1
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN STRES DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI
Oleh : AGITA EKARANI HEPI WAHYUNINGSIH
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI dan ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA 2008
2
HALAMAN PENGESAHAN
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN STRES DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI
Telah Disetujui Pada Tanggal ________________________
Dosen Pembimbing Utama
(Hepi Wahyuninghsih, S. Psi, M. Si)
3
HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSI DENGAN STRES DALAM MENGERJAKAN SKRIPSI
Agita Ekarani Hepi Wahyuningsih
INTISARI Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan stress dalam mengerjakan skripsi. Dugaan awal yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan stress dalam mengerjakan skripsi. semakin tinggi kecerdasan emosi, semakin rendah stress dalam mengerjakan skripsi. sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi, semakin tinggi stress dalam mengerjakan skripsi. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa program studi Psikologi yang sedang menjalani proses skripsi. Teknik pengambilan subjek yang digunakan adalah metode simple random sampling. Skala yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi yang dibuat mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Goleman (2000) yang terdiri dari 22 aitem dan skala stress dalam mengerjakan skripsi yang dibuat mengacu pada aspek stress yang dikemukakan oleh Hardjana (2002) Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik korelasi product moment dengan bantuan program SPSS versi 13,0 untuk menguji apakah terdapat hubungan antara kecerdasan emosi dengan stress dalam mengerjakan skripsi. Korelasi product moment dari Pearson menunjukkan korelasi sebesar r = -0,283; p = 0,015 atau p < 0,05 yang artinya ada hubungan antara kecerdasan emosi dengan stress dalam mengerjakan skripsi. Jadi hipotesis penelitian ini diterima. Kata kunci : kecerdasan emosi, stress dalam mengerjakan skripsi
4
PENGANTAR
Perkembangan zaman yang pesat tentunya tidak lepas dari perkembangan teknologi. Bahkan belakangan ini banyak bermunculan teknologi-teknologi baru di segala bidang yang mempermudah kehidupan manusia. Ditengah pesatnya perkembangan teknologi saat ini, menimbulkan persaingan yang tentunya bukan merupakan sesuatu yang ringan untuk dilalui oleh individu. Sekarang ini individu harus mampu menghadapi persaingan yang makin hari makin ketat seiring bermunculannya teknologi yang makin mutakhir. Ketatnya persaingan yang ada, tidak jarang justru menimbulkan masalah baru bagi individu-individu yang tidak mampu menghadapinya. Sebagian dari individu-individu yang gagal dalam menghadapi persaingan tersebut mungkin akan menghalalkan segala cara untuk dapat tetap “eksis”. Individu yang menjalani persaingan dengan “ngoyo” atau terlalu serius dan memaksakan diri tentu akan merasa terpukul apabila pada akhirnya mereka mengalami kegagalan. Sebagian besar dari mereka pada awalnya mungkin akan melakukan “denial” terhadap kenyataan yang menunjukkan bahwa mereka gagal. Proses “denial” atau penolakan tersebut nantinya berakibat pada timbulnya pikiran-pikiran negatif pada hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan individu tersebut, yang pada akhirnya nanti justru menyebabkan individu tersebut mengalami stres. Brehm dan Kassin (Maharsari, 2004), menyatakan bahwa stres merupakan pengalaman universal. Stres tidak memandang usia, dan disetiap rentang perkembangan baik bayi, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia pernah
5
mengalami yang namanya stres. Bahkan stres dapat juga dialami oleh orang-orang dari berbagai bidang pekerjaan, baik pekerja kantoran, tukang pos, pelajar, mahasiswa, bahkan mungkin saja seorang pelawak dapat juga mengalami stres. Pelajar dan mahasiswa sebagian masih dapat digolongkan sebagai remaja, dimana masa remaja merupakan periode yang dipenuhi tekanan dalam hidup dan dipenuhi oleh situasi stres yang berasal dari perpanjangan stres dimasa kanak-kanak dan antisipasi dari stres yang akan dihadapi di masa yang akan datang (Kisher, dalam Maharsari, 2004). Mahasiswa termasuk salah satu kelompok yang rentan dengan kondisi stress, baik yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seperti masalah kiriman