HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN UMUR PENDERITA DIABETES MELITUS DENGAN PENURUNAN FUNGSI KOGNITIF DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PRINGAPUS KECAMATAN PRINGAPUS
Dwi Puji Susilawati*)
*) Mahasiswa Prodi Keperawatan STIKES Ngudi Waluyo Ungaran ABSTRAK Diabetes Melitus (DM) salah satu penyakit kompleks yang mengalami peningkatan di dunia. Tingginya fase hiperglikemia yang berulang akan berdampak pada fungsi kognitif. Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan jenis kelamin dan umur penderita DM dengan penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus. Penelitian deskripsi korelasi ini dilakukan dengan rancangan cross sectional. Jumlah populasi penderita DM yaitu 80 orang yang berkunjung ke Puskesmas Pringapus dan sampel 60 responden kelompok umur <65 tahun. Pengambilan sample dengan Simple Random Sampling dan alat ukur yang digunakan untuk mengukur fungsi kognitif responden yaitu Mini Mental State Examination (MMSE). Didapatkan hasil 31 responden (51,7%) berjenis kelamin perempuan dan 29 responden (48,3%) berjenis kelamin laki-laki dan paling banyak pada kelompok umur diatas 46 tahun sejumlah 21 responden (35%) dimana penurunan kognitif kategori probable sejumlah 32 responden (53,3%) dan kategori definite yaitu sejumlah 2 responden (3,3%). Analisa data menggunakan uji Kendall Tau dengan p-value 0,000<α (0,05). Hasil penelitian menggambarkan hubungan yang bermakna antar jenis kelamin dan umur penderita DM dengan penurunan kognitif. Berdasarkan hasil penelitian, perlu adanya upaya pencegahan penurunan fungsi kognitif pada penderita DM yang menimbulkan masalah kesehatan dan kualitas hidup di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus.
Kata Kunci
: DM, Jenis Kelamin, Umur, Fungsi Kognitif
Daftar Pustaka
:38 Pustaka (2002-2014)
ABSTRACT Diabetes mellitus (DM) is a complex disease that is increasing in the world. The high recurrent of hyperglycemia phase will have an impact on cognitive function. The research objective is to determine the correlation between sex and age of patients with diabetes mellitus having cognitive function decline in the working region of Pringapus community center. This research was conducted with cross-sectional design Total population of people with diabetes was 80 people visiting Pringapus Health Center and 60 samples of the age group <65 years old. The samples with Simple Random Sampling measuring instrument was used to measure the cognitive function of the respondents, using Mini Mental State Examination (MMSE). It got 31 female respondents (51.7%) and 29 male respondents (48.3%) and most of them were in the age group above 46 years as many as 21 respondents (35%) where the cognitive decline of probable category was in 32 respondents (53.3%) and definite category was in 2 respondents (3.3%). Analysis of data used Kendall Tau test with p-value 0.000 <α (0.05). The results of the study illustrate the significant correlation between sex and age of DM patients with cognitive decline. Based on this research, it needs to do prevention of cognitive decline in patients with DM that causes problems of health and quality of life in Pringapus Community Health Center.
