Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
Hubungan antara Pola Asuh Otoriter Orangtua dengan Perfeksionisme Maladaptif pada Siswa SMA Negeri 7 Surakarta Correlation between Authoritarian Parenting Style and Maladaptive Perfectionism on students of SMA Negeri 7 Surakarta Rahayu Herlina Sekartini, Machmuroch, Nugraha Arif Karyanta Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret ABSTRAK Perfeksionisme adalah keyakinan bahwa seseorang harus menjadi sempurna pada segala aspek dan hasil atau pekerjaan yang tidak sempurna tidak dapat diterima. Perfeksionisme muncul berhubungan dengan orangtua yang suka menuntut, mengontrol, mengkritik, dan menghukum, yang merupakan karakteristik dari pola asuh otoriter. Orangtua otoriter mensyaratkan kesempurnaan bagi anaknya dengan menuntut tidak adanya kesalahan dan kecenderungan untuk memberi tanda penolakan dan hukuman. Hal ini menyebabkan anak membentuk standar kesempurnaan yang tinggi pada apa yang ia kerjakan, agar memperoleh penghargaan serta tidak mendapat kritik, dan hukuman dari orangtuanya. Ketika kesempurnaan itu menyebabkan gangguan, maka pada saat itulah perfeksionisme berubah menjadi maladaptif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh otoriter orangtua dengan perfeksionisme maladaptif pada siswa SMA Negeri 7 Surakarta. Populasi penelitian adalah siswa kelas X dan XI SMA Negeri 7 Surakarta. Responden penelitian sebanyak 6 kelas dengan total 175 siswa, yang ditentukan menggunakan cluster random sampling. Alat pengumpul data dalam penelitian ini adalah skala perfeksionisme maladaptif (r=0,3160,589, α=0,879) dan skala pola asuh otoriter orangtua (r=0,314-0,547, α=0,883). Teknik analisis data yang digunakan adalah korelasi product moment Pearson. Berdasarkan hasil analisis korelasi product moment Pearson diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,425; p=0,00 (p<0,01). Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara pola asuh otoriter orangtua dengan perfeksionisme maladaptif pada siswa SMA Negeri 7 Surakarta. Nilai R2 dalam penelitian ini sebesar 0,180, hal ini menunjukkan bahwa kontribusi pola asuh otoriter orangtua terhadap perfeksionisme maladaptif sebesar 18%. Ini berarti, masih terdapat 82% variabel lain yang mempengaruhi perfeksionisme maladaptif selain pola asuh otoriter orangtua. Kata kunci: pola asuh otoriter orangtua, perfeksionisme, perfeksionisme maladaptif, siswa SMA
baik atau buruknya terhadap perkembangan
PENDAHULUAN Sifat merupakan bawaan individu dalam menyikapi suatu hal atau dapat diartikan sebagai
kecenderungan
memberikan
respon
seseorang
yang
dalam
mempengaruhi
tingkah laku, budi pekerti, dan tabiat dari individu itu sendiri. Salah satu sifat yang banyak ditemui dan diperbincangkan mengenai
seorang
anak
adalah
perfeksionisme.
Perfeksionisme adalah kepercayaan bahwa seseorang harus sempurna secara mutlak dalam semua yang ia lakukan dan kurangnya kepuasan secara terus-menerus (Halida, 2009). Seorang
perfeksionis
menganggap
bahwa
segala sesuatu harus dikerjakan dengan serius dan sempurna, tidak boleh ada kesalahan, tidak 56
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
boleh asal-asalan, dan tidak boleh ada cacat
Dalam kadar yang normal, perfeksionisme
(Aditama, 2008).
memberikan
dampak
yang
Perfeksionisme
mendorong
remaja
Hamachek
(1978)
mengatakan
bahwa
baik. untuk
perfeksionisme adalah sejumlah cara yang
berprestasi dan terus memotivasi untuk tetap
dapat dikaitkan dengan prestasi. Persaingan di
tekun ketika menghadapi kesulitan ataupun
dunia
itu,
tantangan.
Namun,
dibutuhkan orang-orang dengan kualitas yang
melakukan
sesuatu
sempurna
dalam
sempurna dan dorongan untuk sempurna itu
persaingan. Para orangtua yang menyadari hal
menyebabkan gangguan obsesif kompulsif
ini tentu saja akan menekan anak-anaknya
(obsessive compulsive disorder), gangguan
untuk belajar keras, menjadi yang terbaik di
pola makan (eating disorder), kecemasan,
kelas dengan nilai selalu A. Seorang psikolog
body
Amerika, Randy O. Frost, mensinyalir bahwa
depresi bahkan sampai keinginan untuk bunuh
dalam 20 tahun terakhir ini terjadi peningkatan
diri,
perfeksionisme di Amerika. Tidak saja terjadi
menjadi maladaptif (Anita, 2010).
