perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
HUBUNGAN ANTARA SELF-CRITICISM DENGAN DISTRES PADA SISWA SMA NEGERI 3 SURAKARTA
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi
Oleh: Evlijn Pasha Widjast G0105023
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Hurlock (1993) mengungkapkan bahwa masa remaja adalah periode peralihan dimana status individu tidak jelas dan terdapat keraguan akan peran yang harus dilakukan. Status remaja yang tidak jelas selain merugikan juga menguntungkan karena status memberi waktu kepadanya untuk mencoba gaya hidup yang berbeda dan menetukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling sesuai bagi dirinya. Masa remaja berlangsung antara umur 12- 21 tahun, dengan pembagian 12-15 tahun adalah masa remaja awal, 15-18 tahun adalah masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun adalah masa remaja akhir (Haditono, 2002). Remaja berada pada fase yang mengalami banyak masalah, baik menyangkut hubungan dengan dirinya maupun orang lain. Remaja memiliki dorongan yang kuat untuk mengatasi dan mencapai apa yang individu inginkan tetapi individu sering tidak realistis (Notosoedirjo, 1999). Remaja akan sakit hati dan kecewa apabila orang lain mengecewakannya atau kalau ia tidak berhasil mencapai tujuan yang diterapkannya sendiri (Russian dalam Hurlock 1993). Remaja suka membuat teori tentang segala sesuatu yang dihadapi. Pikirannya sudah dapat melampaui waktu dan tempat, tidak hanya terlihat pada hal yang sudah dialami, tetapi juga dapat berpikir mengenai sesuatu yang akan datang karena dapat berpikir secara hipotetis (Suparno, 2001).
commit to user 1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Ginsburg dan Opper (dalam Suparno, 2001) mengemukakan bahwa remaja lebih mengutamakan posibilitas daripada realitas. Realitas menjadi nomor dua, bukan yang utama. Segala kemungkinan yang dapat terjadi dipertimbangkan, meskipun itu tidak berpengaruh dan tidak akan dibuat dalam praktik. Remaja melihat segala kemungkinan dan mempertimbangkan segala macam interpretasi yang dapat diambil. Remaja dapat berpikir efektif karena dapat melihat pemikiran mana yang cocok untuk persoalan yang dihadapi. Ia dapat memikirkan bersama banyak kemungkinan dalam suatu analisis. Remaja kadang egosentris dalam pikirannya karena tekanan pada apa yang dapat dipikirkan, kadang remaja beranggapan bahwa apa yang dipikirkan itu dianggap kenyataan padahal sebenarnya tidak. Remaja terlalu menonjolkan pemikiran sendiri sehingga kadang lupa akan kenyataan yang sesungguhnya. Karakteristik khas remaja yang melatarbelakangi pola-pola perilaku seperti dijelaskan di atas adalah idealis. Remaja memiliki standar idealisme yang individu ciptakan sehingga mengarahkan pada tuntutan-tuntutan terhadap diri sendiri dan lingkungan akan bagaimana seharusnya standar ideal. Piaget (dalam Santrock, J.W, 2003) mengungkapkan bahwa remaja memasuki tahapan pemikiran operasional formal dimana beberapa cirinya adalah pemikiran abstrak, idealistis dan logis. Piaget mengatakan bahwa pemikiran operasional formal baru akan tercapai sepenuhnya di akhir masa remaja, sekitar usia 15-20 tahun. Remaja kerap berpikir mengenai hal-hal yang mungkin terjadi. Pemikiran remaja adalah pemikiran yang penuh dengan idealisme dan kemungkinan-kemungkinan. Anakanak sering berpikir secara konkret, atau berkaitan dengan hal yang nyata dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
terbatas, sedangkan remaja mulai memikirkan secara luas mengenai karakteristik ideal, kualitas yang ingin dimilikinya sendiri atau yang diinginkan ada pada orang lain, berkaitan dengan patokan ideal tersebut. Sepanjang masa remaja, pemikiran seseorang seringkali melayang, berfantasi ke arah kemungkinan-kemungkinan di masa depan. Remaja mungkin saja menjadi tidak sabar dengan patokan ideal yang dimilikinya dan bingung dengan patokan ideal manakah yang akan dipegangnya. Individu memikirkan karakteristik ideal dari diri individu sendiri, orang lain, dan dunia. Idealistik remaja berhubungan dengan standar hidup remaja yang tinggi (VanderZanden, J, et.al, 2007). Pemikiran karakteristik ideal ini, terutama dari diri individu sendiri, dikuatirkan membentuk sikap self-criticism. Blatt dan Zuroff (dalam Sturman, E dan Miriam. M, 2005) menyatakan bahwa self-criticism adalah mengenai kegagalan pencapaian standar personal disertai dengan kebencian pada diri dan perasaan bersalah. Orang-orang dengan sikap self-criticism yang tinggi cenderung menjadi orang yang berorientasi pada pencapaian, kompetitif, dan keras terhadap diri sendiri. Self-criticism adalah reaksi diri pada apa yang dirasa sebagai penampilan yang kurang sempurna, karakter yang kurang sempurna dan perilaku yang kurang sempurna sehingga menekan diri (Rosengren, 2007). Self-criticism atau kritik pada diri sendiri dilakukan orang sebagai bagian dari proses perbincangan dengan diri sendiri. Individu
berbicara kepada diri
sendiri secara terus menerus. Otak selalu aktif dan sebagian besar yang dilakukannya adalah memberitahu individu tentang dirinya sendiri. Perbincangan diri ini tentu saja dilakukan secara diam-diam di dalam pikiran yang paling
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
pribadi. Kata-kata dari dalam diri sendiri, seperti kata-kata yang keluar dari mulut orang lain, juga dapat berefek dramatis kepada diri individu. Banyak orang menyusahkan diri sendiri dengan berkata kasar dan tidak menyenangkan. Perbincangan diri ini, untuk sebagian besar orang, berisi pemberitahuan terhadap diri sendiri mengenai apa-apa saja yang salah dengan diri individu (Lazarus dan Lazarus, 2005). Self-criticism muncul dari sikap evaluasi diri seseorang. Evaluasi diri seringkali dilakukan seseorang dalam setiap kesempatan. Constantines dan Michelle luke (dalam Chang, E, 2007) membedakan antara dua motif evaluasi diri, yaitu Self-enhancement dan self-assessment. Motif Self-enhancement menggerakkan pikiran dan tingkah laku dalam tugas memelihara,
melindungi
atau
meningkatkan
kepositifan
konsep
diri.
Kebalikannya, motif self-assessment menggerakkan pikiran dan tingkah laku ke arah pemeliharaan, perlindungan dan peningkatan keakuratan konsep diri. Kedua motif ini mempunyai pengaruh yang bersifat memaksa yang seringnya berlawanan pada proses informasi yang berkenaan dengan diri. Dua motif ini diaktivasi dan bersaing pada proses seleksi dari informasi. Self-enhancement adalah kecenderungan untuk fokus dan menekankan aspek-aspek positif dari konsep diri seseorang (misalnya sifat, kemampuan dan cita-cita), kehidupan seseorang (misalnya kemungkinan terjadinya peristiwaperistiwa yang diinginkan, kapasitas untuk mengendalikan kejadian-kejadian macam itu) atau informasi yang berkenaan dengan diri yang baru masuk (misal umpan balik). Salah satu produk dari self-assessment adalah self-criticism. Orang akan mempertanyakan maksud individu ketika memilih keakuratan daripada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
kepositifan informasi atau pengetahuan diri. Individu melampaui informasi yang diberikan dan ikut serta dalam pencarian autobiografis yang dalam dan obyektif, juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit mengenai orang macam apa individu sebenarnya dan berakhir dengan mengkritik diri individu sendiri. Selfassessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism
terhadap ciri
kepribadian, tingkah laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan
atau cita-cita
seseorang. Kitayama, S dan Yukiko. U (2003) menyatakan bahwa penelitian mengindikasikan bahwa orang-orang dari beberapa budaya negara Asia sering mengevaluasi diri individu secara negatif. Gilbert,P dan Miles (dalam Mills, A et al, 2007) menemukan bahwa ketika orang ditanyai mengenai bagaimana individu merespon jika individu menerima kritikan, individu dapat menyalahkan diri sendiri dan atau menyalahkan orang lain. Festinger (dalam Santor, A.D dan Aimée.A.Y, 2006) mengemukakan bahwa menurut teori perbandingan sosial (social comparison theory), individu memiliki dorongan dalam dirinya untuk mengevaluasi diri, terutama jika performa individu bermasalah. Evaluasi diri dapat berfungsi besar dalam kehidupan individu, berdasarkan pendapat bahwa kecakapan yang berkembang untuk pembentukan peranan sosial sering didapatkan dari evaluasi diri. Pemakaian evaluasi diri merupakan bentuk hubungan diri dengan diri sendiri. Orang dapat menjadi kritis dengan diri sendiri untuk mencoba mengkoreksi perilaku individu, atau karena individu memiliki sesuatu yang tidak disukai atau dibenci dari diri sendiri. Respon alternatif untuk kegagalan dapat berupa dukungan pada diri atau penentraman diri, berfokus pada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
kelebihan seseorang dan koping yang aktif, walaupun sikap menyerang diri sendiri teraktivasi ketika orang merasa bahwa individu telah gagal dalam tugastugas penting, atau jika sesuatu tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Respon lain terhadap diri adalah orang dapat menjadi hangat dan menentramkan diri sendiri. Orang yang mengkritik dan menyerang diri sendiri ketika sesuatu tidak berjalan seperti apa yang diinginkannya, mungkin memiliki kemampuan yang kurang baik untuk menenangkan diri individu sendiri atau berfokus pada kelebihan-kelebihannya (Gilbert,P et al, 2004). Kritik terhadap diri sendiri atau Self-criticism menyebabkan ketertekanan dalam diri individu, khususnya remaja dengan karakteristik idealis yang dimilikinya. Remaja menetapkan standar ideal untuk dirinya sendiri. Standar ideal ini dimiliki oleh remaja dalam keberadaannya dalam lingkungan. Remaja memiliki patokan kualitas ideal untuk dimilikinya sendiri. Patokan kualitas ideal ini memungkinkan remaja untuk memiliki pemikiran yang penuh dengan alternatif-alternatif perilaku yang memungkinkan individu meraih kualitas ideal yang individu inginkan. Kualitas ideal yang dimiliki oleh remaja seringkali tidak melihat batasan kemampuannya sendiri sehingga tentunya kualitas ini tidak selalu dapat tercapai. Keadaan ini membuat remaja selalu berusaha untuk memperbaiki performanya dengan melakukan evaluasi diri yang dapat mengarahkannya pada sikap self-criticism. Menurut Gilbert,P & Procter, S (2006), beberapa orang yang memiliki self-criticism sering melaporkan merasa enggan untuk melepaskan sikap self-criticism individu karena ketakutan akan meleset dari standar individu dan bahwa individu mungkin menjadi egois atau sombong, atau bahwa itu merupakan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
perubahan identitas diri. Keadaan ini memungkinkan remaja bereaksi negatif terhadap stres atau mengalami distres. Kiecolt-Glaser (1994) mengungkapkan bahwa reaksi terhadap stres atau distres berbeda-beda ditinjau pada suatu kontinum. Reaksi subyektif seseorang terhadap stres mungkin lebih berpengaruh terhadap akibat-akibat psikologis (Yip, T et al, 2008). Penelitian akan distres menemukan bahwa individu-individu yang lebih tua akan kelihatan kurang reaktif terhadap stres karena individu telah membangun strategi-strategi koping yang lebih baik seiring berjalannya waktu (Almeida dan Horn dalam Yip, T et al, 2008). Orang-orang melakukan usaha yang terbaik yang dapat individu lakukan untuk mengatur situasi-situasi, memorimemori, dan emosi-emosi yang menyakitkan (Gilbert,P & Procter, S, 2006). Santor (dalam Sturman, E dan Miriam. M, 2005) menyebutkan bahwa orang dengan self-criticism memiliki kebutuhan akan kebanggaan dan status, apabila strategi-strategi perilaku yang bertujuan untuk pengaturan status gagal maka orang yang memiliki self-criticism menjadi tertekan. Gilbert,P dan Irons (dalam Irons et al, 2006) mengemukakan bahwa hubungan seseorang dengan diri sendiri beroperasi melalui sistem-sistem psikologis yang sama dengan yang individu gunakan untuk berhubungan dengan orang lain. Seseorang dapat menjadi kritis dan bermusuhan dengan diri sendiri kemudian merasa tertekan dan terkalahkan. Individu akan tertekan dan mengalami distres ketika menyerang diri sendiri dengan kritikan. Gilbert,P dan Procter.S (2006) mengemukakan bahwa orang yang memiliki sifat self-criticism, beresiko tinggi untuk mengalami distres ketika
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
menghadapi suatu kejadian yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Orang yang memiliki suara internal yang melekat dengan baik, menerima serangan katakata yang terus menerus berupa kritikan dan tidak ada yang luput dari penilaian kritik internal. Kritik tersebut seringkali menyamar sebagai “kecaman yang membangun”. Orang seringkali terlalu menfokuskan diri pada perbaikan akan sesuatu sehingga pada akhirnya individu takut untuk mengambil langkah yang dibutuhkan untuk perbaikan tersebut. Orang seringkali meyakinkan diri bahwa memperhatikan
tindakan
dengan
terus-menerus
memeriksa
kekurangan-
kekurangan diri, akan membuat diri bertambuh dan maju, tetapi ketika melihat lebih dalam lagi, individu sering menemukan kebiasaan berbahaya yang hanya bermanfaat untuk membatasi potensi individu daripada mengembangkannya. Hal yang membuat fokus pada sesuatu yang membuat individu kecewa adalah selfcriticism yang bersifat destruktif yang seringkali menyamar sebagai kesadaran diri. Kesadaran diri adalah tentang memeriksa kenyataan-kenyataan yang ada dan mencari cara-cara untuk bertumbuh secara positif. Self-criticism dapat membuat diri tertekan dengan putaran pikiran-pikiran negatif yang tidak ada akhirnya (Rosengren, 2007). Uraian di atas mengungkapkan adanya keterkaitan antara self-criticism dengan distres. Individu yang memiliki self-criticism dapat menjadi sangat kritis dan bermusuhan dengan dirinya sendiri sehingga mengalami distres. SMA Negeri 3 Surakarta merupakan salah satu sekolah favorit di kota Surakarta, dimana para siswa di sana memiliki kompetensi tinggi untuk menjadi yang terbaik. Kompetensi yang dimiliki mengarahkan siswa untuk terus mengevaluasi diri nya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
sehingga mencapai prestasi yang terbaik yang diharapkannya. Evaluasi diri ini dapat mengarahkan pada self-criticism sehingga dimungkinkan terjadinya distres pada siswa. Bapak Drs. Sutarto, guru pembimbing mata pelajaran Bimbingan Karir kelas XI-IPA 5, XI-IPA 6 dan XI-IPA 7 yang sebelumnya menjabat sebagai koordinator Bimbingan Karir SMA Negeri 3 Surakarta, mengungkapkan bahwa siswa-siswi SMA Negeri 3 Surakarta memang unggul dalam mengejar prestasi dan berusaha untuk memberikan yang terbaik dalam setiap aktivitas belajar yang individu lakukan. Siswa-siswi SMA terus-menerus berkompetisi untuk menjadi yang terbaik diantara sesamanya dan menjadi unggul dibidangnya. Usaha kompetisi untuk menjadi lebih unggul mengandung usaha evaluasi diri sehingga dimungkinkan untuk mengarahkan pada sikap self-criticism yang dapat mengakibatkan distres. Berdasarkan keterangan yang sama dari Bapak Suyono kemudian juga didapatkan keterangan bahwa penelitian tentang distres belum ada di SMA Negeri 3 Surakarta. Oleh karena itu, peneliti bermaksud untuk meneliti mengenai hubungan antara self-criticism dengan distres pada siswa SMA negeri 3 Surakarta.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas maka dirumuskan masalah penelitian ini adalah “apakah ada hubungan antara self-criticism dengan distres pada siswa SMA negeri 3 Surakarta?”