uang, masalah keluarga dan juga konflik antar teman dan juga kehidupan perkuliahan seperti tugas-tugas kuliah dan juga tugas akhir atau skripsi. Sebagai seorang mahasiswa tentunya tidak lepas dari tugas-tugas kuliah yang berhubungan dengan menulis. Selain menulis makalah, laporan praktikum dan tugas menulis lainnya, penulisan skripsi juga dinilai sebagai salah satu prestasi bagi mahasiswa. Penulisan skripsi juga merupakan tugas akhir bagi mahasiswa program S-1 dan menjadi syarat kelulusan bagi beberapa perguruan tinggi, melihat adanya manfaat bagi mahasiswa karena skripsi merupakan aplikasi dan analisis sintesis terhadap teori yang telah diterima selama mengikuti kuliah (Utama, 2000). Menurut Sari (2007) ada beberapa masalah yang muncul dan menghambat penyelesaian skripsi atau bahkan sampai menghentikan proses penyelesaian skripsi tersebut. Beberapa gambaran menunjukkan indikasi stress bahkan depresi
6
dialami
oleh mahasiswa yang mengerjakan skripsi. Dalam penelitian yang
dilakukan Sari (2007) menjelaskan timbulnya depresi dan stress dikarenakan jatuhnya mental dan turunnya optimisme ditengah pengerjaan skripsi yang disebabkan hambatan yang ditemui dan tidak adanya keinginan untuk berusaha. Oleh karenanya penulisan skripsi dipandang secara negatif sebagai tugas yang berat bagi mahasiswa. Hambatan dan permasalahan diatas dapat dikatakan sebagai hambatan yang bersifat psikologis yang biasanya menjadi penyebab yang paling berpengaruh dalam timbulnya stress. Menurut Lucas dan Wilson (Azhari, 2004), dalam penelitiannya, bahwa rata-rata orang yang mengalami gejala stress yang bersifat mental lebih sedikit daripada gejala stres yang bersifat fisik. Adapun gejala-gejala yang menunjukkan bahwa seseorang mengalami stress dibagi menjadi 2, yaitu gejala fisik, misalnya : terkena serangan sesak nafas, rasa mabuk, rasa mual, selera makan tidak sebagaimana mestinya, sering menderita gangguan pencernaan, mengalami gangguan tidur, merasa sering lelah, gelisah, pegal-pegal punggung, kesemutan, mimisan, keringat dingin, pusing kepala, dan jantung berdebar-debar, dan juga gejala mental, dengan tanda-tanda merasa marah sepanjang waktu, tidak dapat mengambil keputusan, merasa tidak mampu menghadapi masalah, merasa menjadi orang gagal, merasa tidak diperhatikan, tidak menyukai orang lain, dan diri sendiri, sering merasa khawatir, merasa tidak dapat berkonsentrasi dan sulit menyelesaikan tugas, kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, dan kehilangan rasa humor. Seperti yang dipaparkan oleh Prawitasari (Oktasela, 2001) dalam penelitannya yang mengungkapkan ada kaitan antara gejala emosi terutama saat
7
stres dengan aktivitas saraf dan kekebalan tubuh. Secara empirik, terutama hasil penelitian dengan binatang mencoba membuktikan bahwa dalam keadaan stres, imunitas dapat menurun. Ia menyarankan penggunaan kecerdasan emosi saat menghadapi stres. Menurut Gotman dan De Claire (1998), adanya kemampuan untuk mengatur emosi akan mampu menjadikan seseorang lebih terampil dalam menenangkan diri ketika marah, lebih terampil memusatkan perhatian, dan lebih mudah dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan mengatur emosi yang dimiliki seseorang berhubungan erat dengan kecerdasan emosional yang ada dalam dirinya. Reuver Bar-On (Stein dan Book, 2000) menyatakan bahwa kecerdasan emosi adalah serangkaian kemampuan, kompetensi, dan kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan dari lingkungan. Mereka yang kecerdasan emosionalnya terasah, akan memiliki satu atau beberapa dari banyak karakter-karakter mental yang positif, seperti : sabar, tenang, pantang putus asa, dan percaya diri. Menurut Goleman (2000), kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri, dan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain, kemampuan untuk bertahan menghadapi frustasi, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan beban berpikir, serta berempati dan berdoa. Mayer (dalam Goleman, 2000) menambahkan, kecerdasan emosi adalah kemampuan memantau dan mengendalikan perasaan
8
sendiri dan juga orang lain serta menggunakan perasaan-perasaan itu untuk memandu pikiran dan tindakan. Gagne (Glover,1975) mengemukakan bahwa pengalaman belajar yang diperoleh individu dari sekolah maupun pengalaman hidupnya
banyak
berperan
dalam
usaha
menyelesaikan
masalah.