di kalangan bisnis dan pemerintahan, tetapi
Menurut survei Centers for Disease Control
yang
kalangan
(CDC) pada tahun 1996 yang dilakukan
pendidikan. Para guru di sekolah-sekolah
terhadap para pelajar kelas 3 SMP - 3 SMA
menuntut murid-muridnya untuk menguasai
selama 12 bulan menghasilkan data sebagai
semua mata pelajaran dengan sempurna. Para
berikut: 24,1% remaja secara serius pernah
orangtuapun
mereka
berpikir untuk bunuh diri; 17,7% pernah
harus mendapat nilai A dan tugas-tugas harus
membuat rencana bunuh diri; 8,7% pernah
dilakukan dengan sempurna (Aditama, 2008).
berusaha untuk bunuh diri; dan 2,8% pernah
Oleh karena itu, perfeksionisme merupakan
berusaha bunuh diri yang berakhir dengan
sifat
remaja,
cedera, keracunan, atau overdosis sampai-
khususnya di kalangan remaja yang berbakat
sampai perlu perawatan medis (Adderholdt
atau
dan Goldberg, 2005).
kerja
jelas
yang
semakin
untuk
ketat,
dapat
terjadi
umum
berprestasi
bertahan
adalah
menuntut
di
tinggi
karena
di
anak-anak
kalangan
(Adderholdt
dan
dysmorphic
saat
jika
merasa
dengan
disorder,
itulah
harus
betul-betul
workaholism,
perfeksionisme
berubah
Goldberg, 2005). Hal ini senada dengan Peters
Sejalan
(1996),
bahwa
memfokuskan pada hal-hal yang paling ingin
perfeksionisme lebih banyak ditemui pada
dihindari, seperti tidak boleh kalah atau tidak
individu yang memiliki kapasitas intelektual di
boleh gagal, hal ini menimbulkan frustrasi
atas rata-rata atau pada populasi berpendidikan
yang berkepanjangan, rasa bersalah, depresi
tinggi.
dan emosi-emosi negatif lainnya. Ibarat pisau
yang
mengatakan
dengan
survei
tersebut,
karena
bermata dua, pefeksionisme melukai dua 57
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
pihak, yaitu si perfeksionis di satu sisi dan
Selanjutnya
orang-orang di sekitarnya di sisi lain. Sisi
perfeksionisme
negatif yang selalu aktual, tercermin pada
kanak-kanak. Para perfeksionis dibentuk sejak
banyaknya murid sekolah yang bunuh diri di
kecil (Adderholdt dan Goldberg, 2005). Pola
Jepang, alasan utama mereka adalah tidak naik
asuh diduga sebagai salah satu faktor yang
kelas, rapor buruk, bahkan lulusan SMU yang
mempengaruhi kemunculan perfeksionisme
tidak
pada seorang anak. Pola asuh merupakan cara
diterima
di
universitas
pilihannya,
beberapa
ahli
berkembang
jika
selama
masa
bahkan banyak pula pejabat Jepang yang
orangtua
melakukan harakiri karena merasa gagal
mengasuh
dalam melaksanakan tugasnya.
pengaruh besar terhadap bagaimana anak itu
Dari hasil wawancara dengan guru Bimbingan
melihat dunia dan dirinya sendiri (Monks dkk.,
Konseling SMA Negeri 7 Surakarta, terdapat
2004). Sedangkan Hurlock (2002) berpendapat
sekitar 2% dari murid sekolah tersebut yang
bahwa
memiliki
perfeksionisme
pemberian disiplin dari orangtua kepada anak.
maladaptif, hal ini dapat terlihat dari perilaku
Hurlock juga mengatakan bahwa pola asuh
dan keinginan yang besar untuk mencapai nilai
orangtua
sempurna yang dituntutkan oleh orangtua
pembentukan kepribadian anak. Menurut Kohn
mereka. Orangtua mereka tidak mentolerir
(1971), pola asuh orangtua dapat tercermin
adanya kesalahan sedikit pun, harus menjadi
dalam
yang terbaik di kelas, dan hal ini membuat
berhubungan dengan anaknya, yaitu pada cara
mereka merasa tertekan.
orangtua menerapkan disiplin di rumah, cara
kecenderungan
memberikan
yakin
anak.
pola
Pola
asuh
besar
kasih
sayang
asuh
orangtua
mempunyai
merupakan
pengaruhnya
sikap-sikap
dan
orangtua
terhadap
dalam
berkomunikasi, cara pemenuhan kebutuhan Oleh karena itu, jelas ada kerugian jika
dan pandangan orangtua terhadap anaknya.
seorang remaja menjadi perfeksionis. Ia akan lelah karena harus memenuhi standar diri
Pola asuh orangtua memiliki peranan penting
sendiri dan tuntutan dari orangtua yang terlalu
dalam pembentukan kepribadian remaja. Pola
tinggi, dan sebenarnya, bukan hanya diri
asuh orangtua yang mampu mengakomodasi
sendiri yang akan terganggu, melainkan juga
dan memfasilitasi kebutuhan perkembangan
teman-temannya, ini disebabkan karena remaja
remaja akan menghasilkan perkembangan
yang
kepribadian yang adaptif, namun apabila tidak,
perfeksionis
cenderung
juga
mengharapkan agar teman-temannya mampu
maka
memenuhi standar yang dibuatnya. Hal ini
kepribadian
akan
sosialnya.
