HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITATIF DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI-MIA SMA NEGERI 3 PATI
OLEH IDHA AYU BUDI PRASETYANINGSIH 802011041
TUGAS AKHIR Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian Dari Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH OTORITATIF DENGAN KEMANDIRIAN BELAJAR SISWA KELAS XI-MIA SMA NEGERI 3 PATI TAHUN 2014 / 2015
Idha Ayu Budi P. Chr. Hari Soetjiningsih
Program Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA 2015
Abstrak
Untuk mencapai kesuksesan diperlukan kemandirian belajar, maka siswa perlu memiliki kemampuan dan kesadaran dalam belajar mandiri. Untuk itu orang tua dalam mengasuh anak–anaknya perlu menggunakan pola asuh otoritatif, sebab pola asuh otoritatif membantu anak memiliki kemandirian belajar dalam mencapai kesuksesan belajarnya. Masalah dalam penelitian adalah: Adakah hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirin belajar siswa. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan Kemandirian belajar. Alat ukur yang digunakan skala pola asuh otoritatif dan skala kemandirian belajar. Partisipan adalah siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati. Subyek penelitian 80 siswa, pengambilan dengan teknik random sampling, Analisis data menggunakan tehnik diskriptif dan korelasi product moment. Adapun hasil penelitian menunjukkan bahwa r=0,664, p = 0,000 (p˂ 0,05) berarti ada hubungan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian belajar siswa, artinya semakin tinggi pola asuh otoritatif, semakin tinggi kemandirian belajar siswa, demikian sebaliknya. Untuk itu orang tua dalam pengasuhan anak perlu menggunakan pola asuh otoritatif. Secara diskriptif pola asuh otoritatif orang tua, pada kategori sangat tinggi, yaitu 46 siswa (57,50%), hal ini didasarkan pada rata–rata 102,222 termasuk kategori sangat tinggi, sedangkan kemandirian belajar siswa, pada kategori sangat tinggi, yaitu 51 siswa (63,75%), hal ini didasarkan pada rata–rata sebesar 207,292 termasuk kategori sangat tinggi.
Kata-kata Kunci : Pola Asuh Otoritatif, Kemandirian belajar
Abstract
Achieving success a student needs a self directed learning and needs to have an ability and awareness to do self directed learning. Related to it, controlling to their children parents need to use an authoritative parentings, because authoritative parenting is a kind of good parenting style to help children to do self directed learning in achieving learning success. Problem proposed in the research is: Is there any positive and significant relationship between authoritative parenting and students’ self directed learning. The purpose of the reseach is to know the positive and significant relationship between authoritative parenting and students’ self directed learning. The scales used here are authoritative parenting and self directed learning scales. The participants of the reseach are the students grade XI- MIA of SMA N 3 Pati, while the subjects of the research are 80 students, got by using Random Sampling Technique. The data analyzed by using Product Moment in simple descriptive and correlation technique. The results of the research show that r=0,664, p=0,000 (p<0,05), means there is a relationship between authoritative parenting and students’ self directed learning. It means that the higher authoritative parenting the higher students’ directed learning, and that is on the contrary. Therefore parents in taking care their children needs to use authoritative parenting. Descriptively authoritative parenting is very high, there are 46 students (57,50%), based on the rate 102,222 it belongs to very high category, while students’ self directed learning is very high, there are 51 students (63,75%), based on the rate 207,292 it belongs to very high category.
Keywords: Authoritative Parenting, Self Directed Learning
1
PENDAHULUAN
Perkembangan kemandirian merupakan masalah penting sepanjang kehidupan manusia. Perkembangan kemandirian sangat dipengaruhi oleh perubahan–perubahan fisik, yang pada giliranya dapat memicu terjadinya perubahan emosional, perubahan kognitif yang akan memberikan pemikiran logis tentang cara berfikir yang mendasari perilaku, dan perubahan nilai dalam peran sosial melalui pengasuhan orang tua dan aktivitas individu. Secara spesifik, masalah kemandirian menuntut suatu kesiapan individu, baik kesiapan secara fisik maupun psikis untuk dapat mengatur, mengurus dan melakukan aktivitas atas tanggung jawabnya sendiri tanpa banyak menggantungkan diri pada orang lain. Seperti dikatakan Monk dan Knoers (2006) bahwa orang yang mandiri memperlihatkan perilaku yang eksploratif, mampu mengambil keputusan, percaya diri dan kreatif, selain itu juga mampu bertindak kritis tidak takut berbuat sesuatu, mempunyai kepuasan dalam melakukan aktivitasnya dan mampu menerima realitas. Untuk menjadi orang yang berhasil dalam kehidupannya dengan memiliki pengetahuan yang mumpuni dan memiliki sikap yang baik, maka seseorang perlu memiliki kemandirian belajar yang baik, karena selama perkembangannya, individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi, sehingga individu tersebut mampu berfikir dan bertindak, seperti yang dikemukakan oleh (Furhmann dalam Asiyah, 2013). kemandirian merupakan suatu sikap individu yang diperoleh secara komulatif selama perkembangannya, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungannya, sehingga individu pada akhirnya mampu berfikir dan bertindak sendiri. Namun kenyataanya masih ada siswa, yang memiliki perilaku kemandirian belajar rendah,
2
