HUBUNGAN ANTARA FAKTOR DEMOGRAFI DENGAN DEPRESI PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL DIY Fernanda Arifta Hutama1, Ida Rochmawati2 Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta email:
[email protected] 2 Staf Pengajar Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 1
INTISARI Latar Belakang : Diabetes melitus merupakan masalah kesehatan di Indonesia karena jumlahnya terus meningkat. Diabetes melitus akan menimbulkan komplikasi jangka panjang jika tidak ditangani dengan benar, beberapa komplikasi yang akan timbul diantaranya adalah terjadi gangguan retinopati dengan potensi kebutaan, gangguan nefropati yang dapat menyebabkan gagal ginjal. Berbagai kondisi tersebut menyebabkan penderita diabetes melitus mengalami gangguan psikologis seperti depresi. Depresi dapat disebabkan karena adanya faktor biologi, faktor genetik dan faktor psikososial, selain itu juga karena adanya faktor demografi, seperti jenis kelamin, kelompok umur, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan status pernikahan. Faktor-faktor tersebut dapat saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena itu, penelitian tentang hubungan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY menjadi sangat penting untuk dilakukan. Metode : Penelitian ini merupakan penelitian studi non-ekperimental dengan metode pendekatan cross sectional. 36 penderita diabetes melitus diukur skor depresi menggunakan kuisioner Beck Depression Inventory (BDI). Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling hingga didapat jumlah sampel sebanyak 36 orang. Data kemudian dianalisis menggunakan uji chi-square test. Hasil : Dari 36 sampel yang didapatkan hasil sebanyak 27,8% pasien diabetes melitus mengalami depresi. Dengan hasil 72,2%, depresi ringan 16,7, depresi sedang 8,3% dan depresi berat 2,8%. Hasil uji chi-square test menunjukkan bahwa faktor demografi (tingkat pendidikan) berhubungan dengan depresi dengan nilai p= 0,04 (signifikan) dimana p< 0,05, sedangkan faktor demografi lain (jenis kelamin; kelompok umur; tingkat pendidikan; jenis pekerjaan dan status pernikahan) tidak berhubungan dengan depresi dengan nilai p= 0,185; 0,520; 0,089; and 0,875 (tidak signifikan), dimana p >0,05. Kesimpulan : Pada penelitian ini tidak didapatkan hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita hipertensi di Kabupaten Gunungkidul DIY, kecuali pada tingkat pendidikan. Kata Kunci : Faktor Demografi, Depresi, Diabetes Melitus.
RELATIONSHIP BETWEEN DEMOGRAPHIC FACTOR WITH DEPRESSION IN DIABETES MELLITUS’S PATIENT AT KABUPATEN GUNUNGKIDUL, DIY Fernanda Arifta Hutama1, Ida Rochmawati2 Student of Medical and Health Science Faculty of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta email:
[email protected] 2 Lecturer of Medical and Health Science Faculty of Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 1
ABSTRACT Background : Diabetes Mellitus is a serious health problem in Indonesia, because the amount of patient is continuously rise. Diabetes mellitus will cause long-term complications if not handled properly, some of the complications that may arise include the disruption of retinopathy with potential blindness, nephropathy disorders that can lead to kidney failure. These conditions lead to diabetes mellitus have psychological disorders such as depression. Depression can be caused by biological factor, genetic factor and psychosocial factor, but it is also because of demographic factor, such as gender, age group, education level, occupation and marital status. These factors can influence each other. Therefore, research on the relationship between demographic factor with depression in diabetes mellitus’s patient in Gunungkidul DIY is very important to do. Method : This study is a non-experimental with cross sectional approach. As 36 diabetes mellitus patients are measured the depression score using a Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire. Purposive sampling technique is used so that we got 36 patient as samples. Then the data will be analyzed using chisquare test. Results : From 36 sample, showed that 27,8% patient with diabetes mellitus patient are depressed. The result of normal/minimal is 72,2%, mild depression is 16,7%, moderate depression is 8,3%, and severe depression is 2,8%. The results of chi-square test showed that demographic factors (education level) is associated with depression, with p value= 0,04 (significant), where p<0,05, but the another demographic factor (gender; age group; occupation and marital status) is not associated with depression, with p value= 0,185; 0,520; 0,089; and 0,875 (not significant), where p> 0,05. Conclusion : The study shows that there is no significant relationship between demographic factor with depression in hypertension’s patient in Gunungkidul DIY, except the education level. Key Word : Demographic Factor, Depression, Diabetes Mellitus.