Cara
penyelesaian masalah pada diri setiap individu mempengaruhi pembentukan kecerdasan emosinya. Maka dari itu dapat dikatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kecerdasan emosi dalam kehidupan seseorang adalah pengalaman belajar yang didapat sebelumnya. Penelitian Goleman (1996), yang mengemukakan bahwa komponen kecerdasan emosi terdiri dari aspek-aspek : a) Kesadaran diri
: memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri.
b) Pengaturan diri
: menangani emosi sehingga berdampak positif, mampu pulih dari tekanan emosi.
c) Motivasi
: menggunakan hasrat terdalam untuk menggerakkan dan untuk bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi.
d) Empati
: mampu memahami sesuatu berdasarkan perspektif orang lain.
e) Ketrampilan sosial : menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, menggunakan ketrampilan untuk mempengaruhi dan memimpin orang lain, menyelesaikan perselisihan dan bekerjasama dengan baik dalam tim.
9
Menurut Book dan Stein (2000), seseorang yang memiliki kecerdasan emosional akan memiliki ketahanan menanggung stres yaitu kemampuan untuk tetap tenang dan sabar ketika menghadapi masalah tanpa terbawa emosi. Orang yang tidak dapat menghimpun kendali tertentu atas kehidupan emosionalnya akan mengalami pertarungan batin yang menghambat kemampuan mereka untuk berkonsentrasi pada karir atau pekerjaan ataupun untuk memiliki pikiran yang jernih. Hal tersebut berkaitan dengan stres yang dialami mahasiswa yang sedang menghadapi skripsi. Seperti yang telah diuraikan diatas bahwa kecemasan, kekhawatiran dan ketakutan yang dirasakan oleh mahasiswa dapat menyebabkan stres yang berkepanjangan yang nantinya dapat menimbulkan gangguan fisik dan emosional dalam dirinya. Apabila mahasiswa yang sedang menyusun skripsi tidak terasah kecerdasan emosionalnya tentunya akan mengalami kesulitan untuk menghimpun kendali atas emosinya dan berakibat pada terhambatnya kemampuan untuk berkonsentrasi dalam mengerjakan skripsi. Hardjana (1994), merumuskan bahwa stress adalah keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stress dan hal yang dianggap mendatangkan stress membuat orang yang bersangkutan melihat ketidak sepadanan, entah nyata atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis, dan sosial yang ada padanya. Sedangkan Lazarus (Christian, 2005) mendefinisikan stress sebagai bentuk situasi dan perasaan yang dialami ketika seseorang merasakan adanya tuntutan yang
10
melebihi daya kemampuan pribadi dan sosial yang bisa dia kerahkan. Ogden mengartikan stress sebagai suatu kondisi penuh tekanan, tertekan, keadaan emosi yang tidak mengenakkan. Stress juga berhubungan dengan reaksi-reaksi fisiologis yang tampak pada kondisi yang penuh tekanan. Hardjana (1994) berpendapat bahwa individu yang mengalami stres akan menunjukkan gejala-gejala yang tentunya berbeda dengan individu lain yang juga mengalami stres. Adapun gejala-gejala tersebut meliputi : a) Gejala fisikal, misalnya berupa gangguan-gangguan pada fisik seperti sakit kepala dan punggung, kesulitan tidur dan buang air besar, urat tegang-tegang terutama pada leher dan bahu, selera makan berubah, tekanan darah tinggi,selera makan berubah, mudah lelah, b) Gejala emosional, seperti mudah menangis,mudah tersinggung, gugup, merasa gelisah atau cemas, dan sebagainya c) Gejala intelektual, berhubungan dengan gangguan pada pola pikir dan kualitas dalam bekerja, seperti susah berkonsentrasi, mudah lupa, melamun berlebihan, mutu kerja rendah dan lain-lain d) Gejala interpersonal, misalnya seperti mudah membatalkan janji dengan orang lain, suka mencari kesalahan orang lain, kehilangan kepercayaan kepada orang lain, “mendiamkan” orang lain.
