HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN EMPOWERMENT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I Keperawatan pada Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
ANNISA ZULFA ARIFIN J 210.151.027
FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2017
HALAMAN PERSETUJUAN
HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN EMPOWERMENT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA
PUBLIKASI ILMIAH
oleh:
ANNISA ZULFA ARIFIN J 210.151.027
Telah diperiksa dan disetujui untuk diuji oleh:
Dosen Pembimbing
Okti Sri P, S.Kep., M.Kep., Ns., Sp.Kep.M.B
i
ii
iii
HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN EMPOWERMENT PADA PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBELA KOTA SURAKARTA
ABSTRAK Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan yang berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik yaitu dengan cara melaksanakan strategi pemberdayaan. Strategi pemberdayaan yang dibutuhkan untuk meningkatkan empowerment pasien DM yang akhirnya dapat meningkatkan kualitas hidup penderita diabetes mellitus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi pemberdayaan dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta. Penelitian ini adalah penelitian korelatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sibela Surakarta yang berjumlah 218 penderita. Sample penelitian sebanyak 141 responden yang diperoleh dengan teknik proporsional stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman. Hasil uji korelasi Rank Spearman diperoleh nilai rs sebesar 0,370 (p-value = 0,001), sehingga keputusan uji adalah H0 ditolak. Kesimpulan penelitian ini adalah strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus sebagian besar adalah cukup, Empowerment penderita diabetes melitus tipe 2 sebagian besar adalah sedang, dan terdapat hubungan antara strategi pemberdayaan dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Surakarta. Peneliti menyarankan penderita lebih aktif mencari pengetahuan tentang penatalaksanaan DM dan meningkatkan sikap mereka terhadap perawatan DM. Keywords: strategi pemberdayaan, empowerment, pasien DM tipe 2
1
THE RELATIONSHIP BETWEEN EMPOWERMENT STRATEGY AND EMPOWERMENT IN CLIENT WITH DIABETES MELLITUS TYPE 2 IN THE AREA OF PUBLIC HEALTH SIBELA SURAKARTA
ABSTRACT Diabetes mellitus is the cronic disease which is need extra treatment in order to increase the better life quality. One of the way to increase quality of life is doing empowerment strategy. The empowerment strategy need to increase DM patient so that it can increase the health of DM patient. The research aim to know the relation between strategy empowerment with empowerment in the DM patient type 2 in public health Sibela in Surakarta. This research is correlative research with cross sectional. The population of this research is all of the DM patient type 2 in public health Sibela in Surakarta about 218 patient. The sample of this research consist of 141 respondent got from proporsional stratified random sampling techniques. The collect of this data using questioner, besides the data analysis using correlation rank spearman. The result of rank spearment correlation gets from rs result 0,370 (p-value = 0,001), so the result is H0 not accepted. The conclusion of this research is empowerment strategy DM patient in range is enough, empowerment of DM patient type 2 mainly is medium, and there is a relation between empowerment strategy and empowerment in DM patient type 2 in working area regional occupational health center Sibela in Surakarta. Researcher suggest to the patient of DM to active for knowing about DM and ready to increase their treatment of DM. Keywords: the empowerment strategy, empowerment, type 2 DM patients
2