kemandirian belajar rendah ini ditandai dengan masih adanya siswa yang terlambat, baik dalam masuk sekolah maupun masuk kelas, dalam mengerjakan tugas masih sering dikejar–kejar untuk menyelesaikan tugas, dalam pembelajaran tidak membawa buku, kadang buku yang dibawa tidak sesuai dengan jadwal yang ada, dan lain lain. Perilaku kemandirian belajar rendah dapat dipengaruhi oleh faktor baik dari dalam dirinya sendiri maupun dari lingkungannya. Walaupun demikian, fenomena yang didapat saat penulis melakukan wawancara dengan beberapa guru SMAN 3 Pati pada tanggal 24 November 2014, ternyata banyak siswa yang berprestasi, baik dalam bidang akademik maupun non akademik walaupun dalam bidang akademik ada beberapa siswa yang berada pada standart kompetensi minimal (SKM), sedangkan dalam bidang non akademik, misalnya siswa mampu menjadi pemimpin diantara teman–temannya mampu berkomunikasi dengan guru dan karyawan yang ada di sekolah, tugas–tugas (PR) selalu sudah dikerjakan dengan baik, berprestasi dalam bidang olah raga dan seni, beberapa siswa menjuarai “Band Nasional”. Beberapa siswa mampu mengatur jadwal belajar sendiri, belajar sesuai jadwal yang sudah dibuatnya, dan bersemangat dalam mengikuti kegiatan pembelajaran di sekolah. Dari fenomena tersebut menunjukkan ciri tingginya kemandirian belajar yang dimiliki siswa SMAN 3 Pati, seperti yang dikatakan Sumarmo (2004) Siswa yang memiliki kemandirian belajar yang tinggi cenderung belajar lebih baik, sebab siswa dalam pengawasan sendiri bukan dari pengawasan program; mampu memantau, mengevaluasi, dan mengatur belajarnya secara efektif; menghemat waktu dalam menyelesaikan tugasnya; dan mengatur waktu belajar secara efisien. Kemandirian belajar tidak akan datang dengan sendirinya, ada faktor yang mempengaruhinya yaitu faktor dari dalam dirinya sendiri (internal) dan dari
3
lingkunganya (eksrternal). Menurut Basri (2000), salah satu faktor yang memengaruhi kemandirian belajar adalah faktor eksternal, yang merupakan semua keadaan atau pengaruh yang berasal dari luar dirinya, sering dinamakan dengan faktor lingkungan, salah satunya yaitu pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua ada tiga model seperti yang dikatakan Baumrind (1966), there three models of parental controls–Permissive, Authoritarian and Authoritative. Pola asuh permisif (Permissive) merupakan pola asuh yang sedikit kehangatan dan juga sedikit kontrol, menyediakan sedikit perhatian, minat ataupun dukungan emosional kepada anak. Pola asuh otoriter (Authoritarian) menurut Tiller, Garrison & Block, (dalam Hong,2012), Authoritarian parenting follows a rather dictatorial style involving the highest degree of control on children and very low levels of warmth. Pola asuh otoriter adalah orang tua yang menggunakan perhatiannya pada anaknya dengan gaya diktator dengan tingkat pengawasan yang tinggi pada anak dan tingkat kehangatannya rendah. Sedangkan pola asuh otoritatif (Authoritative) menurut Baumrind (dalam Hoang, 2007), bahwa orang tua yang bersikap otoritatif adalah orang tua yang selalu berdialog dengan anak–anaknya, saling memberi dan menerima, selalu mendengarkan keluhan–keluhan dan pendapat anak-anaknya, dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak, mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif, tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Dari ketiga jenis pola asuh orang tua menurut penulis yang baik adalah pola asuh otoritatif. Pola asuh otoritatif merupakan sinonim dari pola asuh yang demokratis, dimana orang tua memperlakukan anaknya sebagai manusia yang berharga. Fenomena lain yang diperoleh dari hasil wawancara dengan beberapa guru SMA Negeri 3 Pati, mengatakan bahwa orang tua mereka ada yang bekerja sebagai guru, ABRI, PNS di kantor pemerintahan, buruh pabrik kacang, nelayan dan bahkan ada yang
4
bekerja sebagai pedagang kaki lima, dan menurut penuturan guru BK, beberapa siswa mengatakan bahwa orang tua mereka sudah seperti teman mereka sendiri, ayah dan ibunya selalu minta pendapatnya jika akan membeli barang yang mahal, orang tua tidak akan menyuruhnya belajar, karena anaknya sudah mampu mengatur jadwal belajarnya sendiri. Orang tua mereka akan mengijinkan anaknya melakukan kegiatan–kegiatan, asal masih merupakan kegiatan yang positif dan bermanfaat. Juga dikatakan bahwa orang tua mereka adalah orang–orang yang terbaik bagi mereka, seperti temannya, bisa sebagai tempat untuk “curhat”/curahan hati. Ayah ibu mereka membiasakan anak– anaknya untuk menyiapkan keperluan belajar mereka sendiri, membantu memecahkan masalah jika
mengalami kesulitan dalam mengerjakan sesuatu, termasuk dalam
pembelajaran, sehingga orang tua biasanya menyuruh anaknya mencari referensi lain dari perpustakaan atau mencari lewat internet. Dari hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar siswa SMA Negeri 3 Pati memperoleh perhatian dari orang tua dengan baik, terbukti orang tuanya merupakan tempat “curhat” bagi anaknya, sehingga siswa mampu mengatur waktu untuk kegiatannya sendiri, mampu bersosialisasi dengan orang lain baik dengan teman sebaya ataupun dengan guru dan karyawan yang ada di sekolahnya. Setiap orang tua menginginkan anaknya sukses dalam belajarnya, akan tetapi tidak semua orang tua berhasil mewujudkan kesuksesan bagi anaknya. Mandell dan Sweet (dalam Hong,2012), mengatakan salah satu faktor pembentuk kesuksesan belajar adalah terbentuknya kemandirian seseorang, dan untuk mewujudkan kemandirian belajar seseorang membutuhkan pola asuh orang tua yang tepat. Sedangkan menurut penulis model pola asuh orang tua yang paling tepat adalah pola asuh otoritatif, sebab pola asuh otoritatif adalah pola asuh yang baik untuk diterapkan dalam mengasuh anak.
