HUBUNGAN KEKERASAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD ANGKASA LANUD PATTIMURA DI DESA TAWIRI KOTA AMBON
OLEH KETRINA TREES SURLIALY 80 2009 120
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN KEKERASAN ORANG TUA TERHADAP ANAK DENGAN MOTIVASI BELAJAR SISWA SD ANGKASA LANUD PATTIMURA DI DESA TAWIRI KOTA AMBON
Ketrina Trees Surlialy Aloysius L.S. Soesilo Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kekerasan orang tua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa SD Angkasa Lanud Pattimura Desa Tawiri Kota Ambon. Kekerasan orang tua terhadap anak merupakan variabel terikat sedangkan motivasi belajar siswa merupakan variabel bebas. Penelitian ini dilakukan di SD Angkasa Lanud Pattimura Desa Tawiri Kota Ambon. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif, yaitu pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan angket yang diisi oleh responden yang merupakan siswa SD Angkasa Lanud Pattimura. Pengambilan data menggunakan 40 responden yang di pilih secara acak di sekolah. Teknik analisa data yang dipakai adalah teknik korelasi product moment. Hasil yang diperoleh menunjukkan koefisien korelasi (r) 0.310 dengan p<0.052 tidak adanya hubungan yang signifikan antara kekerasan orang tua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan diporolehnya skor 0.861 yang menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan antara kekerasan orang tua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa.
Kata Kunci : Kekerasan orang terhadap anak, Motivasi belajar siswa
i
ABSTRACT The aim of this study is to gain the relationship between violence and learning motivation of students of Angkasa Lanud Pattimura Elementary School in Tawiri , Ambon. Parent’ violence is the dependent variable, and learning motivation is independent variable. The method of this study is descriptive method with quantitative approach. The data were collected using 40 random sampling questionnaires of students at Angkasa Lanud Pattimura Elementary School. The technique of data analysis used in this research is the correlation technique of product moment. The result of the data analysis showed that there was correlation coefficient (r) ) 0.310 with p<0.052 which means that there was no significant relationship between parental violence against children with learning motivation of students of Angkasa Lanud Pattimura Elementary School in Tawiri , Ambon. The result of this study showed that the correlation value was 0.861, which meant that there was no correlation between violence and students’ learning motivation. Keyword : Violence against children, Student’s learning motivation
ii
PENDAHULUAN Tindakan kekerasan, dan pelanggaran hak anak seringkali kurang memperoleh perhatian publik karena kurangnya perlindungan,dan kesejahteraan pada anak. Kekerasan pada anak dalam segala bentuk perlu dicegah, dan anak perlu mendapatkan hak-haknya (Huraerah, 2007). Orangtua memiliki peran paling penting dalam mencegah kekerasan pada anak, dan membantu anak memperoleh hak-haknya. Kekerasan terhadap anak-anak merupakan ancaman besar bagi perkembangan, dan untuk mencapai tujuan hidup anak-anak. Jika penyebabnya diidentifikasi, dan ditangani, kekerasan terhadap anak sepenuhnya bisa dicegah.Keluarga merupakan potensi terbesar untuk melindungi anak-anak dari segala bentuk kekerasan. Keluarga juga dapat memberdayakan anak-anak untuk melindungi diri mereka sendiri. Asumsi dasar Konvensi tentang Hak-hak Anak (CRC) menyebutkan bahwa keluarga merupakan lingkungan alami bagi pertumbuhan, dan kesejahteraan semua anggotanya, terutama untuk anak-anak.