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara selfcriticism dengan distres pada siswa SMA negeri 3 Surakarta.
2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi berkaitan dengan hubungan antara self-criticism dengan distres khususnya bidang pikologi sosial serta psikologi klinis. b. Manfaat Praktis 1) Bagi subyek penelitian, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai self-criticism dan distres sehingga mendorong timbulnya pola pikir yang sehat yang dapat membuka pintu menuju perkembangan, perbaikan dan pemahaman diri yang lebih baik. 2) Bagi para pendidik yang menangani permasalahan remaja, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai self-criticism dan distres sehingga memberikan proses pembelajaran yang mengarahkan pada self-criticism secara positif. 3) Bagi orangtua, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang self-criticism dan dampaknya bagi kesehatan mental anak sehingga dapat memberikan pengarahan self-criticism secara positif.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
4) Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan informasi yang berkaitan
dengan hubungan antara self-criticism dan distres yang dapat
menunjang bagi penelitian selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II LANDASAN TEORI
A.
Distres
1. Pengertian Distres. Istilah distres muncul dari pembahasan tentang stres, dimana stres yang timbul dalam kehidupan individu dapat menimbulkan respon yang berbeda untuk setiap individu. Distres merupakan respon stres negatif. Stres diartikan sebagai segala sesuatu yang mengganggu seseorang untuk beradaptasi atau mengatasi suatu masalah (LazarusdanLazarus, 2005). Stres adalah suatu kekuatan yang memaksa seseorang untuk berubah, bertumbuh, berjuang, beradaptasi atau mendapatkan keuntungan (Swarth, 2004). Stres adalah keadaan atau kondisi yang tercipta bila transaksi orang yang mengalami stres dan hal yang dianggap mendatangkan stres membuat orang yang bersangkutan melihat ketidaksepadanan, entah nyata atau tidak nyata, antara keadaan atau kondisi dan sistem sumber daya biologis, psikologis dan sosial yang ada padanya (Hardjana,1994). Sarafino, E (1990) menyatakan dalam bentuk yang paling sederhana, ada stres yang baik dan ada stres yang jahat. Stres yang jahat secara umum melibatkan komponen emosi negatif yang kuat. Rice (1999) menyebut distres sebagai stres yang jahat, sementara stres yang baik adalah eustres. Menurut Selye (dalam Sarafino, E, 1990) stres yang berbahaya dan bersifat merusak disebut distres, sedangkan stres yang menguntungkan atau berguna disebut eustres. Tidak semua bentuk stres mempunyai konotasi negatif. Individu yang sanggup menghadapi
commit to user 12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
tuntutan beban atasnya dengan baik tanpa ada keluhan baik fisik maupun mental serta merasa senang, maka ia dikatakan mengalami eustres. Stres yang optimal, berperan dan berdampak positif serta konstruktif bagi seseorang. Stres yang baik disebut eustres. Sebaliknya stres yang merugikan dan merusak atau stres destruktif disebut distres. Distres adalah dampak negatif stres yang tidak hanya mengenai gangguan fungsional hingga kelainan organ tubuh tetapi juga berdampak pada bidang kejiwaan, yang merupakan respon tubuh yang sifatnya non spesifik terhadap setiap tuntutan beban atasnya (Hawari, D, 2001). McCubbin dan Patterson (dalam Rice, 1999) menyebut distres sebagai kekacauan atau ketidakmampuan dalam pemecahan-pemecahan masalah untuk mengelola stres. Distres (dalam Kiecot-Glaser, J.K, 1994) disebut sebagai reaksi terhadap stres yang diduga berkorelasi secara psikologis dengan pengaruh yang kuat dari stresor. Reaksi-reaksi terhadap stresor dapat bervariasi dalam sikap yang kompleks diantara individu. Kejadian-kejadian kuat yang mengakibatkan stres akan mempercepat reaksi distres jangka panjang. Collins dan Frankenhaeuser (dalam Sarafino, E, 1990) mengatakan bahwa pola dari dampak fisiologis dalam keadaan stres tergantung pada 2 faktor yaitu effort dan distres. Effort melibatkan minat, usaha keras dan kebulatan tekad dari seseorang. Distres melibatkan kecemasan, ketidakpastian, kebosanan, dan ketidakpuasan. Distres tanpa atau dengan effort lebih mungkin bersifat merusak daripada effort tanpa distres. Distres adalah manifestasi langsung dari usaha yang harus dikerahkan seseorang untuk menjaga homeostatis psikososial dan fungsi sosial seseorang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
ketika berhadapan dengan stres hidup yang membebani (Kates dalam Terluin B et al, 2006). Distres didefinisikan sebagai pengalaman multifaktorial yang tidak menyenangkan dari sifat emosi, psikologis, sosial atau spiritual yang mengganggu kemampuan koping (Holand dalam Graves, K et al, 2007). Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa distres adalah reaksi negatif dan merusak dari stres akibat ketidakmampuan dalam pemecahan masalah untuk mengelola stres, yang tidak hanya mengenai gangguan fungsional hingga kelainan organ tubuh tetapi juga berdampak pada kejiwaan, yang berkorelasi secara psikologis dengan pengaruh yang kuat dari stresor.
2. Aspek dan Ciri-Ciri Distres. a) Aspek Distres Smith, Ellen dan Jeanne S (www.helguide.org) menulis bahwa aspekaspek dari distres terdiri dari aspek kognitif, aspek emosi, aspek fisik dan aspek behavioural. Aspek kognitif adalah masalah-masalah ingatan, keragu-raguan, ketidakmampuan untuk berkonsentrasi, sulit berpikiran jernih, penilaian yang buruk, melihat hanya hal-hal yang negatif, khawatir, kecemasan yang berkelanjutan, kehilangan objektivitas, mengantipasi rasa takut . Aspek emosi adalah
kemurungan,
agitasi,
gelisah,
lekas
marah,
ketidaksabaran,
ketidakmampuan untuk rileks, merasa tegang dan merasa di ujung tanduk, merasa kewalahan, merasa kesepian dan isolasi, depresi atau ketidakbahagiaan. Aspek fisik adalah sakit kepala atau sakit punggung, ketegangan atau kekakuan otot, diare atau konstipasi, mual, rasa pusing, insomnia, nyeri pada dada, detak jantung
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 15
yang cepat, kehilangan berat badan atau berat badan naik, kulit berjerawat, sering flu . Aspek behavioural adalah makan berlebihan atau kurang makan, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, mengisolasi diri dari orang lain, penundaan atau mengabaikan tanggung jawab, menggunakan alkohol, rokok, atau obat-obatan untuk bersantai, kebiasaan gugup (misalnya, menggigit kuku, mondar-mandir), Teeth grinding atau mengepalkan rahang, aktivitas berlebihan (misalnya, berolahraga, belanja), reaksi berlebihan pada masalah tak terduga dan berkelahi dengan orang lain. Mayo Clinic (www.nlm.nih.gov/medlineplus/stress) mencatat bahwa distres dapat dilihat pada tubuh, perasaan dan perilaku. Distres dapat dilihat pada tubuh yaitu sakit kepala, sakit punggung, nyeri dada, penyakit jantung, jantung berdebar-debar, tekanan darah tinggi, penurunan kekebalan, sakit perut dan masalah tidur. Distres dapat dilihat pada perasaan yaitu
anxietas, gelisah,
khawatir, mudah tersinggung, depresi, kesedihan, kemarahan, merasa tidak aman, kurang fokus, kelelahan dan pelupa. Distres dapat dilihat pada perilaku yaitu makan berlebihan atau kurang makan, ledakan kemarahan, penyalahgunaan obat atau alcohol, peningkatan konsumsi rokok,
penarikan diri dari dunia sosial,
menangis dan konflik dalam hubungan. Hardjana (1994) mengungkapkan bahwa distres terdiri dari 4 aspek yaitu fisik, emosi, intelektual dan interpersonal. Aspek fisik adalah mengenai sakit kepala, tidur tidak teratur, sakit punggung, gatal-gatal pada kulit, urat tegang ter utama bagian leher dan bahu, gangguan pencernaan, kelewat berkeringat, selera makan berubah dan lelah atau kehilangan daya energi. Aspek emosi berupa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
gelisah, sedih, depresi, mood, berubah-ubah, gugup, mudah tersinggung dan emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental. Aspek intelektual berupa susah ber konsentrasi, sulit, membuat keputusan, mudah terlupa, pikiran kacau, pikiran di penuhi oleh satu, pikiran saja, kehilangan rasa humor yang sehat, mutu kerja rendah, dalam kerja dan membuat kekeliruan lebih banyak. Aspek interpersonal berupa kehilangan kepercayaan kepada orang lain, mengacuhkan orang lain dan mengambil sikap terlalu membentengi diri. b) Ciri-ciri Distres Karakteristik dari distres menurut Kates (dalam Terluin B et al, 2006) adalah kekhawatiran (worry), sifat lekas marah (irritability), ketegangan (tension), lesu (listleness), konsentrasi yang kurang baik (poor concentration), masalahmasalah tidur (sleeping problems) dan demoralisasi (demoralization). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas disimpulkan bahwa aspek-aspek distres meliputi aspek fisik , aspek emosi, aspek intelektual dan aspek interpersonal. Ciri-ciri distres meliputi kekhawatiran, sifat emosional, gangguan pada konsentrasi dan masalah moral. Penelitian ini akan menggunakan aspek-aspek distres yang diungkapkan oleh Hardjana (1994) yaitu aspek fisik, aspek emosi, aspek intelektual dan aspek interpersonal.