1. PENDAHULUAN Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu penyakit gangguan metabolik yang diakibatkan oleh salah satu fungsi organ tubuh tidak dapat memproduksi cukup insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Sehingga terjadi peningkatan kadar gula di dalam darah atau disebut juga dengan hiperglikemia (KEMENKES RI, 2013). Diabetes melitus hingga saat ini masih menjadi masalah kesehatan di dunia. Jumlah penderita DM dari tahun ketahun cenderung mengalami peningkatan. Hasil laporan dari International diabetes federation (IDF, 2014) menyatakan ada sekitar 382 juta penderita DM dan diperkirakan akan meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Dari 382 juta penderita tersebut ada 175 juta penderita diantaranya belum terdiagnosis, sehingga terancam mengalami komplikasi tanpa disadari maupun tanpa pencegahan. World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa, saat ini di dunia terdapat 366 juta jiwa dengan DM, pada tahun 2000 di Indonesia sebanyak 8, 4 juta dan akan meningkat menjadi 21, 8 juta pada tahun 2030. Angka tersebut, menempatkan pada Indonesia peringkat keempat setelah Amerika Serikat, China dan India (Taluta, et.al , 2012) Data dari PERKENI (2015) menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara urutan ke 5 teratas diantara Negara-negara dengan jumlah penderita diabetes terbanyak dunia. Prevalensi penderita diabetes di Indonesia sebesar 9,1 juta orang. Menurut data Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, prevalensi DM di Provinsi Jawa Tengah pada tahun 2014 sebesar 14,96%, angka ini lebih tinggi dibanding tahun 2013 yakni sebesar 13,6% (Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah, 2014). Kasus DM menduduki urutan kedua pada pola penyakit tidak menular. Pada tahun 2015 berdasarkan data kunjungan pasien ditemukan 8.684 kasus baru untuk pasien DM tipe 2 dan 363 untuk pasien DM tipe 1 (Dinas Kesehatan Surakarta, 2015). Prevalensi jumlah pasien DM tipe 2 menurut profil Dinas Kesehatan Kota Surakarta tahun 2015 salah satu puskesmas dengan penderita paling banyak adalah di wilayah kerja Puskesmas Sibela. Tercatat pada tahun 2013 penderita DM tipe 2 sebanyak 820 orang, pada tahun 2014 sebanyak 840 orang dan pada tahun 2015 sebanyak 913 orang. Dari hasil studi pendahuluan di wilayah kerja puskesmas tersebut, tercatat penderita DM tipe 2 mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2014, jumlah penderita DM lama sebanyak 181 orang dan penderita DM baru sebanyak 9 orang, sedangkan pada tahun 2015 penderita DM lama sebanyak 178 orang dan penderita DM baru sebanyak 19 orang, jumlah penderita DM tahun 2016 bulan Januari sampai dengan November 2016 sebanyak 213 orang DM lama dan 5 orang DM baru (Puskesmas Sibela, 2016). Diabetes melitus merupakan penyakit kronis yang tidak dapat disembuhkan namun dapat di kontrol. Penderita diabetes melitus membutuhkan perawatan yang berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas hidup yang lebih baik yaitu dengan cara melaksanakan strategi pemberdayaan. Menurut Woodall, Raine, South & Booth (2010) strategi pemberdayaan yang dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup atau meningkatkan kesehatan pada penderita diabetes melitus dipengaruhi 3
oleh lima bidang utama yakni peningkatan self-efficacy dan self-esteem, pengambilan kontrol yang lebih besar (greater sense of control), peningkatan pengetahuan dan kesadaran, perubahan perilaku, memperluas jaringan serta dukungan social (a greater sense of community, broadened social network and social support). Kelima strategi tersebut akan berpengaruh pada kualitas hidup apabila individu mempunyai kemauan untuk berubah. Individu dengan penyakit DM mempunyai tanggung jawab yang besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam melakukan perubahan terutama perawatan pada penyakitnya. Kemampuan individu untuk mengontrol diri dan menentukan pilihan mengenai kesehatan mereka disebut dengan empowerment. Empowerment penderita DM dipengauhi oleh beberapa faktor diantaranya jenis kelamin, usia, pendidikan, penghasilan dan lama menderita. Empowerment tersebut direalisasikan untuk membangun kepercayaan, meningkatkan harga diri, dan mengembangkan mekanisme koping untuk meningkatkan ketrampilan pribadi (Woodal, Raine, Shout, & Booth, 2010). Seorang perawat dapat melaksanakan