH dan Djokostyanto D. 1988. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak Udang. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.