Hubungan Antara Attachment Terhadap Ibu dengan Kemandirian pada Remaja Tunarungu Ayudhira Wiranti Fakultas Psikologi Universitas Airlangga
Abstract. This study aimed to determine whether there is a correlation between attachment to mother and autonomy in adolescents with hearing impairment. The participants of this research were 33 adolescents with hearing impairment at SMAN 10 and SMKN 8 Surabaya. This research using psychological scale for collecting data. Attachment was measured by Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) developed by Armsden & Greenberg (1987) and autonomy was measured using a measuring instrument developed by the authors. Data analyzed in the study using Spearmen's Rho correlation techniques. The result of the research shows that correlation between attachment and autonomy was 0,256 with significance of 0,000. Significance value greater than the probability value of 0,05 indicated that there was no correlation between attachment to mother and autonomy in adolescents with hearing impairment.
Keywords: Attachment, Autonomy, Adolescent Hearing Impairment. Abstrak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu. Subjek pada penelitian ini berjumlah 33 remaja tunarungu di SMAN 10 dan SMKN 8 Surabaya. Penelitian ini menggunakan skala psikologi untuk pengumpulan data. Attachment diukur dengan Inventory of Parent and Peer Attachment (IPPA) yang dikembangkan oleh Armsden dan Greenberg (1987) dan kemandirian diukur dengan menggunakan alat ukur yang disusun sendiri oleh penulis. Analisis data pada penelitian ini menggunakan teknik korelasi Spearmen's Rho. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nilai korelasi antara attachment dan kemandirian yaitu 0,256 dengan signifikansi 0,000. Nilai signifikansi yang lebih besar daripada nilai probabilitas 0,05 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara attachemnt terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu.
Kata Kunci: Attachment, Kemandirian, Remaja Tunarungu.
Korespondensi: Ayudhira Wiranti. Departemen Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Airlangga Surabaya. Jalan Dharmawangsa Jalan Dharmawangsa Dalam Selatan Surabaya 60286, Telp. (031) 5032770, (031) 5014460, Fax (031) 5025910. Email:
[email protected]
01
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013
Hubungan Antara Attachment Terhadap Ibu Dengan Kemandirian Pada Remaja Tunarungu
PENDAHULUAN Masa remaja adalah masa dimana muncul rasa selalu ingin tahu dan mencoba sesuatu yang baru diketahui dari lingkungan sekitarnya, mulai lingkungan keluarga, sekolah, teman sepermainan, dan masyarakat. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia akhir belasan tahun atau awal dua puluhan tahun (Papalia dan Olds, 2008). Dalam tugas perkembangannya, remaja akan melewati beberapa fase dengan berbagai tingkat kesulitan permasalahannya. Adapun salah satu tugas perkembangan remaja menurut Hurlock (1980) yaitu mencapai kemandirian. Pada masa remaja, kemandirian dapat melatih membuat rencana, memilih alternatif, membuat keputusan, bertindak sesuai dengan keputusannya sendiri serta bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dilakukannya (Mappiare, 1982). Kemandirian yang perlu dicapai pada masa remaja adalah kemandirian ekonomi, emosi, behavioral dan kognitif. Kemandirian penting dimiliki oleh remaja tunarungu agar mereka dapat melakukan segala sesuatu sendiri walaupun dengan keterbatasan yang dimiliki. Kemandirian berguna pula bagi masa depan karena dengan kemandirian tersebut remaja tunarungu dapat tetap survive dalam menjalankan hari-hari mereka tanpa bergantung pada orang lain. Berdasarkan uraian diatas diketahui bahwa kemandirian pada remaja tunarungu merupakan suatu tuntuntan namun pada kenyataannya hal tersebut tidak mudah untuk dicapai. Remaja tunarungu dengan keterbatasan yang dimiliki tidak akan mudah dalam mengembangkan kemandirian mereka. Fakta tentang hambatan kemandirian diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru SMAN 10 Surabaya yang mengatakan bahwa dalam memahami hal-hal