Keywords : DM, Sex, Age, Cognitive Function Bibliographies : 38 (2002-2014) Diabetes Melitus (DM) merupakan salah satu penyakit kompleks yang prevalensinya terus mengalami peningkatan di dunia. Prevalensi kejadian Diabetes Melitus di Indonesia yang semakin meningkat. Terdapat sekitar 382 juta orang hidup dengan diabetes pada tahun 2013 di seluruh dunia. Pada tahun 2035 jumlah tersebut diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang. Dari 382 juta orang tersebut, 175 juta orang belum terdiagnosis. Menurut data Rikesdas tahun 2013 perkiraan penduduk Indonesia diatas 15 tahun sebesar 176 juta dan dengan prevalensi Diabetes Mellitus 5,7 %. Konsekuensi dari peningkatan angka kejadian Diabetes Melitus adalah
meningkatnya masalah kesehatan lain akibat komplikasi yang ditimbulkan, salah satunya penurunan fungsi kognitif. Fungsi kognitif merupakan proses mental dalam memperoleh pengetahuan atau kecerdasan, yang meliputi cara berpikir, daya ingat, pengertian, perencanaan, dan pelaksanaan (Santosa, 2009). Distorsi kognitif atau penurunan fungsi kognitif yang terjadi meliputi fungsi psikomotor, proses belajar, persepsi, pemahaman, pengertian, perhatian dan lain-lain. Fungsi kognitif tersebut merupakan hasil interaksi dengan lingkungan yang di dapat secara formal dari pendidikan maupun non formal dari kehidupan sehari-hari (Nugroho, 2008). Gangguan ini terjadi
pada pria maupun wanita, dimana awitan dini muncul pada usia 65 tahun atau lebih awal, dan awitan tipe lanjut terjadi setelah usia 65 tahun (Copel, 2007). Insidensi demensia di Indonesia menempati urutan keempat setelah China, India, dan Jepang. Tahun 2020 diprediksikan prevalensi demensia meningkat menjadi 1.016.800 orang dengan insidensi sebanyak 314.100 orang, dan pada tahun 2050 prevalensi demensia meningkat menjadi 3.042.000 orang dengan insiden sebanyak 932.000 orang (Alzheimer’s Disease International, 2006). Penurunan fungsi kognitif di pengaruhi oleh beberapa seperti penuaan, genetik dan penyakit penyerta seperti hipertensi dan dislipidemia. Selain itu hiperglikemia dan hipoglikemia, gangguan insulin seperti resistensi insulin dan insufisiensi insulin, telah terbukti menyebabkan penurunan fungsi kognitif pada subjek Diabates Melitus (McNamara, 2011). Menurut data hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas, 2013) terdapat 0,6 % penduduk usia 15 tahun keatas atau sekitar 1 juta orang yang sebenarnya merasakan gejala Diabetes Melitus seperti sering haus, sering buang air kecil dengan jumlah banyak dan peburunan berat badan dalam sebulan terakhir namun belum bisa dipastikan menderita diabetes. Jika Diabetes Melitus sudah dirasakan pada usia muda, tentunya resiko penurunan fungsi kognitif semakin besar terjadi. Velayudhan, et al (2010) memberikan kesimpulan bahwa paparan hiperglikemia berkepanjangan menyebabkan kemunculan komplikasi diabetes mellitus, termasuk komplikasi mikrovaskuler. Otak mengalami mikroangiopati yang luas dan
menyebabkan degenerasi neuron generalisata. Keseluruhan mekanisme ini akhirnya terkait dengan penurunan fungsi kognitif pada penderita DM yang nantinya akan mengganggu aktivitas sehari-hari. Bila gejala penurunan kognitif dapat dikenali lebih awal maka dapat dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan atau mempertahankan fungsi kognitif pasien Diabetes Melitus agar tak jatuh dalam keadaan demensia. Prevalensi kejadian DM di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah penderita DM tertinggi sebanyak 8.843 jiwa berada di Kabupaten Semarang dengan angka kejadian DM berulang paling tinggi di wilayah kerja Puskesmas Pringapus sebanyak 1.387 kali selama tahun 2014 (Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2014). Hal ini menyebabkan resiko penurunan kognitif akibat Diabetes Mellitus lebih besar terjadi. Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Hubungan jenis kelamin dan umur penderita Diabetes Melitus dengan penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus Kabupaten Semarang?” METODELOGI Jenis penelitian ini adalah sebuah penelitian diskripsi korelasi yang bersifat kuantitatif dengan rancangan cross sectional (potong lintang). Dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus, selama 5 hari pada tanggal 17 sampai 21 Februari 2016. Populasi pada penelitian ini adalah populasi terjangkau yaitu penderita Diabetes Melitus yang terdata di Puskesmas Pringapus berjumlah 80 orang berumur <65 tahun
