969
Hubungan antara kualitas air dan plankton ... (Mat Fahrur)
HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PL ANKTON DI TAMBAK KABUPATEN BERAU, PROVINSI KALIMANTAN SEL ATAN Mat Fahrur, Makmur, dan Rachmansyah Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka 129, Maros 90512, Sulawesi Selatan E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Penelitian mengenai hubungan antara kualitas air dan plankton di perairan tambak Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur telah dilaksanakan pada bulan Agustus 2010. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji hubungan antara kualitas air dan plankton di daerah pertambakan sebagai salah satu upaya untuk mendukung produktivitas tambak. Metode penelitian yang digunakan adalah metode survai. Sampel plankton dan air dikoleksi dari perairan tambak dengan menggunakan masing-masing plankton net dan water kemerer sampler. Analisis data dilakukan berdasarkan indeks-indeks ekologi plankton (keragaman, keseragaman, dan dominansi). Selain itu, digunakan statistik deskriptif dan korelasi sebagai analisis data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelimpahan plankton bervariasi dari 10-9,333 ind./L. Keragaman fitoplankton perairan tergolong komunitas biota sedang, keseragaman tergolong rendah dan indeks dominansi tergolong stabil. Kualitas air yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton adalah oksigen terlarut, pH, NO2, NH3, dan PO4. KATA KUNCI:
plankton, kualitas air, tambak, Kabupaten Berau
PENDAHULUAN Sumberdaya ikan dan kelautan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur pada tahun 2009 meliputi penangkapan di laut, perairan umum dan budidaya dengan jumlah luas potensi perikanan dan kelautan sebesar 1.313.994 ha dan produksi 104.915,00 ton/tahun. Selama tahun 2009 jumlah produksi sebesar 16.766,3 ton (Lakip, 2009). Produksi tersebut dapat dipertahankan bahkan dapat ditingkatkan apabila pengelolaan lahan dilakukan secara bertanggung jawab. Luas potensi perikanan dan kelautan yang begitu luas harus dikelola secara terencana sehingga dapat meningkatkan produksi. Namun produksi pertambakan yang dicapai kadang kala tidak sesuai dengan luasan lahan yang dikelola sehingga untuk mencapai produksi yang optimal diperlukan pengelolaan tambak yang profesional dengan menyesuaikan kemampuan lahan. Pertambakan biasanya dibangun di daerah dekat muara sungai maupun daerah estauria sehingga daerah estuaria tersebut terkena dampak baik langsung maupun tidak langsung dari perubahan yang disebabkan oleh pembukaan lahan yang tidak terencana. Perubahan hutan mangrove menjadi lahan garapan secara langsung akan mempengaruhi ekosistem yang ada. Ekosistem biotik maupun abiotik sangat penting keberadaannya, karena ada keterkaitan dan interaksi yang menyebabkan keseimbangan selalu terjaga. Keseimbangan tersebut akan goyah apabila ada masukan pencemaran yang berlebih dan mengancam salah satu bagian dari ekosistem tersebut. Daerah estuaria yang subur dan kaya akan berbagai biota seperti plankton sebagai makanan alami sehingga daerah estuarin tersebut merupakan habit bagi ikan untuk mencari makan dan berkembang biak. Karena fungsi mangrove adalah sebagai tempat berlindung, sumber nutrien, dan menjaga tanah dari enterupsi air laut maka keberadaannya harus selalu seimbang. Perkembangan perikanan secara tradisional biasanya diidentikkan dengan pembukaan lahan secara luas. Pembukaan lahan yang tidak mengikuti aturan pemerintah daerah atau pengelolaan pesisir dapat menimbulkan masalah baru seperti perubahan sifat fisika maupun kimia air dan juga komunitas plankton sebagai produsen. Meningkatnya peubah fisika maupun kimia air merupakan masalah yang
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
970
