Prosiding SNaPP2011: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
ISSN 2089-3590
Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan “Self Esteem” pada Odha di Yayasan Akses Indonesia Tasikmalaya 1
Eni Nuraeni Nugrahawati, 2Gilang Nugraha 1,2
Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung
e-mail:
[email protected]; agil
[email protected]
Abstrak. Terdapat beberapa ODHA yang hidupnya merasa sudah tidak berharga, merasa sedih dan mengaku tidak puas dengan keadaannya yang terinfeksi HIV/AIDS. Bahkan ada ODHA yang berniat bunuh diri. Perilaku tersebut merupakan ciri-ciri self-esteem yang rendah padahal keluarga mereka merasa sudah memberikan dukungan terhadap ODHA tersebut.Berdasarkan hasil penelitian diperoleh bahwa terdapat hubungan yang cukup erat antara dukungan keluarga dengan selfesteempada ODHA. Aspek dukungan keluarga yang paling tinggi korelasinya dengan self-esteem adalah dukungan emosi dan dukungan penghargaan. Bagi ODHA yang paling berarti dalam kehidupannya adalah keluarga, teman atau sahabat dan pacar. Bentuk dukungan yang paling diharapkannya adalah perhatian, empati, berbagi perasaan dan merasa dihargai. Key Words: Dukungan keluarga, self-esteem, ODHA
1.
Pendahuluan
Salah satu penyakit yang belum ada obatnya adalah HIV/AIDS. AIDS singkatan Acquired Immune Deficiency Syndrome, yaitu kumpulan gejala penyakit yang disebabkan retrovirus yang menyerang sistem kekebalan tubuh sehingga menurunkan kekebalan (imunitas) tubuh seseorang. Penyakit AIDS ini disebabkan virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) (DEPKES RI, 1997). Ketika individu sudah tidak lagi memiliki sistem kekebalan tubuh maka semua penyakit dapat dengan mudah masuk ke dalam tubuh, karena sistem kekebalan tubuhnya menjadi sangat lemah, penyakit yang tadinya tidak berbahaya akan menjadi sangat berbahaya bahkan dapat menimbulkan kematian. Salah satu kota di Jawa Barat yang sangat tinggi warganya beresiko tertular HIV/AIDS adalah kota Tasikmalaya dikarenakan letak kota Tasikmalaya itu sendiri yang berdekatan dengan kota Bandung dan menjadi jalur penghubung antara Provinsi Jawa Barat dengan Jawa Tengah, sehingga sering dijadikan kota persinggahan untuk beristirahat. Menurut laporan sampai bulan Maret 2009 sedikitnya 12.960 warga Kota Tasikmalaya berisiko tinggi tertular HIV/AIDS, yang berasal dari PSK (Penjaja Seks Komersil) sebanyak 610 orang, 8.410 orang pelanggan PSK, dan 900 pengguna narkoba suntik. Tingginya kasus HIV/AIDS di Kota Tasikmalaya menyebabkan daerah ini masuk ke dalam 100 kabupaten dan kota yang menjadi sorotan nasional dalam hal penularan penyakit HIV/AIDS (Sekretaris Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Tasikmalaya, Hasni Mukti). Di kota Tasikmalaya itu sendiri sudah terdapat tempat layanan terkait penyakit HIV/AIDS, yaitu Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tasikmalaya dan LSM YAKIN (Yayasan Akses Indonesia).YAKIN mempunyai 837 orang PENASUN yang mereka dampingi, dan 60 orang diantaranya positif HIV/AIDS.
91
92 |
Eni Nuraeni Nugrahawati, et al.
