HUBUNGAN ANTARA STRES KERJA DENGAN KECERDASAN SPIRITUAL PADA KARYAWAN Nama : Diana Rachmi Sari NIM : 00 320 111
Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia
Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kecerdasan spiritual pada karyawan. Hipotesa dalam penelitian ini adalah ada hubungan yang berlawanan antara stres kerja dan kecerdasan spiritual pada karyawan. Semakin tinggi stres kerja maka semakin rendah kecerdasan spiritual, sebaliknya semakin rendah stres kerja maka semakin tinggi kecerdasan spiritual. Subjek dalam penelitian ini adalah karyawan yang masih aktif bekerja. Stres kerja diungkap menggunakan aitem skala dari penulis yang mengacu pada aspek dari Jex dan Beerh (dalam Spector 1991), sedangkan kecerdasan spiritual diungkap dengan menggunakan aitem skala dari penulis yang mengacu pada aspek Tasmara (2001).
Perubahan ekonomi yang cepat, perampingan perusahaan, PHK, merger dan bangkrutnya beberapa perusahaan sebagai akibat dari krisis yang berkepanjangan telah menimbulkan dampak yang sangat merugikan bagi ribuan bahkan jutaan tenaga kerja. Dewasa ini tempat kerja yang berubah dan bersaing menambah tingkat stres di kalangan para pekerja dan juga manajer. Misalnya, sebuah survei atas pekerja Amerika Serikat menemukan bahwa 46 persen merasakan pekerjaan mereka sebagai penuh dengan stres dan 34 persen berpikir serius untuk keluar dari pekerjaan mereka 12 bulan sebelumnya karena stres di tempat kerja. (Schellhardt : 1996 dalam Sasono, 2008).
1
Banyaknya tekanan dan tuntutan dari perusahaan dan konsumen menimbulkan konflik bagi karyawan. Konflik yang berkelanjutan inilah yang menyebabkan stres kerja bagi karyawan. Stres kerja merupakan kondisi yang muncul akibat reaksi interaksi seseorang dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya (Anoraga, 2001). Ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan yang harus serba cepat dan tepat, konflik antar karyawan, terbatasnya bahan baku dan cuaca yang tidak mendukung akan menyebabkan stres kerja pada karyawan. Sejalan dengan itu Hariandja (2002) mengatakan stres merupakan situasi ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi fikiran dan kondisi fisik seseorang. Munculnya stres kerja dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu stres dalam pekerjaan itu sendiri sebagai faktor eksternal dan karakter individu yang menjadi faktor internal. Dengan kata lain, stres akibat kerja ini tidak hanya disebabkan masalah internal, sebab reaksi terhadap stimulus akan sangat tergantung pada reaksi subyektif individu masing-masing. Ada tiga kategori sumber potensial stres kerja menurut Sasono (2008), yaitu faktor lingkungan (ketidakpastian ekonomi, politik, teknologi), faktor organisasional (tuntutan tugas, peran dan hubungan antar pribadi, struktur kepemimpinan dan tahap hidup organisasi), faktor individu (masalah keluarga, ekonomi dan kepribadian). Apakah faktor-faktor ini mengarah ke stres yang aktual bergantung pada perbedaan individual seperti pengalaman kerja dan 2
kepribadian. Bila stres dialami oleh seorang individu, gejalanya dapat muncul sebagai keluaran fisiologis (sakit kepala, tekanan darah tinggi, penyakit jantung), psikologis (kecemasan, murung, berkurangnya kepuasan kerja), dan perilaku (produktivitas, kemangkiran, tingkat keluarnya karyawan). Adakalanya stres kerja yang dialami seseorang itu kecil dan hampir tidak berarti, namun dapat dianggap sangat mengganggu dan berlanjut dalam waktu yang relatif lama. Tidak semua stres kerja yang berdampak negatif, adakalanya seseorang dapat merubah stres kerja menjadi sesuatu yang positif. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh stres kerja dapat berupa : turunnya produktivitas, adanya kekacauan baik dalam manajemen maupun operasional kerja, mengganggu kenormalan aktivitas kerja, menurunnya keuntungan perusahaan, dan lain sebagainya. Sebaliknya, bentuk stres kerja yang berdampak positif adalah memotivasi diri, lebih disiplin, rangsangan untuk bekerja keras, memunculkan inspirasi dan lain sebagainya. Ada dua pendekatan yang bisa dipakai dalam mengelola stres yaitu pendekatan individual dan pendekatan organisasional (Sasono, 2008) 1.
Pendekatan Individual. Seorang karyawan dapat memikul tanggung jawab pribadi untuk mengurangi tingkat stresnya. Strategi individu yang telah terbukti efektif mencakup pelaksanaan teknik-teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial.
2.
Pendekatan Organisasional. Beberapa faktor yang menyebabkan stres terutama tuntutan tugas dan peran, dan struktur organisasi dikendalikan oleh 3
manajemen. Dengan demikian faktor-faktor ini dapat dimodifikasi atau diubah.