Dalam Pinheiro (2006) menyatakan bahwa kekerasan orangtua
terhadap anak memiliki 3 bentuk, yaitukekerasan fisik, pengabaian, dan pelecehan seksualPinheiro (2006). Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi kekerasan yang harus diperhatikan terkait peran penting orangtua. Orangtua harus menjaga, dan melindungi anak-anak dari tindak kekerasan karena usia mereka yang masih muda. Faktor terkait keluarga yang meliputi karakteristik orangtua dan sosial ekonomi, sementara kekerasan di rumah ditemukan di semua bidang social dan ekonomi,pendidikan orangtua,kurangnya pendapatan sehingga sering menimbulkan kekerasan psikologi terhadap anak–anak. Terkait faktor social dan kebudayaan kurang adanya keterlibatan hukum pada kekerasan keluarga terhadap anak, proses memaafkan sebagai hal mengkoreksi dalam undang-
1
undang Negara jika kekerasan itu ditimbulkan oleh anak, orangtua atau wali tersebut (Pinheiro, 2006). Sejauh penelusuran penulisansejak dulu hingga sekarang kekerasan pada anak semakin marak terjadi di kota Ambon. Bertempat di desa Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon Baguala, dimana daerah tersebut merupakan salah satu lokasi yang diamati peneliti sebagai salah satu sumber kekerasan dari proses didikan orangtua terhadap anak mereka. Dikatakan mendidik atau didikan bukan berarti hal yang baik saja seperti mendidik dengan memberikan kasih sayang, perhatian, ataupun mendidik dengan cara dimanjakan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan beberapa orangtua yang bertempat tinggal di daerah tersebut, mereka mengatakan bahwa mendidik anak dengan keras adalah hal yang wajar-wajar saja, selain itu mereka juga mengatakan bahwa mendidik anak dengan cara yang demikian merupakan suatu kebiasaan yang dapat mengajarkan anak supaya dapat termotivasi untuk giat dalam belajarnya. Hal mendidik seperti ini juga merupakan pola didikan yang turun temurun dari kakek nenek, mereka kemudian tumbuh dan berkembang menjadi orang yang berhasil dan sukses karena ketegasan orangtua (kakek nenek) dalam mendidik mereka sehingga pengalaman tersebut menjadi pola yang harus mereka ikuti dan terapkan dalam memberikan motivasi demi mendapat hasil yang baik dalam belajar anak – anak mereka di sekolah. Berdasarkan catatan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), selama tahun 2003 terdapat 481 kasus kekerasan. Jumlah ini meningkat menjadi 547 kasus di tahun 2014 yang terdiri dari 221 kasus kekerasan seksual, 140 kasus kekerasan fisik, 80 kasus kekerasan psikis, dan 106 permasalahan lainnya (tempointeraktif.com, tanggal 28 Desember 2004). Penelitian lainnya dilakukan oleh Lembaga Advokasi Hak Asasi (LAHA) Bandung. Berdasarkan rekapitulasi data surat kabar oleh LAHA Bandung
2
menunjukkan bahwa sebagian besar anak korban kekerasan di Bandung adalah remaja. Hak anak untuk mendapatkan perlindungan, dan perhatian diatur dalam UU No. 3 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Salah satu hak anak adalah memperoleh pendidikan, dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya, dan tingkat kecerdasannya sesuai dengan minat, dan bakatnya. Namun orangtua sering mendidik anak dengan cara tradisional untuk mewujudkan keinginan orangtua. Cara tradisional yang diterapkan orangtua terhadap anak cenderung menggunakan kekerasan (Huraerah, 2007). Orangtua memiliki pandangan bahwa kekerasan adalah cara mendidik yang terbaik, dan cara menyampaikan kasih sayang kepada anak.Tujuan penerapan kekerasan orangtua terhadap anak adalah anak patuh terhadap perintah orangtua. Anak dipukul, dan dicaci maki itu merupakan suatu hal yang dianggap biasa. Orangtua sering mengatakan bahwa mendidik dengan keras akan menghasilkan proses pertumbuhan yang baik, dan proses belajar anak di sekolah baik. Jika anak sudah menjadi dewasa,diharapkan menjadi sosok yang berguna, dan berperilaku sama dengan orangtuanya. Dikatakan demikian, anak tersebut berada dalam situasi bermain bersama teman-temannya, anak tersebut