Perpustakaan Unika
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA PAPUA
SKRIPSI
Agatha Febrian Imong Chrisnawati 02.40.0230
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008
Perpustakaan Unika
HUBUNGAN ANTARA RELIGIUSITAS DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL PADA MAHASISWA PAPUA SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang Untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
Agatha Febrian Imong Chrisnawati 02.40.0230
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2008
ii
Perpustakaan Unika
Dipertahankan di Depan Dewan Penguji Skripsi Fakultas PsikologiUniversitas Katolik Soegijapranata Semarang dan Diterima untuk Memenuhi Sebagian dari Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Psikologi
Pada Tanggal : 17 Juni 2008
Mengesahkan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Dekan,
(Th. Dewi Setyorini, S.Psi., M.Si)
Dewan Penguji :
Tanda Tangan
1. Dr. M. Sih Setija Utami, M.Kes
______________
2. Dra. M. Yang Roswita, M.Si
______________
3. Dra. V. Sri Sumijati, M.Si
______________
iii
Perpustakaan Unika
MOTTO
Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya (Pengkhotbah 3 : 11)
iv
Perpustakaan Unika
KUPERSEMBAHKAN Karya sederhana ini untuk Yesus Kristus yang selalu memberi inspirasi dan semangat dalam hidupku, untuk orang tua dan adikku yang selalu menyayangiku, dan orang-orang yang telah memberikan aku pelajaran hidup yang berarti
v
Perpustakaan Unika
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas karunia yang diberikan sehingga penulisan skripsi ini pada akhirnya dapat diselesaikan. Selama masa penulisan skripsi ini, penulis banyak mengalami hambatan karena keterbatasan dan kekurangan penulis. Namun berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak maka kesulitan tersebut dapat diatasi. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dengan segala kerendahan hati kepada : 1. Th. Dewi Setyorini, S.Psi., M.Si. : selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang. 2. Dra. Yang Roswita, M.Si. : selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah bersedia meluangkan waktu dan memberikan bimbingan, perhatian dan saran yang sangat berguna selama masa penyusunan skripsi hingga skripsi ini selesai. 3. Dra. Emiliana Primastuti, M.Si. dan Cicilia Tanti Utami, S.Psi. : selaku Dosen Pembimbing Akademik yang telah memberikan bimbingan dan dengan penuh kebijaksanaan menuntun penulis dalam menempuh studi. 4. Seluruh Dosen Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang telah memberikan bekal ilmu pengetahuan bagi penulis untuk menjalani kehidupan selanjutnya. 5. Seluruh staf
Tata Usaha dan non-edukatif Fakultas Psikologi
Universitas Katolik Soegijapranata yang telah banyak memberikan bantuan dan kemudahan dalam proses administrasi selama penulis menempuh pendidikan.
vi
Perpustakaan Unika
6. Keluargaku yang tercinta : Bapak dan Ibu yang telah memberikan segalanya padaku, adikku Markus Wijanu yang selalu memberi semangat dalam hidupku. 7. Malaikat kecilku Emilia Elsa dan Priscilla Grace, yang selalu membuat penulis tetap tersenyum. 8. Bapak Paul Sudiyo selaku Direktur Yayasan Binterbusih yang telah memberikan ijin dan kemudahan selama penelitian berlangsung. 9. Bapak Paskalis selaku Wakil Direktur Binterbusih yang telah memberikan saran selama penelitian. 10. Mahasiswa dan mahasiswi Papua yang telah meluangkan waktu untuk mengisi skala penelitian. 11. Teman-teman seperjuangan (Nurul, Sari, Gill, Fitri, Dita, Cici’) : Ada tangis yang terjadi. Tapi juga ada tawa yang akan selalu mengikuti. Terima kasih atas semua bantuan kalian dari awal
kuliah sampai
sekarang ini. Semoga kita tetap berteman sampai tua ya…….. 12. Crotts Family (Qichi, Ika, Erika, Mei, Adette, Aik, Yessi, Bon Bon) : Untuk keriangan yang selalu hadir. Terima kasih atas kebersamaan kita selama ini. Akhirnya aku bisa loh.......... 13. Korps KKN Kedungsuren (esp. Menyun, Donni, Sasingq, Dastha, Eva, Cendi, Mima, Erni) : Tawa, tangis, canda dan duka datang silih berganti. Merupakan suatu pengalaman berharga selama satu bulan KKN bersama kalian. Terima kasih kawan, kalian membuat hidupku terasa jauh lebih berwarna. 14. Lintang, Okta, Samuel, Adi’03, Esthi’03 : Terima kasih buat semua bantuan dan dukungan kalian.
vii
Perpustakaan Unika
15. Romo Luhur, Mardonni Yudha : Terima kasih buat semua pengalaman yang pernah ada. 16. Mas Ismail, mas Wawan : Menyenangkan sekali bahwa aku punya teman seperti kalian. 17. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, Juni 2008
Penulis
viii
Perpustakaan Unika
ABSTRAKSI
Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Hipotesis yang diajukan adalah ada hubungan positif antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Subyek penelitian ini adalah Mahasiswa Papua yang tinggal di Semarang dan berumur 18 – 25 tahun. Skala yang digunakan untuk mengumpulkan data adalah skala religiusitas dan skala kecerdasan emosional. Metode analisis data yang digunakan adalah korelasi Product Moment dari Pearson. Berdasarkan analisis data diperoleh koefisien korelasi sebesar 0,447 (p<0,01). Hal ini membuktikan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua, sehingga hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Kata kunci : religiusitas dan kecerdasan emosional
ix
Perpustakaan Unika
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL …………………………………………....
i
HALAMAN JUDUL……………………………………………..... ii HALAMAN PENGESAHAN……………………………………..
iii
HALAMAN MOTTO.......................................................................
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN........................................................ v UCAPAN TERIMA KASIH............................................................. vi ABSTRAKSI..................................................................................... viii DAFTAR ISI ..................................................................................... ix DAFTAR TABEL............................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN..................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN ...................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ………………………………........ 1 B. Tujuan Penelitian …………………………………………..
8
C. Manfaat Penelitian …………………………………………. 8 1. Manfaat Praktis…………………………………………. 8 2. Manfaat Teoritis………………………………………… 8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………
9
A. Kecerdasan Emosional …………………………………….. 9 1. Pengertian Kecerdasan Emosional ……………………..
9
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan emosional ………………………………………………
12
3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional …………………..
15
x
Perpustakaan Unika
B. Religiusitas ……………………………………………….... 17 1. Pengertian Religiusitas ……………………………......... 17 2. Dimensi-dimensi Religiusitas ………………………….. 20 C. Hubungan Religiusitas dengan Kecerdasan Emosional pada Mahasiswa Papua .................................................. .......
25
D. Hipotesis ................................................................................ 30
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ................................. 31
A. Metode Penelitian .......................................................... .......
31
B. Identifikasi Variabel Penelitian ..................................... .......
31
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian .............................. 31 1. Kecerdasan Emosional …………………………… .......
32
2. Religiusitas ……………………………………………... 32 D. Subyek Penelitian ………………………………………….. 33 1. Populasi …………………………………………............ 33 2. Teknik Pengambilan Sampel ……………………............ 33 E. Metode Pengumpulan Data ………………………………… 33 1. Skala Kecerdasan Emosional …………………………… 34 2. Skala Religiusitas ………………………………………. 35 F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ………………….......... 36 1. Validitas Alat Ukur ……………………………………... 36 2. Reliabilitas Alat Ukur ………………………………….. 37 G. Metode Analisis Data ……………………………………… 37
xi
Perpustakaan Unika
BAB IV
PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 38
A. Orientasi Kancah Penelitian ……………………………….. 38 B. Persiapan Penelitian ……………………………………...... 39 1. Penyusunan Alat Ukur ……………………………......... 40 a. Skala Kecerdasan Emosional....................................... 40 b. Skala Religiusitas........................................................ 41 2. Permohonan Ijin Penelitian …………………………..... 42 C. Pelaksanaan Pengambilan Data ……………………............. 43 D. Uji Validitas dan Reliabilitas …………………………......... 44 1. Uji Validitas ……………………………………………. 44 2. Uji Reliabilitas …………………………………………. 46
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN……... 47
A. Hasil Penelitian …………………………………………….. 47 1. Hasil Uji Asumsi ……………………………………….. 47 a. Uji Normalitas ………………………………............ 47 b. Uji Linieritas …………………………………........... 48 2. Hasil Uji Hipotesis ………………………………........... 48 B. Pembahasan …………………………………………............ 49
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN .................................. 55
A. Kesimpulan …………………………………………...........
55
B. Saran ………………………………………………….......... 55
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………… 57
xii
Perpustakaan Unika
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Pulau Jawa sebagai denyut nadi pembangunan di Indonesia menuai anggapan bahwa disanalah pendidikan formal berkualitas berkembang terutama di setiap kota-kota besar dan ibukota propinsi, termasuk di dalamnya kota Semarang. Banyak sekolah tinggi, institut, hingga universitas baik yang berstatus negeri maupun swasta yang tidak hanya menyerap mahasiswa pendatang dari luar kota Semarang akan tetapi juga mahasiswa dari berbagai pulau di Indonesia, salah satunya adalah mahasiswa pendatang dari Papua. Setiap orangtua pada prinsipnya mengharapkan anak-anaknya sukses meraih kehidupan yang lebih baik di masa depannya. Merupakan suatu kebanggaan bagi orangtua, ketika kelak di masa tuanya dapat menyaksikan anak-anak yang dibina sejak kecil menjadi orang yang sukses meraih cita-cita dan juga sukses mengelola hidupnya sebagai orang yang bijaksana dan memiliki mentalitas yang baik. Keberhasilan seseorang di masa depannya tidak terlepas dari bagaimana orangtua dalam membina, mendidik, mengelola kehidupan dan perilaku anak. Kesuksesan anak dalam hidupnya tidak semudah membalikkan telapak tangan. Bagi orangtua apa yang diberikan dan diajarkan kepada anak terkadang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Salah satu upaya untuk menjadikan seorang anak menjadi sukses adalah membekali anak-anak dengan ilmu dan ketrampilan.
1
2 Perpustakaan Unika
Goleman (1999, h. 44) secara mengejutkan membuktikan bahwa keberhasilan seseorang hanya 20% ditentukan oleh IQ, sisanya 80% ditentukan oleh kekuatan-kekuatan lain. Menurut Goleman, orang mulai sadar bahwa tidak hanya keunggulan intelektual yang dibutuhkan untuk berhasil, tetapi dibutuhkan ketrampilan lain untuk menghadapi kehidupan. Ketrampilan ini berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain yang disebut dengan kecerdasan emosional atau Emotional Intelligence (EI). Kecerdasan emosional penting bagi keberhasilan hidup karena mengajarkan
berbagai
ketrampilan
seperti
ketrampilan
sosial,
pemecahan masalah, motivasi berprestasi, komunikasi dan lain sebagainya. Semua ketrampilan ini dibutuhkan individu dalam segala tingkat usia terutama dalam penelitian ini subyek penelitiannya adalah mahasiswa Papua yang tinggal di kota Semarang. Kehidupan kota Semarang yang mulai berbau metropolis menuntut para mahasiswa pendatang dari Papua tersebut untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial yang baru agar dapat diterima, bukan hanya untuk mempertahankan hidup tetapi juga untuk kebutuhan-kebutuhan lain yang menyangkut studi. Lingkungan sosial yang heterogen yang terdiri dari berbagai suku dan kebudayaan yang berbeda dengan daerah asal akan menjadi sumber kesulitan bagi mahasiswa Papua untuk beradaptasi.