Baumrind (dalam Santrock, 2002) ada empat
Remaja dengan perfeksionis akan melihat
macam pola asuh orangtua, yaitu pola asuh
orang lain juga harus sempurna seperti dirinya.
otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh
mengganggu
hubungan
akan
menghasilkan yang
perkembangan
maladaptif.
Menurut
58
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
permisif,
dan
penelantar.
menjelaskan kenapa dia berperilaku seperti
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
yang ia lakukan, orangtua otoriter biasanya
Depsos (Pikiran Rakyat dalam Setyawan,
mempunyai satu set standar yang absolut
2010) ditemukan bahwa pola asuh yang
dalam pikirannya yang digunakan untuk
dominan menurut remaja adalah pola asuh
membentuk, mengontrol dan menilai perilaku
otoriter (83,33%). Pola asuh otoriter memiliki
dan sikap anak-anaknya. Anak diharapkan
ciri-ciri aturan yang bersifat kaku, memaksa
untuk menaati permintaan orangtua dengan
anak untuk bertingkah laku sesuai dengan
segera dan apabila anaknya menolak, maka
kehendak orangtua, tidak ada komunikasi
biasanya akan diikuti dengan memberikan
timbal balik, hukuman lebih sering diberikan
hukuman pada anak tersebut. Karena orangtua
tanpa alasan yang jelas dan jarang memberi
otoriter biasanya juga sering dan mudah
hadiah.
marah, sehingga anak cenderung untuk takut
Menurut Kohn (1971), pola asuh otoriter
dan cemas apabila nanti dimarahi oleh
terlihat dari cara penerapan disiplin bersifat
orangtuanya.
mutlak, tidak dapat ditolak, kriteria aturan dan
cenderung untuk menunjukkan kekuasaannya
hukuman ditetapkan oleh orangtua, anak harus
melalui penerapan disiplin, yang terkadang
patuh, kontrol kesalahan dilakukan dengan
termasuk di dalamnya penggunaan hukuman
cara marah; pola komunikasi satu arah,
fisik (Steinberg dkk., 1991). Orangtua otoriter
cenderung hanya orangtua saja, tidak ada
juga sering menghukum anaknya dengan cara
dialog komunikasi, larangan, perintah, teguran
menarik kasih sayang yang menunjukkan
tidak
kemarahannya dalam kurun waktu tertentu,
pernah
pola
asuh
dibantah;
cara
pemenuhan
Orangtua
yang
otoriter
dan
misalnya dengan cara orangtua menjauh dari
memberikan
anaknya menghindari anaknya dan menolak
kesempatan pada anak untuk menentukan
untuk berbicara dengan anaknya (Hoffman
prioritas kebutuhan berdasarkan keinginan
dalam Steinberg dkk., 1991).
pada anak sendiri, anak selalu diatur orangtua;
Dinamika
anak selalu dianggap anak kecil yang harus
digambarkan bahwa perfeksionisme muncul
diatur orangtua agar baik serta patuh.
berhubungan dengan orangtua yang menuntut,
Orangtua dengan gaya pengasuhan otoriter
mengkritik, mengontrol, dan suka menghukum
dapat digambarkan sebagai orangtua yang
(McCraine dan Bass dalam Blatt, 1995),
mengharapkan kepatuhan anaknya terhadap
orangtua dengan karakteristik seperti ini
kekuasaannya dan tidak mengijinkan adanya
cenderung tidak mudah menerima atau tidak
diskusi antara orangtua dan anak. Orangtua
konsisten dengan penerimaannya (Hamacheck
otoriter
dalam Blatt, 1995), mempunyai tuntutan yang
kebutuhan
ditentukan
atas
kehendak
orangtua,
tidak
merasa
tidak
perlu
pikiran
lagi
untuk
psikologis
yang
terjadi
dapat
59
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
tinggi
dan
menggantungkan
kecenderungan
untuk
penerimaannya pada pencapaian anaknya,
penolakan
dan
hukuman.
sehingga anak akan berusaha memenuhi
melakukan
kesalahan,
tuntutan
berkembang
untuk
agar
penerimaan
cinta
mendapatkan
orangtuanya.
cinta
Namun
dan
dan karena
kesalahan
memberi Apabila
maka
anak
tanda anak akan
tidak
mentoleransi
serta
mensyaratkan
sedikitpun
tuntutan dan standar orangtua itu sangat tinggi,
kesempurnaan pada apa yang ia kerjakan.