akan bersikap brutal atau sering memukuli temantemannya, walaupun teman-temannya tidak berbuat salah (Huraerah, 2007). Dengan memperlakukan anak secara keras, orangtua beranggapan anak akan mengalami perkembangan moral, perkembangan psikiologis, dan termotivasi untuk belajar. Orangtua berharap dapat mengarahkan kegiatan belajar anak untuk mencapai prestasi. Orangtua bertekad meningkatkan mutu pendidikan anak, dan memperbaiki kesenjangan social masyarakat. Selain itu, motivasi belajar menentukan kecerdasan anak. Anak yang mengalami kekerasan orangtua menyadari perilaku orangtua, dan efek buruk yang timbul dari kekerasan orangtua. Anak akan tumbuh menjadi pembangkang,
3
kebal terhadap kekerasan orangtua, pendendam, tumbuh menjadi pribadi kasar di luar lingkungan rumah. Hubungan orangtua dengan anak menjadi kaku, dan sering terjadi perdebatan. Kekerasan orangtua terhadap anak berdampak pada pergaulan, berpacaran, dan pernikahan (Cole, 2004). Bukan hanya di dalam keluarga saja yang mendapat didikan keras, namun di tempat didik atau sekolah pun begitu, peneliti mengambil SD Angkasa sebagai salah satu sumber penelitian di daerah tersebut, berdasarkan hasil observasi di sekolah terkadang guru tidak memandang benar atau salah dari muridnya itu memberikan suatu alasan ketika harus datang terlambat ke sekolah dan tugas-tugas yang guru berikan tidak dikerjakan dengan baik atau terlambat dalam mengumpulkannya, guru sering memberi hukuman seperti memukul muridnya dengan rotan atau mengeluarkan kata-kata kotor terhadap muridnya, sehingga hal tersebut dapat mendominasikan anak menjadi sosok yang kejam.Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa guru dan wali kelas SD Negeri Angkasa tersebut, dan hasil survei menunjukkan bahwa sebagian besar siswa memiliki motivasi belajar yang kurang. Hal ini terlihat pada saat pembelajaran berlangsung sebagian siswa kurang menunjukkan minatnya dalam proses pembelajaran. Sebagian siswa juga lebih senang mengganggu temannya dari pada memperhatikan guru mengajar. Dan saat diberi tugas oleh guru, siswa juga malah sibuk sendiri dan tidak segera mengerjakan tugas dari guru. Dari hal tersebut terlihat jelas bahwa motivasi belajar anak masih sangat rendah. Dan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi belajar ini adalah keluarga, dalam hal ini adalah cara mendidik orangtua yang keras terhadap anak. Hal ini berbeda dengan sikap orangtua yang terbuka dan selalu menyediakan waktu akan membantu anak dalam memahami dirinya yang terus mengalami perubahan juga akan membantu anak
4
meningkatkan semangat belajarnya. Anak merasa tidak terpaksa untuk sekolah dan semangat belajarnya pun akan terus bertumbuh. Dengan adanya sikap yang positif, maka anak akan merasa lebih mudah untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Anak akan mengoptimalkan potensi berpikirnya di sekolah dan
selalu berusaha untuk
mengerjakan tugas - tugas sekolahnya dengan tepat (Endarti, 2014). Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan beberapa orangtua (7 orang) di Desa Tawiri, bahwa anak sejak dini perlu diterapkan perilaku didikan melalui tindakan kekerasan seperti memukul atau menampar.Ini disebabkan karena anak pada umumnya jarang mau mendengarkan orangtua. Jika orangtua bersikap lembut (welas asih) anak tidak akan menghormati dan menghargai orangtua. Oleh sebab itu perilaku kekerasan dalam meningkatkan motivasi belajar anak sangat diperlukan. Selain itu pada anak-anak di Desa Tawiri, rata-rata mengalami perilaku kekerasan oleh orangtua seperti memukul, menendang, menampar, dan lainnya. Hal ini dianggap sebagai bentuk kasih sayang dan perhatian untuk meningkatkan pola belajar yang baik pada anak dan dapat memotivasikan mereka untuk selalu giat dalam belajar.Ini didukung oleh Soetijiningsi. (2002) bahwa budaya dalam masyarakat kita saat ini cenderung menganggap bahwa proses pembelajaran kepada anak dilakukan dengan kekerasan, agar anak patuh dan giat dalam belajar untuk mencapai skala keberhasilan yang diinginkan orangtua. Orangtua berlaku kasar dan memberikan hukuman dengan dalih untuk memberikan pelajaran pada anak-anak mereka.Padahal seharusnya setiap anak berhak mendapatkan perlindungan dari kekerasan. Kehidupan sehari-hari mengajarkan proses didikan untuk memberi motivasi dalam belajar yang merupakan suatu aturan orangtua yang berguna untuk mempengaruhi moral dan psikologis perkembangan anak. Pintrich & Schunk (dalam