5
Pola asuh otoritatif atau demokratis menurut Hurlock (dalam Asiyah,2013), dinyatakan bahwa orang tua yang demokratis adalah orang tua yang mampu mengasuh anaknya secara hangat, penuh kasih sayang dengan memberi kesempatan untuk mandiri dan mengembangkan kontrol internalnya, mengakui keberadaanya dengan melibatkan dalam pengambilan keputusan. Fenomena dimana siswa mengatakan bahwa orang tua mereka adalah teman mereka untuk “curhat” dan selalu membantu anaknya jika mengalami kesulitan, hal ini sesui dengan yang dikatakan oleh Barnadib (dalam Tarmudji,2001), bahwa orang tua yang demokratis selalu memperhatikan perkembangan anak dan tidak hanya sekedar mampu memberi nasehat dan saran tetapi juga bersedia mendengarkan keluhan–keluhan anak berkaitan dengan persoalan–persoalannya. Oleh sebab itu pola asuh orang tua yang tepat bagi anak akan membawa kesuksesan dalam kehidupan anak, hal ini didukung oleh pendapat Godam, (2008), anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain-lain. Pernyataan tersebut didukung oleh hasil penelitian yang relevan dan menjadi bahan pertimbangan penulis untuk melakukan penelitian lebih lanjut yaitu: hasil penelitian Asiyah, (2013) dengan subyek penelitian mahasiswa baru Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Data dikumpulkan melalui skala pola asuh demokratis, skala kepercayaan diri, dan skala kemandirian. Analisis data menggunakan teknik regresi ganda dan korelasi. Hasil analisis regresi menunjukkan hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh demokratis dan kepercayaan diri dengan kemandirian mahasiswa baru. Demikian pula hasil analisis korelasi masing–masing antara pola asuh demokratis dan kepercayaan diri dengan kemandirian mahasiswa baru menunjukkan hubungan positif dan signifikan.
6
Sumbangan efektif dua variabel tersebut terhadap kemandirian mahasiswa baru sebesar 51,3%. Hasil tersebut berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kurniati,(2010) yang berjudul “Pengaruh pola asuh orang tua terhadap Kemandirian Belajar Siswa SMPN 4 Salatiga” hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter orang tua dengan kemandirian belajar siswa, bukan pada pola asuh otoritatif ataupun permisif, karena dalam pola asuh otoriter, orang tua cenderung lebih memperhatikan masalah pendidikan anaknya, dibanding dengan pola asuh lainnya sehingga dalam diri siswa akan tumbuh rasa tanggung jawab yang lebih besar terhadap orang tuanya, sehingga sikap mandiri pada siswa muncul karena paksaan orang tua, oleh sebab itu hasil penelitian Kurniati, (2010) dikatakan, bahwa pola asuh otoriter dianggap sebagai pola asuh yang tepat untuk mendidik anak. Penelitian yang berbeda dilakukan oleh Grolnick & Slowiaczek,(1994) menunjukan bahwa adanya kontradiksi dalam keterlibatan orang tua yang menunjukan tidak adanya hubungan yang signifikan, dalam penelitian tersebut antara tingkat kemandirian siswa dengan keterlibatan orang tua di berbagai macam kegiatan. Untuk itu penulis akan melakukan penelitian yang lebih spesifik untuk membuktikan adanya hubungan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirian belajar siswa SMA Negeri 3 Pati. Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam latar belakang, maka perumusan masalah adalah : Apakah ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirian belajar siswa SMA Negeri 3 Pati. Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirian belajar siswa SMA Negeri 3 Pati. Adapun manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan pemahaman
7
kepada keluarga besar SMA Negeri 3 Pati tentang pola asuh otoritatif orang tua dan kemandirian belajar siswa SMA Negeri 3 Pati, sehingga diharapkan dapat membantu siswa dalam meningkatkan kemandirian belajar secara optimal, juga memberikan masukan kepada orang tua, agar orang tua dapat menerapkan pola asuh yang tepat kepada anaknya, dan memberikan perhatian serta fasilitas yang cukup bagi anaknya sehingga perkembangan dan kemajuan belajar anaknya dapat lebih baik dan meningkat.