3 Perpustakaan Unika
Mahasiswa adalah sebagian remaja yang setelah menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) mendapat kesempatan untuk menempuh pendidikan melalui Perguruan Tinggi (PT) (Meichati, 1983, h. 57). Mahasiswa merupakan remaja yang memiliki kemampuan yang cukup dalam bidang-bidang yang dipelajarinya, mempunyai kecerdasan yang normal bahkan mungkin di atas normal. Mahasiswa Papua adalah mahasiswa yang karena jarak antara rumah dan lokasi menempuh pendidikan sangat jauh, terpaksa harus tinggal terpisah dengan orang tua dan tinggal di suatu tempat. Mahasiswa yang berasal dari Papua mendapat kepercayaan penuh dari orangtuanya untuk mulai belajar hidup mandiri terpisah dengan orangtuanya. Sebagai konsekuensi hidup terpisah dengan orangtuanya, mahasiswa Papua harus menyesuaikan diri dengan perilaku yang baru dan harapan sosial yang baru di luar keluarganya. Mahasiswa Papua sudah pasti memiliki kompetensi yang cukup dalam bidang intelektual, tetapi untuk menjadi sukses dalam kehidupan terutama dalam studinya dibutuhkan kecerdasan emosional yang baik, yaitu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Jika dibandingkan dengan mahasiswa yang masih tinggal dengan orangtua, kehidupan yang dihadapi mahasiswa Papua yang berada di Semarang jauh lebih sulit karena dihadapkan pada bermacam-macam persoalan kemahasiswaan dan permasalahan di lingkungan tempat tinggal yang akan mempengaruhi emosinya dan secara tidak langsung akan berpengaruh juga pada studinya. Menurut Mappiare (1982, h. 37)
4 Perpustakaan Unika
dalam masa remaja akhir sudah ada kestabilan dalam emosi, tetapi karena dihadapkan dengan berbagai macam persoalan dan permasalahan di lingkungannya kestabilan emosi dapat terganggu. Situasi yang berbeda di lingkungan baru, seperti teknologi yang lebih maju, pola interaksi yang jauh lebih individualistik dan budaya lain yang sangat berbeda membawa pengaruh besar bagi kehidupan mahasiswa Papua. Mahasiswa Papua sendiri terkesan lebih unik secara fisik dengan ciri warna kulit hitam, rambut keriting dan logat bahasa kedaerahan yang seakan memberi alasan bagi lingkungan baru untuk melekatkan suatu stereotip tertentu kepada mereka. Pada pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti ditemukan bahwa beberapa mahasiswa Papua menunjukkan emosi yang mudah meledak-ledak, sensitif dan kurang memperhatikan emosi orang lain. Hal ini diperkuat dengan adanya kasus perkelahian para mahasiswa Papua dengan etnis lain di sebuah tempat hiburan di Semarang yang hanya disebabkan mahasiswa Papua tidak terima dikatakan memiliki gaya bahasa yang “aneh” (www.suara merdeka.com, 22 Maret 2000). Sebuah kasus lain yang terjadi di Semarang yaitu seorang mahasiswa Papua dipenjarakan selama delapan bulan karena ketauan membawa sepeda milik seorang tetangga kost ketika mahasiswa itu dalam keadaan mabuk. Hasil pengamatan dari kedua kasus tersebut menunjukkan bahwa mahasiswa Papua menjadi menarik untuk dikaji dikaitkan dengan kecerdasan emosional. Satiadarma dan Waruwu (2003, h. 39) menyatakan bahwa kecenderungan
untuk
mengendalikan
emosi
secara
berlebihan
5 Perpustakaan Unika
merupakan
bentuk
keterbatasan
kecerdasan
emosional.
Sulit
mengendalikan amarah, tidak berdaya mengendalikan sifat rakus, tidak mampu mengendalikan dorongan berahi, dan berbagai bentuk ketidakmampuan
mengendalikan
dorongan
emosional
lainnya
menunjukkan rendahnya kecerdasan emosional seseorang. Seorang mahasiswa yang kecerdasan emosionalnya baik cenderung lebih mampu mengendalikan amarah dan bahkan mengarahkan energinya ke arah yang lebih positif, bukan ke arah ekspresi yang negatif atau destruktif. Mahasiswa Papua dengan ciri warna kulit hitam yang menonjol dan rambut keriting serta cenderung untuk bersuara keras merupakan bibit yang menimbulkan prasangka dan hal ini tentunya mempengaruhi pergaulan mereka pada lingkungan sosialnya. Hal ini tampak dari hasil wawancara dan pengamatan peneliti pada beberapa mahasiswa Papua di salah satu PTS di Semarang bahwa mereka cenderung membatasi pergaulan, jarang mau terlibat dengan kegiatan kemahasiswaan atau kegiatan kampus, jarang bergaul dengan lingkungan sosialnya. Sikap dan perilaku tersebut hanya berlaku pada suku lain sedangkan pada sukunya sendiri mereka memiliki interaksi yang sangat erat. Bagi mahasiswa Papua kecerdasan emosional sangat penting sebab mereka hidup tanpa pengawasan dari orang tua dan mereka harus menentukan sendiri segala sesuatunya. Selain itu pengaruh teman-teman dan lingkungan sosial sangat menentukan sehingga mereka harus dapat membawa diri dan mampu menempatkan diri dengan baik dalam lingkungan. Individu dengan kecerdasan emosional tinggi lebih mampu untuk mengatasi dan mengendalikan emosi yang berkaitan dengan
6 Perpustakaan Unika
prasangka yang ada dalam masyarakat, dan secara otomatis hal ini akan membuat individu tetap mampu berperilaku sesuai dengan norma dan budaya yang ada, dan hal ini akan mendorong keberhasilan individu dalam menjalin interaksi sosial (dalam Dewi, 1999, h. 14). Goleman (dalam Satiadarma dan Waruwu, 2003, h. 31-32) juga menyatakan bahwa kecerdasan emosional membuat individu luwes dalam bergaul. Individu-individu ini memiliki kesadaran tinggi mengenai pentingnya sosialisasi sehingga mereka berusaha untuk menyesuaikan diri dengan bersikap dan berperilaku sesuai lingkungan sosialnya. Menurut Hurlock (1999, h. 226) konsep moral merupakan salah satu faktor yang efektif dalam mengatur dan mengekspresikan emosi dengan perilaku yang tepat. Konsep moral pada masa remaja berfungsi sebagai pedoman dalam berperilaku dan pada umumnya lebih matang, telah dilengkapi dengan hukum dan peraturan yang dipelajari dari orangtua, guru dan lingkungan sosial. Konsep moral dapat diperoleh dari pendidikan agama dan ditentukan oleh penghayatan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan sehari-hari. Penghayatan nilai-nilai keagamaan menurut Dister (1989, h. 9) diwujudkan dalam perilaku beragama yang disebut sebagai religiusitas. Orangtua lebih sering menekankan agar anak-anak mereka mewujudkan perilaku beragama atau religiusitas karena akan membuat emosi lebih stabil. Agama sering menjadi modal utama orangtua untuk melepas anak ke dunia luar, dengan harapan jika religiusitas baik, anak akan mampu mengendalikan emosi mereka, tidak terlalu melebihlebihkan emosi dan terlalu menekan emosi yang ada. Hal ini dipertegas
7 Perpustakaan Unika
oleh Subandi (1998, h. 15) bahwa agama memberikan alternatif untuk menghadapi guncangan-guncangan emosional. Penghayatan nilai-nilai keagamaan yang diwujudkan dalam perilaku beragama mungkin dapat menstabilkan emosi tetapi bagaimana dengan kecerdasan emosi, karena kecerdasan emosi merupakan hubungan antara emosi dengan rasio. Rasio sangat penting bagi emosi. Rasio membimbing emosi agar emosi tidak terlalu dominan dalam mengambil keputusan (Goleman, 2007, h. 38). Religiusitas merupakan perwujudan dari tindakan moral yang menurut Kagan (dalam Shapiro, 1998, h. 24) dan Goleman (2007, h. xii) kecerdasan emosi bertumpu pada perilaku moral. Pengembangan moral terjadi dalam praktek agama sehingga secara tidak langsung religiusitas atau perilaku keberagamaan akan membantu dalam pembentukan kecerdasan emosional. Mahasiswa yang menggunakan nilai-nilai moral yang ada dalam ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari cenderung tidak menyalahi aturan yang berlaku dalam masyarakat. Religiusitas sebagai proses internalisasi nilai-nilai agama yang menyatu dalam diri individu membentuk pola perilaku dalam kehidupan yang akan membantu mengetahui, mengatur dan mengendalikan emosi. Mahasiswa yang religiusitasnya baik akan mempunyai kemampuan dan ketrampilan untuk mengetahui, mengatur dan mengendalikan emosi sehingga dapat diterima di semua tempat. Berdasarkan uraian di atas, maka muncul pertanyaan “ Apakah ada hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua ?”
8 Perpustakaan Unika
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua.
C. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu psikologi khususnya Psikologi Perkembangan.
2. Manfaat Teoritis Secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan atau dasar bagi para mahasiswa dan peneliti lain untuk mengetahui hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional.
Perpustakaan Unika
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kecerdasan Emosional 1. Pengertian Kercerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan istilah yang sering disebutsebut sebagai penentu keberhasilan masa depan seseorang. Keberhasilan seseorang dalam kehidupan tidak hanya ditentukan oleh IQ tetapi kecerdasan emosional yang memegang peranan. IQ tidak dapat bekerja dengan sebaik-baiknya tanpa kecerdasan emosional (Goleman, 2007, h. 38). Kecerdasan emosional pertama kali dikemukakan oleh Salovey dan Mayer untuk menggambarkan sejumlah ketrampilan yang berhubungan dengan keakuratan penilaian tentang emosi diri sendiri dan orang lain, serta kemampuan mengelola perasaan untuk memotivasi, merencanakan dan meraih tujuan kehidupan (Shapiro, 1998, h. 8). Goleman (2007, h. xiii) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional di dalamnya termasuk kemampuan untuk
mengendalikan
diri,
semangat
dan
ketekunan,
serta
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri. Kecerdasan emosional bertumpu pada hubungan antara perasaan, watak dan naluri. Lebih lanjut, Goleman (2007, h. 52) mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kecerdasan emosional adalah kecakapan emosional yang meliputi kemampuan untuk mengendalikan diri dan memiliki daya tahan ketika menghadapi rintangan, mampu mengendalikan impuls
9
10 Perpustakaan Unika
dan tidak cepat merasa puas, mampu mengatur suasana hati dan mampu membina hubungan yang baik dengan orang lain dan mudah mengenali emosi orang lain dan memanfaatkan emosi tersebut secara produktif sebagai penunjang performa seseorang. Kecakapan tersebut mencakup pengelolaan bentuk emosi, baik yang positif maupun yang negatif. Emosi merupakan suatu perasaan tertentu yang dialami seseorang dan berpengaruh terhadap pikiran dan perilaku orang tersebut (Albin, 2002, h. 11). Kecerdasan emosional menurut Goleman tampaknya lebih ditujukan pada upaya dalam mengenali, memahami dan mewujudkan emosi dalam porsi yang tepat. Kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustrasi; mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, serta berempati dan berdoa (Goleman, 2007, h. 45). Selain itu, satu hal penting dalam kecerdasan emosional adalah upaya untuk mengelola emosi agar terkendali dan dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia (Rostiana, 1997, h. 44). Gardner (dalam Goleman, 2007, h. 57) beranggapan bahwa dalam hiruk pikuknya kehidupan sangat penting mempunyai kemampuan emosional dan kemampuan komunikasi yang disebut dengan kecerdasan intrapribadi yang berawal dari kecerdasan pribadi atau kecerdasan emosional. Menurutnya kecerdasan emosional
11 Perpustakaan Unika
merupakan kunci menuju pengetahuan diri yang aksesnya terarah pada perasaan-perasaan diri seseorang terhadap dirinya sendiri maupun kepada orang lain dan kemampuan untuk membedakan perasaan-perasaan tersebut serta memanfaatkannya untuk menuntun tingkah laku. Kecerdasan emosional menurut Kagan (dalam Shapiro, 1998, h. 24), sangat berhubungan dengan berbagai hal yaitu perilaku moral, cara berpikir realistis, pemecahan masalah, interaksi sosial, emosi diri dan keberhasilan baik secara akademik maupun pekerjaan. Kecerdasan emosional menurut Kagan bukanlah sesuatu yang muncul dengan sendirinya, namun sesuatu yang dapat dipelajari. Seseorang dilahirkan dengan memiliki emosi yang berbeda-beda, namun apabila diusahakan akan membuat emosi menjadi cerdas. Kecerdasan emosional menurut Salovey dan Mayer (dalam Shapiro, 1998, h. 8) adalah himpunan bagian dari kecerdasan sosial yang melibatkan kemampuan memantau perasaan dan emosi baik pada diri sendiri maupun pada orang lain, memilah-milah semuanya dan menggunakan informasi ini untuk membimbing pikiran dan tindakan. Gottman
dan
DeClaire
(2003,
h.