Pendahuluan Diabetes melitus merupakan
panjang
masalah kesehatan di Indonesia
dengan
benar.
karena
terus
komplikasi
yang akan timbul
meningkat. WHO (World Health
diantaranya
Organization)
gangguan
jumlahnya
memperkirakan
jika
jumlah penderita diabetes melitus
potensi
di
nefropati
Indonesia
akan
meningkat
tidak
ditangani Beberapa
adalah
terjadi
retinopati
dengan
kebutaan,
gangguan
yang
dapat
hingga tiga kali lipat pada tahun
menyebabkan
2030 mencapai 21,3 juta orang.
amputasi,
Indonesia adalah salah satu negara
otonom yang dapat mengganggu
dengan
sistem
penderita
diabetes
gagal
gangguan
ginjal, neuropati
gastrointestinal,
terbanyak nomor 4 di dunia
genitourinaria,
dengan jumlah 8,4 juta orang
kardiovaskuler, jantung, stroke,
(Wahdah, 2012). Data penderita
serta
diabetes melitus di Kabupaten
gangguan
Gunungkidul, DIY, tercatat 1262
dengan resiko terjadinya ulkus
orang
kaki
terhitung
dari
bulan
disfungsi
yang
berujung
(American
Kesehatan
Assotiation/ADA,
Gunungkidul, 2015). Diabetes
melitus
Berbagai akan
menimbulkan komplikasi jangka
seksual
neuropati
Januari-Desember 2015 (Dinas Kabupaten
gangguan
dan perifer
amputasi Diabetes
kondisi
2013). tersebut
menyebabkan penderita diabetes
melitus
mengalami
gangguan
psikologis seperti depresi. Kadang
sulit
Menurut
Siverstone
(1996)
diabetes melitus memiliki risiko
mendeteksi
dapat
menyebabkan
apakah seseorang itu mengalami
sebesar
depresi,
muncul
menurut Cavanaugh (1998) risiko
dominan justru pada keluhan fisik.
depresi yang disebabkan oleh
Beberapa penyakit
diabetes
karena
umumnya
yang
fisik
komorbid
pada
9-27%,
depresi
melitus
sedangkan
sebesar
8,5-
(tumpang
27,3%. Dari data tersebut dapat
tindih) dengan gangguan mood.
dikatakan bahwa diabetes melitus
Depresi lebih sulit didiagnosis
memiliki
bila seseorang memiliki penyakit
gangguan
fisik lainnya (Rochmawati, 2009).
2001).
komorbiditas depresi
dengan
(Mujaddid,
Oleh karena itu kita harus melihat
Di Kabupaten Gunungkidul
suatu penyakit secara holistik,
selama tahun 2015 tercatat 860
tidak hanya secara fisik namun
kasus gangguan depresi. Depresi
juga dari sisi psikis.
menduduki peringkat ke-4 pada
Prevalensi
depresi
pada
beberapa
penyakit
kronis
termasuk
diabetes
melitus
memberikan depresi
gambaran
perlu
prevalensi gangguan jiwa setelah somatoform,
skizofrenia
penyakit
YDK
dan (yang
bahwa
diklasifikasikan di tempat lain).
mendapatkan
Hal tersebut berhubungan dengan
perhatian dan terapi yang adekuat
tingginya
karena kasusnya cukup banyak.
kronik
prevalensi diabetes
penyakit
melitus
di
Kabupaten
Gunungkidul
yang
vitamin B12, dan penyakit kronis.
memiliki komplikasi gangguan
Karakteristik personal antara lain:
jiwa depresi (Dinas Kesehatan
sifat ketergantungan, pesimis, dan
Kabupaten Gunungkidul, 2015).
rendah diri. Sedangkan faktor
Dari data tersebut dapat kita
medikasi
ketahui secara nyata bahwa kasus
penggunaan
depresi banyak terjadi dan masih
anxiolytics
banyak juga yang tidak terdeteksi
inflamasi, dan sebagainya. Selain
karena berbagai faktor.
itu jenis kelamin, usia, jenis
Berdasarkan sebelumnya, terjadinya
fakta-fakta faktor
risiko
depresi
dapat
dikelompokkan menjadi beberapa faktor,
antara
lain:
psikososial,
faktor
karakteristik
personal,
faktor
medikasi, dan faktor demografi. Faktor psikososial dapat meliputi stress
kehidupan
seperti:
kesedihan, masalah finansial, dan kesepian. Faktor biologis atau genetik
dapat
pekerjaan, status
meliputi:
jenis
kelamin , defisiensi folat dan
meliputi obat-obatan
tranquilizers,
anti
tingkat
pendidikan,
pernikahan,
merupakan
beberapa faktor demografi yang turut berperan dalam terjadinya depresi (Mudjaddid, 2001). Dari uraian fakta-fakta di
biologis, faktor
dapat
atas,
dikhawatirkan
faktor
demografi berhubungan dengan depresi pada penyakit diabetes melitus. Untuk itu peneliti merasa tertarik untuk melihat hubungan antara faktor demografi dengan kejadian depresi pada penderita
diabetes melitus di Kabupaten Gunungkidul, DIY. Metode Penelitian Penelitian
ini
merpakan
sampel
dilakukan
selama
bulan
penelitian studi non-eksperimental
September - Oktober 2016. 36 pasien
dengan rancangan penelitian cross
diabetes melitus yang masuk kriteria
sectional. Sampel penelitian adalah
inklusi
36 pasien diabetes melitus dari
menggunakan
Puskesmas Wonosari. Pengambilan
Depression Invntory (BDI). Data dari
sampel
penelitian ini kemudian dianalisis
menggunakan
teknik
purposive sampling dan pengambilan
diukur
skor kuesioner
depresi Beck
menggunakan uji Chi-Square Tests.
Hasil Penelitian Tabel 1. Sebaran Depresi Secara Umum Pada Penderita Diabetes Melitus di Kabupaten Gunungkidul DIY Bulan September-Oktober 2016 Tingkat Depresi Jumlah Prosentase Normal atau Minimal Depresi Ringan Depresi Sedang Depresi Berat Total
26 6 3 1 36
72,2% 16,7% 8,3% 2,8% 100%
Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa pasien diabetes melitus yang mengalami depresi sebesar 27,8%.
Tabel 2. Karakteristik Responden Pasien Diabetes Melitus Yang Mengalami Depresi Karakteristik Responden Normal Jenis Kelamin
Kelompok Umur
Tingkat Pendidikan Akhir
Jenis Pekerjaan
Status Pernikahan
Status Depresi Depresi Depresi Ringan Sedang 3 (27,3%) 0 (0%)
Depresi Berat 1 (9,1%)
Laki-Laki
7 (63,6%)
Perempuan
19 (76,0%) 5 (71,4%) 10 (83,3%) 9 (69,2%) 2 (50,0%) 21 (77,8%) 5 (83,3%) 0 (0%) 0 (0%) 8 (88,9)%
3 (12,0%) 3 (12,0%)
0 (0%)
1 (14,3%) 1 (14,3%) 0 (0%) 1 (8,3%)
0 (0%) 1 (8,3%)
3 (23,1%) 1 (7,7%) 2 (50,0%) 0 (0%) 2 (7,4%) 3 (11,1%)
0 (0%) 0 (0%) 1 (3,7%)
1 (16,7%) 0 (0%) 2 (100%) 0 (0%) 1 (100%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (11,1%)
0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
16 (80%) 0 (0%) 1 (50%) 0 (0%) 0 (0%) 1 (100%)
1 (5,0%) 1 (100%) 1 (50%) 2 (100%) 1 (100%) 0 (0%)
2 (10%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
1 (5%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%) 0 (0%)
23 (71,9%) 3 (75%)
5 (15,6%)
3 (9,4%)
1 (3,1%)
1 (25%)
0 (0%)
0 (0%)
36-45 Th 46-55 Th 56-65 Th >65 Th SD SMP SMA D3 Ibu Rumah Tangga Petani PNS Buruh Pensiunan Wiraswasta Pegawai Swasta Menikah Tidak Menikah
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian
sesuai dengan hasil penelitian
ini, terdapat 27,8% penderita
Igwe,
diabetes
yang
terdapat
mengalami depresi. Hal tersebut
diabetes
melitus
dkk.
(2013)
27,8% melitus
bahwa penderita yang
mengalami depresi, diperkuat
glukosa
oleh
Silverstone
aktivasi inflamasi. Pernyataan
diabetes
melitus
tersebut juga didukung oleh
risiko
dapat
penelitian
(1996), memiliki
dan
Mudjaddid
peningkatan
(2001)
yang
menyebabkan depresi sebesar 9-
menyatakan bahwa depresi dan
27%, lalu menurut penelitian
diabetes
Cavanaugh (1998) risiko depresi
berkomorbid (tumpang tindih).
yang disebabkan oleh diabetes melitus
sebesar
8,5-27,3%.
Pada ditemukan
melitus
saling
penelitian
ini
bahwa
pasien
melitus
yang
Dijelaskan pula dalam penelitian
diabetes
Harista dan Lisiswanti (2015)
mengalami depresi lebih banyak
bahwa
pada
pada perempuan dibanding laki-
diabetes
melitus
laki. Didukung dengan hasil
disebabkan
oleh
stresor
penelitian Harista dan Lisiswanti
psikososial
kronik
karena
(2015) yang menyatakan bahwa
penyakit
kronik.
responden
perempuan
dapat
menderita
diabetes
menjadi faktor risiko diabetes
memiliki
tingkat
melitus. Secara teori, hal ini
depresi
diakibatkan
proses
dibandingkan dengan laki-laki,
peningkatan sekresi dan aksi
Harista dan Lisiswanti (2015)
hormon
juga
risiko
penderita
mengidap Sebaliknya,
perubahan
depresi
depresi
dari
kontra-regulasi, fungsi
transpor
yang
lebih
menyebutkan
yang melitus
kejadian tinggi
beberapa
faktor yang berkaitan dengan
rentannya
perempuan
menghadapi stres. Sadock dan
mengalami depresi, diantaranya
Sadock (2010) juga menegaskan
adalah
bahwa
faktor
genetik,
kejadian
cemas
dan
kerentanan fluktuasi hormonal,
depresi pada pasien diabetes
serta sistem saraf pusat yang
melitus pada perempuan lebih
peka
banyak
terhadap
hormonal. psikososial
perubahan
Selain itu, faktor seperti
peran
dibandingkan
pada
pasien diabetes melitus laki-laki. Namun,
dari
hasil
analisis
ini
tidak
terdapat
perempuan dalam masyarakat,
penelitian
kebiasaan memendam perasaan
hubungan yang signifikan antara
dan status sosial yang kurang
jenis kelamin dengan depresi,
menguntungkan
sejalan
berperan perempuan
juga
dalam
dapat
kerentanan
terhadap
depresi.
dengan
penelitian
Wulandari (2011) bahwa antara jenis kelamin dengan depresi
Perempuan juga lebih rentan
tidak
daripada
signifikan jika dilihat dari sudut
laki-laki
untuk
ada
hubungan
mengalami depresi yang dipicu
pandang
oleh stres karena perempuan
dikarenakan antara laki-laki dan
cenderung
menggunakan
perempuan memiliki porsi yang
perasaan atau lebih emosional,
sama untuk mengalami depresi,
sehingga jarang menggunakan
dimungkinkan adanya faktor lain
logika atau rasio yang membuat
yang lebih berpengaruh terhadap
perempuan
depresi
lebih
sulit
statistik,
yaitu
hal
yang
ini
ketersediaan
dukungan sosial. Namun, dalam
hasil
penelitiannya didapatkan data
didapatkan bahwa usia tidak
yang sama dengan penelitian ini
berhubungan
bahwa depresi lebih banyak pada
sejalan
perempuan.
Wulandari (2011) bahwa tidak
Berdasarkan
kelompok
analisis
penelitian
dengan
ini
depresi,
dengan
penelitian
ada hubungan yang signifikan
umur, penelitian ini menemukan
antara
bahwa pasien diabetes melitus
depresi,
yang mengalami depresi lebih
tersebut juga dijelaskan yang
banyak pada kelompok umur 56-
mungkin
65 tahun. Demikian juga dengan
penyebab
penelitian yang dilakukan oleh
hasil tersebut karena pemilihan
Safitri (2013) yang menemukan
jenis metode penelitian, yang
bahwa
mana
penderita
diabetes
usia
dengan
dalam
seharusnya
banyak pada usia 45-60 tahun,
memperkecil bias. Dalam
secara
sehingga
penelitian
dapat
ini,
banyak
sebagian
besar
responden
perubahan terutama pada organ
memiliki
tingkat
pendidikan
pankreas
akhir sebagai siswa-siswi SD,
insulin
mengalami
faktor
tidak signifikannya
prospektif
tubuh
penelitian
menjadi
melitus dengan depresi lebih
karena pada usia >45 tahun
tingkat
yang dalam
memproduksi darah
dan
yang mana tingkat pendidikan
berperan dalam kontrol penyakit
tersebut
termasuk
dalam
diabetes melitus. Namun, dari
kategori
rendah,
dapat
diasumsikan
bahwa
tingkat
perbedaan
ini
dimungkinkan
pendidikan memiliki pengaruh
karena
terhadap tingkat pengetahuan.
penelitian yang digunakan dan
Dimana
jumlah responden yang diteliti.
seseorang
dengan
pengetahuan yang baik akan
perbedaan
Apabila
dilihat
desain
dari
jenis
menentukan sikap dan perilaku
pekerjaan, dalam penelitian ini
yang
penderita diabetes melitus yang
baik
pula
dengan
sehubungan kesehatannya,
sebaliknya
jika
tingkat
pendidikan
seseorang
rendah
mengalami depresi paling banyak adalah petani, dapat diasumsikan bahwa
petani
tidak
memiliki
penghasilan yang tetap dan secara
maka dimungkinkan tidak dapat ekonomi
menerima informasi dengan baik yang
berkaitan
dengan
relatif
menengah
ke
bawah. Namun, secara statistik tidak
terdapat
hubungan
yang
kesehatannya. Dari hasil analisis
signifikan antara jenis pekerjaan
secara statistik dalam penelitian
dengan
ini, didapatkan hubungan yang
bertentangan
signifikan
antara
tingkat
Safitri
pendidikan
dengan
depresi.
Hasil
berbeda
dengan
Wulandari
(2011)
ini
penelitian
depresi. dengan
(2013)
cenderung responden
Hal
ini
penelitian
bahwa
depresi
ditemukan
pada
yang
berpenghasilan
rendah, penghasilan rendah akan menyebabkan
seseorang
bahwa antara tingkat pendidikan dihadapkan
dan
depresi
tidak
permasalahan
hubungan
yang
dengan
berbagai
dalam
hidupnya,
memiliki bermakna,
kebutuhan pokok yang tidak dapat
tercukupi
sehingga
mempengaruhi
kondisi
akan
ditemukan
yaitu
responden
psikis
merasakan kesedihan sepanjang
responden dan dapat terjadi depresi.
hari, penurunan nafsu makan,
Dalam
penelitian
ini
didapatkan data bahwa pada responden yang menikah lebih banyak
mengalami
depresi
daripada yang tidak menikah (janda/duda).
Namun
jika
dianalisis secara statistik, tidak terdapat
hubungan
yang
antara
status
signifikan
pernikahan dengan depresi. Hal ini bertentangan dengan Sadock dan
Sadock
(2010)
yang
menyebutkan bahwa gangguan depresi paling sering terjadi pada seseorang yang tidak memiliki hubungan
interpersonal
yang
erat, bercerai, atau berpisah.
36
Puskesmas depresi
responden
Wonosari,
yang
paling
keputusan, pernah tercetus ide atau gagasan untuk melakukan tindakan
bunuh
ditemukan kebiasaan
diri
perubahan sehari-hari,
dan pada seperti
menjauhkan diri dari lingkungan sosial. Menurut ICD-10, gejala depresi dikelompokkan menjadi gejala
utama
dan
gejala
tambahan. Yang termasuk gejala utama adalah mood depresi, hilangnya minat atau hilang semangat, mudah lelah atau hilang
tenaga
dan
gejala
tambahan, yaitu ide bunuh diri atau menyakiti diri sendiri, pola
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
merasa bersalah, sulit membuat
di
gejala sering
tidur
berubah,
nafsu
makan
menurun, konsentrasi menurun, harga diri berkurang, perasaan
bersalah dan pesimis melihat
Gunungkidul DIY, kecuali pada
masa depan.
tingkat pendidikan.
Dari uraian pembahasan di atas
dapat
diketahui
bahwa
faktor demografi tidak memiliki hubungan
yang
signifikan
dengan depresi pada penderita diabetes melitus di Kabupaten
Kesimpulan dan Saran diabetes
A. Kesimpulan 1. Secara
umum
tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara faktor demografi dengan depresi pada penderita diabetes melitus
di
Kabupaten
Gunungkidul
DIY,
kecuali
pada
tingkat
pendidikan.
signifikan antara tingkat
depresi
pada
dengan penderita
di
Kabupaten Gunungkidul DIY (P= 0,04; α= 0,05), dengan tingkat keeratan hubungan
antar
kedua
variabel adalah sedang (Value= 0,573). 3. Skor
depresi
pada
penderita diabetes melitus di
2. Terdapat hubungan yang
pendidikan
melitus
Kabupaten
Gunungkidul sebagian normal
besar atau
DIY adalah minimal,
4.
dengan prosentase 72,2%
Bagi
normal
atau
minimal,
sebaiknya dalam menangani
16,7%
depresi
ringan,
pasien diabetes melitus tidak
8,3% depresi sedang dan
hanya
2,8% depresi berat.
namun
rumah
secara
klinis
diperlukan
sakit
saja, juga
pelayanan psikis pasien agar
Saran Saran
pihak
yang
dapat
diberikan
tercipta suatu pelayanan yang
berkaitan dengan hasil penelitian
holistik.
yang diperoleh adalah sebagai
diabetes melitus merupakan
berikut:
penyakit kronis yang rentan
1. Bagi Peneliti Lainnya.
akan adanya gangguan jiwa,
Peneliti lainnya agar dapat melakukan penelitian lebih
Hal
ini
karena
khususnya depresi. 4. Bagi Pemerintah.
lanjut dengan responden yang
Diharapkan hasil penelitian
lebih banyak dan variabel
ini dapat menjadi acuan bagi
dibuat lebih bervariasi.
pemerintah daerah Kabupaten
2. Bagi Responden. Sebaiknya menjaga
Gunungkidul responden
kesehatan
dan
membuat
DIY
suatu
untuk program
dalam bidang kesehatan yang
pikiran agar penyakit diabetes
tepat
melitus terkontrol dan angka
angka depresi di Kabupaten
depresi munurun.
Gunungkidul DIY.
3. Bagi Rumah Sakit.
untuk
menurunkan
DAFTAR PUSTAKA Aditomo, A dan Retnowati S. (2004). Perfeksionisme, Harga Diri dan Kecenderungan Depresi pada Remaja Akhir: Jurnal Psikologi. Jakarta: Renika Cipta. American Diabetes Association (ADA). (2013). Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus. Diakses 15 Maret 2016, dari http://care.diabetesjournals.org/ content/36/Supplement_1/S67.f ull.pdf+html.
Dinas
Kesehatan Kabupaten Gunungkidul. (2015). Rekapitulasi Gangguan Jiwa Secara Umum di Kabupaten Gunungkidul Tahun 2015. Yogyakarta : Humas Dinas Kesehatan Kabupaten Gunungkidul. Harista, R.A. dan Lisiswanti, R. (2015). Depresi pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Majority, 4 (9), 73-77. Igwe, dkk. (2013). Factor Associated with Depression and Suicide among Patients with Diabetes
Mellitus and Essential Hypertension in Nigerian Teaching Hospital. African Health Sciences, 13 (1), 68-77. Mudjaddid E. (2001). Current Treatment In Internal Medicine 2000. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Rochmawati, I. (2009). Nglalu: Melihat fenomena bunuh diri dengan mata hati. Yogyakarta: Jejak kata kita. Safitri, D. (2013). Hubungan Antara Tingkat Depresi Dengan Kualitas Hidup Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe II Di Rumah Sakit Islam Surakarta. Karya Tulis Ilmiah strata satu, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta. Stuart dan Sundeen. (2006). Buku Saku Keperawatan (Edisi ke3). Jakarta: EGC. Wahdah, Nurul. (2012). Menaklukan Hipertensi dan Diabetes. Yogyakarta: Multipress. World Health Organization (WHO). (2006). Suicide and Suicide Prevention in Asia. Diaskes 14 Maret 2016, dari http://www.who.int/mental_he alth/resources/suicide_preventi on_asia.pdf. World Health Organization (WHO). (2010). Depression. Diaskes 14 Maret 2016, dari http://library.who.edu.au/~stho mas/papers/perseff.html.