Kemandirian belajar. Hargis (dalam Sumarmo, 2004), kemandirian belajar bukan merupakan kemampuan mental atau keterampilan akademik tertentu, tetapi merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasi kemampuan mental ke dalam keterampilan akademik tertentu. Dari pendapat Hargis tersebut jelas bahwa kemandirian belajar merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasikan kemampuan mentalnya kedalam keterampilan akademik. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Tillmann dan Weiss (dalam Ratnaningsih, 2007), siswa dikatakan mandiri dalam belajar, jika yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap, yang meningkatkan dan memfasilitasi belajar selanjutnya dan juga mampu mengabstraksi pengetahuan yang diperoleh untuk dapat ditransfer pada situasi belajar yang lain. Senada dengan pengertian diatas, Williamson, (2007) mendefinisikan kemandirian belajar (self directed learning) yaitu ; (a)Siswa mampu bertanggung jawab dengan berbagai keputusan yang berhubungan dengan belajar; (b)kemandirian dipandang sebagai rangkaian atau sikap yang muncul di tingkat tertentu di setiap individu dan setiap situasi; (c)kemandirian belajar mampu belajar, baik dalam pengetahuan maupun ketrampilan dalam berbagai situasi; (d)kemandirian belajar
8
mampu mengaitkan berbagai kegiatan dan sumber sebagai sumber belajar, berpartisipasi dalam kelompok, bersosialisasi dengan orang lain, komunikasi lewat elektronik, kegiatan menulis secara mandiri (e)beberapa institusi pendidikan menemukan cara kemandirian belajar individu, penawaran kursus modern dan program–porgram inovatif yang lain. Berdasarkan definisi tentang kemandirian belajar, maka konsep kemandirian belajar dibagi menjadi lima yaitu: (a)Kesadaran terhadap belajar secara mandiri (Awareness) (b)mampu menyusun strategi belajar secara mandiri (Learning Strategy) (c)Mampu belajar dengan kemandirian berfikir, menentukan keputusan secara mandiri, berfikir yang kritis (Learning activities); (d)Mampu mengevaluasi belajarnya dan hasilnya (Evaluation); (e)Memiliki keterampilan berinteraksi dengan orang lain (Interpersonal Skill). Kemandirian belajar mengutamakan empat hal utama yaitu hal motivasi belajar disebut dengan (LM=Learning motivation), Rencana dan Penerapan (PI=Planning implementing) , Pengaturan diri, disebut dengan (SM=Self monitoring), dan komunikasi sosial disebut dengan (IC= Interpersonal Comunnication). Berdasarkan definisi dan konsep kemandirian belajar tersebut dapat disimpulkan bahwa seorang siswa yang memiliki kemandirian belajar, adalah siswa yang memiliki perilaku yang termotivasi untuk memikul tanggung jawab pribadi, kognitif dan konseptual dalam membangun dan mengkonfirmasikan hasil belajar. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan self directed learning sebagai definisi dan alat ukur dalam penelitian yang diajukan oleh Williamson,(2007) karena self directed learning merupakan sinonim dari kemandirian belajar.
9
Pola asuh Otoritatif Pola asuh orang tua yang tepat akan membawa kesuksesan anak. Setiap orang tua menginginkan anaknya sukses dalam belajarnya, tetapi tidak semua orang tua berhasil mewujudkan kesuksesan bagi anaknya. Menurut ahli psikologi perkembangan Baumrind (dalam Buri,1991), pola asuh dapat dikelompokan menjadi tiga kelompok authoritative, authoritarian, permissive, dan kesemuanya memiliki kontribusi yang berbeda dalam pengalaman sekolah anak. Pola asuh otoritatif menurut Baumrind (dalam Hoang, 2007), orang tua yang otoritatif adalah: (a)orang tua yang selalu berdialog dengan anak–anaknya; (b)saling memberi dan menerima; (c)selalu mendengarkan keluhan–keluhan dan pendapat anak–anaknya; (d)dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak; (e)mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif; (f)tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Typologi pola asuh menurut Baumrind (1966),didasarkan pada dua dimensi “parental responsiveness” dan “demandingness”, artinya: responsiveness mengukur seberapa luas orang tua mengasuh anak secara individual dengan motivasi dan kehangatan, sedangkan demandingness mengacu pada harapan pola asuh orang tua dengan menempatkan anak pada aturan sikap dan kedewasaan. Sering proses membesarkan anak berhubungan dengan sistem “give and take”, dimana orang tua kadang–kadang perlu memutuskan pilihan apa yang terbaik bagi anaknya; kekerasan atau kebebasan. Orang tua yang otoritatif memiliki 3 kebaikan orang tua yaitu: kehangatan, pengawasan dan demokrasi. Buri (1991) menjelaskan mengapa pola asuh otoritatif sering dianggap sebagai pola asuh orang tua yang paling sukses untuk prestasi siswa, jika orang tua menerapkan pola asuh otoritatif sering menghasilkan anak yang berorientasi kerja yang lebih kuat, penggunaan waktu yang lebih banyak untuk aktivitas di kelas, memiliki cita–cita
10
pendidikan yang tinggi, memiliki konsep pribadi yang positip secara akademis, dan hanya sedikit memiliki kelakuan yang tidak baik, seperti melakukan kecurangan– kecurangan atau menjiplak pada orang lain. Hal ini sesuai dengan yang katakan oleh Godam (2008), pola asuh otoritatif adalah pola asuh orangtua pada anak yang memberi kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan pengawasan yang baik dari orangtua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang cocok dan baik untuk diterapkan para orangtua kepada anak–anaknya, oleh karena itu orang tua yang menerapkan pola asuh otoritatif akan mendorong anak–anaknya untuk memiliki pola pikir yang kreatif, memiliki inisiatif dan percaya diri–dalam hubungannya dengan belajar. Selanjutnya Godam (2008) mengatakan bahwa anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat dan lain–lain. Berdasarkan uraian dan definisi pola asuh otoritatif diatas, maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa pola asuh otoritatif memiliki ciri–ciri antara lain adanya kebebasan yang terkendali. Dalam penelitian ini yang akan digunakan sebagai dasar dalam mengukur pola asuh orang tua sesuai dengan definisi dari (Baumrind dalam Hoang, 2007) yaitu model pola asuh otoritatif akan menerima dan melibatkan anak sepenuhnya, orang tua ini memiliki tingkat pengendalian yang tinggi dan mengharuskan anak–anaknya bertindak pada tingkat intelektual, sosial sesuai dengan
usia serta
kemampuan mereka, tetapi mereka tetap memberi kehangatan, bimbingan, komunikasi dua arah, menjelaskan aturan, larangan, hukuman.
11
Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Ada hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirian belajar siswa SMA Negeri 3 Pati.