empowerment kepada penderita DM tipe 2 dengan menggunakan potensi lingkungannya yaitu dengan cara memandirikan diabetisi untuk merubah diabetisi dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mampu menjadi mampu sesuai dengan keadaan diabetisi dan keluarga serta kemauan diabetisi untuk berubah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang telah dilakukan, terhadap seorang petugas kesehatan dan 5 penderita DM di puskesmas Sibela kota Surakarta, seorang petugas kesehatan mengatakan di puskesmas Sibela ada program yang disebut dengan Prolanis yaitu Program Pengelolaan Penyakit Kronis salah satunya untuk penderita diabetes yang dilakukan 2 kali setiap bulan pada minggu pertama dan ketiga. Kegiatan yang dilakukan pada minggu pertama biasanya senam, pemeriksaan kesehatan (Tekanan Darah dan Gula Darah), serta edukasi tentang kesehatan dan kegiatan yang dilakukan pada minggu ketiga adalah senam dan pemeriksaan kesehatan (Tekanan Darah). Petugas kesehatan tersebut juga mengatakan bahwa program-program tersebut dirancang oleh puskesmas untuk penderita DM agar dapat mengontrol kondisi mereka tetap stabil. Adapun hambatan yang dialami petugas kesehatan puskesmas sibela dalam melaksanakan program saat ini adalah kurangnya jumlah tenaga kesehatan yang bertugas untuk menjalankan program yang sudah disusun oleh puskesmas. Hasil wawancara 5 orang penderita DM mereka mengatakan sudah pernah mendapatkan pendidikan kesehatan di puskesmas mengenai diabetes melitus tetapi dari lima penderita 2 orang mengatakan untuk mengontrol gula darahnya pasien sering lupa terutama dalam hal mengontrol pola makan sesuai diit dan berolah raga. Tiga orang penderita DM mengatakan bahwa dirinya merasa sudah mampu untuk mengontrol gula darah dan menjalankan anjuran-anjuran sesuai yang diberikan oleh petugas kesehatan di puskesmas. Berdasarkan latar belakang diatas mengenai kasus penyakit diabetes mellitus tipe 2 yang merupakan salah satu kasus penyakit tertinggi, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan strategi pemberdayaan dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta”. 4
2. METODE PENELITIAN Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian korelasi (correlation study) dengan pendekatan cross sectional yaitu penelitian yang digunakan untuk mempelajari hubungan antara faktor resiko dengan efek, dimana pendekatan atau observasi dilakukan sekaligus dalam suatu waktu atau point time approach (Pratiknya, 2014). Populasi penelitian adalah seluruh penderita diabetes mellitus tipe II di wilayah kerja Puskesmas Sibela Surakarta yang berjumlah 218 penderita. Sample penelitian sebanyak 141 responden yang diperoleh dengan teknik proporsional stratified random sampling. Pengumpulan data menggunakan kuesioner, sedangkan analisis data menggunakan uji korelasi rank spearman. Penelitian dilakukan dengan memberikan kuesioner strategi pemberdayaan dan kuesioner empowerment kepada responden dengan cara peneliti mendatangi rumah responden. Peneliti menunggu selama responden mengisi kuesioner, membantu responden dalam pengisian kueisoner dan mengecek kelengkapan pengisian kuesioner. Hasil penelitian selanjutnya dilakukan koding, tabulasi dan analisis data. 3. Hasil Penelitian 3.1 Karakteristik Responden Tabel 1. Karakteristik Responden (n= 141) No Karakteristik Frekuensi Persentase (%) 1. Umur responden a. 30 – 40 tahun 7 5 b. 41 – 50 tahun 30 21 c. 51 – 60 tahun 31 22 d. 61 – 70 tahun 46 33 e. > 70 tahun 11 8 2. Jenis kelamin a. Perempuan 95 76 b. Laki-laki 30 24 3. Pendidikan a. SD 11 9 b. SMP 64 51 c. SMA 45 36 d. PT 5 4 4. Pekerjaan a. IRT 55 44 b. Pensiunan 5 4 c. Pedagang 1 8 d. PNS 14 11 e. Buruh 4 3 f. Tidak bekerja 32 26 g. Lain-lain 14 11 5. Lama menderita DM a. < 5 tahun 41 33 b. 5 – 10 tahun 59 47 c. < 10 tahun 25 20 5