YAKIN melaksanakan program Harm Reduction dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) HIV/AIDS. Dampak AIDS tidak hanya terkait dengan masalah medis, tetapi juga psikologis, sosial dan ekonomi. Adanya stigma dari masyarakat bahwa HIV/AIDS adalah penyakit yang sangat menular, tidak dapat diobati, penyakit yang selalu berkaitan dengan perilaku yang tidak benar (seks bebas & narkoba) akan menimbulkan masalah-masalah psikososial yang rumit. Diskriminasi dan stigmatisasi pada ODHA, 30% dilakukan oleh petugas kesehatan seperti perawat dan dokter. Sementara 70% sisanya dilakukan oleh pihak instansi dan organisasi pemerintahan serta masyarakat tertentu (Sofyan dalam www.kompas.com). Diskriminasi itu disebabkan oleh ketidaktahuan, ketakutan berlebihan dan solidaritas yang menipis di masyarakat. Seorang konselor HIV/AIDS di YAKIN mengungkapkan, bahwa kebutuhan utama ODHA adalah dukungan dari orang-orang terdekat, seperti keluarga. Keluarga yang mampu menerima kondisi ODHA, yang terus mendampingi pada masa sulit, mengantar berobat ke dokter, membantu mencari dan memberi informasi tentang penyakit HIV/AIDS, dapat membuat ODHA merasa dihargai dan hidupnya menjadi lebih berarti. Dengan keadaan seperti itu diharapkan ODHA bersedia dan mampu menjalani pola hidup yang lebih sehat, serta tidak menyebarkan HIV kepada orang lain. Sementara itu ada beberapa ODHA yang merasa hidupnya sudah tidak berharga lagi karena merasa gagal terhadap apa yang telah dilakukan pada masa lalu. Mereka selalu merasa sedih dan mengaku tidak puas dengan keadaannya yang terinfeksi HIV/AIDS, sehingga mereka berperilaku yang tidak sehat yakni masih mengkonsumsi narkoba dan tidak mau berobat. Pada kasus yang parah bahkan ada ODHA yang berniat bunuh diri karena merasa tidak mempunyai harapan dan kemampuan apa-apa setelah terinfeksi virus HIV/AIDS. Perilaku tersebut merupakan ciri-ciri self-esteem rendah padahal keluarga mereka merasa sudah memberikan bantuan dan dukungan terhadap ODHA tersebut. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara dukungan keluarga dengan self-esteem pada ODHA. Sampel penelitiannya ODHA yang dirawat di Yayasan Akes Indonesia Tasikmalaya dengan kriteria usia 20-29 tahun, karena jumlah ODHA terbanyak berada pada kelompok usia 20-29 tahun dan memiliki latar belakang pendidikan minimal lulus SMU. Alat ukur dukungan keluarga berdasarkan teori dukungan sosial yang dikemukakan oleh Sarafino (1994). Sedangkan self-esteem diukur dengan kuesioner yang diadaptasi dari Self-Esteem Scale (SES) dari Rosenberg (1965). Perhitungan statistik menggunakan teknik korelasi rank Spearman.
2.
Pembahasan
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh korelasi sebesar rs = 0,691. Nilai tersebut menurut tabel Guilford (Subino, 1987:115) termasuk ke dalam kriteria derajat korelasi sedang. Artinya terdapat hubungan yang cukup erat antara dukungan keluarga dengan self-esteempada ODHA di YAKIN Tasikmalaya. Selain itu berdasarkan hasil perhitungan median dukungan keluarga diperoleh bahwa 7 orang atau 35,00% ODHA memiliki dukungan keluarga yang tinggi dan sebanyak 13 orang atau 65,00% ODHA memiliki dukungan keluarga yang rendah. Hasil perhitungan lengkapnya dikemukakan dalam tabel-tabel berikut:
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan “Self Esteem” pada ODHA di Yayasan Akses Indonesia ...