dengan sampel 60 orang, dengan tingkat pendidikan minimal Sekolah Dasar sebanyak 26 orang, SMP 19 orang dan SMA 15 orang. Instrumen yang digunakan adalah Mini Mental State Examination (MMSE). HASIL 1. Karakteristik Responden Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden Penderita DM Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Karakteristik f (%) 1. Jenis Kelamin Laki-laki 29 48,3 Perempuan 31 51,7 Jumlah 60 100 2. Umur (26-35 tahun) 4 6,7 (36-45 tahun) 15 25,0 (46-55 tahun) 21 35,0 (56-65 tahun) 20 33,0 Jumlah 60 100 1. Pendidikan SD 26 43,3 SMP 19 31,7 SMA 15 25,0 Jumlah 60 100 2. Analisis Univariat Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Jenis F % Kelamin Laki-laki 29 48,3 Perempuan 31 51,7 Total 60 100,0 Tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 60 responden penderita DM yang tinggal di Kecamatan Pringapus, sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 31 responden
(51,7%) dan penderita DM yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sejumlah 29 responden (48,3%). Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus f % Umur Dewasa awal 4 6,7 Dewasa akhir 15 25,0 Lansia awal 21 35,0 Lansia akhir 20 33,3 Total 60 100,0 Tabel 4.3 menunjukkan umur penderita DM paling banyak adalah lansia awal yaitu sejumlah 21 responden (35%), di urutan kedua terbanyak adalah pada kelompok lansia akhir berjumlah 20 orang (33,3%). Selanjutnya pada dewasa akhir penderita DM berjumlah 15 responden (25 %) dan paling sedikit kategori dewasa awal yaitu sejumlah 4 responden (6,7%). Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Penurunan Fungsi Kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Penurunan f % Fungsi Kognitif Normal 26 43,3 Probable 32 53,3 Definite 2 3,3 Total 60 100,0 Tabel 4.4 menunjukkan bahwa terjadi penurunan fungsi kognitif kategori probable cukup tinggi sejumlah 32 responden (53,3%) dan penurunan fungsi kognitif kategori definite sejumlah 2 responden (3,3%) sisanya fungsi kognitif normal sejumlah 26 responden (43,3%). 3. Analisis Bivariat
Tabel 4.5 Hubungan Jenis Kelamin Penderita Diabetes Melitus dengan Penurunan Fungsi Kognitif pada di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Penurunan Fungsi Total Kognitif Jenis Kelamin Normal Probable Definite f % f % f % F % Laki-laki 18 62,1 9 31 2 6,9 29 100 Perempuan 8 25,8 23 74,2 0 0 31 100 Total 26 43,3 32 53,3 2 3,3 60 100 p value = 0,039 Berdasarkan tabel 4.5, hasil Uji statistik menggunakan Two Sample Kolmogorov Smirnov Test didapatkan p value 0,039≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan jenis kelamin penderita DM dengan penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus. Tabel 4.6 Hubungan Umur Penderita DM dengan Penurunan Fungsi Kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Penurunan Fungsi Kognitif Total Umur Normal Probable Definite f % F % F % f % Dewasa awal 3 75,0 1 25,0 0 0,0 4 100 Dewasa akhir 13 86,7 2 13,3 0 0,0 15 100 Lansia awal 8 38,1 13 61,9 0 0,0 21 100 Lansia akhir 2 10,0 16 80,0 2 10,0 20 100 Total 26 43,3 32 53,3 2 3,3 60 100 p value = 0,000 =+0,557 Berdasarkan tabel 4.6, hasil uji statistik menggunakan Kendall Tau didapatkan p value 0,000≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara umur penderita DM dengan penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus. Angka korelasi +0,557 menunjukkan korelasi positif dan korelasi yang moderat.