METODE PENELITIAN Partisipan Sebelum menentukan subyek penelitian, maka partisipan atau populasi penelitian harus ditetapkan terlebih dahulu. Menurut Arikunto (2006), populasi adalah keseluruhan subyek penelitian. Dari pengertian di atas, maka partisipan / populasi adalah semua individu dari keseluruhan subjek yang hendak dikenai dalam penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi partisipan adalah siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati tahun pelajaran 2014 /2015. Subyek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI MIA1 dan MIA4 yang berjumlah 80 siswa. Pemilihan kelas dilakukan berdasarkan hasil undian dari 6 kelas yang ada. Dari 2 kelas tersebut–masing berjumlah 40 orang siswa. Adapun alasan mengambil siswa kelas XI MIA didasarkan pada pertimbangan bahwa kelas XI MIA siswanya menunjukkan ciri kemandirian belajarnya tinggi.
Alat Ukur Penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan skala kemandirian belajar yang dimodifikasi oleh penulis dari skala kemandirian belajar Williamson (2007) yang menggunakan aspek (a)kesadaran terhadap belajar secara mandiri (Awareness); (b)mampu menyusun strategi belajar secara mandiri (Learning Strategy;) (c)mampu belajar dengan kemandirian berfikir, menentukan keputusan secara mandiri, berfikir
12
yang kritis (Learning activities); (d)Mampu mengevaluasi belajarnya dan hasilnya (Evaluation); (e)Memiliki keterampilan berinteraksi dengan orang lain (Interpersonal Skill). Dalam skala ini ada 60 aitem pertanyaan yang telah dimodifikasi oleh penulis dengan cara menerjemahkan skala asli ke dalam Bahasa Indonesia terlebih dahulu, kemudian penulis juga mengubah kalimat yang terlalu panjang atau sulit dipahami menjadi kalimat yang lebih singkat dan jelas dengan menggunakan model skala Likert dengan 4 (empat) pilihan jawaban. Dengan skor yaitu: 4, 3, 2, 1. (1)untuk pilihan jawaban SL (Selalu) skornya 4. (2)untuk pilihan jawaban SR (Sering) skornya 3. (3)untuk pilihan jawaban KD (Kadang–Kadang) skornya 2. (4)untuk pilihan jawaban TP (Tidak Pernah) skornya 1. Skor tersebut untuk pernyataan yang sifatnya positif, sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif adalah sebaliknya. Untuk skala pola asuh otoritatif orang tua disusun berdasarkan dimensi pola asuh otoritatif menurut (Baumrind dalam Hoang, 2007) yaitu (a)orang tua yang selalu berdialog dengan anak–anaknya; (b)saling memberi dan menerima; (c)selalu mendengarkan keluhan–keluhan dan pendapat anak–anaknya; (d)dalam bertindak selalu memberikan alasannya kepada anak; (e)mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif; (f)tegas tetapi hangat dan penuh pengertian, yang digunakan untuk mengukur pola asuh otoritatif orang tua yang dirasakan oleh siswa. Dari aspek yang ada dikembangkan menjadi 30 aitem pernyataan, dengan menggunakan model skala Likert dengan 4 (empat) pilihan jawaban, dengan skor yaitu: 4, 3, 2, 1. (1) untuk pilihan jawaban SS (Sangat Sesuai) skornya 4, (2)untuk pilihan jawaban S (Sesuai) skornya 3, (3)untuk pilihan jawaban KS (Kurang Sesuai) skornya 2, (4)untuk pilihan jawaban STS (Sangat Tidak Sesuai) skornya 1. Skor tersebut untuk pertanyaan yang sifatnya positif, sedangkan untuk pentanyaan yang bersifat negatif adalah sebaliknya.
13
Tehnik Analisis Data Penulis menggunakan ujicoba terpakai yaitu subyek penelitian yang digunakan untuk ujicoba digunakan sekaligus untuk penelitian, agar skala memiliki daya beda dan reliabilitas yang baik, maka sebelum digunakan dilakukan ujicoba, untuk pengujian daya beda memakai rumus corrected item – total correlation, sedangkan untuk reliabilitas aitem digunakan rumus koefisien Alpha Cronbach. Aitem skala dikatakan baik jika r hitung (corrected item–total correlation) tiap butir aitem ≥ 0,30 (Azwar, 2013) dan dikatakan reliabel jika memberikan nilai Alpha Cronbach ˃ 0,60 (Ghozali, 2001) dan menurut Azwar (2013), koefisien reliabilitas semakin tinggi jika mendekati angka 1,00 yang berarti pengukuran semakin reliabel. Setelah dilakukan uji daya beda aitem, diperoleh hasil skala kemandirian belajar menunjukkan nilai daya beda (r hitung) bergerak antara 0,285–0,664 dengan alpha cronbach’s sebesar 0,951. Maka aitem skala kemandirian belajar nomor 31 dinyatakan tidak baik (r=0,285), sehingga didrop, jika semula jumlah aitem 60 menjadi 59 aitem. Dari 59 aitem setelah dihitung daya beda (r hitung) bergerak antara 0,307 - 672 dengan alpha cronbach’s sebesar 0,951. Sedangkan skala pola asuh otoritatif menunjukkan nilai daya beda (r hitung) bergerak antara 0,332 - 0,571 dengan alpha cronbach’s sebesar 0,899.Oleh karena itu tidak ada aitem skala pola asuh otoritatif yang didrop, sehingga jumlah aitem tetap yaitu 30 aitem. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan statistik inferensial. Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran penyebaran dari setiap variabel yang ditelit, sedangkan statistik inferensial digunakan untuk pengujian hipotesis dan generalisasi hasil penelitian, untuk uji normalitas data variabel, menggunakan rumus Kolmogorov– Smirnov .data diolah menggunakan bantuan program komputer SPSS 16,0 for xindows.