Strategi
yang
mungkin
diinginkan
oleh
manajemen
untuk
dipertimbangkan antara lain : perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penggunaan penempatan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan,
peningkatan
keterlibatan
karyawan,
perbaikan
komunikasi
organisasi, dan pelaksanaan program kesejahteraanperusahaan. Sejalan dengan pendekatan individual, karyawan dapat memulai dengan mengerti diri sendiri yakni berusaha melakukan sesuatu yang merupakan bagian dari diri kita sendiri dan mencakup apa yang diri kita lakukan. Mengerti cara berfikir, berperasaan dan berperilaku, serta menjaga kondisi tubuh, sehingga keadaan tubuh yang baik dan terawat akan dapat tahan terhadap segala macam stres. Aspek lain yang tak kalah pentingnya dalam mempengaruhi pelaksanaan suatu pekerjaan adalah lingkungan kerja. Lingkungan kerja merupakan salah satu penyebab dari keberhasilan dalam melaksanakan suatu pekerjaan tetapi juga dapat menyebabkan suatu kegagalan dalam pelaksanaan suatu pekerjaan. Satu hal yang paling penting dalam mencegah stres adalah dengan mengembangkan kehidupan spiritual. Memberi makna hidup adalah sebuah proses pembentukan kualias hidup, sedangkan tujuan hidup merupakan akhlak, rujukan, dasar pijakan, dan sekaligus hasil yang ingin diraih (Tasmara, 2001).
4
Dengan kehidupan spiritual yang baik maka akan membantu kita untuk lebih sabar, pasrah, dan ikhlas dalam menghadapi persoalan apapun. Seorang yang cerdas secara ruhaniah adalah mereka yang menampilkan sosok dirinya sebagai profesional yang berakhlak. Pekerja yang membawa misi cinta, mengisi kehidupan dengan cinta, menjadikan hidup penuh arti (Tasmara, 2001). Berdasarkan uraian diatas dapat dirumuskan bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah permasalahan hubungan antara kecerdasan spiritual dengan stres kerja pada karyawan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara stres kerja dengan kecerdasan spiritual pada karyawan. Adapun manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Secara Teoritis Secara teoritis, diharapkan hasil penelitian ini memberikan sumbangan dalam pengembangan teori di bidang psikologi khususnya psikologi industri. 2. Secara Praktis Yang pertama secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi kepada karyawan tentang ada atau tidaknya hubungan antara kecerdasan spiritual terhadap stres kerja. Kedua, dapat mengembangkan kecerdasan spiritual karyawan dalam melakukan pekerjaan.
5
Pengertian Stres Kerja Stres adalah suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berfikir dan kondisi seseorang. Stres yang terlalu besar dapat mengancam kemampuan seseorang untuk menghadapi lingkungan (Handoko, 2000). Sejalan dengan definisi diatas (Grath, 1976) mengemukakan bahwa stres meliputi interaksi seseorang dengan lingkungannya. Luthans (dalam Yulianti, 2000) mendefinisikan stres sebagai suatu tanggapan dalam menyesuaikan diri yang dipengaruhi oleh perbedaan individu dan proses psikologis, sebagai konsekuensi dari tindakan lingkungan, situasi atau peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologis dan fisik seseorang. Secara sederhana stres merupakan suatu bentuk tanggapan seseorang, baik secara fisik maupun mental terhadap suatu perubahan di lingkungannya yang dirasakan mengganggu dan mengakibatkan dirinya terancam (Anoraga, 2001). Sejalan dengan pendapat tersebut, Siagian (2004) mendefinisikan stres sebagai suatu kondisi ketegangan yang berpengaruh terhadap emosi, jalan pikiran, dan kondisi fisik seseorang. Stres kerja didefinisikan oleh NIOSH Research (dalam Widhiastuti, 2000 : 32) sebagai keadaan respon fisik dan emosi yang muncul ketika persyaratanpersyaratan kerja tidak sesuai dengan kapabilitas, sumber daya atau kebutuhan dari pekerja. Hariandja, (2002) mengatakan stres kerja merupakan situasi ketegangan atau tekanan emosional yang dialami seseorang yang sedang menghadapi tuntutan yang sangat besar, hambatan-hambatan dan adanya kesempatan yang sangat penting yang dapat mempengaruhi emosi pikiran dan kondisi fisik seseorang. Dalam hal ini stres kerja terjadi karena ketidakseimbangan atau ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan yang harus serba cepat dan tepat sedangkan waktu untuk menyelesaikan 6