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013
yang baik atau buruk remaja tunarungu masih membutuhkan bimbingan dan penjelasan. Selain itu dalam hal pengambilan keputusan remaja tunarungu lebih berorientasi pula pada kelompok teman sebayanya, seperti dalam pemilihan pekerjaan atau sekolah. Menurut penelitian Purbandi, 2006 (dalam Aprilia, 2011) siswa tunarungu mempunyai eksplorasi yang terbatas serta membuat keputusan secara dini dan untuk meneguhkan keyakinannya, mereka mencari dan memilih temannya yang sudah bekerja untuk menjadi figur. Berdasarkan fakta-fakta yang diperoleh diketahui bahwa kemandirian dalam aspek kogntif masih kurang tercapai. Hal ini terjadi karena adanya keterbatasan dalam menerima informasi sehingga remaja tunarungu kurang mampu untuk memhami hal-hal yang bersifat abstrak, mereka lebih mampu dalam memahami hal-hal kongkret. Oleh karena itu, mereka lebih membutuhkan bimbingan dan bantuan. Namun di sisi lain, ditemukan pula remaja tunarungu yang memiliki kemandirian yang baik. Data tersebut diperoleh melalui wawancara dengan salah satu guru Bimbingan Konseling di SMKN 8 Surabaya. Beliau mengatakan bahwa siswa tunarungu di SMKN 8 cukup mandiri. Siswa tunarungu tersebut tidak mudah berorientasi kepada teman sebayanya karena mereka memiliki pendirian sendiri. Mereka juga berangkat ke sekolah sendiri dan pulang sendiri. Dalam proses pengembangan kemandirian pada remaja tunarungu, sekolah berupaya untuk membantu pencapaian tersebut. SMKN 8 Surabaya, menurut salah satu guru di sekolah tersebut program keahlian seperti tata boga, kecantikan, tata busana yang merupakan beberapa program utama di SMKN 8 adalah upaya sekolah untuk menjadikan siswa tunarungu lebih mandiri terutama dalam menghadapi dunia kerja. Pihak sekolah telah mengembangkan progam pendidikan yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan siswa tunarungu, ya n g p a d a a k h i r nya d i h a ra p k a n d a p a t mengembangkan kemandirian mereka. Namun
02
Ayudhira Wiranti
pada kenyataannya, sebagaimana beberapa contoh kasus yang telah dijelaskan sebelumnya, kemandirian remaja tunarungu beragam. Pendidikan yang diarahkan pada pengembangan ke m a n d i r i a n t i d a k s e r t a m e r t a d a p a t meningkatkan kemandirian tersebut. Kemampuan kemandirian remaja tunarungu tidak hanya dibentuk melalui pendidikan di sekolah saja tetapi ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi antara lain: gen atau keturunan orangtua, pola asuh orangtua dan sistem kehidupan di masyarakat. Selain itu menurut Allen (2003) salah satu faktor internal yang dapat mempengaruhi kemandirian yaitu attachment (Allen,2003). Menurut Bowlby (dalam Shaver & Mikulincer, 2004) manusia dilahirkan dengan suatu the attachment behavioral system yang mendorong mereka untuk mendekat dengan signifcant others (figur lekat) pada waktu dibutuhkan. Tujuan sistem ini adalah untuk mendapat perlindungan dan rasa aman yang merupakan kebutuhan dasar seseorang. Menurut Ainsworth, 1978 (dalam Bee, 1994) attachment adalah ikatan emosional dimana seseorang memiliki perasaan yang aman dalam suatu hubungan. Armsden & Greenberg, 1987 (dalam Santrock, 2002) menjelaskan pula bahwa remaja yang memiliki hubungan aman dengan orangtua lebih memiliki harga diri yang tinggi dan kesejahteraan emosi yang lebih baik. Selain itu menurut penelitian Allen et al (2007), hubungan antara secure attachment dengan beberapa aspek psikososial pada remaja serta kesuksesan dalam membangun kemandirian terkait pula dengan hubungan remaja, ayah dan teman sebaya. Attachment yang aman antara remaja dengan orangtua dapat membantu remaja dalam membentuk kemandirian secara kognitif maupun emosional. Attachment yang baik serta aman antara remaja dengan ibu dapat menjadikannya lebih mandiri serta memiliki kompetensi sosial yang