14
Prosedur Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dan pengumpulan data awal dimulai pada hari Senin 24 November 2014 dengan cara, penulis langsung ke sekolah SMA Negeri 3 Pati untuk bertemu dengan beberapa guru SMA Negeri 3 Pati. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada hari Kamis 16 April 2015 dengan cara penulis langsung ke sekolah SMA Negeri 3 Pati untuk bertemu dengan subyek penelitian sebanyak 80 orang siswa, yang terdiri dari kelas XI MIA1 yang berjumlah 40 siswa dan kelas XI MIA4 yang berjumlah 40 siswa, sehingga skala yang disebar oleh penulis kepada subjek penelitian sebanyak 80 eksemplar. Sebelumnya, penulis memperkenalkan diri dan memberikan
penjelasan
mengenai maksud dan tujuan penulis melakukan penelitian kepada para siswa dan meminta partisipasi siswa untuk berperan serta dalam penelitian ini dengan mengisi skala yang disebarkan kepada mereka. Selama pengisian skala, siswa diperkenankan bertanya jika ada materi yang terdapat di dalam skala dianggap sulit dipahami atau tidak jelas. Selama pengisian skala, penulis berada di dalam kelas bersama dengan guru bimbingan dan konseling SMA Negeri 3 Pati yang telah ditunjuk oleh kepala sekolah untuk membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Setelah pengisian skala selesai, skala langsung diberikan kepada penulis dan penulis langsung mengecek skala yang telah diisi oleh siswa. Skala yang diterima kembali oleh penulis berjumlah 80 eksemplar kemudian akan diolah.
15
HASIL PENELITIAN Analisis Deskriptif Variabel pola asuh otoritatif mempunyai 30 aitem valid dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga pembagian skor tertinggi dan terendah yaitu: Skor tertinggi 4 x 30 = 120 Skor terendah 1 x 30 = 30, Sedangkan kemandirian belajar mempunyai 59 aitem valid dengan pemberian skor antara 1 sampai 4, sehingga pembagian skor tertinggi dan terendah yaitu: Skor tertinggi 4 x 59 = 236 Skor terendah 1 x 59 = 59, Dalam penelitian ini akan dibuat sebanyak 5 kategori yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, dan sangat rendah. Rumus untuk mencari interval yang digunakan untuk menentukan kategori tersebut yaitu: Skor total tertinggi – skor total terendah Interval = 5 ( Lima ) Kategori Berdasarkan hasil diatas maka kategori untuk pola asuh otoritatif dan kemandirian belajar sebagai berikut :
Pola Asuh Otoritatif Berdasarkan jumlah aitem skala pola asuh orang tua yaitu 30 aitem dengan rentang nilai 1 – 4 dan dibuat dalam lima kategori, diperoleh intervalnya 18 interval, maka kategorisasinya sebagai berikut :
16
Table 1.1 Kategorisasi pengukuran skala pola asuh otoritatif NO 1 2 3 4 5
INTERVAL KATEGORI Sangat Tinggi 102≤ x ˂120 84≤ x <102 Tinggi 66≤ x < 84 Sedang 48≤ x < 66 Rendah 30≤ x < 48 Sangat Rendah JUMLAH Mean= 102,222 Sd =9,41447
N MEAN 102,222 46 32 2 0 0 80 Min = 75
PERSENTASE 57,50% 40,00% 2,50% 0% 0% 100 % Max = 119
Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (57,50%) pola asuh otoritatif orang tuanya ada pada kategori sangat tinggi.
Kemandirian Belajar. Berdasarkan jumlah aitem skala kemandirian belajar yaitu 59 aitem dengan rentang nilai 1 – 4 dan dibuat dalam lima kategori diperoleh intervalnya, 36 interval, maka kategorisasinya sebagai berikut : Table 1.2. Kategorisasi pengukuran skala kemandirian belajar NO 1 2 3 4 5
INTERVAL KATEGORI 203≤ x < 239 Sangat Tinggi 167≤ x < 203 Tinggi 131≤ x < 167 Sedang 95≤ x < 131 Rendah 59 ≤ x < 95 Sangat Rendah JUMLAH Mean= 207,292 Sd =17.21215
N MEAN 51 207,292 28 1 0 0 80 Min = 163
PERSENTASE 63,75% 35% 1,25% 0% 0% 100% Max = 236
Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, menunjukkan bahwa sebagian besar siswa (63,75%) kemandirian belajar siswa ada pada kategori sangat tinggi.
17
Uji Asumsi Dari uji normalitas menunjukkan bahwa, variabel pola asuh otoritatif memiliki nilai Kolmogorov–Smirnov sebesar 0,078 dengan p atau signifikansi sebesar 0,200 (p>0.05). Maka distribusi data pola asuh otoritatif berdistribusi normal. Demikian juga untuk variabel kemandirian belajar yang memiliki nilai Kolmogorov–Smirnov sebesar 0,095 dengan p atau signifikansi sebesar 0,069 (p˃0,05). Dengan demikian data kemandirian belajar berdistribusi normal. Dari hasil uji linieritas, maka diperoleh nilai F beda sebesar 0,935 dengan signifikansi 0,572 (p > 0,05) yang menunjukkan hubungan antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirian belajar siswa adalah linier.