pekerjaan tersebut sangat sempit dan terbatas. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa stres kerja timbul karena tuntutan lingkungan dan tanggapan setiap individu dalam menghadapinya dapat berbeda. Masalah stres kerja di dalam organisasi perusahaan menjadi gejala yang penting diamati sejak mulai timbulnya tuntutan untuk efisien di dalam pekerjaan. Pandangan ini diperkuat oleh Jex dan Beehr (1991) yang menyatakan bahwa stres kerja adalah kondisi atau situasi dalam bekerja yang membutuhkan respon adaptif pada sebagian karyawan, yang pada akhirnya menimbulkan ketegangan dalam pekerjaan, seperti teguran dari atasan, bermain diwaktu bekerja. Ketegangan ini dapat menyebabkan seseorang mengalami kecemasan, frustasi, dan gejala fisik lainnya. Penyebab Stres Kerja Pada penelitian yang dilakukan oleh NIOSH Research (dalam Widhiastuti, 2000:33) penyebab stres kerja dapat dibagi dua, yaitu : a. Dari individu adalah usia, kondisi fisik dan faktor kepribadian. Apakah kepribadian tipe A atau tipe B, pribadi ekstrovert atau introvert yang secara keseluruhan dirangkum dalam 5 faktor kepribadian meliputi ekstraversion, conscientiousness, emotional stability, agreeableness dan openness to experience yang dalam hal ini emotional stability sangat berhubungan dengan mudah tidaknya seseorang mengalami stress. b. Faktor dari luar individu adalah lingkungan baik lingkungan keluarga maupun lingkungan kerja, cita-cita atau ambisi. c. Sumber stres yang menyebabkan seseorang tidak berfungsi optimal atau yang menyebabkan seseorang jatuh sakit, tidak saja datang dari satu macam pembangkit tetapi dari beberapa pembangkit stres. Sebagian besar dari waktu manusia bekerja. Karena itu lingkungan pekerjaan mempunyai pengaruh yang besar terhadap kesehatan seseorang yang bekerja. Pembangkit stres di pekerjaan merupakan pembangkit stres yang besar 7
perannya terhadap kurang berfungsinya atau jatuh sakitnya seseorang tenaga kerja yang bekerja. Faktor-faktor di pekerjaan yang berdasarkan penelitian dapat menimbulkan stres dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori besar (lihat Gambar) yaitu faktor-faktor intrinsik dalam pekerjaan, peran dalam organisasi, pengembangan karir, hubungan dalam pekerjaan, serta struktur dan iklim organisasi Hurrel (dalam Munandar, 2001:381).
Modifikasi dari model Cooper, C.L (dalam Munandar, 2001:380).
8
Gejala dan Aspek-Aspek yang Menimbulkan Stres Kerja Jex dan Beehr (dalam Spector, 1991:284) aspek stres kerja dapat dibagi dalam tiga aspek, yaitu gejala psikologis, gejala fisik, dan gejala perilaku. Gejala psikologis Kecemasan,
Gejala fisik
Gejala perilaku
ketegangan, Detak jantung dan tekanan Menunda pekerjaan/tugas,
bingung, marah, sensitif, darah
tinggi, penurunan
memendam
sekresi produktivitas,
perasaan, meningkatnya
komunikasi tidak efektif, adrenalin mengurungkan
prestasi
dan meningkatnya penggunaan
diri, neoadrenalin,
gangguan minuman
depresi, merasa terasing gastrointestinal
keras
kebosanan, ketidakpuasan terluka, lelah
mental, secara
menurunnya intelektual, daya
mudah fisik,
frekuensi
lelah absensi, perilaku makan
kematian, yang
tidak
normal,
fungsi gangguan kardiovaskuler, kehilangan nafsu makan kehilangan gangguan
pernafasan, dan
penurunan
drastic
konsentrasi, lebih sering berkeringant, berat badan, meningkatnya
kehilangan spontanitas dan gangguan kreativitas,
dan
seperti mabuk, perilaku sabotase,
dan mengasingkan diri, gangguan lambung, mudah meningkatnya
kerja,
dan
pada
kehilangan migraine,
semangat
kulit, kecendrungan kanker, beresiko
hidup, ketegangan
otot,
perilaku
tinggi
sulit berjudi,
seperti
meningkatnya
menurunnya harga diri dan tidur.
agresivitas
rasa percaya diri.
kriminalitas,
penurunan
kualitas
hubungan
dan
interpersonal
dengan
keluarga
teman,
dan
kecendrungan bunuh diri.
9
Menurut Berry, 1998 stres dapat muncul karena beberapa hal, yaitu : 1.
Peraturan kerja yang kaku
2.
Atasan (bos) yang tidak bijaksana
3.
Beban kerja yang terlalu berat
4.
Ketidak adilan
5.
Tekanan-tekanan kerja yang sulit bekerja sama
6.
Waktu kerja yang panjang
7.
Ketidaknyamanan psikologis Dari uraian di atas peneliti menyimpulkan bahwa aspek-aspek yang dapat
menimbulkan stres kerja terdiri dari tiga aspek yaitu : 1.
Aspek gejala psikologis yaitu respon dari keadaan tegang/tertekan karena pekerjaan yang berhubungan dengan psiklogis seperti seseorang yang mengalami kecemasan yang berlebihan, mudah marah dan mudah tersinggung, menarik diri dari pergaulan, menurunnya kepercayaan diri, dan lain sebagainya.