5
Tuan, 2005) mendefinisikan bahwa motivasi belajar adalah proses dimana kegiatan yang diarahkan pada tujuan yang menghasut dan berkelanjutan. Sedangkan Pintrich (dalam Tuan, 2005) menekankan bahwa tujuan belajar siswa yaitu, efikasi-diri,strategi aktif pembelajaran, nilai-nilai pembelajaran, tujuan pencapaian, tujuan berprestasi dan stimulasi lingkungan belajar yang mengambil peran penting dalam mempengaruhi siswa dalam membangun dan merekonstruksi konsepsi ilmu mereka. Dengan kata lain, ketika siswa merasa bahwa mereka mampu, dan mereka berpikir yang berhubungan dengan perubahan tugas itu berguna untuk ikut serta dalam tujuan belajar mereka adalah untuk mendapatkan kompetensi (Tuan, 2005). Setiap masyarakat atau budaya mempunyai nilai-nilai tertentu mengenai sesuatu. Bagi manusia, nilai dijadikan landasan, alasan, dan motivasi dalam segala perbuatan (Purwaningsih, 2010). Proses menetapkan normadidikan pada anak dengan tindak kekerasan juga sudah menjadi suatu unsur kebudayaan di Indonesia, terkhususnya Indonesia bagian timur. Seperti mendidik anak dalam memberikan motivasi belajar dengan tindak kekerasan pada anak di masyarakat timur dikatakan suatu kebudayaan karena dianggap sebagai suatu bentuk tindakan atau cara mendidik anak dalam proses belajarnya, salah satunya sebagai proses didikan orangtua terhadap anak.adapun dalam penelitian Turner (2009) mengemukakan bahwatidak ada hubungan yang positif dari kekerasan orangtua terhadap motivasi belajar siswa. Temuan juga didukung penelitian sebelumnya berdasarkan SDT, yang menyatakan hubungan antara siswa yang secara intrinsik termotivasi dan mendapatkan kesuksesan akademis. Meskipun motivasi intrinsik secara signifikan memprediksi peserta termotivasi (yaitu, kurangnya motivasi) namun menunjukkan juga hubungan negatif terhadap kinerja siswa. Dari penelitian Endarti (2014) mengemukakan kekerasan
6
orangtua berpengaruh secara signifikan terhadap motivasi belajar siswa, berdasarkan korelasi dan analisa regresi menunjukkan bahwa kekerasan orangtua yang diterapkan dalam mendidik anaknya mempengaruhi motivasi belajar siswa. Dari fenomena yang sudah dipaparkan, hal tersebut mendukung sementara bahwa terdapat hubungan antara kekerasan terhadap anak dengan motivasi belajar siswa. Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Hubungan kekerasan orangtua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa. Penulis sangat berharap bahwa penelitian yang dilakukan ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca terkhususnya di kalangan mahasiswa agar mereka dapat mengetahui hubungan antara kekerasan orangtua terhadap anak dengan motivasi belajar anak, sehingga kelak ketika mereka dapat menjadi orangtua yang pandai dalam memberikan motivasi serta didikan sesuai ajaran yang benar bukan sebagai ajaran turun temurun.
METODE PENELITIAN Desain Penelitian Di dalam penelitian ini metode yang dipergunakan adalah dengan pendekatan kuantitatif. Karena peneliti tertarik terhadap gambaran kekerasan orangtua terhadap notivasi belajar yang ditinjau dari latar belakang kekerasan itu sendiri.
Partisipan Di dalam penelitian ini populasi yang hendak diteliti adalah 74 Siswa SD Angkasa Lanud Pattimura di Desa Tawiri Kota Ambon. Untuk menentukkan jumlah sampel dalam penelitian ini, penulis menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu sampel
7
penelitian dipilih berdasarkan karakteristik yang telah ditentukan yaitu siswa yang berusia 10-12 Tahun, sehingga di dapati jumlah sampel sebanyak 40 siswa.