maka anak akan sulit mencapainya. Anak akan
Perfeksionisme terbentuk sebagai syarat bagi
cenderung mengkritik diri sendiri atas setiap
anak
kegagalan atau membentuk standar yang
orangtuanya.
semakin
melakukan
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut,
kesalahan dan mendapat kritik atau hukuman
maka penulis mengadakan penelitian dengan
dari
judul: “Hubungan antara Pola Asuh Otoriter
tinggi
agar
orangtuanya,
tidak
sehingga
muncullah
untuk
memperoleh
penghargaan
perfeksionisme (Blatt, 1995).
Orangtua dengan Perfeksionisme Maladaptif
Semiawan (1997) juga mengemukakan bahwa
pada Siswa SMA Negeri 7 Surakarta”.
sikap ambisius orangtua dengan menerapkan aturan-aturan yang kaku dan memaksa anak DASAR TEORI
untuk bertingkah laku seperti yang diinginkan oleh orangtuanya, menerapkan disiplin ketat
1. Perfeksionisme Maladaptif
terhadap anak-anaknya dengan tidak memberi
Parker dan Adkins (dalam Aditomo dan
kesempatan
Retnowati,
atau
kebebasan
anak
untuk
2004)
menyebutkan
bahwa
berekspresi dapat mempengaruhi munculnya
perfeksionisme dapat menjadi maladaptif,
perfeksionisme,
pola
misalnya apabila standar-standar ini begitu
seperti itu, bisa jadi saat tumbuh dewasa akan
tinggi sehingga individu hampir selalu merasa
terbiasa
gagal dalam melakukan sesuatu.
dibesarkan
dengan
standar
dengan
kesempurnaan
tersendiri.
Perfeksionis neurotik menetapkan standar
Menurut
pandangan
humanistik
pencapaian yang lebih tinggi daripada yang
(Rogers
dalam
Schultz,
dinamika
biasanya dapat dicapai. Mereka sulit merasa
ini
dibahas
konsep
puas karena mereka jarang berhasil melakukan
conditioned positive regard atau penghargaan
sesuatu sebaik yang mereka inginkan. Karena
positif
berarti
itu mereka memandang bahwa dirinya tidak
yang
pantas untuk merasa puas dan merasa bahwa
ditetapkan oleh orangtua. Orangtua yang
dirinya tidak berharga karena gagal mencapai
mensyaratkan kesempurnaan bagi anaknya
standar
akan menuntut tidak adanya kesalahan dan
(Hamachek, 1978).
hubungan
bersyarat,
menginternalisasikan
psikologi 1991)
dalam
yang nilai-nilai
yang
mereka
tetapkan
sendiri
60
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
Menurut
Blatt
(1995)
perfeksionisme
kualitas
pekerjaan
yang
dilakukan,
dan
maladaptif memandang kegagalan sebagai
kecenderungan pada kerapian dan keteraturan.
sesuatu
Semiawan
yang
mengancam
eksistensi.
(1997)
mengemukakan
ada
Perfeksionisme maladaptif erat terkait dengan
beberapa
depresi dan berbagai gejala psikopatologis
perfeksionisme, antara lain tuntutan orangtua,
lain. Hewitt dan Flett (1991) mengatakan,
keberhasilan dan kegagalan sebelumnya, luka
bahwa
narsistis, citra raga, dan dukungan sosial.
karakteristik
maladaptif
adalah
faktor
yang
mempengaruhi
menyalahkan dan mengkritik diri sendiri, 2. Pola Asuh Otoriter
perasaan bersalah, narsistik dan depresi. Berdasarkan
pengertian
di
atas,
dapat
disimpulkan bahwa perfeksionisme maladaptif adalah keyakinan bahwa seseorang harus menjadi sempurna dengan tuntutan dan standar tinggi yang kurang realistik dari diri sendiri maupun orang lain, mencapai kondisi terbaik pada segala aspek, kritik dan pengawasan berlebihan terhadap diri, dan sulit merasa puas karena jarang berhasil melakukan sesuatu sebaik yang diinginkan, sehingga merasa bahwa dirinya tidak berharga karena gagal
Hewitt dan Flett (1991) menyatakan, bahwa perfeksionisme terbagi ke dalam tiga aspek, self-oriented
perfectionism,
yang menekankan kontrol dan kepatuhan (Papalia, dkk., 2009). Menurut Baumrind (dalam Mussen, dkk., 1990) pola asuh otoriter cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orangtua tipe ini juga cenderung
memaksa,
memerintah,
menghukum. Orangtua juga tidak mengenal kompromi, dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah. Santrock (2003) mendefinisikan pola asuh
mencapai standar yang ditetapkan.