2.
Aspek gejala fisiologis yaitu suatu respon tubuh terhadap kondisi tertekan/stress, seperti detak jantung berdebar keras, tekanan darah tinggi, gangguan pernafasan, migraine, sulit tidur dan lain sebagainya.
3.
Aspek gejala perilaku., yaitu respon fisik yang dilampiaskan dalam sikap dan perilaku yang muncul karena banyaknya stressor dari pekerjaannya, seperti sikap menunda pekerjaan, turunnya hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, kehilangan nafsu makan atau sebaliknya bertambahnya nafsu makan, dan lain-lain
10
Pengertian Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual atau Spiritual intelligence dapat dikatakan sebagai sebuah konsep baru dalam dunia psikologi. Konsep kecerdasan spiritual ini pertama kali dikemukakan pada akhir abad ke dua puluh oleh Zohar dan Marshall, akan tetapi kecerdasan spiritual barat atau Spiritual intelligence tersebut belum atau bahkan tidak menjangkau ketuhanan. Zohar dan Marshall (dalam Agustian, 2001) secara umum menjelaskan kecerdasan spiritual sebagai kecerdasan untuk memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya serta kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibandingkan dengan jalan yang lain. Pencarian akan makna merupakan motivasi penting dalam hidup kita. Pencarian inilah yang menjadikan kita makhluk spiritual, dan ketika kebutuhan makna ini tidak terpenuhi hidup kita akan terasa dangkal dan hampa (frankl, 2002). Tasmara (2001), mendefinisikan kecerdasan ruhaniah atau kecerdasan spiritual sebagai kemampuan seseorang untuk menjalani hidupnya dengan tetap berpadukan kepada cahaya Illahi yang menerangi qolbu sebagai pusat dirinya mengambil keputusan. Qolbu atau hati nurani akan menjadi pembimbing seseorang untuk menentukan apa yang harus ditempuh dan apa yang harus diperbuat dalam menghadapi perubahan kehidupan yang cepat dan dinamis. Berdasarkan pemaparan beberapa ahli tentang pengertian kecerdasan spiritual, maka dapat disimpulkan bahwa definisi kecerdasan spiritual dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang dalam memberikan makna hidup dan menghadapi masalah dengan nilai-nilai keimanan dalam perilaku yang bertanggung jawab.
11
Penggunaan Kecerdasan Spiritual Berikut ini beberapa hal yang melibatkan kecerdasan spiritual manusia berdasarkan telaah dan hasil-hasil penelitian pada ahli, yaitu: a. Kecerdasan spiritual digunakan untuk menumbuhkan otak manusia, sehingga manusia seperti adanya sekarang dan terus menerus berubah dalam menjalani evolusinya. Penelitian Vaughan (2002) menyimpulkan bahwa seseorang yang hari-harinya dilalui dengan peningkatan kecerdasan spiritual maka akan semakin banyak mendapatkan keberhasilan dalam menjalani hidupnya. b. Manusia
menggunakan
kecerdasan
spiritual
untuk
menjadi
kreatif.
Kecerdasan spiritual dihadirkan ketika manusia ingin menjadi luwes, berwawasan luas atau kreatif secara spontan, sehingga mendorong manusia untuk menemukan dan menumbuhkan gagasan-gagasan baru yang unik dan ‘segar’(Sinetar, 2001). c. Kecerdasan spiritual digunakan untuk menghadapi masalah eksistensial, yaitu saat manusia secara pribadi terpuruk, terjebak oleh kebiasaan, kekhawatiran, dan tekanan serta kesedihan. Kecerdasan spiritual menjadikan manusia berpikir dengan rasio dan perasaan dalam satu kesatuan. Sehingga menjadikan manusia mampu mengatasi atau setidaknya berdamai dengan masalah tersebut (Rahardjo, 2006) d. Kecerdasan spiritual adalah pemahaman yang mendalam terhadap makna dan nilai, sehingga dapat menjadi petunjuk bagi manusia dalam upaya pencarian identitas diri (Zohar dan Marshal, 2000). e. Manusia dapat menggunakan kecerdasan spiritual untuk menjadi lebih cerdas secara spiritual, dalam beragama. Seseorang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi akan menjalani agamanya tidak secara fisik, fanatik, eksklusif, dan penuh prasangka. Sinetar (2001) dalam penelitiannya membuktikan bahwa kecerdasan spiritual mampu meningkatkan kedekatan seseorang
12
dengan Tuhan untuk mendapatkan kebahagiaan dan kebermaknaan dalam hidup tanpa harus fanatik pada agama yang dianutnya. f. Kecerdasan spiritual memungkinkan manusia untuk menyatukan hal-hal yang bersifat intrapersonal dan interpersonal, serta menjembatani kesenjangan diri sendiri dengan orang lain (Zohar dan Marshall, 2000). g. Kecerdasan spiritual digunakan untuk mencapai perkembangan diri yang lebih utuh, karena manusia memiliki potensi untuk berkembang sehingga manusia mampu menghadapi kesedihan dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang mendasar tentang dunia dan kehidupan (Zohar dan Marshall, 2000). h. Kecerdasan spiritual dapat digunakan untuk berhadapan dengan berbagai masalah, baik dan jahat, hidup dan mati, penderitaan dan keputusasaan manusia, frustasi, stres dan gelisah (Khavari, 2000).