Karakteristik responden sebagaimana ditampilkan pada table 4.1 menunjukkan sebagian besar responden berumur 61 – 70 tahun sebanyak 46 responden (33%), berjenis kelamin perempuan sebanyak 90 responden (76%), berpendidikan SMP sebanyak 64 responden (51%), dan sebagai ibu rumah tangga sebanyak 55 responden (44%).Karakteristik lama diagnosa sakit menunjukkan sebagian besar adalah 5 – 10 tahun yaitu sebanyak 59 responden (47%). 3.2 Analisis Univariat 3.2.1 Distribusi Frekuensi Strategi Pemberdayaan pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Tabel 2. Distribusi Frekuensi Strategi Pemberdayaan pada Penderita DM tipe 2 No Strategi Frekuensi Persentase (%) 1 Kurang 37 30 2 Cukup 69 55 3 Baik 19 15 Total 125 100 Distribusi frekuensi strategi pemberdayaan pada penderita diabetes mellitus tipe 2 menunjukkan sebagian besar adalah cukup yaitu sebanyak 69 responden (55%), selanjutnya kurang sebanyak 37 responden (30%), dan baik sebanyak 19 responden (15%). 3.2.2 Distribusi Frekuensi Empowerment pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Tabel 3.. Distribusi Frekuensi Empowerment pada Penderita DM tipe 2 No Empowerment Frekuensi Persentase (%) 1 Rendah 15 12 2 Cukup 104 83 3 Tinggi 6 5 Total 125 100 Distribusi frekuensi empowermentpada penderita diabetes mellitus tipe 2 menunjukkan sebagian besar adalah cukup yaitu sebanyak 104 responden (83%), selanjutnya rendah sebanyak 15 responden (12%), dan tinggi sebanyak 6 responden (5%). 3.3 Analisis Bivariat Table 4. Ringkasan Hasil Uji Korelasi Rank Spearman Hubungan rs p-value Keputusan Strategi pemberdayaan 0,370 0,001 H0 ditolak dengan Empowerment Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan empowerment diperoleh nilai rs sebesar 0,370 dengan nilai signifikansi (p-value) 0,001. Nilai p-value lebih kecil dari 0,05 (0,001 < 0,05) maka keputusan uji adalah H0 ditolak yang berarti terdapat hubungan strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta. Selanjutnya berdasarkan nilai koefisien korelasi yang bernilai positif, maka hubungan strategi pemberdayaan dengan empowerment 6
pada penderita diabetes melitus tipe 2 adalah searah artinya semakin baik strategi pemberdayaan, maka empowermentnya semakin baik. 4. Pembahasan 4.1 Karakteristik Responden Karakteristik responden menurut umur menunjukkan sebagian besar berumur 61 – 70 tahun (33%). Peningkatan umum menyebabkan seseorang beresiko terhadap peningkatan kejadian DM, orang yang memasuki usia 55 tahun keatas, berkaitan dengan terjadinya diabetes karena pada usia tua, fungsi tubuh secara fisiologis menurun karena terjadi penurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal (Suyono, 2011). Hasil Penelitian Kekenusa (2013) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara umur dan riwayat hidup dengan kejadian DM tipe 2, dimana orang yang berumur lebih dari 45 tahun memiliki resiko menderita DM tipe 2 delapan kali lebih tinggi dibandingkan orang yang berusia dibawah 45 tahun. Penelitian lain dilakukan Jelantik (2014) menyimpulkan bahwa terdapat hubungan faktor risiko umur dengan kejadian DM tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas Mataram tahun 2013 dimana sebagian besar berumur > 40 tahun. Karakteristik jenis kelamin menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (76%). Prevalensi DM pada perempuan dibuktikan dalam penelitian Jelantik (2014), yaitu terdapat hubungan faktor risiko umur, jenis kelamin, kegemukan dan hipertensi dengan kejadian DM tipe 2 di wilayah Kerja Puskesmas Mataram Tahun 2013, dimana sebagian besar berjenis kelamin perempuan. Penelitian lain dilakukan Trisnawati, Kurnia & Setyorogo (2013) yang menunjukkan jenis kelamin berhubungan dengan kejadian DM Tipe 2 di Puskesmas Kecamatan Cengkareng. Distribusi klien menurut pendidikan menunjukkan distribusi tertinggi adalah SMP. Tingkat pendidikan seseorang berhubungan dengan pengetahuan seseorang. Tingkat pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan tentang kesehatan. Pendidikan merupakan hal yang sangat penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang. Seorang yang berpendidikan ketika menemui suatu masalah akan berusaha berfikir sebaik mungkin dalam menyelesaikan masalah tersebut. Orang yang berpendidikan baik cenderung akan mampu berfikir tenang terhadap suatu masalah (Potter & Perry, 2010). Pendidikan seseorang berhubungan dengan pengetahuan orang tersebut tentang kesehatan. Penelitian Galveia, Cruz & Deep (2012) tentang pengaruh faktor demografis terhadap kepatuhan klien diabetes dalam pengelolaan stres, kecemasan dan depresi menyimpulkan bahwa faktor pendidikan merupakan salah satu variabel yang memiliki hubungan secara signifikan dengan kepatuhan klien diabetes dalam pengelolaan penyakitnya. Karakteristik status pekerjaan responden sebagian besar merupakan ibu rumah tangga (44%). Notoatmodjo (2011), jenis pekerjaan dapat berperan di dalam timbulnya penyakit melalui ada tidaknya aktivitas fisik di dalam pekerjaan, sehingga dapat dikatakan pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Aktivitas fisik adalah semua gerakan tubuh yang membakar kalori, misalnya menyapu, naik turun tangga, menyeterika, berkebun dan berolahraga tertentu. Olahraga aerobik yang mengikuti serangkaian gerak beraturan akan menguatkan dan mengembangkan otot dan 7
semua bagian tubuh. Termasuk di dalamnya jalan, berenang, bersepeda, jogging atau senam (Tandra, 2008). Hubungan aktivitas fisik dengan kadar gula darah sebagaimana disimpulkan dalam penelitian Anani (2012) di RSUD Arjawinangun Kab. Cirebon dengan studi cross sectional menunjukkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan kadar glukosa darah (p=0.012). Karakteristik lama diagnosa sakit menunjukkan distribusi tertinggi adalah 5 – 10 tahun (47%). Menurut Notoadmodjo (2011), lama menderita DM mempunyai hubungan dengan pengetahuan seseorang mengenai pencegahan komplikasi sebab meski semakin lama responden menderita DM belum tentu pengetahuannya bertambah. Lama di diagnosa DM juga berpengaruh terhadap kualitas hidup seseorang. Hal ini sama dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu, Kamaluddin & Sumarwati (2014) tentang pengaruh program diabetes self management education berbasis keluarga terhadap kualitas hidup penderita diabetes melitus tipe 2 diwilayah puskesmas 2 Batturaden, dimana responden terbanyak adalah dengan lama menderita DM 5-10 tahun. Begitu juga penelitian Mier et.al (2008), menemukan pada umumnya responden menderita DM tipe 2 kurang dari 10 tahun. Hal ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Utami, Karim &Agrina (2014) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien diabetes melitus dengan ulkus diabetikum, dimana responden terbanyak adalah dengan lama menderita DM lebih dari 10 tahun. Demikian juga studi tentang kualitas hidup yang dilakukan Andayani, Ibrahim & Asdie (2010), terhadap 115 pasien DM tipe 2 bahwa lama menderita pasien rata-rata lebih dari 10 tahun. Sedangkan penelitian dilakukan oleh Kalda, Ratsep & Lamber (2008) yang meneliti predictor of quality of life of patient with type 2 diabetes. Penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara lama menderita sakit DM dengan kualitas hidup pasien DM tipe 2. 4.2 Distribusi Frekuensi Strategi Pemberdayaan pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Distribusi frekuensi strategi pemberdayaan pada penderita diabetes melitus tipe 2 menunjukkan sebagian besar adalah kategori cukup (55%) dan sebagian kecil baik (15%). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sutandi (2012) penatalaksanaan pemberdayaan penderita DM dipengaruhi oleh salah satunya faktor tenaga kesehatan. Puskesmas Sibela sebagai puskesmas yang membawahi wilayah di Kecamatan Mojosongo Kota Surakarta telah melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas hidup pasien DM tipe 2 di wilayahnya. Program-program yang telah dilakukan antara lain program senam diabetic secara teratur, pengukuran kadar gula darah pasien secara teratur, serta pendidikan kesehatan berkaitan dengan penatalaknaan pasien DM tipe 2. Peran perawat dalam menjaga kualitas hidup pasien DM tipe 2 sangat penting, khususnya dalam meningkatkan kemampuan pasien dan keluarga agar dapat melakukan perawatan diri secara mandiri. Sutandi (2012) mengemukakan bahwa perawat sebagai salah satu tenaga kesehatan, memiliki peranan yang strategis dalam memberikan kemampuan kepada keluarga dan pasien dalam melakukan penanganan secara mandiri. Sejumlah penelitian eksperimental memperlihatkan bahwa perawat mempunyai peran yang cukup 8