3. Sumber Distres Sumber-sumber
distres
menurut
Smith,
Ellen
dan
Jeanne
S
(www.helguide.org) dibagi menjadi dua sumber yaitu sumber eksternal dan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
sumber internal. Sumber-sumber distres eksternal yaitu perubahan hidup, pekerjaan, hubungan kesulitan, masalah keuangan, kesibukan, anak-anak dan keluarga. Sumber-sumber distres internal yaitu ketidakmampuan untuk menerima ketidakpastian, pesimisme, pembicaraan intrapersonal yang negatif, harapan yang tidak realistis, perfeksionisme, kurangnya ketegasan. Menurut Tatik.Wardhani dalam intisari-online (www.intisari-online.com), daya tahan seseorang terhadap stres merupakan salah satu sumber yang menentukan seseorang mengalami distres. Johana dalam All About Stress (All-About-Stress.com) menyebutkan bahwa pola piker dan emosi seseorang terhadap ancaman fisik atau psikologis yang dihadapinya menjadi sumber terbentuknya distres. Berdasarkan pendapat diatas, distres bersumber dari dua sumber yaitu sumber eksternal yang berasal dari luar diri individu dan sumber internal yang berasal dari diri individu sendiri.
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Distres Graves, K et al (2007) menyatakan bahwa distres adalah multifaktorial. Banyak segi dalam kehidupan seseorang berperan untuk membuat individu mengalami distres, termasuk diantaranya: a) Simptom-simptom psikis, keparahan penyakit yang mungkin dialami, perawatan yang berkaitan dengannya b) Tingkatan aktivitas fisik atau status penampilan c) Dukungan sosial dan faktor-faktor psikologis seperti optimisme d) Jenis koping
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
e) Depresi yang dialami Stres yang datang dapat menjadi eustres atau distres, dipengaruhi oleh penilaian dan daya tahan seseorang terhadap hal, peristiwa, orang, dan keadaan yang potensial atau netral kandungan daya stresnya (Hardjana, 1994). Sarafino, E (1994) mengungkapkan bahwa penilaian seseorang tentang hal, peristiwa, orang atau keadaan dipengaruhi oleh dua faktor pokok: a) Pribadi Faktor pribadi meliputi unsur intelektual, motivasi dan kepribadian. Unsur intelektual berkaitan dengan sistem berpikir. Unsur motivasi berkaitan dengan ancaman terhadap cita-cita hidup yang ditimbulkan oleh hal, peristiwa, orang atau keadaan tersebut. b) Situasi Faktor situasi dapat tampil dalam beberapa bentuk. Bentuk pertama, bila terdapat kandungan tuntutan berat dan mendesak. Bentuk kedua, bila hal itu berhubungan dengan perubahan hidup. Bentuk ketiga, bila ada ketidakjelasan (ambiguity) dalam situasi. Bentuk keempat, berhubungan dengan tingkat diinginkannya (desirability) suatu hal. Bentuk kelima, berhubungan dengan kemampuan orang untuk mengendalikan (controllability) hal tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi distres dipengaruhi oleh penilaian dan daya tahan seseorang terhadap hal, peristiwa, orang, dan keadaan yang potensial atau netral kandungan daya stresnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
B.
Self-Criticism
1. Pengertian Self-Criticism Rosengren, C (2007) mengungkapkan self-criticism sebagai suatu cara melihat diri sendiri, menemukan kekurangan dalam diri dan menguatkan pesan bahwa diri sendiri tidak cukup baik. Self-Criticism menekan diri pada kesalahan apa yang telah diperbuat, apa yang seharusnya dilakukan dengan lebih baik, apa yang perlu dilakukan dengan cara yang berbeda lain kali, merasa frustasi terhadap diri sendiri dan perasaan bahwa diri tidak cukup baik. Self-criticism adalah suatu kritik internal dalam keadaan tidak realistik dan individu akan memiliki pemikiran berbeda ketika kritikan tersebut tentang orang lain. Dick olney (dalam Rosengren, C, 2007) mengatakan bahwa self-criticism adalah kebencian pada diri sendiri, dan akan selalu menyerang diri sendiri tanpa pengecualian. Self-criticism adalah kecenderungan untuk memusatkan perhatian dan menekankan pada aspek-aspek negatif dari konsep diri seseorang, kehidupan seseorang atau umpan balik yang negatif (Chang, E, 2007). Self-criticism
adalah
bentuk
maladaptif
dari
self-definition
yang
dikarakterisasikan dengan self-regulation yang disertai oleh rasa bersalah dan ketakutan akan celaan. Self-criticism membuat cara adaptasi individu menjadi buruk. Orang yang memiliki self-criticism akan lebih mungkin memulai dan mengatur pengejaran tujuan berdasarkan kemungkinan rasa bersalah dan harga diri daripada minat dan makna personal. Orang yang memiliki self-criticism mungkin menjadi lebih fokus menghindari kegagalan dan mencegah kehilangan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
persetujuan daripada pengejaran tujuan yang efektif (Shahar, dalam Powers, T., Richard.K dan David Z 2007). Individu yang mengkritik diri sendiri dicirikan dengan perasaan tidak berguna, inferior dan sikap mencermati diri sendiri dengan keras. Seseorang dipercaya memiliki ketakutan kronis terhadap ketidaksetujuan dan kritikan dari orang lain bersama dengan ketakutan akan kehilangan persetujuan atau penerimaan dari orang lain yang berarti baginya (Blatt dan Schichman, dalam Santor, A.D dan Aimée.A.Y, 2006). Self-Criticism dapat mempengaruhi sikap individu dalam merespon kejadian-kejadian yang mengancam harga diri. Individu yang mengkritik diri sendiri mungkin akan berusaha untuk melindungi diri sendiri ketika harga diri seseorang terancam dengan membalas dendam kepada teman-teman atau pasangan (Santor dan Zuroff, dalam Santor, A.D dan Aimée.A.Y, 2006). Whelton dan Greenberg (dalam Gilbert, P dan
Procter, S, 2006)
mengemukakan bahwa self-criticism dapat dilihat sebagai bentuk gangguan diri internal (internal self-harrasment), yang dapat secara tetap menstimulasi penjagaan terhadap kepatuhan (submissive), cemas dan depresi, terutama jika orang
tidak
dapat
membela
dirinya
terhadapnya.
Self-criticism
adalah
menunjukkan sesuatu yang kritis atau penting dalam kepercayaan, pemikiran, gerakan, perilaku atau hasil-hasil seseorang. Self-Criticism dapat membentuk bagian dari privasi, pemikiran personal atau diskusi kelompok. Self-criticism adalah elemen penting dari pemikiran kritis. (www.wikipedia.com).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
Self-criticism menunjuk pada salah satu isi dari “hati nurani” atau superego yaitu penilikan diri atau kritikan diri (Mappiare, 2006). Sedangkan menurut VandenBos G.R (2007), self-criticism adalah pemeriksaan dan evaluasi dari perilaku seseorang dengan pengenalan akan kelemahan-kelemahan, kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan. Dari berbagai uraian di atas maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa self-criticism adalah bentuk gangguan diri internal yang berupa pemeriksaan dan evaluasi dari perilaku seseorang dengan pengenalan akan kelemahan, kesalahan, kekurangan diri sendiri yang disertai rasa bersalah dan ketakutan akan celaan.
2. Sumber-Sumber Self-Criticism Menurut Andrew (dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006) sumber-sumber self-criticism yaitu a) Modelling. Modelling adalah memperlakukan diri sendiri seperti yang diperlakukan orang lain pada dirinya. b) Strategi atau perilaku aman dengan orang lain yang bersikap bermusuhan. c) Rasa malu. d) Ketidakmampuan untuk menenteramkan diri. e) Ketidakmampuan untuk menghibur diri ketika berada dalam ancaman. f) Ketidakmampuan untuk memproses kemarahan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
g) Kekurangan skema internal orang lain sebagai orang yang aman dan suportif dan atau sebagai respon ketakutan-kemarahan atau frustrasi yang bertindak sebagai peringatan dalam menghadapi ancaman. Menurut Gilbert (Gilbert, P et al, 2004), self-criticism dapat timbul dari usaha-usaha untuk memperbaiki diri sendiri dan mencegah kesalahan, keluar dari frustasi, atau dari kebencian pada diri. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa self-criticism berasal dari beberapa hal yaitu modelling, perilaku aman, rasa malu, usaha memperbaiki diri, ketidakmampuan untuk menentramkan diri dan ktidakmampuan untuk memproses kemarahan.
3. Aspek-Aspek Self-Criticism Menurut Gilbert, P et al (2004) terdapat 2 aspek untuk mengukur selfcriticism yaitu a) Inadequate Self Inadequate Self mencakup perasaan dalam diri individu yang tertekan secara internal dan menimbulkan perasaan inadequate (merasa tidak mampu) oleh kegagalan dan kemunduran yang dialami individu. Inadequate Self berfokus pada perasaan ketidakcakapan individu dan perasaan individu bahwa ia telah terkalahkan. Inadequate Self juga melingkupi perasaan bahwa individu merasa pantas untuk dikritik dan pemikiran bahwa individu mengingat dan larut dalam kegagalan yang dialami.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
b) Hated Self Hated Self merangkum respon yang lebih destruktif dan berdasarkan kemuakan diri pada kemunduran yang dialami dikarakteristikkan oleh ketidaksukaan pada diri (self-dislike) dan hasrat agresif atau sadistis atau penyiksaan (persecution) kepada diri sendiri. Hated Self Berfokus pada rasa kemarahan pada diri atau self-hatred. Cox et al (2004) mengungkapkan bahwa aspek dari self-criticism yaitu self-blame yaitu merupakan salah satu penilaian negatif kognitif, feelings of worthlesness and guilt, Perceived personal weakness dan Perasaan bahwa telah gagal untuk berbuat sesuai dengan harapan semula. Thompson dan Zuroff (dalam Gilbert, P et al, 2004) mengukur selfcriticism dalam dua aspek, yaitu a) Comparative Self-Criticism (Com S.C) Adalah pandangan negatif dari diri dalam perbandingannya dengan orang lain. Comparative Self-criticism merefleksikan kepedulian akan keadaan sosial. Item-item dalam Comparative Self-criticism termasuk ketidaknyamanan dalam situasi sosial dimana individu tidak sepenuhnya mengetahui apa yang akan terjadi dan ketakutan akan kehilangan penghargaan dari orang lain apabila seseorang terlalu mengetahui diri individu yang bersangkutan. b) Internalized Self-criticism (Int.S.C) Adalah pandangan negatif dari diri dalam perbandingannya dengan standar diri internal. Item-item dalam Internalized Self-criticism meliputi perasaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
kesedihan mendalam ketika mengalami kegagalan dan perasaan keraguan akan nilai diri ketika mengalami kegagalan. Aspek self-criticism yang akan peneliti gunakan adalah aspek-aspek yang dikemukakan oleh Gilbert, P et al (2004) yaitu Inadequate Self dan Hated Self.
4. Konsep Self-Criticism Beck (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa kognisi, emosi dan elemen-elemen pondasi psikologis dapat dihubungkan dalam modes (cara-cara). Aktivasinya seiring dengan berjalannya waktu , mempengaruhi kemunculan tipetipe tertentu dari skema diri yang lain sebagai kompetensi kognitif yang beragam untuk hubungan diri dengan yang lain (misalnya kesadaran diri dan teori-teori tentang pikiran) dan berkembang dengan kematangan. Gilbert, P (2005) menghubungkan self-criticism ke dalam
bentuk
hubungan self-to-self internal yang berakar pada system-sistem penyusun hal-hal yang berhubungan dengan sosial yang disebut teori mentalitas sosial. Gilbert (dalam Gilbert, P et al, 2006) mengungkapkan bahwa elemen yang lebih jauh dari skema-skema diri yang lain , berhubungan dengan evolusi dari sistem pembentukan peran dan ditentukan secara sosial. Sistem pembentukan peran mengarah pada mentalitas sosial. Mentalitas sosial membimbing orang untuk menciptakan tipe-tipe tertentu dari peran-peran dengan orang lain (contoh: kelekatan anak, perlindungan orangtua, pertemanan, persekutuan atau hubungan seksual), membimbingnya dalam interpretasi terhadap peran sosial orang lain yang dicoba atau dicari untuk diperankan pada dirinya (misal orang lain berlaku
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
peduli, seksual, ramah atau kompetitif terhadap dirinya) dan juga membimbing respon-respon afektif dan behavioral (contoh: jika orang lain ramah maka respon yang timbul adalah mendekati dan berlaku ramah juga, jika orang lain bersikap bermusuhan maka respon yang timbul adalah menyerang atau menghindari). Orang dapat mengatasi kegagalannya dengan lebih baik jika dirinya memiliki akses kepada skema suportif untuk dirinya sendiri dan atau orang lain. Tingkatan dimana orang dapat mengakses kehangatan dan dukungan, atau menghukum diri dan kritis pada diri, skema hubungan orang lain ke diri sendiri dan diri ke diri sendiri dan ingatan-ingatan memiliki sikap pokok pada respon emosi dan sosial terhadap kejadian-kejadian yang ada. Sistem-sistem internal manusia berguna untuk merespon isyarat-isyarat sosial eksternal (contohnya perasaan relaks dan suportif terhadap isyarat-isyarat sosial yang positif, atau takut, malu dan patuh terhadap isyarat-isyarat ancaman dari orang lain yang sangat kuat) terkait dengan mentalitas sosial sehingga dapat juga menjadi pola, dengan prosedur implicit untuk memproses dan merespon sinyal-sinyal internal. Baldwin (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa skema-skema interpersonal (diri dalam hubungannya dengan orang lain) membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan internal diri berikutnya. Constantines dan Michelle luke (dalam Chang, E, 2007) membedakan antara dua motif evaluasi diri, yaitu Self-enhancement dan self-assessment. Motif Self-enhancement menggerakkan pikiran dan tingkah laku dalam tugas memelihara,
melindungi
atau
meningkatkan
commit to user
kepositifan
konsep
diri.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
Kebalikannya, motif self-assessment menggerakkan pikiran dan tingkah laku ke arah pemeliharaan, perlindungan dan peningkatan keakuratan konsep diri. Kedua motif ini mempunyai pengaruh yang bersifat memaksa yang seringnya berlawanan pada proses informasi yang berkenaan dengan diri. Dua motif ini diaktivasi dan bersaing
pada
proses
seleksi
dari
informasi.