langsung berdampak terhadap lingkungan budidaya. Selain itu, interupsi air laut pada saat pasang yang menyebabkan tanah pantai terdegradasi dapat menambah distribusi suspensi terlarut. Keberadaan plankton sangat dipengaruhi oleh kualitas air, sementara estuaria sangat dipengarui oleh aliran sungai atau air tawar, pada musim hujan akan terjadi pengenceran yang sangat tinggi begitu pula sebaliknya pada musim kemarau salinitas akan naik. Plankton merupakan hewan biotik yang menghuni air, fungsi, dan manfaatnya sangat penting di perairan. Plankton terbagi menjadi dua golongan yaitu fitoplankton dan zooplankton. Dalam rantai makanan fitoplankton fungsinya sebagai produsen, yang selanjutnya sebagai makanan zooplankton. Baik fitoplankton maupun zooplankton merupakan makanan bagi hewan pada saat larva. Dawes (1981) mengatakan bahwa salah satu ciri khas organisme fitoplankton yaitu merupakan dasar dari mata rantai makanan di perairan. Amin (2009) mengemukakan kehadiran plankton di perairan dapat menggambarkan karakteristik suatu perairan apakah dalam keadaan subur atau tidak. Air yang membawa nutrien baik N dan P akan memperkaya daerah estuaria, di mana nutrien N dan P sangat dibutuhkan oleh fitoplankton dalam pertumbuhannya. Komposisi dan kelimpahan fitoplankton akan berubah pada berbagai tingkatan sebagai respons terhadap perubahan-perubahan kondisi lingkungan baik fisik, kimia, maupun biologi (Raynolds, 1984). Namun kelebihan nutrien dapat menyebabkan pertumbuhan fitoplanktotn secara cepat (blooming) yang selanjutnya terjadi kematian fitoplankton secara mendadak. Kejadian ini sangat berbahaya bagi udang, ikan maupun proses dekomposisi, karena terjadi krisis oksigen terlarut. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengkaji hubungan antara kualitas air dan plankton di daerah pertambakan sebagai salah satu upaya untuk mendukung produktivitas tambak. BAHAN DAN METODE Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sambaliung dan Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur. Sampling air maupun plankton dilakukan secara acak dengan menggunakan metode grab sampler (sampel sesaat). Untuk mengetahui setiap titik sampling digunakan GPS (Garmin 12 XL). Sampel air diambil menggunakan botol sampel 1.000 mL yang terbuat dari polyeteline, kemudian dimasukkan dalam cool box dengan suhu ± 4±C (SNI 03-7016-2004), sementara sampel plankton diambil dengan cara menyaring air sebanyak 100 L menggunakan plankton net berdiameter 25 µm dan diawetkan menggunakan larutan lugol 1 mL/100 mL. Pengukuran peuibah in situ seperti suhu, salinitas, pH, dan oksigen terlarut dan turbiditas dilakukan secara langsung di lapangan, sedangkan sampel air untuk analisis NO2, NO3, NH3, BOT, dan Fe dibawa ke laboratorium. Penghitungan plankton yang meliputi kelimpahan, keragaman, dominansi, dan keragaman jenis dilakukan menggunakan alat bantu Sedwick Rafter Counter (SRC) (APHA, 1989) yang dilihat menggunakan alat bantu mikroskop APHA tahun 1989. Kelimpahan jenis plankton dihitung berdasarkan persamaan menurut APHA (1989) sebagai berikut: N Oi/Op x Vr/Vo x 1/Vs x n/p
di mana: N =jumlah individu per liter Oi =luas gelas penutup preparat (mm2) Op =luas satu lapangan pandang (mm2) Vr =volume air tersaring (mL) Vo =volume air yang diamati (mL) Vs =volume air yang disaring (L) n =jmlah plankton pada seluruh lapangan pandang p =jumlah lapangan pandang yang teramati
971
Hubungan antara kualitas air dan plankton ... (Mat Fahrur)
Indeks Shannon-Wiener digunakan untuk menghitung indeks keanekaragaman (diversity index) jenis, indeks keseragaman, dan indeks dominansi dihitung menurut Odum (1998) dengan rumus sebagai berikut: Indeks keanekaragaman Shannon-Wiener S
H' (ni/N) In (ni/N) i 1
Indeks keseragaman
E H' /Hmaks Indeks dominansi s
D [ni/N]2 i1
di mana: H’ =indeks keanekaragaman Shannon-Wiener E =indeks keseragaman D =indeks dominansi simpson ni =jumlah individu genus ke-i N =jumlah total individu seluruh genera Hmaks =indeks keanekaragaman maksimum (= ln S, dimana S = Jumlah jenis)
Untuk mengetahui gambaran umum dari data kualitas air dan keeratan hubungan antara air dan plankton digunakan program analisis Statistical Product and Service Solution (SPSS 16). Statitik deskriptif (minimum, maksimum, rata-rata, simpangan baku) digunakan untuk mendapatkan gambaran umum dari data kualitas air, jumlah individu, dan genus plankton. Sebagai peubah tidak bebas atau peubah respons dalam penelitian ini adalah jumlah individu dan jumlah genus plankton, sedangkan sebagai peubah bebas adalah kualitas air. Koefisien korelasi ditentukan untuk mengetahui keeratan hubungan antara peubah kualitas air.