03
baik. Gunarsa & Gunarsa (2004) mengatakan bahwa kedudukan seorang ibu sebagai tokoh sentral sangat penting untuk melaksanakan kehidupan. Kepedulian ibu terhadap anaknya dianggap sebagai reaksi naluriah. Ibu dapat mengembangkan hubungan emosional yang kuat (Gunarsa & Gunarsa, 2004). Keterkaitan antara attachment yang aman antara remaja dan ibu dengan kemandirian dijelaskan dalam penelitian Allen et al (2003). Menurut Allen et al (2003) secure attachment antara remaja dan ibu dapat mempengaruhi perkembangan kemandirian pada remaja tersebut. Hubungan yang positif antara remaja dengan ibu dapat membentuk kemandirian intelektual dan emosi. Secure attachment remaja tunarungu dan ibu menjadi suatu hal utama dalam membantu p e n c a p a i a n ke m a n d i r i a n . Re m a j a ya n g mengalami ketunarunguan sama halnya mereka telah kehilangan sesuatu yang berarti, karena pendengaran merupakan kunci utama untuk dapat melewati tugas perkembangan secara optimal (Efendi, 2005). Ketunarunguan tersebut berdampak pada perkembangan kemandirian mereka. Kemandirian yang terhambat yaitu dari aspek kemandirian emosional karena mereka kurang mampu dalam menyatakan ide dan perasaan. Selain itu ada pula hambatan kemandirian kognitif karena remaja tunarungu kurang mampu menerima informasi dengan baik sehingga mereka kurang dapat memahami dan menilai informasi secara tepat. Jika ibu memahami dan memberikan rasa pengertian terhadap kondisi mereka maka tidak akan terjadi kesalahpahaman dan hal tersebut dapat membantu tercapainya salah satu aspek kemandirian yaitu kemandirian emosional. Oleh karena itu penulis ingin mengetahui tentang hubungan antara attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu. Apakah ada hubungan antara attachment terhadap ibu dengan kemandirian remaja tunarungu. Pertanyaan inilah yang menarik bagi penulis dan akan dicoba untuk dijawab dalam penelitian ini. Selain itu ketertarikan penulis didasarkan oleh hasil studi literatur bahwa belum ditemukan penelitian yang mengkaji tentang kemandirian pada remaja tunarungu. JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013
Hubungan Antara Attachment Terhadap Ibu Dengan Kemandirian Pada Remaja Tunarungu
LANDASAN TEORI 1.
Tunarungu
Tunarungu dapat didefinisikan sesuai dengan derajat gangguan pendengaran yang ditentukan dengan menilai sensitivitas seseorang untuk intensitas suara dan frekuensi suara (Hardman, 2001). Menurut Hardman (2001), tunarungu dibedakan menjadi dua macam, yaitu: a. Deaf, yaitu seseorang yang kehilangan kemampuan mendengar. Menurut Individual with Disabilities Education Act (IDEA), deafness adalah gangguan pendengaran yang sangat berat, yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam memproses informasi linguistik melalui pendengaran, baik menggunakan maupun tidak menggunakan alat bantu pendengaran, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kemampuan pendidikannya. b. Hard of Hearing, yaitu seseorang yang memiliki sisa pendengaran untuk keberhasilan proses informasi bahasa melalui pendengaran dengan menggunakan alat bantu dengar (Hardman, 2001).
2. Kemandirian Kata autonomy dan independence diartikan secara silih berganti, tetapi pada remaja keduanya memiliki sedikit arti yang berbeda. Secara umum, independence lebih mengarah pada kemampuan individu untuk melakukan sendiri aktivitas hidup. Perkembangan independence merupakan bagian untuk menjadi mandiri selama masa remaja, hanya saja autonomy mencakup komponen emosional, behavioral dan nilai. Dengan menggunakan istilah autonomy tersebut, kemandirian dikonsepsikan sebagai self-governing person, yaitu kemampuan menguasai diri sendiri. Memiliki kemampuan menjadi invidu yang mandiri merupakan salah satu tugas perkembangan dasar pada tahun-tahun remaja (Steinberg, 2002).