PEMBAHASAN Gambaran Jenis Kelamin penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian besar penderita diabetes melitus yang tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 31 responden (51,7%). Hasil Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013 yang baru dirilis Kementrian Kesehatan (Kemenkes) menunjukan obesitas pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Perempuan meningkat dari 14,8% (2007) menjadi 32,9% (2013), sedangkan laki-laki hanya 13,9% menjadi 19,7%. Alhasil kenaikan angka kejadian Diabetes Melitus pun lebih tinggi pada perempuan yaitu 7,7%, sedangkan laki-laki 5,6% dari nasional 6,9%. Menurut Soegondo (2007), selain karena faktor hormonal dan jumlah lemak dalam tubuh serta tingkat trigliserida yang lebih tinggi pada wanita dibandingkan dengan laki – laki, faktor aktivitas fisik wanita lebih rendah dibanding laki-laki. Sehingga hal ini memperkuat faktor resiko terjadi DM lebih besar pada wanita. Aktivitas fisik yang rendah pada wanita menyebabkan meningkatnya obesitas dan resistensi insulin dan penurunan toleransi glukosa, serta peningkatan lemak adipose maupun lemak sentral, akibatnya prevalensi peningkatan kadar gula dalam darah juga akan semakin tinggi. Gambaran Umur Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa paling banyak penderita diabetes melitus yang tinggal di Wilayah Kerja Puskesmas berusia
diatas 46 tahun (kelompok usia lansia awal) yaitu sejumlah 21 responden (35%). Goldberg dan Coon dalam Rochman (2006) menyatakan bahwa umur erat kaitannya dengan terjadinya kenaikan kadar glukosa darah, sehingga semakin meningkat usia maka prevalensi diabetes dan gangguan toleransi glukosa semakin tinggi. proses meningkatnya usia setelah 30 tahun mengakibatkan perubahan anatomis, fisologis, dan biokimia. Perubahan dimulai dari tingkat sel, berlanjut pada tingkat jaringan dan akhirnya pada tingkat organ yang dapat mempengaruhi fungsi homeostasis. Komponen tubuh yang dapat mengalami perubahan adalah sel beta pankreas yang menghasilkan hormon insulin, sel-sel jaringan target yang menghasilkan glukosa, sistem saraf dan hormon lain yang mempengaruhi kadar glukosa dalam darah. Gambaran Penurunan Fungsi Kognitif Penderita DM di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa sebagian penderita DM yang tinggal di Kecamatan Pringapus mengalami probable gangguan kognitif yaitu sejumlah 32 responden (53,3%). Pada penelitian ini domain yang paling banyak mengalami penurunan adalah registrasi atau mengingat kembali 3 kata ingatan jangka pendek (short memory). Urutan kedua yang banyak terjadi penurunan adalah kalkulasi atau atensi Aspek kognitif lainnya yang dominan mengalami penurunan adalah orientasi, terutama orientasi waktu dan lebih banyak responden mengalami gangguan pada orientasi hari dan tanggal.
Responden yang menglami probable (kemungkinan terganggu) dalam penelitian ini mengalami proses berfikirnya melambat, kesulitan memusatkan perhatian, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang baru. Kriteria lainnya adalah mudah lupa nama benda, nama orang, memanggil kembali memori (recall) terganggu, mengingat kembali memori (retrieval) terganggu, bila diberi petunjuk (cue) bisa mengenal kembali, lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada menyebutkan namanya. Penurunan fungsi kognitif terjadi seiring dengan bertambahnya usia dan juga karena faktor-faktor yang terkait. Faktor resiko tersebut antara lain stres, genetik, gaya hidup, lingkungan, usia dan penyakit tertentu (Isaacs 2005, Martono & Pranarka 2009). Pada penderita DM dengan faktor risiko lain seperti hipertensi, hiperkolesterolemia, penyakit kardiovaskular, atau stroke lebih berisiko tiga kali terjadi gangguan kognitif dibanding pada penderita DM saja. Hasil terakhir penelitian ini menunjukkan bahwa sejumlah 2 responden (3,3%) penderita Diabetes Melitus di Kecamatan Pringapus fungsi kognitifnya definite gangguan kognitif. Responden yang menglami definite (terganggu) dalam penelitian ini terjadi kemunduran memori, seperti kehilangan orientasi waktu, kehilangan memori jangka panjang dan pendek, dan kehilangan informasi yang diperoleh. Selain itu terjadi kemunduran pemahaman, kemunduran kemampuan bicara dan bahasa selain itu kemunduran komunikasi sosial.