Tabel 1. Nilai rata-rata, minimum, maksimum, dan simpangan baku kualitas air tambak di Kecamatan Sambaliung dan Pulau Derawan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur Peubah Suhu (°C) Oksigen terlarut (mg/L) Salinitas (ppt) pH Turbiditas Bahan organik total (mg/L) NO2 (mg/L) NO3 (mg/L) NH3 (mg/L) PO4 (mg/L) Fe (mg/L)
Minimum Maksimum Rataan Standar deviasi 28,50 3,19 8,81 6,09 2,60 18,31 0,0044 0,0005 0,005 0,0004 0,0015
35,27 13,68 29,92 9,80 72,1 41,97 0,0468 0,5734 0,5247 0,4088 0,149
30,81 5,94 18,82 8,37 15,69 29,37 0,0146 0,0557 0,0831 0,0408 0,0097
1,60 2,37 4,77 0,81 17,11 4,46 0,0072 0,0891 0,0822 0,0901 0,0239
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
972
HASIL DAN BAHASAN Kualitas Air Air sebagai tempat hidup organisme sangat penting untuk diketahui kualitasnya baik in situ maupun ex situ. Peubah in situ merupakan peubah yang langsung diukur di lapangan seperti suhu, oksigen terlarut, salinitas, pH, dan ex situ merupakan peubah yang dianalisis di laboratorium seperti NO2, NO3, NH3, PO4, bahan organik total, dan Fe. Sebelas peubah kualitas air yang diamati pada perairan tambak Kecamatan Sambaliung dan Pulau Derawan pada Tabel 1. Suh u Suhu air dapat mempengaruhi sintasan, pertumbuhan, reproduksi, tingkah laku, pergantian kulit, dan metabolisme (Wardoyo & Yanto, 1988). Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Suhu suatu badan air dipengaruhi oleh musim, ketinggian dari permukaan laut, waktu dalam, hari, sirkulasi udara, penutupan awan, dan aliran serta kedalaman badan air. Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu (batas atas dan bawah) yang disukai bagi pertumbuhannya seprti alga dari filum Chlorophyta dan diatom akan tumbuh baik pada kisaran suhu berturut- turut 30°C-35°C dan suhu 20°C-30°C. Filum Cyanophyta lebih toleran terhadap kisaran suhu yang lebih tinggi dibandingan dengan Chlorophyta dan diatom (Haslam dalam Effendi, 2003). Suhu yang terukur berkisar antara 28,50°C-35,27°C dengan rata-rata 30,81±1,6075°C, tingginya suhu disebabkan oleh kedalaman tambak dan tinggi air tambak, semakin tinggi air tambak maka suhu air semakin stabil sedangkan air tambak yang dangkal menyebabkan perubahan suhu yang ekstrim, namun kisaran ini menunjukkan masih dalam batas toleransi pertumbuhan plankton, ikan, dan udang. Pertumbuhan plankton akan lebih baik pada tambak-tambak yang mempunyai kedalaman lebih dari 70 cm karena plankton terdiri atas organ hidup yang sangat dipengaruhi oleh keadaan sekelilingnya (Simon dalam Pirzan, 2008). Menurut Mulyanto (1992), suhu air yang ideal untuk kehidupan ikan di daerah tropis berkisar antara 25°C-30°C. Sedangkan menurut Tiensongrusmee (1980), udang mempunyai toleransi suhu air antara 18°C-38°C. Salinitas Salinitas adalah konsentrasi total ion yang terdapat diperairan (Boyd, 1988). Perairan payau biasanya berkonsentrasi antara 0,5-30 ppt (Effendi, 2003). Namun perairan pesisir sangat dipengaruhi oleh masukan air tawar dari sungai. Salinitas dapat mempengaruhi konsentrasi oksigen di perairan, semakin tinggi salinitas maka oksigen terlarut akan semakin rendah. Plankton juga mempunyai kisaran pertumbuhan optimum pada salinitas tinggi. Sementara di daerah pertambakan di Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung berkisar antara 8,81-29,92 ppt dengan rata-rata 18,82289±4,7711 ppt. Kisaran salinitas tersebut masih berada pada kisaran yang disarankan. Pirzan (2008) mengatakan bahwa peningkatan 1 ppt akan meningkatkan jumlah genus sebanyak 0,08 (peningkatan 1,25 ppt akan meningkatkan sebanyak 1 genus). Rendahnya salinitas disebabkan lokasi tambak di daerah aliran sungai dan jarak dari pantai jauh dari pantai sehingga pengaruh salinitas rendah. Menurut Fast & Lester (1992), bahwa salinitas merupakan salah satu sifat kualitas air yang sangat penting, karena mempengaruhi kecepatan pertumbuhan udang. Telur udang menetas pada konsentrasi salinitas 20 sampai 30 ppt. Pada fase yuwana salinitas yang baik untuk pertumbuhan udang adalah antara 25-30 ppt, dapat juga bertahan sampai 34 ppt. Namun pada salinitas yang lebih tinggi dari 40 ppt udang tidak akan tumbuh lagi. Turbiditas Kekeruhan menggambarkan sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air, kekeruhan disebabkan oleh adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut (misalnya lumpur dan pasir halus), maupun bahan anorganik dan organik yang berupa plankton dan mikroorganisme lain (APHA, 1976; Davis & Cornwel, 1991). Menurut Lloyd dalam Effendi (1985), peningkatan turbiditas pada perairan
