Hubungan antara Peer Attachment dengan Regulasi Emosi Remaja yang Menjadi Siswa di Boarding School SMA Negeri 10 Samarinda Miranti Rasyid Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya Abstract. The aim of this study was to empirical examine the relationship between peer attachment and emotion regulation. Participants were 95 teenagers, aged 15-17 years consisted of 45 boys and 50 girls. Data collection devices are peer attachment scale is referred to theory by Armsden & Greenberg (2007), while emotion regulation is referred to Thompson (1994). Result of this study indicate that peer attachment has positive relationship with emotion regulation in adolescent who become a student in boarding school. Result of the data analysis show that the correlation (r) between peer attachment and emotion regulation is 0.274 (low correlation) with significance (p) is 0.0035. Key words: peer attachment, emotion regulation, boarding school. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk meneliti apakah terdapat hubungan antara peer attachment dengan regulasi emosi. Penelitian ini dilakukan pada 95 remaja yang berusia 15-17 tahun yang terdiri dari 45 laki-laki dan 50 perempuan. Alat pengumpulan data berupa skala psikologis, yaitu skala peer attachment dan skala regulasi emosi yang disusun sendiri oleh peneliti berdasarkan teori milik Armsden&Greenberg (2007) dan Thompson (1994). Dari hasil analisis data diperoleh hubungan positif antara peer attachment dengan regulasi emosi dimana nilai korelasi (r) antara peer attachment dan regulasi emosi adalah sebesar 0,274 (korelasi rendah) dengan signifikansi (p) yaitu 0,0035. Kata Kunci: peer attachment, regulasi emosi, boarding school. :PENDAHULUAN Pendidikan merupakan salah satu bagian dari kehidupan manusia dan memperoleh pendidikan yang layak adalah hak setiap warga negara. Salah satu wadah untuk mendapatkan pendidikan adalah sekolah. Sekolah memiliki pengaruh yang besar bagi anak dan remaja. Di sekolah, remaja berinteraksi secara sosial dengan bermacam-macam orang, seperti guru, teman sebaya, petugas tata usaha, dan lain-lain yang berasal dari beragam latar belakang sosial dan etnis. Setiap sekolah memiliki kekhasannya tersendiri walaupun sekolah tersebut
b e ra d a p a d a s u a t u w i l aya h a t a u lingkungan dan populasi yang sama. Ada berbagai macam jenis sekolah di Indonesia, salah satunya adalah sekolah berasrama. Sekolah berasrama (boarding school) didirikan berdasarkan latar belakang adanya permasalahan kualitas lulusan madrasah. Sekolah berasrama (boarding school) adalah sekolah yang didalamnya terdapat berbagai fasilitas penginapan yang disediakan untuk siswanya dan fasilitas tersebut dalam lokasi yang berdekatan dengan fasilitas sekolah (Bamford, 1967). Di sekolah berasrama, siswa-siswi tidur, makan, dan
Korespondensi: Miranti Rasyid Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan, Fakultas Psikologi Universitas Airlangga, Jl. Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, 5014460, Faks (031) 5025910, email :
[email protected]
01
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Miranti Rasyid, Dewi Retno Suminar
bekerja atau melakukan aktivitas dekat dengan lingkungan sekolah (Bamford, 1967). Sehingga, sekolah berasrama dianggap aman karena siswa di sekolah tidak tinggal terlalu jauh dari sekolahnya. Sekolah berasrama di Indonesia pada umumnya mengusung kurikulum keagamaan dan memadukannyaa dengan kurikulum umum. Selain kurikulum keagamaan, juga terdapat kurikulum nasionalisme yang ditanamkan pada siswa sekolah berasrama. Di dalam kurikulum nasionalisme, siswa diajarkan untuk mencintai negara, menanamkan nilainilai pancasila dalam kehidupan seharihari, dan berperan aktif dalam menjaga tanah air. Kehadiran sekolah berasrama (boarding school) memiliki beberapa manfaat. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan oleh tim Boarding School Review tahun 2007, sekolah berasrama (boarding school) dapat memudahkan guru-guru untuk mengawasi dan berhubungan dengan siswa, siswa belajar untuk membuat keputusan sendiri dan bertanggung jawab pada dirinya sendiri, belajar untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya, memiliki pola persahabatan yang lebih erat, memiliki jangkauan teman yang lebih luas dari berbagai daerah, dan saat lulus, siswa merasa bangga karena menjadi bagian dari komunitas yang langka. Dalam perkembangannya, sekolah berasrama (boarding school) memiliki beberapa kekurangan. Berdasarkan data yang didapatkan dari Kompas Online, lokasi dan jarak yang sangat dekat dapat menyebabkan kejenuhan anak berada di asrama. Selain permasalahan jarak yang terlalu dekat, salah satu hal lain yang menyebabkan kejenuhan siswa yaitu jadwal yang monoton dan kompleks. Setiap harinya, para siswa melakukan kegiatan rutin, dimulai dari bangun tidur, hingga malam hari. Hal tersebut menuntut siswa yang berada didalam sekolah tersebut untuk mampu mengatur jadwal serta mengelola Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
emosi dalam dirinya (Bamford, 1967). Salah satu contoh masalah dalam mengelola emosi dapat dilihat dari kutipan wawancara yang peneliti lakukan dengan dua orang remaja di boarding school SMA Negeri 10 Samarinda sebelum melakukan penelitian ini. “Saya terkadang sulit untuk mengungkapkan apa yang rasa. Ketika marah, saya diam atau saya justru menangis. Ketika bahagia, saya biasa saja. Menurut saya tidak ada yang bisa membuat saya bahagia kecuali saat bisa keluar pesiar*” (wawancara 07 Oktober 2012 di SMA Negeri 10 Samarinda) Selain itu, berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu pengasuh dan guru BK di asrama SMA Negeri 10 Samarinda juga ditemukan bahwa terdapat salah satu siswa yang mencoba kabur dari asrama, namun berhasil dicegah. Selain itu, juga terdapat beberapa siswa yang tidak mematuhi tata tertib sekolah, misalnya melakukan pelanggaran seperti membolos dan tidak mengikuti jadwal yang telah ditetapkan. Berdasarkan hasil pre-eliminary study di atas dapat dilihat bahwa siswa di salah satu sekolah berasrama tersebut mengalami kesulitan dalam mengelola dan mengeskpresikan emosi mereka. Kemampuan mengelola dan mengeskpresikan emosi merupakan salah satu bagian dari kemampuan regulasi emosi seseorang, selain proses monitoring dan evaluasi reaksi terhadap emosi (Thompson, 1994; Zimmerman, 2001). Tinjauan Pustaka Regulasi emosi merupakan sebuah kemampuan untuk tetap tenang saat berada di bawah tekanan (Reivich & Shatte, 2002; Campos, J.J., et.al., 2011). Thompson (1994), mendefinisikan regulasi emosi sebagai proses di dalam dan di luar diri inidividu yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai tujuan.
02
HUBUNGAN PEER ATTACHMENT DENGAN REGULASI EMOSI REMAJA YANG MENJADI SISWA DI BOARDING SCHOOL SMA NEGERI 10 SAMARINDA
Regulasi emosi atau pengendalian emosi terjadi pada situasi tertentu, terutama jika emosi yang muncul lebih ringan. Hal ini berarti bahwa emosi yang muncul dapat diatur atau dihentikan sebelum melakukan aksi. Ketidakmampuan seseorang dalam meregulasi emosi bukan berarti ia mengalami suatu penyakit psikologis, namun ketidakmampuan tersebut berhubungan dengan tujuan emosi. Jika seseorang gagal mencapai tujuan emosinya, maka ia dapat dikatakan tidak mampu meregulasi emosinya (Thompson, 2011). Saat remaja, individu belajar untuk terbiasa menguasai emosi dalam dirinya. Kebiasaan individu dalam menguasai emosiemosi negatif dalam dirinya dapat membuat ia mengontrol emosi dalam berbagai situasi yang ia alami. Armsden & Greenberg (2007) menyusun IPPA (Inventory of Parent and Peer Attachment) scales yang didalamnya terdapat aspek komunikasi (communication), aspek kerpercayaan (trust), dan aspek keterasingan (alienation). Ketika usia remaja, individu akan membentuk ikatan lebih erat dengan teman sebayanya. Ikatan lebih erat dengan temanteman terbentuk karena adanya jalinan komunikasi yang baik (Armsden, 1987; Armsden & Greenberg, 2007). Pada usia remaja, individu cenderung mencari kedekatan dan kenyamanan dalam bentuk saran atau nasihat kepada teman sebayanya ketika mereka merasa