Aspek-aspek Kecerdasan Spiritual Aspek-aspek yang digunakan dalam penelitian ini didasarkan pada ciri-ciri penting adanya kecerdasan spiritual dari Tasmara (2001), yaitu: a. Memiliki visi Individu yang ingin mempertajam kecerdasan ruhaniahnya, menetapkan visinya melampaui daerah duniawi, sehingga menjadikan qalbunya sebagai suara hati (conscience) yang selalu didengar. Visi dan tujuan setiap muslim yang cerdas secara spiritual itu akan menjadikan pertemuan Allah sebagai puncak dari pernyataan visi pribadinya yang kemudian dijabarkan dalam bentuk perbuatan baik yang terukur dan terarah. Individu kemudian akan bertindak karena ada semacam keterpanggilan hati nurani. Individu yang sukses adalah individu yang bertindak dengan penuh keikhlasan. Visi merupakan pengejawantahan imajinasi kreatif dan merupakan motivasi utama dari tindakan manusia. b. Merasakan kehadiran Allah Manusia yang bertanggung jawab dan cerdas secara ruhaniah merasakan kehadiran Allah di mana saja ia berada. Hal ini menimbulkan kecerdasan moral spiritual yang 13
menumbuhkan perasaan sangat dalam (zauq). Kesadaran bahwa Allah senantiasa bersamanya (innallaha ma’ana), merupakan bentuk fitrah manusia. Karena sejak awal penciptaan manusia, telah ada perjanjian moral dan pengakuan/potensi berketuhanan. Dengan kesadaran itu pula, sebenarnya nilai – nilai moral akan terpelihara, karena seluruh tindakan yang berasal pilihan qalbunya yang berbinar cahaya (nurani) akan melahirkan kemampuan untuk memilih atau keberpihakan yang jelas dan lugas pada prinsip – prinsip iman yang sangat merindukan pertemuan dengan-Nya. c. Berdzikir dan berdoa Dzikir memberikan makna kesadaran diri, “Aku dihadapan Tuhanku”, yang kemudian mendorong individu secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk melanjutkan misi hidupnya yang dinamis yaitu memberi makna melalui amal -amal saleh. Do’a bukanlah sekedar hafalan tetapi sebuah ungkapan jiwa. Individu yang cerdas secara ruhaniah menyadari bahwa doa mempunyai makna yang sangat mendalam bagi dirinya. Ada sesuatu yang dituju dan diharapkan dalam doa. Sehingga dengan kandungan optimisme tersebut mereka lebih bergairah untuk menyatakan dirinya secara aktual dan lebih bertanggung jawab dalam menjalani hidupnya. Mengingat doa merupakan bagian dari dzikir, dan dzikir adalah keyakinan yang mendalam bahwa ia selalu dilihat oleh Tuhan, maka dalam berdoa
tersebut individu merasakan dirinya sedang beraudiensi dengan Tuhannya. d. Memiliki kualitas sabar Sabar berarti sebuah harapan yang kuat untuk menggapai cita-cita. Dalam kandungan kualitas sabar, terdapat sikap yang istiqomah. Sabar berarti tidak tergeser dari jalan yang mereka tempuh. Individu yang sabar dapat bertoleransi dengan waktu, mereka memiliki ketabahan dan daya sangat kuat untuk menerima beban, ujian atau tantangan tanpa sedikitpun mengubah harapan untuk menuai hasil yang ditanamnya. Kualitas sabar mendorong seseorang menjadi kuat, sehingga individu tidak tergoda untuk menyimpang karena banyaknya pilihan yang dapat mengalihkan perhatian dari harapan atau tujuannya yang semula. Sabar bisa diartikan sebagai kemampuan mengendalikan diri dalam menghadapi berbagai tekanan (stressor). 14
Hubungan antara Kecerdasan Spiritual dengan Stres Kerja Stres kerja pada intinya merujuk pada kondisi dari pekerja yang mengancam individu. Ancaman ini dapat berasal dari tuntutan pekerjaan atau karena kurang terpenuhinya kebutuhan individu. Stres kerja muncul sebagai bentuk ketidak harmonisan individu dengan lingkungan sekitar. Stres kerja dapat bersifat sementara atau jangka panjang, ringan atau berat, sangat tergantung pada seberapa lama penyebab stres berlangsung, seberapa besar kekuatan untuk menghadapinya. Stres kerja yang ringan kebanyakan orang dapat menanganinya atau sekurang-kurangnya dapat mengatasi pengaruhnya dengan cepat. Sebaliknya stres yang sifatnya temporer atau menetap akan berdampak buruk bagi seseorang. Masalah kemudian timbul, karena tubuh tidak dapat membangun kembali kemampuannya untuk menghadapi stres, karena itu dibutuhkan suatu kemampuan yang dapat mengatasi permasalahan untuk menghindari adanya stres kerja. Faktor penting yang dapat membantu dan mengarahkan seseorang agar mampu menghadapi situasi lingkungan kerja yang menekan adalah dengan adanya kecerdasan spiritual yang baik. Kecerdasan spiritual menurut Tasmara, (2001) adalah kecerdasan manusia yang digunakan untuk “berhubungan” dengan Tuhan. Sebuah kecerdasan yang berpusat pada rasa cinta yang mendalam kepada Tuhan, dengan menjadikan Tuhan sebagai landasannya ketika dihadapkan persoalan hidup. Individu yang cerdas secara spiritual, tidak akan menyerah dan putus asa dalam menghadapi berbagai persoalan, baik masalah dalam pekerjaan maupun masalah di luar pekerjaan, tetapi sebaliknya dapat mereduksi munculnya stres yang terjadi pada dirinya, karena setiap persoalan dapat diterima sebagai pelajaran dan tempaan mental dari Tuhan untuk menjadikan dirinya semakin kuat dalam menghadapai berbagai permasalahan hidup. Keberhasilan seseorang dalam mengatasi setiap permasalahan, sangat dipengaruhi oleh kecerdasan spiritual yang dimilikinya.