Self-enhancement
adalah
kecenderungan untuk fokus dan menekankan aspek-aspek positif dari konsep diri seseorang (misalnya sifat, kemampuan dan cita-cita), kehidupan seseorang (misalnya kemungkinan terjadinya peristiwa-peristiwa yang diinginkan, kapasitas untuk mengendalikan kejadian-kejadian macam itu) atau informasi yang berkenaan dengan diri yang baru masuk (misal umpan balik). Salah satu produk dari self-assessment adalah self-criticism. Orang akan mempertanyakan maksud dirinya ketika memilih keakuratan daripada kepositifan informasi atau pengetahuan diri. Individu melampaui informasi yang diberikan dan ikut serta dalam pencarian autobiografis yang dalam dan obyektif, juga mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sulit mengenai orang macam apa individu sebenarnya dan berakhir dengan mengkritik diri individu sendiri. Self-assessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan atau cita-cita seseorang. Ketika individu menyerang dan mengkritik diri sendiri, kemungkinan mengaktivasi beberapa cara otak yang sama dengan ketika individu melakukannya pada orang lain. Greenberg, Elliot dan Foerster (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa depresi lebih mungkin pada individu yang tidak dapat membela diri individu sendiri dari sikap menyerang diri individu, kemudian
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
individu merasa kalah dan ditaklukkan oleh sikap tersebut dan secara patuh menerima self-criticism. Whelton dan Greenberg (dalam Gilbert, P et al, 2006) menemukan bahwa orang dengan self-criticism yang tinggi sering tunduk pada self-criticism individu sendiri, dan tidak dapat meniadakan sikap individu yang menyerang diri individu sendiri. Blatt dan Homann (dalam Irons et al, 2006) mencatat bahwa self-criticism berkembang dari kecemasan-kecemasan akan kehilangan persetujuan orangtua yang bersikap kasar, memiliki sifat menghukum, yang juga kekurangan kehangatan emosi. Koestner, Zuroff dan Powers (dalam Irons et al, 2006) menemukan bahwa anak yang memiliki orangtua yang bersikap membatasi dan menolak secara berlebihan lebih mungkin untuk menjadi pribadi yang mengkritik diri sendiri. Baldwin (dalam Gilbert, P et al, 2006) berpendapat bahwa pengalamanpengalaman dalam hubungan-hubungan, memberikan skema interpersonal yang menjadi sumber hubungan dengan diri sendiri (self-relating) yang adalah bahwa individu mungkin berpikir tentang diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri dengan cara yang dilakukan orang lain padanya. Hermans, H dan Dimaggio, G (2004) mengatakan bahwa self-criticism tidak hanya berisi kumpulan dari kepercayaan dan pemikiran yang dipegang mengenai diri atau diarahkan pada diri dalam bentuk tuntutan-tuntutan
dan
peringatan-peringatan. Hal yang terinternalisasi dalam self-criticism lebih dari sekedar kandungan kognisi negatif , tetapi juga nada emosi yang mengikutinya ,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
cemoohan dan penolakan yang adalah kecenderungan aksi dari emosi-emosi seperti kebencian dan kemuakan. Greenberg (dalam Gilbert.P, 2004) yang pertama menyatakan dengan jelas bahwa ketidakmampuan untuk membela diri dan merasa terkalahkan oleh self-criticismnya,yang terkandung di dalam self-criticism adalah suatu hal yang penting dalam respon afeksi. Beberapa kasus menunjukkan seperti ada pertikaian yang berlangsung dalam diri dan kebencian pada diri. Berdasarkan hal-hal di atas konsep self-criticism dapat disimpulkan berasal dari sistem-sistem internal manusia yang berguna untuk merespon isyaratisyarat sosial eksternal. Hal ini terkait dengan mentalitas sosial sehingga dapat juga menjadi pola prosedur implisit untuk memproses dan merespon sinyal-sinyal internal skema-skema interpersonal (diri dalam hubungannya dengan orang lain) membentuk dasar untuk evaluasi dan pengalaman-pengalaman hubungan internal diri berikutnya. Dua motif evaluasi diri adalah self-enhancement dan selfassessment. Self-assessment dapat menghasilkan kecenderungan self-criticism terhadap ciri kepribadian, tingkah laku, keahlian, kemampuan, kebiasaan atau cita-cita seseorang.
C.
Hubungan Antara Self-criticism dengan Distres
Distres merupakan bentuk respon negatif terhadap stres yang dialami oleh individu. Carlson, R (2002) mengungkapkan bahwa distres bukanlah sesuatu yang terjadi terhadap seseorang melainkan sesuatu yang dibuat dari dalam pikirannya sendiri. Perbincangan diri negatif biasanya menghasilkan rasa cemas dan depresi,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
serta akibat-akibat lain yang tidak menguntungkan. Perbincangan diri positif akan mengarah ke pencapaian hasil yang diinginkan dan membangkitkan perasaan yang menyenangkan (Lazarus dan Lazarus, 2005). Tindakan ini memperburuk stres dan pada akhirnya mengurangi efektifitas seseorang. Proses evaluasi negatif dalam diri mendatangkan respon stres (Dickerson dan Kemeny, dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006). Proses penilaian kognitif berperan penting dalam menentukan jenis stres yang mana yang akan dialami oleh individu (Sarafino, E, 1990). Pemikiran self-criticism merupakan salah satu penilaian kognitif yang negatif (Cox et al, 2004). Remaja yang memiliki gaya kognitif self-criticism dalam menghadapi kejadian-kejadian stres lebih mungkin memiliki sikap menghukum diri sendiri (Glassman, L.H et al, 2007). Menurut Gilbert dan Irons (dalam Gilbert, P dan Procter, S, 2006), selfcriticism dapat mengarah pada banyak gangguan, meningkatkan sifat mudah terkena sakit, ekspresi dampak dari simptom-simptom dan meningkatkan resiko kambuh. Whelton dan Greenberg (dalam Gilbert, P dan
Procter, S, 2006)
mengemukakan bahwa aspek-aspek patologis dari self-criticism tidak hanya berhubungan dengan isi pikiran tetapi juga dengan dampak dari kemarahan dan kemuakan yang mengarah pada diri sendiri dalam criticism. Gilbert, P dan Procter, S (2006) mengemukakan bahwa kualitas patogenik dari self-criticism ada pada dua kunci proses yaitu tingkat permusuhan yang diarahkan pada diri sendiri, rasa jijik, dan rasa benci pada diri sendiri yang menimbulkan self-criticism dan ketidakmampuan
relatif
untuk
menghasilkan
perasaan
ketenangan hati, ketenteraman hati, dan menyukai diri sendiri.
commit to user
kehangatan
hati,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Whelton dan Greenberg (dalam Gilbert, P et al, 2006) menyatakan bahwa ada individu yang ketika mengalami distres memiliki prosedur implicit yang sedikit dalam menstimulasi sikap penentraman hati (self-soothing). Individu dengan self-criticism memiliki kesulitan untuk merasa lega, tenang atau aman. Penelitian membuktikan bahwa sistem regulasi afeksi (affect regulation system) khusus menyokong perasaan tenang, aman dan sejahtera. Sistem ini kurang baik dicapai oleh individu yang memiliki self-criticism tinggi (Gilbert, 2009). Gilbert dan Irons (2004) mengungkapkan bahwa orang-orang yang memiliki self-criticism mengalami distres ketika diminta untuk membangkitkan gambaran-gambaran dan perasaan-perasaan suportif untuk diri sendiri. Sekides dan Luke (dalam Chang, E, 2007) menyatakan bahwa ada banyak bukti dari akibat-akibat self-criticism yang merusak, tidak hanya psikologis tetapi juga kesehatan fisik. Self-criticism yang berulang berhubungan dengan mood negatif dan keputusasaan (Santor dan Patterson dalam Chang, E, 2007), Aspek depresi (Besser dan Priel dalam Chang, E, 2007), depresi mayor (Cox, McWilliams, Enns dan Clara dalam Chang, E,2007), rasa malu dan menimbulkan peningkatan aktivitas proinflamatori sitokinin dan tingkat kortisol, bersama dengan perasaan malu (Dickenson, Gruenewald dan Kemedy, dalam Chang, E 2007). Freud (dalam Gibert et al, 2004) berpendapat bahwa self-devaluation dan self-criticism timbul dari serangan-serangan superego pada ego dan usaha-usaha untuk melindungi orang yang memerlukannya dari kemarahan. Gilbert (dalam Gilbert, P et al, 2004) berpendapat bahwa pemikiran-pemikiran dan perasaan-
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
perasaan self-criticism dapat dilihat sebagai bentuk-bentuk dari ” usikan atau gangguan atau godaan yang muncul dari dalam diri (inner harrasment)” yang menyebabkan distres. Orang yang memiliki self-criticism jika mendapatkan bantuan untuk mengurangi self-criticism individu (mengurangi ancaman internal dan menjadi lebih dapat menghibur diri menentramkan diri individu dan orang lain) maka distres yang ada pun akan berkurang (Gilbert dan Irons , dalam Mills, A et al, 2007). Orang yang membangkitkan self-criticism maka “suara kritik dalam diri” tersebut dapat juga menstimulasi stres dan membuat orang tersebut merasa dikalahkan (Gilbert, P dan Procter, S, 2006). Orang yang mengakses pikiranpikiran negatif (self-attacking) dengan mudah menjadi lebih tertekan (Teasdale, dalam Gilbert, P et al, 2004). Orang yang memiliki self-criticism mengalami kesulitan untuk menghibur diri individu sendiri (Gilbert, P dan Procter, S, 2006) padahal menurut penelitian yang dilakukan oleh Rockliff et al (2008), orang yang berhasil menggunakan sikap menghibur atau menenangkan diri sendiri mengalami penurunan kortisol, meunujukkan dampak penentraman dalam axis HPA. Selfcriticism berhubungan dengan peningkatan axis HPA (Hipotalamus-PituitariAdrenokortisol) dan pelepasan kortisol (Mason, dalam Rockliff et al,2008). Ketika seseorang berada dalam distres, jumlah kortisol yang beredar dalam tubuh tinggi (Talbott, 2004). Masalah-masalah dalam hubungan keluarga, fungsi emosi, kekurangan informasi terhadap suatu hal dan penanganannya, fungsi fisik dan fungsi kognitif berhubungan dengan kasus-kasus distres yang banyak (Graves, K et al, 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Paul Gilbert dan Chris Irons (2004)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
menyebutkan bahwa orang yang memiliki self-criticism merasakan bahwa selfcriticism individu muncul secara otomatis, kuat, sukar untuk dihindari, bersifat intrusive (mengganggu) dan menimbulkan distres. Berdasarkan uraian di atas terlihat adanya hubungan antara self-criticism dengan distres. individu dengan self-criticism mengalami kesulitan dalam upaya menenangkan dirinya sendiri apabila mengalami stres. Individu yang memiliki self-criticism akan bereaksi terhadap stres dengan lebih negatif dan lebih merasa tertekan.
D.
Self-criticism
Remaja
Remaja
Kerangka Pemikiran
memiliki
karakteristik
Distres
khas
perkembangan.
Salah
satu
karakteristik tersebut adalah karakteristik idealis. Remaja menetapkan standar ideal atau kualitas pribadi yang harus dimilikinya. Standar ini seringkali lebih dari apa yang mampu ia lakukan sehingga seringkali standar ini tidak tercapai seperti yang diinginkannya. Keadaan ini dapat mendorong remaja untuk terus memperbaiki performanya dengan melakukan evaluasi diri yang dapat mengarahkannya pada self-criticism. Self-criticism yang dilakukan remaja dapat menimbulkan ketertekanan dalam diri remaja sehingga ketika ada kejadian stres, respon yang timbul adalah distres.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
E.