Menurut Rosebud et al.,(2008) menyebutkan bahwa durasi dan derajat keparahan, yang diukur dengan komplikasi pada penderita diabetes dan jenis terapi yang diperoleh mungkin penting dalam patofisiologi terjadinya gangguan kognitif pada penderita diabetes. Sebaliknya, late onset diabetes, durasi yang pendek, atau diabetes terkontrol, mempunyai dampak yang lebih ringan. Lama menderita DM berhubungan dengan penyakit makrovaskular serebral yang lebih besar. Secara klinis didapatkan infark cerebri, dan infark subklinis yang dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif (Longstreth et al., 1998). Durasi yang lebih lama mungkin juga berhubungan dengan gangguan kognitif yang lebih buruk (Elias et al., 1997; Gregg, 2000) namun untuk menentukan akurasi lama menderita (Harris et al., 1992). Hubungan Jenis Kelamin Penderita DM dengan Penurunan Fungsi Kognitif pada Penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden penderita DM berjenis kelamin laki-laki penurunan fungsi kognitif untuk kategori probable sebanyak 31,0% dan definite (6,9%). Sedangkan pada responden perempuan penurunan fungsi kognitif untuk probable gangguan kognitif (74,2%) dan definite gangguan kognitif (0,0%). Hal ini dapat disimpulkan bahwa penurunan kognitif paling banyak diderita oleh perempuan (74,2%). Hasil uji statistik menggunakan Two Sample Kolmogorov Smirnov Test didapatkan p value 0,039≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan jenis kelamin penderita DM dengan
penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus. Responden yang menglami probable (kemungkinan terganggu) dalam penelitian ini adalah terjadi proses berfikirnya melambat, kesulitan memusatkan perhatian, memerlukan waktu yang lebih lama untuk belajar sesuatu yang baru. Kriteria lainnya adalah mudah lupa nama benda, nama orang, memanggil kembali memori (recall) terganggu, mengingat kembali memori (retrieval) terganggu, bila diberi petunjuk (cue) bisa mengenal kembali, lebih sering menjabarkan fungsi atau bentuk daripada menyebutkan namanya. Domain yang paling banyak mengalami penurunan adalah recall atau mengingat kembali ingatan jangka pendek (short memory) dan registrasi, kemudian kalkulasi dan yang terakhir orientasi, terutama orientasi waktu dan lebih banyak responden mengalami gangguan pada orientasi hari dan tanggal. Wanita tampaknya lebih beresiko mengalami penurunan kognitif. Hal ini disebabkan adanya peranan level hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif. Reseptor estrogen telah ditemukan dalam area otak yang berperan dalam fungsi belajar dan memori, seperti hipokampus. Rendahnya level estradiol dalam tubuh dikaitkan dengan penurunan fungsi kognitif umum dan memori verbal. Estradiol bersifat neuroprotektif dan dapat membatasi kerusakan akibat stress oksidatif seta terlihat sebagai protektor sel saraf dari toksisitas amiloid pada pasien Alzheimer (Yaffe dkk, 2007 dalam Mayers, 2008). Selain itu, Insulin pada subyek DM telah diidentifikasi mempengaruhi metabolisme amyloid,
yaitu dengan menstimulasi sekresi dan menghambat degradasi amyloid β (Aβ) ekstraseluler melalui kompetisi terhadap insulin-degrading enzyme (IDE) sehingga menyebabkan akumulasi dan pembentukan plak Aβ (Gasparini & Xu, 2003). Hubungan Umur penderita Diabetes Melitus dengan Penurunan Fungsi Kognitif pada Penderita Diabetes Melitus di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa responden penderita DM pada kelompok umur dewasa penurunan fungsi kognitif kategori probable (25%) dan tidak ada responden yang mengalami penurunan kognitif definite. Responden kelompok dewasa akhir mengalami penurunan kognitif probable (13,3%). Responden pada kelompok lansia awal penurunan kognitif probable (61,9%). Pada responden lansia akhir, lebih banyak mengalami penurunan kognitif probable (80%) dan penurunan kognitif definite (10%). Hasil uji Kendall Tau didapatkan p value 0,000≤0,05 sehingga ada hubungan yang signifikan antara umur penderita DM dengan penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus. Angka korelasi +0,557 menunjukkan korelasi positif dan korelasi yang moderat. Pada penelitian ini domain yang paling banyak mengalami penurunan adalah recall (48,4%) atau mengingat kembali ingatan jangka pendek (short memory) dan registrasi (96,6%) kemudian pada domain kalkulasi (51,70%) dimana responden mengalami gangguan dalam menghitung mundur. Aspek kognitif lainnya yang dominan mengalami penurunan adalah orientasi,