973
Hubungan antara kualitas air dan plankton ... (Mat Fahrur)
dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13%-50% produktivitas primer. Peningkatan turbiditas sebersar 5 NTU di danau dan sungai dapat mengurangi produktivitas primer berturutturut sebesar 75% dan 3%-13%. Kekeruhan yang terukur antara 2,6-72,1 NTU dengan rata-rata 15,69±17,11 NTU. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dalam air merupakan salah satu gas yang menentukan kehidupan udang dan ikan terutama dalam fungsi biologis pertumbuhan. Kedalaman air tambak juga mempengaruhi suhu, tambak yang dangkal tentu saja mempunyai volume air yang lebih sedikit sehingga mudah terpengaruh oleh sinar matahari pada siang hari, terutama pada saat terik matahari tanpa awan, semakin tinggi suhu maka oksigen terlarut akan semakin berkurang (Effendi, 2003). Oksigen terlarut juga sangat dipengaruhi oleh salinitas dan kekeruhan. Semakin tinggi salinitas menyebabkan air menjadi pekat dan oksigen menjadi sulit untuk berdifusi. Hasil pengukuran oksigen terlarut berkisar antara 3,19-13,68 mg/L dengan rata-rata 5,9418±2,3713 mg/L. Kisaran oksigen yang terukur masih dalam batas yang disarankan dan masih dalam kisaran yang dipersyaratkan dalam budidaya udang. Kepadatan fitoplankton mempengaruhi konsentrasi oksigen ini dijelaskan oleh Pirzan (2008) yang menjelaskan bahwa penurunan oksigen terlarut sebesar 1 mg/L akan menurunkan jumlah genus sebanyak 0,54 (penurunan 1,85 mg/L akan menurunkan sebanyak 1 genus). Kandungan oksigen terlarut dalam air yang dapat mendukung kehidupan udang minimal 3 mg/L (Tiensongrusme, 1980). Sedangkan untuk pertumbuhan yang normal bagi udang, konsentrasi O 2 terlarut harus dalam batas 4-7 mg/L (Poernomo, 1985). pH Sebagian besar biota akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH sekitar 78,5. Nilai pH sangat mempengarui proses biokimiawi perairan, misalnya proses nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah. Toksisitas logam memperlihatkan peningkatan pada pH rendah (Novotnya & Olem, 1994 dalam Effendi, 2003). Di pertambakan Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung berkisar antara 6,09-9,8 dengan rata-rata 8,371111±0,81931. Menurut Wardoyo (1997), nilai pH yang ideal untuk udang ialah 6,8-9,0; sedangkan pH di bawah 4 atau di atas 11 akan mengakibatkan kematian pada udang. Boyd (1990), bahwa kebanyakan perairan alami mempunyai nilai pH 5-10 dengan frekuensi 6,5-9,0. Nitrit Nitrat merupakan gas yang tidak stabil karena dipengarui oleh oksigen terlarut. Di perairan alami nitrit biasanya ditemukan dalam jumlah yang sedikit dan merupakan bentuk peralihan antara amoniak dan nitrat (nitrifikasi), dan antara nitrat dan nitrogen (denitrifikasi). Sumber nitrat dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Hasil pengukuran menunjukkan nilai nitrit antara 0,00440,0468 dengan rata-rata 0,0145±0,0072 mg/L, nilai ini masih di bawah kisaran untuk budidaya ikan maupun udang. Menurut Poernomo (1992), mengemukakan bahwa batas maksimum kandungan NO2 untuk budidaya udang windu adalah 0,25 mg/L. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L dan sebaiknya tidak melebihi 0,06 mg/L (Canadian Council of Resource and Environment Minister,1987 dalam Effendi, 2003). Konsentrasi nitrit yang lebih dari 0,05 mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore, 1991). Nitrat Nitrat (NO3) adalah bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga. Sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil. Nitrifikasi yang merupakan proses oksidasi amonia menjadi nitrid dan nitrad adalah proses yang penting dalam proses nitrogen dan berlangsung dalam kondisi aerob. Konsentrasi nitrat di perairan alami hampir tidak pernah lebih dari 0,1 mg/L. Sedangkan hasil pengukuran berkisar antara 0,0005-0,5734 mg/L dengan rata-rata 0,0557±0,0891 mg/L. Kisaran tersebut masih dalam batas yang ditolerir oleh hewan akutik. Menurut Mackentum (1969), untuk pertumbuhan fitoplankton memerlukan konsentrasi nitrat