Hipotesis
Hipotesis yang melandasi penelitian ini adalah Ada hubungan positif antara self-criticism dengan distres pada remaja dimana ketika self-criticism tinggi maka distres tinggi
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi Variabel 1. Variable tergantung dari penelitian ini adalah distres 2. Variable bebas dari penelitian ini adalah self-criticism
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian 1. Distres Distres
adalah
reaksi
negatif
dan
merusak
dari
stres
akibat
ketidakmampuan dalam pemecahan masalah untuk mengelola stres, yang tidak hanya mengenai gangguan fungsional organ-organ tubuh tetapi juga berdampak pada kejiwaan, yang berkorelasi secara psikologis dengan pengaruh yang kuat dari stresor. Distres diukur dengan skala yang dibuat oleh peneliti berdasarkan aspekaspek distres yang dikemukakan oleh Hardjana (1994) yaitu fisikal, emosional, intelektual dan interpersonal. Semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi pula distres yang dialami.
2. Self-Criticism Self-criticism adalah bentuk gangguan diri internal yang berupa pemeriksaan dan evaluasi dari perilaku seseorang dengan pengenalan akan kelemahan, kesalahan, kekurangan diri sendiri yang disertai rasa bersalah dan ketakutan akan celaan. Self-Criticism diukur dengan skala yang dibuat oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Gilbert (2004) yaitu Inadequate Self dan Hated Self. Semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi pula self-criticism yang dialami.
C. Populasi, Sampel, Dan Sampling Populasi penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini mengambil 3 kelas dari 10 kelas pada kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta, yang berjumlah 96 orang. Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah cluster random sampling (Suryabrata. S , 2003). Cara yang digunakan dalam pemilihan adalah dengan undian. Undian dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat suatu daftar yang berisi semua kelas yang ada dalam populasi. b. Memberikan kode-kode yang berupa angka-angka untuk tiap-tiap kelas yang dimaksudkan. c. Menuliskan masing-masing kode ke dalam lembar kertas kecil-kecil. d. Menggulung kertas yang sudah berisikan kode. e. Memasukkan gulungan-gulungan kertas ke dalam kaleng atau semacamnya f. Mengocok kaleng yang berisi gulungan-gulungan kertas. g. Mengambil kertas gulungan sebanyak yang dibutuhkan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Jumlah kelas digunakan untuk penelitian sebanyak 3 kelas dari keseluruhan 11 kelas yang ada, sedangkan 2 kelas yang lain akan digunakan untuk try out.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan skala pengukuran psikologis. Adapun skala yang digunakan ada 2 skala yaitu skala distres dan skala self-criticism. 1. Skala distres. Skala ini digunakan untuk mengukur distres yang dialami subyek penelitian. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Hardjana (1994) yaitu fisikal, emosional, intelektual dan interpersonal. Skoring item skala ini menggunakan sistem penilaian skala Likert yang terdiri dari 5 alternatif jawaban yang telah dimodifikasi menjadi 4 alternatif jawaban yaitu dengan cara menghilangkan alternatif jawaban ragu-ragu. Untuk item-item favorabel skor untuk jawaban: 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1 (sangat tidak sesuai). Untuk item-item unfavorabel menggunakan skor jawaban 4 (sangat tidak sesuai), 3 (tidak sesuai), 2 (sesuai), 1 (sangat sesuai). Perhitungannya adalah semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi pula sikap yang diukur.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Tabel 1 Blueprint Skala Distres No 1
Ciri-ciri
Indikator
fisikal
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j.
2
emosional
a. b. c. d. e. f. g.
3
intelektual
a. b. c. d. e. f. g. h.
4
Inter personal
a. b. c.
sakit kepala tidur tidak teratur sakit punggung gatal-gatal pada kulit urat tegang terutama bagian leher dan bahu gangguan pencernaan serangan jantung kelewat berkeringat selera makan berubah lelah atau kehilangan daya energi gelisah sedih depresi mood berubah-ubah gugup mudah tersinggung emosi mengering atau kehabisan sumber daya mental susah berkonsentrasi sulit membuat keputusan mudah terlupa pikiran kacau pikiran dipenuhi oleh satu pikiran saja kehilangan rasa humor yang sehat mutu kerja rendah dalam kerja membuat ke keliruan lebih banyak. kehilangan kepercayaan kepada orang lain mengacuhkan orang lain mengambil sikap terlalu membentengi dan mempertahankan diri.
Nomor Aitem Favourable Unfavorable 18 3, 9,16, 1, 5, 14 6, 8,12, 13,1, 7,2, 10,4, 11,15
18
27, 29, 21, 20, 19, 22, 30, 37, 25, 35, 31, 28, 32, 33
23, 26, 36 34
18
47, 49, 51, 39, 42, 59, 45, 46, 52,44, 50
38 40, 41,43, 48
16
53, 54, 60, 61, 62, 63 55,56,59
57, 58
11
49
Jumlah
Jumlah
14
63
2. Skala Self-Criticism. Skala ini disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan aspek-aspek yang dikemukakan oleh Gilbert (2004) yaitu Inadequate Self dan Hated Self. Skoring item skala ini menggunakan sistem penilaian skala Likert yang terdiri dari 5 alternatif jawaban yang telah dimodifikasi menjadi 4 alternatif jawaban yaitu dengan cara menghilangkan alternatif jawaban ragu-ragu. Untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
item-item favorabel skor untuk jawaban: 4 (sangat sesuai), 3 (sesuai), 2 (tidak sesuai), 1 (sangat tidak sesuai). Untuk item-item unfavorabel menggunakan skor jawaban 4 (sangat tidak sesuai), 3 (tidak sesuai), 2 (sesuai), 1 (sangat sesuai). Perhitungannya adalah semakin tinggi skor yang didapat maka semakin tinggi pula sikap yang diukur. Tabel 2 Blueprint Skala Self-Criticism No
Aspek
Indikator
1
Inadequate Self
perasaan ketidakcakapan individu dan perasaan individu bahwa ia telah terkalahkan
2
Hated Self
Jumlah
ketidaksukaan pada diri (selfdislike) dan hasrat agresif atau sadistis atau penyiksaan (persecution) kepada diri sendiri
Nomor Aitem Favourable 1, 4, 6, 8, 16, 17, 18, 9, 12, 19, 10, 20, 13, 14, 22, 23, 24, 27, 28 2, 21, 25, 30 35, 31,39, 38, 40, 41, 35, 37, 42, 32, 33,46, 47,49, 52,34 39
Unfavorable 5, 11, 15 3, 7, 26, 29
Jumlah 30
36, 44, 48, 50, 51 43
22
13
52
E. Validitas Dan Reliabilitas 1. Validitas Validitas dikonsepkan sebagai sejauhmana tes mampu mengukur atribut yang seharusnya diukur. Validitas skala distres dan skala self-criticism dalam penelitian ini menggunakan review professional judgement. Langkah selanjutnya adalah prosedur seleksi aitem berdasarkan data empiris dengan melakukan analisis kuantitatif terhadap parameter-parameter aitem. Pada tahap ini dilakukan seleksi aitem berdasarkan daya diskriminasinya. Daya diskriminasi aitem adalah sejauhmana aitem mampu membedakan antara individu atau kelompok individu yang memiliki dan yang tidak memiliki atribut yang diukur. Indeks daya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
diskriminasi aitem dalam penelitian ini menggunakan korelasi product moment pearson.
2. Reliabilitas Reliabilitas merupakan salah satu ciri atau karakter utama instrumen pengukuran yang baik. Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran (Azwar,2007). Reliabilitas dinyatakan dengan koefisiensi reliabilitas (rxx’) yang angkanya berada dalam rentang 0 sampai dengan 1,00. Semakin tinggi koefisien reliabilitas mendekati angka 1,00 berarti semakin tinggi reliabilitas. Sebaliknya koefisien reliabilitas yang semakin rendah mendekati 0 berarti semakin rendah reliabilitas. Uji reliabilitas dilakukan dengan menggunakan formula Alpha Cronbach yaitu dengan membelah aitem-aitem sebanyak dua atau tiga bagian, sehingga setiap belahan berisi aitem dengan jumlah yang sama banyak. Alpha Cronbach mempergunakan data yang yang diperoleh dari skala yang dikenakan hanya sekali saja pada sekelompok responden (Azwar, 2003). Pengukuran reliabilitas dalam penelitian selanjutnya perhitungannya akan menggunakan jasa Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 15.0 for windows.
F. Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis korelasi product moment . Korelasi product moment digunakan untuk menguji hipotesis hubungan antara satu variable independen dengan satu dependen apabila data yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
digunakan berbentuk interval atau rasio (Sugiyono, 2007). Penghitungan data selanjutnya akan menggunakan jasa Statistical Product and Service Solution (SPSS) version 15.0 for windows.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Persiapan Penelitian 1.
Orientasi Kancah Penelitian SMA Negeri 3 Surakarta memiliki dua gedung sekolah yang berada di jalan
Prof. W Z.Johanes 58 Surakarta dan jalan R.E.Martadinata Surakarta. Penelitian hubungan self-criticism dengan distres dilakukan di SMA Negeri 3 Surakarta yang beralamatkan di Prof. W Z.Johanes 58 Surakarta. SMA Negeri 3 Surakarta . a.
Visi dan Misi SMA Negeri 3 Surakarta SMA Negeri 3 Surakarta memiliki motto : ”Widya Karma Jaya” yang
berarti ungul dalam ilmu dan perbuatan/budi pekerti. Visi dan misi serta tujuan pendidikannya adalah sebagai berikut : 1) Visi : terwujudnya akhlak mulia dan semangat berprestasi dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi, komunikasi internasional dan seni budaya menuju sekolah unggul yang berwawasan internasional. Indikator Visi: a) Tertingkatnya akhlak bagi siswa b) Tertingkatnya prestasi siswa pada bidang sains, teknik, komunikasi internasional dan seni. c) Tertingkatnya status sekolah menjadi sekolah bertaraf internasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
2) Misi : a) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran yang berorientasi pada mutu dan relevansi menuju standar internasional. b) Menyelenggarakan pembelajaran dengan menerapkan prinsipprinsip “Active Learning” berbasis pada IT dan penerapan “Bilingual” untuk mata pelajaran tertentu. c) Menyelenggarakan
pembinaan
kesiswaan
melalui
berbagai
kegiatan yang mendukung berkembangnya kecerdasan, kreativitas, akhlak mulia dan kompetitif dalam skala internasional dengan tetap berwawasan budaya nasional. d) Mewujudkan kerjasama dan partisipasi masyarakat baik nasional maupun internasional yang lebih bermakna, untuk percepatan berkembangnya sekolah. e) Menyelenggarakan
pengelolaan
sekolah
secara
profesional,
partisipasif, transparan dan akuntabel sesuai dengan prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah. Untuk mewujudkan misi tersebut, dilakukan dengan cara sebagai berikut: a) Meningkatkan kedisplinan Guru, Staf Tata Usaha dan Siswa. b) Meningkatkan kualitas bidang akademik (pembelajaran), dengan berbasis IT dan Bilingual. c) Meningkatkan kerjasama dengan pihak terkait baik skala nasional maupun internasional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
d) Wawasan Keilmuan yang berupa penulisan karya-karya ilmiah, riset-riset sederhana baik dalam bidang MIPA maupun bidang Sosial, serta meningkatkan kualitas bidang non-akademik, yakni kegiatan ekstrakulikuler yang berupaya meningkatkan bakatprestasi seperti olahraga kesenian, keorganisasian, dan lain-lain. 3) Tujuan Pendidikan : Tujuan pendidikan yang dikembangkan di SMA Negeri 3 Surakarta adalah a. Memberi layanan kepada siswa yang berpotensi untuk mencapai prestasi bertaraf nasional dan internasional. b. Menyiapkan lulusan SMA Negeri 3 Surakarta yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global. c. Menyiapkan lulusan SMA Negeri 3 Surakarta yang memiliki kompetensi seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang diperkaya dengan SKL berciri internasional. d. Lulusan SMA Negeri 3 Surakarta menjadi: i.
Individu yang nasionalis dan berwawasan global
ii.
Individu yang cinta damai dan toleran.
iii.
Pemikir yang kritis, kreatif dan produktif.
iv.
Pemecah masalah yang efektif dan inovatif.
v.
Komunikator yang efektif.
vi.
Individu yang mampu bekerjasama.
vii.
Individu yang mandiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
Ekstrakulikuler yang ada di SMA Negeri 3 Surakarta antara lain Wikarya, PMR, Palasmaga, Rohanian Islam, Rohanian Katholik dan Kristen, Teater dan PKS. Jumlah seluruh siswa SMA Negeri 3 Surakarta sebanyak 1211 orang meliputi 38 rombongan belajar. SMA Negeri 3 Surakarta telah ditunjuk oleh pemerintah
untuk
menyelenggarakan
RSBI
(Rintisan
Sekolah
Bertaraf
Internasional) untuk semua rombongan belajar kelas X. SMA Negeri 3 Surakarta selalu berusaha meningkatkan pelayanan yang sesuai dengan harapan masyarakat dan dapat melahirkan lulusan yang berkualitas dan ikut aktif berkiprah dalam peningkatan kualitas pendidikan di Indonesia.
2.