membutuhkannya (Hazan & Shaver; Schneider & Younger dalam Barrocas, 2009). Selain komunikasi, kepercayaan juga merupakan suatu produk dari suatu hubungan yang kuat, dimana kedua belah pihak merasa bisa saling bergantung satu sama lain (Armsden & Greenberg, 2007). Penelitian-penelitian Sebelumnya Penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa strategi regulasi emosi yang berbeda memiliki hubungan dengan model kelekatan seseorang individu (Magai, 1999; Mikulincer et.al., 2003; Shaver & Mikulincer, 2002; Crugnola et.al., 2011). Teori attachment mengemukakan bahwa dukungan figur attachment secara fisik dan emosional dapat mempengaruhi
03
perkembangan regulasi emosi yang adaptif seorang anak (Bowlby, 1973; Cassidy, 1994; Grossman & Grossman, 1993; Zimmermann et.al., 2001). Ketika remaja, hubungan orangtuaremaja mulai merenggang, hal ini disebabkan oleh pubertas yang mengakibatkan penalaran logis yang berkembang, pemikiran idealis yang meningkat, harapan yang tidak tercapai, perubahan di sekolah, rekan sebaya, persahabatan, pacaran, dan keinginan untuk memperoleh kebebasan (Santrock, 2003). Sehingga, pada saat remaja, seseorang membutuhkan figur kelekatan pada saat masa transisi dalam hal eksplorasi dan kemandirian, baik secara fisik maupun psikologis (Barrocas, 2009). Ketika remaja, seseorang akan mengalami periode kritis hubungan mereka dengan kelekatannya. Walaupun demikian, pada usia tesebut, seseorang akan memulai membangun hubungan dengan teman terdekatnya. Remaja yang memiliki peer attachment yang baik akan mampu mengkomunikasikan secara terbuka mengenai emosi negatif yang ia rasakan. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mencari jawaban secara empiris mengenai hubungan antara peer attachment terhadap regulasi emosi siswa yang bersekolah di boarding school SMA Negeri 10 Samarinda. Penelitian ini membatasi pada subyek yang bersekolah di sekolah berasrama (boarding school) SMA Negeri 10 Samarinda yang sudah menempuh pendidikan kurang lebih satu tahun. Hal ini sesuai dengan teori attachment yang mengatakan bahwa remaja membutuhkan waktu untuk membangun kelekatannya dengan teman sebayanya (Laghi, F., D'Alessio, M., Susanna, P., Baiocco, R., 2009). Pemilihan sekolah yang menyediakan fasilitas asrama dan dekat dengan sekolah, serta memiliki kegiatan rutin yang dilakukan siswa. Sekolah yang dipilih adalah sekolah yang bercorak semi militer yang memberikan kedisiplinan yang tinggi kepada siswanya dan menanamkan kurikulum nasionalisme yang tinggi selama remaja berada di boarding. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Miranti Rasyid, Dewi Retno Suminar
Metode Penelitian Variabel Variabel bebas (independent variable) atau variabel X dalam penelitian ini adalah peer attachment. Sedangkan variabel terikat (dependent variable) atau variable Y dalam penelitian ini adalah regulasi emosi. Definisi operasional variabel Regulasi emosi adalah proses intrinsik dan ekstrinsik yang bertanggung jawab memonitor, mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi secara intensif dan khusus untuk mencapai suatu tujuan (Thompson, 1994). Indikatorindikator dalam penelitian ini mengacu pada teori milik Thompson (1994) yang dapat dijabarkan sebagai berikut: 1. Emotions Monitoring (Memonitor Emosi) a. Mampu menyadari dan memahami proses emosi b. Mampu menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi pada perasaan dan pikirannya. c. Mampu menyadari dan memahami keseluruhan proses munculnya penyebab yang melatarbelakangi menanamkan kurikulumtindakannya. nasionalisme yang d. Mampu terhubung dengan emosi, pikiran, tinggi selama remaja berada di boarding. dan mengekspresikannya dalam tindakan. e. Mam pu mengatur informasi yang Metode Penelitian m e m Variabel b a n g k i t k a n e m o s i d e n g a n memindahkan fokus perhatian. Variabel bebas (independent variable) atau 2. Emotions Evaluating (Mengevaluasi Emosi) variabel X dalam penelitian ini adalah peer a. Mampu mengelola dan menyeimbangkan attachment. Sedangkan variabel terikat emosi