Instrumen Instrumen penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah kekerasan orangtua terhadap anak merupakan pengembangan Pinheiro (2006).Instrument ini memiliki 3 bentuk, yaitu (1) kekerasan fisik antara lain memukul, menendang, menampar, melempar, dan mendorong. (2) pengabaian, yaitu kegagalan orangtua atau wali memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan emosional anak atau menelantarkan anak, atau kegagalan untuk melindungi anak dari bahaya. (3) pelecehan seksual yaitu adanya rasa malu, kerahasiaan, dan penolakan terkait kekerasan seksual terhadap anak – anak, guna melihat fenomena kekerasan orangtua terhadap anak. Bentuk yang pertama adalah kekerasam fisik yang terdiri dari 11 pernyataan, bentuk ini mendiskripsikan adanya kesenjangan menggunakan kekuatan fisik yang diberikan oleh orangtua terhadap anak, bentuk kedua Pengabaian yang terdiri dari 10 item pernyataan, bentuk ini mendeskripsikan kegagalan orangtua atau wali dalam memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan emosional anak dan menelantarkan anak, atau kegagalan untuk melindungi anak dari bahaya, bentuk ketiga Pelecehan seksual yang terdiri dari enam pernyataan, bentuk ini mendeskripsikan tentang rasa malu, kerahasiaan dan penolakan terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak-anak. Adapun instrument kedua yang dipakai untuk mengukur variabel motivasi belajar dari Tuan ( 2005 ), mengembangkan enam faktor motivasi belajar yang digunakan sebagai instrumen, yang pertama efikasi-diri yang terdiri dari 7 item pernyataan, faktor pertama mendeskripsikan siswa percaya pada kemampuan mereka sendiri untuk
8
melakukan dengan baik dalam mengerjakan tugas pembelajaran, faktor kedua Strategi aktif pembelajaran yang terdiri dari 8 item pernyataan, faktor ini mendeskripsikan siswa mengambil peran aktif dalam menggunakan berbagai strategi untuk membangun pengetahuan baru berdasarkan pemahaman mereka sebelumnya, faktor ketiga Nilai pembelajaran yang terdiri dari 8 item, faktor ini mendeskripsikan nilai ilmu belajar adalah membiarkan siswa memperoleh kompetensi pemecahan masalah, menemukan pertanyaan, merangsang pemikiran mereka sendiri, dan menemukan hubungan ilmu dengan kehidupan sehari-hari. Jika mereka dapat merasakan nilai-nilai penting itu mereka akan termotivasi untuk belajar, faktor keempat Tujuan atau Pencapaian yang terdiri dari 4 item, faktor ini mendeskripsikkan tujuan siswa dalam ilmu pelajaran yang bersaing dengan siswa lain dan mendapatkan perhatian dari guru, faktor kelima Tujuan berprestasi yang terdiri dari 6 item, faktor ini mendeskripsikan siswa merasa puas karena mereka meningkatkan kompetensi dan prestasi mereka selama belajar ilmu pengetahuan, faktor keenam Stimulasi terhadap lingkungan belajar terdiri dari 6 item, faktor ini mendeskripsikan seperti dalam kelas, ruang kurikulum, para guru mengajar, dan motivasi siswa yang dipengaruhi oleh interaksi siswa dalam belajar. Peneliti telah melakukan uji coba sebelumnya untuk menguji tingkat validitas dan reliabilitas padainstrumen ini, instrumen motivasi belajar siswa ini telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia melalui bentuk angket dengan model skala likert dan diuji cobakan kepada 40 siswa SD Angkasa Lanud Patimura yang berada di wilayah kota Ambon. Dari analisis item yang sudah dilakukan, dari hasil analisis item kekerasan orangtua terhadap anak diketahui 40 responden yang diuji cobakan terhadap 16 item yang valid dan 12 item yang tidak valid. Untuk uji Validitas angket ini mempunyai koefisien validitas yang brgerak antara 0.268 smpai 0.415. Sedangkan dari hasil analisis
9
item pada motifasi belajar siswa diketahui 40 responden yang diuji cobakan terdapat 35 item yang valid dan 14 item yang tidak valid. Untuk uji Validitas angket ini mempunyai koefisien validitas yang begerak antara 0.310 smpai 0.406. Pada penelitian ini, peneliti juga melakukan uji reliabilitas Cronbach Alpha dengan menggunakan bantuan program SPSS 17 for windows pada instrumen kekerasan orangtua terhadap anak dan motifasi belajar siswa. Untuk mengukur reliabilitas di dalam tabel tersebut menggunakan uji statistik Cronbach Alpha (ɑ). Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alpha > 0.70 (Nunnally, dalam Ghozali, 2011). Tampilan output SPSS menunjukan bahwa seluruh konstruk memiliki nilai Cronbach Alpha 0.861 (> 0.70) sehingga dapat dikatakan reliabel.