3. Attachment Istilah attachment pertama kali dikemukakan oleh John Bowlby. Bowlby (1982) mengungkapkan bahwa attachment adalah ikatan emosional yang ditunjukkan melalui perilaku JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013
seseorang dengan tujuan untuk menjaga kedekatan individu lain yang diidentifikasikan sebagai seseorang yang memiliki kemampuan lebih baik dalam menghadapi hidup (Bee, 1994). Menurut Bowlby, 1973; Ainsworth, Wall (dalam Armsden & Greenberg, 1987) attachment adalah suatu ikatan emosional yang kuat yang memiliki intensitas.
METODE PENELITIAN Tipe penelitian ini adalah penelitian explanatory. Penelitian explanatory adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesis (Singarimbun & Effendi, 1995). Penelitian ini menjelasakan hubungan antara Variabel bebas (variabel X) yaitu attachment dengan variabel terikat (variabel Y) yaitu kemandirian. Subjek dalam penelitian ini antara lain remaja usia 15-20 tahun, siswa SMAN 10 dan SMKN 8 Surabaya, mengalami tunarungu serta tinggal bersama orang tua. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nonprobability sampling. Dalam penelitian ini jenis nonprobability sampling yang digunakan adalah sampling jenuh. Sampling jenuh adalah cara pengambilan sampel yang menggunakan semua anggota populasi sebagai sampel (Sugiyono,2008). Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini menggunakan jenis penskalaan respon skala Likert. Dalam penelitian ini instrumen penelitian terdiri dari skala attachment dan skala kemandirian. Skala yang digunakan untuk mengukur attachment adalah skala yang disusun oleh Armsden & Greenberg pada tahun 1987 yaitu IPPA (Inventory of Parent and Peer Attachment). Versi awal IPPA terdiri dari 28 aitem untuk sub skala yang mengukur hubungan remaja dengan orangtua dan 25 aitem untuk mengukur hubungan remaja dengan teman-teman. Skala untuk mengukur kemandirian remaja menggunakan skala yang disusun oleh penulis berdasarkan teori perkembangan remaja Steinberg. Skala ini terdiri dari 50 aitem. Dalam penelitian ini penghitungan
04
Ayudhira Wiranti
reliabilitas dilakukan melalui analisis statistik Alpha Cronbach dengan bantuan SPSS versi 16 for Windows. Skala attachment yang digunakan dalam penelitian ini memiliki reliabilitas 0,725 dan skala kemandirian memiliki reliabilitas 0,887. Teknik korelasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik korelasi Rank Spearman. Teknik korelasi Rank Spearman digunakan karena data dalam penelitian ini tidak lolos uji asumsi statistik parametrik.
Berdasarkan tabel diatas diperoleh taraf signifikansi 0,256. Hasil tersebut menunjukkan bahwa signifikansi tersebut lebih dari 0,05 yang menunjukkan bahwa hipotesis penelitian tidak terbukti. Apabila nilai p > 0,05 maka dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu.