yaitu
Pola asuh otoriter adalah gaya pengasuhan
other-
oriented perfectionism, dan socially prescribed
otoriter
sebagai
membatasi
dan
gaya
pengasuhan
bersifat
yang
menghukum,
mendesak dan memaksa anak untuk mengikuti petunjuk orangtua dan untuk menghormati pekerjaan dan usaha. Orangtua yang bersifat
perfectionism. Frost (dalam Rice dan Mirzadeh, 2000) mengungkapkan terdapat enam aspek dari perfeksionisme, yaitu ketakutan berlebihan
otoriter membuat batasan dan kendali yang tegas
terhadap
anak
dan
hanya
sedikit
melakukan komunikasi verbal.
terhadap kesalahan, standar personal yang
Menurut Mashoedi dan Markum (2005) pola
tinggi, persepsi terhadap harapan yang tinggi
asuh otoriter adalah sikap orangtua terhadap
dari orangtua, persepsi terhadap kritik yang
anak yang ditandai oleh kontrol ketat dari
tinggi
orangtua, pengekangan akan kebebasan dan
dari
orangtua,
keraguan
terhadap
atau inisiatif anak, dan pengutamaan pada 61
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
kepatuhan
orangtua,
bahkan
dengan
3.
menggunakan hukuman fisik. Berdasarkan
pengertian
Sampling Sampling yang digunakan adalah cluster
di
atas
dapat
disimpulkan, bahwa pola asuh otoriter adalah
random sampling. 4.
Teknik Pengumpulan Data
gaya pengasuhan yang menekankan kontrol dan kepatuhan untuk mengikuti tuntutan orangtua, menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, pemberian disiplin dengan hukuman, pemenuhan kebutuhan dilakukan tanpa diskusi, serta komunikasi bersifat satu
Teknik pengumpulan data menggunakan alat ukur berupa skala psikologi dengan jenis skala Likert. Ada dua skala psikologi yang digunakan, yaitu: a. Skala Perfeksionisme Maladaptif
arah.
Perfeksionisme
Kohn (1971) mengemukakan aspek-aspek
penelitian ini diukur dengan skala
dalam pola asuh orangtua, yaitu pemberian
perfeksionisme maladaptif berdasarkan
disiplin, komunikasi, pemenuhan kebutuhan,
aspek-aspek perfeksionisme menurut
dan pandangan terhadap remaja.
Hewitt dan Flett (1991) dan Frost
Aspek-aspek
dalam
pola
asuh
dalam
(dalam Rice dan Mirzadeh, 2000),
orangtua
meliputi self-oriented perfectionism,
menurut Baumrind (1991), yaitu kontrol,
other-oriented
tuntutan kedewasaan, komunikasi anak dengan
perfectionism,
dan
socially prescribed perfectionism.
orangtua, dan kasih sayang. b. METODE PENELITIAN
maladaptif
Skala Pola Asuh Otoriter Orangtua Pola asuh otoriter orangtua dalam penelitian ini diukur dengan skala pola
1.
2.
Populasi
asuh otoriter orangtua berdasarkan
Populasi dalam penelitian ini adalah siswa
aspek-aspek pola asuh menurut Kohn
kelas X dan XI SMA Negeri 7 Surakarta
(1971) dan Baumrind (1991), meliputi
tahun ajaran 2011/2012 dengan jumlah 19
pemberian
kelas.
pemenuhan kebutuhan, dan pandangan
Sampel
disiplin,
komunikasi,
terhadap remaja.
Sampel untuk penelitian sebanyak enam kelas, yaitu: X3, X5, X9, XI IPA1, XI IPA2, dan XI IPA4, dengan total 175 siswa.
62
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
HASIL - HASIL
Sig. 0,000 (p<0,01). Artinya, bahwa hipotesis
Penghitungan dalam analisis penelitian ini
penelitian diterima, yaitu terdapat hubungan
dilakukan dengan bantuan komputer program
antara pola asuh otoriter orangtua dengan
Statistical Product and Service Solution
perfeksionisme maladaptif.
(SPSS) versi 16.0.
Nilai koefisien determinasi R2 (R Square) yang dihasilkan adalah 0,180 atau 18%. Hal ini
1. Uji Asumsi Dasar
menunjukkan, a. Uji normalitas Uji
normalitas
menggunakan
orangtua dalam
penelitian
teknik
one
Kolmogorov-Smirnov
ini
sample
dengan
taraf
Didapatkan
nilai
signifikansi
0,05.
signifikansi
perfeksionisme
bahwa
pola
menentukan
asuh
otoriter
perfeksionisme
maladaptif sebesar 18%, adapun sisanya sebesar 82% dipengaruhi oleh variabel lain. 3. Analisis Deskriptif
maladaptif
Hasil kategorisasi dapat diketahui bahwa
0,128 dan pola asuh otoriter orangtua 0,126.