Persiapan Penelitian Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian berjalan lancar dan
terarah. Hal-hal yang dipersiapkan adalah berkaitan dengan perijinan dan penyusunan alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian. Penelitian ini memerlukan dua alat ukur yaitu skala self-criticism dan skala distres. Diperlukan persiapan yang matang agar kedua alat ukur tersebut layak dan siap digunakan. Alat ukur yang akan digunakan dalam penelitian ini telah melalui prosedur validitas alat ukur melalui pengujian validitas isi. Validitas isi dilakukan dengan melihat kesesuaian antara butir-butir item dalam alat ukur dengan blue-print yang telah ditentukan sebelumnya. Selain itu validitas isi juga melihat kesesuaian aitem-aitem dengan indikator perilaku yang hendak diungkap. Validitas isi ini dilakukan secara rasional oleh profesional judgjement, yaitu pembimbing.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
3.
Pelaksanaan Uji-coba Penelitian Uji-coba penelitian dilakukan pada hari Senin tanggal 8 November 2010
dan Selasa 9 November 2010. Sebelum siswa-siswi melakukan pengisian skala penelitian, peneliti terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan serta tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah subjek penelitian menyatakan kesediaan untuk membantu, kemudian baru peneliti menjelaskan tentang tata cara pengerjaan skala dan memberikan contoh cara mengerjakan. Pengisian skala dilakukan pada awal jam pelajaran Bimbingan karir. Selama subjek mengerjakan skala penelitian, peneliti selalu berada di lokasi penelitian hingga subjek selesai mengerjakan dan mengumpulkan skala kembali. Setelah skala terkumpul dilakukan skoring, kemudian dilakukan analisis daya beda dan reabilitasnya.
4.
Analisis Daya Beda dan Reliabilitas Skala Setelah uji-coba skala dilakukan, selanjutnya data yang diperoleh
ditabulasikan dan dianalisis untuk mengetahui daya beda dan reliabilitas alat ukur. Daya beda aitem skala self-criticism dan skala distres dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Pearson, sedangkan perhitungan reliabilitas dihitung dengan Cronbrach’s Alpha. Perhitungan daya beda dan reliabilitas skala pada pendekatan ini menggunakan program analisis daya beda dan reliabilitas butir program statistik SPSS 16.0 for Windows untuk menentukan aitem yang gugur dan valid. Hasil uji daya beda aitem dan reabilitas tiap-tiap skala tersebut adalah sebagai berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
a.
Skala Distres Skala
distres yang berjumlah 63 aitem diuji-cobakan pada 45 subjek.
Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson, skala distres yang diuji-cobakan mempunyai nilai korelasi Pearson sebesar –0,152 sampai dengan 0,655. Peneliti menetapkan taraf signifikansi sebesar 5% sebagai pedoman untuk memilih aitem. Aitem dengan probabilitas di bawah 0,05 dianggap gugur dan selanjutnya tidak digunakan dalam penelitian, sehingga dari 63 aitem ditemukan 44 aitem yang dapat memenuhi syarat untuk dianalisis. Aitem dengan nomor 4, 5, 11, 14, 15, 32, 33, 34, 40, 41, 43, 44, 48, 50, 55, 56, 57, 58 dan 59 dinyatakan gugur. Analisis reliabilitas skala menunjukkan bahwa skala distres mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,89. Dengan demikian, skala distres dianggap andal sebagai alat ukur penelitian. Ringkasan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
Tabel 3 Distribusi Aitem Valid dan Aitem Gugur Skala Distres Setelah Uji Coba
1.
2.
3.
4.
Aspek Fisikal
Emosional
Intelektual
Interpersonal
Indikator a. b.
sakit kepala tidur tidak teratur c. sakit punggung d. gatal-gatal pada kulit e. urat tegang ter utama bagian leher dan bahu f. gangguan pencernaan g. kelewat berkeringat h. selera makan berubah i. kehilangan daya energi a. gelisah b. sedih c. depresi d. mood berubahubah e. gugup f. mudah tersinggung g. emosi mengering a. susah ber konsentrasi b. sulit membuat keputusan c. mudah terlupa d. pikiran kacau e. kehilangan rasa humor yang sehat f. dalam kerja membuat ke keliruan lebih banyak. a. kehilangan ke percayaan kepada orang lain b. mengacuhkan orang lain c. mengambil sikap terlalu membentengi diri. Total
Bentuk Pernyataan
Aitem Valid No. Aitem
Favourable
3,9,16, 1, 6, 8, 12,13,1, 7, 2, 10 18
Unfavourable
Favourable
Unfavourable
Favourable Unfavourable
Favourable
27,29,21, 20,19,22, 30,37,25,35, 31, 28 23, 26, 36
47, 49, 51, 39, 42, 59, 45, 46, 52, 38
53, 54, 60, 61, 62, 63
Jumlah Aitem 12
Aitem Gugur No. Jumlah Aitem Aitem 4, 11, 15 3
15
1
5, 14
2
3
12
32, 33
2
14
3
34
1
4
9
44, 50
2
11
1
40,41,43, 48
4
5
6
55,56,59
3
9
57, 58
2
2
19
63
Unfavourable
44
commit to user
Total
No
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
b.
Skala Self-criticism Skala self-criticism
yang berjumlah 52 aitem diuji-cobakan pada 45
subjek. Berdasarkan hasil analisis korelasi Pearson, skala self-criticism
yang
diuji-cobakan mempunyai nilai korelasi Pearson sebesar –0,05 sampai dengan 0,788. Peneliti menetapkan taraf signifikansi sebesar 5% sebagai pedoman untuk memilih aitem. Aitem dengan probabilitas di bawah 0,05 dianggap gugur dan selanjutnya tidak digunakan dalam penelitian, sehingga dari 52 aitem ditemukan 42 aitem yang dapat memenuhi syarat untuk dianalisis. Aitem dengan nomor 2, 3, 7, 21, 25, 26, 29, 30, 34, dan 43 dinyatakan gugur. Analisis reliabilitas skala menunjukkan bahwa skala self-criticism mempunyai nilai reliabilitas sebesar 0,923. Dengan demikian, skala self-criticism dianggap andal sebagai alat ukur penelitian. Ringkasan selengkapnya dapat dilihat pada tabel berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
Tabel 4 Distribusi Aitem Valid dan Aitem Gugur Skala Self-criticism Setelah Uji Coba No
1.
Aspek
Inadequate Self
Indikator
perasaan ketidakcakapan individu dan perasaan individu bahwa ia telah terkalahkan
Bentuk Pernyataan
Favourable
Valid Aitem 1, 4, 6, 8, 16, 17, 18, 9, 12, 19, 10, 20, 13, 14, 22, 23, 24, 27, 28
Aitem
Aitem Gugur Total
Jumlah Aitem
Aitem Jumlah Aitem
19
2, 21, 25, 30
4
23
5, 11, 15,
3
3, 7, 26, 29,
4
7
35, 31,39, 38, 40, 41, 35, 37, 42, 32, 33,46, 47,49, 52
15
34
1
16
36, 44, 48, 50, 51
5
43
1
6
10
52
UnFavourable
2.
Hated Self
ketidaksukaan pada diri (self-dislike) dan hasrat agresif atau sadistis atau penyiksaan (persecution) kepada diri sendiri
Favourable
UnFavourable
42
Total
5.
Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian dengan Nomor Urut Baru Setelah dilakukan perhitungan validitas dan reliabilitas pada skala self-
criticism dan skala distres, maka langkah selanjutnya adalah menyusun kembali skala self-criticism dan skala distres sebagai alat ukur. Aitem yang gugur tidak diikutsertakan dan aitem yang valid disusun dengan urutan yang baru untuk digunakan sebagai alat ukur dalam penelitian ini. Susunan aitem setelah uji-coba pada skala self-criticism dan skala distres dapat dilihat pada tabel berikut :
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Tabel 5 Distribusi Penyusunan Aitem Valid Skala distres dengan Nomor Urut Baru untuk Penelitian No
Aspek
Bentuk Pernyataan
Aitem
1.
Fisikal
Favourable
3(6), 9(26), 16(12), 1(2), 6(7), 8(24), 12(17), 13(11), 1(2), 7(28), 2(5), 10 18(16) 27(27), 29(1), 21(16), 20(15), 19(14), 22(3), 30(8), 37(31), 25(20), 35(27), 31(33), 28(23) 23(18), 26(25), 36(29) 47(37), 49(38), 51(39), 39(34), 42(30), 45(35), 46(36), 52(41), 38(32) 53(44), 54(42), 60(5), 61(43), 62(9), 63(28)
2.
3.
4.
Emosional
Intelektual
Interpersonal
UnFavourable Favourable
UnFavourable Favourable UnFavourable Favourable
Jumlah
12 1 12 3 9 1 6
UnFavourable Total
44
Keterangan : Nomor aitem yang dicetak tebal dan berada di dalam kurung (...) merupakan aitem yang Valid dan diberi nomer urut baru.
Tabel. 6 Distribusi Penyusunan Item Valid Skala Self-criticism dengan Nomor Urut Baru untuk Penelitian No
Aspek
Indikator
Aitem Valid Aitem
1.
2.
Inadequate Self
Hated Self
Favourable UnFavourable Favourable UnFavourable
1(2), 4, 6(7), 8, 16(1), 17(16), 18(17), 9, 12, 19(6), 10, 20(19), 13, 14(3), 22(20), 23(21), 24(23), 27(24), 28(25) 5(38), 11, 15(30) 35(27), 31(26), 36(28), 39(32), 38(31), 40(14), 41(33), 37(29), 42(22), 32(18), 33(34), 46(42), 47(39), 49(36), 52(15) 36(28), 44(35), 48(40), 50(5), 51(41)
Total
Jumlah Aitem 19 3 15 5 42
Keterangan : Nomor aitem yang dicetak tebal dan berada di dalam kurung (...) merupakan aitem yang Valid dan diberi nomer urut baru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
B. Pelaksanaan Penelitian 1.
Penentuan Subjek Penelitian Subjek dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMA Negeri 3 Surakarta
kelas XI jumlah total populasi sebanyak 390 orang dengan sampel sebanyak 96 orang pada 3 kelas XI yaitu kelas XI-IPA 5, 6, dan 7. Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik cluster random sampling.
Subjek
penelitian terdiri dari 34 subjek pada kelas XI – IPA 5, 30 subjek pada kelas XIIPA 6, dan 32 subyek pada kelas XI-IPA 7. Rincian subjek yang digunakan dalam penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel. 7 Jumlah Subjek Penelitian No
2.
1
XI IPA 5
Kelas
Jumlah Siswa 34
2 3 4
XI IPA 6 XI IPA 7 Jumlah
30 32 96
Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan pada tanggal 25 November 2010 dan 27
November 2010 dengan menggunakan skala self-criticism yang terdiri dari 42 aitem, dan skala distres yang terdiri dari 44 aitem. Pembagian dan pengisian skala dilakukan pada awal jam pelajaran bimbingan karir selama 15-20 menit. Sebelum subyek
melakukan pengisian skala
penelitian,
peneliti
terlebih
dahulu
memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud kedatangan serta tujuan kegiatan yang akan dilakukan. Setelah subjek penelitian menyatakan kesediaan untuk membantu, kemudian baru peneliti menjelaskan tentang tata cara pengerjaan skala dan memberikan contoh cara mengerjakan. Selama subjek mengerjakan skala
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
penelitian, peneliti selalu berada di lokasi penelitian hingga subjek selesai mengerjakan dan mengumpulkan skala kembali. Pembagian dan pengisian skala pada 25 November 2010, dilakukan pada 34 subjek kelas XI-IPA 5, pengambilan data kedua dan ketiga pada 27 November 2010 terhadap 30 subjek kelas XI IPA 6 dan 32 subyek kelas XI IPA 7.
3.
Pelaksanaan Skoring Setelah data terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah memberikan skor
pada hasil pengisian skala self-criticism dan skala distres untuk keperluan analisis data. Cara pelaksanaan skor pada kedua skala dilakukan dengan menjumlahkan skor aitem yang didapat dari hasil pengisian skala. Skor untuk masing-masing aitem bergerak dari 1-4 dengan memperhatikan sifat aitem Favourable (mendukung) dan unFavourable (tidak mendukung). Skor dari aitem Favourable adalah 4 untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 3 untuk pilihan jawaban sesuai (S), 2 untuk jawaban tidak sesuai (TS), dan 1 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS), sedangkan skor pada aitem unFavourable (tidak mendukung) adalah 1 untuk pilihan jawaban sangat sesuai (SS), 2 untuk pilihan jawaban sesuai (S), 3 untuk jawaban tidak sesuai (TS), dan 4 untuk jawaban sangat tidak sesuai (STS). Total skor skala yang diperoleh dari subjek penelitian ini dipakai dalam analisis data.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
C. Hasil Analisis Data Penelitian Perhitungan analisis data dilakukan setelah melakukan uji asumsi yaitu uji normalitas sebaran dan uji linieritas. Perhitungan dalam analisis ini dilakukan dengan bantuan komputer seri program statistik SPSS for Windows versi 16. Hasil pengumpulan data menunjukkan hanya 82 subjek yang dapat dianalisis dan 14 subjek dinyatakan tidak dapat diikutkan dalam analisis karena administrasi yang tidak lengkap. 1. a.