11
METODE PENELITIAN
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa program studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia yang sedang mengerjakan skripsi. Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Simple Random Sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah bentuk kuesioner atau yang disebut bentuk angket. Alat ukur yang digunakan adalah skala kecerdasan emosi yang dibuat mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Goleman (2000) dan skala stress dalam mengerjakan skripsi yang dibuat mengacu teori yang dikemukakan oleh Hardjana (1994). Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, diuji dengan menggunakan analisis statistik. Metode analisis statistik yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah korelasi product-moment dari Pearson, yang dilakukan dengan program komputer SPSS (Statistical Programme for Social Science) 13 for Windows.
12
HASIL PENELITIAN
a. Uji validitas Uji validitas aitem dilakukan pada skala kecerdasan emosi dan skala stress dalam mengerjakan skripsi. Hasil analisis aitem yang dilakukan pada skala kecerdasan emosi menunjukkan bahwa dari 25 aitem yang dipakai pada proses try out terdapat tiga aitem yang gugur, yaitu aitem nomor 2, 10,16. Diperoleh 22 aitem yang sahih dengan koefisien validitas antara 0,366 – 0,661. Sedangkan uji validitas pada skala stress dalam mengerjakan skripsi menunjukkan bahwa dari 20 aitem yang dipakai pada proses try out terdapat satu butir aitem yang gugur yaitu aitem nomor 1. Diperoleh 19 aitem yang sahih dengan koefisien validitas antara 0,307 – 0,756. b. Uji reliabilitas Koefisien reliabilitas alpha yang diperoleh untuk skala kecerdasan emosi adalah sebesar 0,877. Sedangkan koefisien reliabilitas yang diperoleh untuk skala stres dalam mengerjakan skripsi adalah sebesar 0,931. c. Uji normalitas Dari uji normalitas pada skala kecerdasan emosi Z sebesar 0,990 dan nilai p = 0,281 (p > 0,05). Sedangkan hasil uji normalitas pada skala stress dalam mengerjakan skrispi Z sebesar 0,644 dan nilai p = 0,801 (p > 0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas yang dilakukan dapat dikatakan bahwa skala kecerdasan emosi dan skala stress dalam mengerjakan skripsi memiliki sebaran yang normal.
13
d. Uji linearitas Data penelitian dikatakan memiliki hubungan yang linear jika p < 0,05. Dari hasil analisis data diperoleh F = 4,566 dengan p = 0,039 (p < 0,05). Berdasarkan hasil uji linear tersebut dapat diaktakan bahwa variabel kecerdasan emosi memiliki korelasi yang linear dengan variabel stress dalam mengerjakan skripsi. e. Uji hipotesis Dari hasil analisis data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa koefisien korelasi antara variabel stress dalam mengerjakan skripsi dengan variabel kecerdasan emosi adalah sebesar r = -0,283 dan p = 0,015 (p < 0,05). Hal tersebut berarti bahwa ada hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan stress dalam mengerjakan skripsi. dari uraian tersebut dapat diketahui bahwa hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi stress dalam mengerjakan skripsi, semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah stress dalam mengerjakan skripsi. Sumbangan efektif kecerdasan emosi terhadap stress dalam mengerjakan skripsi adalah sebesar 8 % (0,080). Sebanyak 8 % stress yang dialami mahasiswa dalam mengerjakan skripsi dipengaruhi oleh kecerdasan emosi. Sedangkan sisanya 92 % dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel tersebut.