Uji Hipotesis Uji hipotesis dengan tehnik korelasi product moment dari Pearson hasilnya sebagai berikut : Tabel 1.3:. Hasil Uji Korelasi antara Pola Asuh Otoritatif Orang Tua dengan Kemandirian Belajar Siswa Correlations Pola Asuh Otoritatif Pola Asuh Otoritatif
Pearson Correlation Sig. ( 1-tailed) N Kemandirian Belajar Pearson Correlation Sig. ( 1-tailed) N
Kemandirian Belajar 1 .664” .000 80 80 .664” 1 .000 80 80
Dari hasil analisis data diperoleh nilai koefisien korelasi r xy = 0,664, p = 0,000, (p ˂ 0,05). Berdasarkan hasil tersebut berarti hipotesis yang berbunyi “Ada Hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian belajar siswa kelas
18
XI MIA SMA Negeri 3 Pati “ diterima, yang berarti semakin tinggi nilai pola asuh otoritatif, semakin tinggi kemandirian belajar siswa. Sumbangan efektifnya 44,09%, yang berarti 55,91% penyebab perilaku kemandirian belajar lainnya dapat disebabkan oleh faktor lain seperti, kondisi fisik individu, kondisi psikologis individu, dan kondisi lingkungan lain yang mendukung.
PEMBAHASAN Hasil analisis korelasi antara pola asuh otoritatif orang tua dengan kemandirian belajar siswa diperoleh nilai koefisien korelasi r xy = 0,664, p = 0,000, ( p ˂ 0,05 ). Berdasarkan perhitungan di atas maka ada hubungan positif dan signifikan antara kedua variabel tersebut. Artinya semakin tinggi pola asuh otoritatif orang tua, semakin tinggi kemandirian belajarnya, demikian sebaliknya semakin rendah pola asuh otoritatif orang tua, semakin rendah kemandirian belajarnya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Asiyah ( 2013) yang menyatakan hubungan yang positif dan signifikan antara pola asuh demokratis dan kepercayaan diri dengan kemandirian mahasiswa baru. Demikian juga hasil penelitian Kurniati (2010) menunjukkan hasil ada hubungan yang signifikan antara pola asuh otoriter orang tua dengan kemandirian belajar siswa. Dengan demikian pola asuh otoritatif mempunyai kontribusi terhadap kemandirian belajar siswa. Oleh sebab itu orang tua harus berusaha menerapkan dan meningkatkan pembinaan putra– putrinya melalui pola asuh otoritatif dengan baik, sehingga anak akan mampu mengatasi permasalahan yang dialami, sebab anak yang diasuh dengan tehnik asuhan otoritatif akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik,
19
disukai lingkungan dan masyarakat dan lain–lain (Godam, 2008), dengan demikian akan berimbas kepada prestasi belajarnya. Berdasarkan hasil penelitian ini, ada beberapa alasan yang mungkin menyebabkan pola asuh otoritatif memiliki hubungan positif dan signifikan dengan kemandirian belajar, alasan tersebut antara lain: Pertama, pola asuh otoritatif merupakan pola asuh orang tua yang memberikan kepercayaan dan tanggung jawab pada anak, orang tua selalu mengontrol dan selalu memberikan bimbingan yang cukup terhadap anaknya. Pola asuh otoritatif juga mendorong anak–anak untuk berpikir yang kreatif, memiliki inisiatif dan percaya diri dalam hubungannya dengan belajar, karena orang tua selalu berdialog dengan anak–anaknya; saling memberi dan menerima; selalu mendengarkan keluhan–keluhan dan pendapat anak–anaknya; dalam bertindak selalu memberi alasan; mendorong anak saling membantu dan bertindak secara obyektif; tegas tetapi hangat dan penuh pengertian. Dengan demikian anak akan hidup ceria, menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orangtua, menghargai dan menghormati orangtua, tidak mudah stres dan depresi, berprestasi baik, disukai lingkungan dan masyarakat. Alasan kedua, yaitu kemandirian belajar merupakan proses pengarahan diri dalam mentransformasikan kemampuan mental kedalam keterampilan akademik. Dengan kemandirian belajar yang tinggi, siswa akan mampu mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap, juga mampu mengabtraksi pengetahuan untuk ditransfer pada situasi belajar yang lain. Dengan demikian siswa akan sadar belajar secara mandiri; mampu menyusun strategi belajar; mampu belajar dengan kemandirian berfikir, menentukan keputusan, berfikir yang kritis; mampu mengevaluasi belajar dan hasilnya; memiliki keterampilan berinteraksi dengan orang lain. Dengan perilaku tersebut orang tua akan bersikap demokratis, menerima dan memiliki sikap positif
20
terhadap keinginan, kebebasan, sikap dan perilaku anak, sedikit menggunakan hukuman, tidak banyak menuntut anak terlibat dalam pekerjaan rumah. Hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa pola asuh otoritatif memiliki rata– rata 102,222 dengan standar deviasi sebesar 9.41447, diketahui ada 46 siswa (57,50%) pola asuh otoritatif orang tuanya ada pada kategori sangat tinggi dan 32 siswa (40,00%), pola asuh otoritatif orang tuanya ada pada kategori tinggi, sedangkan dua siswa (2,50%) pola asuh otoritatif orang tuanya berada pada kateori sedang. Dengan mengacu data tersebut, secara normatif kondisi pola asuh otoritatif orang tua siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati memuaskan, karena 57,50% atau 46 siswa dari 80 siswa yang menyatakan pola asuh otoritatif orang tua sangat tinggi. Sedangkan hasil analisis deskriptif kemandirian belajar siswa memiliki rata–rata 207,292 dan standar deviasi 17,21215 diketahui ada 51 siswa (63,75%) memiliki kemandirian belajar pada kategori sangat tinggi, dan 28 siswa (35,00%) memiliki kemandirian belajar dengan kategori tinggi. Sedangkan satu siswa (1,25%) berada pada kategori sedang. Dengan demikian secara normatif kondisi kemandirian belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati memuaskan,karena 63,75% atau 51 siswa dari 80 siswa yang menyatakan kemandirian belajar siswa sangat tinggi. Selain itu sumbangan efektif pola asuh otoritatif terhadap kemandirian belajar sebesar 44,09%, artinya 55,91% perilaku kemandirian belajar siswa dapat disebabkan oleh faktor lain seperti, kondisi fisik individu, kondisi psikologis individu, dan kondisi lingkungan lain yang mendukung.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dipaparkan di atas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
21
1.