| 93
Tabel 2.1 Korelasi rank Spearman antara Aspek-aspek Dukungan Keluarga denganSelf Esteem pada ODHA di YAKIN Tasikmalaya Aspek
rs
Dukungan Emosi
0,761
Dukungan Penghargaan
0,759
Dukungan Instrumental
0,670
Dukungan Informasi
0,676
Dukungan Jaringan
0,667
Tabel 2.2 Tabel Perhitungan Median Aspek-aspek Variabel Dukungan Keluarga Tinggi
Rendah
Nilai
Aspek F
%
F
%
Median
Dukungan Emosi
7
35,00
13
65,00
26
Dukungan Penghargaan
7
35,00
13
65,00
22
Dukungan Instrumental
8
40,00
12
60,00
12
Dukungan Informasi
8
40,00
12
60,00
18
Dukungan Jaringan
8
40,00
12
60,00
14
Tabel 2.3 Frekuensi dan Prosentase Dukungan Keluarga dengan Self Esteem pada ODHA di YAKIN Tasikmalaya
Self Esteem (Y)
Rendah
Dukungan Keluarga (X) Tinggi
Total
F
%
F
%
F
%
Rendah Tinggi
10
50,00
2
10,00
12
60,00
3
15,00
5
25,00
8
40,00
Total
13
65,00
7
35,00
20
100
ISSN 2089-3590 | Vol 2, No.1, Th, 2011
94 |
Eni Nuraeni Nugrahawati, et al.
Tabel 2.4 Frekuensi dan Prosentase Orang yang Paling Berarti dalam Kehidupan ODHA Nama
F
%
Keluarga Teman atau Sahabat
15
75,00
3
15,00
Pacar
2
10,00
Total
20
100
Tabel 2.5 Frekuensi dan Prosentase Bentuk Dukungan yang diharapkan ODHA Bentuk Dukungan
F
%
Perhatian, empati, berbagi perasaan dan merasa dihargai.
10
50
Moril berupa dukungan semangat untuk menjalani hidup.
4
20
Akses layanan kesehatan yang mudah
3
15
Materi
3
15
Meskipun terdapat hubungan antara dukungan keluarga dengan self-esteem, namun berdasarkan tabulasi silang terlihat bahwa dari 7 orang ODHA yang memiliki dukungan keluarga yang tinggi, masih terdapat 2 orang memiliki self-esteem yang rendah. Selain itu juga terlihat dari 13 orang ODHA yang memiliki dukungan keluarga yang rendah, terdapat 3 orang yang memiliki self-esteem yang tinggi. Berdasarkan data tambahan, 2 ODHA yang memiliki dukungan keluarga yang tinggi tapi masih memiliki self-esteem yang rendah dikarenakan orang yang dianggap paling berarti dalam kehidupannya bukanlah keluarga, melainkan 1 orang ODHA menjawab teman/sahabat dan 1 orang ODHA lainnya menjawab pacarnya. Begitu pula sebaliknya, 3 ODHA yang memiliki dukungan keluarga yang rendah tapi memiliki self-esteem yang tinggi dikarenakan orang yang dianggap paling berarti dalam kehidupannya adalah 2 orang ODHA menjawab teman/sahabat dan 1 orang ODHA lainnya menjawab pacar. Meskipun dukungan dari keluarganya rendah tapi ia mendapatkan dukungan yang tinggi dari orang-orang yang dianggap paling berarti atau significant person dalam kehidupannya. Ketika ODHA terkena HIV/AIDS, saat itu merupakan masa sulit yang harus dihadapi oleh ODHA. Sarafino, (1994) menyatakan bahwa selama menghadapi masa sulit, individu memerlukan dukungan sosial dari orang lain yang signifikan baginya. Self-esteem terbentuk melalui interaksi individu dengan orang lain. Interaksi yang positif dapat membangun kepercayaan individu mengenai keadaan dirinya, sehingga individu memiliki pandangan positif terhadap dirinya. Sebaliknya, interaksi yang negatif dapat membuat individu memandang dirinya dengan cara yang negatif.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan “Self Esteem” pada ODHA di Yayasan Akses Indonesia ...