2)
mendefinisikan
kecerdasan emosional sebagai kemampuan dan kesadaran emosional untuk menangani perasaan, menyadari perasaan orang lain, mampu berempati,
menghibur,
membimbing,
kemampuan
untuk
mengendalikan dorongan hati, menunda pemuasan, memberi motivasi diri mereka sendiri, membaca isyarat sosial orang lain dan
12 Perpustakaan Unika
menangani naik turunnya kehidupan. Kecerdasan emosional juga menuntut individu untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan dirinya dan orang lain serta menanggapinya dengan tepat. Cooper dan Sawaf (1998, h. XV) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami dan menerapkan daya dan kepekaan emosi secara efektif sebagai sumber energi,
informasi,
koneksi
dan
pengaruh
yang
manusiawi.
Kecerdasan emosional juga menuntut individu untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan dirinya dan orang lain serta menanggapinya secara tepat. Berdasarkan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun dengan orang lain dalam hal menilai dan mengelola emosi diri, sehingga mampu mengatasi kesulitan, tantangan dan hambatan hidup dalam menjalin hubungan dengan orang lain.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut : a. Faktor internal, terdiri dari : 1) Faktor bawaan : LeDoux (dalam Goleman, 2007, h. 29) menjelaskan bahwa kunci kecerdasan emosional adalah amigdala yang dibawa sejak lahir. Amigdala merupakan
13 Perpustakaan Unika
rangkaian muatan emosi yang menentukan temperamen manusia. Kagan (dalam Goleman, 2007, h. 36) juga menyatakan bahwa temperamen seseorang mencerminkan suatu rangkaian emosi bawaan tertentu dalam otaknya. 2) Kemarahan : kemarahan bisa saja muncul karena adanya kesibukan yang sangat banyak menguras perhatian dan energi, menimbulkan banyak ketegangan dan kelelahan. Ditambah pula dengan suasana yang tidak menyenangkan, emosi menjadi mudah meledak sedangkan kemampuan berpikir sangat terbatas dan terkuras, sehingga pengelolaan emosi dan nalar secara berimbang tidak dapat dicapai (Goleman, 2007, h. 83-84). 3) Kesedihan
:
kesedihan
bisa
mengakibatkan
turunnya
semangat sehingga tidak ada dorongan untuk melakukan sesuatu. Kesedihan dapat membelenggu pikiran dan perasaan sehingga
dapat
menghambat
tumbuhnya
kecerdasan
emosional (Goleman, 2007, h. 98-99). 4) Kecemasan : kecemasan berasal dari adanya harapan-harapan yang dimiliki. Bila harapan tidak kunjung terwujud maka akan muncul kecemasan. Kecemasan dirasakan karena adanya ketidakpastian dan memerlukan peran serta nalar, sebab itu adanya kecemasan bisa mempengaruhi proses kecerdasan emosional (Goleman, 2007, h. 121-122). 5) Penerimaan diri :Goleman (2007, h. 387) menyatakan bahwa orang yang merasa bangga dan memandang diri sendiri dalam
14 Perpustakaan Unika
sisi yang positif, mengenali kekuatan dan kelemahannya; mampu menertawakan diri sendiri akan dapat meningkatkan kecerdasan emosional. b. Faktor eksternal, terdiri dari : 1) Pembelajaran emosi : Kagan (dalam Goleman, 2007, h. 314) menyatakan bahwa pembelajaran emosi mempunyai pengaruh yang sangat kuat. Amigdala yang terlalu mudah tergugah dapat dijinakkan dengan pengalaman-pengalaman yang tepat, yaitu melalui pelajaran dan respon emosional yang dipelajari anak-anak sewaktu mereka tumbuh. Pelajaran emosi tersebut melibatkan pengalaman langsung tentang apa yang diajarkan yaitu dengan mendidik perasaan itu sendiri (Goleman, 2007, h. 373-374). 2) Pengasuhan orangtua : kehidupan keluarga merupakan wadah pertama kali untuk mempelajari emosi (Goleman, 1999, h. 268). Kecerdasan emosional diajarkan bukan saja melalui halhal yang dilakukan dan dikatakan oleh orangtua langsung kepada anak-anaknya, tetapi juga dalam contoh-contoh yang mereka berikan untuk menangani perasaan (Gottman dan DeClaire, 2003, h. 2). Interaksi emosional antara orangtua dengan anak akan berpengaruh besar pada masa depan anak karena dengan membina ikatan-ikatan emosional yang kuat dengan anak berarti menolong anak mengembangkan kemampuan emosionalnya (Gottman dan DeClaire, 2003, h. 15).
15 Perpustakaan Unika
3) Lingkungan : Shapiro (1998, h. 20) menyatakan bahwa selain orangtua ternyata orang lain yang berada di sekitar juga memberikan pengajaran baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat
mempengaruhi
kecerdasan
emosional.
Menurut Goleman (1999, h. 337) lingkungan tempat tinggal memberikan pengaruh pada temperamen anak. Di dalam lingkungan seorang anak akan mendapat pembelajaran langsung
bagaimana
mengendalikan
perasaan
dan
mempertimbangkan apa yang akan dilakukan setelah perasaan itu ada. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa faktorfaktor yang mempengaruhi kecerdasan emosional terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Religiusitas yang merupakan faktor internal dalam mempengaruhi
kecerdasan emosional pada
mahasiswa
digunakan
Papua
karena
bisa
untuk
mengatasi
kemarahan, kesedihan dan kecemasan, akan menjadi variabel bebas dalam penelitian ini.
3. Aspek-aspek Kecerdasan Emosional Aspek dari kecerdasan emosional oleh Salovey (dalam Goleman, 2007, h. 57-59) meliputi : a. Mengenali emosi diri (kesadaran diri): Kesadaran diri mengenali perasaan sewaktu perasaan itu terjadi merupakan dasar dari kecerdasan emosional. Kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu merupakan hal penting
16 Perpustakaan Unika
bagi kawasan psikologi dan pemahaman diri ketidakmampuan untuk mencermati perasaan diri yang sesungguhnya membuat individu dalam kekuasaan perasaan. b. Mengelola emosi : Menangani perasaan agar perasaan terungkap dengan baik adalah kecakapan yang bergantung pada kesadaran diri. Mengelola emosi ini meliputi kemampuan menghibur diri sendiri, melepas kecemasan, kemurungan atau ketersinggungan dan akibat-akibat yang timbul karena gagalnya ketrampilan dasar. c. Memotivasi diri sendiri : Menata emosi merupakan alat untuk mencapai tujuan dan hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memberi perhatian, memotivasi dan menguasai diri sendiri serta untuk berkreasi. Pengenalan dan penahanan diri terhadap kepuasaan dorongan hati merupakan landasan keberhasilan dalam berbagai bidang. d. Mengenali emosi orang lain : Kemampuan menangkap sinyal-sinyal sosial yang tersembunyi, yang mengisyaratkan apa yang dibutuhkan atau dikehendaki oleh orang lain atau sering disebut dengan kemampuan berempati. e. Membina hubungan dengan orang lain : Seseorang yang trampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin hubungan
dengan
orang
lain,
mampu
memimpin
dan
mengorganisir, pandai menangani perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.
17 Perpustakaan Unika
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa aspekaspek dari kecerdasan emosional adalah : mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain.
B. Religiusitas 1. Pengertian Religiusitas Menurut etimologi kuno, kata religi berasal dari bahasa Latin “religio” yang akar katanya adalah “re” dan “ligare” yang mempunyai arti mengikat kembali. Hal ini berarti dalam religi terdapat aturan-aturan dan kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi dan mempunyai fungsi untuk mengikat diri seseorang dalam hubungannya dengan sesama, alam dan Tuhan (Driyarkara, 1988, h. 6). Kata religiusitas berasal dari kata “religiosity” yang dalam The Contemporary English – Indonesian Dictionary (Salim, 1990, h. 1620) diartikan sebagai kesalehan atau pengabdian yang besar kepada agama. Mangunwijaya (1999, h. 3) mengatakan bahwa agama atau religi tidak sama dengan religiusitas tapi memiliki hubungan yang sangat erat. Agama lebih bersifat formal yang ditunjukkan dengan adanya bermacam-macam perilaku yang mengungkap kepercayaan seseorang kepada Tuhannya. Kata agama lebih mengarah pada keagamaan, kebaktian kepada Tuhan atau “dunia atas” dalam aspek yang resmi (Mangunwijaya, 1991, h. 3).
18 Perpustakaan Unika
Ditambahkan pula oleh Mangunwijaya (1999, h. 165) bahwa religiusitas memiliki pengertian mendalam dan lebih bersifat personal. Hubungan antara perasaan, keinginan, harapan, keyakinan manusia terhadap Tuhan langsung dan sesama manusia yang ditunjukkan dengan ketaatan dalam melaksanakan ajaran agamanya. Adapun cara untuk mengetahui tingkatannya ialah dengan mencari tahu terlebih dahulu aspek-aspek di dalam ajaran agama sebagai tolok ukur, sebab religiusitas sangat erat dengan tingkah laku beragama dan nilai-nilai di dalamnya. Hal ini selaras dengan pendapat Dister (1989, h. 30) yang mengartikan religi sebagai keberagamaan, yang berarti adanya unsur internalisasi nilai-nilai agama dalam individu. Agama adalah hubungan manusia dengan Yang Transenden Allah atau Tuhan. Hubungan itu bersifat lahir batin. Dilihat dari segi batin agama menyangkut keinginan, perasaan, harapan dan keyakinan terhadap Yang Transenden. Dari sudut lahir agama menyangkut kelakuan, tingkah laku dan tindak tanduk tertentu yang mengungkapkan segi batin tadi dalam praktek kehidupan yang lebih sering disebut dengan kehidupan beragama atau religiusitas (Dister, 1989, h. 9). Dikatakan lebih lanjut oleh Daradjat (1978, h. 35) bahwa ajaran agama akan memberikan jalan kepada manusia untuk mencapai rasa aman, tidak takut dan cemas dalam menghadapi persoalan hidup dan masa depannya. Kemudian ditegaskan oleh Meichati (1983, h. 10-11) bahwa agama akan memberikan kekuatan
19 Perpustakaan Unika
jiwa bagi seseorang untuk menghadapi cobaan dan tantangan hidup serta memberi bantuan moril dalam menghadapi krisis. Glock dan Stark (dalam Robertson, 1988, h. 57) mengatakan bahwa religiusitas sebagai keberagamaan seseorang menunjuk pada ketaatan dan komitmen seseorang terhadap agamanya (Anggarasari, 1997, h. 15). Dikatakan oleh Otto (dikutip oleh Daradjat, 1978, h. 14) bahwa dalam religiusitas ada dua hal yang perlu diketahui, pertama adalah kesadaran beragama (religious consciouness) yaitu bagian dari segi agama yang hadir atau terasa dalam pikiran dan dapat diuji melalui instropeksi atau aspek mental dari aktivitas beragama, kedua adalah pengalaman beragama (religious experience) yaitu unsurunsur yang membawa pada keyakinan yang dihasilkan oleh sebuah tindakan. Menurut Spranger (dalam Dister, 1990, h. 31) religiusitas adalah keyakinan dimana seseorang merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi, yang menaungi kehidupan dan hanya kepada-Nya bergantung dan berserah hati. Hal ini selaras dengan pendapat Adisubroto (1992, h. 5) bahwa manusia religius adalah manusia yang mempunyai struktur mental keseluruhan secara tetap diarahkan kepada pencipta nilai mutlak tertinggi. Dikatakan oleh Pruysser (dikutip Dister, 1989, h. 18) bahwa pada dasarnya individu adalah makhluk yang berkembang menjadi religious atau beragama, karena setiap individu punya naluri untuk meyakini dan mengadakan penyembahan terhadap suatu kekuatan di luar dirinya. Naluri ini akan mendorong individu melakukan
20 Perpustakaan Unika
kegiatan beragama. Semakin baik tingkat religiusitas seseorang akan membuat mereka semakin mampu untuk menyelesaikan masalahmasalahnya. Salah satu unsur kepuasan hidup adalah kemampuan dari individu dalam mengatasi setiap permasalahan yang dialaminya. Jadi religiusitas dapat dipakai sebagai pegangan dalam kehidupan individu. Jalalludin (dalam Ariestha, 2006, h. 22) menyatakan bahwa bentuk pelaksanaan ibadah seperti berdoa, puasa, membaca kitab suci yang kemudian diikuti dengan penyerahan diri seutuhnya kepada Tuhan akan memunculkan perasaan positif seperti bahagia, puas, merasa dicintai, aman, tidak ada kecemasan dan pada akhirnya mengacu pada ketenangan batin. Berdasarkan definisi para tokoh di atas maka diambil kesimpulan bahwa religiusitas adalah keyakinan dimana seseorang merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi, yang menaungi kehidupan dan hanya kepada-Nya bergantung dan berserah hati yang kemudian diwujudkan dengan ketaatan menjalankan agama. Religiusitas sangat erat dengan tingkah laku beragama dan nilai-nilai di dalamnya, serta dapat dipakai sebagai pegangan dalam kehidupan seseorang.