Ada hubungan positif dan signifikan antara pola asuh otoritatif dengan kemandirian belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati, artinya semakin tinggi pola asuh otoritatif orang tua, semakin tinggi kemandirian belajarnya.
2.
Dalam penelitian ini ada ada 46 siswa ( 57,50%) kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati pola asuh otoritatif orang tuanya berada pada tingkat kategori sangat tinggi dan 51 siswa (63,75%) memiliki tingkat kategori kemandirian belajar yang sangat tinggi.
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang ada, maka penulis mengajukan saran kepada beberapa pihak, sebagai berikut: 1.
Siswa Siswa seharusnya meningkatkan kemandirian belajarnya lebih optimal agar dapat memperoleh hasil belajar yang optimal, karena berdasarkan data kemandirian belajar siswa kelas XI MIA SMA Negeri 3 Pati memuaskan, sebab 63,75% yang berkategori sangat tinggi. Oleh sebab itu pada saat orang tua menerapkan pola asuh otoritatif dapat menghargai dan mengapresiasi dengan sebaik–baiknya dan dilaksanakan dengan baik.
2.
Orang Tua Orang tua agar meningkatkan penerapan pola asuh otoritatif secara optimal agar dapat meningkatkan kemandirian belajar putra–putrinya untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, karena pola asuh otoritatif diperoleh 57,50% yang berkategori sangat tinggi. Jika orang tua menerapkan pola asuh otoritatif dengan baik maka akan memacu anak lebih mandiri dan bertanggung jawab terhadap setiap tugas yang diberikan dari guru maupun orang tuanya,
22
3.
Sekolah Sekolah agar menjadi fasilitator dalam penerapan pola asuh otoritatif orang tua terhadap siswa, sehingga mereka mampu melakukan tugasnya masing–masing dengan baik, agar kemandirian belajar siswa meningkat, sehingga akan berimbas pada peningkatan prestasi belajarnya.
4. Penulis selanjutnya Penelitian ini diharapkan dapat dikembangkan, sehingga tidak hanya variabel pola asuh otoritatif yang memengaruhi kemandirian belajar, tetapi hendaknya juga dapat dikembangkan ke variabel dan subyek yang lain. Sehingga akan diketahui sejauh mana kemandirian belajar siswa di tempat lain. Sebab penulis menyadari akan kelemahan/kekurangan dalam melakukan penelitian, karena subyek penelitian antara siswa putra dengan putri tidak seimbang, sehingga kemungkinan akan mempengaruhi jawaban yang diberikan oleh siswa.
23
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. (2006). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Asiyah, Nur. (2013) Pola asuh demokratis, kepercayaan diri dan kemandirian mahasiswa baru. Persona Jurnal Psikologi Indonesia, 2, 108–121. Azwar, Saifuddin. (2013) Penyusunan skala psikologi. Yogjakarta: Pustaka Pelajar. Basri, Hasan. (2000). Remaja berkualitas (Problematika remaja dan solusinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Baumrind, D (1966). Effect of authoritative parenting control on child’ behavior, Child Development, 37, 887–907. Buri, J.R. (1991). Parental authority Assessment, 57, 110–119.
questionnaire. Journal
of
Personality
Ediva, Hong. (2012). Impact of parenting on children’s schooling. Journal of Students Engagement: Education Matters, 2, 36-41. Ghozali, Imam. (2001). Aplikasi analisis multivariate dengan program SPSS. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Godam, (2008). Jenis tipe pola asuh orang tua pada anak& cara mendidik mengasuh anak yang baik. Available from: http://organisasi.org/jenis-macam-tipe-pola-asuh-orangtua-pada-anak cara-mendidik-mengasuh-anak-yang-baik. [Accesed 26 April 2013].
Grolnick & Slowiaczek, (1994). Parents’ involvement in children’s schooling: A multidimensional conceptualization and multivational model. Child Development, 65, 237–252. Hartono, Lastony, B. (2007). Hubungan antara kemampuan manajerial dan supervisi kepala sekolah terhadap kinerja guru pembimbing SMP se Kabupaten Jepara. (tesis). Universitas Negeri semarang. Kurniati, Hasnah. (2010). Pengaruh pola asuh orang tua terhadap kemandirian belajar siswa SMP N 4 Salatiga. Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Salatiga Monk, F.J.,Knoers,A.M.P.(2006). Psikologi perkembangan pengantar dalam berbagai bagianya. Yogyakarta: Gadjah mada University Press. Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh pembelajaran kontekstual terhadap kemampuan berpikir kritis dan kreatif matematik serta kemandirian belajar siswa sekolah menengah atas. (Disertasi). UPI Bandung.
24
Sumarmo, U. (2004). Kemandirian belajar : apa, mengapa, dan bagaimana dikembangkan pada peserta didik. (Laporan penelitian hibah pascasarjana). UPI Bandung. Tarsis, Tarmudji. (2001). Hubungan pola asuh orang tua dengan agressivitas remaja . diunduh dari: http://library.um.ac.id/majalahprint.php/557.html. Thienhuong, N, Hoang. (2007). The relation between parenting and adolescent motivation. International Journal of Whole Schooling, 3, 1–21. Williamson, Swapna. (2007). Development of a selft - rating scale of self - directed learning. Nurse Researcher, 14, 66–83.