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
974
0,9-3,5 mg/L. Konsentrasi nitrat yang lebih dari 0,2 mg/L dapat mengakibatkan terjadinya eutrofikasi (pengkayaan) perairan (Effendi, 2003). Amoniak Sumber amoniak di alam adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota hewan akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Proses ini dikenal dengan istilah amonifikasi. Sumber lainnya adalah dari feses biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme. amoniak bebas (NH3) yang tidak terionisasi bersifat toksik terhadap hewan akuatik. Toksisitas amonia terhadap organisme akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan konsentrasi oksigen terlarut, pH, dan suhu. Avertebrata air lebih toleran terhadap toksisitas amonia daripada ikan. Konsentrasi amonia yang terukur antara 0,005-0,5247 mg/L dengan rata-rata 0,08312±0,0822 mg/L. Konsentrasi amonia yang terukur masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan maupun udang. Konsentrasi amonia yang rendah di suatu perairan sangat baik untuk kehidupan biota, walaupun unsur N yang terdapat pada amonia dapat menyuburkan perairan akan tetapi konsentrasi amoniak lebih dari 2 mg/L akan membahayakan kehidupan biota (Murtijdo, 1992). Fosfat Di perairan, unsur fosfor tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Kadar fosfor dalam ortofosfat (P-PO4) jarang melebihi 0,1 mg/L; meskipun pada perairan eutrof. Kadar fosfor total pada perairan alami jarang melebihi 1 mg/L (Boyd, 1988). Fosfor merupakan hara mineral yang sangat penting dalam pembentukan jaringan jasad hidup dalam air laut. Kandungan fosfat terlarut diperairan alami biasanya tidak lebih dari 0,01 mg/L (Wardoyo, 1980). Sedangkan fosfat yang terukur di perairan Kecamatan Pulau Derawan dan Sambaliung berkisar antara 0,00040,4088 mg/L dengan nilai rata-rata 0,040753±0,09 mg/L. Zottoli (1972) bahwa untuk pertumbuhan fitoplankton konsentrasi fosfat yang optimum berkisar antara 0,008-0,172 mg/L. Menurut Bruno et al. (1979) dalam Wijaya et al. (1994), bahwa pertumbuhan optimal fitoplankton dibutuhkan kandungan ortofosfat 0,27-5,51 mg/L. Bahan Organik Total Bahan organik total merupakan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri atas bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid. BOT yang terukur yaitu antara 18,31-41,97 mg/L; dengan rata-rata 29,37±4,46 mg/L. Tingginya bahan organik total disebabkan oleh pembukaan tambak yang banyak menyisakan batang dan akar tanaman mati yang selanjutnya terjadi penguraian oleh bakteri, penguraian tersebut merupakan penyumbang tingginya bahan organik total dalam tambak. Menurut Boyd (1990), kandungan bahan organik terlarut suatu perairan normal adalah maksimum 15 mg/L, apabila kandungan bahan organik terlarut tinggi maka dapat menurunkan kandungan oksigen terlarut dalam air sehingga dapat mengganggu kehidupan biota. Menurut Reid (1961), perairan dengan kandungan BOT di atas 26 mg/L tergolong subur. Variasi kandungan BOT tersebut dapat mempengaruhi keragaman fitoplankton. Fe Besi termasuk unsur yang esensial bagi makhluk hidup. Pada tumbuhan, termasuk alga, besi berperan sebagai penyusun sitokrom dan klorofil, konsentrasi besi yang berlebihan selain dapat mengakibatkan timbulnya warna merah juga mengakibatkan karat pada peralatan yang terbuat dari logam. Pada tumbuhan, besi berperan dalam sistem enzim, dan transfer elektron pada proses fotosintesis. Konsentrasi besi yang terukur berkisar antara 0,0015-0,149 mg/L. Kisaran tersebut masih dalam batas yang dapat ditolerir dalam budidaya udang. Toksisitas nilai LC 50 besi terhadap ikan berkisar antara 0,3-10 mg/L. Kandungan tersebut secara umum relatif lebih rendah dibandingkan dengan di perairan umum, yaitu 0,05-0,2 mg/L (Boyd, 1990 dalam Pirzan, 2008). Komposisi dan Jumlah Plankton
975
Hubungan antara kualitas air dan plankton ... (Mat Fahrur)
Alexandrium sp. Coscinodiscus sp. Gyrosigma sp. Melosira sp.