HASIL PENELITIAN
Uji Asumsi a. Uji Normalitas Selanjutnya peneliti melakukan uji normalitas dengan uji Kolmogorv Smirnov dengan bantuan program SPSS 17 for windows.Berdasarkan hasil dari uji normalitas diperoleh Kolmogorov Smirnov untuk variable kekerasan orangtua terhadap anak dan motivasi belajar siswa adalah sebesar 0.513 dengan probabilitas p > 0.05 hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa Varabel Kekerasan orangtua terhadap anak dan Motivasi belajar siswa data distribusi adalah normal. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di berikut ini:
10
Tabel 1. Pengujian Normalitas
MOTIVASI KEKERASAN BELAJAR N Normal Parametersa
40
40
Mean
2.634
2.634
Std. Deviation
0.225
0.225
Most Extreme
Absolute
.081
.081
Differences
Positive
.081
.081
Negative
-.071
-.071
Kolmogorov-Smirnov Z
.513
.513
Asymp. Sig. (2-tailed)
.955
.955
b. Uji Linieritas
Berdasarkan hasil uji linieritas dengan α = 5%, menunjukkan nilai sigLinearity = 0.051 < 0.05 dan Std. Deviation = 0.225 > 0.05). Hal tersebut mengartikan bahwa data yang dipergunakan dapat dijelaskan oleh regresi linear dengan cukup baik.
11
Tabel 2. Uji Linieritas Sum of Squares KEKERASAN * Between (Combined) MOTIVASI
Groups
Linearity
Mean df
Square
F
Sig.
1.724
23
.075
1.330
.282
.252
1
.252
4.466
.051
1.473
22
.067
1.187
.368
.902
16
.056
2.626
39
Deviation from Linearity Within Groups Total
Analisa Deskriptif
Berdasarkan hasil uji statistik deskriptif menunjukkan jumlah responden (N) ada 40 siswa, Jumlah responden tersebut terdiri dari 12 orang berjenis kelamin laki-laki dan 28 orang berjenis kelamin perempuan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut:
12
Tabel 3. Deskripsi Responden Jenis Kelamin Usia
Total Laki-laki
Perempuan
10
1
3
4
11
8
17
25
12
3
8
11
Total
12
28
40
a. Variabel Kekerasan orangtua terhadap anak Instrumen yang dipergunakan untuk mengukur variabel kekerasan orangtua terhadap anak mempunyai item sebanyak 28 item dengan penilaian pada setiap item dengan memberikan angka berjenjang dari nilai 1 hingga 4 menurut jenis itemnya favourable dan unfavourable. Dalam penelitian ini diperoleh mean sebesar 69,15 dalam kategori sedang dengan jumlah subyek (N) sebesar 40. Diperoleh nilai minimal sebesar 52 dan nilai maksimal 81. Hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut :
Tabel. 5. Frekuensi dan Prosentase Hasil Pengukuran Variable kekerasan orangtua terhadap anak Persen Skor
Kategori
Frekuensi
Mean
Std. dev
69.15
7.266
% 74,25 ≤ x <81,25
Tinggi
11
27,5%
66,50 ≤ x < 74,25
Sedang
18
45%
13
59,25 ≤ x <66,50 52≤ x < 59,25
Rendah
6
15%
Sangat rendah
5
12.5%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahhwa kelompok subyek penelitian ini memiliki frekuensi sebanyak 18 siswa mempunyai persepsi terhadap kekerasan orangtua berada pada kategori sedang dengan skor 66,50 ≤ x < 74,25 dan Mean 69.15. Skor yang lain bervariasi dari kategori sangat rendah hingga sangat tinggi dengan standar deviasi sebesar 7.266.