yang ia alami, khususnya emosi (dependent variable) atau variable Y dalam negatif sehingga tidak terpengaruh secara penelitian ini adalah regulasi emosi. mendalam. b. Mampu memprediksi Definisi operasional variabel dan mengontrol penyebab munculnya emosi di tempat dan Regulasi emosi adalah proses intrinsik dan situasiyang yang bertanggung biasa ditemui.jawab memonitor, ekstrinsik 3. Emotions Modifying (Memodifikasi Emosi) mengevaluasi, dan memodifikasi reaksi emosi a. Me r u b a h e m o s i s e h i n g g a m a mpu secara intensif dan khusus untuk mencapai memotivasi diri terutama dalam keadaan suatu tujuan (Thompson, 1994). Indikatorputus asa, cemas, dan marah. indikator dalam penelitian ini mengacu pada b. Mampu memilih ekspresi emosiyang yang sesuai teori milik Thompson (1994) dapat dengan tujuan dan situasi. Kelekatan dengan teman sebaya (peer attachment) merupakan suatu hubungan seorang individu saat remaja dengan teman sebayanya yang dapat menjadi sumber Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
keamanan psikologis bagi diri individu tersebut (Armsden & Greenberg, 2007). Adapun indikator peer attachment menurut Armsden & Greenberg (2007) adalah sebagai berikut: 1. Komunikasi (communication) a. Adanya ungkapan perasaan, masalah, dan kesulitan yang dialami individu pada teman sebaya b. Individu meminta pendapat dari teman sebayanya c. Teman sebaya menanyakan permasalahan yang dialami individu d. Teman sebaya membantu individu agar lebih memahami dirinya sendiri 2. Kerpercayaan (trust) 3. Keterasingan (alienation) Subjek Sampel penelitian yang berhasil dikumpulkan oleh peneliti adalah sebanyak 95 remaja yang menjadi siswa di boarding school SMA Negeri 10 Samarinda. Seluruh sample adalah siswa kelas XI yang telah berada di asrama dan belajar selama ± 1 tahun. Metode Pengumpulan Data dan Analisis Data dalam penelitian dijabarkan sebagai berikut:ini diambil dengan menggunakan skala. penelitian 1. Emotions Monitoring Dalam (Memonitor Emosi) ini peneliti menggunakan dua skala a. Mampu menyadari dan memahami untuk proses mengukur emosi dua macam variabel yang terdiri dari skala regulasi emosi (r = 0,805) skala peer b. Mampu menyadari dandan memahami attachment (r= 0,859). Kedua skala tersebut keseluruhan proses yang terjadi pada disusun sendiri oleh peneliti. Peneliti tidak perasaan dan pikirannya. melakukan coba alat dan ukur,memahami melainkan c. Mampu uji menyadari menggunakan metode uji coba terpakai. Uji keseluruhan proses munculnya penyebab cobayang terpakai diterapkan dalam penelitian ini melatarbelakangi tindakannya. dikarenakan terbatasnya subjek penelitian. d. Mampu terhubung dengan emosi, pikiran, Penelitian ini menggunakan model Likert dan mengekspresikannya dalam skala tindakan. dengan empat pilihan e. M a m pu m e n g ajawaban t u r i n fdari o r msetiap a s i aitem yang yaitu Setuju, Tidak m Sangat emban g k i t kSetuju, an em o s i Setuju d e n gdan an Sangat Tidak Setuju. memindahkan fokus perhatian. Teknik analisis yang digunakanEmosi) dalam 2. Emotions Evaluating (Mengevaluasi penelitian ini yaitu teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows. b. Mampu memprediksi dan mengontrol Hasil dan Pembahasan Hasil Analisis Data Berikut adalah hasil perhitungan korelasi product moment dengan menggunakan
04
Dhinda Karina Putri , Wiwin Hendriani HUBUNGAN PEER ATTACHMENT DENGAN REGULASI EMOSI REMAJA YANG MENJADI SISWA DI BOARDING SCHOOL SMA NEGERI 10 SAMARINDA
attachment (r= 0,859). Kedua skala tersebut disusun sendiri oleh peneliti. Peneliti tidak melakukan uji coba alat ukur, melainkan menggunakan metode uji coba terpakai. Uji coba terpakai diterapkan dalam penelitian ini dikarenakan terbatasnya subjek penelitian. Penelitian ini menggunakan model skala Likert dengan empat pilihan jawaban dari setiap aitem yaitu Sangat Setuju, Setuju, Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik korelasi Product Moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Hasil dan Pembahasan Hasil Analisis Data Berikut adalah hasil perhitungan korelasi product moment dengan menggunakan bantuan program SPSS 16.0 for windows. Correlations Regulasi__Emosi Regulasi__Emosi