14
PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk menguji hipotesis tentang adanya hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan stres dalam mengerjakan skripsi pada mahasiswa program studi Psikologi Universitas Islam Indonesia. Setelah melalui beberapa proses pengolahan data, diperoleh hasil yang mendukung hipotesis tersebut. Hasil analisis data yang diperoleh dalam penelitian ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini terbukti melalui nilai koefisien korelasi yang diperoleh (r = -0,283 dan p = 0,015, p < 0,05). Hal tersebut membuktikan bahwa ada hubungan negatif antara kecerdasan emosi dengan stres dalam mengerjakan skripsi. Semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah stres dalam mengerjakan skripsi, tetapi apabila kecerdasan emosi rendah maka semakin tinggi stres dalam mengerjakan skripsi. Hal ini menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan peneliti diterima. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Utama (2000). Salah satu hasil dari diskusi kelompok terarah dalam penelitian itu menyebutkan bahwa kecerdasan emosi merupakan salah satu faktor psikologis yang mempengaruhi proses skripsi. Dari hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa apabila seorang mahasiswa memiliki kecerdasan emosi yang terasah maka dapat membantu kelancaran proses skripsinya. Goleman (1996) menyatakan bahwa kecerdasan emosi mencakup pengendalian diri, semangat dan ketekunan serta kemampuan untuk memotivasi
15
diri sendiri. Dari uraian tersebut dapat kita lihat bahwa kecerdasan emosi memiliki pengaruh terhadap proses skripsi. Hal tersebut berhubungan dengan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri yang sangat penting artinya dalam proses skripsi.
16
KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis dari data yang didapatkan dilapangan, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa adanya hubungan negatif yang signifikan antara kecerdasan emosi dengan stress dalam mengerjakan skripsi. Hal itu berarti semakin tinggi kecerdasan emosi maka semakin rendah stress dalam mengerjakan skripsi, sebaliknya semakin rendah kecerdasan emosi maka semakin tinggi stress dalam mengerjakan skripsi. Dari uraian tersebut menunjukkan bahwa hipotesis penelitian diterima. Sumbangan variabel kecerdasan emosi terhadap stress dalam mengerjakan skripsi adalah sebesar 8 %. Hal tersebut menunjukkan ada faktorfaktor penentu lain yang mempengaruhi stress dalam mengerjakan skripsi selain kecerdasan emosi. SARAN 1. Bagi Subjek Penelitian Dalam usaha meningkatkan kualitas alumni, hendaknya mahasiswa program studi Psikologi yang sedang mengerjakan skripsi dapat lebih berkonsentrasi dalam mengerjakan skrispi. Selain itu perlunya pemahaman yang cukup tentang proses pengerjaan skripsi terutama tentang penelitian yang akan dilakukan. Mahasiswa yang sedang mengerjakan skripsi hendaknya lebih banyak berpikiran positif tentang lingkungan sekitarnya. Diharapkan dengan selalu berpikiran positif, mahasiswa dapat mengontrol emosi-emosi negatif sehingga proses mengerjakan skripsi tidak terhambat oleh stress yang timbul karena emosi-emosi negatif tersebut.
17
2. Bagi Peneliti Selanjutnya Dengan melihat hasil penelitian yang menunjukkan sumbangan kecerdasan emosi terhadap stress dalam mengerjakan skripsi sebesar 8 %, maka disarankan untuk lebih menggali faktor-faktor lain yang mempengaruhi stress dalam mengerjakan skripsi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, A. 2004. Psikologi Umum dan Perkembangan. Jakarta : PT. Mizan Publika. Christian, M. 2005. Jinakkan Stres: Kiat Hidup Bebas Tekanan. Yogyakarta : Nexx Media. Goleman, D. 1996. Kecerdasan Emosional (terjemahan: Hermaya). Jakarta : Garmesia Pustaka Utama. Goleman, D. 1999. Working With Emotional Intelligence. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Goleman, D. 2000. Kecerdasan Emosional Untuk Mencapai Puncak Prestasi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hardjana, A. M. 1994. Stres Tanpa Distres : Seni Mengelola Stres. Yogyakarta : Kanisius. Maharsari, J. N. 2004. Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kendali Emosi pada Remaja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Oktasela, D. 2001. Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Stres Kerja. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Sari, V. Y. 2007. Hubungan Antara Optimisme dengan Problem Focused Coping pada Mahasiswa Pengambil Skripsi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Program Studi Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia. Shapiro, L. 1997. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Jakarta : Buana Printing. Stein, S. J. & Book, H. E. 2000. Ledakan EQ : 15 Prinsip Dasar Kecerdasan Emosinal Meraih Sukses (Terjemahan). Bandung : Kaifa. Utama, J. S. A. 2000. Faktor-faktor Psikologis yang Mempengaruhi Proses Penulisan Skripsi. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.