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil uji korelasi diperoleh taraf signifikansi yang lebih besar dari nilai alpha 0,05 yaitu 0,256 sehingga hasil tersebut tidak signifikan. Sesuai dengan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam penelitian ini tidak ada hubungan antara attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian-penelitian lain yang menjelaskan bahwa attachment berpengaruh terhadap kemandirian. Menurut penelitian Allen
Pada penelitian ini perbedaan kemandirian berdasarkan jenis kelamin dapat dibandingkan berdasarkan hasil mean antara remaja laki-laki dan perempuan. kemandirian dan attachment remaja perempuan lebih tinggi daripada remaja laki-laki. Kemandirian laki-laki 56,73, perempuan 59,14. Sedangkan attachment pada laki-laki 70,09 dan perempuan 74,23. hasil tersebut dapat dilihat pada tabel berikut :
PEMBAHASAN
Tabel 1. Statistik Deskriptif Gender
Kemandirian
Attachment
Gender
N
Mean
laki-laki perempuan
11 22
56.73 59.14
Gender
N
Mean
laki-laki perempuan
11 22
70.09 74.23
Std. Deviation 10.780 10.499
Std. Error Mean 3.250 2.238
Std. Deviation 8.826 11.406
Std. Error Mean 2.661 2.432
Untuk selanjutnya, uji korelasi antara dua et al (2003) secure attachment antara ibu dan variabel tersebut dilakukan dengan menggunakan remaja dapat membantu proses pengembangan uji korelasi Spearman rank dengan hasil sebagai kemandirian. Hubungan yang positif antara ibu berikut: dengan remaja dapat membentuk kemandirian Tabel 2. Hasil Uji Korelasi
Spearman's rho
Attachment
Kemandirian
05
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
Attachment 1.000
Kemandirian -.203
. 33 -.203
.256 33 1.000
.256 33
. 33
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013
Hubungan Antara Attachment Terhadap Ibu Dengan Kemandirian Pada Remaja Tunarungu
intelektual dan emosi. Berdasarkan penjelasan diatas, terlihat bahwa terdapat perbedaan antara hasil penelitian hubungan attachment dan kemandirian pada remaja tunarungu dengan penelitian yang dilakukan oleh Allen. Perbedaan tersebut terdapat pada hal-hal yang diteliti yaitu terkait dengan subjek, usia, faktor budaya dan lokasi penelitian. Pada penelitian Allen (2003) subjek yang digunakan adalah remaja normal usia 14-18 tahun beserta ibu mereka. Penelitian ini mempertimbangkan faktor budaya dan sosioekonomi. Sedangkan untuk penelitian attachment dengan kemandirian pada remaja tunarungu subjek yang digunakan adalah remaja tunarungu, penelitian dilakukan di sekolah inklusi, usia remaja antara 15-20 tahun. Pada penelitian ini tidak mempertimbangkan faktor budaya, sosioekonomi dan ibu tidak diikut sertakan dalam penelitian ini. Beberapa perbedaan tersebut merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi hasil yang tidak signifikan pada penelitian attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu. Hasil penelitian yang tidak signifikan tersebut berkaitan dengan variabel lain, salah satunya yaitu yang mempengaruhi kemandirian. sistem pendidikan di sekolah dapat mempengaruhi kemandirian pada remaja. Proses pendidikan di sekolah yang tidak mengembangkan demokratisasi pendidikan akan menghambat kemandirian remaja (Ali, 2010). Dalam hal ini sistem pendidikan di sekolah inklusi mengarah kepada kesetaraan, saling menghargai karena anak berkelainan dididik bersama dengan anak normal untuk mengoptimalkan potensinya. Oleh karena itu, mereka merasa bebas untuk berpendapat, berinteraksi layaknya seperti remaja lainnya sehingga akan membantu untuk mengembangkan kemandirian. Selain faktor yang telah dipaparkan sebelumnya, terdapat hal-hal lain yang mempengaruhi hasil penelitian hubungan attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu. Hasil penelitian ini tidak signifikan karena terdapat kemungkinan bahwa hal tersebut berhubungan dengan kelemahankelemahan pada penelitian ini. Kelemahankelemahan itu terkait dengan proses penyusunan kedua alat ukur yaitu kemandiran dan attachment JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013