Pearson Correlation
Peer_Attachment 1
Sig. (2-tailed)
.007
N Peer_Attachment
Pearson Correlation Sig. (2-tailed)
.274**
95
95
.274** .007
1
95
95
N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Berdasarkan data pada tabel diatas, diketahui bahwa nilai p (sig.) two tailed pada kedua variabel adalah p = 0,007. Maka nilai p (sig.) one tailed adalah 0,007 / 2 = 0,0035. Dari hasil perhitungan tersebut diketahui bahwa nilai p (signifikan) adalah 0,0035 dan < 0.005 maka H0 ditolak dan Ha diterima. Koefisien korelasi penelitian ini sebesar 0,274 hal ini menunjukkan bahwa koefisien korelasi penelitian ini tergolong kecil dan kedua variabel dalam penelitian ini memiliki korelasi yang rendah. Selain itu nilai r bertanda positif (+) hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kedua variabel. Jadi berdasarkan uji korelasi product moment Pearson dengan menggunakan bantuan SPSS 16.0 for Windows dapat disimpulkan bahwa H0 diolak dan Ha diterima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Terdapat hubungan positif antara peer attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school SMA Negeri 10 Samarinda.
05
Pembahasan Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Zimmermann et.al. (2001) yang menganalisis bahwa seorang remaja yang mampu menjalin hubungan dengan temannya akan tetap mampu bekerja sama dengan baik saat mengerjakan tugas pemecahan masalah ketika mereka merasa bingung dan frustrasi dalam proses penyelesaian tugas tersebut. Hasil penelitian ini juga didukung oleh penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa strategi regulasi emosi yang berbeda memiliki hubungan dengan model kelekatan seseorang individu (Magai, 1999; Mikulincer et.al., 2003; Shaver & Mikulincer, 2002; Crugnola et.al., 2011). Ke t i k a re m a j a , s e s e o ra n g a k a n mengalami periode kritis hubungan mereka dengan kelekatannya (Nelis & Rae, 2008). Walaupun demikian, pada usia tesebut, seseorang akan memulai membangun hubungan dengan teman terdekatnya. Remaja yang memiliki peer attachment yang baik akan mampu mengkomunikasikan secara terbuka mengenai emosi negatif yang ia rasakan. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan postitif antara peer attachment dengan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school. Perilaku attachment merupakan suatu hubungan yang erat antara seseorang dengan orang lain yang terbentuk karena adanya jalinan komunikasi yang baik (Armsden, 1987; Armsden & Greenberg, 2007). Ketika remaja, individu cenderung mencari kedekatan dan kenyamanan dalam bentuk saran atau nasihat kepada teman sebayanya ketika mereka merasa membutuhkannya (Hazan & Shaver; Schneider & Younger dalam Barrocas, 2009). Selain komunikasi, kepercayaan juga merupakan suatu hasil dari suatu hubungan yang kuat, dimana kedua belah pihak merasa bisa saling bergantung (Armsden & Greenberg, 2007). Terbentuknya kemampuan berkomunikasi dan kepercayaan yang baik dengan orang lain dapat membuat individu merasa aman dan nyaman
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
Miranti Rasyid, Dewi Retno Suminar
ketika mengutarakan permasalahan yang ia alami. Ketika individu dapat mengutarakan perasaan dan masalah yang mereka alami, mereka memiliki emosi yang lebih stabil sehingga mampu meregulasi emosinya (Thompson, 1994). Korelasi yang rendah dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perbedaan individu dalam meregulasi emosinya yang dipengaruhi oleh temperamennya (Rothbart, Ahadi, & Evans, 2000; SouthamGerrow & Kendall, 2002; Gresham & Gullone, 2012), perbedaan individu pada gaya attachment dan working models pada saat remaja (Kobak & Sceery, 1988; Margolese, S.K., et. Al., 2004), hubungan subjek dengan orangtua yang dapat mempengaruhi pola hubungannya dengan teman sebayanya (La Guardia et.al., 2000; Laghi et.al., 2009), dan kelekatan subjek dengan caregivers saat masih bayi (Zimmermann, 2001).