2. Dimensi – dimensi Religiusitas Pembagian dimensi religiusitas yakni tentang bagaimana agama dihayati dan dipraktekkan oleh penganutnya nampaknya yang paling terinci adalah yang dikemukakan oleh Glock dan Stark
21 Perpustakaan Unika
(dikutip oleh Ancok dan Suroso, 1994, h. 46-48). Penjelasan kelima dimensi religiusitas tersebut adalah sebagai berikut : a. Dimensi Ideologis (Religious belief / the ideological dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat keyakinan seseorang terhadap kebenaran ajaran agamanya terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental atau bersifat dogmatik.
Di
dalam
keberagamaan
dimensi
ideologis
menyangkut keyakinan tentang Tuhan, para malaikat, nabi atau rasul, kitab-kitab, surga, neraka dan lain sebagainya. b. Dimensi Ritualistik (Religious Practice / the ritualistic dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat kepatuhan seseorang
dalam
mengerjakan
kegiatan-kegiatan
ritual
sebagaimana dianjurkan oleh agamanya. Di dalam keberagamaan dimensi ritualistik menyangkut pelaksanaan ibadah, puasa, pantang, zakat, membaca kitab suci, berdoa, menyanyikan lagu pujian dan sebagainya. c. Dimensi Eksperiensial (Religious Feeling / the experiential dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalaman religius. Di dalam keberagamaan dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat seseorang dalam merasakan dan mengalami perasaan dekat dengan Tuhan, perasaan cinta pada Tuhan dan dicintai oleh Tuhan.
22 Perpustakaan Unika
d. Dimensi Konsekuensial (Religious Effect / the consequential dimensions) Dimensi ini menunjuk seberapa tingkatan seseorang dalam berperilaku dimotivasi oleh ajaran agamanya. Perilaku disini lebih dalam perilaku “duniawi”, bagaimana individu bereaksi dengan dunia. Di dalam keberagamaan meliputi perilaku suka menolong, berderma, menegakkan kebenaran dan keadilan. e. Dimensi Intelektual (Religious Knowledge / the intellectual dimensions) Dimensi ini menunjuk pada seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran agama terutama mengenai pokok agamanya sebagaimana termuat dalam kitab suci. Di dalam keberagamaan dimensi ini meliputi pengetahuan tentang kitab suci, pokok ajaran yang harus diimani dan dilaksanakan, hukum dalam agama, sejarah tentang agama dan sebagainya. Menurut Feifel dan Nagy (1981, h. 281) dimensi religiusitas dijabarkan menjadi lima dimensi sebagai berikut : a. Religious self
yaitu seberapa jauh orang meyakini ajaran
agamanya b. Instrinsic religious motivation yaitu seberapa jauh orang mempunyai dorongan yang tersembunyi untuk semakin dekat dengan Tuhannya c. Belief in God yaitu seberapa besar keyakinan terhadap Tuhan yang mengatur alam semesta dan kehidupan manusia
23 Perpustakaan Unika
d. Importance of religion yaitu seberapa jauh ajaran agama dipakai sebagai patokan dalam segala aspek kehidupan e. Belief in after the death yaitu seberapa jauh kepercayaan adanya kehidupan setelah kematian. Selain dimensi religiusitas di atas Waruwu (dalam Ariestha, 2006, h. 24-26) membagi dimensi religiusitas menjadi enam bagian yaitu : a. Ide tentang Tuhan dan religi Ide tentang Tuhan dan religi menunjuk pada kesadaran penghayatan suatu relasi dengan suatu figur Absolut yaitu Tuhan. Religi merumuskan berbagai peran yang diemban oleh pribadi, berhadapan dengan yang Absolut. Religi juga merumuskan berbagai ciri dan karakteristik yang dikenakan kepada yang Absolut. Dimensi ini meliputi penghayatan terhadap Tuhan sebagai figur yang penuh kasih sayang dan melindungi, sehingga religi dihayati sebagai sesuatu yang memberi makna bagi kehidupan setiap individu. b. Kepercayaan Dimensi kepercayaan berkaitan erat dengan inteligensi, dimana dengan adanya kemampuan intelektual, manusia mampu mengenal yang Ilahi, berhadapan dengan-Nya serta oleh imannya, yang Ilahi dihayati sebagai dekat dan hadir dalam seluruh
aspek
memungkinkan
kehidupan. adanya
Kemampuan
“iman”
“keraguan” karena ada ketidaktahuan.
(kepercayaan)
intelektual sekaligus
24 Perpustakaan Unika
c. Perayaan Dimensi perayaan melibatkan manusia sebagai makhluk fisik yang dibatasi oleh ruang dan waktu, sekaligus melalui simbolsimbol yang digunakan dalam perayaan tersebut menembus keterbatasannya dalam ruang dan waktu. Hal tersebut terjadi dalam persekutuan doa, mengekspresikan dirinya dalam doa secara
verbal
dan
melalui
simbol-simbol
ritual
dan
memanifestasikan imannya. d. Partisipasi Partisipasi meliputi dua kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan afektif dan sosial. Afiliasi religius terdiri dari dua sisi, yatu hubungan dengan Tuhan dan hubungan pribadi dengan orang lain. Hubungan dengan Tuhan diungkapkan dengan doa dilakukan kapan saja dibutuhkan, yang dapat membantu pribadi dalam kesendirian. Hubungan pribadi dapat dilakukan dengan komunitas religius memberi pengalaman mendalam, dimana individu saling berbagi visi dan saling meneguhkan iman satu sama lain. Pengalaman dalam komunitas ini memberi motivasi dan memberi perasaan berharga karena diterima oleh anggota komunitasnya. e. Praktik Dimensi yang berkaitan dengan praktek religi merupakan hasil dari perasaan dan kesadaran individu sebagai makhluk yang berutang pada Tuhan. Perasaan berutang diungkapkan dalam berbagai bentuk kewajiban untuk beribadat, mengucap syukur
25 Perpustakaan Unika
dan penerimaan etika yang digariskan oleh religinya. Dimensi ini mempunyai dua kutub yaitu mereka yang aktif dalam praktek religi dan yang hidup sesuai dengan tuntutan moral. f. Perubahan dan pengkondisian Dimensi ini tergantung pada perkembangan pribadi dan hubungannya dengan lingkungan. Pengalaman pribadi dalam komunitas atau relasinya dengan lingkungan dapat menimbulkan perubahan-perubahan
tersebut.
Secara
khusus,
pribadi
berpartisipasi dengan lingkungannya dikondisikan oleh praktek religius komunitasnya dalam hal ini sikap dan perilaku religius orangtuanya, lembaga pendidikan yang diikuti, serta pribadipribadi lain dalam komunitas. Berdasarkan uraian religiusitas di atas maka diambil lima dimensi religiusitas dari Glock dan Stark (Ancok dan Suroso, 1994, h. 46-48) yang meliputi lima dimensi yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualistik, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual. Dimensi religiusitas dari Glock dan Stark diambil sebagai dimensi dalam penelitian ini karena dimensi ini lebih mencerminkan kehidupan religius.
C. Hubungan Religiusitas dan Kecerdasan Emosional pada Mahasiswa Papua Situasi kehidupan yang dialami para mahasiswa yang berasal dari Papua tentunya berbeda-beda. Akan tetapi pada umumnya mahasiswa Papua mengalami kesenjangan antara nilai-nilai yang berlaku di tempat
26 Perpustakaan Unika
tinggal dengan lingkungan hidupnya di Semarang ini karena nilai yang dipakai kemungkinan berbeda bahkan bertolak belakang. Daradjat (1978, h. 51) mengatakan bahwa nilai-nilai yang ada dalam ajaran agama bersifat universal dapat berlaku di semua tempat. Agama mengajarkan nilai moral yang merupakan panduan dalam bertindak dan bersikap yang mencakup kebenaran, kejujuran, keadilan, tidak berpihak, kasih sayang, menghargai dan sebagainya. Perwujudan nilai moral tersebut ada dalam perilaku keberagamaan atau religiusitas. Religiusitas merupakan perwujudan dari tindakan moral yang menurut Kagan (Shapiro, 1998, h. 24) dan Goleman (2007, h. xii) kecerdasan emosi bertumpu pada perilaku moral. Pengembangan moral terjadi dalam praktek agama sehingga secara tidak langsung religiusitas atau perilaku keberagamaan akan membantu dalam pembentukan kecerdasan emosional. Mahasiswa Papua yang menggunakan nilai-nilai moral yang ada di dalam ajaran agama dalam kehidupan sehari-hari cenderung tidak menyalahi peraturan yang ada dalam masyarakat. Mahasiswa Papua yang religiusitasnya baik akan mempunyai kemampuan dan ketrampilan untuk mengetahui, mengatur dan mengendalikan emosi sehingga dapat diterima di semua tempat. Kecerdasan emosional menyelaraskan fungsi emosi dan penalaran, sehingga ketika perasaannya dalam kondisi kacau, kemampuan berpikirnya tetap jernih (Mudjijana, 2004, h. 86). Dister (1989, h. 30) menyebutkan bahwa agama seringkali dijadikan tolok ukur untuk mengetahui religiusitas seseorang karena walau bagaimanapun religiusitas berkaitan dengan perilaku beragama.