b. Motivasi belajar Instrumen yang dipergunakan untuk mengukur variabel motivasi belajarmempunyai item sahih sebanyak 39 item dengan penilaian pada setiap item dengan memberikan angka berjenjang dari nilai 1 hingga 4 menurut jenis itemnya favourable dan unfavourable. Dalam penelitian ini diperoleh mean sebesar 109.18 dalam kategori sedang dengan jumlah subyek (N) sebesar 40. Diperoleh nilai minimal sebesar 90 dan nilai maksimal 130. Hal tersebut dijelaskan dalam tabel berikut.
Tabel .6. Frekuensi dan Prosentase Hasil Pengukuran Motivasi Belajar Skor
Kategori
Frekuensi Persen %
120 ≤ x < 130 Tinggi
7
17,5%
110 ≤ x < 120 Sedang
11
27.5%
100 ≤ x < 110 Rendah
13
32.5%
90 ≤ x < 100
Sangat rendah 9
Mean
Std. dev
109.18
11.545
22.5%
14
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kelompok subyek penelitian ini memiliki frekuensi sebanyak 13 siswa mempunyai motivasi belajar berada pada kategori rendah dengan skor 100 ≤ x < 110, mean 109.18, skor yang lain bervariasi dari kategori sangat rendah hingga sangat tinggi dengan standar deviasi sebesar 11.545.
Uji Korelasi Setelah diuji validitasnya dan membuang beberapa data responden yang tidak valid selanjutnya perhitungan korelasi antara kekerasan orangtua terhadap anak denganmotivasi belajar siswa dilakukan dengan menggunakan bantuan pengolahan SPSS 17. Diketahui bahwa distribusi kedua variabel penelitian adalah normal, maka uji yang dipergunakan selanjutnya menggunakan model koefisien korelasi bivariate/ product moment Person. Hasil pengukuran korelasi antara Variabel Kekerasan orangtua terhadap anak dengan Variabel Motivasi belajar yaitu 0.310.
Sedangkan pada output (sig. (2-tailed)) didapat serangkaian angka probabilitas >0.052 (< 0.05) yang berkorelasi secara tidak signifikan. Maka H0 diterima dan dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kekerasan orangtua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa.
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan penulis menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SD Angkasa Lanud Pattimura desa Tawiri Kota Ambon. mempunyai presepsi tentang kekerasan orangtua berada pada kategori sedang Begitupun juga dengan motivasi belajar mereka, sebagian besar siswa memiliki
15
motivasi belajar yang berada pada kategori rendah dengan hasil uji korelasi menggunakan model koefisien korelasi bivariate/ product moment Person angka korelasi menunjukkan r 0.310 dengan probabilitas > 0.052. Hal tersebut menjelaskan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara kekerasan orangtua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa SD Angkasa Lanud Pattimura desa Tawiri Kota Ambon. Dengan kata lain bentuk kekerasan yang dilakukan orangtua terhadap anak tidak ada hubungannya dengan motivasi belajar. Dapat dikatakan bahwa baik dan tidaknya kekerasan yang dilakukan orangtua terhadap anak tidak mempengaruhi motivasi belajar anak tersebut. Bentuk kekerasan orangtua terhadap anak diantaranya adalah Kekerasan fisik seperti memukul, menendang, menampar, melempar, dan mendorong. Pengabaian seperti kegagalan memenuhi kebutuhan fisik, kebutuhan emosional, dan menelantarkan anak atau kegagalan melindungi anak dari bahaya, dan pelecehan seksual, rasa malu, kerahasiaan dan penolakan terkait dengan kekerasan seksual terhadap anak – anak secara bersama tidak akan menyebabkan tinggi rendahnya motivasi belajar siswa. Seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hal tersebut yaitu orangtua berperan penting untuk menjaga dan melindungi anak- anak mereka dari tindak kekerasan, karena usia mereka yang masih muda. Faktor yang terkait keluarga yang meliputi karakteristik orangtua dan sosial ekonomi, sementara kekerasan di rumah ditemukan disemua bidang sosial dan ekonomi, pendidikan orangtua, kurangnya pendapatan sehingga sering menimbulkan kekerasan psikologi terhadap anak – anak. Selain itu, faktor social dan kebudayaan seperti kurang adanya keterlibatan hukum pada kekerasan keluarga terhadap anak, proses memaafkan