terutama orientasi waktu dan lebih banyak responden mengalami gangguan pada orientasi hari dan tanggal. Pada Domain meniru, yaitu menyalin 2 gambar potongan yang saling berpotongan sebagian responden mengalami kegagalan dalam memperoleh skor, ini mengindikasikan bahwa responden mengalami agnosia atau apraksia konstruksional. Agnosia adalah kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek atau benda umum walaupun fungsi sensorik tidak mengalami kerusakan (Isaacs, 2005). Responden mungkin mampu mengenali objek tetapi memiliki kerusakan visuospasial selektif. Agnosia merupakan jenis defisit visospasial yang signifikan pada penyakit neurodegeneratif. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang menyatakan bahwa sebagian besar responden tidak dapat memperoleh skor penuh di domain meniru. Itu berarti beberapa penderita DM yang menjadi responden pada penelitian ini telah mengalami agnosia. KESIMPULAN 1.
2.
3.
Penderita Diabetes Melitus di Kecamatan Pringapus lebih banyak berjenis kelamin perempuan yaitu sejumlah 31 orang (51,7 %) dan lebih banyak penderita DM pada kelompok umur lansia awal (46-55 tahun) sejumlah 21 orang (35%), serta penurunan fungsi kognitif paling banyak dialami kategori probable yaitu sejumlah 32 responden (53,3%). Ada hubungan yang signifikan jenis kelamin penderita DM dengan penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus. Ada hubungan yang signifikan antara umur penderita DM dengan
penurunan fungsi kognitif di Wilayah Kerja Puskesmas Pringapus Kecamatan Pringapus. Angka korelasi +0,557 menunjukkan korelasi positif dan korelasi yang moderat. SARAN 1.
2.
Kepada pembaca penelitian ini dapat diketahui bahwa penurunan fungsi kognitif merupakan masalah degeneratif, namun tidak menutup kemungkinan masalah penurunan fungsi kognitif ini terjadi pada usia muda atau produktif ditambah lagi telah mengalami Diabetes Melitus kronis. Untuk itu diperlukan upaya agar mempertahankan fungsi kognitif pada individu yang beresiko mengalami Diabetes Melitus dan penurunan fungsi kognitif terutama perempuan yang telah memasuki usia di atas 45 tahun dan yang telah mengalami menopause agar lebih memperhatikan nutrisi serta melakukan aktivitas yang mampu mempertahankan kadar gula normal dan fungsi kognitif seperti berolah raga. Bagi praktisi kesehatan dan keperawatan terutama yang bekerja di bidang penyakit dalam dan pelayanan kesehatan komunitas agar memberikan pemahaman kepada pasien DM untuk tetap mengontrol fase hiperglikemia terutama pada individu yang beresiko mengalami Diabetes Melitus dan penurunan fungsi kognitif terutama perempuan yang telah memasuki usia di atas 45 tahun dan yang telah mengalami menopause agar lebih memperhatikan nutrisi serta
3.
melakukan aktivitas yang mampu mempertahankan kadar gula normal dan fungsi kognitif seperti berolah raga, aktivitas pengontrol stres. Jika diperlukan terapi hormonal juga bisa dilakukan untuk mempertahankan fungsi kognitif. Kepada peniliti selanjutnya perlu dikembangkan penelitian serupa dengan desain longitudinal agar faktor yang berpengaruh terhadap kejadian penurunan fungsi kognitif serta riwayat fungsi kognitif sebelumnya dapat terukur. Penelitian juga perlu dilakukan pada populasi yang lebih luas sehingga mendapatkan gambaran yang lebih menyeluruh serta lebih memperhatikan homogenitas sampel agar hasil yang didapatkan lebih representatif.