Anabaenopsis sp. Chaetoceros sp. Hemiaulus sp. Oscillatoria sp.
Bidulpia Cylotella Navicula sp. Pleurosigma sp.
Ceratium Favella sp. Nitzchia sp. Protoperidinium sp.
Prorocentrum sp. Hemialus sp.
Sphaerellopsys sp.
Skeletonema
Thallasionema sp.
Gambar 1. Komposisi genus fitoplankton di perairan Kecamatan Sambaliung dan Pulau Derawan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur
Hasil penghitungan pada semua titik pengambilan sampel terdapat 21 genus fitoplankton (Gambar 1) dan 12 genus zooplankton (Gambar 2). Pada masing-masing titik, jumlah genus tertinggi adalah Anabanopsis sp. dengan jumlah total 8.477 ind./L, kemudian Oscillatoria sp. dengan jumlah total 2.469 ind./L dan merupakan genus yang paling merata keberadaannya, kemudian disusul oleh Coscinodiskus sp. dengan total kepadatan 1.959 ind./L. Namun yang terendah adalah Ceratium sp. yang hanya 9 ind./L. Hasil identifikasi zooplankton pada semua titik pengambilan sampel ditemukan dari genus Brancionus sp. dengan jumlah total 1.858 ind./L. Kemudian disusul oleh Nauplii copepoda dengan
Acartia sp. Branchionus sp.
98; 2%
Copepoda sp. Labidocera sp.
96; 2% 61; 1% 196; 3%
Nauplii copepoda
528; 9%
410; 7%
Temora sp.
100; 2% 802; 13%
1858; 30%
Tortanus sp. Polychaeta Oithona sp. Nitocra sp.
1025; 16%
112; 2%
793; 13%
Microsetella sp. Larva molusca
Gambar 2. Komposisi genus zooplankton di perairan Kecamatan Sambaliung dan Pulau Derawan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
976
jumlah total 1.025 ind./L. Keberadaan zooplankton yang tidak merata di semua titik pengambilan sampel ditentukan keberadaan fitoplankton sebagai makanan. Diduga jumlah terbesar fitoplankton dari jenis anabaenopsis dikarenakan kondisi kualitas air serta lingkungan yang sangat mendukung pertumbuhannya dan ekstrim bagi jenis fitoplankton yang lain. Kondisi perairan yang berfluktuasi dan tidak menentu menambah kontribusi keberadaan plankton. Perubahan tersebut seperti musim, pada musim hujan jenis tertentu yang tahan terhadap salinitas rendah begitu juga pada musim kemarau ada musim tertentu yang tahan terhadap salinitas tinggi. Fluktuasi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, salinitas, suhu, pH, konsentrasi nutrien, cahaya, cuaca, penyakit, pemangsaaan ikan dan zooplankton, kompetisi antarspesies, dan toksin alga (Boyd, 1990 dalam Pirzan, 2008). Kelimpahan Plankton Kelimpahan plankton pada masing-masing stasiun berbeda, kisaran yang terdeteksi antara 109,333 ind./L (350,3±1296,9 ind./L) dapat dilihat pada Tabel 1. Penyebaran fitoplankton antara satu hamparan tambak dengan hamparan tambak yang lain berbeda. Perbedaan yang terjadi diduga disebabkan oleh perlakuan air tambak yang berbeda antar tambak, kondisi tambak yang tergolong baru dan lama, kemudian pengaruh dari sumber air yang dipengaruhi oleh air sungai yang membawa nutrien sebagai kebutuhan yang sangat penting bagi pertumbuhan fitoplankton, musim yang tidak menentu, sehingga menyebabkan perbedaan dinamika kualitas air baik fisika maupun kimia yang tidak sesuai dengan pertumbuhan plankton. Kemampuan bertahan dan beradaptasi merupakan kelebihan dari beberapa genus plankton. Kemampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan perairan, dan dapat memanfaatkan unsur hara yang terkandung di perairan secara optimal serta memiliki kemampuan untuk berkembang biak dengan cepat (Hutapea, 1990). Anabaenopsis circularis tumbuh optimal pada kisaran salinitas 26,0‰-27‰, pada rasio N/P 35:1 terlihat mempunyai potensi untuk mendominasi (Rachmawati, 2002). Indeks Biologi Struktur komunitas pada suatu perairan dapat diketahui melalui indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E), dan indeks dominansi (D). Indeks keanekaragaman menggambarkan kekayaan jenis plankton yang terdapat di suatu perairan. Indek