responden memiliki tingkat perfeksionisme
Nilai signifikansi untuk seluruh variabel
maladaptif sedang sebanyak 92% dengan
lebih
dapat
rerata empirik 96,00 dan tingkat pola asuh
disimpulkan bahwa kedua variabel tersebut
otoriter orangtua sedang sebanyak 55,4%
telah terdistribusi secara normal.
dengan rerata empirik 84,83.
b. Uji linearitas
4. Sumbangan Efektif
besar
dari
0,05,
maka
ini
Besarnya sumbangan efektif pola asuh otoriter
menggunakan Test for Linearity dengan
orangtua terhadap perfeksionisme maladaptif
taraf signifikansi 0,05. Berdasarkan hasil uji
adalah sebesar 18%, sehingga masih terdapat
linearitas
82%
Uji
linearitas
dalam
diperoleh
penelitian
nilai
signifikansi
variabel
lain
yang
menentukan
sebesar 0,000. Oleh karena kedua nilai
perfeksionisme maladaptif selain variabel pola
signifikansi yang dihasilkan kurang dari
asuh otoriter orangtua.
0,05, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang linear antara kedua
PEMBAHASAN
variabel. Hasil analisis data menunjukkan, bahwa 2. Uji Hipotesis
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
Hasil analisis menunjukkan bahwa besarnya
diterima, yaitu terdapat hubungan antara pola
koefisien korelasi antara variabel pola asuh
asuh otoriter orangtua dengan perfeksionisme
otoriter
maladaptif
orangtua
dengan
perfeksionisme
maladaptif adalah sebesar 0,425 dengan nilai
pada
siswa
SMA
Negeri
7
Surakarta. Hal tersebut didapat dari hasil
63
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
penghitungan analisis korelasi Pearson, yaitu
perfeksionis mengalami kegagalan atau apa
sebesar 0,425 dengan p<0,01. Nilai koefisien
yang
korelasi (R) yang dihasilkan sebesar 0,425,
harapannya untuk memenuhi standar yang
menunjukkan bahwa terjadi hubungan positif
telah
yang signifikan antara pola asuh otoriter
menghasilkan perilaku yang maladaptif. Hal
orangtua dengan perfeksionisme maladaptif.
ini didukung konsep Frost (dalam Hewwit dan
Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat
Flett,
yang dikemukakan oleh Rice dan Mirzadeh
expectation
(2000),
bahwa
variabel
akibat
menimbulkan sifat-sifat maladaptif.
yaitu
kecenderungan
perfeksionisme
maladaptif
timbul
dikerjakan
tidak
diberikan
1991),
sesuai
kepadanya,
yang yang
maka
menyatakan merupakan
perfeksionisme
dengan
parental
salah
yang
akan
satu
cenderung
respon anak terhadap orangtua yang terlalu
Berdasarkan nilai koefisien determinasi (R²),
banyak memberikan tuntutan, terlalu suka
diketahui besarnya sumbangan efektif
mengkritik,
dan
asuh otoriter orangtua terhadap perfeksionisme
emosional
yang
memberikan rendah
dukungan anak.
maladaptif, yaitu sebesar 0,180. Hal tersebut
Hamacheck (dalam Rice dan Mirzadeh, 2000)
menunjukkan bahwa sebesar 18% variabel
juga menyimpulkan bahwa orangtua dari
perfeksionisme maladaptif dipengaruhi oleh
individu dengan perfeksionisme maladaptif
variabel pola asuh otoriter orangtua, sedangkan
dikarakteristikkan
sisanya sebesar 82% dipengaruhi oleh variabel
sebagai
kepada
pola
orangtua
yang
keras, suka mengkritik, dan mempunyai
lain.
standar yang tinggi dan sulit dipenuhi oleh
keberhasilan atau kegagalan yang telah dicapai
anaknya.
sebelumnya (pengalaman), luka narsistis, citra
Perfeksionisme terkait dengan kebutuhan kuat
raga, dukungan sosial. Sedangkan menurut
untuk berhasil. Individu yang perfeksionis
Lubis (dalam Setyawan, 2010), yaitu faktor
merasa
biologis (keturunan) dan faktor sosiologis
harus
membuktikan
diri
dengan
Menurut
Semiawan
(1997),
yaitu
pencapaian yang sangat tinggi, tetapi rentan
(kebudayaan).
terhadap kemungkinan kegagalan atau kritik
Perfeksionisme maladaptif
dari orang lain, yang dimungkinkan dari
SMA Negeri 7 Surakarta secara umum
orangtua
Orangtua
tergolong sedang. Hal tersebut berdasarkan
cenderung memberi standar yang tinggi di luar
hasil kategorisasi yang memperlihatkan bahwa
kemampuan individu. Tuntutan orangtua yang
92% responden memiliki skor perfeksionisme
terlalu tinggi menyebabkan anak menjadi
maladaptif sedang dan 8% lainnya memiliki
perfeksionis.