DAFTAR PUSTAKA Amnur, R Kayo. (2012). Random Blood Glucose Level As Predictor Of Cognitive Impairmen In Elderly Vol 31 Barnes,L.K.,Leon,M.D.,Wilson R.S., Bienias,J.L and Evans,D.A.2004. Social recourses and cognitive decline in a population of older Africans and whites.Journal of Neurology,63(12):2322-2326 Biessels GJ, Staekenborg S, Brunner E, et al. Risk of dementia in diabetes mellitus: a systematic review. Lancet Neurol 2006; 5: 64–74. Bilous, Rudy. (2014). Buku Pegangan Diabetes Edisi ke 4. Jakarta : Bumi Medika Biro Pusat Statistik. 1990. Statistical Yearbook 1990. Burns, M. S. 1985. Treatment of Communication Problems in right
Hemisphere Damage.Maryland: Aspen System Corporation Copel, Linda Carman. (2007). Kesehatan Jiwa dan Psikiatri Pedoman Klinis Perawat. Jakarta : EGC Crawford, J. R., Cullum, C. M., Garthwaite, P. H., Lycett, E., & Allsopp, K. J. (2012). Point and interval estimates of percentile ranks for scores on the Texas Functional Living cale. The Clinical Neuropsychologist 26, 1154-1165. (doi:10.1080/13854046.2012.720 713) Dikot Y, Lusumoputro S, Sidiarto. (2006). Konsensus Nasional Pengenalan dan Penatalaksanaan Demensia Alzheimer dan Demensia lainnya Edisi 1. Jakarta : Asosisasi Alzheimer Indonesia Ginsberg, Lionel. (2008). Neurologi Edisi 8. Jakarta : Erlangga Goldberg, AP., et. al. (2006). Diabetes Mellitus and Glucose Metabolism in the Elderly. New York : International Ed McGraw Hill Ignatavicius & Workman. (2006). Medical surgical nurshing critical thingking for collaborative care. Vol. 2. Elsevier sauders : Ohia Infodatin. (2014). Situasi dan Analisa Diabetes. Jakarta : DepkesRI Linawati Hananta, Deon Kristian, Chriscelia Valery So. Hubungan Diabetes Melitus Tipe 2 Terhadap Prevalensi Demensia Pada Lansia Di Kabupaten Tangerang, Banten. Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.3 Oktober 2011: hlm. 125–132.
Lumbantobing, S.M. (2006). Neurologi klinis. Jakarta : FKUI McNamara, Patrick. (2011). Dementia, History and Incidence. California : Library of Congres Cataloging Noor, Nur Nasri. (2014). Epidemiologi. Jakarta : Rineka Cipta Notoatmodjo. (2010). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta Riyadi, Sujono. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Graha Ilmu Seyfaddini, Rostam. (2006). Cognitive Function in Diabetes Mellitus Patients. America : American Journal Of Applied Science Soegondo,S. (2007). Diagnosis dan Kalsifikasi Diabetes Mellitus Terkini. Dalam Soegondo S dkk (eds), Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI Suyono S. (2009). Diabetes Melitus di Indonesia, Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI Suyono, S. (2005). Patofisiologi Diabetes Mellitus & Penatalaksanaan Diabetes Mellitus Terpadu. Jakarta : FKUI Witjaksana, R. 2008. Delirium dan Demensia. Diperoleh dari : http://www.idijakbar.com/prosidi ng/delirium.ht m. World Alzheimer’s Report 2009. London, Alzheimer’s Disease International. Wreksoatmojo, Budi Riyanto. (2013). Beberapa Kondis Fisik Dan Penyakit Yang Merupakan Faktor Resiko Gangguan Fungsi Kognitif. Jakarta : FKUI