27 Perpustakaan Unika
Seseorang yang memiliki tingkat religiusitas yang baik akan menunjukkan
ketaatan
dalam
malaksanakan
ajaran
agamanya
(Mangunwijaya, 1991, h. 3). Diharapkan lewat kehidupan religiusitas yang baik, maka seseorang dapat memperoleh bantuan moral dalam menghadapi
permasalahan
dan
memungkinkan
individu
untuk
menyelesaikan masalah dengan lebih tenang karena dapat membuat pertimbangan yang lebih matang, memilih cara yang lebih efektif dan konstruktif (Lestari, 2002, h. 53). Fagan dalam The Impact of Religious Practice on Social Stability yang dikutip oleh Granacher (1998, h. 3-4) mengatakan bahwa praktek religius dan prinsip moralnya mempunyai banyak manfaat dan membangun kecerdasan emosional. Hal ini karena kepercayaan agama dan prakteknya menambah kokoh terbentuknya kriteria moral dan suara pertimbangan moral, selain itu membantu kesehatan mental lepas dari depresi dan menghargai diri sendiri. Pengembangan moral dalam praktek agama membantu dalam mengenal dan mengatur emosi. Kesadaran diri sebagai salah satu dari lima kekuatan kecerdasan emosi dapat ditemukan dalam penghargaan pada diri sendiri yang menjadi lebih baik apabila seseorang aktif dalam keagamaan. Religiusitas mempunyai ciri pemahaman dan pengendalian diri yang kuat terlibat dalam agama (Crapps dan Roberts, 1994, h. 77). Pada prinsipnya, orang yang kelakuan agamanya baik, orang tersebut akan semakin berpegang teguh pada keyakinan yang ada dalam ajaran agama tersebut. Penghayatan yang kuat tentang praktek agama, keyakinan, pengalaman, pengetahuan agama dan konsekuensi yang membentuk
28 Perpustakaan Unika
religiusitas cenderung mampu menampilkan perilaku yang sesuai dengan nilai agama. Religiusitas seseorang akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan. Religiusitas terdiri dari lima dimensi yaitu dimensi ideologis,
dimensi
ritualistik,
dimensi
eksperiensial,
dimensi
konsekuensial dan dimensi intelektual. Dalam dimensi ritualistik, seseorang yang terbiasa untuk berpuasa atau berpantang, berdoa dan melaksanakan ibadah lainnya tentunya akan memiliki kerendahan hati yang pada akhirnya mampu untuk mengatur suasana hatinya agar tidak dikuasai oleh emosi. Pada dimensi eksperiensial seseorang yang mengalami perasaan dan pengalaman religius akan merasa dekat dan dicintai oleh Tuhan sehingga akan menimbulkan perasaan bahagia yang berpengaruh pada tingkah lakunya. Pada dimensi konsekuensial seseorang yang suka menolong ataupun berderma pada sesamanya tentunya akan memiliki kepekaan hati yang kemudian menyebabkan orang itu mampu mengendalikan dorongan hati sehingga mampu untuk mengelola emosinya dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Pada dimensi intelektual seseorang yang paham dengan ajaran agama dan pengetahuan tentang kitab suci dalam kehidupannya tentu tidak akan melakukan perbuatan yang menyimpang dan belajar untuk menghargai perasaan dirinya dan orang lain serta menanggapinya secara tepat. Uyun (1998, h. 50) berpendapat bahwa dalam agama, manusia wajib untuk berusaha sadar dan aktif melakukan berbagai upaya, mengubah nasib meningkatkan diri, tidak malas dan melebih-lebihkan kesenangan, sehingga dapat dikatakan bahwa agama menganjurkan
29 Perpustakaan Unika
pemeluknya mempunyai motivasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Uyun yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara religiusitas dengan motif berprestasi mahasiswa. Orang dengan tingkat religiusitas tinggi akan senantiasa konsekuen dalam melakukan perintah agama, sehingga dengan religiusitas yang baik akan mampu memotivasi dirinya sendiri. Memotivasi diri sendiri tercantum dalam salah satu aspek dalam kecerdasan emosi Salovey yang dikutip oleh Goleman (2007, h. 58). Agama mempunyai banyak kegiatan ritual selain untuk mendekatkan diri pada Tuhan juga mengandung hikmah lain, mempunyai maksud agar umat beragama mampu membina hubungan dengan orang lain, terutama dalam komunitasnya baik dalam komunitas religiusnya maupun dengan komunitas yang lain (Satiadarma dan Waruwu, 2003, h. 31). Kemampuan membina hubungan dengan orang lain tercantum dalam salah satu aspek dalam kecerdasan emosi Salovey yang dikutip oleh Goleman (2007, h. 57-59). Puasa adalah salah satu bentuk ritual keagamaan yang dilakukan dengan menahan diri dari makan, minum dan hawa nafsu termasuk di dalamnya adalah rasa amarah. Dalam kehidupan mahasiswa Papua yang kebanyakan adalah penganut Kristiani puasa berarti menahan diri atau berpantang dari makanan, lebih daripada mengurangi keinginan tubuh dan segala konsekuensi yang negatif dan puasa menjadi satu pengalaman rohani yang positif. Puasa menyebabkan seseorang bukan saja memusatkan perhatian pada Allah, melainkan memberi perhatian
30 Perpustakaan Unika
pada orang lain. Hasilnya bukan saja perubahan sikap namun perubahan perbuatan (Beall, 1998, h. 112). Penelitian oleh hikmah puasa yang dilakukan oleh Alan membuktikan bahwa puasa dapat mengurangi kecemasan dan perasaan rendah diri (Ancok dan Suroso, 1994, h. 58). Ditambahkan pula bahwa puasa dapat meningkatkan rasa percaya diri yang lebih besar, motivator timbulnya perilaku positif dan mau berusaha dalam menghadapi tantangan hidup yang lebih besar. Maka dalam hal ini puasa bisa digunakan untuk meningkatkan cara mengenali emosi diri, mengelola emosi, mengenali emosi orang lain, memotivasi diri sendiri dan membina hubungan dengan orang lain yang semuanya itu merupakan aspek-aspek dalam kecerdasan emosional. Berdasarkan uraian di atas tampak bahwa ada hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua.
D. Hipotesis Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Ada hubungan positif antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua”. Artinya, semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi kecerdasan emosionalnya. Semakin rendah religiusitas maka semakin rendah kecerdasan emosionalnya.
Perpustakaan Unika
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif, yaitu metode yang menekankan analisisnya pada data-data numerikal (angka) yang diolah dengan metode statistik ( Azwar, 1998, h. 5). Data angka tersebut berasal dari pengukuran dengan menggunakan skala terhadap variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini.
B. Identifikasi Variabel Penelitian Identifikasi
variabel
perlu
dilakukan
untuk
menetapkan
rancangan penelitian. Variabel adalah segala sesuatu yang akan dijadikan objek pengamatan penelitian. Sering pula dinyatakan sebagai faktor-faktor yang berperan dalam gejala / peristiwa yang akan diteliti (Suryabrata, 2006, h. 25). Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Variabel Tergantung
: Kecerdasan Emosional
2. Variabel Bebas
: Religiusitas
C. Definisi Operasional Variabel Penelitian Definisi Operasional adalah penegasan dari konstruk / variabel yang digunakan dengan cara tertentu untuk mengukurnya, sehingga dapat menghindari salah pengertian dan penafsiran yang berbeda (Kerlinger, 1992, h. 45).
31
32 Perpustakaan Unika
1. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan suatu kemampuan dan ketrampilan yang dimiliki seseorang dalam hubungannya dengan diri sendiri maupun dengan orang lain dalam hal menilai dan mengelola emosi diri, sehingga mampu mengatasi kesulitan, tantangan dan hambatan hidup dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Pengukuran dan pengungkapan kecerdasan emosional menggunakan skala kecerdasan emosional yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan lima aspek meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi kecerdasan emosional dan semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendah kecerdasan emosional.
2. Religiusitas Religiusitas adalah keyakinan dimana seseorang merasakan dan mengakui adanya kekuatan tertinggi, yang menaungi kehidupan dan hanya kepada-Nya bergantung dan berserah hati yang kemudian diwujudkan dengan ketaatan menjalankan agama. Religiusitas sangat erat dengan tingkah laku beragama dan nilai-nilai di dalamnya, serta dapat dipakai sebagai pegangan dalam kehidupan seseorang. Pengukuran dan pengungkapan religiusitas menggunakan skala religiusitas yang dibuat sendiri oleh peneliti berdasarkan dimensi religiusitas yang meliputi dimensi ideologis, dimensi ritualistik,
33 Perpustakaan Unika
dimensi
eksperiensial,
dimensi
konsekuensial
dan
dimensi
intelektual. Semakin tinggi skor yang diperoleh menunjukkan semakin tinggi tingkat religiusitas dan semakin rendah skor yang diperoleh menunjukkan semakin rendahnya tingkat religiusitas.
D. Subjek Penelitian 1. Populasi Populasi adalah sejumlah penduduk atau individu yang paling sedikit mempunyai satu sifat yang sama dan dimaksudkan untuk diselidiki (Hadi, 2000, h. 220). Adapun populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa-mahasiswi yang berasal dari Papua dan tinggal di Semarang. Umur subyek berkisar antara 18 - 25 tahun.
2. Teknik Pengambilan Sampel Sampel pada penelitian ini diambil dari populasi penelitian dengan menggunakan teknik incidental sampling. Di dalam teknik incidental sampling pengambilan sampel hanya pada individuindividu atau grup-grup yang kebetulan dijumpai atau yang dapat dijumpai saja yang diselidiki (Hadi, 2000, h. 226).
E. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode skala. Skala adalah suatu metode penyelidikan dengan menggunakan daftar pernyataan yang diajukan agar dijawab subyek atau
34 Perpustakaan Unika
interpretasinya terhadap pernyataan tersebut merupakan proyeksi dari perasaannya (Azwar, 2000, h. 4). Bentuk skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala yang bersifat langsung, yaitu pernyataan-pernyataan tertulis yang diajukan dapat dijawab langsung oleh subyek penelitian yang dimintai pendapat. Skala dalam penelitian ini bersifat tertutup, yaitu subyek diminta memilih satu dari jawaban yang telah ada (Hadi, 2000, h. 157). Skala yang digunakan dalam penelitian ini ada dua macam yaitu : 1. Skala Kecerdasan Emosional Skala kecerdasan emosional digunakan untuk mengukur kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Skala kecerdasan emosional memuat lima aspek yang meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Skala ini menggunakan empat katagori pilihan jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Jawaban terhadap item positif atau favorable, subyek memperoleh skor empat (4) jika menjawab “Sangat Sesuai” (SS), Skor tiga (3) untuk pilihan “Sesuai” (S), Skor dua (2) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS), dan skor satu (1) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Sebaliknya untuk jawaban item negatif atau unfavorable, subyek memperoleh skor satu (1) untuk pilihan “Sangat Sesuai” (SS), skor dua (2) untuk pilihan “Sesuai” (TS), skor tiga (3) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS) dan skor empat (4) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS).
35 Perpustakaan Unika
Tabel 1 Blue Print Skala Kecerdasan Emosional Aspek Jumlah Nomor Item Favorable Unfavorable Mengenali emosi diri 3 3 6 Mengelola emosi 3 3 6 Memotivasi diri sendiri 3 3 6 Mengenali emosi orang 3 3 6 lain Membina hubungan 3 3 6 dengan oang lain Jumlah 15 15 30
2. Skala Religiusitas Skala ini merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengungkap tingkat religiusitas. Skala ini memuat lima dimensi religiusitas, yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualistik, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual Skala ini menggunakan empat katagori pilihan jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (SS), “Tidak Sesuai” (TS), “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Jawaban terhadap item positif atau favorable, subyek memperoleh skor empat (4) jika menjawab “Sangat Sesuai”, skor tiga (3) untuk pilihan “Sesuai” (S), skor dua (2) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS), dan skor satu (1) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Sebaliknya untuk jawaban item negatif atau unfavorable, subyek memperoleh skor satu (1) jika menjawab skor pilihan “Sangat Sesuai” (SS), skor dua (2) untuk pilihan “Sesuai” (S), skor tiga (3) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS) dan skor empat (4) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS).
36 Perpustakaan Unika
Tabel 2 Blue Print Skala Religiusitas Dimensi Nomor Item Favorable Unfavorable Dimensi Ideologis 3 3 Dimensi Ritualistik 3 3 Dimensi Eksperiensial 3 3 Dimensi Konsekuensial 3 3 Dimensi Intelektual 3 3 Jumlah 15 15
Jumlah 6 6 6 6 6 30
F. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur 1. Validitas Alat Ukur Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya (Azwar, 1997, h. 5). Cara yang paling banyak digunakan untuk mengetahui validitas suatu item adalah dengan mengkorelasikan skor yang diperoleh setiap item dengan skor totalnya. Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan adanya kesesuaian antara fungsi item dengan fungsi alat tes secara keseluruhan. Prosedur ini disebut validasi item (Azwar, 1997, h. 10). Pada penelitian ini teknik korelasi yang digunakan adalah teknik korelasi Product Moment (Azwar,1997, h. 19).Selanjutnya, koefisien korelasi yang diperoleh masih harus dikoreksi karena adanya overestimasi atau kelebihan bobot yang disebabkan skor item ikut menjadi skor total. Mengkoreksi kelebihan bobot tersebut digunakan rumus korelasi part whole (Ancok, 1987, h. 85).
37 Perpustakaan Unika
2. Reliabilitas Alat Ukur Suatu alat ukur yang baik harus mempunyai tingkat reliabilitas yang tinggi. Reliabilitas adalah suatu kepercayaaan dan keterandalan, keajegan, konsistensi dan ksatabilan. Jadi yang dimaksud dengan reliabilitas adalah sejauh mana hasil suatu pengukuran dapat dipercaya (Azwar, 1997, h. 4). Pengujian reliabilitas terhadap item-item yang valid dalam penelitian ini menggunakan formula Alpha Cronbach.
G. Metode Analisis Data Metode yang dipakai untuk menganalisa data dalam penelitian ini adalah analisis statistik. Teknik analisa data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian adalah korelasi product moment. Teknik korelasi product moment merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah ada korelasi antara variabel bebas dan variabel tergantung.