keseragaman menggambarkan tingkat keseimbangan komposisi jenis, dan indeks dominansi merupakan gambaran ada atau tidaknya suatu jenis atau kelompok plankton yang mendominasi (Odum, 1971). Keragaman suatu daerah perairan apabila mempunyai keragaman yang tinggi maka semakin bagus karena semakin beragam genus . Nilai indek keragaman antara titik pengambilan sampel tidak sama yaitu berkisar antara 0,235-1,895, dengan rata-rata 0,984 ±0,510 menurut kriteria Shanon-Winner, (1996) jika nilai indeks H’<1, maka diduga komunitas biota dalam kondisi tidak stabil. Jika nilai indeks H’ antara 1-3, maka dapat diartikan komunitas biota sedang dan jika nilai indeks H’>3, maka komunitas biota perairan dalam kondisi stabil. Karena nilai indeks H’<1 maka komunitas pada seluruh tambak dalam kondisi tidak stabil. Indeks keseragaman yang Menurut Shanon-Winner (1996), jika nilai indeks E = 0, maka struktur keseragaman antar spesies rendah dan apabila nilai indeks E = 1 berarti keseragaman spesies relatif Tabel 2. Jumlah individu, genus, dan indeks biologi plankton pada tambak Kecamatan Sambaliung dan Kecamatan Pulau Derawan Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur Peubah Individu (ind./L) Genus (ind./L) Keragaman Keseragaman Dominansi
Minimum Maksimum 10 9 0,235 0,232 0,035
9,333 8,477 1,895 1,055 0,882
Rataan
Standar deviasi
350,321 615,061 0,984 0,753 0,358
1.296,945 1.539,831 0,510 0,270 0,212
977
Hubungan antara kualitas air dan plankton ... (Mat Fahrur)
seragam. Indeks keseragaman berkisar antara 0,232-1,055 dengan rata-rata 0,753 (±0,270), hal ini menunjukkan bahwa penyebaran biota antar genus rendah atau keragaman individu yang dimiliki masing-masing spesies jauh berbeda karena nilai E < 1, hal ini menunjukkan struktur keseragaman antar spsies rendah. Sedangkan nilai indeks dominansi berkisar antara 0,035-0,882 dengan nilai rata-rata 0,358±0,212. Menurut Odum (1996), kisaran jika nilai indeks D = 0 berarti tidak ada jenis tertentu yang mendominasi atau kondisi perairan stabil, jika nilai indeks D = 1, maka ada jenis tertentu yang mendominasi yang dapat menyebabkan jenis lain dalam tekanan dan struktur komunitas tidak stabil. Apabila mengacu pada indeks tersebut maka nilai kisaran tidak ditemukan genus yang mendominasi pada daerah tertentu atau kondisi perairan stabil. Hubungan Kelimpahan Plankton dengan Kualitas Air Hubungan kelimpahan plankton dengan kualitas air di daerah pertambakan Kecamatan Sambaliung dan Kecamatan Pulau Derawan berdasarkan analisis korelasi hubungan antara kelimpahan dengan kualitas air menunjukkan ada hubungan dengan oksigen terlarut, pH, NO 2, NH3, dan PO4. Hal ini ditunjukkan dengan nilai probabilitas dari hasil analisis korelasi untuk peubah kualitas air tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian dapat dikatakan secara statistik bahwa kelimpahan fitoplankton memiliki korelasi dengan peubah tersebut. Nilai probabilitas secara statistik menunjukkan bahwa hubungan kelimpahan dengan oksigen terlarut adalah sebesar 0,034. Sedangkan hubungan dengan NO 2 adalah 0,000. Peubah pH memiliki probabilitas sebesar 0,000. sedangkan NH 3 memiliki probabilitas 0,000; dan PO4 memiliki probabilitas 0,000. Berdasarkan indeks korelasi pearson, maka hubungan kelimpahan plankton dengan DO memiliki hubungan yang rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai pearson correlation kelimpahan terhadap DO adalah 0,325. Sementara hubungan kelimpahan plankton dengan nitrit adalah 0,585. Hal ini menunjukkan nilai keeratan yang sedang. Parameter PO4 memiliki hubungan kelimpahan plankton rendah. Hal ini ditunjukkan dengan nilai pearson correlation kelimpahan terhadap PO 4 0,355. Sedangkan parameter pH memiliki hubungan yang tinggi dengan nilai pearsen correlation 0,968 begitu juga dengan NH3 memiliki