15
Seseorang yang yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi, hatinya senantiasa merasa dekat dengan Tuhan, melakukan segala sesuatu berdasarkan motivasi yang paling dalam, konsisten menjalankan setiap tugas dengan tulus dan ikhlas, walaupun menghadapi berbagai permasalahan, sehingga ketika dihadapkan persoalan hidup dirinya mampu menyelesaikannya dengan tenang, hati yang jernih, penuh optimis, tidak bersikap emosional dan memiliki kepekaan terhadap perasaan orang lain (empati) serta mampu menemukan hikmah dibalik permasalahan yang menimpanya. Hipotesis Berdasarkan telaah teoritik diatas hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara stress kerja dengan kecerdasan spiritual. Semakin tinggi kecerdasan spiritual maka semakin rendah stres kerja. sebaliknya, semakin rendah kecerdasan spiritual maka stres kerja semakin tinggi. Identifikasi Variabel Penelitian 1. Variabel bebas (x)
: kecerdasan spiritual
2. Variabel tergantung (y)
: stres kerja
Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Stres
kerja
merupakan
suatu
kondisi
ketegangan
yang
dialami
seseorang/karyawan, akibat ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan dengan kemampuan yang dimiliki seseorang/karyawan serta pengaruh lingkungan kerja yang kurang mendukung sehingga dapat mempengaruhi emosi dan proses berfikir mereka. Stres kerja meliputi tiga aspek, yaitu : 1) gejala psikologis, 2) gejala fisiologis, 3) gejala perilaku. Stres kerja dalam penelitian ini akan diungkap dengan skala stres kerja. Semakin tinggi skor total stres kerja berarti semakin tinggi stres kerja subjek, dan sebaliknya semakin rendah skor total stres kerja maka stres kerja juga semakin rendah.
16
2. Kecerdasan spiritual merupakan suatu bentuk kesadaran yang berangkat dari penggunaan nilai-nilai keimanan yang menjadi pedoman untuk bertingkah laku dengan adanya rasa cinta dan tanggung jawab kepada Allah SWT. Seseorang dapat dikatakan cerdas secara spiritual apabila memiliki visi, merasakan kehadiran Allah SWT, berzikir dan berdoa, memiliki kualitas sabar, yang menjadi aspek kecerdasan spiritual dalam penelitian ini. Kecerdasan spiritual dalam penelitian ini akan diungkap dengan skala kecerdasan spiritual. Semakin tinggi skor total yang dimiliki subjek penelitian maka semakin tinggi tingkat kecerdasan spiritualnya, sebaliknya semakin rendah skor total yang dimiliki subjek maka semakin rendah pula tingkat kecerdasan spiritualnya. Subjek dalam penelitian ini adalah semua karyawan/karyawati yang bekerja di bidang properti. Metode pengumpulan data yang ditetapkan pada penelitian ini menggunakan metode skala. Skala adalah bentuk alat pengumpulan data yang bersifat konstrak atau menggambarkan aspek kepribadian individu. Azwar (1999) Pertimbangan dalam menggunakan skala ini menurut Azwar (1999) adalah sebagai berikut : 1.
Subjek adalah orang yang paling mengerti tentang dirinya sendiri
2.
Apa yang dinyatakan oleh subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya
3.
Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan kepadanya adalah sama dengan apa yang dimaksud peneliti Metode pemberian skor yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode
likert, dengan skor yang bergerak dari 1 sampai 4 pilihan jawaban yang terdiri dari empat kategori yaitu Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk butir yang bersifat favorable skor 4 diberikan untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 1 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS). Untuk butir 17
yang bersifat unfavorable skor 1 diberikan untuk jawaban Sangat Sesuai (SS), skor 3 untuk jawaban Sesuai (S), skor 2 untuk jawaban Tidak Sesuai (TS), dan skor 4 untuk jawaban Sangat Tidak Sesuai (STS).
Hasil Penelitian Hasil pengujian reliabilitas menghasilkan koefesien Alpha Cronbach pada kuesioner Stres Kerja sebesar 0.9113, dan pada kuesioner kecerdasan spiritual sebesar 0.9335. Hasil lebih dari 0.7 menjelaskan bahwa kuesioner sudah reliabel, berarti sudah dapat ditafsirkan sama atau konsisten oleh semua pengisi (responden). Stres kerja dijaring menggunakan 41 aitem pernyataan dengan pilihan jawaban 1 sampai 4, skor maksimal stres yang dapat dicapai oleh intrumen ini sebesar 41 x 4 = 164, dan minimal 41 x 1 = 41. Rerata hipotesis dari skor ini adalah (maksimal + Minimal) / 2 = 102.5, dan standart deviasi hipotesis sebesar (maksimal – minimal) / 6 = 20.5. Dengan parameter ini stres kerja dapat diklasifikasikan menjadi 4 katagori (menyesuaikan skala pilihan jawaban) dengan interval : Interval Klasifikasi Stres Kerja Klasifikasi Sangat Rendah Rendah Tinggi Sangat Tinggi
Interval M – 3SD
s/d M – 1.5SD
M – 1.5SD s/d M – 0SD M – 0SD
s/d M + 1.5SD
M + 1.5SD s/d M + 3SD
41 s/d 71.75 > 71.75 s/d 102.5 > 102.5 s/d 133.25 > 133.25 s/d 164
Dari hasil pengujian deskriptif diperoleh nilai rata-rata stres kerja sebesar 92.68, dalam tabel interval di atas termasuk dalam klasifikasi rendah.
18
No
Parameter
Skor
1
Mean
92.68
2
Median
92.50
3
Modus
81
4
Std. Deviation
7.836
5
Minimum
79
6
Maximum
112
Secara inidividual dari 40 karyawan yang menjadi sampel, diketahui sebanyak 35 karyawan atau 87.5% karyawan memiliki stres kerja rendah, sisanya sebanyak 5 karyawan atau 12.5% memiliki stres tinggi. Persentase ini menunjukan secara individual mayoritas karyawan memiliki stres kerja yang rendah.
40
Frekuensi
30
20
35 87.50%
10
5 12.50% 0 Rendah (> 71.75 - 102.5)
Tinggi (> 102.5 - 133.25)
Stress Kerja
Histogram Stres Kerja
19
Kecerdasan spiritual dijaring menggunakan 54 aitem pertanyaan dengan pilihan jawaban 1 sampai 4, skor maksimal kecerdasan spiritual yang dapat dicapai oleh intrumen ini sebesar 54 x 4 = 216, dan minimal 54 x 1 = 54. Rerata hipotesis dari skor ini adalah (maksimal + Minimal) / 2 = 135, dan Standart Deviasi hipotesis sebesar (maksimal - minimal) / 6 = 27. Dengan parameter ini kecerdasan spiritual dapat diklasifikasikan menjadi 4 katagori (menyesuaikan skala pilihan jawaban) dengan interval : Interval Klasifikasi Kecedarasan spiritual Klasifikasi Sangat Rendah
Interval M – 3SD
Rendah
s/d M – 1.5SD
M – 1.5SD s/d M – 0SD
Tinggi
M – 0SD
Sangat Tinggi
s/d M + 1.5SD
M + 1.5SD s/d M + 3SD
54
s/d 94.5
> 94.5 s/d 135 > 135
s/d 175.5
> 175.5 s/d 216
Dari hasil pengujian deskriptif diperoleh nilai rata-rata kecedarasan spiritual sebesar 174.5, dalam interval di atas termasuk klasifikasi tinggi. Berarti karyawan secara rata-rata memiliki kecedarasan spiritual tinggi. Hasil Pengujian Deskriptif No
Parameter
Skor
1
Mean
174.78
2
Median
175.00
3
Modus
186
4
Std. Deviation
14.531
5
Minimum
134
6
Maximum
202
20
Secara individual dari 40 karyawan yang menjadi sampel, diketahui sebanyak 20 karyawan atau 50 % karyawan memiliki kecedarasan spiritual sangat tinggi, sebanyak 19 karyawan atau 47.5 % tinggi, dan sebanyak 1 karyawan atau 2.5 % karyawan memiliki kecedarasan spiritual rendah. Persentase ini menunjukan secara individual mayoritas karyawan memiliki kecedarasan spiritual tinggi dan sangat tinggi. Secara akumulasi jumlah karyawan yang memiliki kecerdasan spiritual tinggi dan sangat tinggi mencapai 97.5 %. Angka ini menjelaskan hampir semua karyawan memiliki kecerdasan spiritual yang bagus.