Perpustakaan Unika
BAB IV PERSIAPAN DAN PELAKSANAAN PENELITIAN
A. Orientasi Kancah Penelitian Salah satu tahap yang harus dilalui sebelum mengadakan penelitian adalah menentukan kancah atau tempat pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dilakukan di kota Semarang. Kota Semarang merupakan salah satu kota yang memiliki banyak Perguruan Tinggi (PT) sehingga banyak pendatang dari luar kota maupun luar pulau, diantaranya adalah mahasiswa Papua. Penelitian ini dilakukan untuk melihat hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Populasi dari penelitian ini adalah mahasiswa Papua yang tinggal di kota Semarang dan berumur antara 18 – 25 tahun. Para mahasiswa Papua yang berada di kota Semarang berada di bawah
Yayasan
Binterbusih
(Bina
Teruna
Indonesia
Bumi
Cendrawasih) yang beralamat di Jalan S. Parman Kp. Ngaglik Lama 94 Semarang 50231. Yayasan Binterbusih merupakan yayasan yang bersifat sosial edukatif, independen terhadap semua kelompok politik, ekonomi, sosial dan budaya yang ada serta tidak bernaung di bawah idiologi politik manapun. Yayasan Binterbusih didirikan dengan maksud untuk berpartisipasi bersama Bangsa dan Pemerintah Indonesia yang sedang membangun dengan mengadakan sejumlah upaya yang perlu demi kemajuan masyarakat dan pembangunan daerah Papua; berusaha membina dan menyiapkan sejumlah kader pembangun muda
38
39 Perpustakaan Unika
usia, putra daerah Papua, terpelajar dan bertakwa terhadap Tuhan YME berkesadaran serta berkepribadian nasional. Mahasiswa Papua yang berada di Semarang berjumlah 206 orang. Mereka berasal dari berbagai kabupaten yaitu Kabupaten Manokwati, Timika, Jayapura, Merauke dan lain-lain. Para mahasiswa itu tersebar di beberapa Perguruan Tinggi
diantaranya Universitas
Katolik Soegijapranata, Universitas 17 Agustus, Universitas Dian Nuswantoro, STEKOM, Stikubank, Universitas Diponegoro. Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa mahasiswa Papua, didapatkan keterangan bahwa mobilitas para mahasiswa Papua ternyata cukup tinggi. Mereka yang sudah menjadi mahasiswa di suatu Perguruan Tinggi memiliki kemungkinan untuk pindah ke fakultas lain, ke Perguruan Tinggi lain, bahkan ada juga yang pindah ke kota lain. Peneliti menggunakan mahasiswa Papua di Semarang sebagai subyek penelitian dengan alasan : 1. Peneliti mengenali kondisi lokasi penelitian dengan baik sehingga memudahkan untuk mengambil sampel. 2. Jumlah subyek dapat terpenuhi sesuai dengan karakteristik populasi sehingga memenuhi syarat untuk dijadikan subyek penelitian. 3. Belum adanya penelitian mengenai hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua.
B. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian ditempuh untuk menghindari kesalahan maupun kesulitan dalam pelaksanaan penelitian. Berkenaan dengan hal
40 Perpustakaan Unika
tersebut, maka peneliti telah menyiapkan beberapa hal menyangkut persiapan dalam penyusunan alat ukur dan permohonan ijin penelitian. 1. Penyusunan Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua macam skala, yaitu
skala kecerdasan emosional dan skala
religiusitas. a. Skala Kecerdasan Emosional Skala ini merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengungkap kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Skala ini memuat lima aspek yang meliputi mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri sendiri, mengenali emosi orang lain dan membina hubungan dengan orang lain. Skala ini menggunakan empat katagori pilihan jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Jawaban terhadap item positif atau favorable, subyek memperoleh skor empat (4) jika menjawab “Sangat Sesuai” (SS), skor tiga (3) untuk pilhan “Sesuai” (S), skor dua (2) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS) dan skor satu (1) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Sebaliknya untuk jawaban item negatif atau unfavorable, subyek memperoleh skor satu (1) jika menjawab pilihan “Sangat Sesuai” (SS), skor dua (2) untuk pilihan “Sesuai” (S), skor tiga (3) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS) dan skor empat (4) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS).
41 Perpustakaan Unika
Jumlah item pada skala kecerdasan emosional sebanyak 30 item. Sebaran item pada skala kecerdasan emosional dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 3 Distribusi Item Skala Kecerdasan Emosional Aspek Jumlah Nomor Item favorable Unfavorable Mengenali emosi diri 1,11,21 6,16,26 6 Mengelola emosi diri 7,17,27 2,12,22 6 Memotivasi diri sendiri 3,13,23 8,18,28 6 Mengenali emosi orang 9,19,29 4,14,24 6 lain Membina hubungan 5,15,25 10,20,30 6 dengan orang lain Jumlah 15 15 30
b. Skala Religiusitas Skala ini merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengungkapkan religiusitas pada mahasiswa Papua. Skala ini memuat lima jenis dimensi yang meliputi dimensi ideologis, dimensi ritualistik, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual. Skala ini menggunakan empat katagori pilihan jawaban yaitu “Sangat Sesuai” (SS), “Sesuai” (S), “Tidak Sesuai” (TS), dan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Jawaban terhadap item positif atau favorable, subyek memperoleh skor empat jika (4) jika menjawab “Sangat Sesuai (SS), skor tiga (3) untuk pilihan “Sesuai” (S), skor dua (2) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS) dan skor satu (1) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS).
42 Perpustakaan Unika
Sebaliknya untuk jawaban item negatif atau unfavorable, subyek memperoleh skor satu (1) jika menjawab pilihan “Sangat Sesuai” (SS), skor dua (2) untuk pilihan “Sesuai” (S), skor tiga (3) untuk pilihan “Tidak Sesuai” (TS) dan skor empat (4) untuk pilihan “Sangat Tidak Sesuai” (STS). Jumlah item pada skala religiusitas sebanyak 30 item. Sebaran item pada skala religiusitas dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4 Distribusi Item Skala Religiusitas Aspek Nomor Item favorable Unfavorable Dimensi ideologis 1,11,21 2,12,22 Dimensi ritualistik 3,13,23 4,14,24 Dimensi eksperiensial 5,15,25 6,16,26 Dimensi konsekuensial 7,17,27 8,18,28 Dimensi intelektual 9,19,29 10,20,30 jumlah 15 15
Jumlah 6 6 6 6 6 30
2. Permohonan Ijin Penelitian Permohonan ijin penelitian dimulai dengan menunjukkan surat permohonan untuk melakukan penelitian dari Dekan Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata Semarang yang ditujukan kepada Direktur Yayasan Binterbusih Semarang dengan nomor 845/B.7.3/FP/V/2008 tertanggal 16 Mei 2008. Surat tersebut kemudian diberikan kepada Direktur Yayasan Binterbusih. Selanjutnya Direktur Yayasan Binterbusih memberikan jawaban secara lisan yang intinya mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian.
43 Perpustakaan Unika
C. Pelaksanaan Pengambilan Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan try out terpakai. Pengambilan data hanya dilakukan satu kali dan digunakan sebagai uji coba skala sekaligus sebagai data penelitian. Try out terpakai digunakan mengingat keterbatasan subyek. Hasil data yang diperoleh kemudian digunakan untuk mencari validitas dan untuk uji reliabilitas. Pelaksanaan pengambilan data dilakukan pada tanggal 17 – 19 Mei 2008. Penelitian dilakukan pada sore hingga malam hari antara pukul 16.00 – 20.00 WIB. Pada saat pengambilan data, peneliti ditemani oleh dua orang teman. Jumlah subyek sebanyak 50 orang, yang terdiri dari 32 orang subyek laki-laki dan 18 orang subyek perempuan. Subyek diperoleh dari 9 tempat kost mahasiswa Papua. Tabel 5 Data Lokasi Penyebaran Skala Kost Daerah Subyek 1 Karangrejo III 9 2 Karangrejo IV 5 3 Karangrejo V 6 4 Karangrejo Barat V 4 5 Jatisari 3 6 Sampangan 4 7 Karangayu 1 8 Talangsari 13 9 Talangsari 5 Jumlah 50
Pemberian skala hanya kepada mahasiswa Papua yang dapat dijumpai atau yang kebetulan dijumpai saja. Peneliti tidak memberikan batas waktu dalam pengisian skala, dan subyek ditunggu selama
44 Perpustakaan Unika
mengisi skala sehingga skala dapat langsung diambil, sehingga dari 50 skala yang disebar semuanya bisa kembali. Skala yang telah diisi oleh subyek penelitian kemudian dikumpulkan dan selanjutnya peneliti melakukan skoring. Nilai yang diperoleh selanjutnya dimasukkan dalam tabulasi data dan digunakan sebagai data uji coba penelitian (lampiran B). Setelah itu data tersebut dianalisis untuk mengetahui item yang valid dan item yang gugur. Item yang gugur kemudian disisihkan. Skor item yang telah valid pada akhirnya digunakan untuk menguji reliabilitas skala penelitian.
D. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Perhitungan validitas dan reliabilitas ini dilakukan dengan bantuan program komputer Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for Windows Release 13.0. 1. Uji Validitas Pengujian validitas terhadap item-item alat ukur dilakukan dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment dari Karl Pearson yang selanjutnya dikoreksi dengan menggunakan teknik Part Whole. Untuk menentukan apakah suatu item valid atau gugur, digunakan pedoman critical values of the correlation coeficient (r tabel) 5% untuk subyek sebanyak 50 orang yaitu 0,273. Item yang memiliki nilai corrected item – total correlation lebih dari 0,273 dinyatakan sebagai item valid, sebaliknya item yang memiliki nilai di bawah 0,273 dinyatakan gugur.
45 Perpustakaan Unika
Item pada skala kecerdasan emosional, melalui penghitungan statistik terdapat 8 item yang tidak valid atau gugur dan 22 item yang valid dengan koefisien korelasi berkisar antara 0,304 sampai dengan 0,667. Sebaran item yang valid dan yang gugur dapat dilihat pada tabel 5. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C-1. Tabel 6 Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Kecerdasan Emosional Aspek Jumlah Nomor Item favorabel Unfavorabel Mengenali emosi diri 1,11,21* 6,16,26 5 Mengelola emosi diri 7,17,27* 2,12*,22 4 Memotivasi diri sendiri 3*,13,23 8*,18,28 4 Mengenali emosi orang lain 9,19,29 4*,14,24 5 Membina hubungan dengan 5,15,25* 10,20*,30 4 orang lain jumlah 11 11 22 Keterangan : * = Item gugur Item pada skala religiusitas berjumlah 30 item, melalui penghitungan statistik terdapat 7 item yang tidak valid atau gugur dan 23 item yang valid. Koefisien korelasi berkisar antara 0,330 sampai dengan 0,756. Hasil penghitungan item yang valid dan item yang gugur dapat dilihat pada tabel 6. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C-2.
46 Perpustakaan Unika
Tabel 7 Sebaran Item Valid dan Gugur Skala Religiusitas Aspek Jumlah Nomor Item favorabel Unfavorabel Dimensi ideologis 1,11,21 2,12*,22 5 Dimensi ritualistik 3,13*,23 4*,14,24 4 Dimensi eksperiensial 5,15,25* 6,16,26 5 Dimensi konsekuensial 7*,17*,27 8,18,28 4 Dimensi intelektual 9,19,29 10*,20,30 5 jumlah 11 12 23 Keterangan : * = Item gugur 2. Uji Reliabilitas Penghitungan reliabilitas dilakukan berdasarkan item yang valid dari kedua skala dengan menggunakan uji keandalan Alpha Cronbach dengan taraf signifikansi 5% dan dibantu dengan program Reliability Analysis – Scale dari SPSS for Windows Release 13.0. Dari 22 item valid pada skala kecerdasan emosional diperoleh koefisien Alpha sebesar 0,861 sedangkan dari 23 item valid pada skala religiusitas diperoleh koefisien sebesar 0,919. Hal ini menunjukkan bahwa skala kecerdasan emosional dan skala religiusitas adalah reliabel. Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.
Perpustakaan Unika
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Sebagaimana tujuan penelitian ini, pengujian hipotesis dilakukan untuk membuktikan adanya hubungan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua yang dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Product Moment. Korelasi Product Moment merupakan teknik statistik parametrik, maka sebelumnya variabel yang akan diuji harus memenuhi asumsi normalitas data serta adanya hubungan linier antara kedua variabel. Untuk mempermudah penghitungan data maka pengujian dilakukan menggunakan bantuan program Statistical Packages for Social Sciences (SPSS) for Windows Release 13.0. 1. Hasil Uji Asumsi a. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan teknik OneSample
Kolmogorov-Smirnov
Test.
Hasil
pengujian
menunjukkan : 1) Pengujian data variabel kecerdasan emosional diperoleh nilai uji K-S Z sebesar 0,654 (p>0,05). Hal ini berarti variabel kecerdasan
emosional
penyebaran yang normal.