berpengaruh terhadap perilaku pasien. Dengan memberikan pemahaman yang benar dan memberdayakan keluarga dan pasien dalam berpartisipasi untuk dapat melakukan perawatan diri secara mandiri (self-care), berbagai komplikasi yang mungkin akan muncul dapat dikendalikan dan pasien memiliki derajat kesehatan yang optimal. Beberapa penelitian mencatat bahwa 50–80% diabetisi memiliki pengetahuan dan ketrampilan yang kurang dalam mengelola penyakitnya (Palestin, Ermawan, & Donsu, 2010). 4.3 Distribusi Frekuensi Empowerment pada Penderita Diabetes Melitus tipe 2 Distribusi frekuensi empowerment pada penderita diabetes mellitus tipe 2 menunjukkan sebagian besar adalah cukup (83%) dan sebagian kecil adalah tinggi (5%). Menurut Nuari (2014) faktor yang mempengaruhi empowerment seseorang salah satunya adalah faktor pendidikan. Tingkat pendidikan mempengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan yang diderita serta memilih dan memutuskan tindakan atau terapi yang akan dijalani untuk mengatasi masalah kesehatannya. Pendidikan pasien dalam penelitian ini sebagian besar adalah pendidikan menengah. Dimana sesuai dengan penelitian Tol, Shojaeizadeh, Sarifirad, Alhani & Tehrani (2013) yang mengatakan bahwa semakin tinggi pendidikan penderita diabetes maka self empowerment yang dimiliki juga akan semakin baik. Penelitian lain Triastuti (2011) juga mengatakan bahwa adanya pengaruh yang cukup besar antara pendidikan kesehatan tentang diabetes melitus dengan perubahan perilaku penderita diabetes. Bentuk-bentuk empowerment yang cukup baik ditunjukkan dengan sebagian besar responden aktif untuk memeriksakan diri ke Puskesmas setiap bulan sesuai jadwal yang ditentukan oleh tenaga kesehatan, sebagian besar pasien mengikuti kegiatan senam diabetes secara rutin setiap bulan serta melakukan kegiatan jalan-jalan setiap pagi hari, dan pasien mengkonsumsi makanan sesuai dengan yang dianjurkan. Penelitian ini menunjukkan bahwa empowerment responden sebagian besar adalah cukup. Salah satu faktor yang berhubungan dengan empowerment yang cukup tersebut adalah telah diterimanya pendidikan kesehatan tentang DM tipe 2 oleh sebagian besar responden yang diadakan oleh Puskesmas. Sebagaimana disimpulkan dalam penelitian Chiauzzi et.al (2016) yang meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan empowerment pasien. Penelitian ini menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan empowerment pasien adalah faktor pendidikan, dukungan keluarga dan pemberian pendidikan kesehatan. 4.4 Strategi Pemberdayaan Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 dengan Empowerment pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah Kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta Hasil uji korelasi Rank Spearman hubungan strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan empowerment diperoleh nilai rs sebesar 0,370 (p-value = 0,001) yang berarti terdapat hubungan strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta, dimana semakin baik strategi pemberdayaan, maka empowermentnya semakin baik. 9
Strategi empowerment dikembangkan pada diabetes untuk meningkatkan kontrol mereka terhadap penyakitnya dengan cara meningkatkan aktivitas fisik, memperbaiki pola makan sehat dan meningkatkan kesehatan mental yang lebih baik dan sejahtera. Seorang perawat harus mampu mengintegrasikan semua aspek yang mendukung yaitu aspek individu dan lingkungan yang mampu memberdayakan diabetisi untuk menerapkan lima pilar dalam pengelolaan DM (McNamara et al, (2010). Pengelolaan penyakit DM menurut PERKENI, 2011 terdiri dari 5 pilar antara lain pengaturan diet, latihan fisik, obat, monitoring glukosa dan edukasi. Penyakit DM merupakan penyakit yang membutuhkan perawatan jangka panjang dan keterlibatan keluarga sehingga membutuhkan strategi perawatan, salah satunya melalui pemberdayaan