Simpulan dan Saran Berdasarkan hasil analisis data yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif antara peer attachment dan regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school. Hubungan positif tersebut menujukkan semakin tinggi peer attachment maka semakin tinggi pula regulasi emosi remaja yang menjadi siswa di boarding school. Penelitian-penelitian selanjutnya yang terkait dengan peer attachment pada remaja, sebaiknya membedakan secure dan insecure attachment karena nantinya akan terlihat bagaimana perbedaan pola kelekatan aman dan tidak aman di dalamnya. Untuk melengkapi kekurangan dalam penelitian ini, sebaiknya peneliti selanjutnya mencari literatur yang banyak dan berasal dari dalam negeri. Hal ini dapat disebabkan oleh terdapat perbedaan secara budaya antara penelitian dalam negeri dan penelitian dari luar negeri.
DAFTAR PUSTAKA Armsden & Greenberg. (2007). Inventory of parent & peer attachment (ippa) manual 07 2007. Bamford, T.W. (1967). Rise of the public schools:, a study of boys public boarding schools in England and Wales from 1837 to the present day. London Nelson, 1967. Barrocas, A.L. (2009, 12 April). Adolescent Attachment to Parents and Peers [online]. Diakses pada tanggal 4 Juli 2012 dari http://www.marial.emory.edu/pdfs/barrocas%20thesisfinal.doc. Campos, J.J., Walle, E.A., Dahl, A. and Main, A. (2011). Reconceptualizing emotion regulation. Emotion Review, 3, 26-36. Crugnola, C.R. (2011). Attachment patterns and emotion regulation strategies in the second year. Infant Behavior & Development, 34, 136-151. Gresham, D. & Gullone, E. (2012). Emotion regulation strategy use in children and adolescents: The explanatory roles of personality and attachment. Personality and Individual Differences, 52, 616621. Laghi, F., D'Alessio, M., Pallini, S., & Baiocco, R. (2009). Attachment representations and time perspektif in adolescence. Soc Indic Res, 90, 181-194 Margolese, S.K., Markiewicz, D., & Doyle, A.B. (2004). Attachment to parents, best friend, and romantic partner: Predicting different pathways to deppresion in adolescence. Journal of Youth and Adolescence, 34 (6), 637-650. Santrock, J.W. (2003). Life-span development. New York: The McGraw-Hill Companies. Thompson, R.A. (1994). Emotion regulation: A theme in search of definition. Monographs of the Society
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012
06
HUBUNGAN PEER ATTACHMENT DENGAN REGULASI EMOSI REMAJA YANG MENJADI SISWA DI BOARDING SCHOOL SMA NEGERI 10 SAMARINDA
for Research in Child Development, 59, 2-3. Thompson, R.A. (2011). Emotion and emotion regulation: Two sides of the developing coin. Emotion Review, 3, 53-61. Zimmermann, Peter, Maier,M.A., Winter, Monika, & Grossmann, Klaus E.. (2001). Attachment and adolescents' emotion regulation during a joint problem-solving task with a friend. International Journal of Behavioral Development, 25, 331–343.
07
Jurnal Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Vol. 1, No. 03, Desember 2012