47
tersebut
mempunyai
distribusi
48 Perpustakaan Unika
2) Pengujian data variabel religiusitas diperoleh nilai uji K-S Z sebesar 0,711 (p>0,05). Hal ini berarti variabel religiusitas tersebut mempunyai distribusi penyebaran yang normal. Hasil penghitungan uji normalitas selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E-1. b. Uji Linieritas Pengujian linieritas hubungan antara data variabel religiusitas dengan variabel kecerdasan emosional dilakukan dengan menggunakan prosedur Curve Estimation. Hasil uji linieritas memperoleh hasil nilai Flinier sebesar 11,993 dengan p < 0,05 yang berarti bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut bersifat linier. Penghitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran E-2.
2. Uji Hipotesis Berdasarkan analisis data dengan menggunakan teknik korelasi Product Moment diperoleh rxy
= 0,447 (p<0,01). Hal ini
menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional, sehingga hipotesis penelitian ini dapat diterima. Penghitungan uji hipotesis dapat dilihat pada lampiran F.
49 Perpustakaan Unika
B. Pembahasan Berdasarkan analisis data dengan menggunakan korelasi Product Moment, diperoleh rxy = 0,447 (p < 0,01). Hal ini menunjukkan adanya hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional. Hasil analisis data menunjukkan bahwa hipotesis penelitian ini dapat diterima. Semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi kecerdasan emosional yang dimiliki, demikian sebaliknya. Menurut Kagan (dalam Shapiro, 1998, h. 24) dan Goleman (2007, h. xii) kecerdasan emosi bertumpu pada perilaku moral. Menurut Daradjat (1978, h. 51) agama mengajarkan nilai moral yang terwujud dalam perilaku keberagamaan atau religiusitas. Perwujudan nilai moral terjadi dalam praktek agama sehingga secara tidak langsung religiusitas atau perilaku keberagamaan akan membantu dalam pembentukan
kecerdasan
menyelaraskan
fungsi
emosional.
emosi
dan
Kecerdasan
penalaran,
emosional
sehingga
ketika
perasaannya dalam kondisi kacau, kemampuan berpikirnya tetap jernih (Mudjijana, 2004, h. 86). Granacher (1998, h. 6)
mengatakan bahwa semakin sering
orang beribadah dan aktif dalam lingkungan keagamaan maka akan memiliki moral yang tinggi sehingga akan mempertinggi kecerdasan emosional. Hal ini sesuai dengan pendapat Lestari (2002, h. 53) yang mengatakan bahwa diharapkan lewat kehidupan religiusitas yang baik, maka seseorang dapat memperoleh bantuan moral dalam menghadapi permasalahan dan memungkinkan individu untuk menyelesaikan
50 Perpustakaan Unika
masalah dengan lebih tenang karena dapat membuat pertimbangan yang lebih matang, memilih cara yang lebih efektif dan konstruktif. Mengelola emosi merupakan satu hal penting dalam kecerdasan emosional yang dapat dimanfaatkan untuk memecahkan masalah kehidupan terutama yang terkait dengan hubungan antar manusia. Fagan dalam The Impact of Religious Practice on Social Stability yang dikutip oleh Granacher (1998, h. 3-4) mengatakan bahwa praktek religius dan prinsip moralnya mempunyai banyak manfaat dalam membangun kecerdasan emosional. Hal ini karena kepercayaan agama dan prakteknya menambah kokoh kriteria terbentuknya moral dan suara pertimbangan moral, selain itu membantu kesehatan mental lepas dari depresi dan menghargai diri sendiri. Pengembangan moral dalam praktek agama membantu dalam mengenal dan mengatur emosi. Kesadaran diri sebagai salah satu dari lima kekuatan kecerdasan emosi dapat ditemukan dalam penghargaan pada diri sendiri yang menjadi lebih baik apabila seseorang aktif dalam keagamaan. Uyun (1998, h. 50) berpendapat bahwa dalam agama, manusia wajib untuk berusaha sadar dan aktif melakukan bebagai upaya, mengubah nasib untuk meningkatkan diri, tidak malas dan melebihlebihkan kesenangan; sehingga dapat dikatakan bahwa agama menganjurkan agar pemeluknya mempunyai motivasi yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Uyun yang menunjukkan bahwa ada hubungan antara religiusitas dengan motif berprestasi
mahasiswa.
Orang
dengan
tingkat
keberagamaan
51 Perpustakaan Unika
(religiusitas) tinggi akan senantiasa konsekuen dalam melakukan perintah agama termasuk didalamnya mahasiswa Papua, sehingga dengan religiusitas yang baik akan mampu memotivasi dirinya sendiri. Memotivasi diri sendiri tercantum dalam salah satu aspek dalam kecerdasan emosi Salovey yang dikutip oleh Goleman (2007, h. 58). Agama mempunyai banyak kegiatan ritual selain untuk mendekatkan diri pada Tuhan juga mengandung hikmah lain; mempunyai maksud agar umat beragama mampu membina hubungan dengan orang lain, terutama dalam komunitasnya baik dalam komunitas religius maupun dengan komunitas yang lain (Satiadarma dan Waruwu, 2003, h. 31). Kemampuan membina hubungan dengan orang lain termasuk dalam salah satu aspek kecerdasan emosi Salovey (dalam Goleman, 2007, h. 57-59). Religiusitas seseorang akan mempengaruhi tingkah lakunya dalam kehidupan termasuk kehidupan mahasiswa Papua. Religiusitas yang terdiri dari lima dimensi yaitu dimensi ideologis, dimensi ritualistik, dimensi eksperiensial, dimensi konsekuensial dan dimensi intelektual akan mempengaruhi tingkah laku mahasiswa Papua dalam lingkungan sosialnya. Dalam dimensi ritualistik, mahasiswa yang terbiasa untuk berpuasa atau berpantang, berdoa dan melaksanakan ibadah lainnya tentunya akan memiliki kerendahan hati pada orang lain dan pada akhirnya mampu untuk mengatur suasana hatinya agar tidak dikuasai oleh emosi pada saat memiliki masalah. Pada dimensi eksperiensial seorang mahasiswa Papua yang mengalami perasaan dan pengalaman religius akan merasa dekat dan dicintai oleh Tuhan
52 Perpustakaan Unika
sehingga akan menimbulkan perasaan bahagia yang berpengaruh pada tingkah lakunya dalam menjalin interaksi dengan orang lain. Pada dimensi konsekuensial seseorang yang suka menolong ataupun berderma pada sesamanya tentunya akan memiliki kepekaan hati yang kemudian menyebabkan orang itu mampu mengendalikan dorongan hati sehingga mampu untuk mengelola emosinya dalam menjalin hubungan dengan orang lain. Pada dimensi intelektual seorang mahasiswa Papua yang paham dengan ajaran agama dan pengetahuan tentang kitab suci dalam kehidupannya tentu tidak akan melakukan perbuatan yang menyimpang dan belajar untuk menghargai perasaan dirinya dan orang lain serta menanggapinya secara tepat. Hasil penghitungan data variabel religiusitas diperoleh Mean Empirik (ME) sebesar 71,66 dengan Standar Deviasi (SD) Empirik sebesar 11,5. Hasil tesebut menunjukkan bahwa religiusitas mahasiswa Papua lebih tinggi dibandingkan dengan Mean Hipotetik (MH) yaitu 57,5. Hal ini menunjukkan bahwa subyek penelitian sudah memiliki religiusitas yang tinggi. Hasil penelitian empirik penghitungan data variabel kecerdasan emosional diperoleh Mean Empirik sebesar 61,40 dengan Standar Deviasi Empirik sebesar 11. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kecerdasan emosional mahasiswa Papua berada di atas Mean Hipotetik yaitu sebesar 55. Hal ini berarti bahwa subyek penelitian (mahasiswa Papua) memiliki kecerdasan emosional yang sedang. Hasil penghitungan empirik variabel religiusitas menunjukkan bahwa mahasiswa Papua memiliki religiusitas tinggi. Sedangkan hasil
53 Perpustakaan Unika
penghitungan empirik variabel kecerdasan emosional menunjukkan bahwa mahasiswa Papua memiliki kecerdasan emosional sedang. Padahal hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah semakin tinggi religiusitas maka
semakin tinggi kecerdasan emosionalnya.
Berdasarkan data-data awal yang diperoleh lewat wawancara dan observasi kemungkinan hal ini disebabkan karena sebagian besar mahasiswa memiliki penyesuaian diri yang kurang pada lingkungan studi maupun lingkungan tempat tinggal yang heterogen; mereka belum terbiasa mengambil keputusan sendiri, memiliki emosi yang mudah meledak dan sebagian besar baru sekali ini hidup terpisah dari orang tua. Semua hal itu kemungkinan besar menyebabkan kecerdasan emosional menjadi kurang maksimal. Sumbangan
Efektif
(SE)
variabel
religiusitas
terhadap
kecerdasan emosional adalah 20%, yang berarti kecerdasan emosional mahasiswa Papua dipengaruhi oleh religiusitas sebesar 20%. Sedangkan faktor lain di luar religiusitas sebesar 80% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yaitu faktor bawaan, kemarahan, kesedihan, kecemasan, penerimaan diri, pembelajaran emosi, pengasuhan orang tua, lingkungan. Penelitian ini tidak terlepas dari berbagai kelemahan yang terjadi selama proses penelitian. Walaupun hipotesis penelitian ini diterima namun penelitian ini masih jauh dari sempurna dan membutuhkan banyak perbaikan.
54 Perpustakaan Unika
Adapun kelemahan-kelemahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Item-item pada skala penelitian kemungkinan tidak bebas dari efek Social Desirability sehingga subyek menjawab berdasarkan harapan sosial, bukan berdasarkan kondisi dirinya. 2. Subyek merasa jenuh dalam mengisi skala karena jumlah item yang cukup banyak dan subyek ditunggu selama mengisi skala maka subyek kurang tenang dalam pengerjaan.
Perpustakaan Unika
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Ada hubungan positif yang sangat signifikan antara religiusitas dengan kecerdasan emosional pada mahasiswa Papua. Semakin tinggi religiusitas maka semakin tinggi kecerdasan emosional mahasiswa Papua. Demikian pula sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin rendah pula kecerdasan emosional. Dengan demikian hipotesis penelitian diterima. 2. Sumbangan efektif religiusitas terhadap kecerdasan emosional adalah 20%, yang berarti kecerdasan emosional dipengaruhi oleh religiusitas sebesar 20%.
B. SARAN Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka penulis mengemukakan saran sebagai berikut : 1. Bagi mahasiswa Papua yang menjadi subyek penelitian Untuk mempertahankan religiusitas yang tinggi maka mahasiswa Papua bisa mendekatkan diri dan berserah kepada Tuhan sehingga dapat menggunakannya untuk mengontrol emosi sehubungan dengan kecerdasan emosional.
55
56 Perpustakaan Unika
2. Bagi peneliti lain Peneliti lain yang berminat mengadakan penelitian lebih lanjut disarankan untuk menggunakan populasi subyek yang lebih besar agar representatif dan tidak menggunakan item-item yang bisa menimbulkan efek social desirability dan hendaknya menggunakan skala yang singkat sehingga tidak menimbulkan kejenuhan pada subyek penelitian.