selalu
skor perfeksionisme maladaptif tinggi, dengan
berharap sesuatu dalam hidupnya berjalan
mean empirik sebesar 96,00. Dari data ini,
secara teratur dan terstruktur. Apabila seorang
dapat diketahui bahwa rata-rata siswa SMA
individu
Seorang
tersebut.
perfeksionis
pada siswa di
64
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
Negeri 7 Surakarta memiliki perilaku dengan
perfeksionisme
kecenderungan
sebesar 18%. Hal ini berarti masih
perfeksionisme
maladaptif,
maladaptif
82%
variabel
adalah
seperti harga diri rendah, perasaan bersalah,
terdapat
lain
yang
pesimis, tidak fleksibel, obsesif, perilaku
menentukan perfeksionisme maladaptif
kompulsif, dan depresi.
selain pola asuh otoriter orangtua.
Pola asuh otoriter orangtua pada siswa di SMA
3. Hasil analisis deskriptif menunjukkan
Negeri 7 Surakarta secara umum tergolong
bahwa rata-rata responden penelitian
sedang.
memiliki
tingkat
maladaptif
sedang
Hal
kategorisasi
tersebut yang
berdasarkan
memperlihatkan
hasil bahwa
perfeksionisme sebanyak
92%
55,4% responden memiliki skor pola asuh
dengan rerata empirik 96,00 dan
otoriter orangtua sedang, 41,7% lainnya
tingkat pola asuh otoriter orangtua
memiliki skor pola asuh otoriter orangtua
sedang sebanyak 55,4% dengan rerata
rendah, dan 2,9% memiliki skor pola asuh
empirik 84,83.
otoriter orangtua tinggi, dengan mean empirik
B. Saran
sebesar 84,83. Hal ini dimungkinkan karena SMA Negeri 7 Surakarta merupakan salah satu
1. Untuk siswa
sekolah unggulan di Surakarta. Jadi orangtua
Remaja
memberikan tuntutan dan standar yang tinggi
maladaptif tinggi diharapkan mampu
kepada anaknya agar dapat memperoleh
mengenali kemampuan diri agar tidak
prestasi yang baik di sekolah.
merasa terbebani dengan tuntutan yang tinggi
dengan
pada
mengurangi PENUTUP
dirinya, sifat
dan
dapat
perfeksionisme
maladaptif. Di samping itu juga perlu menyalurkan bakat ke dalam bentuk
A. Kesimpulan 1. Terdapat
perfeksionisme
hubungan
positif
yang
yang positif agar terhindar dari stres.
signifikan antara pola asuh otoriter
Sedangkan
remaja
dengan
orangtua
perfeksionisme
maladaptif
sedang,
dengan
perfeksionisme
maladaptif pada siswa SMA Negeri 7
diharapkan
untuk
lebih
Surakarta (R=0,425; p<0,01). Hal ini
mengembangkan
perfeksionisme
menunjukkan bahwa pola asuh otoriter
arah yang positif guna mencegah dan
orangtua dapat menjadi prediktor bagi
menghindari
perfeksionisme maladaptif.
perfeksionisme
ke
kecenderungan maladaptif
menjadi
lebih besar. 2. Besarnya sumbangan efektif pola asuh otoriter
orangtua
terhadap 65
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
2. Untuk remaja pada umumnya Diharapkan
mampu
standar
yang
ditetapkan,
guna
mengenali
mencegah timbulnya perfeksionisme
memahami
maladaptif. Orangtua juga dirasa perlu
sehingga
untuk lebih meningkatkan hubungan
dapat menetapkan tujuan yang sesuai
interpersonal dengan anak remajanya,
dengan kemampuan dan tidak merasa
mengingat pola asuh dan perhatian
terbebani dengan adanya tuntutan yang
orangtua
tinggi, baik dari orangtua maupun
dalam perkembangan anak, terutama
sekolah,
pada usia remaja.
kemampuan penyebab
diri
dan
perfeksionisme,
agar
terhindar
dari
perfeksionisme maladaptif yang dapat
5.
sangat
berperan
penting
Untuk penelitian selanjutnya
merugikan diri sendiri dan lingkungan Peneliti
sekitar.
yang
tertarik
untuk
mengangkat tema yang sama, agar
3. Untuk sekolah
mengembangkan variabel-variabel lain Para
guru
diharapkan
lebih
di luar variabel yang telah digunakan
memperhatikan dan mengarahkan anak
dalam
didiknya
diharapkan
untuk
dapat
mengontrol
penelitian
penelitian
dari perfeksionisme pada siswa, seperti
memperluas
harga diri rendah, perasaan bersalah,
memperbanyak
pesimis,
karakteristik
fleksibel,
obsesif,
Selain
mampu
perilaku dan hal-hal yang menjadi ciri
tidak
ini.