pasien. Pemberdayaan (empowerment) bertujuan membentuk individu masyarakat menjadi mandiri yang meliputi kemandirian bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan demi penyelesaian pemecahan masalah yang dihadapi dengan menggunakan daya atau kemampuan yang dimiliki (Sulistiyani, 2014). Penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Kota Surakarta dimana semakin baik strategi pemberdayaan, maka empowermentnya semakin baik. Hasil tersebut dirasa peneliti tidak terlalu tinggi karena mungkin ada beberapa faktor yang mempengaruhi baik faktor dari strategi pemberdayaan maupun faktor dari empowerment tersebut. Didukung oleh penelitian terdahulu yaitu penelitian Tol et.al (2013) yang meneliti pemberian empowerment dan faktor-faktor yang mempengaruhinya pada pasien DM tipe 2. Penelitian lain dilakukan oleh Ernawati, Suharto dan Dewi (2015) yang meneliti pemberdayaan pasien berbasis experiential learning terhadap perilaku pencegahan komplikasi akut dan kadar glukosa darah pasien DM. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberdayaan pasien berbasis experiential learning mempunyai dampak yang signifikan terhadap perilaku pencegahan komplikasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pemberian empowerment pada pasien DM tipe 2 berpotensi untuk meningkatkan perilaku pasien dalam perawatan dirinya. 5. PENUTUP 5.1 Simpulan 1. Strategi pemberdayaan penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela kota Surakarta sebagian besar adalah cukup. 2. Empowerment penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela kota Surakarta sebagian besar adalah sedang. 3. Terdapat hubungan antara strategi pemberdayaan dengan empowerment pada penderita diabetes melitus tipe 2 di wilayah kerja Puskesmas Sibela Surakarta. 5.2 Saran 1. Bagi Pasien DM tipe 2 Pasien DM tipe 2 diharapkan meningkatkan pengetahuan dan sikap mereka terhadap penatalaksanaan DM tipe 2. Pasien DM tipe 2 juga diharapkan meningkatkan kepasrahan dirinya terhadap kondisinya saat ini, karena dengan kepasrahan tersebut dapat menekan tingkat kecemasan dan stress pasien dan mampu menekan peningkatan kadar gula darah. 10
2. Bagi Petugas Kesehatan Petugas kesehatan di Puskesmas Sibela hendaknya melakukan insiatif-insiatif terbaru dalam pembinaan pasien DM tipe 2 di wilayahnya, misalnya dengan memberikan intervensi-intervensi yang dapat meningkatkan minat dan motivasi pasien DM tipe 2 untuk mengikuti kegiatan yang diadakan oleh Puskesmas. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya Peneliti selanjutnya yang akan melakukan dengan tema sejenis, hendaknya menambahkan obyek penelitian lain yang mungkin mempunyai pengaruh terhadap strategi pemberdayaan yang tidak diteliti oleh peneliti sebelumnya. Daftar Pustaka Anani, S. (2012). Hubungan antara Perilaku Pengendalian Diabetes kadar Glukosa Darah pasien Rawat jalan Diabetes mellitus (Studi Kasus di RSUD Arjawinangun Kabupaten Cirebon). Medicine Journal Indonesia Vol.20 No.4:466-478 . Andayani, T, M., Izham, M., Ibrahim, M and Asdie, A, H., 2010, The Association of Diabetes-Related Factor and Quality of Life In Type 2 Diabtes Mellitus, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences, Vol 2, Issue 1 Atak, N., Köse, K., & Gürkan, T. (2008). The impact of patient education on Diabetes Empowerment Scale (DES) and Diabetes Attitude Scale (DAS3) in patients with type 2 diabetes. Turkish Journal of Medical Sciences, 38(1), 49-57. Chiauzzi E, Pronabesh D, Elisenda C, Mikele B, Raya K, Purav D. 2016. Factors in Patient Empowerment: A Survey of an Online Patient Research Network. Original Research Article. Patients Like Me, Inc., 160 Second Street, Cambridge, MA 02142, USA Dinkes Jateng. (2015). Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2015. Semarang; Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. Ernawati, N., Suharto, S., & Dewi, Y. S. (2015). Patients Empowerment Based on Experimential Learning to Behavior of Acute Compilation Prevention and Blood Glucose Levels of Patients DM. Jurnal NERS, 10(2), 256-264. Glaveia A, Cruz S, and Deep C. (2012). Impact of Social Demographic Variables On Adherence to Diabetes Treatment And in the Prevalence of Stress, Anxiety and Depression. Advanced Research in Scientific Areas. December, 3. - 7. 