Perpustakaan Unika
DAFTAR PUSTAKA
Adisubroto, D. 1992. Buku Pedoman Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Albin, R. S. 2002. Emosi : Bagaimana Mengenal, Menerima dan Mengarahkannya. Alih Bahasa : M. Brigid. Yogyakarta : Kanisius. Cetakan Kedua Ancok, D. 1987. Teknik Penyusunan Skala Pengukuran. Yogyakarta : Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gadjah Mada Ancok, D. dan Soeroso, F.N. 1994. Psikologi Islam : Solusi Islam atas Probem Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Anggarasari, R.E. 1997. Hubungan Tingkat Religiusitas dengan Sikap Konsumtif pada Ibu Rumah Tangga. Psikologika. Th. II No. 14 h, 15-20. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia Anonim. 2000. Saling Pandang Baku Hantam. http : //www.suaramerdeka.com/seputar-semarang.html. Download : 4 April 2008 Ariestha, E.S.T. 2006. Sikap Istri terhadap Poligami Ditinjau dari Religiusitas. Skripsi. Semarang : Fakultas Psikologi Universitas Katoloik Soegijapranata. (Tidak diterbitkan) Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar _______. 1998. Sikap Manusia : Teori dan Pengukurannya. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Edisi Kedua _______. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Cetakan Kedua Beall, J.L. 1998. Puasa. Pedoman Praktis untuk Memperoleh Pengalaman Kristen yang Lebih Mendalam Melalui Puasa. Bandung : Yayasan Kalam Hidup
57
58 Perpustakaan Unika
Cooper, R.K. dan Sawaf, A. 1998. Executive EQ. Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dengan Organisasi. Alih Bahasa : Alex Tri Kantjono. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Crapps, R. dan Robert, W. 1994. Perkembangan Kepribadian dan Keagamaan. Cetakan ke-1. Alih Bahasa : Agus M. Hardjana. Yogyakarta : Kanisius Daradjat, Z. 1978. Ilmu Jiwa Agama dalam Pembinaan Mental. Jakarta : Bulan Bintang Dewi, E.R. 1999. Interaksi Sosial ditinjau dari Kecenderungan Kepribadian Ekstrovert dan Inteligensi pada Humas. Skripsi. Semarang : Fakultas Psikologi Universitas Katolik Soegijapranata. (Tidak Diterbitkan) Driyarkara, N. 1988. Percikan Filsafat. Jakarta : Lembaga Penunjang Pembangunan Nasional (Leppenas) Dister, N. S. 1989. Psikologi Agama. Yogyakarta : Kanisius _________. 1990. Pengalaman dan Motivasi Beragama. Yogyakarta : Kanisius Feifel, H. dan Nagy, V.T. 1981. Another Look at Fear of Death. Journal of Consulting and Clinical Psychological. Washington : American Psychological Association Inc Goleman, D. 1999. Kecerdasan Emosional untuk Mencapai Puncak Prestasi. Alih bahasa : Alex Tri Kantjono. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama __________. 2007. Kecerdasan Emosional : Mengapa EI Lebih Tinggi Daripada IQ. Alih Bahasa : T. Hermaya. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Gottman, J. dan DeClaire, J. 2003. Kiat-kiat Membesarkan Anak yang Memiliki Kecerdasan Emosional. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Granacher, R.P. 1998. Emotional Intelligence and Impact of Morality. Journal to The Family Class. http : //www.Cfcefc.ca/docs.00000451.htm
59 Perpustakaan Unika
Hadi, S. 2000. Metodologi Research. Yogyakarta : Andi Offset. Jilid Kedua, Cetakan ke-25 Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Alih Bahasa : Istiwidayanti, Soedjarwo. Jakarta : Erlangga Kerlinger, F.N. 1992. Asas-asas Penelitian Behavioral. Alih Bahasa : Landung R. Simatupang. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press. Cetakan Kedua Lestari, R. P. 2002. Hubungan antara Religiusitas dengan Tingkah Laku Koping. Indigenous. Vol 6. No. 1. h. 52-58 Mangunwijaya, Y.B. 1991. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak-anak. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama ____________, Y.B. 1999. Manusia Pasca Modern, Semesta dan Tuhan. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya : Usaha Nasional Meichati, S. 1983. Kesehatan Mental. Yogyakarta : Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Mudjijana, R. 2004. Hubungan antara Iklim Sekolah dan Kecerdasan Emosional Siswa dengan Prestasi Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur. No. 2 / Th. III / Maret, h. 82-100 Robertson, R. 1988. Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologi. Alih Bahasa : Achmad F. Saifudin. Jakarta : Rajawali Rostiana. 1997. Peranan Kecerdasan Emosional dalam Pembelajaran. Jurnal Ilmiah Arkhe. Th. 2 No. 3 h. 42-48
Proses
Salim, P. 1990. The Contemporary The English Indonesian Dictionary. Jakarta : Modern English Pers Satiadarma, M. dan Waruwu, F.E. 2003. Mendidik Kecerdasan. Pedoman bagi Orang tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas. Edisi I. Jakarta : Pustaka Obor Populer
60 Perpustakaan Unika
Shapiro, L.E. 1998. Mengajarkan Emotional Intelligence pada Anak. Alih Bahasa : Alex Tri Kantjono. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama Subandi. 1998. Hubungan Antara Tingkat Religiusitas dengan Kecemasan pada Remaja. Laporan Penelitian. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Gadjah Mada Suryabrata, S. 2006. Metode Penelitian. Jakarta : Rajawali Press Uyun, Q. 1998. Religiusitas dan Motif Berprestasi Mahasiswa. Psikologika. Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia. No. 6 Tahun III (45-66)
Perpustakaan Unika
Kecerdasan Emosional Putaran 1 Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
50 0 50
% 100,0 ,0 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,850
N of Items 30 Scale Statistics
Mean 83,30
Variance 62,541
Std. Deviation 7,908
N of Items 30
Perpustakaan Unika
Item-Total Statistics
Y1 Y2 Y3 Y4 Y5 Y6 Y7 Y8 Y9 Y10 Y11 Y12 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y20 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 Y28 Y29 Y30
Scale Mean if Item Deleted 80,64 80,46 80,44 80,60 80,52 80,52 80,54 80,68 80,66 80,56 80,44 80,48 80,54 80,52 80,36 80,38 80,56 80,58 80,44 80,54 80,64 80,32 80,68 80,60 80,56 80,48 80,56 80,40 80,52 80,48
Scale Variance if Item Deleted 59,378 58,866 60,864 60,286 56,908 57,193 59,029 59,283 58,637 58,904 58,537 61,112 58,294 57,520 57,582 57,710 58,415 59,391 58,700 60,702 60,439 57,202 58,712 57,673 60,537 57,398 60,496 58,000 57,193 57,316
Corrected Item-Total Correlation ,361 ,307 ,209 ,213 ,648 ,431 ,305 ,245 ,363 ,356 ,454 ,115 ,432 ,468 ,486 ,525 ,441 ,320 ,374 ,195 ,207 ,561 ,331 ,407 ,192 ,498 ,167 ,418 ,533 ,507
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,846 ,848 ,850 ,850 ,838 ,844 ,848 ,850 ,846 ,846 ,844 ,853 ,844 ,843 ,842 ,842 ,844 ,847 ,846 ,850 ,850 ,840 ,847 ,845 ,851 ,842 ,852 ,844 ,841 ,842
Perpustakaan Unika
Kecerdasan Emosional Putaran 2 Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
50 0 50
% 100,0 ,0 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,861
N of Items 22
Scale Statistics Mean 61,40
Variance 47,184
Std. Deviation 6,869
N of Items 22
Perpustakaan Unika
Item-Total Statistics
Y1 Y2 Y5 Y6 Y7 Y9 Y10 Y11 Y13 Y14 Y15 Y16 Y17 Y18 Y19 Y22 Y23 Y24 Y26 Y28 Y29 Y30
Scale Mean if Item Deleted 58,74 58,56 58,62 58,62 58,64 58,76 58,66 58,54 58,64 58,62 58,46 58,48 58,66 58,68 58,54 58,42 58,78 58,70 58,58 58,50 58,62 58,58
Scale Variance if Item Deleted 44,400 43,762 42,159 42,934 44,031 43,411 44,392 44,049 43,174 42,485 42,866 43,357 43,331 44,304 43,478 42,330 43,808 42,949 42,698 43,194 42,322 42,657
Corrected Item-Total Correlation ,363 ,328 ,667 ,384 ,312 ,406 ,304 ,401 ,471 ,506 ,485 ,471 ,475 ,335 ,417 ,588 ,332 ,403 ,498 ,420 ,559 ,503
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,857 ,859 ,848 ,857 ,860 ,856 ,859 ,856 ,854 ,852 ,853 ,854 ,854 ,858 ,856 ,850 ,859 ,856 ,853 ,856 ,851 ,853
Perpustakaan Unika
Religiusitas Putaran 1 Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
50 0 50
% 100,0 ,0 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,896
N of Items 30 Scale Statistics
Mean 92,52
Variance 101,887
Std. Deviation 10,094
N of Items 30
Perpustakaan Unika
Item-Total Statistics
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X25 X26 X27 X28 X29 X30
Scale Mean if Item Deleted 89,26 89,22 89,24 89,72 89,50 89,52 89,52 89,30 89,44 89,74 89,28 89,72 89,36 89,64 89,18 89,48 89,58 89,66 89,20 89,38 89,92 89,62 89,24 89,60 89,14 89,50 89,30 89,64 89,18 89,00
Scale Variance if Item Deleted 95,584 93,644 93,043 100,573 93,194 92,418 98,418 95,765 94,619 99,380 97,349 99,349 99,786 92,480 94,844 93,561 100,779 92,066 93,184 95,098 96,728 96,567 95,737 90,531 98,490 92,582 96,133 95,337 95,824 93,388
Corrected Item-Total Correlation ,477 ,661 ,683 ,059 ,594 ,589 ,215 ,477 ,631 ,142 ,359 ,117 ,201 ,551 ,580 ,492 ,052 ,637 ,657 ,485 ,402 ,365 ,486 ,726 ,237 ,567 ,445 ,534 ,492 ,647
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,893 ,889 ,889 ,901 ,890 ,890 ,898 ,893 ,890 ,899 ,895 ,901 ,897 ,891 ,891 ,892 ,900 ,889 ,889 ,892 ,894 ,895 ,893 ,887 ,897 ,891 ,893 ,892 ,892 ,889
Perpustakaan Unika
Religiusitas Putaran 2 Reliability Case Processing Summary N Cases
Valid Excludeda Total
50 0 50
% 100,0 ,0 100,0
a. Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics Cronbach's Alpha ,919
N of Items 23 Scale Statistics
Mean 71,66
Variance 86,025
Std. Deviation 9,275
N of Items 23
Perpustakaan Unika
Item-Total Statistics
X1 X2 X3 X5 X6 X8 X9 X11 X14 X15 X16 X18 X19 X20 X21 X22 X23 X24 X26 X27 X28 X29 X30
Scale Mean if Item Deleted 68,40 68,36 68,38 68,64 68,66 68,44 68,58 68,42 68,78 68,32 68,62 68,80 68,34 68,52 69,06 68,76 68,38 68,74 68,64 68,44 68,78 68,32 68,14
Scale Variance if Item Deleted 80,122 78,235 77,873 78,317 77,290 80,292 79,636 81,596 77,481 79,242 77,996 77,184 78,066 79,928 81,486 81,533 80,240 75,217 76,847 80,660 79,644 79,936 78,123
Corrected Item-Total Correlation ,486 ,682 ,685 ,570 ,590 ,485 ,601 ,382 ,542 ,609 ,518 ,622 ,653 ,471 ,381 ,330 ,498 ,756 ,613 ,451 ,569 ,541 ,655
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,917 ,913 ,913 ,915 ,915 ,917 ,915 ,918 ,916 ,914 ,916 ,914 ,913 ,917 ,918 ,920 ,916 ,911 ,914 ,917 ,915 ,916 ,913
Perpustakaan Unika
Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
N Normal Parameters a,b
Kecerdasan Emosional 50 61,40 6,869 ,093 ,084 -,093 ,654 ,785
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Most Extreme Differences Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
Religiusitas 50 71,66 9,275 ,101 ,096 -,101 ,711 ,692
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
8
Frequency
6
4
8
6 5
5
5
5
5
5
2 3 2
Mean = 61.4 Std. Dev. = 6.869 N = 50
1
0
0
50
60
70
Kecerdasan Emosional
80
Perpustakaan Unika
10
Frequency
8
6
10
4 7 6
6
5
2
4
4 3
2
Mean = 71.66 Std. Dev. = 9.275 N = 50
2 1
0 50
60
70
Religiusitas
80
90
Perpustakaan Unika
Uji Linearitas Case Processing Summary N Total Cases Excluded Cases a Forecasted Cases Newly Created Cases
50 0 0 0
a. Cases with a missing value in any variable are excluded from the analysis.
Model Summary and Parameter Estimates Dependent Variable: Kecerdasan Emosional Equation Linear Quadratic Cubic
Model Summary F df1 11,993 1 6,065 2 6,101 2
R Square ,200 ,205 ,206
df2 48 47 47
Sig. ,001 ,005 ,004
Constant 37,671 67,414 56,753
Parameter Estimates b1 b2 ,331 -,508 ,006 ,000 -,002
The independent variable is Religiusitas.
Kecerdasan Emosional
Observed
80
Linear Quadratic Cubic
70
60
50
50
60
70
Religiusitas
80
90
b3
3,98E-005
Perpustakaan Unika
Correlations Descriptive Statistics Religiusitas Kecerdasan Emosional
Mean 71,66 61,40
Std. Deviation 9,275 6,869
N 50 50
Correlations
Religiusitas
Kecerdasan Emosional
Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N Pearson Correlation Sig. (1-tailed) N
Religiusitas 1
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
50 ,447** ,001 50
Kecerdasan Emosional ,447** ,001 50 1 50