20
Frekuensi
15
5
20 50.00%
19 47.50%
10
1 2.50%
0 Rendah (> 94.5 - 135) Tinggi (> 135 - 175.5)
Sangat Tinggi (> 175.5 - 216)
Kecerdasan Spiritual
Histogram Kecedarasan Emosional
Uji Asumsi Uji asumsi yang dilakukan pada analisis korelasi adalah uji normalitas dan uji linearitas yang merupakan suatu uji prasyarat. Kedua pengujian tersebut menggunakan program SPPS for windows. a. Uji Normalitas dengan menggunakan teknik One Sample Kolmogrov-Smirnov Test dari program SPSS 12.0 diperoleh sebaran skor pada variabel stres kerja
21
adalah normal (K-S Z = 0,913 ; p = 0,445 atau p > 0,05). Sebaran variabel kecerdasan spiritual adalah normal (K-S Z = 0,907 ; p = 0,004 atau p < 0,05). b. Uji Linearitas adalah uji yang digunakan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara stres kerja dengan kecerdasan spiritual. Dua variabel dikatakan linear jika anova table menunjukkan p. linearity < 0,05 dan p. deviation from linearity > 0,05. Uji linearitas dengan Analisisi Regresi terhadap variabel stres kerja dan kecerdasan spiritual menunjukkan hasil yang linear (F = 0,102). Hasil Uji Hipotesis Pengolahan data yang diawali dengan uji asumsi menunjukkan hasil yang linier antara variabel stres kerja dan variabel kecerdasan spiritual. Uji hipotesis dilakukan dengan menggunakan analisis regresi dengan melihat variabel stres kerja dan kecerdasan spiritual. Melalui uji tersebut didapatkan kesimpulan bahwa Ada hubungan yang signifikan antara stres kerja dengan kecerdasan spiritual pada karyawan, yang dibuktikan dengan r = 0,445 dengan p = 0,002 (p < 0,01). Semakin rendah stres kerja maka semakin tinggi kecerdasan spiritual karyawan, semakin tinggi stres kerja maka semakin rendah kecerdasan spiritual karyawan. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima. Pembahasan Deskripsi tentang stres kerja telah menunjukan bahwa, mayoritas karyawan memiliki stres kerja intensitas yang rendah (sebanyak 87.5%), hanya 12.5% yang memiliki stres kerja dengan intensitas tinggi. Kondisi stres yang rendah ini diduga berkaitan dengan kecerdasan spiritual mereka, diketahui dari hasil deskriptif di atas hampir seluruh karyawan (97.5%) memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Dugaan keterkaitan keduanya terbukti setelah dilakukan pengujian korelasi yang mendapatkan hasil korelasi signifikan sebesar -0.445. Tanda negatif 22
menunjukan keterkaitan yang berlawanan antara stres dengan kecerdasan spiritual, yaitu bila karyawan memiliki stres rendah maka memiliki kecerdasan spiritual yang tinggi. Kesimpulan Berdasarkan uraian di atas dan temuan hubungan antara kecerdasan spiritual dan stres kerja, peneliti menyimpulkan ; 1. Karyawan memiliki intensitas stres kerja yang rendah. 2. Karyawan memiliki kecedarasan spiritual tinggi. 3. Terdapat hubungan negatif yang signifikan sebesar -0.445 antara kecerdasan spiritual dengan stres kerja pada karyawan.
Saran Berkaitan dengan hasil penelitian ini, maka peneliti mengajukan saran-saran berikut : 1. Bagi Perusahaan Adanya hubungan negatif signifikan antara kecerdasan spiritual dengan stres kerja pada karyawan, menjadi dasar kuat untuk menyarankan kepada pihak terkait khususnya manajer untuk berusaha meminimalkan stres kerja karyawan. Melalui gejala perilaku, psikologis dan fisik yang ditunjukan karyawan, manajer harus mampu menangkap perkembangan atau perubahan stres kerja yang dialami karyawan. Upaya meminimalkan stres ini dapat dilakukan dengan pengurangan beban kerja, pengurangan tingkat kesulitan, atau pengurangan dalam faktor lain yang memberatkan karyawan. Namun bila beban kerja dan target-target lain yang berpeluang menumbuhkan stres kerja merupakan faktor kunci untuk kesinambungan perusahaan, maka manajer harus membuka dialog yang lebih banyak dengan karyawan sehingga mereka dapat mengerti sehingga dapat bekerja tanpa tekanan. 23
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Waktu pengambilan data hendaknya dilakukan pada saat karyawan istirahat agar dalam pengisian skala karyawan tidak terburu-buru. Selain itu juga disarankan untuk dapat melengkapi penelitian tersebut dengan observasi dan wawancara tidak hanya pada karyawan yang bersangkutan saja melainkan juga kepada “key person” seperti keluarga atau teman dekatnya sehingga data dan hasil yang didapat lebih akurat.
24