Uji Asumsi Klasik Uji Normalitas data Uji normalitas sebaran dimaksudkan untuk mengetahui apakah dalam
variabel yang diteliti berdistribusi normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas data menggunakan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov dengan taraf signifikansi lebih besar dari 5% atau 0,05. Data dinyatakan berdistribusi normal jika signifikansi lebih besar dari 5%, atau 0,05(Priyatno. 2008). Hasil uji normalitas sebaran terhadap variabel distres dan variabel self-criticism adalah bahwa nilai Kolmogorov-Smirnov variabel distres adalah 0,82 sedangkan variabel self-criticism adalah adalah 0,77. Nilai signifikansi lebih besar dari 0,05, dengan demikian data kedua variabel termasuk kategori normal. Tabel. 8 Hasil Uji normalitas Distres dan Self-criticism Kolmogorov-Smirnova Statistic
df
Sig.
distres
.082
82
.200*
selfcriticism
.077
82
.200*
a. Lilliefors Significance Correction
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
b.
Uji linieritas Uji linieritas digunakan untuk mengetahui apakah dua variabel mempunyai
hubungan yang linier atau tidak secara signifikan.. Uji ini dilakukan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi. (Priyatno,2008) Tabel. 9 Hasil Uji Linieritas Distres dan Self-Criticism ANOVA Table Sum of Squares distres *
Between
(Combined)
selfcriticism
Groups
Linearity Deviation from Linearity Within Groups Total
Mean df
Square
F
Sig.
17149.590
44
389.763
2.736
.001
9270.938
1
9270.938
65.080
.000
7878.652
43
183.224
1.286
.218
5270.800
37
142.454
22420.390
81
Hasil uji linieritas menunjukkan bahwa nilai signifikansi pada linieritas sebesar 0,000. Signifikansi kurang dari 0,05 maka dapat diketahui bahwa antara variable distress dan self-criticism terdapat hubungan yang linier (Priyatno, 2208).
2.
Hasil uji hipotesis Uji hipotesis pada penelitian ini menggunakan analisis korelasi sederhana
yaitu Product Moment Pearson. Penggunaan analisis Product Moment Pearson adalah untuk mengetahui keeratan hubungan antara dua variable dan untuk mengetahui arah hubungan yang terjadi. Nilai korelasi (r) berkisar antara 1 sampai -1, nilai semakin mendekati 1 atau -1 berarti hubungan antara dua variable semakin kuat, sebaliknya nilai mendekati 0 berarti hubungan antara dua variable
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
semakin lemah. Nilai positif menunjukkan searah dan nilai negatif menunjukkan hubungan terbalik.(Priyanto,2008). Tabel.10 Hasil Uji Hipotetis Product Moment Pearson Correlations self-criticism self-criticism
Pearson Correlation
distres
1.000
Sig. (2-tailed) N distres
Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N
.643** .000
82.000
82
**
1.000
.643
.000 82
82.000
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Hasil hipotesis dengan menggunakan teknik Product Moment Pearson dengan menggunakan program SPSS 16.0 for Windows menunjukkan korelasi self-criticism dengan distres adalah 0,643. Hubungan antara kedua variabel adalah kuat pada taraf kepercayaan 99% sedangkan arah hubungannya ialah positif karena nilai r positif, berarti semakin tinggi self-criticim semakin tinggi pula distres.
3.
Hasil Analisis deskriptif Analisis deskriptif dimaksudkan untuk mendeskripsikan data dan meringkas
data penelitian (Priyatno, 2008). Analisis deskriptif dalam penelitian ini akan memberikan gambaran umum mengenai self-criticism dan tingkat distres pada subjek yang diteliti. Berdasarkan tabulasi data skala penelitian yang ada
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
didapatkan gambaran umum mengenai jenis kelamin subyek penelitian. Kondisi empiris subyek penelitian dapat dilihat dalam tabel berikut:
Tabel.11 Kondisi Empirik Subyek Penelitian Siswa kelas IX SMA Negeri 3 Surakarta Descriptive Statistics N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
usia
82
15
17
15.99
.430
dist
82
67
134
104.54
16.637
nilai selfcriticism
82
62
154
96.59
17.338
Valid N (listwise)
82
Tabel.11 menunjukkan bahwa penelitian ini mengambil 82 subyek penelitian. Usia subyek penelitian yang termuda adalah 15 tahun sampai 17 tahun. Nilai Distres yang didapat terendah 67 sedangkan maximum 134 baik subyek laki-laki maupun perempuan. Nilai self-criticism yang didapat terendah 62 dan yang tertinggi 154, baik subyek laki-laki maupun perempuan. Nilai distres memiliki mean statistik 104, 54 sedangkan nilai self-criticism memiliki mean statistik 96, 59. Selanjutnya dapat dilakukan kategorisasi subjek secara normatif guna memberi interpetasi terhadap skor skala. Tujuan kategorisasi ini adalah menempatkan individu ke dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasar atribut yang diukur. Asumsi yang mendasari adalah skor subyek dalam kelompoknya merupakan estimasi terhadap skor subyek dalam populasi dan bahwa skor subyek dalam populasinya terdistribusi secara normal (Azwar,2008). Skor minimal subjek adalah 44 x 1 = 44
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
dan skor maksimal subjek adalah 44 x 4 = 176, maka jarak sebarannya adalah 176-44= 132. Setiap satuan deviasi standarnya bernilai 132 : 6,0 = 22, sedangkan mean hipotetiknya adalah 44 x 2,5 = 110. Berdasarkan data diatas maka kategorisasi serta distribusi skor subyek berdasarkan 3 kelas kategorisasi adalah sebagai berikut: Tabel.12 Kriteria Kategori Distres Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta Variabel
Kategorisasi Skor
Distres
Kategori Ringan
X < 88 88≤ X < 132 132 ≤ X
Kesimpulan
Komposisi Jumlah Prosentase 15 18.29%
Sedang
65
79,27%
Berat
2
2,44%
berdasarkan kategori skala distres tersebut, bahwa mean
pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta adalah 104,54 dan berada pada rentang skor distres 88 hingga 132. Secara umum subyek siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta memiliki tingkat distres sedang dengan prosentase jumlah subyek sebanyak 79,27%. Tabel.13 Kriteria Kategori Self-Criticism Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta Variabel
Kategorisasi Skor
Self-Criticism
X < 84 84≤ X < 126 126 ≤ X
Kategori Ringan
Komposisi Jumlah Prosentase 20 24,39%
Sedang
58
70,73%
Berat
4
4,88%
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
Kesimpulan
berdasarkan kategori skala self-criticism tersebut, bahwa
mean pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta adalah 96,59 dan berada pada rentang self-criticism 84 hingga 126. Secara umum subyek siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta
memiliki tingkat self-criticism sedang dengan
prosentase jumlah subyek sebanyak 70,73 %. Tabel.14 Kriteria Kategori Gender Siswa Kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta N jenis kelamin dist
Minimum
Maximum
Mean
82
1
2
1.59
82
67
134
104.54
82
62
154
96.59
82
67
133
105
82
62
125
93.42
82
67
134
103.88
82
64
154
101.06
nilai selfcriticism Valid N (listwise)
82
perempuan dist nilai selfcriticism Valid N (listwise)
82 laki-laki dist nilai selfcriticism Valid N (listwise)
82
Penelitian ini tidak melakukan pemisahan terhadap gender sehingga data gender ini hanya sebagai data tambahan. Berdasarkan data gender pada siswa kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta didapatkan data mengenai subyek laki-laki dan perempuan. Subyek laki-laki memiliki mean empirik 103,88 dengan nilai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
minimum sebesar 67 dan nilai maximum sebesar 134. Subyek perempuan memiliki mean empirik 105 dengan nilai minimum sebesar 67 dan nilai maximum sebesar 133. Subyek laki-laki maupun perempuan berada pada skor kategorisasi distres sedang. Subyek perempuan memiliki rata-rata perhitungan nilai distres keseluruhan yang lebih besar daripada subyek laki-laki, sedangkan ada satu subyek laki-laki yang memiliki nilai pada kategorisasi distres berat. Pada penelitian ini subyek perempuan memiliki distres yang lebih tinggi daripada subyek laki-laki sedangkan subyek laki-laki memiliki self-criticism lebih tinggi daripada subyek perempuan.
D. Pembahasan Hasil yang diperoleh dari uji hipotesis menunjukkan bahwa ada hubungan antara self-criticism dengan distres pada siswa SMA Negeri 3 Surakarta. Hal ini ditunjukkan melalui nilai Product Moment Pearson yaitu korelasi self-criticism dengan distres adalah 0,643. Berdasarkan kategorisasi nilai korelasi umum, nilai 0,643 berada pada kategorisasi korelasi kuat. Hubungan antara kedua variabel adalah kuat pada taraf kepercayaan 99% sedangkan arah hubungannya ialah positif karena nilai r positif, berarti semakin tinggi self-criticism semakin tinggi pula distres. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan antara self-criticism dengan distres sejalan dengan Gilbert (dalam Gilbert et al, 2004) dalam penelitiannya yang mengungkapkan bahwa pemikiran-pemikiran dan perasaanperasaan self-criticism dapat dilihat sebagai bentuk-bentuk dari ” gangguan atau
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
godaan yang muncul dari dalam diri (inner harrasment)” yang menyebabkan distres. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gilbert dan Irons (2004) menyebutkan bahwa orang yang memiliki self-criticism merasakan bahwa self-criticism mereka muncul secara otomatis, kuat, sukar untuk dihindari, bersifat intrusive (mengganggu) dan menimbulkan distres. Self-criticism yang tinggi diikuti oleh distres yang tinggi pula. Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan positif antara self-criticism dengan distres. Nilai self-criticism yang tinggi maka nilai distres yang tinggi kemudian apabila nilai self-criticism rendah maka nilai distres pun rendah. Orang yang memiliki self-criticism jika mendapatkan bantuan untuk mengurangi self-criticism mereka (mengurangi ancaman internal dan menjadi lebih dapat menghibur diri atau menentramkan diri mereka dan orang lain) maka distres yang ada pun akan berkurang (Gilbert dan Irons , dalam Mills, A et al, 2007). Orang yang memiliki self-criticism mengalami kesulitan untuk menghibur diri mereka sendiri (Gilbert dan Procter 2006) padahal menurut penelitian yang dilakukan oleh Rockliff et al (2008), orang yang berhasil menggunakan sikap menghibur atau menenangkan diri sendiri mengalami penurunan kortisol, meunujukkan dampak penentraman dalam axis HPA. Gilbert dan Procter (2006) mengemukakan bahwa kualitas patogenik dari self-criticism ada pada dua kunci proses yaitu tingkat permusuhan yang diarahkan pada diri sendiri, rasa jijik, dan rasa benci pada diri sendiri yang menimbulkan self-criticism dan ketidakmampuan relatif untuk menghasilkan perasaan kehangatan hati, ketenangan hati, ketenteraman hati, dan menyukai diri sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sikap self-criticism tinggi diikuti oleh timbulnya respon stres negatif yaitu distres yang tinggi pula. Self-criticism adalah reaksi diri pada apa yang dirasa sebagai penampilan yang kurang sempurna, karakter yang kurang sempurna dan perilaku yang kurang sempurna sehingga menekan diri (Rosengren, 2007). Individu yang memiliki self-criticism mengadakan kontak komunikasi kepada diri sendiri yang berisi hal-hal negatif tentang diri yang membuat diri tertekan. Dick olney (dalam Rosengren, 2007) mengatakan bahwa self-criticism adalah kebencian pada diri sendiri, dan akan selalu menyerang diri sendiri tanpa pengecualian. Distres timbul salah satunya dari pembicaraan intrapersonal yang negatif. Pembicaraan intrapersonal yang negatif merupakan salah satu sumber distres yang dating dari diri sendiri. Perbincangan diri negatif biasanya menghasilkan rasa cemas dan depresi, serta akibat-akibat lain yang tidak menguntungkan. Perbincangan diri positif akan mengarah ke pencapaian hasil yang diinginkan dan membangkitkan perasaan yang menyenangkan (Lazarus dan Lazarus, 2005). Penelitian Whelton dan Greenberg (dalam Gilbert et al, 2006) mengungkapkan bahwa salah satu alasan self-criticism memiliki hubungan dengan distres adalah bahwa individu yang memiiki selfcriticism kurang dapat membangkitkan sikap penentraman hati yang merupakan salah satu komponen pembuat distres. Individu yang memiliki usaha penentraman hati akan memiliki self-criticism yang rendah akan berdampak pada penurunan distres pula. Carlson (2002) mengungkapkan bahwa distres bukanlah sesuatu yang terjadi terhadap seseorang melainkan sesuatu yang dibuat dari dalam pikirannya sendiri.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
Siswa yang terus menerus berusaha untuk menampilkan yang terbaik akan mungkin untuk menyalahkan diri sendiri ketika mengalami kegagalan. Kegagalan pencapaian standar yang mereka tetapkan untuk diri mereka dapat membuat diri remaja menjadi tertekan sehingga mengalami distres. Remaja memiliki standar idealisme yang mereka ciptakan sehingga mengarahkan pada tuntutan-tuntutan terhadap diri sendiri dan lingkungan akan bagaimana seharusnya standar ideal. Remaja memiliki karakteristik pemikiran idealis yang kemudian menuntut diri mereka untuk mencapai standar yang terkadang di luar kemampuan mereka sehingga ketika mereka gagal mereka merasa bahwa diri sendirilah yang harus disalahkan dan mereka seharusnya dapat tampil dengan penuh keberhasilan setiap kalinya. Blatt dan Zuroff (dalam Sturman, E dan Miriam. M, 2005) menyatakan orang-orang dengan sikap self-criticism yang tinggi cenderung menjadi orang yang berorientasi pada pencapaian, kompetitif, dan keras terhadap diri sendiri. Hasil dekriptif dari penelitian ini menunjukkan bahwa subyek penelitian berjumlah 82 orang. Berdasarkan pada nilai distres, sebanyak 15 subyek penelitian dengan persentase 18.29% berada pada kategorisasi distres ringan sedangkan 65
subyek penelitian dengan persentase 79,27% berada pada
kategorisasi distres sedang dan 2 subyek penelitian dengan persentase 2,44% berada pada kategorisasi distres berat. Mean pada nilai skala self-criticism menunjukkan bahwa subyek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki lebih tinggi nilai self-criticism nya daripada subyek perempuan dengan skor mean skala 101,058. Subyek penelitian yang berjenis kelamin perempuan lebih tinggi nilai distres nya daripada subyek laki-laki dengan skor mean skala 105. Hal ini
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
membuktikan bahwa subyek penelitian yang berjenis kelamin laki-laki memiliki self-criticism lebih tinggi daripada perempuan, sedangkan subyek perempuan mengalami distres lebih tinggi daripada subyek laki-laki. Hal ini melengkapi penelitian Gilbert dkk (2004) yang hanya mengambil subyek perempuan tanpa memiliki alasan konkrit pengambilan subyek berjenis kelamin perempuan. Penelitian ini masih memiliki banyak keterbatasan. Keterbatasannyaketerbatasan
tersebut
antara
lain,
dalam
penelitian
ini
hanya
dapat
digeneralisasikan secara terbatas pada populasi penelitian ini saja, sedangkan penerapan penelitian lain untuk populasi yang lebih luas dengan karakteristik yang berbeda, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menambah variabelvariabel lain yang belum disertakan dalam penelitian ini. Penelitian ini juga memiliki keterbatasan data teori yang kurang tersedia dengan perbandingan penerapan penelitian sehingga diperlukan penambahan teori-teori yang lebih meluas untuk penelitian selanjutnya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dari pembahasan maka dapat diambil kesimpulan bahwa ada hubungan positif dan kuat antara variabel self-criticism dengan variabel distres pada siswa SMA Negeri 3 Surakarta sehingga ketika selfcriticism tinggi maka distres juga tinggi. Hipotesis yang menyatakan ada hubungan positif antara self-criticism dengan distres diterima. Hal ini berarti variabel self-criticism dapat dijadikan variabel untuk mengukur distres. Dari analisis tambahan diperoleh hasil : 1. Subyek kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta berada pada kategori distres sedang 2. Subyek kelas XI SMA Negeri 3 Surakarta berjenis kelamin laki-laki memiliki nilai self-criticism rata-rata lebih tinggi daripada subyek perempuan sedangkan subyek perempuan memiliki nilai distres rata-rata lebih tinggi daripada subyek laki-laki.