2012. Huang, T. T., Sung, C. C., Wang, W. S., & Wang, B. H. (2017). The effects of the empowerment education program in older adults with total hip replacement surgery. Journal of Advanced Nursing. IDF. (2014). IDF Diabetes Atlas Sixth Edition, International Diabetes Federation 2014. http://www.idf.org/sites/default/files/EN_6E_Atlas_Full_0.pdf diakses tanggal 15 November 2016 Issa, B. A., and Baiyewu, O., 2006, Quality of Life of Patients with Diabetes Mellitus in a Nigerian Teaching Hospital, Hongkong J Psychiatry, 16 : p. 27- 33. Jelantik, G.M.G. (2014). Hubungan Faktor Resiko Umur, Jenis Kelamin, Kegemukan dan Hipertensi dengan Kejadian Diabetes Mellitus tipe II di 11
Wilayah Kerja Puskesmas Mataram. Jurnal Kesehatan. Denpasar. Media Bina Ilmiah. Volume 8, No 1, Februari 2014. Kekenusa J. (2013). Analisis hubungan antara umur dan riwayat keluarga menderita Diabetes Mellitus Dengan Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 pada pasien rawat jalan di Poliklinik Penyakit Dalam BLU RSUP Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Jurnal Kesehatan. Manado: Universitas Sam Ratulangi. Kemenkes RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar; RISKESDAS. Jakarta: Kemenkes RI McNamara, R., Robling, M., Hood, K., Bennert, K., Channon, S., Cohen, D., Crowne, E., Hambly, H., Hawthorne, K., Longo, M., Lowes, L., Playle, R., Rollnick, S., Gregory, J.W. (2010). Development and evaluation of a psychosocial intervention for children and teenagers experiencing diabetes (DEPICTED). BMC Health Services Research,12(36) Mier, N., Bocanegra-Alonso, A., Zhan, D., Zuniga, M. A., & Acosta, R. I. (2008). Health-related quality of life in a binational population with diabetes at the Texas-Mexico border. Revista Panamericana de Salud Pública, 23(3), 154-163. Notoatmodjo S. (2011). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta Nuari, N. A. (2015). Analisis Korelasi Personal Factor, Perceived Benefit Dan Perceived Barrier Dengan Pemberdayaan Diri Pasien Diabetes Mellitus Tipe Ii Berbasis Teori Health Promotion Model. Jurnal Ilmu Kesehatan, 11(2), 37-48. Potter and Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari, dkk. Jakarta: EGC. Pratiknya, A. W. 2009. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan Kesehatan. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Sulistiyani. 2014. Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan. Yogyakarta: Gala Media. Suyono, S. (2011). Penatalaksnaan DM Terpadu Patofisiologi DM (Ed.2). Jakarta: FKUI Taluta, Y. P., Mulyadi & Hamel, R. S. (2014). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan Mekanisme Koping pada Penderita Diabetes MelitusTipe 2 Di Poliklinik Peyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Tobelo Kabupaten Halmahera Utara. E-journa keperawatan, 1(2), pp. 1-9. Tandra, H. (2008). Segala Sesuatu Yang Harus Anda Ketahui Tentang DIABETES: Panduan lengkap Mengenal dan Mengatasi Diabetes dengan Cepat dan Mudah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Tol, A., Baghbanian, A., Mohebbi, B., Shojaeizadeh, D., Azam, K., Shahmirzadi, S. E., & Asfia, A. (2013). Empowerment assessment and influential factors among patients with type 2 diabetes. Journal of Diabetes & Metabolic Disorders, 12(1), 1. Triastuti, N. (2010). Pengaruh Pendidikan Kesehatan tentang Diabetes Mellitus terhadap Perubahan Perilaku Penduduk Desa Bulan, Wonosari, Klaten. Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta
12
Trisnawati, Shara K & Setyorogo.S. (2013). Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe II Di Puskesmas Kecamatan Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2012. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 5(1): pp. 6-11 Woodall, J., Raine, G., South, J., & Warwick-Booth, L. (2010). Empowerment & health and well-being: evidence review.
13