di
itu,
melakukan
tempat
berbeda,
populasi,
dan
responden
dengan
berbeda,
agar
ruang
perilaku kompulsif, dan depresi; serta
lingkup generalisasi penelitian menjadi
dapat mengadakan penyuluhan tentang
lebih luas serta meningkatkan kualitas
baik
sifat
penelitian. Peneliti selanjutnya juga
mampu
diharapkan lebih terampil dan cermat
meminimalisasi
dalam menyusun skala penelitian, agar
timbulnya perfeksionisme maladaptif
dapat mengungkap kondisi psikologis
pada siswa.
responden secara mendalam, sehingga
4. Untuk orangtua
hasil penelitian yang diperoleh lebih
dan
buruk
perfeksionisme, mencegah
Diharapkan
dari
sehingga
dan
mengenali
kemampuan
komprehensif.
yang dimiliki oleh anak dan tidak memberikan
tuntutan
yang
terlalu
tinggi di luar kemampuan anak, serta mengurangi
pemberian
hukuman
apabila anak tidak dapat mencapai 66
Sekartini et,al/ HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITER
DAFTAR PUSTAKA Adderholdt, M. & Goldberg, J. 2005. Gue Bukan Superman: Jadi Remaja Sukses Tanpa Harus Ngotot (Terjemahan: Ratna Setyaningsih). Bandung: Kaifa.
Mashoedi, S. F. & Markum, M. E. 2005. Kaitan antara Gaya Pengasuhan dengan Gaya Atribusi Mahasiswa dalam Prestasi Akademik. Jurnal Psikologi Sosial. 2 (3), 10-21.
Aditama. 2008. Pribadi Perfeksionis Positif atau Negatif?. Internet http://roelworks.multiply.com/journal. Diakses tanggal 19 September 2011.
Monks, F. J., Knoers, A. M. P. & Haditono, S. R. 2004. Psikologi Perkembangan: Pengantar dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Aditomo, A. & Retnowati, S. 2004. Perfeksionisme, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi pada Remaja Akhir. Jurnal Psikologi. No. 1, 1-15.
Mussen, P. H. 1994. Perkembangan dan Kepribadian Anak (Terjemahan: Budiyanto FX, dkk). Jakarta: Arcan.
Anita, Clara. 2010. Perfeksionisme. Internet http://sonofshalom.blogspot.com/2010/ 07/perfeksionisme-dari-wikipediabahasa.html. Diakses tanggal 19 September 2011. Baumrind, D. 1991. The Influence of Parenting Style on Adolescent Competence and Substance Use. Journal of Early Adolescence. 11(1), 56-95. Blatt, S. J. 1995. The Destructiveness of Perfectionism: Implications for the Treatment of Depression. American Psychologist. 50, 1003-1020. Halida, Aril. 2009. Perfeksionisme. Internet http://orangehalida.blogspot.com/2009/ 05. Diakses tanggal 14 Maret 2011. Hamachek, D. E. 1978. Psychodynamics of Normal and Neurotic Perfectionism. Psychology. 15, 27-33. Hewitt, P. L. & Flett, G. L. 1991. Dimensions of Perfectionism in Unipolar Depression. Journal of Abnormal Psychology. Vol. 100, No. 1, 98-101. Hurlock, E. B. 2002. Perkembangan Anak Jilid 2 (Terjemahan: Meitasari Tjandrasa). Jakarta: Erlangga. Kohn, M. L. 1971. Social Class and Parent Child Relationship: An Interpretation, Reading In Adolescence Psychology. Minnesota: Burger Publishing Company.
Papalia, D. E., Olds, S. W. & Feldman, R. D. 2009. Human Development (Edisi 10 Buku 1). Jakarta: Salemba Humanika. Peters,
C. 1996. Perfectionism. Internet http://www.nexos.edu.au/teachstud/ ~gat/peters.htm. Diakses tanggal 14 Maret 2011.
Rice, K. G. & Mirzadeh, S. A. 2000. Perfectionism, Attachment and Adjustment. Journal of Counseling Psychology. Vol. 47, No. 2, 238-250. Santrock, J. W. 2003. Perkembangan Remaja (Terjemahan: Shinto B. Adelar & Sherly Saragih). Jakarta: Erlangga. Schultz, Duane. 1991. Psikologi Pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius. Semiawan, C. 1997. Mengenali dan Membina Anak Berbakat. Panasea. Edisi Juni, No. 57. Setyawan, Dani M. F. 2010. Hubungan antara Perfeksionisme dengan Stres pada Siswa Menengah Atas Negeri 1 Surakarta. Skripsi (Tidak Diterbitkan). Surakarta: Program Studi Psikologi UNS. Steinberg, L., Meyer, R. B. & Belsky, J. 1991. Invancy Chillhood & Adolescence Development In Context. Toronto: McGraw-Hill.
67