B. Saran Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh maka dapat dikemukakan saransaran sebagai berikut : 1. Bagi
subyek
penelitian,
peneliti
menyarankan
agar
subyek
dapat
mengembangkan sikap penentraman diri untuk menurunkan self-criticism sehingga dapat juga menurunkan distres. 2. Bagi para pendidik yang menangani hal-hal yang terkait dengan penanganan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
masalah remaja. Peneliti menyarankan agar dapat memberikan informasi dan pengarahan yang terkait dengan pengembangan pola pikir positif.. Pengelolaan stres dapat diterapkan melalui program-program outbound sehingga anak yang terbiasa berpikir dengan optimal dapat mengelola stres dengan baik supaya tidak merusak diri. 3. Bagi orangtua, peneliti menyarankan agar mewaspadai timbulnya pola pikir self-criticism agar tidak mengarah pada respon stres negatif. Orangtua disarankan dapat memberikan bimbingan kepada anak-anak remaja untuk memiliki proses perbincangan diri yang lebih positif di dalam diri mereka sehingga dapat mengarahkan pada sikap penentraman diri yang dibiasakan untuk mendorong terbentuknya pola pikir yang lebih positif..Cara-cara yang dapat dilakukan adalah dengan mengembangkan pola komunikasi efektif antara orangtua dan anak sehingga orangtua dapat lebih memahami permasalahan anak, dan juga dapat memberikan dorongan semangat positif yang berkaitan dengan proses pendidikan anak. 4. Bagi peneliti lain khususnya ilmuwan psikologi yang tertarik meneliti tema yang sama, diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan bahan acuan dalam penelitian lebih lanjut. Peneliti menyarankan untuk memperluas penambahan informasi mengenai kedua variabel khususnya variabel
self-criticism
karena
peneliti
mengalami
kendala
dalam
mengumpulkan teori-teori yang berhubungan dengan self-criticism. Penelitian selanjutnya disarankan memperluas lingkup subyek penelitian dan cakupan variabel-variabel lain yang berkaitan dengan self-criticism dan distres.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Misalnya dengan memperluas populasi, menambah variabel-variabel lain yang barkaitan untuk memperbaiki kualitas penelitian ini.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA Anonim. Self-criticism. www.wikipedia.com. diakses tanggal 12 Agustus 2009. Anonim. Stress symptoms: Effects on your body, feelings and behavior. www.nlm.nih.gov/medlineplus/stress. diakses tanggal 1 Agustus 2010 Azwar. 2007. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. . 2007. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Carlson, R. 2002. What About The Big Stuff?:Keluar dari Masalah Sulit dalam Hidup (alih bahasa: Daniel Wirajaya). Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Chang, E. 2007. Self-Criticism and Self-Enhancement: Theory, Research and Clinical Implication.APA. Cox, B.J., MacPherson, P.S.R., Eons, M.W. 2004. Neuroticism and Self-criticism Associated with Posttraumatic Stress Disorder in a Nationally Representative Sample. Behaviour Research and Therapy, 42, 105-114 Gilbert, P dan Procter, S. 2006. Compassionable Mind Training for People with High Shame ad Self-criticism: Overview and Pilot Study of a Group Therapy Approach. Clinical Psychology and Psychotherapy, 13, 353-379. Gilbert, P. 2009. Introducing Compassion-Focused Therapy. Advances in Psychiatric Treatment, 15, 199-208. _________. 2005. Compassion: Conceptualisations, Research, And Use In Psychotherapy. New York: Routledge. _________. 2004. Evolutionary Theory And Cognitive Therapy. New York: Springer Publishing Company. Gilbert, P dan Chris I. 2004. A Pilot Exploration of The Use of Compassionate Images A Group of Self Critical People. MEMORI, 12, 507-516. Gilbert, P., M.Clarke., S.Hempel., J.N.V.Miles. 2004. Criticizing and Reassuring Oneself: An Exploration of Forms, Styles and Reasons in Female Students. British Journal of Clinical Psychology, 43, 31-50.
commit to user 64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Gilbert, P., Mark.W.Baldwin., Chris Irons., Jodene R.Baccus. 2006. SelfCriticism and Self-Warmth: An Imagery Study Exploring Their Relation to Depression. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly, 20 (2), 183-204. Glassman, L.H., Weierich, M.R., Hooley, J.L., Deliberto, T.L. 2007. Child Maltreatment, Non-suicidal Self-injury, and the Mediating Role of Selfcriticism. Behaviour Research and Therapy, 45(10), 2483–2490. Graves, K., Susanne M.Arnold., Celia.L.Love, Kenneth L.Kirsh. 2007. Distress Screening in a Multidisciplinary Lung Cancer Clinic: Prevalence an Predictors of Clinically-Significant Distress. NIH Public Access, 55 (2), 215-224. Haditono. 2002. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Berbagai
Hardjana. 1994. Stres Tanpa Distres. Yogyakarta: Kanisius. Hawari, D. 2001. Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Hermans, H dan Dimaggio, G. 2004. The Dialoque Self In Psychotherapy. New York: Brunner-Routledge. Hurlock, E. 1993. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta:Erlangga. Irons, C., P.Gilbert, M.W.Baldwin., J.R.Baccus. 2006. Parental Recall, Attachment Relating and Self-Attacking / Self-Reassurance: Their Realtionship With Depression. British Journal of Clinical Psychology, 45, 297-308. Johana.Anda;stressor anda.www.AllAboutStress.com. diakses tanggal 15 Juni 2011. Kiecot-Glaser, J.K. 1994. Handbook of Human Stress and Immunity. California:Academic Press. Kitayama, S dan Yukiko.U. 2003. Explicit Self-Criticism and Implicit SelfRegard: Evaluating Self and Friend in Two Cultures. Journal of Experimental Social Psychology, 39, 476-482. Lazarus dan Lazarus. 2005. Staying Sane In A Crazy World (alih bahasa: Linggawati Haryanto). Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
commit to user 65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Mappiare. 2006. Kamus Istilah Konseling dan Terapi. Jakarta: Grafindo Persada. Mills, A., P.Gilbert, R.Bellew, K.McEwan. 2007. Paranoid Beliefs and SelfCriticism in Students. Clinical Psychology and Psychotherapy, 14, 358364. Myers, D. 2009. Exploring Social Psychology 4th Edition. New York: McGrawHill. Nototsoedirjo, Moeljono, Latipun. 1999. Kesehatan Mental: Konsep dan Penerapan. Malang: UMM Press. Powers, T, Richard.K dan David Zuroff. 2007. Self-Criticism, Goal Motivation, and Goal Progress. Journal of Social and Clinical Psychology, 26 (7), 826840. Priyatno. 2008. Mandiri Belajar SPSS. Yogyakarta: Mediakom. Rice, P.L. 1999. Stress and Health. California: Brooks/Cole Publishing Company. Rockliff, H., Paul.Gilbert., Kirsten McEwan., Stafford Lightman. 2008. A Pilot Exploration of Heart Rate Variability and Salivary Cortisol Responses to Compassion-Focused Imagery. Clinical Neuropsychiatry, 5 (3), 132-139. Rosengren, C. 2007. 101 Ways to Get Wild About Work.United States: Lulu Marketplace Santor, A.D dan Aimée.A.Y. 2006. Soliciting Unfavourable Social Comparison: Effects of Self-Criticism. Personality and Individual differences, 40, 545556. Santrock, J W. 2003. Adolescence. Jakarta: Erlangga. Sarafino, E. 1990. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions 1st Edition. New York: John Wiley and Sons. Sarafino, E. 1994. Health Psychology: Biopsychosocial Interactions 2nd Edition. New York: John Wiley and Sons. Smith, Ellen Jaffe–Gill, dan Jeanne Segal. Understanding stress: Signs,symptoms, causes, and effects. www.helpguide.org. diakses tanggal 10 Agustus 2010. Sturman, E dan Miriam. M. 2005. Self-Criticism and Major Depression: An Evolutionary Perspective. British Journal of Clinical Psychology, 44 (4). Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R dan D. Bandung: Alfabeta.
commit to user 66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Suryabrata, S. 2003. Metodologi Penelitian. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Suparno, P. 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Piget. Yogyakarta: Kanisius. Swarth, J. 2004. Stres Dan Nutrisi. (alih bahasa: Irawan). Jakarta: Bumi Aksara. Talbott, S. 2004. The Cortisol Diet. (alih bahasa: Lily Endang Jaelani). Jakarta: PT Buana Ilmu Populer. Terluin, B., Harm.W.J van Marwijk., Herman.J.Ader., Henrica C.W de Vet. 2006. The Four-Dimensional Symptom Questionnaire (4DSQ): A Validation Study of a multidimensional Self-Report Questionnaire to Assess Distress, Depression, Anxiety and Somatization. BMC Psychiatry, 6,34-54. VandenBos, G.R. 2007. APA Dictionary of Psychology. Washington: APA. VanderZanden, J., Thomas C., dan Corinne C. 2007. Human Development. New York: McGraw Hill. Wardhati, Tatik.Stress ok distress no way.www.intisari-online.com.diakses tanggal 16 Juni 2011. Yip, T., Gee, G.C, Takeuchi, D.T. 2008. Racial Discrimination and Psychological Distress: The Impact of Ethnic Identity and Age Among Immigrant and United States-Born Asian Adult. Developmental Psychology, 44, (3):787800.
commit to user 67