serta proses pengambilan data yang dilakukan. Selain itu dipengaruhi pula oleh anggapan penulis bahwa attachment terhadap ibu memiliki probabilitas yang tinggi dalam mempengaruhi kemandirian pada remaja tunarungu. Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil penelitian ini tidak signifikan yaitu proses penyusunan kedua alat ukur. Uji validitas terhadap skala attachment dan kemandirian dilakukan oleh dosen saja. Penulis tidak meminta bantuan kepada guru SMAN 10 dan SMKN 8 Surabaya untuk menjadi rater kedua skala tersebut. Tujuan dilakukan validitas isi kepada guru-guru di sekolah inklusi karena pada dasarnya mereka yang lebih mengetahui kemampuan siswa tunarungu tersebut dalam memahami kalimat-kalimat pada kuesioner yang akan diberikan. Kalimat-kalimat pada aitem kedua skala tersebut masih kurang sederhana apabila diberikan kepada subjek remaja tunarungu. Hal ini terkait dengan perkembangan kognitif remaja tunarungu yang terhambat. Aspek inteligensi yang terhambat perkembangannya ialah yang bersifat verbal, misalnya merumuskan pengertian menghubungkan, menarik kesimpulan dan meramalkan kejadian (Somantri, 2007). Mereka lebih membutuhkan waktu untuk memahami kalimat-kalimat dalam kuesioner tersebut. Selain itu faktor lain yang menyebabkan hasil penelitian tentang attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu tidak signifikan karena terkait dengan proses pengambilan data. Proses pengambilan data yang dilakukan kurang terfokus pada tiap-tiap subjek. Ketika kuesioner diberikan kepada subjek, penulis hanya memberikan penjelasan yang berkaitan dengan petunjuk pengisiannya saja. Selanjutnya untuk pengisian tiap-tiap aitem penulis tidak terlalu terlibat dalam hal tersebut. Remaja tunarungu yang perkembangan kognitifnya terhambat memerlukan penjelasan s e c a r a k h u s u s . Me r e k a m e m b u t u h k a n pemahaman lebih mendalam terhadap aitemaitem pada kuesioner. Kalimat-kalimat pada aitem di kedua skala yang disusun kurang sederhana membuat mereka lebih membutuhkan bimbingan dalam proses pengisiannya.
06
Ayudhira Wiranti
SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara attachment terhadap ibu dengan kemandirian pada remaja tunarungu. Apabila ditinjau dari kekurangan penelitian ini, disarankan bagi penelitian selanjutnya untuk lebih memperhatikan kalimat pada aitem-aitem yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan pemahaman remaja tunarungu serta proses pengambilan data hendaknya disajikan one on one.
PUSTAKA ACUAN Ali, M. (2010). Psikologi Remaja: Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: PT. Bumi Aksara. Allen, J.P., McElhaney, K.B., Land, D.J., Kuperminc, G.P., Moore, C.W., et al. (2003). Secure base in Adolescence: Markers of Attachment Security in the Mother-Adolescent Relationship. Journal of Child Development. 74(1): 292-307. Allen, J.P., Porter, M., & Mcfarland, C. (2007). The Relation of Attachment Security to Adolescents' Paternal and Peer Relationships, Depression, and Externalizing Behavior. Journal of Child Development. 78(4): 1222-1239. Aprilia, I. D. (2011). Model Bimbingan dan Konseling untuk Mengembangkan Kemandirian Remaja Tunarungu di SLB-B Bandung. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. 4(2). Armsden, G.C & Greenberg, M.T. (1987). The Inventory of Parent and Peer Attachment: Individual Differences and Their Relationship to Psychological Well-Being in Adolescence. Journal of Youth and Adolescence. 16(5). Bee, H. (1994). Lifespan Development. New York: HarperCollins College Publisher. Efendi, M. (2005). Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Gunarsa & Gunarsa. (2004). Psikologi Praktis: Anak, Remaja dan Keluarga. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Hardman, M.L., Drew, C.J. & Egan, M.W. (2001). Human Exceptionality: Seventh Edition. London: Allyn and Bacon. Hurlock, E.B. (1980). Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Mappiare, A. (1982). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Papalia, D.E., Old, S.W & Feldman, R.D. (2008). Human Development: Edisi Kesembilan. Jakarta : Kencana. Santrock, J.W. (2002). Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup: Edisi kelima (terjemahan). Jakarta: Erlangga. Singarimbun, M & Effendi, S. (1995). Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES Somantri, T.S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: Refika Aditama. Steinberg, L. (2002). Adolescent: Sixth Edition. New York: Mc Graw-Hill Inc. Sugiyono. (2008). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
07
JURNAL Psikologi Pendidikan dan Perkembangan Volume 02, No. 01, Februari 2013