16
sebagai hal mengkoreksi dalam Undang- Undang Negara jika kekerasan itu ditimbulkan oleh anak, orangtua atau wali tersebut. Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang di lakukan oleh Turner (2009) yang mengemukakan bahwa tidak ada hubungan yang positif dari kekerasan orangtua terhadap motivasi belajar siswa. Hal ini sejalan dengan penelitian berdasarkan SDT, yang menyatakan hubungan antara siswa yang secara intrinsik termotivasi (yaitu, kurangnya motivasi) namun menunjukkan juga hubungan negatif terhadap kinerja siswa. Selain itu penelitian ini juga mengungkap bahwa di dalam bentuk kekerasan orangtua terhadap anak menunjukkan angka terendah (0.268) terlihat pada tabel korelasi kekerasan, pada item kekerasan fisik, dan yang paling tinggi (0,684) pada item kekerasan pelecehan seksual. Sedangkan pada variabel motivasi belajar siswa yang menunjukkan angka terendah (0,284) dilihat pada item motivasi no. 34 pada stimulasi terhadap lingkungan belajar, sedangkan angka tertinggi (0.675) pada item motivasi no. 11, yaitu strategi aktif pembelajaran. sehingga tidak memiliki hubungan yang sangat kuat terhadap motivasi belajar itu sendiri. Dengan demikian, bentuk ini harus tidak dapat ditingkatkan dan dipertahankan secara berkelanjutan. Adapun keterbatasan dari penelitian yang telah dilakukan ini adalah tempat yang dilakukan hanya terbatas untuk melakukan penelitian yang berdampak kekerasan di salah satu sekolah di SD Angkasa Lanud Pattimura di Desa Tawiri Kota Ambon sehingga tidak menutup kemungkinan apabila dilakukan penelitian sejenis di sekolah tersebut dan di tempat lain akan mendapati hasil yang berbeda pula.
17
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari hasil penelitian ini, dapat ditemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara kekerasan orangtua terhadap anak dengan motivasi belajar siswa SD Angkasa Lanud Pattimura di Desa Tawiri Kota Ambon. Peneliti berharap dari hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan yang luas bagi mahasiswa yang kelak akan menjadi orangtua, dimana proses didikan atau pola asuh yang baik diterapkan bagi anak – anak mereka terkhususnya dalam bidang belajarnya dapat terpenuhi dengan baik, tidak dengan cara dikembangkannya perilaku kekerasan karena itu salah, karena tidak menciptakan generasi penerus bangsa yang berguna bagi nusa dan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Cole,M, S, dkk. (2004) Student learning motivation and physchological hardiness interactive effects on students’ reaction to a management class, Academiy Of Management Learning & Education, 1, 64-85. Endarti, A (2014). Pengaruh pola asuh orangtua terhadap motivasi belajar siswa kelas X di SMK muhammadiyah 2 layen gunung kidul Yogyakarta. Skripsi yang diterbitkan. Yogyakarta : Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan. Universitas Islam Sunan Kalijaga.
Gozali Imam. 2011. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.(Edisi 5). Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
18
Huraerah, A. (2007). Child abuse (kekerasan terhadap anak). Bandung : Nuansa. Pinheiro,P.S (2006). World report on violence against children. Switzerland : ATAR roto press. Purwaningsih, E. (2010). Keluarga dalam mewujudkan pendidikan nilai moral sebagai upaya mengatasi degradasi Moral. Jurnal pendidikan sosiologi dan humaniora. 3,1-15. Tuan, H, (2005) The development of a Questionnaire to measure student’s motivation towards science Learning, International Journal Of Science Learning. 6, 639-654. Turner, E. A, (2009) The influence of parenting styles, Achievement motivation, and self efficacy on academic student development, Journal Of Collage Student Development. 3, 337-346.
19