| 95
Perhatian dan penghargaan yang diberikan orang lain, memberi efek positif dalam relasi manusia dengan lingkungannya (Cassel dalam Sarason, Sarason & Pierce, 1990). Cobb (dalam Sarason, Sarason & Pierce, 1990) menyatakan bahwa peranan utama dukungan sosial adalah memberikan informasi kepada individu, bahwa orang lain memberikan perhatian dan menghargainya. Perhatian dan penghargaan orang lain dapat menimbulkan keyakinan dalam diri individu, bahwa dirinya merupakan orang yang cukup berharga untuk diperhatikan dan dibutuhkan. Perasaan tersebut dapat mendorong seseorang untuk menjalankan perilaku yang lebih sehat (Sarafino, 1994). Sebagai lingkungan terdekat, keluarga menjadi bagian penting dalam menentukan proses reflected appraisal dan social comparison bagi individu. Informasi yang diperoleh seseorang dari individu lain dapat menjadi sumber referensi mengenai bagaimana orang lain memandang dirinya, dan bagaimana dirinya membandingkan dengan orang lain. Pada proses reflected appraisal dan social comparison ini, individu akan menginternalisasi informasi mengenai dirinya yang diperoleh dari orang lain. Informasi yang diterima akan diseleksi, sebagai bahan masukan bagi pembentukan selfesteem individu. Informasi atau referensi yang berasal dari orang yang memiliki hubungan dekat atau dapat dipercaya, akan lebih berpengaruh dibandingkan informasi dari tokoh lainnya. Tokoh ini biasa disebut sebagai significant person. Self-esteem dapat menjadi ‘sumber daya’ untuk menolong seseorang mengatasi masalah hidupnya. Bagi individu dengan self-esteem rendah, maka ia hanya memiliki sedikit ‘sumber daya’ tersebut. Ketika ancaman terhadap self-esteem muncul, individu dengan self-esteem rendah memiliki kesulitan untuk mengalihkan fokus pada dimensi lain yang dapat membuatnya lebih nyaman. Individu dengan self-esteem rendah cenderung lebih mudah merasa gagal karena merasa tidak yakin akan kemampuan yang dimilikinya. Dengan kata lainassessment of quality dan self-acceptance mereka rendah. Sementara itu individu dengan self-esteem tinggi, cenderung lebih mudah merasa bahagia, sehat, sukses dan produktif. Mereka dapat menangani tugas-tugasnya dan menjalankan pola hidup yang lebih sehat. Mereka juga lebih mudah menerima orang lain dan menerima keadaan dirinya serta tidak terlalu terganggu dengan tekanan yang berasal dari masyarakat. Dengan kata lainassessment of quality dan self-acceptance mereka tinggi. Berdasarkan perhitungan, aspekdukungan emosi dan dukungan penghargaan memiliki korelasi yang paling tinggi dengan self-esteemdibandingkan dengan aspek dukungan keluarga lainnya. Dukungan emosi dan dukungan penghargaan merupakan jenis dukungan yang paling dibutuhkan oleh ODHA, terlihat dari data tambahan yaitu 10 ODHA menuliskan bentuk dukungan seperti perhatian, empati, berbagi perasaan dan merasa dihargai adalah bentuk dukungan yang paling diharapkan atau diinginkan ODHA. Pada aspek dukungan jaringan memiliki korelasi yang paling rendah dengan self-esteempada ODHA di YAKIN Tasikmalaya.Sampel penelitian ini ODHA berusia 20-29 tahun. Kisaran usia ini tergolong ke dalam masa dewasa awal. Pada saat memasuki usia dewasa awal, individu dihadapkan pada berbagai peran baru di lingkungannya dan mempunyai nilai-nilai baru yang disesuaikan dengan tugas-tugas
ISSN 2089-3590 | Vol 2, No.1, Th, 2011
96 |
Eni Nuraeni Nugrahawati, et al.
barunya. Tugas masa dewasa awal dipusatkan pada harapan-harapan masyarakat seperti menjadi warga negara yang baik dan bergabung dalam suatu kelompok sosial yang cocok (Havighurst dalam Hurlock, 1980). Artinya, masa dewasa awal memiliki berbagai tugas dan kewajiban yang mengharuskan mereka menghabiskan waktunya bersama orang lain di luar lingkungan keluarganya. Faktor inilah yang mengakibatkan dukungan jaringan paling kecil korelasinya dibandingkan aspek lain dukungan keluarga.