hubungan yang cukup tinggi. Hal ini ditunjukkan dengan nilai pearsen correlation kelimpahan terhadap NH3 0,729. KESIMPULAN Hasil kajian yang telah dilakukan pada pertambakan Kecamatan Sambaliung dan Pulau Derawan, Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur, maka dapat disimpulkan: Kelimpahan plankton bervariasi dari 10-9333 ind./L. Keragaman fitoplankton perairan tergolong komunitas biota sedang, keseragaman tergolong rendah, dan indeks dominansi tergolong stabil. Kualitas air yang berpengaruh terhadap kelimpahan plankton adalah oksigen terlarut, pH, NO 2, NH3, dan PO4. DAFTAR ACUAN American Public Health Association (APHA). 1989. Standard Methods for the Examination of Water and Waste Water Including Bottom Sediment and Sludges. 17th (Ed.). Amer. Publ. Health Association Inc., New York, 1,527 pp. APHA. 1976. Standar Methods for the Examination of water and wastewater. 4th edition. American Public Health Association, Washington D.C., 1,193 pp. Amin, M. 2009. Komposisi dan Kelimpahan Jenis Plankton Pada Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Dengan Waktu Pemupukan Berbeda. Boyd, C.E. 1988. Water Quality in Warrwater Fish Pond. Fourth printing. Auburn University Agricultural Experiment Station, Alabama, USA, 359 pp. Dawis, M.L. & Cornwel, D.A. 1991. Introduction to Environmental Engineering. Second edition. McGrow-Hill, Inc., New York, 822 pp.
Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011
978
Effendi, H. 2003. Telaah kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan, 258 hlm. Fast, A.W. & Lester, L.J. 1992. Marine Shrimps Culture: Principles and Practices. Elsevier Science Publising Company Inc. New York, p. 523-612. Hutapea, J.H. 1990. Komposisi, Distribusi Vertikal, dan Kelimpahan Fitoplankton di perairan pantai Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. Karya Ilmiah Fakultas Perikanan IPB, Bogor. Moore, J.W.1991. Inorganic Contaminants of Surface Water. Springerverlag, New York, 334 pp. Mulyanto. 1992. Lingkungan hidup untuk ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan , Jakarta, 108 hlm. Murtidjo, B.A. 1992. Budidaya Udang Windu Sistem Monokultur. Kanisius. Rachmawati. 2002. Pertumbuhan Dunaliella salina, Phaeodactylum tricormitum, dan Anabaenopsis circularis dalam rasio N/P yang berbeda pada skala laboratorium. ttp://iirc.ipb.ac.id/jspui/handle/123456789/ 22094. Raynold, C.S., Tundisi, J.G., & Hino, K. 1984. Observation on a metalimnetic Phytoplankton population in a Stably Stratified Tropical Lake. Arch.Hydrobyol. Reid, G.K. 1961. Ecology of inland water estuaries. Rein hald published Co. New York, 375 pp. Odum, E.P. 1998. Dasar-dasar Ekologi: Terjemahan dari Fundamentals of Ecology. Alih Bahasa Samingan, T. Edisi Ketiga. Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta, 697 hlm. Pirzan, A.M. 2008. Peubah Kulaitas air yang Berpengaruh Terhadap Plankton di Tambak Tanah Sulfat Masam Kabupaten Luwu Utara Sulawesi Selatan, hlm. 363-373. Pirzan, A.M. & Pong-Masak, P.R. 2008. Hubungan Keragaman Fitoplankton dengan Kualitas Air di PulauBauluang, kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau, Maros, 9: 217-221. Poernomo. 1992. Pemilihan lokasi tambak udang berwawasan lingkungan. Seri Pengembangan Hasil Penelitian No. PHP/Kan/Patek/004/1992, 40 hlm. Sawyer, C.N. & McCarty, P.L.1978. Chemistry for Enfironmental Engineering. Third edition. McGrawHill Book Company, Tokyo, 532 pp. Standar Nasional Indonesia (SNI 03-7016- 2004). Tata Cara Pengambilan Contoh Dalam Rangka Pemantauan Kualitas Air Pada Suatu Daerah Pengaliran Sungai. Tiensongrusmee, B. 1980. Shrimp Culture Improvement in Indonesia. Bull. Brack. Aqua. Dev. Centre, 6: 404-412. Wardoyo, T.H. & Djokosetyanto, D. 1988. Pengelolaan Kualitas Air di Tambak Udang. Fakultas Perikanan. IPB. Bogor.