3.
Penutup Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Terdapat korelasi yang cukup erat antara dukungan keluarga dengan self-esteempada ODHA di YAKIN Tasikmalaya. 2.
Aspek dukungan emosi dan dukungan penghargaanmemiliki korelasi paling tinggi dengan self-esteem yang berarti semakin tinggi dukungan keluarga aspek dukungan emosi dan dukungan penghargaan maka semakin tinggi self-esteem ODHA.
3. Keluarga bukan satu-satunya significant person bagi ODHA di YAKIN Tasikmalaya, masih ada teman/sahabat dan pacar yang menjadi significant person bagi mereka. Berikutnya beberapa saran yang diharapkan dapat memberikan masukan bagi ODHA, keluarga, YAKIN dan untuk penelitian lanjutan yaitu: 1.
Keluarga diharapkan lebih aktif dalam memberikan dukungan terhadap ODHA terutama dalam aspek dukungan emosi dan dukungan penghargaan. Bentuk dukungan bisa berupa perhatian, empati, berbagi perasaan dan menghargai ODHA, juga dukungan materi dan semangat untuk menjalani hidup. Harapannya agar ODHA memiliki kualitas dan penerimaan diri yang tinggi serta menjalankan perilaku yang lebih sehat.
2. ODHA sebaiknya mengikuti kelompok dampingan tertentu dan terus menjalin relasi dengan konselor. Harapannya agar ODHA tidak merasa sendiri, mempermudah akses informasi dan layanan kesehatan atau mengisi waktu luangnya dengan kegiatan yang positif. 3. Bagi pihak YAKIN lebih memantau ODHA agar dapat melakukan komunikasi dengan keluarga mengenai keinginan dan kebutuhan ODHA kemudian memberikan akses pelayanan kesehatan yang tepat, sehingga dapat mempermudah dan memberikan solusi yang tepat bagi ODHA. 4. Penelitian lanjutan mengenai dukungan teman/sahabat dan pacar yang dihubungkan dengan self-esteem pada ODHA di YAKIN Tasikmalaya.
4.
Daftar Pustaka
Sumber Dari Buku: Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian: Suatu Pengantar Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Branden, N. 1994. The Six Pillars of Self-Esteem.New York: Bantam.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora
Hubungan antara Dukungan Keluarga dengan “Self Esteem” pada ODHA di Yayasan Akses Indonesia ...
| 97
Brehm, S. S., & Kassin, S. M. 1996. Social Psychology. Third Edition. Boston: Houghton Mifflin Company. Burns, R. B. 1993. Konsep Diri: Teori, Pengukuran, Perkembangan, dan Perilaku. Jakarta: Arcan. Gunarsa, S. D. 2000. Asas-asas Psikologi Keluarga Idaman. Jakarta: PT BPK Gunung Mulia. Gunung, I. K,. dkk. 2005. Buku Pegangan Konselor HIV. Edisi 2. Denpasar: Yayasan Kerti Praja dan Burnet Indonesia. Hogg, M. A. 2003. Social Psychology: Volume IV. London: SAGE Publication. Hurlock, Elizabeth B. 1980. Psikologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan, alih bahasa Istiwadayanti. Jakarta : Erlangga. Hendriati, Agustini. 2006. Psikologi Perkembangan. Bandung : Refika Aditama Julianto, I. 2002. Jika Ia Anak Kita: AIDS dan Jurnalisme Empati. Jakrta: PT Kompas Media Nusantara. Kaplan, R. M., et al. 1993. Health and Human Behavior. New York: McGraw Hill. Ogden, J. 1996. Health Psychology: A Text Book. Buckingham: Open University Press. Saifuddin, Azwar. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Santrock, John W. 2003. Adolesecent. Jakarta : Gramedia Santrock, John W. 1996. Life Span Development Jilid 2. Jakarta : Gramedia Sarafino, E. P. 1994. Biopsychosocial interactions 2nd Edition. New York: Jhon Willey & Sons. Sarason, B. R., Sarason, I. G., & Pierce, G. R. 1990. Social Support: An Interactional View. New York: Jhon Wiley & Sons. Shaffer, David R. 1994. Social and Personality Development. Third Edition. California : Brooks/Cole Publishing Company. Siegel, Sidney. 1997. Statistik Non Parametik, Untuk Ilmu-ilmu Sosial, Cetakan ke-7 terjemahan. Jakarta : PT. Gramedia. Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung : Tarsito Suharsimi, Arikunto. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta. Tjokronegoro, A., Djoerban, Z., & Matondang, C. S. 1992. Seluk beluk AIDS yang Perlu Anda Ketahui. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Wiratha, I Made. 2006. Penyusunan Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi, dan Tesis. Yogyakarta : Andi Offset.
ISSN 2089-3590 | Vol 2, No.1, Th, 2011
98 |
Eni Nuraeni Nugrahawati, et al.
Sumber Dari Internet Blascovich & Tomaka. 1991. The Rosenberg Self-Esteem Scale Availaible at: www.bsos.umd.edu/socy/grad/socpsy/_Rosenberg.html (Diakses 20 Maret 2009) Flyn, H. K. 2003. Self Esteem Theory and Measurement: A Critical Review. Available at: www.thirdspace.ca/articles/kohlflyn.htm (Diakses 20 Maret 2009) Fredriksson, J., & Kanabus, A. 2005. HIV & AIDS: Stigma and Discrimination Available at: www.avert.org/aidsstigma.htm (Diakses 13 Februari 2009) Heartherton dan Polivy. 1991. Stability of Self-Esteem across the Life Span. Available at: www.psyweb2.ucdavis.edu/labs/robins/lab/stability.pdf (Diakses 20 Maret 2009). Hudson, D. B., Efek, S. M., & Campbell-Grossman, C. 2000. Adolescence: Deppression, Self-esteem, Loneliness, And Social Support Among Adolescent Mothers Participating In The New Parents Project. Available at: www.findarticles.com/p/articles/mi_m2248/is_139_35/ai_68535842 (Diakses 7 Mei 2009). MacArthur, J. D., & MacAthur, C.T. 2004. Self-Esteem: Research Network on Socioeconomic Status and Health. Available at: www.macses.ucsf.edu/Research/Psyhosocial/notebook/selfesteem.html (Diakses 25 Maret 2009). Reasoner, R. W. 2006. Extending Self-Esteem Theory and Research: A Summary. Available at: www.amazon.com (Diakses 25 Maret 2009). Sofyan, E. H. 2005. Terhadap ODHA: Petugas Kesehatan Paling Sering Diskriminatif. Available at: www.kompas.com (Diakses 26 Januari 2009). Tafarodi, R. W., & Milne, A. B. 2002. Decomponsing Global Self-Esteem. Journal of Personality, 70:4, Agustus 2002. Available at: www.psych.utoronto.ca/~tafarodi/papers/JOPO2.pdf(Diakses 20 Maret 2009). Wahyurini, C., & Purbaningsih, W. 2000. AIDS Kepedulian Kita. Available at: www.kompas.com (Diakses 26 Januari 2009.
Prosiding Seminar Nasional Penelitian dan PKM: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora