“HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN RELIGIUSITAS TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DI YAYASAN HIMMATA”
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh: MUHAMMAD IQBAL (106070002177)
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M
ii
HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN RELIGIUSITAS TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DI YAYASAN HIMMATA
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh: MUHAMMAD IQBAL NIM: 106070002177
Di Bawah Bimbingan :
Pembimbing I
Pembimbing II
Ikhwan Lutfi, M.Psi
Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi
NIP. 19730710 200501 1 006
NIP. 19810509 200901 2 012
FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432H/2011M i
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA SELF-ESTEEM DAN RELIGIUSITAS TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DI YAYASAN HIMMATA”, telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 6 Desember 2011
Sidang Munaqasyah Ketua/Dekan
Sekretaris/Pembantu Dekan
Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001
Anggota
Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si NIP. 19620724 198903 2 001
Dra. Diana Mutiah, M.Si NIP. 1967102 199603 2 001
Ikhwan Lutfi, M.Psi NIP. 19730710 200501 1 006
Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi NIP. 19810509 200901 2 012
ii
iv
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini Nama NIM
: Muhammad Iqbal : 106070002177
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA SELFESTEEM DAN RELIGIUSITAS TERHADAP RESILIENSI PADA REMAJA DI YAYASAN HIMMATA” adalah benar merupakan karya saya dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan karya tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini telah dicantumkan sumber pengutipannya dalam skripsi. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan undang-undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau ciplakan dari karya orang lain.
Demikian pernyataan ini diperbuat untuk dipergunakan seperlunya.
Jakarta, 29 November 2011 Yang Menyatakan,
Muhammad Iqbal NIM: 106070002177
iii
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO :
tbqçHs>÷ès? Ÿw óOçGYä. bÎ) Ì•ø.Ïe%!$# Ÿ@÷dr& (#þqè=t«ó¡sù “Maka bertanyalah kepada orang yang memiliki pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”. (An-Nahl: 43)
Persembahan: Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya, Bapak M. Syamsuddin dan Ibu D. Sholihati yang telah mendoakan, mendidik dan membentuk karakter saya hingga saat ini.
iv
vi
ABSTRAK
A) B) C) D)
Fakultas Psikologi November 2011 Muhammad Iqbal Hubungan Antara Self-Esteem dan Religiusitas Terhadap Resiliensi Pada Remaja di Yayasan HIMMATA E) xiv + 126 halaman + lampiran F) Persaingan dunia global saat ini, telah menciptakan kelompok masyarakat yang hidup dengan status sosioekonomi yang rendah, kaum miskin kota, kelompok marginal, anak jalanan, dan masyarakat yang hidup dalam keterbatasan. Dalam konteks remaja sebagai individu yang tengah dihadapkan pada pencarian jati diri dan status sebagai orang dewasa, hal tersebut menjadi suatu ancaman baru bagi perkembangan psikologis mereka, karena secara alami remaja mudah tertekan dengan beragam resiko (Goldstein, 2005). Data Badan Pusat Statistik (2010), menyebutkan terdapat 110.978.00 warga miskin yang hidup di kota, dan 19.925.600 warga miskin lainnya hidup di desa. Lalu data DEPSOS RI (2010), menyebutkan jumlah anak jalanan pada tahun 2008 sebanyak 109.454 jiwa. Remaja yang berhasil menghadapi tantangan-tantangan dan kesengsaraan adalah remaja yang mampu mengembangkan kerangka berpikir untuk menjadi resilient. Yaitu mereka yang mampu berkembang dengan baik (Gordon, 1993), adaptif dan tak terkalahkan (Werner & Smith, 1982), tidak mudah terserang (Garmezy, 1985), berhasil beradaptasi dengan keadaan yang merugikan (Norman, 2000), dan mereka yang mampu menghadapi, mengatasi, mempelajari, dan berubah melalui kesulitan-kesulitan yang tak terhindarkan (Grotberg, 2003). Untuk menjadi resilient atau memiliki resiliensi yang baik, banyak faktor yang menentukan, salahsatunya adalah self-esteem (perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup, dan perasaan tentang orang lain) dan religiusitas (daily spiritual experience, values, beliefs, forgiveness, private religious pratices, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, organizational religiousness). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan antara self-esteem dan religiusitas dengan resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA. HIMMATA atau Himpunan Pemerhati Masyarakat Marginal Kota) adalah sekolah bagi remaja dengan latar belakang sosioekonomi yang rendah (miskin), termasuk juga remaja yatim piatu, dan remaja yang menjadi anak jalanan. Sampel yang berjumlah 146 orang diambil dengan teknik simple random sampling dan diberikan angket untuk mengukur self-esteem, religiusitas dan resiliensi responden. Analisa data pada penelitian ini menggunkan metode Statistic Multiple Regression Analysis pada taraf signifikansi 0,05. v
vii
Hasil penelitian menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara self-esteem dan religiusitas dengan resiliensi pada remaja, dimana jika remaja memiliki self-esteem yang tinggi, maka resiliensinya akan tinggi pula, begitu juga dengan religiusitas. Sebaliknya, jika self-esteem dan religiusitas remaja rendah maka resiliensinya akan rendah pula. Pada pengujian dimensi masing-masing variabel dari self-esteem dan religiusitas sebagai variabel minor, menunjukkan bahwa hanya variabel daily spiritual experience, values, forgiveness, private religious practice, dan perasaan tentang diri sendiri yang signifikan terhadap resiliensi. Hasil penelitian juga menunjukkan proporsi varians dari resiliensi yang jelaskan oleh semua indepent variable adalah sebesar 53,8%, sedangkan 46,2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Hal yang perlu diperhatikan dalam penelitian adalah pengadministrasian alat ukur, serta sampel penelitian yang lebih representatif dan homogen. G) Bahan Bacaan: 33 Buku, 11 Jurnal, dan 2 Intenet. (1961-2011)
vi
viii
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, hidayah, dan pencerahan-Nya kepada peneliti, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini dengan kesungguhan dan kerja keras. Penelitian ini adalah manifestasi pemahaman peneliti atas studi Ilmu Psikologi yang telah dipelajari selama masa perkuliahan, khususnya studi Psikologi Sosial yang menjadi fokus kajian dalam penelitian ini. Penelitian ini diajukan sebagai prasyarat kelulusan pendidikan sarjana di Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti telah melibatkan banyak pihak yang secara langsung maupun tidak telah memberikan konstribusi nyata bagi peneliti dalam rangka mendapatkan hasil penelitian yang maksimal. Termasuk juga pelajaran dan hikmah baik selama penyusunan skripsi, maupun selama peneliti menghabiskan berkuliah di Fakultas Psikologi. Terimakasih yang sebesarbesarnya peneliti ucapkan kepada: 1. Kedua orang tua, yang selalu mendukung, membantu dan memberikan nasihat dengan sabar dan kerja keras selama peneliti menyelesaikan penelitian ini. Keempat saudaraku, t’Duha, Ismah, Jadid dan Fiah yang telah mendukung secara emosional selama peneliti mengerjakan skripsi dan umumnya selama masa perkuliahan. 2. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi UIN Jakarta, dan Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si, Pembantu Dekan I, beserta seluruh jajaran dekanat lainnya, yang secara totalitas dan kesungguhan telah memfasilitasi pendidikan kepada mahasiswa dalam rangka menciptakan lulusan-lulusan Fakultas Psikologi yang baik dan berkualitas. 3. Sitti Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi., selaku pembimbing akademik yang selalu membantu, mendukung, dan memberikan masukan kepada peneliti baik selama masa perkuliahan maupun selama peneliti melaksanakan penelitian. Terimakasih untuk support yang luar biasa. 4. Ikhwan Lutfi, M.Psi. dan Zulfa Indira Wahyuni, M.Psi, dosen pembimbing peneliti yang dengan kesabaran dan kesungguhan telah memberikan banyak saran dan kritik kepada peneliti selama masa penyusunan skripsi ini. Terimakasih telah meluangkan waktu yang begitu berharga untuk berdiskusi dan memberikan masukan. 5. Dosen-dosen peneliti, Mrs. Yunita, Mrs. Rena Latifa, Mr. Avicena, Mr Abdul Mujib, dan seluruh dosen di Fakultas Psikologi yang telah membimbing, memberikan masukan, dan bertukar ide dengan peneliti selama penyusunan skripsi maupun masa perkuliahan. Terimakasih untuk dedikasi yang luar biasa, dosen-dosen yang mendidik dengan kejujuran
vii
ix
dan kesungguhan, dosen-dosen yang mengatakan tahu jika mengetahui, dan tidak tahu jika tidak mengetahui. Terimakasih. 6. Pak Sarkono, kepala Yayasan HIMMATA, terimakasih telah memberikan izin dan memfasilitasi peneliti selama peneliti melaksanakan penelitian di Yayasan HIMMATA. 7. Roni, pengajar di Yayasan HIMMATA yang telah banyak membantu dan memfasilitasi peneliti selama masa penelitian, khususnya selama masa pengambilan data di Yayasan HIMMATA. Terimakasih untuk kemurahan hati dan keikhlasannya membantu peneliti mendapatkan banyak pengalaman dan pelajaran berharga selama berada di HIMMATA. 8. Para responden peneliti di Yayasan HIMMATA, siswa/I SMP dan SMA yang telah bersedia memberikan informasi dan mengisi angket penelitian sehingga peneliti dapat melaksanakan penelitian ini dengan hasil yang maksimal. Terimakasih untuk pelajaran berarti yang peneliti dapatkan. Kalian telah menunjukkan bagaimana menjadi individu yang resilient ditengah keterbatasan dan kesulitan hidup. 9. Adiyo dan ka Via, sahabat peneliti yang telah banyak membantu peneliti dalam pengolahan dan analisa data selama penyusunan Bab 3-5. Terimakasih untuk kesungguhan dan kesediaannya sob. 10. Terakhir, terimakasih untuk kawan-kawan seperjuangan yang telah banyak mendukung dan memberikan masukan baik selama penyusunan skripsi ini maupun selama masa perkuliahan, Kharubi, Ade, agan Reza, agan Dimas, agan Vita, Hani Istifa, Firanti, Cut, dan Tsauroh. Penelitian ini tidak akan berarti tanpa kehadiran dan kontribusi dari seluruh pihak yang telah peneliti sebutkan di atas. Peneliti sangat berharap penelitian ini dapat menjadi inspirasi bagi banyak orang dan bisa memberi manfaat bagi siapa saja yang membaca, serta menjadi kontribusi nyata sebagai wacana baru dalam diskursus kajian Ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Sosial. Peneliti juga berharap siapapun yang membaca penelitian ini dapat memberikan masukan dan kritik yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan di masa yang akan datang. Amin.
Jakarta, 29 November 2011
Peneliti
viii
x
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL .................................................................................. i HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. ii HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iv MOTTO DAN PERSEMBAHAN ............................................................. v ABSTRAK .................................................................................................. vi KATA PENGANTAR ................................................................................ vii DAFTAR ISI ............................................................................................... x DAFTAR TABEL ...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xv
BAB 1
PENDAHULUAN ..................................................................... 1-16 1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................... 1 1.2 Perumusan dan Pembatasan Masalah .................................. 12 1.2.1 Perumusan Masalah .................................................... 12 1.2.2 Pembatasan Masalah ................................................... 13 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................. 14 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 14 1.5 Sistematika Penulisan ........................................................... 16
BAB 2
KAJIAN TEORITIS ................................................................ 17-70 2.1 Resiliensi .............................................................................. 17 2.1.1 Pengertian Resiliensi ................................................... 17 2.1.2 Protective Factors dan Risk Factors ........................... 24
ix
xi
2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi ............ 27 2.1.4 Karakteristik Resiliensi ............................................... 33 2.2 Self-Esteem .......................................................................... 38 2.2.1 Pengertian Self-Esteem ............................................... 38 2.2.2 Dimensi-Dimensi Self-Esteem .................................... 42 2.3 Religiusitas ........................................................................... 46 2.3.1 Pengertian Religiusitas ................................................ 46 2.3.2 Dimensi-Dimensi Religiusitas .................................... 48 2.4 Remaja .................................................................................. 54 2.4.1 Pengertian Remaja ...................................................... 54 2.4.2 Resiliensi pada Remaja ............................................... 56 2.4.3 Self-Esteem pada Remaja ........................................... 58 2.4.4 Religiusitas pada Remaja ............................................ 60 2.5 Kerangka Berpikir ................................................................ 62 2.6 Hipotesis Penelitian .............................................................. 67
BAB 3
METODE PENELITIAN ....................................................... 71-92 3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian ...................................... 71 3.2 Variabel Penelitian ............................................................... 72 3.2.1 Definisi Konseptual ..................................................... 72 3.2.2 Definisi Operasional .................................................... 73 3.3 Pengambilan Sampel ............................................................ 74 3.3.1 Populasi dan Sampel ................................................... 74 3.3.2 Teknik Pengambilan Sampel ....................................... 74 3.4 Pengumpulan Data ............................................................... 75 x
xii
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data .......................................... 75 3.4.2 Instrumen Penelitian .................................................... 76 3.4.3 Uji Validitas Alat Ukur ............................................... 78 3.4.3.1 Uji Validitas Skala Resiliensi ......................... 79 3.4.3.2 Uji Validitas Skala Religiusitas ...................... 82 3.4.3.3 Uji Validitas Skala Self-Etsem ........................ 86 3.5 Analisa Data ......................................................................... 89 3.6 Prosedur Penelitian ............................................................... 91
BAB 4 HASIL PENELITIAN .................................................................... 93-110 4.1 Analisis Deskriptif ............................................................... 93 4.2 Uji Hipotesis Penelitian ........................................................ 99 4.2.1 Analisis Korelasional Variabel Penelitian .................. 99 4.2.2 Analisis Regresi Variabel Penelitian ........................... 100 4.2.3 Pengujian Proporsi Varians Independent Variable ..... 105
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN ................................... 111-120 5.1 Kesimpulan .......................................................................... 111 5.2 Diskusi ................................................................................. 112 5.3 Saran ..................................................................................... 117 5.3.1 Saran Metodologis ...................................................... 118 5.3.2 Saran Praktis ............................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 121-126 LAMPIRAN
xi
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Karakteristik Remaja di Yayasan HIMMATA
Tabel 1.2
Alasan Pentingnya Penelitian Resiliensi
Tabel 2.1.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Menurut Wagnid dan Young
Tabel 2.2
Perbedaan Karakteristik Resilient dan Vulnerability
Tabel 3.1
Skor untuk Setiap Pernyataan Pada Skala
Tabel 3.2
Blue Print Skala Self-Esteem
Tabel 3.3
Blue Print Skala Religiusitas
Tabel 3.4
Blue Print Skala Resiliensi
Tabel 3.5
Muatan Faktor Item Resiliensi
Tabel 3.6
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran dari Item Resiliensi
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Religiusitas
Tabel 3.8
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran dari Item Religiusitas
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Self-Esteem
Tabel 3.10
Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran dari Item SelfEsteem
Tabel 4.1
Distribusi Populasi Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.2
Distribusi Resiliensi Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 4.3
Distribusi Populasi Berdasarkan Usia
xii
xiv
Tabel 4.4
Distribusi Resiliensi Berdasarkan Usia
Tabel 4.5
Signifikansi Perolehan Mean Berdasarkan Usia
Tabel 4.6
Distribusi Populasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.7
Distribusi Resiliensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.8
Signifikansi Perolehan Mean Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 4.9
Perolehan Skor Variabel Secara Kategorik
Tabel 4.10
Matriks Korelasi Antar Variabel
Tabel 4.11
Tabel Anova
Tabel 4.12
Tabel R Square
Tabel 4.13
Tabel Proporsi Varians Self-Esteem terhadap Resiliensi
Tabel 4.14
Tabel Proporsi Varians Religiusitas terhadap Resiliensi
Tabel 4.15
Tabel Koefisien Regresi
Tabel 4.16
Penghitungan Proporsi Varians Resiliensi
Tabel 4.17
Residual Plot Resiliensi
xii
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Item-item Skala Variabel Penelitian
Lampiran 2
Angket Penelitian
Lampiran 3
Skor-skor Variabel Resiliensi
Lampiran 4
Skor-skor Variabel Religiusitas
Lampiran 5
Skor-skor Variabel Self-Esteem
Lampiran 6
Gambar Analisis Konfirmatorik Resiliensi
Lampiran 7
Gambar Analisis Konfirmatorik Religiusitas
Lampiran 8
Gambar Analisis Konfirmatorik Self-Esteem
xiv
BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian tentang resiliensi, tujuan dan manfaat penelitian, dan pembatasan masalah serta sistematika penulisan.
1.1. Latar Belakang Masalah Dalam menghadapi persaingan dunia global saat ini, dan di antara perkembangan teknologi yang pesat, telah menciptakan kelompok masyarakat yang hidup dengan kondisi sosioekonomi yang rendah, kaum miskin kota, kelompok-kelompok marginal, anak jalanan, dan masyarakat yang hidup dalam keterbatasan. Dalam konteks remaja, dimana menurut Beyth, Marom & Fischoff (dalam Diclemente, Santelli, & Crosby, 2009), Remaja adalah suatu periode kehidupan yang ditandai dengan perubahan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang terjadi secara cepat. Secara normatif perkembangan remaja ditunjukkan dengan meningkatnya kemandirian, perubahan dalam hubungan keluarga, prioritas hubungan dengan teman sebaya, pembentukan identitas, meningkatnya kesadaran moral dan nilai, kematangan kognitif, dan semua yang berangkat dari perubahan fisiologis yang cepat. Namun dalam pertumbuhan positif yang sangat pesat tersebut, masa perkembangan remaja juga membawa peningkatan
eksplorasi
dan
perilaku
membahayakan.
1
mengambil
resiko
yang
2
Secara alami remaja menjadi mudah tertekan dengan beragam resiko yang mengancam perkembangan psikologis mereka. Bahkan dewasa ini tidak ada seorang anak pun yang terbebas dari tekanan, perubahan yang terjadi secara cepat dan lingkungan yang memberi pengaruh stress telah menciptakan resiko baru bagi anak-anak dan remaja (Goldstein, Brooks, 2005). Adriana Feder (dalam Reich, Zautra & Hall, 2010) juga menyatakan bahwa kebanyakan orang sangat rentan terhadap kejadian traumatis dalam kehidupan mereka, dan sebagian besar lainnya memikul beban stres secara persisten sepanjang waktu. Menurut Schilling, Aseltine & Gore (dalam Reich, et.al., 2010), terdapat hubungan yang nyata antara kondisi kesehatan psikologis yang dialami remaja berusia antara 18-22 tahun secara partikular dengan kemunduran dalam kondisi sosioekonomi, dimana remaja dalam kondisi sosioekonomi yang rendah akan mudah menghadapi masalah-masalah psikologis. Hal ini menggambarkan bahwa remaja yang menghadapi tekanan baik karena kondisi sosioekonomi yang rendah, lingkungan, maupun sikap diskriminasi atau remaja yang berada dalam kesenjangan sosial, akan menghadapi ancaman serius dalam tahap perkembangan yang sedang dijalani. Salah satu kelompok remaja yang memiliki resiko tinggi dalam tahap perkembangan tersebut adalah remaja yang bersekolah di Yayasan HIMMATA, Plumpang, Jakarta Utara, dimana secara umum remaja yang bersekolah di yayasan ini adalah remaja dengan latar belakang keluarga dengan status sosioekonomi yang rendah (miskin).
HIMMATA atau Himpunan Pemerhati
Masyarakat Marginal Kota, adalah yayasan yang berdiri pada 24 Agustus 2000
3
dengan tujuan memberikan pendidikan yang layak dan setara dengan lembaga pendidikan lainnya bagi remaja berusia antara 12-21 tahun dengan latar belakang keluarga tidak mampu, remaja yatim piatu atau ditinggalkan orang tua, dan remaja yang hidup atau tinggal di jalanan. Seperti pada kebanyakan yayasan sosial lainnya, Yayasan HIMMATA tumbuh dan berkembang dari swadaya masyarakat dan donatur, termasuk pemerintah. Oleh karenanya setiap remaja yang bersekolah di yayasan ini tidak dipungut biaya sama sekali, dengan syarat mereka berasal dari keluarga miskin (dibuktikan dengan surat keterangan miskin dari RT, RW, dan kelurahan di mana mereka tinggal). Latar belakang geografis dan sosiologis masyarakat Jakarta Utara yang perkembangannya tidak sebaik di Jakarta Selatan maupun Jakarta Pusat, dimana masyarakat marginal kota di Jakarta Utara menjadi sangat ketara dan kental dengan potret sosial kemiskinan, menjadikan yayasan seperti HIMMATA strategis bagi perkembangan pendidikan dan sosial masyarakat miskin kota. Program pendidikan yang disediakan oleh HIMMATA adalah program pendidikan paket C bagi SMP dan SMA, walaupun para siswa di yayasan ini tidak dipungut biaya sama sekali sampai mereka lulus tahap ahkir Sekolah Menengah Atas (SMA), namun kurikulum dan sistem pendidikan yang diterapkan sama dengan
penyelenggaran
sekolah
pada
umumnya,
termasuk
program
ekstrakulikuler seperti marawis, futsal dan lain-lain. Sebagai nilai tambah yang ada pada yayasan ini adalah program yang berkaitan dengan peningkatan keberagamaan siswa, yaitu seluruh siswa diwajibkan untuk mengikuti shalat
4
berjamaah di mushola jika waktu shalat telah tiba, diikuti dengan berdo’a dan dzikir bersama. Remaja dengan latar belakang keluarga tidak mampu, ditinggalkan orang tua (yatim piatu), dan remaja yang tinggal di pemukiman yang kurang layak, serta hidup di jalanan seperti yang terdapat di Yayasan HIMMATA, secara alami menurut Goldstein dan Brooks (2005), menjadi mudah tertekan dengan beragam resiko yang mengancam perkembangan psikologis mereka. Tetapi Goldstein dan Brooks (2005), menekankan bahwa yang menjadi keyakinan adalah setiap individu (remaja) mampu mengembangkan kerangka berpikir untuk menjadi resilient. Mereka akan mampu mengurai stress dan tekanan secara lebih efektif, mampu mengatasi setiap tantangan, mampu kembali dari kekecewaan, kesengsaraan dan trauma, mengembangkan tujuan yang jelas dan realistis, mampu memecahkan masalah, dan mampu berhubungan dengan orang lain secara nyaman, serta mampu menyikapi dirinya dan orang lain dengan penghargaan. Individu yang resilient sebagaimana dipaparkan di atas adalah individu yang memiliki resiliensi yang baik, dimana resiliensi menurut Gordon, 1993 (dalam Gordon & Other, 1994), didefinisikan sebagai kemampuan untuk berkembang dengan baik, matang dan bertambahnya kompetensi dalam menghadapi keadaan-keadaan dan rintangan-rintangan yang sulit. Dalam rangka untuk berkembang dengan baik, matang dan bertambahnya kompetensi tersebut, seseorang harus menerapkannya pada semua sumber daya mereka; biologis, psikologis, dan lingkungan.
5
Sementara menurut Ruther (dalam Mccubbin, 2001), resiliensi adalah suatu hasil yang positif (dari proses adaptasi) dalam menghadapi kesengsaraan seperti kemiskinan. Maka individu yang resilient adalah mereka yang adaptif; tak terkalahkan dan tidak mudah terserang. Menurut Luthar (dalam MacDermid, Samper, Schwarz, Nishida & Nyaronga, 2008), resiliensi didefinisikan sebagai suatu fenomena atau proses yang secara relatif mencerminkan adaptasi positif saat mengalami ancaman atau trauma yang signifikan. Resiliensi adalah konstruk yang lebih tinggi yang menggolongkan dua dimensi yang berbeda, yaitu; ancaman yang signifikan dan adaptasi positif, dan ini tidak pernah secara langsung diukur, melainkan secara tidak langsung dapat disimpulkan berdasarkan bukti dua penggolongan konstruk tersebut. Werner & Smith (dalam Diclemente, et.al., 2009) menjelaskan bahwa penelitian tentang resiliensi baru dimulai pada tahun 1954 ketika Emmy Werner menerbitkan hasil penelitian tentang resiliensi yang melibatkan sekelompok remaja yang lahir di pulau Kauai, Hawaii selama hampir 5 dekade. Werner memulai penelitiannya dengan sebuah pertanyaan sederhana: “Why some children did well socially and emotionally in the face of adversity?” Kemudian pada awal tahun 1950an terdapat sejumlah penelitian yang dilakukan untuk bertujuan menjawab pertanyaan serupa yang diajukan oleh Werner. Salah satunya adalah penelitian yang dilakukan oleh Norman Garmezy, dimana ia membangun kerangka berpikir penelitian dengan sebuah pertanyaan sederhana,
6
“What causes strength to overcome what causes harm?” Pada intinya, penelitian tentang resiliensi fokus pada pertanyaan mengapa seseorang yang hidup dalam kesengsaraan dan tekanan dapat kembali sehat, sementara yang lain tidak. Penelitian resiliensi menurut Cutuli & Masten (dalam Lopez, 2009) kemudian berkembang sebagai penelitian pada individu yang memiliki resiko atas masalah perkembangan, termasuk anak-anak yang memiliki resiko karena latar belakang keluarga mereka (seperti, memiliki orang tua dengan beberapa gangguan mental), dan pengalaman hidup (seperti, kemiskinan atau kekerasan lingkungan). Sementara para peneliti lain yang mengembangkan resiliensi pada tahun 1970an dan 1980an, yaitu Lois Murphy, Michael Rutter, dan Garmezy, mereka menilai pentingnya perkembangan positif yang tidak diduga-duga dan mulai mencari penjelasan atas resiliensi. Dari permulaan tersebut, para pelopor teori resiliensi memiliki tujuan untuk memperoleh pengetahuan untuk mengembangkan hasil yang lebih baik diantara individu-individu dengan resiko tinggi pada permasalahan hidup (Cutuli & Masten dalam Lopez, 2009). Penelitian resiliensi lebih banyak dikembangkan pada anak-anak dan remaja, karena anak-anak dan remaja adalah populasi utama dimana resiliensi terjadi pada rentang waktu tersebut (Ahern et al., dalam Resnick, Gwyther & Roberto, 2011). Goldstein & Brooks (2005) dalam Handbook of Resilience in Children, menjelaskan bahwa resiliensi mengurangi tingkat faktor-faktor resiko (risk factors), dan meningkatkan level faktor-faktor pelindung (protective factors), Baik secara langsung maupun tidak, resiliensi mengurangi timbulnya kondisi
7
mudah terserang (vulnerabilities) dan meningkatkan kompetensi dan kekuatan individu dalam menghadapi tantangan dan kesulitan, Merubah derajat kondisi faktor resiko dan faktor pelindung yang muncul untuk dihubungkan dengan kelemahan dan kekuatan individu untuk melawan serangan dari gangguan dan untuk menghasilkan resiliensi dalam menghadapi tantangan yang serius. Alasan lainnya dikemukakan oleh Benard, Burgoa dan Wheldon (dalam Goldstein dan Brooks, 2005), bahwa penelitian resiliensi penting dalam rangka membangun
komunitas
yang mendukung
pada pengembangan
manusia
berdasarkan pada hubungan saling membantu, juga menunjukkan remaja pada kebutuhan akan stabilitas psikologis dan rasa memiliki, dan penelitian resiliensi penting karena resiliensi telah lama dikenal oleh para peneliti psikologi dan menjadi konstribusi yang baik bagi psikologi, serta karena resiliensi mengarah pada kebijaksanaan hati dan intuisi sebagai panduan bagi intervensi klinis, Menurut Masten dan Coatsworth (dalam Goldstein & Brooks, 2005) ada dua hal utama yang perlu diperhatikan dalam mempelajari resiliensi. Pertama, adanya ancaman yang signifikan. Seseorang tidak dapat dikatakan sebagai individu yang resilient jika ia tidak menghadapi ancaman atau kesengsaraan yang signifikan yang mengancam perkembangan psikologisnya. Kedua, hasil yang baik. Yaitu seseorang dikatakan resilient jika ia berhasil menghadapi ancaman atau kesengsaraan dengan baik. Resiliensi sendiri saat ini telah menjadi payung istilah untuk mencakupi banyak perbedaan aspek individu dalam menghadapi kesulitan (adversity) (McCubbin, 2001). Wolin & Wolin (dalam Waxman, Gray, & Padron, 2003),
8
menjelaskan bahwa istilah “resiliensi” telah diadopsi sebagai pengganti dari istilah sebelumnya yang digunakan untuk mendeskripsikan fenomena (seperti kondisi tidak mudah terancam, tak terkalahkan, dan ketabahan), karena usaha pengenalan istilah ini melibatkan proses individu untuk menjadi resilient. Istilah resiliensi secara umum merujuk pada faktor-faktor yang membatasi perilaku negatif yang dihubungkan dengan stress dan hasil yang adaptif meskipun dihadapkan dengan kemalangan atau kesengsaraan”. (Waxman, et.al. 2003). Maka resiliensi terkait sangat erat dengan stress, dan keduanya adalah konstruk yang tidak dapat dipisahkan, karena resiliensi hanya bisa dijelaskan ketika ada kondisi kesengsaraan/tekanan yang dihadapi seseorang, sementara kondisi kesengsaraan atau tekanan tersebut memicu stress; dan manajemen stres yang mengarah pada adaptasi yang positif adalah resiliensi (Blum & Blum, dalam Diclemente, Santelli & Crosby, 2009).
Sementara itu, kesengsaraan atau tekanan yang dihadapi individu bisa beragam bentuknya, diantaranya adalah individu yang mengalami masalah medis (Brown & Harris dalam Goldstein & Brooks, 2005), keluarga yang memiliki resiko (Beardslee, Beardslee & Podorefsky, Hammen, Worsham, Compas, & Ey, dalam Goldstein & Brooks, 2005), masalah-masalah psikologis (Hammen dalam Goldstein & Brooks, 2005), orang tua yang bercerai (Sandler, Tein, & West, dalam Goldstein & Brooks, 2005), kehilangan atau ditinggalkan orang tua (Lutzke, Ayers, Sandler, & Barr, dalam Goldstein & Brooks, 2005), masalahmasalah yang terjadi di sekolah (Skinner & Wellborn dalam Goldstein & Brooks, 2005), dan kemiskinan (Furstenberg, dalam Goldstein & Brooks, 2005).
9
Faktor-faktor dalam skala yang luas seperti kondisi pasca perang atau bencana alam, dipastikan dapat menyebabkan stress, tetapi faktor yang lebih umum pada level makro adalah faktor-faktor seperti kemiskinan, diskriminasi, dan ketidakadilan (Cicchetti & Dawson, dalam Diclemente, et.al., 2009). Sebagai contoh, kemiskinan menurut Lerner & Steinberg (dalam Diclemente, et.al. 2009), menjadi faktor resiko yang signifikan bagi kehidupan
jutaan remaja, dimana faktor tersebut menetap sejak mereka kanak-kanak hingga remaja. Sementara menurut Furstenberg (Diclemente, et.al., 2009), kemiskinan pada remaja berkembang dari keadaan keluarga dan lingkungan sekitar yang miskin yang kemudian menjadi faktor resiko. Meskipun dampak kemiskinan lebih spesifik terjadi pada perkembangan masa kanak-kanak, tetapi kemiskinan menjadi salah satu faktor negatif yang paling signifikan bagi kondisi kesehatan mental dan fisik remaja. Sejumlah penelitian menunjukkan hubungan yang nyata antara kemiskinan dan permasalahan psikologis pada remaja, dan remaja yang tumbuh dalam kemiskinan memiliki resiko lebih tinggi menghadapi masalah-masalah psikologis. Para peneliti resiliensi yang terdiri dari psikolog dan psikiatri, selama tahun 1970-an telah mendapati fakta bahwa sejumlah anak-anak yang hidup dalam kondisi sosioekonomi yang rendah seperti kemiskinan, cenderung akan menghadapi hambatan dalam perkembangan psikologis (Garmezi, 1991; Murphy & Morarty, 1976; Rutter, 1979; Werner, 1995, dalam Reich, Zautra & Hall, 2010).
10
Berdasarkan data dari Kementrian Sosial Republik Indonesia (2011), pada tahun 2008 terdapat 6.767.159 warga miskin di Indonesia, hampir miskin sejumlah 7.561.831 dan warga yang sangat miskin sejumlah 2.989.038 jiwa. Sementara menurut data Badan Pusat Statistik (BPS, 2010) jumlah total penduduk miskin di Indonesia yang berada di kota sebanyak 11.097.800 jiwa, dan yang terdapat di desa sebanyak 19.925.600 jiwa. Lalu untuk data mengenai anak jalanan, jumlah anak jalanan berdasarkan data Departemen Sosial Republik Indonesia (2011), pada tahun 2007 terdapat 104.497 jiwa, dan pada tahun 2008 sebanyak 109.454 jiwa. Berdasarkan data tersebut, maka dapat dipahami bahwa masyarakat miskin Indonesia sangat memungkinkan untuk menjadi populasi sosial dalam penelitian terkait ketahanan psikologis yang tercakup dalam resiliensi, karena sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa kemiskinan memiliki resiko lebih tinggi menghadapi masalah-masalah psikologis. Dalam resiliensi, banyak faktor yang mempengaruhi, diantaranya adalah self-esteem dan religiusitas. Self-esteem menurut Santrock dalam Educational Psychology (2009), mengacu pada suatu gambaran menyeluruh dari individu. Selfesteem juga berarti harga diri (self-worth) atau gambaran diri (self-image). Sebagai contoh, seorang anak dengan self-esteem yang tinggi mungkin merasa bahwa dirinya bukan hanya seorang anak, melainkan seorang anak yang baik. Menurut Nicholson (dalam Guindon, 2010), self-esteem khususnya pada remaja, adalah prediktor yang paling signifikan bagi resiliensi. Burns dan Covington (dalam Owens, Stryker & Goodman, 2006), menjelaskan bahwa,
11
Self-esteem diargumentasikan sebagai pelindung individu dari pengaruh sakit dan mencegah dari berbagai macam permasalahan hidup. Dasar pemikiran ini mengasumsikan bahwa individu dengan self-esteem yang tinggi (yang berlawanan dengan individu dengan self-esteem yang rendah), memiliki sikap yang secara sosial lebih dapat diterima dan bertanggungjawab. Bagaimanapun individu tersebut menjadi lebih resilient dalam menghadapi perubahan dalam hidup, dan secara umum menunjukkan pencapaian yang lebih tinggi, dan pada akhirnya secara sosioemosional lebih baik. Sementara religiusitas (religiousness) adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama (meaning), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (values), meyakini ajaran agama (beliefs), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama secara pribadi (private religious practices), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan sesama penganut agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), komitmen
beragama
(commitment),
mengikuti
organisasi
atau
kegiatan
keagamaan (organizational religiousness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference) (dalam Fetzer, 2003). Pargament dan Cummings dalam “Handbook of Adult Resilience” (2010), menyatakan bahwa faktor resiliensi yang signifikan bagi banyak orang adalah religiusitas (religiousness). Para peneliti tersebut mengidentifikasi bagaimana religiusitas membantu banyak orang dalam menahan pengaruh krisis dalam hidup. Lebih dari sekedar suatu pendekatan dalam mereduksi agama, agama memiliki
12
pengaruh yang unik bagi resiliensi. (dalam Reich, 2010). Studi-studi empiris juga telah menunjukkan hubungan yang nyata antara kejadian stress dengan berbagai bentuk keterlibatan keberagamaan. (Bearon, Koeing, Bjorck, Cohen, Ellison, Taylor, Lindenthal et.al., dalam Lopez, 2003). Dari pemaparan beberapa faktor yang mempengaruhi resiliensi di atas, peneliti menggunakan self-esteem dan religiusitas sebagai faktor yang mempengaruhi resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA. Dimana penelitian kedua faktor tersebut akan diukur berdasarkan pada dimensi masing-masing variabel dan signifikansinya terhadap resilensi. Dengan asumsi bahwa jika selfesteem dan religiusitas remaja tinggi, maka resiliensi yang mereka miliki juga tinggi, yang artinya kemampuan beradaptasi remaja terhadap berbagai macam ancaman dan kesengsaraan juga tinggi. Maka melalui resiliensi ini akan terukur kemampuan adaptasi, kompetensi, perkembangan dan kematangan psikologis remaja di Yayasan HIMMATA dalam menghadapi berbagai macam ancaman dan tantangan hidup yang mereka hadapi.
1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah 1.2.1. Perumusan Masalah Berdasarkan apa yang telah dipaparkan sebelumnya, peneliti mengajukan perumusan masalah yang akan dijadikan dasar dalam penelitian dan pengumpulan data, yang dirumuskan sebagai berikut: Apakah ada hubungan antara self-esteem dan religiusitas terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA?
13
1.2.2. Pembatasan Masalah Kajian dalam penelitian ini dibatasi pada hal sebagai berikut: 1. Self-esteem adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita. Self-esteem juga berarti penilaian atas ‘harga diri’ kita sebagai manusia, berdasarkan pada persetujuan atau pengingkaran atas diri dan perilaku kita (Jerry Minchinton, 1993). 2. Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agama (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama secara pribadi (private religious
practice),
menggunakan
agama
sebagai
coping
(religious/spiritual coping), mendapat dukungan sesama penganut agama
(religious
support),
mengalami
sejarah
keberagamaan
(religious/spiritual history), dan mengikuti organisasi atau kegiatan keagamaan (organizational religiousness) (dalam John E. Fetzer, 2003). 3. Resiliensi (resilience) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari, atau berubah melalui kesulitan-kesulitan yang tak terhindarkan (Grotberg, 2003). 4.
Remaja yang dimaksud dalam penelitian ini adalah individu yang berusia antara 12 sampai 19 tahun yang sekolah di Yayasan HIMMATA.
14
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui hubungan antara self-esteem dan religiusitas terhadap resiliensi pada remaja.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat berupa: a)
Secara teoritik, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah Ilmu Psikologi khususnya Psikologi Sosial, dan menambah wawasan baru bagi pembaca tentang resiliensi pada remaja kaitannya dengan self esteem dan religiusitas.
b) Secara praktis, •
Bagi subjek: Penelitian ini diharapkan secara praktis akan bermanfaat dalam memberikan informasi dan pemahaman kepada remaja yang memiliki resiko tinggi terhadap ancaman psikologis, bahwa
tekanan
dan
ancaman
yang
diterima
tidak
akan
mempengaruhi kondisi psikologis mereka ketika self-esteem dan religiusitas masih tinggi. •
Bagi lembaga atau yayasan sosial: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi lembaga/yayasan sosial yang menaungi anak jalanan atau remaja yang memiliki resiko tinggi terhadap ancaman psikologis, bahwa pembinaan yang dilakukan dapat dilakukan melalui pendekatan resiliensi dimana anak perlu dididik untuk menjadi lebih resilient dalam menghadapi permasalahan
15
hidup yang dihadapi melalui peningkatan self-esteem dan religiusitas, (intervensi dengan pendekatan community based). •
Bagi orang tua: Diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman kepada orang tua yang memiliki remaja dengan tingkat resiko tinggi tentang resiliensi remaja yang dibangun melalui peningkatan self-esteem dan religiusitas. Orang tua diharapkan dapat menjadi lingkungan yang stabil dan kondusif bagi remaja, sehingga keluarga dapat mendukung perkembangan psikologis remaja dan melindunginya dari gangguan dan ancaman psikologis (family as protective factor).
•
Bagi praktisi klinis: Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan wawasan baru bagi para praktisi klinis sebagai panduan intervensi klinis tentang resilensi pada remaja, kaitannya dengan peningkatan self-esteem dan religiusitas individu.
•
Pemerintah: Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pemerintah dalam mengambil kebijakan terkait remaja yang memiliki resiko tinggi (remaja jalanan, atau remaja yang berada dalam
kemiskinan),
bahwa
pengambilan
kebijakan
dalam
menyikapi anak-anak atau remaja yang beresiko tinggi menghadapi ancaman psikologis, penting dilakukan dengan menggunakan pendekatan psikologi, yaitu bahwa kebijakan (pembinaan atau pengawasan) yang diterapkan akan berdampak pada psikologis
16
mereka. Dampak psikologis tersebut tergantung pada seberapa kuat resiliensi yang dimiliki oleh para remaja.
1.5. Sistematika Penulisan Untuk mempermudah dalam pembahasan tema yang diteliti, penulis membagi penelitian ini dalam 5 (lima) bab dengan sistematikan sebagai berikut: Bab 1 Pendahuluan, yang berisi latar belakang mengapa perlu dilakukan penelitian resiliensi, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, pembatasan masalah serta sistematikan penulisan. Bab 2 Landasan Teoritis, berisi teori yang menjelaskan masing-masing variabel dalam penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi, dimensi-dimensi pada tiap variabel, dan kerangka berpikir serta hipotesis penelitian. Bab 3 Metodologi Penelitian, membahas tentang pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian, yaitu definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel termasuk teknik pengambilan sampel, dan pengumpulan data serta analisis data. Bab 4 Hasil Penelitian, membahas mengenai hasil penelitian meliputi pengolahan statistik dan analisis terhadap data Bab 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran, berisi rangkuman keseluruhan isi penelitian, kesimpulan, diskusi dan saran.
17
BAB 2 KAJIAN TEORITIS
Pada bab ini akan dibahas teori yang menjelaskan masing-masing variabel dalam penelitian, faktor-faktor yang mempengaruhi, dimensi-dimensi pada tiap variabel, dan kerangka berpikir serta hipotesis penelitian.
1.1. Resiliensi 1.1.1. Pengertian Resiliensi Resiliensi telah menjadi salah satu konsep psikologi yang integratif dan heuristic yang muncul pada abad ke-21 dalam kajian ilmu sosial. Meskipun banyak terdapat variasi dalam definisi dan karakteristik, resiliensi muncul menjadi dua domain utama dalam arus berpikir manusia yang kemudian menjadi pokok dari arti konsep ini, yaitu: Pertama: sebagai respon atas stress, resiliensi fokus pada pemulihan (recovery), yaitu kemampuan untuk kembali dari kondisi stress, atau suatu kapasitas untuk mendapatkan kembali keseimbangan (equilibrium) secara cepat, serta mampu kembali pada kondisi kesehatan semula. Kedua: sebagai dimensi pokok yang sama, yaitu ketahanan, yang menyatakan keberlangsungan pertumbuhan dan peningkatan fungsi sebagai hasil reaksi kesehatan atas stress. (Reich et.al. 2010).
17
18
Sementara Waxman, Gray dan Padron (2003), menjelaskan bahwa dalam literatur psikologi, konsep resiliensi digunakan untuk menggambarkan tiga kategori pokok fenomena: Kategori pertama: mencakup kajian-kajian mengenai perbedaan individu dalam pemulihan pasca trauma. Kategori kedua: dibentuk untuk individu dari kelompok dengan resiko tinggi untuk memperoleh hasil yang lebih baik daripada hasil yang secara khusus diharapkan individu tersebut. Kategori ketiga: mengacu pada kemampuan individu untuk beradaptasi dalam kondisi stress. Lopez (2009), menjelaskan bahwa resiliensi secara umum mengacu pada adaptasi secara positif dalam konteks resiko (risk) dan kesengsaraan (adversity). Resiliensi adalah konsep yang luas yang menekankan pada fenomena yang luas, termasuk kapasitas sistem untuk menahan dan mengatasi tantangan-tantangan yang signifikan. Dalam perkembangan manusia, penelitian resiliensi fokus pada tiga situasi yang berbeda: a. Berfungsi selama mengalami kesengsaraan yang signifikan (stress resistance) b. Mengembalikan fungsi yang baik pada tingkat sebelumnya menyusul trauma yang beberapa kali mengganggu pengalaman (bouncing back) c. Mencapai tingkatan baru pada adaptasi yang normal atau positif ketika beberapa kondisi yang merugikan meningkat (normalization)
19
Sementara McCubbin (2001) menjelaskan, bahwa terdapat empat hal yang saling berhubungan tetapi memiliki perspektif yang berbeda dalam memahami resiliensi: a. Sebagai akibat (outcomes) atas kesengsaraan/ancaman b. Sebagai kompetensi yang menopang (sustained competence) saat terjadi stress c. Sebagai pemulihan (recovery) setelah trauma. d. Sebagai hubungan antara protective factors dan risk factors
Beberapa definisi resiliensi menurut beberapa tokoh: Menurut Grotberg (1996) dalam The International Resilience Project Findings from the Research and the Effectiveness of Interventions, “Resiliensi adalah kapasitas universal yang memungkinkan individu, kelompok atau komunitas untuk mencegah, meminimalisir atau mengatasi pengaruh merugikan atas kesengsaraan atau kesulitan. Masih menurut Grotberg (2003) dalam sumber berbeda, Resilience for today: Gaining strength from adversity, “Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari, atau berubah melalui kesulitankesulitan yang tak terhindarkan”. Luthar (dalam MacDermind et.al 2008), menyatakan bahwa resiliensi didefinisikan sebagai suatu fenomena atau proses yang secara relatif mencerminkan adaptasi positif meskipun saat mengalami ancaman atau trauma yang
signifikan.
Resiliensi
adalah
konstruk
yang
lebih
tinggi
yang
20
menggolongkan dua dimensi yang berbeda, yaitu; ancaman yang signifikan dan adaptasi positif, dan ini tidak pernah secara langsung diukur, melainkan secara tidak langsung dapat disimpulkan berdasarkan bukti dua penggolongan konstruk tersebut. Menurut Charney (dalam Reich et.al. 2010), konstruk resiliensi mengacu pada kemampuan individu untuk beradaptasi secara sukses dalam menghadapi stres akut, trauma, atau kesengsaraan yang kronis, untuk memperoleh kembali kesehatan psikologis dan keseimbangan fisiologis. Menurut Goldstein dan Brooks (2001), “Resiliensi adalah kekuatan dari dalam diri untuk berhadapan secara kompeten dan sukses, hari ke hari, dengan tantangan dan tuntutan yang mereka hadapi”. Menurut Luthar, Cicchetti dan Becker (dalam McCubbin, 2001), resiliensi mengacu pada sebuah proses dinamis yang mencakup adaptasi yang positif dalam konteks kesengsaran atau kemalangan. Wolin & Wolin’s (dalam Hooper, n.d), resiliensi adalah kemampuan mengatasi tantangan-tantangan yang signifikan dalam masa perkembangan dan secara konsisten dapat pulih kembali untuk menyelesaikan tugas-tugas perkembangan pada masa selanjutnya. Gordon (dalam Gordon & Other., 1994), resiliensi adalah: Kemampuan untuk berkembang dengan baik, matang dan bertambahnya kompetensi dalam menghadapi keadaan-keadaan dan rintangan yang sulit. Keadaan ini mungkin berat dan jarang atau kronis dan konsisten. Dalam rangka untuk berkembang dengan baik, matang dan bertambahnya kompetensi, seseorang harus menerapkannya pada semua sumber daya mereka; biologis, psikologis, dan lingkungan.
21
Gordon et.al., (1994), menjelaskan bahwa resiliensi adalah fenomena yang beraneka segi yang mencakup dua faktor: personal dan lingkungan. Berdasarkan kerangka tersebut, terdapat empat hal yang dapat menjelaskan resiliensi, yaitu: 1. Menghilangkan stressor 2. Memberikan jalan alternatif untuk sukses 3. Memutus rantai negatif dari kejadian 4. Meningkatkan self-esteem (self-concept). Wolin & Wolin (dalam Waxman, et.al. 2003), menjelaskan bahwa istilah “resilient” telah diadopsi sebagai pengganti dari istilah sebelumnya yang digunakan untuk mendeskripsikan fenomena (seperti kondisi tidak mudah terancam, tak terkalahkan, dan ketabahan), karena usaha pengenalan istilah ini melibatkan proses untuk menjadi resilient. Istilah resiliensi secara umum merujuk pada fator-faktor dan proses-proses yang membatasi perilaku negatif yang dihubungkan dengan stress dan hasil yang adaptif meskipun dalam kondisi kemalangan/kesengsaraan. Dalam Review of Research on Educational Resilience (2003), dijelaskan bahwa perbedaan di antara definisi-definisi resiliensi seringkali berakar pada pendekatan yang spesifik atau konteks dimana resiliensi dikaji (Waxman, et.al. 2003). Dan tantangan dalam menjabarkan konstruk resiliensi berhubungan dengan kondisi kritis itu sendiri yang dinamis (seperti: resiko atau kesengsaraan dan kompetensi atau adaptasi). Apa yang mungkin bisa dipertimbangkan adalah faktor-faktor resiko atau stressor pada masa kecil mungkin sangat berbeda dibandingkan dengan stressor yang dihadapi pada masa dewasa. Juga bagaimana
22
kemampuan mengatasi dan beradaptasi pada kondisi stress dapat berubah sepanjang waktu sebagai akumulasi dari pengalaman dan pengetahuan (Mc Cubbin, 2001). Cicchetti & Garmezy (1993), mencatat bahwa resiliensi tidak statis dan mungkin berubah sepanjang waktu. Oleh karena itu, aspek yang dinamis menjadikan resiliensi konstruk yang unik dibandingkan dengan konstruk yang lain, dan ini adalah tantangan yang besar. Maka untuk mendefinisikan resiliensi, seseorang perlu mempertimbangkan usia atau kapasitas psikologis yang mengembangkan keterampilan tertentu atau perilaku dalam mengatasi adversitas (dalam McCubbin, 20010). Kaufman, Cook, Arny, Jones & Pittinsky (1994), menyepakati bahwa mendefinisikan resiliensi adalah suatu permasalahan yang akan terus berkelanjutan. Oleh karenanya tidak mengherankan terjadi beragam pendapat dalam mendefinisikan konsep resiliensi. Hal ini bahkan dijabarkan lebih jauh dalam “Challenges to the Definition of Resilience” oleh
McCubbin (2001), tentang beberapa faktor
yang
mempengaruhi perbedaan dalam mendefinisikan resiliensi, yaitu: a. Pertama: Hubungan antara resiliensi dan faktor-faktor akibat (outcomes factors). Seperti:
Mendefinisikan
resiliensi
sebagai
variabel
penengah
(moderator variable) dalam menguji hubungan antara kesengsaraan dan akibat yang dimunculkan. b. Kedua: Perbedaan dalam konseptualisasi resiliensi sebagai seperangkat akibat (outcome) yang utama.
23
Seperti: Resiliensi didefinisikan sebagai pertambahan keterampilan sosial, perkembangan emosional atau pencapaian akademis. Atau outcome yang negatif yaitu penggunaan narkoba dan meningkatnya aktivitas seksual. c. Ketiga: Mendefinisikan dan mengoperasionalisasikan unsur resiliensi yang tampak untuk mempengaruhi akibat/hasil yang akan dimunculkan. Seperti: Variabel-variabel yang mempengaruhi keterampilan coping, sikap-sikap menghadapi rintangan, atau faktor-faktor lingkungan seperti dukungan keluarga dan keterlibtan komunitas. d. Keempat: Resiliensi dilihat sebagai sekelompok faktor-faktor resiko (risk factors) yang memberikan arti bagi respon manusia bertahan dan pulih kembali dari kesengsaraan, seperti: • Mengukur signifikansi kejadian dalam kehidupan seseorang. Contohnya, kelahiran anak, pernikahan (positif), atau kematian keluarga dan sakit (negatif) • Mengukur stress yang spesifik seperti bencana alam atau kejadian yang khusus seperti perceraian atau kehilangan keluarga. • Memperhatikan stress yang kronis atau stres yang beruntun dan konstelasi. Berdasarkan pemaparan beberapa definisi di atas, serta uraian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan dalam mendefinisikan konstruk resiliensi, penulis dapat menyimpulkan bahwa resiliensi adalah, “kemampuan individu untuk beradaptasi secara positif, berkembang dengan baik dan
24
kemampuan dalam mengatasi berbagai bentuk ancaman, tekanan dan kesulitan dalam hidup dalam rangka memperoleh keseimbangan psikologis.”
1.1.2. Protective Factors dan Risk Factors Dalam kajian resiliensi, terdapat dua istilah yang terkait erat dengan konstruk resiliensi, yaitu protective factors (faktor-faktor pencegah) dan risk factors (faktor-faktor resiko). Protective factors adalah faktor-faktor yang menjaga individu dari masalah perilaku. Sementara risk factor adalah faktor-faktor yang menyebabkan
individu
dengan
resiko
permasalahan
tinggi
mengalami
permasalahan dalam perilaku. Menurut Kraemer (1997) istilah resiko (risk factors) mengacu pada meningkatnya kemungkinan mendapatkan hasil yang negatif (dari proses adaptasi) pada suatu populasi yang spesifik. Risk factors disebut juga sebagai risk characteristics atau karakteristik resiko (dalam Glantz & Johson, 2002). Para peneliti bersepakat bahwa faktor-faktor resiko (risk factors) berkonstribusi pada keadaan psikologis yang membahayakan, sementara faktorfaktor pencegah (protective factors) mengurangi pengaruh dari kondisi kesulitan atau kemalangan yang dihadapi (Benard, Constantine, Benard, & Diaz, Grotberg, Masten, Tusaie & Dyer, dalam McCubbin, 2001). Interaksi antara faktor-faktor resiko dan fakor-faktor pencegah penting untuk menguji variabel hasil (outcome variable) yang mungkin berubah dari waktu ke waktu, tergantung pada sifat permasalahan dan signifikansi kejadian. Protective factors dibutuhkan dalam
25
rangka memperbaiki dan melindungi seseorang dari hasil perkembangan yang buruk (dalam McCubbin, 2001). Terdapat tiga bentuk protective factors, yaitu: pertama, karakteristik individu yang memunculkan respon positif dari lingkungan (seperti, anak-anak yang memiliki temperamen yang baik dalam keluarga yang sedang menghadapi kondisi stress yang signifikan). Kedua, praktek sosialisasi di dalam keluarga yang mendorong kepercayaan, otonomi, inisiatif dan hubungan baik dengan orang lain. Ketiga, sistem dukungan eksternal pada lingkungan sekitar atau komunitas yang memperkuat self-esteem dan self-efficacy (dalam Goldstein & Brooks, 2005). Hal serupa juga dipaparkan oleh Wyman (dalam Miller, 2005), tentang tiga bentuk protective factors, yaitu, temperamen yang positif pada anak-anak, dukungan dari lingkungan keluaga, dan adanya dukungan dari orang yang lebih dewasa atau keluarga secara lebih luas. Protective factors telah diuji dalam hubungannya dengan variabel resiko dan variabel hasil dalam berbagai cara yang berbeda. Protective factors dapat menjadi lawan penahan dari faktor-faktor resiko dan yang dapat menengahi faktor resiko, serta melindungi hasil-hasil yang buruk (Jessor, 1999 Kumpfer, 1993; Masten et al, 1990; dan Rutter, 1987, sebagaimana dikutip dalam Norman, 2000). Bagaimanapun beberapa peneliti setuju bahwa protective factors hanya dapat didefinisikan dalam hubungannya dengan faktor-faktor resiko karena hubungan saling keterkaitan (Rutter, 1979) (dalam McCubbin, 2001).
26
Risk factors
Outcomes
Protective factors
Beavias dan Oetting (1999), membedakan antara protective factors dan konsep resiliensi. Protective factors berperan seiring meningkatnya kesempatan perilaku prososial dan norma secara konsisten sepanjang waktu. Sementara resiliensi hanya berfungsi ketika suatu permasalahan atau kesengsaraan muncul. Beavias dan Oetting (1999) juga menyatakan, protective factors menjaga seseorang dari bencana, sementara resiliensi mengembalikan kondisi seseorang pasca bencana. Pembedaan antara protective factors dan resiliensi ini perlu dipertimbangkan untuk menguji penelitian dan konstruk seseorang (dalam McCubbin, 2001). Protective factors dibagi menjadi dua kategori, yaitu: 1. Internal protective factors Seperti: Harga diri (self-esteem), kemampuan diri (self-efficacy) dan kejujuran (honesty). Internal protective factors memiliki dua sub-kategori, yaitu: a. Kejujuran b. Tanggungjawab c. Kemampuan mengendalikan seseorang atau kemampuan mengambil keputusan
27
2. External protective factors Seperti: Dukungan keluarga dan keterlibatan komunitas. External protective factors dibagi menjadi dua sub-kategori, yaitu: a. Dukungan b. Pemberdayaan c. Batasan dan Harapan d. Pemanfaatan waktu
1.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Menurut Resnick, Gwyther & Roberto (2011), terdapat empat faktor yang mempengaruhi resiliensi pada individu, yaitu: self-esteem, dukungan sosial, spiritualitas atau keberagamaan dan emosi positif. 1. Self-Esteem Memiliki self-esteem yang baik pada usia lanjut dapat membantu individu dalam menghadapi kesengsaraan. Dua data dari hasil penelitian yang lebih luas yang dilakukan oleh Collins & Smyer (2005), bertujuan menggali self-esteem sepanjang rentang kehidupan manusia (yang dilakukan selama periode 3 tahun), pada individu yang mengalami stres pada usia lanjut (memiliki beban finansial). Para partisipan menyelesaikan alat ukur selfesteem, nilai dan perasaan kehilangan. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa terjadi sedikit penurunan self-esteem pada individu meskipun mereka menghadapi kehilangan. Kemudian, ketika mereka mengalami kehilangan yang sangat berarti, seperti ‘merasa terpukul’, tidak
28
mengurangi self-esteem yang dimiliki, meskipun individu tersebut teridentifikasi sebagai individu yang sehat, begitu juga yang memiliki penyakit, tidak menghasilkan perubahan yang berarti pada self-esteem. 2. Dukungan Sosial (Social Support) Dukungan sosial sering dihubungkan dengan resiliensi (Hildon et al. 2009; Maddi et al. 2006). Penelitian lain menunjukkan bahwa resiliensi dan dukungan emosional (bukan dukungan instrumen) menghasilkan kualitas hidup yang lebih tinggi pada individu usia lanjut (Netuveli & Blane, 2008). Penelitian pada orang dewasa di New York, Poindexter dan Shippy (2008), yang dilakukan pada partisipan yang mengalami positif HIV, menunjukkan bahwa jaringan dukungan sosial yang unik berkonstribusi pada resiliensi. Para peneliti juga melakukan penelitian pada lima kelompok yang memiliki jaringan dukungan sosial informal yang terdiri atas individu-individu yang kebanyakan mengidap positif HIV. Meskipun upaya untuk memperoleh dukungan sosial menurun karena ketakutan dan stigma yang dialami, namun mereka mampu merelokasi sumber daya dan mengisi dukungan melalui sumber daya HIV positif pada komunitas mereka. Para partisian menunjukkan bahwa kehilangan anggota kelompok karena kematian menyediakan kesempatan bagi para anggota untuk memperkuat ikatan dukungan. 3. Spiritualitas (Spirituality) Faktor lain yang mempengaruhi resiliensi dalam menghadapi tekanan dan penderitaan
adalah
ketabahan
(hardiness)
dan
keberagamaan
29
(religiousness) serta spiritualitas (spirituality) (Maddi et al. 2006). Spiritualitas membutuhkan suatu pencarian di alam semesta, suatu pandangan bahwa dunia lebih luas daripada diri sendiri, spiritualitas juga berarti ketaatan pada suatu ajaran (agama) yang spesifik. Penelitian tentang ketabahan, keberagamaan dan spiritualitas menunjukkan kualitaskualitas yang membantu individu dalam mengatasi kondisi stres dalam hidup dan menyediakan perlindungan pada individu dalam menghadapi depresi dan stres (Maddi et al. 2006). Aspek positif dari spiritualitas juga turut membantu individu dalam memulihkan perasaan kontrol diri saat sakit, dan membantu perkembangan adaptasi saat sakit kronis dan tidak seimbang (Crowther et al. 2002). Pada suatu hasil penelitian, spiritualitas memiliki hubungan dengan resiliensi pada orang yang selamat dari penyakit kanker; meskipun individu tersebut memiliki resiko lebih dalam mengembangkan depresi dan kecemasan, tetapi tingkat spiritualitas dan personal mereka tumbuh lebih baik setelah pemulihan (Costanzo et al. 2009) 4. Emosi Positif (Positive Emotions) Bereaksi dengan emosi yang positif saat mengalami krisis dapat menjadi cara dalam menurunkan dan mengatasi respon stres secara lebih efektif (Davis et al. 2007). Kemudian, emosi positif juga dapat menjadi pelindung dalam menghadapi ancaman terhadap ego. Perangkat teori ini dibangun dan dikembangkan oleh Fredrickson (1998) yang menyatakan bahwa sebagai manusia yang berkembang, emosi positif telah membantu dalam
30
beradaptasi pada situasi-situasi stres. Secara spesifik, respon negatif terhadap stres (respon melawan atau menghindar) adalah sifat yang terbatas, karena memilih respon positif selama mengalami stres memungkinkan beragam respon yang lebih luas. Dalam serangkaian penelitian, Tugade dan Fredrickson (2004), menemukan bahwa respon positif saat
mengalami stres berhubungan
dengan menurunnya tegangan secara fisiologis, dan mendukung adanya hubungan antara pikiran dan tubuh. Kemudian, coping stres diketahui lebih tinggi saat individu diinstruksikan untuk melihat situasi stres sebagai suatu tantangan yang dapat membantu mereka tumbuh dengan lebih baik daripada sebagai suatu ancaman yang merugikan. Kerangka kognitif tersebut dapat menjadi cara untuk meningkatkan resiliensi. Studi berikutnya menunjukkan suatu bukti adanya hubungan antara emosi positif dan penilaian positif atas situasi. Melalaui beberapa penelitian tersebut, menunjukkan bahwa individu yang memiliki resiliensi lebih baik, lebih memungkinkan untuk mengalami emosi positif dan memanfaatnya untuk mengatasi stres. Wagnid dan Young (dalam Reich, et.al, 2010), mengembangkan suatu skala resiliensi secara psikometri yang dikembangkan melalui wawancara pada individu yang resilient. Skala tersebut dibangun melalui analisis faktor yang mempengaruhi resiliensi, yaitu: ketenangan hati, ketekunan/kekerasan hati, kepercayaan diri, kesendirian, dan spiritualitas/kebermaknaan.
31
Tabel 2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Resiliensi Menurut Wagnid dan Young No. 1.
2.
3.
4.
Faktor - faktor Resiliensi
Penjelasan
Ketenangan hati
Ketenangan hati adalah berpegang teguh pada
(equanimity)
pendirian dalam hidup
Ketekunan/kekerasan hati
Ketekuan berarti keberlanjutan untuk berusaha
(perseverance)
keras mengatasi kemalangan.
Kepercayaan diri
Kepercayaan diri meliputi keyakinan seseorang
(self-reliance)
pada kemampuannya.
Kesendirian (existential aloneness)
Perasaan sendiri adalah pengungakapan keunikan masing-masing individu dan keyakinan atas keberlangsungan hidup sepanjang waktu. Spiritualitas memiliki peran yang penting dalam resiliensi yaitu melalui kemampuan individu
5.
Spiritualitas
untuk membangun kesimpulan atas kejadian yang
(spirituality/meaningfulness) terjadi pada dirinya, juga mencakup kebutuhan individu akan untuk perubahan, fleksibilitas dan tumbuh.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Werner dan Smith (dalam Reich, et.al. 2010), dengan longitudial study selama 40 tahun, menyimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor utama yang mempengaruhi resilience outcome yaitu: (1) Karakteristik individual, seperti self-esteem dan purpose in life; (2) Karakteristik keluarga, seperti kasih sayang ibu dan dukungan keluarga; dan (3) Lingkungan sosial yang lebih luas, khususnya yang mempunyai contoh peran orang dewasa yang menyediakan dukungan tambahan
32
Faktor-faktor umum diantara populasi seperti memiliki peran yang berarti pada suatu komunitas, self-efficacy, self-esteem, hubungan yang aman, keamanan, dan optimisme, berkonstribusi terhadap resiliensi (Kirby & Fraser, 1997 dalam Reich, et.al. 2010) Faktor-faktor lingkungan juga berkonstribusi bagi resiliensi, kualitas pengasuhan dan keterbukaan keluarga (Bradley, Tellegen, Pellegrini, Larkin & Larsen, Rutter), tugas sehari-hari dan kekokohan spiritualitas (Clark, Gordon), meningkatkan kemungkinan resiliensi dalam konteks keadaan-keadaan yang menantang (dalam Gordon, 1994). Garmezy, Greef & Ritman, Rutter, dan Shinner (dalam Reich, et.al., 2010), menjelaskan bahwa kepribadian resilient ditandai oleh sifat (trait) yang merefleksikan suatu kekuatan, dapat dibedakan dengan baik, kepribadian yang terintegrasi (self structed), dan sifat-sifat yang menunjukkan kekuatan dan hubungan interpersonal timbal balik dengan orang lain. Kekuatan diri tersebut dibuktikan oleh: •
Harga Diri (Self esteem)
•
Kepercayaan Diri (Self-confidence/self efficacy)
•
Pemahaman Diri (Self understanding)
•
Orientasi Masa Depan yang Positif (A positive future orientation)
•
Kemampuan untuk mengelola perilaku-perilaku dan emosi-emosi negatif (Ability to manage negative behaviors and emotions).
33
1.1.4. Karakteristik Resiliensi Karakteristik resiliensi diperlukan dalam rangka menjelaskan bagaimana seseorang dapat dikatakan sebagai individu yang mempunyai resiliensi yang kuat (resilient), termasuk juga individu yang mudah terserang atau tidak mampu beradaptasi dengan baik dalam kondisi stres (vulnerability). Maka seseorang yang disebut sebagai resilient adalah individu yang memiliki karakteristik-karakteristik resiliensi. Dalam hal ini Griffith (2004) mengajukan sebuah konsep yang disebut sebagai “existential postures”, yaitu kesiapan (pikiran, tubuh dan jiwa) seseorang dalam merespon adversitas atau stress. Konsep ini menguraikan perbedaan karakteristik individu yang resilient dan vulnerability, sebagai berikut:
Tabel 2.2 Perbedaan Karakteristik Resilient dan Vulnerability Resilient
Vulnerability
Kelekatan (Coherence)
Bingung (Confusion)
Rukun (Communion)
Terasing (Isolation)
Harapan (Hope)
Putus asa (Despair)
Mandiri (Agency)
Tidak berdaya (Helplessness)
Tujuan (Purpose)
Tidak bermakna (Meaninglessness)
Komitmen (Commitment)
Lalai (Indifference)
Berani (Courage)
Takut (Cowardice)
Bersyukur (Gratitude)
Marah/Benci (Resentment)
34
Sementara Grotberg (1995), dalam “Resilience for Today: Gaining Strength from Adversity”, menjelaskan karakteristik resiliensi dalam tiga hal, yaitu: I HAVE, I AM, dan I CAN. A. I HAVE (External Supports) I HAVE adalah dimensi resiliensi yang mencakup dukungan dari luar terhadap individu, yaitu individu merasa memiliki keluarga, dan orang-orang yang mendukung dan peduli terhadapnya. Dimensi ini secara spesifik mencakup: 1.
Aku memiliki orang-orang di dalam keluargaku yang aku percaya dan sayang padaku tanpa syarat
2.
Aku memiliki orang-orang di luar keluargaku yang aku percaya tanpa syarat
3.
Aku memiliki batasan dalam berperilaku (norma)
4.
Aku memiliki orang yang mendorongku untuk menjadi mandiri
5.
Aku memiliki orang yang menjadi teladan yang baik
6.
Aku memiliki akses terhadap kesehatan, pendidikan, dan sosial, serta pelayanan keamanan yang aku butuhkan
7.
Aku memiliki keluarga dan komunitas yang stabil
B. I AM (Inner Strengths) I AM adalah dimensi resiliensi yang mencakup kekuatan atau potensi positif dari dalam diri, dimana individu merasa optimis, memilliki harga diri, dan empati terhadap orang lain. Dimensi ini secara spesifik mencakup: 1. Aku adalah orang yang paling disukai orang
35
2. Aku adalah orang yang secara umum tenang dan memiliki sifat yang baik 3. Aku adalah orang memiliki cita-cita/rencana untuk masa depan 4. Aku adalah orang yang menghargai diri dan orang lain 5. Aku adalah orang yang empati dan peduli terhadap orang lain 6. Aku adalah orang yang tanggungjawab pada perilaku sendiri dan menerima segala konsekuensi 7. Aku adalah orang yang percaya diri, optimis, penuh harapan dan keyakinan
C. I CAN (Interpersonal and Problem-Solving Skills) I CAN adalah dimensi resiliensi yang mencakup hubungan interpersonal dan kemampuan dalam memecahkan masalah. Secara spesifik mencakup hal-hal berikut ini: 1. Aku dapat menghasilkan ide-ide baru atau cara baru dalam melakukan sesuatu 2. Aku dapat mengerjakan suatu pekerjaan hingga selesai 3. Aku dapat melihat sebuah humor dan menggunakan humor tersebut untuk mengurangi tegangan 4. Aku
dapat
mengekspresikan
pikiran
dan
perasaan
saat
berkomunikasi dengan orang lain 5. Aku dapat memecahkan masalah pada beragam keadaan (akademik, pekerjaan, personal dan sosial)
36
6. Aku dapat mengontrol perilaku (perasaan, dorongan, dan tindakan) 7. Aku dapat memperoleh pertolongan ketika aku butuh
Berdasarkan pada penjelasakan karakteristik resiliensi menurut Grotberg di atas, seseorang yang dikatakan resilient tidak (harus) membutuhkan semua karakteristik tersebut untuk menjadi resilient, tetapi pun satu karakteristik saja tidak cukup. Seseorang mungkin dicintai (I HAVE), tetapi jika ia tidak memiliki kekuatan dari dalam (I AM) atau tidak memiliki keterampilan sosial (I CAN), dia bukanlah seseorang yang memiliki resiliensi. Seseorang yang memiliki selfesteem yang tinggi (I AM), tetapi ia tidak tahu bagaimana caranya berkomunikasi dengan orang lain atau caranya memecahkan masalah (I CAN), dan ia tidak memiliki seseorang yang dapat membantu (I HAVE), orang tersebut bukanlah individu yang resilient. Juga seseorang yang mungkin sangat verbal dan dapat berbicara dengan baik (I CAN), tetapi ia tidak memiliki empati (I AM) atau tidak belajar dari seseorang yang mungkin dianggap teladan (I HAVE), individu tersebut bukanlah seorang yang resilient. Resiliensi dihasilkan dari suatu kombinasi atau gabungan atas tiga karakteristik tersebut (I HAVE, I AM dan I CAN), (dalam Parinyaphol & Chongruksa, 2008) Karakteristik resiliensi juga dipaparkan oleh Kent dan Davis (dalam Reich, et.al., 2010), dalam Handbook of Adult Resilience yang menyimpulkan bahwa ada delapan karakteristik resiliensi sebagai kualitas individu, yaitu:
37
1. Emosi Positif Yaitu: Optimis, mempunyai harapan, humoris, mempunyai pilihan, hasil yang positif, kemampuan untuk tertawa pada diri sendiri, emosi yang positif 2. Kontrol Yaitu: Locus of Control, self-esteem dan rasa bangga, tantangan, komitmen, dan kontrol terhadap sumber stres. 3. Coping Stres yang aktif, perlawanan, dan menghadapi ketakutan Yaitu: Fokus pada tugas atau fokus pada emosi, coping dengan cara menghindar atau coping dengan perlawanan, menghadapi ketakutan, meninggalkan zona nyaman, coping yang adaptif atau coping yang pasif. 4. Fleksibilitas kognitif Yaitu: Penjelasan alternatif, membangun kerangka yang positif, penerimaan,
permasalahan-permasalahan
yang
sementara
dan
memiliki batas. 5. Kebermaknaan dan nilai dalam kesengsaraan Yaitu: Pertumbuhan pasca-trauma, pembelajaran dari krisis, manfaat dari kesengsaraan atau ujian. 6. Altruisme Yaitu: Memiliki empati dan rasa belas kasihan, bantuan yang bermanfaat, dan tugas penyelamatan. 7. Spiritualitas
38
Yaitu: Memiliki kerangka pemahaman, acuan moral, dan memiliki rasa peduli atas suatu kejadian. 8. Training Yaitu: Pengalaman trauma yang dimiliki sebelumnya, atau stress.
1.2.
Self Esteem
1.2.1. Pengertian Self Esteem Wells dan Marwell (dalam Guindon, 2010), mengklasifikasikan definisi selfesteem dalam empat pendekatan yang berbeda, yaitu: a. Pendekatan objek/sikap (Object/attitudinal approach). Diri adalah suatu objek perhatian sama seperti yang lainnya. Kita memiliki pemikiran, perasaan dan sikap terhadap segala sesuatu yang menjadi objek. Jadi, kita juga mempunyai reaksi atas diri kita sendiri, dalam hal ini adalah bagian dari diri kita yang kita sebut sebagai selfesteem. b. Pendekatan hubungan (Relational approach). Hubungan atau perbedaan antara seperangkat sikap. Ini juga berarti suatu reaksi. Sebagai contoh: kita dapat memiliki perbedaan dalam pemikiran, perasaan dan sikap ketika kita membandingkan diri ideal (ideal-self) dengan gambaran diri (real-self), atau antara harapan dan pencapaian. Hubungan antar perangkat yang berbeda ini disebut oleh Wells dan Marwell sebagai bagian dari klasifikasi definisi self-esteem.
39
c. Pendekatan
respon-respon
psikologis
(Psychological
responses
approach). Sebagaimana namanya, perhatian reaksi-reaksi psikologis dan emosional mengacu pada diri. Kita dapat merasakan reaksi positif atau negatif tentang beberapa unsur dari diri kita, seperti perilaku atau penampilan. Maka pendekatan respon-respon psikologis adalah salah satu cara dalam mendefinisikan self-esteem. d. Pendekatan komponen/fungsi kepribadian (Personality function/ component approach). Self-esteem tampak sebagai bagian dari kepribadian (konstruk itu sendiri), diri atau sistem diri (self-system), yang menjadi bagian dari kepribadian, terkait dengan motivasi dan regulasi diri (self-regulation). Sebagai contoh, individu menilai diri mereka sendiri berdasarkan pada bagaimana mereka menyesuaikan diri dengan standar hukum secara sosial.
Beberapa definisi self-esteem menurut beberapa tokoh: Menurut Minchinton (1993) dalam Maximum Self-Esteem, “Self-esteem adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita. Self-esteem juga berarti penilaian atas ‘harga diri’ kita sebagai manusia, berdasarkan pada persetujuan atau pengingkaran atas diri dan perilaku kita.” Matsumoto (2009) dalam The Cambridge Dictionary of Psychology menjelaskan, “Self-esteem adalah tingkat kecenderungan sikap, gagasan, evaluasi atas diri sendiri, sejarah, proses-proses mental, dan perilaku yang positif. Self-
40
esteem berhubungan dengan banyak aspek dari pemikiran, emosi dan perilaku serta sering dipertimbangkan sebagai bagian inti dalam memahami individu”. James (dalam Guindon, 2010), mendefinisikan self-esteem sebagai penghargaan diri yang berisi perasaan dan emosi diri. Rosenberg (dalam Guindon, 2010), menyimpulkan bahwa self-esteem adalah suatu sikap yang mengacu pada objek yang spesifik, yaitu diri (self). Setiap karakteristik dari diri dan hasil dari perkiraan karakteristik tersebut dievaluasi. Setiap unsur dari diri dievaluasi berdasarkan pada suatu penilaian yang dikembangkan selama masa kanak-kanak hingga remaja. Timbal balik dari orang lain secara khusus menjadi signifikan bagi yang lainnya, yang kemudian menjadi unsur penting dalam self-esteem. Horney (dalam Guindon, 2010), menyatakan bahwa setiap orang dilahirkan dengan potensi yang unik, dan self-esteem diperoleh dengan mencapai potensi tersebut. Sementara Sullivan (dalam Guindon, 2010) mengusulkan bahwa self-esteem adalah kebutuhan sosial yang harus diterima, disukai, dan dimiliki. yang diperoleh dari interaksi sosial yang mencerminkan penilaian diri. Selfesteem dipertahankan oleh penyesuaian diri terhadap harapan . Menurut Hewitt (dalam Lopez, 2009), self-esteem adalah dimensi evaluatif dari penghargaan diri yang menggabungkan aspek kognitif dan afektif. Rogers (dalam Guindon, 2010), mendefinisikan self-esteem sebagai suatu perluasan atas apa yang seseorang sukai, nilai, dan apa yang diterima oleh diri sendiri. Rogers percaya bahwa diri (self) berkembang dari suatu kombinasi atas
41
apa yang dialami dan apa yang diterima, yang diperoleh dari nilai-nilai dan pilihan-pilihan afektif. Maslow (dalam Guindon, 2010), memasukkan self-esteem sebagai suatu kebutuhan dasar kedua untuk menuju aktualisasi diri. Ia mendefinisikan selfesteem sebagai suatu hasrat untuk kekuatan, pencapaian, ketercukupan, penguasaan, kemampuan, dan untuk kemandirian serta kebebasan. Menurut Santrock dalam Educational Psychology (2009), “Self-esteem mengacu pada suatu gambaran menyeluruh dari individu. Self esteem juga berarti harga diri (self-worth) atau gambaran diri (self-image). Sebagai contoh, seorang anak dengan self-esteem yang tinggi mungkin merasa bahwa dirinya bukan hanya seorang anak, melainkan seorang anak yang baik.” Menurut Nathaniel Branden (1985), “Self-esteem adalah suatu konsep mengenai perasaan penting atas kemampuan dan penghargaan kepada kemampuan dan penghargaan secara prinsip.” Menurut Mario Jacoby (2002), “Self-esteem mengacu pada penghargaan atau martabat yang dianggap berasal dari diri sendiri”.
Dari beberapa definisi yang telah dipaparkan di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa self-esteem adalah dimensi evaluatif diri yang beriiskan penghargaan, penilaian dan penerimaan. Self-esteem menjadi bagian dari konsep-diri yang menentukan perkembangan psikologis inidividu kaitannya dengan pencapaian kesuksesan dan hubungan dengan orang lain.
42
1.2.2. Dimensi-Dimensi Self Esteem Dalam “Maximum Self-Esteem”, Michinton (1993), memaparkan tentang dimensidimensi self-esteem dalam tiga hal, sebagai berikut: 1.
Perasaan tentang Diri Sendiri a. Individu dengan self-esteem yang tinggi: adalah individu yang menerima dirinya secara penuh tanpa syarat, ia juga mampu menghargai dirinya sebagai seorang manusia yang memiliki nilai. Penerimaan tanpa syarat berarti penerimaan dan penghargaan pada diri sendiri yang tidak tergantung pada apapun, menerima secara penuh diri sendiri apa adanya, merasa nyaman dengan apa yang dilakukan, dan tidak mempedulikan kekurangan yang ada. Individu dengan self-esteem yang tinggi, juga berarti seseorang mampu menilai keunikan yang ada pada dirinya sebagai seorang individu tanpa menghiraukan sifat, kemampuan, dan keterampilan yang dimiliki ataupun tidak. Individu dengan self-esteem yang tinggi berarti menerima segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki dan tidak terpengaruh oleh opini orang lain tentang diri sendiri. Ketika orang lain memuji, seseorang tidak merasa lebih baik, dan ketika dikritik juga tidak merasa lebih buruk. Perasaan tentang diri sendiri tidak tergantung pada kondisi eksternal atau apapun yang dilakukan. Self-esteem yang tinggi juga berarti dapat mengontrol emosi dengan baik. Bebas dari perasaanperasaan tidak menyenangkan, seperti perasaan bersalah, marah, sedih, dan takut. Emosi yang umum yang muncul pada individu dengan self-
43
esteem yang tinggi adalah perasaan bahagia, karena ia senang dan menerima diri dan kehidupannya apa adanya. b. Individu dengan self-esteem yang rendah: adalah individu yang percaya bahwa penilaiannya pada diri sendiri diukur berdasarkan pada pencapaian yang diperoleh. Ia bekerja sangat keras dan menjadi sangat kompetitif dengan yang lain untuk memperoleh suatu pencapaian, dan untuk membuktikan bahwa dirinya telah mencapai suatu kesuksesan. Individu dengan self-esteem yang rendah memiliki perfeksionisme, menentukan tujuan yang tidak realistis dan meletakkan tuntutan yang tidak rasional pada diri sendiri. Memiliki cita-cita yang tidak realistis hanya akan lebih banyak menghukum dan menyalahkan diri sendiri, karena ketika tujuan itu tercapai, ia akan merasa kecewa, karena merasa tidak puas dan kurang, meskipun berbagai upaya telah dilakukan. Self-esteem yang rendah membuat seseorang takut untuk mencoba. Ketika seseorang menilai rendah diri dan pekerjaannya, maka ia akan meragukan kemampuannya dan seringkali takut untuk mempertanyakan tujuan yang telah ditetapkannya. Jika penghargaan atas diri terbatas, maka seseorang akan meletakkan batasan yang kaku atas apa yang ingin dicapai. Jika seseorang telah meletakkan tujuan yang ingin dicapai, maka mengapa tidak meyakini bahwa ia mampu mencapainya? Rendahnya self-esteem juga ditunjukkan dengan penilaian diri yang terlalu tergantung pada opini atau komentar orang lain. Dengan susah payah ia akan mencoba untuk memperoleh pengakuan dan penghargaan
44
orang lain, yang terkadang melalui upaya yang beresiko dan berbahaya bagi dirinya.
2.
Perasaan tentang Hidup a. Individu dengan self-esteem yang tinggi: adalah individu yang merasa memiliki tanggungjawab atas hidup yang dijalani dan memiliki kontrol penuh atas hidupnya. Dalam hal ini, ia merasa nyaman dengan realitas yang ada, dan tidak menyalahkan diri sendiri atas permasalahan yang terjadi pada hidupnya. Apa yang terjadi pada kehidupannya adalah terutama karena pilihan dan keputusannya, bukan karena faktor eksternal. Individu dengan self-esteem yang tinggi juga dapat memiliki pilihan untuk mempertimbangkan pendapat orang lain tentang hidupnya, namun ia memiliki otoritas penuh untuk menentukan mana yang benar dan terbaik untuk hidupnya. b. Individu dengan self-esteem yang rendah: adalah individu yang cenderung salah menggambarkan realitas kehidupannya, dan tidak mempedulikan apa yang terjadi pada lingkungan sekitar. Beberapa dari individu tersebut merasa terasingkan dari realitas kehidupan, dan apa yang terjadi pada kehidupannya seringkali tampak di luar kendali. Individu dengan self-esteem yang rendah juga merasa dirinya tidak berdaya, lemah, dan setiap saat mudah terserang, seperti tidak memiliki kekuatan untuk sedikitpun mengatasi tantangan yang terjadi pada kehidupannya sehari-hari.
45
3.
Persaaan tentang Orang Lain a. Individu dengan self-esteem yang tinggi: adalah individu yang memiliki toleransi dan penghargaan kepada semua orang, sepanjang ia meyakini bahwa ia memiliki hak yang sama sebagaima manusia umumnya. Ketika seseorang merasa nyaman dengan dirinya, ia akan menghargai hak-hak orang lain, apa yang orang lain lakukan, dan pilihan serta kehidupan yang mereka jalani, selama orang lain juga memiliki kehendak untuk menghargai dirinya. Sehigga individu dengan selfesteem yang tinggi mampu menjalin hubungan dengan orang lain secara bijak. b. Individu dengan self-esteem yang rendah: adalah individu yang memiliki dasar penghargaan yang rendah pada orang lain, tidak memiliki toleransi dan memiliki keyakinan bahwa orang lain harus hidup berdasarkan pada cara pandangnya terhadap mereka. Self-esteem yang rendah dalam hubungan dengan orang lain juga ditunjukkan dengan sikap yang kaku dan tidak fleksibel, terlalu sibuk dengan urusan sendiri dan tidak mau memikirkan tentang orang lain. Ketika ada sedikit waktu untuk memikirkan orang lain, ia hanya mengkhawatirkan tentang apa yang orang lain pikirkan tentang dirinya. Individu dengan selfesteem
yang
rendah
cenderung
melakukan
sabotase
terhadap
hubungannya dengan orang lain. Ia seringkali merasa tidak aman dan tidak nyaman berada dengan orang lain, bahkan bersikap malu dan mempermalukan atau marah dan defensif.
46
1.3. Religiusitas (Religiousness) 1.3.1. Pengertian Religiusitas Kata religiousity (religiusitas/keberagamaan) berasal dari bahasa Latin; religisitas, dan pertama kali ditulis dalam bahasa Inggris pada Abad ke-15. Pengertian awal dari religiusitas ini digunakan untuk mengartikan ungkapan berlebihan atau patologis dari perasaan keberagamaan (Kavros, dalam Leeming, Madden, & Marlan, 2010) Menurut Zinnbauer (dalam Lopez, 2009), “Religiusitas dapat dipahami sebagai suatu pencarian individu atau kelompok pada hal yang sakral yang terbuka pada konteks kesakralan tradisional. Secara bahasa, keberagamaan (religiousness) berasal dari kata agama (religion). Dalam The Cambridge Dictionary of Psychology (Matsumoto, 2009), secara psikologis agama memiliki arti: a. Sebagai pencarian spesifik atas kebermaknaan b. Agama berkonstribusi untuk memperkuat kontrol diri (self-control) c. Dimotivasi oleh kebutuhan untuk penyatuan, integrasi, dan harmoni d. Sebagai pemenuhan kebutuhan atas kasih sayang dan dukungan sosial, termasuk juga pembentukan identitas dan jati diri. e. Mengembangkan dan memperkuat kecenderungan altruistik. Sementara, Kavros (dalam Leeming, et.a., 2010), menyatakan bahwa banyak definisi tentang agama telah diusulkan, tetapi satu pendekatan untuk menghindari bias budaya dan ideologi sekular, maka agama mencakup beberapa aspek, yaitu:
47
a. Doktrin (Ajaran agama) b. Mitos c. Etika (aturan/moral) d. Peribadatan (Ritual) e. Pengalaman Keberagamaan f. Institusi sosial (pendidikan atau pelayanan sosial) Keberagamaan telah dipertimbangkan sebagai suatu unsur pokok dan positif dalam perkembangan manusia oleh banyak psikolog Amerika pada abad keduapuluh seperti William James, G. Stanley Hall, George Coe, dan Edwin Starbuck. Selama masa ini psikolog Eropa seperti Sigmund Freud dan Carl Gustav Jung juga melahirkan karya yang berpengaruh yang menggambarkan hubungan antara pengalaman beragama dengan penyakit jiwa atau kesehatan mental. (dalam Lopez, 2009).
Beberapa definisi agama: Kata agama diperoleh dari bahasa Latin, religare, mengikat atau mengendalikan. Dan pertama kali ditulis dalam bahasa Inggris pada abad kesebelas. Agama didefinisikan sebagai suatu sistem kepercayaan, ibadah, keimanan atau ketaatan pada suatu prinsip. Barat secara umum memandang agama sebagai suatu sistem perilaku dan keyakinan ke arah hal yang sakral atau kekuatan tertinggi (Leeming, et.al. 2010). James (2002), menyatakan bahwa: “Agama adalah berbagai perasaan, tindakan, dan pengalaman manusia secara individual dalam keheningan mereka,
48
sejauh mereka memahami diri mereka berada dalam hubungan dengan apapun yang mereka pandang sebagai yang Ilahi”. Menurut Fromm (1988), “Agama adalah satu sitem berfikir dan berperilaku yang dilakukan bersama kelompok yang memberikan kerangka orientasi dan objek pengabdian” Freud (1961):”Agama dapat dibandingkan dengan kondisi neurosis pada anak-anak, dan cukup optimis untuk mengira bahwa manusia akan mengatasi tahapan neurotik ini, seperti halnya banyak anak-anak yang tumbuh dengan kondisi neurosis yang serupa”. Menurut Argyle dan Beit-Hallahmi (dalam Paloutzan & Park, 2005), Agama adalah suatu sistem kepercayaan yang bersifat ketuhanan atau kekuatan yang melampaui manusia, dan praktek beribadah atau ritual lainnya yang dihubungkan dengan kekuatan tersebut. Religiusitas amat sangat terkait dengan kehidupan manusia, kematian, moralitas, kebajikan, keadilan sosial, perbaikan diri, dan kehidupan yang lebih baik. Keyakinan bergama dan perilaku religius memiliki pengaruh yang sangat besar pada individu, kelompok, dan budaya sepanjang sejarah. Sejak beberapa abad lalu, psikolog dan ilmuan sosial lain telah menguji fenomena beragama baik melalui deskripsi teoritis maupun penelitian empiris. (Zinnbauer, dalam Lopez, 2003).
1.3.2. Dimensi-dimensi Religiusitas Fetzer (2003) dalam
“Multidimensional
Measurement
of
Religiousness/
Spirituality for Use in Health Research”, menjelaskan dimensi-dimensi
49
religiusitas terdiri dari: pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), kebermaknaan (meaning), nilai (values), keyakinan (beliefs), pengampunan (forgiveness), praktek beragama secara pribadi (private religious practices), agama sebagai coping (religious/spiritual coping), dukungan beragama (religious support), sejarah keberagamaan (religious/ spiritual history), komitmen (commitment), organisasi atau kegiatan keagamaan (organizational religiousness) dan pilihan agama (religious preference). 1. Pengalaman Beragama Sehari-hari (Daily Spiritual Experience) Domain ini dimaksudkan untuk mengukur persepsi individu pada hal-hal yang transendental (bersifat ketuhanan) dalam kehidupan sehari-hari, dan persepsi individu atas interaksi dan keterlibatan pada hal yang transendental dalam hidup. Domain pengalaman beragama sehari-hari mencoba menangkap aspek-aspek kehidupan yang menggambarkan pengalaman keberagamaan individu dari hari ke hari secara khusus, sehingga domain ini dirancang untuk mengukur secara langsung pengaruh agama dan keberagamaan dalam kehidupan sehari-hari. 2. Kebermaknaan (Meaning) Membangun kebermaknaan atas kejadian dalam hidup adalah usaha yang penting bagi manusia. Mengukur pencarian inidividu atas makna (proses) dan berhasil atau gagal atas upaya pencarian tersebut (hasil). Usaha untuk mengukur konstruk kebermaknaan, secara luas mengacu pada kerangka teori Victor Frankl yang menyatakan bahwa “kehendak untuk hidup (will to meaning)” adalah karakteristik manusia yang paling utama, dan yang
50
dapat menyebabkan gangguan mental/fisik adalah tidak tercapainya makna hidup (Frankl, 1963). 3. Nilai (Values) Domain ini dimaksudkan untuk mengukur dimensi-dimensi yang berbeda dari nilai yang ditempatkan individu pada agama (Seberapa penting agama dalam hidupmu?”), yang tercakup pada domain yang disebut sebagai “komitmen”. Domain ini bukan tentang ada tidaknya nilai dalam diri individu,
tetapi bagaimana tiap individu menilai sesuatu. Domain ini
didasarkan pada teori Merton (1968), yang menggambarkan nilai-nilai sebagai tujuan dan norma-norma adalah cara yang ditempuh dalam mencapai tujuan tersebut. Teori lain menyebutkan bahwa nilai adalah kriteria yang digunakan tiap individu untuk menentukan sekaligus membenarkan tindakan (Williams, 1968; Kluckhohn, 1951). Oleh karenanya, domain ini mencoba mengukur tingkat perilaku individu yang digambarkan sebagai suatu pengungkapan normatif atas keyakinan atau agama sebagai nilai yang utama. 4. Keyakinan (Beliefs) Ciri-ciri utama keberagamaan adalah domain kognitif atas keyakinan; anggota pada suatu kelompok beragama disebut sebagai “penganut”. Bagaimanapun para penganut agama sangat beragam dalam memegang keyakinan mereka, mungkin mereka setuju atau tidak setuju dengan keyakinan yang seharusnya mereka yakini.
51
5. Pengampunan (Forgiveness) Domain ini mencakup 5 dimensi pengampunan, yaitu: pengakuan, merasa diampuni Tuhan, merasa diampuni oleh orang lain, memaafkan orang lain, dan memaafkan diri sendiri. Pengampunan adalah suatu upaya untuk mengatasi dampak dan penilaian negatif pada seseorang yang merasa bersalah/berdosa (Kaplan, Munroe-Blum, Blazer, 1993; Enright, Gassin, Wu, 1992). Kaplan (1993) dan Enright (1992), mencatat bahwa konsep pengampunan atau memaafkan sedikit banyak terdapat pada ajaran Islam, Zen Budha dan Konfusianis, sehingga menurut Kaplan, kita membutuhkan kajian lintas budaya untuk mengkaji konsep memaafkan ini. 6. Praktek Beragama Secara Pribadi (Private Religious Practices) Praktek beragama secara pribadi menggambarkan suatu perilaku yang mendasari konstruk yang lebih luas dari keterlibatan individu dalam beragama. Domain ini berbeda dengan perilaku beragama dalam domain publik (seperti, dalam organisasi agama, yang formal atau terlembaga). Praktek keberagamaan secara pribadi tidak terjadi secara terorganisasir, melainkan di luar konteks keberagamaan yang teroganisasi, yaitu bersifat informal, dan tidak terjadi pada waktu atau tempat tertentu yang sudah dipastikan. Praktek pada domain ini biasanya terjadi di rumah secara individual atau bersama keluarga, tidak secara kolektif dan formal. Karaktersitik pada domain adalah: (1). Dapat diaplikasikan secara luas, (2). Mengukur perilaku yang lazim/umum dilakukan secara pribadi
52
(private); (3). Menggunakan pengukuran psikometri; dan (4). Terdiri dari setidaknya empat item. 7. Agama Sebagai Coping (Religious/Spiritual Coping) Item dalam domain ini mengukur dua pola agama sebagai coping, yaitu gambaran coping beragama secara positif dengan memahami metode beragama secara baik dan menguasai kondisi stress yang dalam hidup, dan gambaran coping beragama secara negatif dalam usaha menjadikan agama sebagai coping. Domain ini dibangun atas kerangka bahwa terdapat hubungan yang nyata antara kejadian stress dengan berbagai bentuk keterlibatan keberagamaan. (Bearon and Koeing 1990, Bjorck and Cohen 1993, Ellison and Taylor 1996, Lindenthal et al 1970) 8. Dukungan Beragama (Religious Support) Item dalam domain ini didisain untuk mengukur aspek tertentu dari hubungan sosial antara partisipan dalam beribadah dimana mereka saling berbagi dan memberikan dukungan. 9. Sejarah Keberagamaan (Religious/Spiritual History) Domain ini mengukur sejarah keberagamaan tiap individu. Sebagai perbandingan untuk mengukur parisipasi keberagamaan mereka saat ini. Item dalam domain ini menyediakan pengukuran singkat dari partisipasi keberagamaan sepanjang rentang kehidupan. 10. Komitmen (Commitment) Item dalam domain ini didisain untuk mengukur urgensi komitmen individu dalam memegang keyakinan mereka dalam beragama 11. Organisasi atau Kegiatan Keagamaan (Organizational Religiousness)
53
Domain ini mengukur keterlibatan individu dalam institusi beragama pada ruang publik yang formal seperti masjid, gereja, pura dsb. Domain ini mencakup dimensi perilaku dan sikap. 12. Pilihan Beragama (Religious Preference) Item ini didisain untuk mengetahui pilihan individu dalam beragama yang teridentifikasi. Item dalam domain ini secara umum melakukan identifikasi dan pendekatan pada suatu tradisi atau organisasi keagamaan. Jadi, ungkapan dalam pemilihan beragama mungkin ditunjukkan dengan menjadi anggota pada kegiatan keagamaan, atau sebagai partisipan.
Selain dimensi-dimensi yang dijelaskan oleh Fetzer di atas, Glock dan Stark (dalam Loewenthal, 2008), juga menjabarkan dimensi-dimensi religiusitas pada lima dimensi yang berbeda, dimana tiap dimensi saling terkait erat satu sama lain, yaitu: • Experiential : adalah dimensi yang mengukur derajat pengalaman keberagamaan seseorang; • Ritual
: adalah dimensi yang mengukur tingkat keterlibatan individu dalam praktek-praktek ritual keberagamaan;
• Belief
: adalah dimensi yang mengukur tingkat keyakinan individu pada agama yang dianut.
• Intellectual : adalah dimensi yang mengukur tingkat pemahaman individu atas ajaran, budaya dan lainnya dari agama yang dianut.
54
• Application :adalah dimensi yang menggambarkan penerapan keempat dimensi di atas dalam kehidupan sehari-hari.
1.4. Remaja 1.4.1. Pengertian Remaja Istilah remaja atau adolescence, berasal dari kata Latin adolescere (kata bendanya adolescentia) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Bangsa primitif—demikian pula orang-orang zaman purbakala—memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode lain dalam rentang kehidupan manusia; anak dianggap sudah dewasa apabila sudah mampu mengadakan reproduksi. Istilah adolescence seperti yang digunakan saat ini, mempunyai arti yang lebih luas, mencakup kematangan mental, emosional, sosial, dan fisik (Hurlock, 1980). Remaja berkembang dalam beberapa tahapan. Remaja awal dimulai pertama kali dengan perubahan fisik atau puberitas yang terjadi pada awal usia 10 tahun, namun secara umum terjadi antara usia 12 sampai 14 tahun. Remaja pada usia pertengahan terjadi kira-kira pada usia 14 sampai 16-17 tahun, lalu remaja akhir terjadi pada rentang usia 17-20 tahun. Masa peralihan dari SD ke SMP adalah periode kecemasan bagi banyak anak-anak karena mereka menghadapi kehidupan dan pengalaman sosial yang berbeda; perubahan fisik, biologis, kognitif dan emosional yang menjadi sumber stres (Guindon, 2010) Menurut World Health Organization (WHO), (yang dicatat oleh Kementrian Kesehatan Indonesia), remaja adalah seseorang yang belum menikah,
55
yaitu berusia antara 10 – 19 tahun (Indonesia Young Adult Reproductive Health Survey –IYARHS) (dalam Arnett, 2007). Sementara menurut Erikson (dalam Santrock, 2002), remaja adalah tahap perkembangan kelima yang disebut sebagai tahap “identity versus identity confusion”, berlangsung antara usia 10-20 tahun. Pada masa ini individu dihadapkan dengan penemuan tentang siapa mereka, bagaimana mereka nantinya dan ke mana mereka menuju dalam kehidupannya. Anak remaja dihadapkan pada banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa—pekerjaan dan romantis misalnya. Orang tua harus mengizinkan anak remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus. Jika anak remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara sehat dan tiba pada suatu jalan yang positif untuk diikuti dalam kehidupan, maka identitias yang positif akan dicapai. Tetapi jika suatu identitas remaja ditolakkan oleh orang tua, atau remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran serta jika jalan masa depan yang positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela. Dalam buku Adolescence Health; Understanding and Preventing Risk Behavior (Diclemente, et.al. 2009), dijelaskan bahwa perkembangan remaja justru ditandai dengan meningkatnya keterlibatan remaja pada perilaku yang beresiko (health risk). Antara usia 12-25 tahun, para peneliti mengobservasi banyak aktivitas beresiko pada remaja yang mengancam kesehatan, diantaranya adalah penggunaan alkohol dan obat terlarang, perilaku merokok, aktivitas seksual, kejahatan, dan perilaku yang secara sengaja atau tidak membahayakan kesehatan baik dalam jangka waktu dekat atau lama.
56
1.4.2. Resiliensi pada Remaja Harter (dalam Diclemente, et.al., 2009) menggambarkan remaja yang resilient adalah remaja yang memiliki “autensitas diri” (personal authenticity), yang berarti memiliki tanggung jawab pada pemikiran dan perasaan orang lain dan mengambil tindakan atas hal tersebut. Sebagai contoh, remaja yang berduka karena kehilangan seseorang yang dicintai menunjukkan penyesuaian yang lebih baik ketika ia dapat mengingat kembali pengalaman positif bersama orang yang dicintai tersebut. Masten (dalam Diclemente, et.al., 2009), menjabarkan sifat-sifat individu yang termasuk dalam karakteristik resiliensi, yaitu: kecerdasan, self-regulation, self-esteem, self-efficacy, dan internal locus of control. Kemudian Masten membuat daftar singkat yang secara luas dijelaskan memiliki hubungan sebagai predictor bagi resiliensi pada remaja, yaitu: kemampuan memecahkan masalah, kontrol perilaku dan emosi yang efektif, memiliki persepsi diri yang positif atas kemampuan dan penghargaan, percaya bahwa hidup memiliki makna, penuh harap (hopefulness), keyakinan beragama dan afiliasi, bakat dan karakter yang dinilai oleh masyarakat sebagai talenta dan daya tarik, teman yang prososial, ikatan sekolah yang efektif, dan hubungan dengan kecakapan, serta menghargai orang yang lebih dewasa. Faktor-faktor tersebut secara berulang berhubungan dengan resiko kesehatan yang lebih minimal. Lalu Wachs (dalam Diclemente, et.al., 2009), menjelaskan hasil penelitian yang dilakukannya yang melibatkan anak-anak dari sejak kecil sampai remaja tentang dimensi-dimensi tempramen individu yang berhubungan dengan
57
resiliensi, dimensi tersebut yaitu: memiliki tempramen yang baik, reaksi emosional, kemampuan bersosial, regulasi diri, dan perhatian atau fokus. Berdasarkan pada penelitian yang dilakukan pada remaja berusia 11-15 tahun, menunjukkan bahwa remaja yang memiliki kemampuan sosial dan kualitas hubungan yang baik dengan orang lain, secara signifikan dinilai memiliki resiliensi laten (latent resilience) (Rajendran & Videka, dalam Diclemente, et.al., 2009). Menurut Watcs (dalam Diclemente, et.al., 2009), remaja yang mengalami
stress namun memiliki keterampilan sosial yang tinggi menunjukkan tingkat permasalahan perilaku yang lebih rendah dan tingkat yang lebih tinggi pada kemampuan kognitif dan sosial-emosional. Demikian juga remaja yang memiliki kemampuan ‘pendekatan’ yang lebih baik dalam menghadapi masalah, memiliki tingkat permasalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang rendah dalam kemampuan ‘pendekatan’ masalah. Berdasarkan pada penelitian longitudinal pada anak-anak di Kauai dan tinjauan ulang pada penelitian-penelitain terkait, Werner dan Smith (dalam Diclemente, et.al., 2009), menggambarkan anak-anak yang dapat mengatasi
kondisi kesengsaraan dengan baik, mereka memiliki karakteristik temperamental yang menimbulkan respon positif dari orang yang memberikan perhatian. Mereka aktif, penuh kasih saying, menyenangkan, baik, dan mudah bergaul. Pada usia pra-sekolah, mereka mengembangkan suatu pola coping yang menggabungkan otonomi dengan kemampuan untuk meminta pertolongan ketika mereka butuh. Remaja yang resilient adalah mereka yang ramah, otonomi, jaga diri dan secara emosional sensitif. Sifat-sifat tersebut juga memprediksi resiliensi pada tahun
58
selanjutnya Werner dan Beardslee (dalam Diclemente, et.al., 2009) menyatakan bahwa remaja yang memiliki keluarga yang tertekan, mereka memiliki kemampuan yang berkembang lebih baik untuk merasakan apa yang orang lain rasakan, dan dapat berpikir tentang kebutuhan mereka.
1.4.3. Self-Esteem pada Remaja Guindon (2010) dalam “Self-Esteem Across the Lifespan”, menjelaskan bahwa, Self-esteem dibentuk melalui serangkaian kejadian yang terjadi dalam kehidupan masing-masing individu yang terekam dan menjadi evaluasi atas apa yang mereka alami. Self-esteem pada anak-anak mulai terbentuk pada tahun pertama kehidupan, dan terbentuk melalui pengalaman-pengalaman dan reaksi yang muncul atas pengalaman tersebut. Seorang anak yang mendapat pujian dan pengasuhan pada masamasa
awal
pengalaman
mereka,
akan
memiliki
dasar
untuk
mengembangkan self-esteem secara lebih positif. Sementara anak-anak yang dikritik, dibatasi, dihukum atas kesalahan, atau ditertawakan, besar kemungkinannya akan mengembangkan self-esteem yang tidak sehat, dan mulai meragukan kemampuan dan harga dirinya sendiri.
Boden, Fergusson, dan Horwood (dalam Guindon, 2010), menyatakan bahwa terdapat hubungan antara rendahnya self-esteem pada remaja dengan perilaku seperti gangguan mental, perlakuan kasar, masalah sosial dan penyesuaian, tingginya tingkat kecemasan, dan percobaan bunuh diri. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa self-esteem memiliki peran sangat penting pada bagaimana remaja menilai kualitas kehidupan mereka.
59
Menurut Baldwin & Hoffman (dalam Guindon, 2010), individu yang memiliki self-esteem yang rendah pada masa kanak-kanak akan mengalami banyak kesulitan pada saat mereka remaja, dan merasa kekurangan dalam banyak domain. Sementara dukungan keluarga yang kuat memiliki efek positif pada selfesteem remaja, dan remaja dengan dukungan keluarga yang kurang mengalami kesehatan mental yang buruk, perkembangan sosial yang terhambat, dan memiliki kesejahteraan yang lebih buruk. Sementara menurut Harter (dalam Guindon, 2010), remaja mendasarkan self-esteem mereka pada opini dan reaksi dari teman sebaya. Saat anak-anak mereka memiliki hubungan pertemanan dengan sesama jenis, namun pada saat remaja hubungan pertemanan berkembang dengan lawan jenis, bahkan dengan kelompok gender yang beragam. Maka perbandingan dalam sosial meningkat, (terjadi penilaian oleh teman sebaya) yang dapat berpengaruh pada self-esteem secara umum. Self-esteem mengalami kemunduran pada usia awal remaja, lebih khususnya bagi wanita yang dilaporkan secara signifikan mengalami tingkat selfesteem yang paling rendah, sementara memiliki tingkat lebih tinggi pada perasaan tertekan (Kearney-Cooke, dalam Guindon, 2010). Harter (dalam Guindon, 2010) menjelaskan bahwa kemunduran self-esteem pada remaja ini terjadi lebih karena disebabkan oleh citra tubuh yang negatif yang terjadi selama masa puberitas. Penampilan fisik pada remaja secara khusus berkonstribusi pada derajat selfesteem selama usia remaja, dan persepsi tentang daya tarik pada remaja adalah prediktor kuat yang mempengaruhi self-esteem.
60
Menurut Guindon (2010), para peneliti bersepakat bahwa self-esteem pada awal-awal masa remaja mengalami kemunduran, bersamaan dengan kemunduran yang besar dalam motivasi akademik, pencapaian dan harga diri (Baldwin & Hoffman, Robins & Trzesniewski). Citra tubuh dan masalah puberitas lain secara signifikan berkonstribusi dalam kemunduran tersebut (Robins & Trzesniewski), dan remaja wanita mengalami kemunduran self-esteem yang lebih rendah dibandingkan dengan remaja pria (Bee & Boyd, dalam Guindon, 2010).
1.4.4. Religiusitas pada Remaja Daradjat (1996), dalam bukunya Ilmu Jiwa Agama, menjelaskan tentang religiusitas pada remaja dalam dua tahap perkembangan, yaitu: A. Masa Remaja Awal (13-16 Tahun) Perubahan jasmani pada masa remaja menimbulkan kecemasan tersendiri, kepercayaan kepada agama yang telah tumbuh sebelumnya mungkin mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya. Maka kepercayaan remaja kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat, dan kadang-kadang menjadi ragu bahkan berkurang. Ibadah yang dilakukan kadang-kadang rajin, dan kadang malas. Perasaan remaja terhadap Tuhannya tergantung pada perubahan emosi yang sedang dialami. Kadang mereka membutuhkan Tuhan terutama saat menghadapi bahaya, takut akan gagal dan saat merasa berdosa. Tapi kadang ia kurang membutuhkan Tuhan ketika mereka senang, riang atau gembira. Perkembangan kecerdasan keberagamaan remaja telah sampai kepada memahami
61
hal yang abstrak pada umur 12 tahun, dan mampu mengambil kesimpulan yang abstrak dari yang apa yang dilihat dan didengarnya. Maka pendidikan agama tidak akan diterima begitu saja tanpa memahaminya. Di sini remaja akan merasa butuh dengan ajaran dan ketentuan agama untuk mengembalikan jiwanya kepada ketenangan dan kestabilan.
B. Masa Remaja Akhir (17-21 Tahun) Pada masa ini remaja telah memasuki suatu tahap yang dalam istilah agama disebut sebagai baligh-berakal, maka remaja merasa bahwa dirinya telah dewasa dan dapat berpikir logis. Remaja sedang berusaha mencapai peningkatan dan kesempuranaan pribadinya, maka mereka juga ingin mengembangkan agama pada tahap ini. Sementara menurut Hurlock (1980), selama masa remaja terjadi perubahan dalam minat religius secara lebih radikal daripada perubahan dalam minat akan pekerjaan. Pola perubahan minta tersebut dijelaskan sebagai berikut: 1. Periode Kesadaran Religius Pada saat remaja mempersiapkan diri untuk menjadi bagian dari suatu kelompok keagamaan yang dianut orang tuanya, minta religiusnya meninggi. Sebagai akibat dari meningkatnya minat ini, ia mungkin menjadi bersemangat mengenai agama—sampai-sampai ia mempunyai keinginan untuk menyerahkan kehidupannya untuk agama—malah meragukan keyakinan yang diterimanya selama masa kanak-kanak. Pada periode ini juga remaja seringkali membandingkan keyakinannya dengan keyakinan
62
teman-temannya, atau menganalisis keyakinannya secara kritis sesuai dengan meningkatnya pengetahuan remaja. 2. Periode Keraguan Religius Berdasarkan penelitian secara kritis terhadap keyakinan masa kanak-kanak, remaja sering bersikap skeptis pada berbagai bentuk perilaku keberagamaan, seperti berdoa atau ibadah lainnya, kemudian mulai meragukan isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan sesudah mati. Bagi sebagian remaja keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada agama, namun pada sebagian lainnya berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul. 3. Periode Rekonstruksi Agama Lambat laun remaja membutuhkan keyakinan beragama secara lebih matang, meskipun ternyata keyakinan pada masa kanak-kanak tidak lagi memuaskan. Jika hal ini terjadi maka remaja mulai memperkokoh keyakinanan pada agamanya, atau bahkan sebaliknya mencari keyakinan baru yang dapat menjawab sikap skeptis yang sedang terjadi.
1.5.
Kerangka Berpikir
Remaja sebagai periode perkembangan yang paling bergejolak, dituntut untuk beradaptasi pada setiap permasalahan secara lebih matang. Menurut Erikson (dalam Santrock, 2002), jika remaja gagal dalam pencarian jati diri dan dalam menyelesaikan setiap tekanan dan permasalahan yang dihadapi, maka ia akan mengalami kebingungan identitas (identity confusion).
63
J.J. Arnett dalam “International Encyclopedia of Adolescence (2007), menjelaskan bahwa banyak faktor yang disebut sebagai sumber utama permasalahan pada remaja, salah satunya adalah status ekonomi keluarga. Faktor ini diasumsikan berperan penting bagi remaja dalam mengambil keputusan untuk keluar dari rumah dan tinggal di jalanan, atau bahkan memutuskan untuk bunuh diri. Lerner & Steinberg (dalam Diclemente, et.al., 2009), mempertegas hal ini dengan menyatakan bahwa kemiskinan adalah faktor yang signifikan bagi kehidupan jutaan remaja, kemiskinan menjadi faktor resiko yang menetap sejak mereka kanak-kanak hingga remaja. Dalam kelompok masyarakat marginal, sebagai akibat dari persaingan global dan perkembangan teknologi, remaja tumbuh dalam keterbatasan dan kesengsaraan. Mereka mengalami lebih banyak faktor resiko dan ancaman psikologis ketika dibenturkan dengan ketidakmampuan beradaptasi secara siap dengan beragam perubahan dan tekanan yang terjadi di lingkungan. Sehingga kemudian berkembang kelompok anak jalanan perkotaan yang semakin hari menjadi semakin ramai, saat mereka berusaha melawan konflik psikologis, justru mereka menghindar dari masalah dan sumber stres. Resiliensi
sebagai
konstruk
psikologi
mencoba
menggambarkan
bagaimana pola adaptasi dibutuhkan agar remaja dapat keluar dari tekanan atau kesengsaraan untuk menjadi individu yang resilient. Dalam hal ini, banyak faktor yang mempengaruhi resiliensi yang telah dikemukakan oleh banyak tokoh psikologi yang mengkaji resiliensi, namun setidaknya ada dua faktor yang konsisten selalu disebut oleh para tokoh tersebut, dua faktor yang kemudian
64
penulis jadikan variabel bebas bagi resiliensi dalam penelitian ini, yaitu: selfesteem dan religiusitas. Self-esteem menurut Matsumoto (2009), adalah tingkat kecenderungan sikap, gagasan, evaluasi atas diri sendiri, sejarah, proses-proses mental, dan perilaku yang positif. Self-esteem berhubungan dengan banyak aspek dari pemikiran, emosi dan perilaku serta sering dipertimbangkan sebagai bagian inti dalam memahami individu. Kerangka hubungan self-esteem sebagai faktor bagi resiliensi salah satunya dijelaskan oleh Werner dan Smith (dalam Reich, et.al, 2010), melalui penelitian longitudial study selama 40 tahun, mendapati bahwa faktor-faktor utama yang mempengaruhi resilience outcome adalah self-esteem, karakteristik keluarga dan lingkungan sosial. Menurut Holahan, Moos, Schiaffino dan Revenson (dalam Reich, et.al., 2010), individu dengan self-esteem yang tinggi diketahui memiliki penilaian yang lebih positif atas kejadian stress. Sementara religiusitas (religiousness) menurut Zinnbauer (dalam Lopez, 2003), adalah suatu pencarian individu atau kelompok pada hal yang sakral yang terbuka pada konteks kesakralan tradisional. Religiusitas menurut Fetzer (2003), adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agama (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama secara pribadi (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan sesama penganut agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), mengikuti organisasi atau kegiatan
65
keagamaan (organizational religiousness) dan meyakini pilihan agamanya (religious preference). Menurut Pargament dan Cummings (dalam Gordon, et.al., 1995), religiusitas adalah faktor resiliensi yang signifikan bagi banyak orang. Sementara menurut Griffith (2010), dalam “Religion That Heals, Religion That Harms”, menyatakan bahwa, tiap agama (kepercayaan) telah membuktikan suatu metode, aturan dan ajaran yang dibentuk untuk membangun resiliensi bagi penganutnya dalam rangka menghadapi penderitaan yang tak terhindarkan. Menurut Pargament dan Cummings (dalam Reich, et.al., 2010), sesungguhnya religiusitas itu sendiri adalah resilient bagi sumber stres dalam hidup; maksudnya, dalam masa-masa sulit agama efektif dalam membantu seseorang untuk membangun hubungan dengan hal yang sakral, yaitu agama dan resiliensi. Kerangka hubungan antara self-esteem dan religiusitas sebagai faktor bagi resiliensi melalui dimensi-dimensi yang ada di dalamnya, digambarkan dalam bagan di bawah ini:
66
Bagan 1 (Kerangka Hubungan Self-Esteem, Religiusitas terhadap Resiliensi) Perasaan Tentang Diri Sendiri Perasaan Tentang Hidup Perasaan Tentang Orang Lain
Daily Spiritual Experience Values
Beliefs Forgiveness
RESILIENSI PADA REMAJA
Private Religious Practices Religious/Spiritual Coping Religious Support Religious/Spiritual History Organizational Religiousness
Keterangan: Arah panah dalam kerangka berpikir di atas adalah ke arah kanan menuju resiliensi pada remaja.
67
1.6. Hipotesis Penelitian Hipotesis Alternatif Hipotesis Mayor Ada hubungan yang signifikan antara self-esteem terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA Hipotesis Minor Ha1
: Ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang diri sendiri terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha2
: Ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang hidup terhadap
resiliensi pada remaja di
Yayasan
HIMMATA Ha3
: Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh perasaan tentang orang lain terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Hipotesis Nihil Hipotesis Mayor Tidak ada hubungan yang signifikan antara self-esteem terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA Hipotesis Minor H01
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang diri sendiri terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
68
H02
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang hidup terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H03
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang orang lain terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Hipotesis Alternatif Hipotesis Mayor Ada hubungan yang signifikan antara religiusitas terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA Hipotesis Minor Ha4
: Ada hubungan yang signifikan antara daily spiritual experience terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha5
: Ada hubungan yang signifikan antara value terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha6
: Ada hubungan yang signifikan antara belief terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha7
: Ada hubungan yang signifikan antara forgiveness terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha8
: Ada hubungan yang signifikan antara private religious practice terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
69
Ha9
: Ada hubungan yang signifikan antara pengaruh religious/spiritual coping terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha10
: Ada hubungan yang signifikan antara religious support terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha11
: Ada hubungan yang signifikan antara religious/spiritual history terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Ha12
: Ada hubungan yang signifikan antara organizational religiousness terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
Hipotesis Nihil Hipotesis Mayor Tida ada hubungan yang signifikan antara religiusitas terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA Hipotesis Minor H04
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara daily spiritual experience terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H05
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara value terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H06
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara belief terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
70
H07
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara forgiveness terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H08
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara private religious practice terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H09
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara pengaruh religious/spiritual coping terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H010
: Tidak ada hubungan yang signifikan antara religious support terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
H011
:
Tidak
ada
hubungan
yang
signifikan
antara
religious/spiritual history terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA H012
:
Tidak
ada
hubungan
yang
signifikan
antara
organizational religiousness terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA
71
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas tentang pendekatan dan metode penelitian, variabel penelitian, yaitu definisi konseptual dan definisi operasional, populasi dan sampel termasuk teknik pengambilan sampel, dan pengumpulan serta analisis data.
3.1. Pendekatan dan Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif. Pendekatan
kuantitatif
adalah
pendekatan
ilmiah
yang
menggunakan
penghitungan statistik untuk menjabarkan permasalahan penelitian (Matsumoto, 2009). Menurut Coor (2009), pada sebagian besar peneliti (kepribadian), mereka membangun asumsi uji ilmiah atas teori kepribadian membutuhkan pengukuran secara kuantitatif. Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kuantitatif agar memperoleh gambaran secara lebih objektif dan lebih terukur. Sementara metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi non-eksperimental. Metode ini bertujuan untuk melihat pengaruh variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable), dimana dalam analisa data menggunakan data-data numerikal dan angka yang diolah melalui metode statistik. Hasil yang diperoleh dari analisa data secara statistik tersebut akan diuraikan dalam kesimpulan secara deskriptif.
71
72
3.2. Variabel Penelitian Dependent Variable (variabel terikat) adalah variabel yang disebabkan (dipengaruhi) oleh variabel yang lain (Whitley, 2001). Dependent variable dalam penelitian ini adalah resiliensi. Sementara Independent Variable (variabel bebas) adalah variabel yang menyebabkan (mempengaruhi) variabel yang lain (Whitley, 2001). Independent Variable dalam penelitian ini adalah self-esteem dan religiusitas.
3.2.1. Definisi Konseptual a. Resiliensi (resilience) adalah kemampuan seseorang untuk menghadapi, mengatasi, mempelajari, atau berubah melalui kesulitan-kesulitan yang tak terhindarkan (Grotberg, 2003). b. Self-esteem adalah nilai yang dilekatkan pada diri kita. Self-esteem juga berarti penilaian atas ‘harga diri’ kita sebagai manusia, berdasarkan pada persetujuan atau pengingkaran atas diri dan perilaku kita (Minchinton, 1993). c. Religiusitas adalah seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman
beragama
sehari-hari
(daily
spiritual
experience),
mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (value), meyakini ajaran agama (belief), memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama secara pribadi (private religious practice), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan sesama penganut agama (religious support), mengalami sejarah
73
keberagamaan (religious/spiritual history), mengikuti organisasi atau kegiatan keagamaan (organizational religiousness) (dalam Fetzer, 2003).
3.2.2. Definisi Operasional a. Resiliensi adalah skor yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala model likert yang terdiri dari empat alternatif jawaban (sangat sesuai, sesuai, tidak sesuai dan sangat tidak sesuai) yang meliputi tiga aspek resiliensi menurut Grotberg (2003): I HAVE (External Supports), I AM (Inner Strengths), dan I CAN (Interpersonal and Problem-Solving Skills). b. Self-Esteem adalah skor yang diperoleh hasil pengukuran menggunakan skala likert yang terdiri dari empat alternatif jawaban (sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju) yang meliputi tiga aspek self-esteem menurut Michington (1993): Perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup dan perasaan tentang orang lain. c. Religiusitas adalah skor yang diperoleh hasil pengukuran menggunakan skala likert yang terdiri dari empat alternatif jawaban (sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju) yang meliputi tiga dimensi religiusitas menurut Fetzer (2003): Seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (daily spiritual experience), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai (values), meyakini ajaran agama (beliefs), memaafkan (forgiveness), melakukan
74
praktek beragama secara pribadi (private religious practices), menggunakan agama sebagai coping (religious/spiritual coping), mendapat dukungan sesama penganut agama (religious support), mengalami sejarah keberagamaan (religious/spiritual history), dan mengikuti
organisasi
atau
kegiatan
keagamaan
(organizational
religiousness).
3.3. Pengambilan Sampel 3.3.1. Populasi dan Sampel Menurut Matsumoto (2009), populasi adalah sejumlah individu yang berada di antara suatu area tertentu. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja yang bersekolah di Yayasan Pendidikan HIMMATA (sekolah bagi anak jalanan dan masyarakat miskin kota), di Plumpang, Jakarta Utara. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 208 orang. Sementara sampel, adalah proses menentukan beberapa individu dari suatu populasi (Matsumoto, 2009). Sampel dalam penelitian ini berjumlah 146 orang.
3.3.2. Teknik Pengambilan Sampel Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah probability sampling, yaitu menentukan sampel dengan cara random pada populasi sehingga tiap anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih (Matsumoto, 2009; Balnaves, 2001).
75
Sementara teknik sampling yang digunakan adalah simple random sampling. Yaitu teknik pengambilan sampel dimana tiap unit populasi diberi nomor, kemudian sampel yang diinginkan ditarik secara random (Nazir, 2005).
3.4. Pengumpulan Data 3.4.1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik skala. Skala digunakan karena melihat responden yang jumlahnya besar dan dapat mengungkap hal-hal yang sifatnya rahasia. Tujuan penggunaan skala ini adalah untuk memperoleh data mengenai self-esteem dan religiusitas serta resiliensi pada remaja. Bentuk skala yang digunakan adalah skala likert. Skala likert berisi sejumlah item pertanyaan yang harus dijawab oleh setiap partisipan dengan memilih salah satu dari empat alternatif jawaban: Sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS). Untuk penghitungan skor dari setiap jawaban pada pernyataan favorable adalah: SS= 4, S= 3, TS= 2, STS= 1. Sementara pada pernyatan unfavorable adalah: SS= 1, S= 2, TS=3, STS= 4.
Tabel 3.1 Skor untuk Setiap Pernyataan Pada Skala Skala Sangat Setuju (SS)
Favorabel (+) 4
Unfavorable (-) 1
Setuju (S)
3
2
Tidak Setuju (TS)
2
3
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
4
76
3.4.2. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian dari self-esteem menggunakan skala likert yang berisi empat alternatif jawaban: Sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Skala self-esteem meliputi tiga karakteristik self-esteem menurut Michington, yaitu: a. Perasaan tentang diri sendiri; b. Perasaan tentang Hidup; c. Perasaaan tentang orang lain.
Tabel 3.2 Blue Print Skala Self-Esteem Variabel
Dimensi Perasaan Tentang Diri Sendiri
Self-Esteem
Perasaan Tentang Hidup Perasaan Tentang Orang Lain Jumlah
No. Item Favorable Unfavorable
Jumlah
1,2,3,6
4,5
6
9,11,12
7,8,10
6
15,16,18
13,14,17
6
10
8
18
Instrumen penelitian dari religiusitas menggunakan skala yang diadopsi dari skala Fetzer (2003) dan dimodifikasi serta disusun menggunakan skala likert yang berisi empat alternatif jawaban: Sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Skala religiusitas mencakup dimensi-dimensi religiusitas menurut Fetzer (2003), yaitu: a. Daily spiritual experience (seberapa kuat individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari); b. Value (mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah nilai); c. Belief (meyakini ajaran
77
agama); d. Forgiveness (memaafkan); e. Private religious practice (melakukan praktek beragama secara pribadi); f. Religious/spiritual coping (menggunakan agama sebagai coping); g. Religious support (mendapat dukungan sesama penganut
agama);
h.
Religious/spiritual
history
(mengalami
sejarah
keberagamaan); dan i. Organizational religiousness (mengikuti organisasi atau kegiatan keagamaan).
Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas Variabel
Dimensi Daily Spiritual Experience
Religiusitas
No. Item Favorable Unfavorable
Jumlah
1,3,4
2
4
Values
5,6
7
3
Belief
9,10,11
8
4
Forgiveness
12,13,14
15
4
Private Religious Practice
16,18,19
17
4
Religious/Spiritual Coping
20,22,23
21
4
Religious Support
24,26
25
3
Religious/Spiritual History
28,29,30
27
4
31,33
32
3
24
9
33
Organizational Religiousness Jumlah
Sementara instrumen penelitian dari resiliensi menggunakan skala yang diadopsi dari skala Grotberg (2003), dan disusun kembai menggunakan skala
78
model likert yang berisi empat alternatif jawaban: Sangat setuju, setuju, tidak setuju dan sangat tidak setuju. Skala resiliensi meliputi tiga karateristik resiliensi menurut Grotberg (2003), yaitu: I HAVE (External Supports), I AM (Inner Strengths), dan I CAN (Interpersonal and Problem-Solving Skills).
Tabel 3.4 Blue Print Skala Resiliensi No. Item Variabel
Jumlah
Dimensi Favorable
Unfavorable
I HAVE
1,2,3,4,5,6,7
-
7
I AM
8,9,10,11,12,13,14
-
7
I CAN
15,16,17,18,19,20,21
-
7
21
0
21
Resiliensi
Jumlah
3.4.3. Uji Validitas Alat Ukur Validitas adalah suatu indikator statistik atas suatu derajat ukuran yang secara akurat menggambarkan target konstruk atau fenomena, validitas juga berarti derajat kesimpulan logis yang didapat dari data yang tersedia. Pada hakikatnya, validitas menguji apakah suatu tes, penilaian, atau studi dapat secara efektif mengukur apa yang hendak diukur. (Matsumoto, 2009). Uji validitas alat ukur dalam penelitian ini menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) dengan software Lisrel 8.70. (Joreskog & Sorbom, 2004). Hasil dari pengujian validitas tiap alat ukur tersebut akan dibahas di bawah ini.
79
1.4.3.1 Uji Validitas Skala Resiliensi Peneliti menguji apakah 21 item resiliensi yang ada bersifat unidimensional mengukur skala resiliensi. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 521.68; df = 189; P-value = 0.00000; RMSEA = 0.110. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model yang fit dengan nilai Chiq – Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang berarti model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, dengan pengertian lain bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja, yaitu resiliensi. Kemudian peneliti melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian tersebut dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Resiliensi No.
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikansi
1.
0.29
0.08
3.41
V
2.
0.16
0.08
1.88
X
3.
0.54
0.08
6.69
V
4.
0.42
0.08
5.10
V
5.
0.10
0.09
1.12
X
6.
0.34
0.08
4.07
V
7.
0.58
0.08
7.44
V
80
8.
0.59
0.08
7.62
V
9.
0.64
0.08
8.28
V
10.
0.61
0.08
7.94
V
11.
0.62
0.08
7.75
V
12.
0.79
0.07
11.16
V
13.
0.66
0.08
8.68
V
14.
0.73
0.08
9.97
V
15.
0.51
0.08
6.42
V
16.
0.45
0.08
5.66
V
17.
0.19
0.09
2.17
V
18.
0.55
0.08
7.05
V
19.
0.50
0.08
6.34
V
20.
0.52
0.08
6.46
V
21.
0.31 0.08 3.75 V Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan.
Pada tabel di atas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor dari item 2 & 5 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor lainnya signifikan. Dengan demikian item 2 & 5 akan didrop. Artinya bobot nilai pada item 2 & 5 tidak akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item di atas, apakah ada yang bermuatan negatif. Berdasarkan tabel 4.3, pada kolom koefisien tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian tidak ada item yang didrop, kecuali item 2 & 5. Pada model pengukuran ini, terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi, artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada diri masing-masing item. Korelasi kesalahan pengukuran item tersebut ditampilkan pada tabel di bawah ini:
81
Tabel 3.6 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran dari Item Resiliensi
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
1 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1 V
1
13
14
15
16
1 V
1
17
18
19
20
21
1 V
1
1 1 1 V
1 1
V
1
V
V
1 V
1 V V V
V
1 V V
1 V
V
V
V
1
V
1
V
1
V
V V
V V
V
V
1 V
V
V
V
Ket: Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item
Dari tabel di atas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran pada item. Item yang baik adalah item yang kesalahan penukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang tidak berkorelasi, tetapi paling tidak terdapat empat item yang korelasi kesalahan pengukurannya hanya satu saja, yaitu item 13, 14, 16 dan 18. Sedangkan item yang tidak bagus adalah item 9 karena kesalahan pengukuran item tersebut terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dengan kesalahan pengukuran lainnya, maka item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga
82
mengukur hal lainnya. Dengan demikian item 9 akan didrop, artinya bobot nilai pada item 9 tidak akan diikutsertakan dalam analisis penghitungan faktor skor. Langkah selanjutnya adalah menghitung faktor skor item-item resiliensi yang tidak didrop, faktor skor ini dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan faktor skor ini tidak menjumlahkan item-item variabel pada umumnya, tetapi justru dihitung true score pada tiap item. Setelah didapatkan faktor skor, peneliti merubah faktor skor menjadi T skor. T skor ini memiliki fungsi, pertama untuk menyamakan skala pengukuran yang berbeda-beda, hal ini hampir sama ketika mengukur Z score. Perbedaannya, Z score memiliki rentangan mean = 0 dan standar deviasi = 1, sedangkan T skor memiliki rentangan mean = 50 dan standar deviasi = 15. Fungsi T skor yang kedua adalah untuk menghindari nilai minus pada faktor skor agar pembaca mudah memahami interpretasi hasil penelitian. Adapun rumus T skor yaitu: Tskor = (15 x faktor skor) + 50 Setelah didapatkan faktor skor yang telah berubah menjadi T skor, maka nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan regresi. Perlu dicatat, bahwa hal yang sama juga berlaku untuk variabel religiusitas dan self-esteem.
3.4.3.2 Uji Validitas Skala Religiusitas Peneliti menguji apakah 33 item religiusitas yang ada bersifat unidimensional mengukur skala religiusitas. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 612.68; df = 495; P-value = 0.00023;
83
RMSEA = 0.040. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi – Square menghasilkan Pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang berarti model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja, yaitu religiusitas. Kemudian melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan faktor dari item. Pengujian tersebut dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Religiusitas No.
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikansi
1.
0.062
0.12
5.06
V
2.
0.23
0.13
1.77
X
3.
0.62
0.12
5.03
V
4.
0.77
0.12
6.50
V
5.
0.62
0.12
5.06
V
6.
0.56
0.12
4.52
V
7.
0.34
0.13
2.67
V
8.
0.52
0.12
4.16
V
9.
0.56
0.12
4.53
V
10.
0.35
0.13
2.73
V
11.
0.58
0.12
4.67
V
12.
0.29
0.13
2.31
V
84
13.
0.46
0.13
3.66
V
14.
0.41
0.13
3.24
V
15.
0.41
0.13
3.23
V
16.
0.38
0.13
3.02
V
17.
0.20
0.13
1.56
X
18.
0.55
0.12
4.39
V
19.
0.38
0.13
3.01
V
20.
0.63
0.12
5.15
V
21.
0.27
0.13
2.09
V
22.
0.43
0.13
3.38
V
23.
0.55
0.12
4.44
V
24.
0.60
0.12
4.92
V
25.
0.52
0.12
4.21
V
26.
0.11
0.13
0.84
X
27.
0.45
0.13
3.57
V
28.
0.45
0.13
3.60
V
29.
0.51
0.12
4.06
V
30.
0.56
0.12
4.53
V
31.
0.50
0.12
4.04
V
32.
0.44
0.13
3.51
V
33.
0.45
0.13
3.61
V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan.
Pada tabel di atas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor item 2, 17 & 26 yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor lainnya signifikan. Dengan demikian item 2, 17 & 26 akan didrop. Artinya bobot nilai pada item 2, 17 & 26 tidak akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item di atas, apakah ada yang bermuatan negatif.
85
Berdasarkan tabel 4.5, pada kolom koefisien tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif. Dengan demikian tidak ada item yang didrop, kecuali item 2, 17 dan 26. Pada model pengukuran ini, terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada diri masing-masing item. Korelasi kesalahan pengukuran item ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.8 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran dari Item Religiusitas 1
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
1 1 1 1 1 1 1 V
1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 V
1 1 V
1 1 1 1 1 V
1 1 1 1 1 1 1
Ket: Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran pada item. Seperti pada penjelasan sebelumnya, bahwa item yang baik adalah item yang kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Pada model ini
86
hanya terdapat empat item yang memiliki kesalahan pengukuran karena berkorelasi dengan item yang lainnya, itupun berkorelasi hanya pada satu item yang lain saja, yaitu item 8, 20, 22, dan 27, sementara item yang lain tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran. Artinya item yang tidak memiliki korelasi kesalahan pengukuran dengan item lainnya, maka item tersebut hanya mengukur apa yang hendak diukur. Dan berdasarkan tabel di atas, maka tidak ada item yang akan didrop, kecuali item 2, 17 dan 26 (pada tabel muatan faktor item religiusitas).
3.4.3.3 Uji Validitas Skala Self-Esteem Peneliti menguji apakah 18 item self-esteem yang ada bersifat unidimensional mengukur skala self-esteem. Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan, model satu faktor tidak fit, dengan Chi – Square = 882.82; df = 135; P-value = 0.00000; RMSEA = 0.195. Namun, setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya, maka diperoleh model fit dengan nilai Chi – Square menghasilkan Pvalue > 0.05 (tidak signifikan), yang berarti model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja, yaitu self-esteem. Kemudian melihat apakah signifikansi item tersebut mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu didrop atau tidak. Dalam hal ini yang diuji adalah hipotesis nihil tentang koefisien muatan
87
faktor dari item. Pengujian tersebut dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel berikut ini:
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Self-Esteem No.
Koefisien
Standar Error
Nilai t
Signifikansi
1.
-0.03
0.09
-0.36
X
2.
0.16
0.09
1.84
X
3.
0.21
0.08
2.47
V
4.
0.55
0.08
6.92
V
5.
0.61
0.07
8.08
V
6.
0.10
0.08
1.20
X
7.
0.62
0.08
8.24
V
8.
0.72
0.07
9.72
V
9.
0.29
0.08
3.50
V
10.
0.81
0.07
11.56
V
11.
0.34
0.09
3.87
V
12.
0.15
0.09
1.73
X
13.
0.88
0.07
12.99
V
14.
0.73
0.07
10.23
V
15.
0.11
0.09
1.30
X
16.
0.25
0.09
2.90
V
17.
0.62
0.08
8.00
V
18.
0.55
0.08
6.85
V
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96); X = tidak signifikan.
Berdasarkan tabel di atas, hanya nilai t bagi koefisien muatan faktor item 1, 2, 6, 12, dan 15 saja yang tidak signifikan, sedangkan koefisien muatan faktor lainnya signifikan. Dengan demikian item 1, 2, 6, 12, dan 15 akan didrop. Artinya
88
bobot nilai pada item-item tersebut tidak akan ikut dianalisis dalam penghitungan faktor skor. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item di atas, apakah ada yang bermuatan negatif. Berdasarkan tabel di atas, pada kolom koefisien terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item 1. Maka pada item 1, selain karena t < 1.96, item tersebut juga bermuatan negatif. Maka item 1 bersama dengan item 2, 6, 12, dan 15 akan didrop. Pada model pengukuran ini, terdapat kesalahan pengukuran item yang saling berkorelasi. Artinya dapat disimpulkan bahwa item-item tersebut bersifat multidimensional pada diri masing-masing item. Korelasi kesalahan pengukuran item ditampilkan pada tabel di bawah ini:
Tabel 3.10 Matriks Korelasi Antar Kesalahan Pengukuran dari Item Self-Esteem 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
1 1 V V
2
3
1 V V
1
V
4
5
6
1 V
1
7
V V
11
12
13
1 V V
1
14
15
16
17
18
1 V
V
1
V
V V
V
1 1 V V
V V V V V
V V
V
V V
V V
10
1
V
V V
9
1
V V V V V
8
V
V V
V V
1 V V V
V
1 V V V
1 1 V
Ket: Tanda V menunjukkan korelasi kesalahan pengukuran item Dari tabel di atas dapat dilihat korelasi antar kesalahan pengukuran pada item. Item yang baik adalah item yang kesalahan pengukurannya tidak berkorelasi satu sama lain. Pada model ini tidak ada kesalahan pengukuran yang tidak
1
89
berkorelasi. Sedangkan item yang tidak bagus adalah item 1, 2, 11, 15, 16, dan 18, karena kesalahan pengukuran item tersebut terlalu banyak berkorelasi dengan kesalahan pengukuran item lainnya. Artinya item yang kesalahan pengukurannya saling berkorelasi dengan kesalahan pengukuran lainnya, maka item tersebut selain mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal lainnya. Maka dengan demikian item 1, 2, 11, 15, 16, dan 18 akan didrop, artinya bobot nilai pada item-item tersebut tidak akan diikutsertakan dalam analisis penghitungan faktor skor.
3.5.
Analisis Data
Analisis penelitian merupakan bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena melalui analisis suatu data dapat diberi arti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. (Nazir, 2005). Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Statistic Multiple Regression Analysis (analisis regresi berganda), yaitu suatu metode menganalisa keragaman variabel dependen melalui pengelompokan ulang informasi yang tersedia pada satu atau lebih variabel independen (Pedhazur, 1973) Untuk kebutuhan pengujian hipotesis mayor, penulis menggunakan rumus perasamaan regresi sebagai berikut: Y’= a + b1X1 + b2X2 + b3X3 +….+ b12X12 Keterangan: Y’
: Variabel dependen
A
: Konstanta intersepsi; besarnya sama dengan Y’ jika X = 0
90
b1,b2,b3,…,b12
: Koefisien regresi, yaitu nilai peningkatan
X1,X2,X3,…, X12
: Variabel Independen
Dengan dependen variabel resiliensi dan independen variabel, maka dapat dijelaskan sebagai berikut: Y’
: Resiliensi
a
: Konstan intersepsi
b
: Koefisien regresi
X1
: Daily Spiritual Experience
X2
: Values
X3
: Beliefs
X4
: Forgiveness
X5
: Private Religious Practice
X6
: Religious/Spiritual Coping
X7
: Religious Support
X8
: Religious/Spiritual History
X9
: Organizational Religousness
X10
: Perasaan Tentang Diri Sendiri
X11
: Perasaan Tentang Hidup
X12
: Perasaan Tentang Orang Lain
Dari analisis regresi berganda dapat diperoleh nilai R, yaitu koefisien korelasi berganda antara dependen variabel (resiliensi) dengan daily spiritual experience,
value,
belief,
forgiveness,
private
religious
practice,
91
religious/spiritual
coping,
religious
support,
religious/spiritual
history,
organizational religiousness, perasan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup dan perasaan tentang orang lain. Besarnya nilai resiliensi disebabkan oleh independen variabel yang telah disebutkan, ditunjukkan oleh koefisien determinasi berganda atau R2 (R Square). R2 merupakan perkiraan proporsi varians dari resiliensi yang dijelaskan oleh variabel daily spiritual experience, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious/spiritual coping, religious support, religious/spiritual history, organizational religiousness, perasan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup dan perasaan tentang orang lain. Uji R2 yang dilakukan mengindikasikan apakah regresi Y pada variabel independen secara bersama-sama signifikan secara statistik.
3.6. Prosedur Penelitian Dalam melaksanakan penelitian, peneliti melakukan prosedur sebagai berikut: 1. Langkah pertama adalah menentukan latar belakang, perumusan dan pembatasan masalah, serta tujuan dan manfaat penelitian. 2. Langkah kedua adalah menguraikan kerangka teoritis masing-masing variabel yang akan diuji dalam penelitian, termasuk juga menentukan kerangka berpikir. 3. Tahap ketiga adalah menentukan pendekatan dan metode penelitian, termasuk juga menentukan populasi dan sampel serta teknik pengambilan sampel yang akan dilakukan.
92
4. Kemudian melakukan pengambilan data di lapangan, pengambilan data dilakukan dengan menemui langsung responden (remaja yang bersekolah di Yayasan HIMMATA) selama bulan Oktober 2011 dengan melibatkan 146 responden. 5. Dari data yang telah terkumpul, peneliti memberikan kode dan melakukan skoring dengan menggunakan program Microsoft Office Excel 2007. Kemudian melakukan uji validitas menggunakan CFA dengan software Lisrel 8.70. dari hasil uji validitas ini kemudian diperoleh item-item yang valid dan tidak valid, dimana hanya item-item yang valid saja yang akan diikutsertakan dalam analisis data pada tahap berikutnya. 6. Tahap selanjutnya adalah melakukan analisa data secara statistik dengan teknik Statistic Multiple Regression Analysis melalui program SPSS 17.0. 7. Tahap terakhir adalah membuat laporan hasil penelitian, kesimpulan, diskusi dan saran.
93
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan, yaitu meliputi: analisis deskriptif, uji validitas alat ukur, dan pengujian hipotesis penelitian.
4.1 Analisis Deskriptif Dalam subbab ini akan dibahas mengenai populasi dan sampel yang digunakan dalam penelitian ini. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa/I Yayasan HIMMATA yang berjumlah 204 orang, sementara yang dijadikan sampel adalah 146 orang.
Tabel 4.1 Distribusi Populasi Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
N
Presentase
Laki-laki
81
55,48%
Perempuan
65
44,52%
146
100 %
TOTAL
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah laki-laki lebih banyak daripada jumlah perempuan. Jumlah laki-laki 81 orang (55,48%), sementara jumlah perempuan 69 orang (44,52%). Selanjutnya peneliti akan memaparkan distribusi frekuensi dan uji beda ttest mean resiliensi berdasarkan jenis kelamin.
93
94
Tabel 4.2 Distribusi Resiliensi Berdasarkan Jenis Kelamin Group Statistics
REGR factor score 1 for analysis 1
VAR00002
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Laki-laki
81
-.0147137
.63879382
.07097709
Perempuan
65
.0183356
1.19956533
.14878777
Dari tabel di atas, diketahui bahwa mean perolehan resiliensi pada laki-laki (-.0147137) lebih kecil daripada perempuan (.0183356). Kemudian peneliti menguji dengan menggunakan independent sampel t-test untuk mengetahui apakah mean kedua kelompok berbeda secara statistik. Dari hasil yang didapat, tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean laki-laki dan mean perempuan (P < 0.05). Selanjutnya peneliti akan memaparkan distribusi populasi berdasarkan usia, yaitu sebagaimana yang tertera pada tabel di bawah ini:
Tabel 4.3 Distribusi Populasi Berdasarkan Usia No
Usia
N
Presentase
1.
12 Tahun
15
10,27%
2
13 Tahun
37
25,34%
3.
14 Tahun
27
18,49%
4.
15 Tahun
28
19,18%
5.
16 Tahun
18
12,33%
6.
17 Tahun
12
8,22%
7.
18 Tahun
6
4,11%
8.
19 Tahun
3
2,05%
146
100%
Total
95
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah responden yang terlibat dalam penelitian ini, yang berusia 13 tahun lebih banyak (25,34%) daripada responden yang berusia 12, 14, 15, 16, 17, 18, dan 19 tahun. Sementara responden yang paling sedikit adalah responden yang berusia 19 tahun, yaitu sebanyak 2, 05%. Selanjutnya peneliti menguraikan distribusi frekuensi dan uji beda t-test mean resiliensi berdasarkan usia, berikut ini:
Tabel 4.4 Distribusi Resiliensi Berdasarkan Usia One-Sample Statistics N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
Usia 12
146
.1027
.30466
.02521
Usia 13
146
.2534
.43647
.03612
Usia 14
146
.1849
.38958
.03224
Usia 15
146
.1918
.39506
.03270
Usia 16
146
.1233
.32990
.02730
Usia 17
146
.0822
.27560
.02281
Usia 18
146
.0411
.19920
.01649
Usia 19
146
.0205
.14235
.01178
Dari tabel di atas, diketahui bahwa mean perolehan resiliensi pada responden berusia 13 tahun (.2534) lebih besar daripada perolehan mean pada responden berusia 12 tahun (.1027), 14 tahun (.1849), 15 tahun (.1918), 16 tahun (.1233), 17 tahun (.0822), 18 tahun (.0411) dan responden berusia 19 tahun (.0205). Peneliti juga menguji dengan menggunakan independent sampel t-test untuk mengetahui apakah mean kedelapan kelompok berbeda secara statistik.
96
Tabel 4.5 Signifikansi Perolehan Mean Berdasarkan Usia One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference T
df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Lower
Upper
Usia 12
4.075
145
.000
.10274
.0529
.1526
Usia 13
7.016
145
.000
.25342
.1820
.3248
Usia 14
5.736
145
.000
.18493
.1212
.2487
Usia 15
5.866
145
.000
.19178
.1272
.2564
Usia 16
4.516
145
.000
.12329
.0693
.1773
Usia 17
3.603
145
.000
.08219
.0371
.1273
Usia 18
2.493
145
.014
.04110
.0085
.0737
Usia 19
1.744
145
.083
.02055
-.0027
.0438
Dari tabel di atas diperoleh penjelasan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan perolehan mean pada responden menurut usianya (P < 0.05), hanya responden yang berusia 19 tahun yang memiliki perbedaan yang signifikan dalam perolehan mean. Hal ini bisa terjadi karena jumlah responden yang sedikit pada usia 19 tahun, yaitu sebanyak tiga orang. Kemudian peneliti juga akan memaparkan distribusi populasi berdasarkan tingkat pendidikan, yaitu sebagai berikut:
Tabel 4.6 Distribusi Populasi Berdasarkan Tingkat Pendidikan No.
Kelas
N
Presentase
1.
VII SMP
52
35,62%
2
VIII SMP
32
21,92%
97
3.
IX SMP
35
23,97%
4.
X SMA
10
6,85%
5.
XI SMA
12
8,22%
6.
XII SMA
5
3,42%
146
100%
Total
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa jumlah responden yang duduk di kelas VII SMP lebih banyak (35,62%) daripada responden yang duduk di kelas VIII SMP (21,92%), IX SMP (23,97%), X SMA (6,85%), XI SMA (8,22%) dan XII SMA (3,42%). Sementara distribusi frekuensi dan uji beda t-test mean resiliensi berdasarkan tingkat pendidikan, dipaparkan sebagai berikut:
Tabel 4.7 Distribusi Resiliensi Berdasarkan Tingkat Pendidikan One-Sample Statistics N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
VII SMP
146
.3562
.48051
.03977
VIII SMP
146
.2192
.41511
.03436
IX SMP
146
.2397
.42839
.03545
X SMA
146
.0685
.25346
.02098
XI SMA
146
.0822
.27560
.02281
XII SMA
146
.0342
.18249
.01510
Dari tabel di atas, diketahui bahwa mean perolehan pada responden yang berada di kelas VII SMP lebih besar (.3562) daripada perolehan mean pada responden yang berada di kelas VIII SMP (.2192), IX SMP (.2397), X SMA
98
(.0685), XI SMA (.0822) dan XI SMA (.0342). Kemudian sebagaimana sebelumnya, peneliti juga menguji perolehan mean berdasarkan tingkat pendidikan tersebut dengan menggunakan independent sampel t-test untuk mengetahui apakah mean keenam kelompok tersebut berbeda secara statistik.
Tabel 4.8 Signifikansi Perolehan Mean Berdasarkan Tingkat Pendidikan One-Sample Test Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t
df
Sig. (2-tailed) Mean Difference
Lower
Upper
VII SMP
8.956
145
.000
.35616
.2776
.4348
VIII SMP
6.380
145
.000
.21918
.1513
.2871
IX SMP
6.762
145
.000
.23973
.1697
.3098
X SMA
3.265
145
.001
.06849
.0270
.1100
XI SMA
3.603
145
.000
.08219
.0371
.1273
XII SMA
2.268
145
.025
.03425
.0044
.0641
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara mean pada responden yang duduk di kelas VII SMP, VIII SMP, IX SMP, X SMA, XI SMA dan XII SMA (P < 0.05). Setelah peneliti memaparkan distribusi populasi dan menguji beda t-test mean resiliensi berdasarkan jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan, selanjutnya peneliti akan memaparkan perolehan skor pada variabel self-esteem, religiusitas dan resiliensi secara kategori. Kategori skor ini dibagi menjadi tiga, yaitu: tinggi, sedang dan rendah. Kategorisasi ini diperoleh dengan cara; skor rendah diperoleh dengan cara mengurangi skor tertinggi dengan skor terendah
99
dibagi tiga, hasil yang diperoleh menjadi batas akhir rentangan skor rendah. Kemudian hasil yang diperoleh tadi ditambah dengan skor terendah, maka hasil yang diperoleh menjadi batas akhir bagi rentang skor sedang. Dan skor tertinggi diperoleh dari rentangan ahir skor sedang sampai skor tertinggi.
Tabel 4.9 Peroleh Skor Variabel Secara Kategorik No.
Variabel
Kategori dan Presentase Skor Rendah Presentase
Sedang
Presentase
2 orang
1,37%
4 orang
2,74%
1.
Resiliensi
2.
Self-Esteem
Tidak ada
0%
13 orang
8,91%
3.
Religiusitas
1 orang
0,68%
Tidak ada
0%
Tinggi
Presentase
140 orang 133 orang 145 orang
95,89% 91,09% 99,32%
Dari tabel di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa dalam resiliensi sebagian besar responden memiliki resiliensi yang tinggi atau sangat resilient terhadap ancaman dan kesengsaraan yang dihadapi, yaitu sebanyak 140 orang atau 95,89%. Begitu juga dengan self-esteem sebanyak 133 orang memperoleh skor tinggi atau 91,09 %, dan religiusitas sebanyak 145 orang atau 99,32%.
4.2 Uji Hipotesis Penelitian 4.2.1 Analisis Korelasional Variabel Penelitian Pada penelitian ini terdapat 2 variabel independen, yaitu religiusitas dan selfesteem, dan 1 variabel dependen yaitu resiliensi. Matriks korelasi dari ketiga variabel tersebut akan dipaparkan pada tabel di bawah ini:
Total 146 Orang 146 Orang 146 Orang
100
Tabel 4.10 Matriks Korelasi Antar Variabel Correlations Resiliensi Pearson Correlation Resiliensi
Pearson Correlation
Self-Esteem
1
SelfEsteem
.619
Sig. (2-tailed) N
Religiusitas
Religiusitas **
.185
*
.000
.025
146
146
146
**
1
.619
Sig. (2-tailed)
.000
N
146 *
.447
**
.000 146
146
**
1
Pearson Correlation
.185
.447
Sig. (2-tailed)
.025
.000
N
146
146
146
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Dari matriks korelasi di atas, korelasi antara resiliensi, self-esteem, dan religiusitas berkorelasi secara signifikan (p > 0.05). Korelasi resiliensi dengan self-esteem sebesar 0.185, sedangkan korelasi resiliensi dengan religiusitas sebesar 0.619, kesemua arah korelasi yang dipaparkan dalam tabel di atas adalah positif. Kemudian hasil yang menarik ditunjukkan oleh korelasi antara self-esteem dan religiusitas, signifikan (p > 0.05) sebesar 0.185. Walaupun nilai korelasi keduanya tergolong kecil, tetapi ini menunjukkan bahwa semakin religius seorang remaja, maka semakin tinggi pula self-esteem yang dimiliki.
4.2.2 Analisis Regresi Variabel Penelitian
101
Pada tahap ini peneliti menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi multivariat, dimana penghitungannya menggunakan software SPSS Statistics 17.0. Dalam regresi terdapat tiga hal yang akan dilihat, yaitu melihat apakah IV berpengaruh secara signifikan terhadap DV. Kedua, melihat besaran R square untuk mengetahui berapa presentase (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Kemudian terakhir melihat signifikansi koefisiensi regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama peneliti menganalisis dampak dari seluruh independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV), yaitu resiliensi. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11 Tabel Anova b
ANOVA Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
Regression
6649.280
12
554.107
Residual
5707.247
133
42.912
Total
12356.528
145
F 12.913
Sig. .000
a
a. Predictors: (Constant), Orang Lain, Private, Coping, Forgiveness, History, Value, Daily, Support, Organizational, Belief, Diri Sendiri, Hidup b. Dependent Variable: Resiliensi
Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa p < 0.05, maka hipotesis nihil yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan seluruh independent variable (IV) terhadap resiliensi ditolak. Artinya ada hubungan yang signifikan religiusitas (daily spiritual experience, values, beliefs, forgiveness, private religious practices, religious coping, religious support, religious history,
102
organizational religiousness), dan self-esteem (perasaan tentang diri sendiri, perasaan tentang hidup, perasaan tentang orang lain) terhadap resiliensi.
Kemudian untuk melihat besaran R square untuk mengetahui berapa presentase (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV, dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 4.12 Tabel R square Model Summary Model 1
R .734
R Square a
Adjusted R Square
.538
.496
Std. Error of the Estimate 6.55070
a. Predictors: (Constant), Orang Lain, Private, Coping, Forgiveness, History, Value, Daily, Support, Organizational, Belief, Diri Sendiri, Hidup
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0.538 atau 53,8%. Artinya proporsi varians dari resiliensi yang dijelaskan oleh semua independent variable adalah sebesar 53,8% sedangkan 46,2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Kemudian menghitung proporsi varians masing-masing variabel mayor, yaitu: self-esteem dan religiusitas terhadap resiliensi. Penghitungan pertama dilakukan pada variabel self-esteem terhadap resiliensi, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.13 Proporsi Varians Self-Esteem terhadap Resiliensi Model Summary
103
Model 1
R .185
R Square a
Adjusted R Square
.021
.028
Std. Error of the Estimate 9.10327
a. Predictors: (Constant), Self-Esteem,
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0.021 atau 2,1%. Artinya proporsi varians dari self-esteem terhadap resiliensi sebesar 2,1%, Kemudian menghitung proporsi varians religiusitas terhadap resiliensi, diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 4.14 Proporsi Varians Religiusitas terhadap Resiliensi Model Summary Model 1
R .619
R Square a
.517
Adjusted R Square .379
Std. Error of the Estimate 7.27304
a. Predictors: (Constant), Religiusitas,
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa perolehan R square sebesar 0.517 atau 51,7%. Artinya proporsi varians dari religiuistas terhadap resiliensi sebesar 51,7%. Langkah terakhir adalah melihat signifikansi koefisien regresi tiap independent variable (IV). Jika nilai t > 1.96, maka koefisien regresi tersebut signifikan, yang berarti bahwa IV memiliki dampak yang signifikan terhadap resiliensi. Berikut hasil penghitungannya:
104
Tabel 4.15 Tabel Koefisien Regresi Coefficients
a
Unstandardized Coefficients Model B (Constant)
1
Std. Error
-17.154
6.777
Daily
.237
.088
Values
.248
Beliefs
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta -2.531
.013
.205
2.697
.008
.085
.217
2.912
.004
.107
.093
.088
1.148
.253
Forgiveness
.193
.097
.136
1.989
.049
Private
.549
.084
.469
6.544
.000
Coping
-.018
.063
-.019
-.289
.773
Support
.207
.633
.026
.328
.744
History
-.053
.077
-.046
-.690
.492
Organizational
-.030
.096
-.024
-.316
.753
Diri Sendiri
.236
.112
.178
2.105
.037
Hidup
-.152
.098
-.134
-1.554
.123
Orang Lain
.001
.098
.001
.006
.995
a. Dependent Variable: Resiliensi
Dari fungsi persamaan di atas, untuk melihat signifikansi koefisien regresi yang dihasilkan, kita dapat melihat nilai sig pada kolom ke-6, jika sig < 0.05, maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap resiliensi, begitu juga sebaliknya. Dari hasil di atas, hanya koefisein regresi daily spiritual experience, values, forgiveness, private religious practices, dan perasaan tentang
105
diri sendiri yang signifikan, sedangkan sisanya (beliefs, religious coping, religious support, religious history, organizational religiousness, perasaan tentang hidup, dan perasaan tentang orang lain) tidak signifikan. Dengan demikian dapat disusun persamaan regresi pada resiliensi sebagai berikut:
Resiliensi’ = (-17.154) + * 0.237Daily Spiritual Experience + 0.248*Values + 0.107*Beliefs + 0.193*Forgiveness + 0.549*Private Religious Practices + (0.018)*Religious Coping + 0.207*Religious Support + (-0.053)*Religious History + (-0.030)*Organizational Religiousness + 0.236*Perasaan Tentang Diri Sendiri + (-0.152)*Perasaan Tentang Hidup + 0.001*Perasaan Tentang Orang Lain
Langkah selanjutnya peneliti menguji penambahan proporsi varians dari tiap independent variable jika IV tersebut dimasukkan satu persatu ke dalam analisis regresi. Tujuannya adalah untuk melihat penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV apakah signifikan atau tidak.
4.2.3 Pengujian Proporsi Varians Indepent Variable Pengujian pada tahap ini bertujuan untuk melihat signifikansi penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV, dimana IV tersebut dianalisis secara satu persatu. Pada tabel 4.13, kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu persatu, kolom kedua adalah total penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu persatu tersebut, kolom ketiga adalah nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu persatu, kolom keempat merupakan harga f hitung bagi IV yang bersangkutan, lalu kolom df adalah derajat bebas bagi IV
106
yang juga bersangkutan terdiri dari numerator dan denumerator, kolom f tabel adalah kolom mengenai harga atau nilai IV pada tabel f dengan df dan taraf level of significance 5% yang telah ditentukan sebelumnya, harga pada kolom f inilah yang akan dibandingkan dengan harga pada kolom f hitung. Apabila harga f hitung lebih besar daripada f tabel, maka kolom selanjutnya yaitu kolom signifikan akan dituliskan signifikan, begitu juga sebaliknya. Signnifikan artinya bahwa penambahan (incremented) proporsi varians dari IV yang bersangkutan dampaknya signifikan. Besarnya varians pada resiliensi dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 4.16 Penghitungan Proporsi Varians Resiliensi IV
R2
R2 Change
F Hitung
df
F Tabel
Signifikansi
X1
0.248
0.248
47.574
1.144
3.89
Signifikan
X2
0.281
0.033
6.476
1.143
3.89
Signifikan
X3
0.290
0.009
1.770
1.142
3.89
Tidak Signifikan
X4
0.334
0.045
9.436
1.141
3.89
Signifikan
X5
0.512
0.178
51.147
1.140
3.89
Signifikan
X6
0.512
0.000
0.002
1.139
3.89
Tidak Signifikan
X7
0.515
0.002
0.589
1.138
3.89
Tidak Signifikan
X8
0.517
0.002
0.566
1.137
3.89
Tidak Signifikan
X9
0.517
0.000
0.043
1.136
3.89
Tidak Signifikan
X10
0.526
0.010
2.792
1.135
3.89
Tidak Signifikan
X11
0.538
0.011
3.384
1.134
3.89
Tidak Signifikan
X12
0.538
0.000
0.000
1.133
3.89
Tidak Signifikan
Keterangan:
107
X1
: Daily Spiritual Experience
X2
: Values
X3
: Beliefs
X4
: Forgiveness
X5
: Private Religious Practices
X6
: Religious Coping
X7
: Religious Support
X8
: Religious History
X9
: Organizational Religiousness
X10
: Perasaan Tentang Diri Sendiri
X11
: Perasaan Tentang Hidup
X12
: Perasaan Tentang Orang Lain
Dari tabel di atas, dapat dijelaskan sebagai berikut: •
Variabel Daily Spiritual Experience (X1) memberikan sumbangan sebesar 24,8 % dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F hitung = 47,574 dan df = 1,144.
•
Variabel Values (X2) memberikan sumbangan sebesar 3,3 % dalam varians resilensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F hitung = 6,476 dan df = 1,143.
•
Variabel Beliefs (X3) memberikan sumbangan sebesar 0.9 % dalam varians resiliens. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F hitung = 1,770 dan df = 1,142.
108
•
Variabel Forgiveness (X4) memberikan sumbangan sebesar 4,5 % dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut signifikan dengan F hitung = 9,436 dan df = 1,141.
•
Variabel Private Religious Practices (X5) memberikan sumbangan sebesar 17,8 % dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut tentu signifikan dengan F hitung = 51,147 dan df = 1,140.
•
Variabel Religious Coping (X6) tidak memberikan sumbangan varians sama sekali dalam resiliensi sebesar 0%. Oleh karena itu tidak signifikan dengan F hitung = 0,002 dan df = 1,139.
•
Variabel Religious Support (X7) memberikan sumbangan varians dalam resiliensi sebesar 0,2% dalam resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F hitung = 0,589 dan df = 1,138.
•
Variabel Religious History (X8) memberikan sumbangan sebesar 0,2% dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F hitung = 0,566 dan df = 1,137.
•
Variabel Organizational Religiousness (X9) tidak memberikan sumbangan sama sekali dalam resiliensi, sebesar 0%. Oleh karena itu tidak signifikan dengan F hitung = 0,043 dan df = 1,136.
•
Variabel Perasaan Tentang Diri Sendiri (X10) memberikan sumbangan sebesar 1,0% dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut tidak signifikan dengan F hitung = 2,792 dan df = 1,135.
109
•
Variabel Perasaan Tentang Hidup (X11) memberikan sumbangan sebesar 1,1% dalam varians resiliensi. Sumbangan tersebut juga tidak signifikan dengan F hitung = 3,384 dan df = 1,134.
•
Variabel Perasaan Tentang Orang Lain (X12) tidak memberikan sumbangan varians sama sekali dalam resiliensi dengan 0%. Sumbangan tersebut tentu tidak signifikan dengan F hitung = 0 dan df = 1,133.
Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat empat Independent Variable (minor) yang signifikan sumbangannya terhadap resiliensi, yaitu: Daily Spiritual Experience, Values, Forgiveness dan Private Religious Practices. Sementara delapan IV lainnya tidak memberikan sumbangan secara signifikan. Salah satu asumsi dalam regresi yang harus dipenuhi agar hasil analisis regresi dengan metode least square dapat dipercaya adalah bahwa distribusi frekuensi dari residual mengikuti distribusi normal. Apabila residual berada di sekitar garis harapan untu kurva normal, maka dapat disimpulkan bahwa persamaan regresi ini memiliki error atau residual yang distribusinya mengikuti kurva normal. Aritnya, hasil persamaan regresi beserta interpretasinya dapat dipercaya. Di bawah ini adalah gambar “residual plot” yang dihasilkan untuk dependent variable resiliensi, (gambar 4.17).
110
Gambar 4.17 Residual Plot Resiliensi
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa distribusi dari residual yang dihasilkan adalah normal. Dengan demikian, uji hipotesis dan penelitian dengan analisis regresi pada resiliensi dapat dipercaya.
111
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini akan diuraikan mengenai hasil penelitian yang telah dilakukan, terdiri dari subbab kesimpulan, diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah, “Ada hubungan yang signifikan antara religiusitas, selfesteem dengan resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA”. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil uji F yang menguji seluruh independent variable (IV) terhadap dependent variable (DV). Maka hipotesis peneliti yang menyatakan, ada hubungan yang signifikan antara self-esteem dan religiusitas terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA diterima, sebaliknya hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada hubungan yang signifikan antara self-esteem dan religiusitas terhadap resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA, ditolak. Kemudian hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masingmasing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya lima koefisein regresi yang signifikan pengaruhnya terhadap resiliensi, yaitu: perasaan tentang diri sendiri, daily spiritual experience, values, forgiveness, dan private religious practices. Dengan demikian hanya 5 hipotesis minor yang diterima, yaitu: ada hubungan yang signifikan antara perasaan tentang diri sendiri dengan resiliensi
111
112
pada remaja di Yayasan HIMMATA (H1), ada hubungan yang signifikan antara daily spiritual experience dengan resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA (H4), ada hubungan yang signifikan antara values dengan resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA (H5), ada hubungan yang signifikan antara forgiveness dengan resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA (H7), dan ada hubungan yang signifikan antara private religious practices dengan resiliensi pada remaja di Yayasan HIMMATA (H8). Lalu berdasarkan pada sumbangan varians masing-masing independent variabel terhadap dependent variable, terdapat empat independent variable yang signifikan proporsi variansnya terhadap resiliensi, yaitu: daily spiritual experience, values, forgiveness, dan private religious practices. Untuk daily spiritual experience sumbangan variansnya signifikan sebesar 24,8 %, variabel values sumbangan variansnya sebesar 3,3 %, forgiveness sebesar 4,5 %, dan terakhir private religious practices memberikan sumbangan sebesar 17,8 %. Dari sumbangan varians ini terlihat bahwa meskipun pengaruhnya signifikan terhadap resiliensi, hanya daily spiritual experience dan private religious practices yang sumbangannya relatif besar terhadap resiliensi, sementara 2 variabel lainnya, yaitu values dan forgiveness sumbangan varians yang diberikan relatif kecil.
5.2 Diskusi Berdasarkan pada hasil penelitian yang diuraikan pada bab 4, dapat dipahami bahwa daily spiritual experience, values, forgiveness, private religious practices dan perasaan tentang diri sendiri secara signifikan mempengaruhi resiliensi.
113
Meskipun untuk variabel perasaan tentang diri sendiri pada pengujian proporsi varians tidak menunjukkan hasil yang signifikan, tetapi korelasi keseluruhan variabel bersifat positif, hal ini sesuai juga dengan koefisien regresi pada daily spiritual experience, values, forgiveness, private religious practices dan perasaan tentang diri sendiri pada resiliensi yang bernilai positif. Artinya, semakin tinggi dimensi daily spiritual experience pada remaja, maka semakin tinggi pula resiliensi remaja tersebut. Begitu juga dengan variabel values, forgiveness, private religious practices dan perasaan tentang diri sendiri. Terlebih jika melihat sumbangan varians daily spiritual experience yang signifikan terhadap resilinesi sebesar 24,8 %, dan private religious practices sebesar 17,8 %, dimana kedua variabel tersebut memiliki sumbangan varians yang relatif paling besar dibandingkan variabel lainnya. Signifikansi values terhadap resiliensi dengan 17,8% varians yang diberikan, hal ini sama dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Rokeach (1973) melalui survey nilai (value survey) dengan menggunakan 18 item pertanyaan tentang tujuan dan 18 item pertanyaan lainnya tentang proses dari nilai. Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang kuat antara nilai (tujuan & proses) dan keberagamaan. Penelitian lain yang serupa ditunjukkan oleh Schwartz & Huismans; dan Bilsky (dalam Fetzer, 2003), penelitian ini mengembangkan item pertanyaan yang dilakukan oleh Rokeach (1973) menjadi 56 item-item nilai terkait keberagamaan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keberagamaan diantara responden memliki hubungan yang negatif dengan nilai-nilai individualis, sebaliknya secara positif memiliki hubungan dengan nilai-nilai kolektivitas.
114
Kedua penelitian tersebut tidak secara eksplisit menjabarkan hubungan nilai keberagamaan dengan resiliensi, melainkan diuraikan melalui karakteristikkarakteristik resiliensi, yaitu koherensi/kolektivitas, kerukunan dan tujuan menurut konsep Griffith (2004) yang disebut sebagai “existensial posture”, yaitu kesiapan (pikiran, tubuh dan jiwa) seseorang dalam merespon adversitas atau stress. Pada variabel forgiveness yang juga memiliki hubungan yang signifikan terhadap resiliensi dengan sumbangan varians sebesar 4,5%, hal ini sesuai dengan yang dijabarkan oleh Enright (dalam Fetzer, 2003) bahwa berdasarkan penelitian eksperimental, para peneliti mendapatkan tingkat hubungan yang tinggi antara memaafkan/pengampunan dengan lebih sedikit emosi negatif dan tekanan darah yang rendah. Penelitian non-eksperimental lainnya menunjukkan hubungan yang signifikan antara pengampunan/memaafkan dengan tingkat kecemasan dan depresi yang rendah, dan tingkat self-esteem yang tinggi pada responden. Hasil penelitian lainnya ditunjukkan juga oleh Mauger (dalam Fetzer, 2003) dalam Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI), yang menunjukkan bahwa skor rendah yang diperoleh pada variabel memaafkan berhubungan secara signifikan dengan skor yang tinggi pada psikopatologi atau masalah gangguan mental. Kemudian variabel private religious practices yang signifikan terhadap resiliensi dengan sumbangan varians sebesar 17,8 %. Signifikansi yang ditunjukkan dalam penelitian ini setidaknya sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh para peneliti seperti Levin, Chatter, Taylor (dalam Fetzer, 2003),
115
dalam kajian gerontologi, bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keterlibatan responden dalam praktek keberagamaan yang non-organizational dengan kesehatan psikologis dan kondisi fisik. Sementara, variabel belief tidak signifikan baik dalam pengujian koefisien regresi dan proporsi varians (0,9%), hal ini bisa dijelaskan bahwa dimensi belief sebagai dimensi yang mengukur keyakinan ajaran agama menurut Hurlock (1980), remaja sering bersikap skeptis pada berbagai bentuk perilaku keberagamaan, kemudian mulai meragukan isi religius, seperti ajaran mengenai sifat Tuhan dan kehidupan sesudah mati. Bagi sebagian remaja keraguan ini dapat membuat mereka kurang taat pada agama, namun pada sebagian lainnya berusaha mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kritis yang muncul. Kemudian variabel religious coping, tidak signifikan dalam pengujian koefisien regresi terhadap resiliensi, bahkan dalam proporsi varians tidak memberikan sumbangan varians sama sekali (0%). Hal ini memang berarti agama bagi remaja tidak menjadi coping yang signifikan saat mereka menghadapi stres atau tekanan. Sebagai penjelasan, menurut Daradjat (1996), remaja belum memiliki kebermaknaan dalam beragama, sebagai kelanjutan dari periode keberagamaan pada masa kanak-kanak, beragama bagi masih pembelajaran sosial dimana makna beragama belum sampai pada remaja. Hal ini juga sebagai akibat dari kondisi perubahan jasmani remaja yang menimbulkan kecemasan tersendiri, kepercayaan kepada agama yang telah tumbuh sebelumnya mungkin mengalami kegoncangan, karena ia kecewa terhadap dirinya. Maka kepercayaan remaja kepada Tuhan kadang-kadang sangat kuat, dan kadang-kadang menjadi ragu
116
bahkan berkurang. Ibadah yang dilakukan kadang-kadang rajin, dan kadang malas. Analisa selanjutnya, coping bagi remaja bisa jadi mereka akan lebih memilih kembali pada komunitas dimana mereka tinggal, atau bisa juga kembali pada hobi atau melakukan hal yang lebih ia sukai sebagai bentuk coping saat mengalami stres atau tekanan. Kemudian variabel religious/spiritual history, tidak signifikan baik pada pengujian koefisien regresi maupun proporsi varians sebesar 0,2% terhadap resiliensi. Secara sederhana hal ini bisa dijelaskan bahwa pola pendidikan keberagamaan yang diperoleh sejak kanak-kanak baik dari keluarga maupun sekolah, tidak signifikan pada tiap individu yang menjadi sampel dalam penelitian ini, sebagaimana menjadi alat ukur, variabel ini digunakan untuk mengukur partisipasi keberagamaan sejak masa kanak-kanak sampai mereka remaja. Artinya, religious/spiritual history bisa menjadi signifikan sebagai prediktor bagi resiliensi, jika remaja memiliki sejarah atau pendidikan keberagamaan yang baik sejak kanak-kanak sampai mereka remaja. Variabel organizational religiousness juga tidak signifikan terhadap resiliensi baik dalam pengujian koefisien regresi maupun dalam proporsi varians sebesar 0%, atau tidak sama sekali memberikan varians. Hal ini bisa dijelaskan karena faktor individu yang memang tidak banyak terlibat dalam organisasi keberagamaan, baik itu menjadi anggota pengajian maupun dalam organisasi keberagamaan yang ada di sekolah. Organsasi keberagamaan di sekolah seperti ROHIS, pun hanya diikuti oleh beberapa orang saja, tentu karena kepengurusan
117
yang memang tidak memungkinkan melibatkan seluruh siswa/I menjadi pengurus atau anggota. Terakhir adalah dimensi dari self-esteem yang menjadi variabel minor yaitu perasaan tentang diri sendiri, meskipun variabel ini tidak signifikan dalam proporsi varians, namun dalam pengujian koefisen regresi variabel perasaan tentang diri sendiri hasilnya signifikan dengan resiliensi. Artinya, semakin seseorang memiliki perasaan terhadap diri sendiri yang baik (penilaian yang positif) dengan skor yang tinggi, maka ia akan semakin memiliki resiliensi yang juga tinggi. Secara umum, menurut Burns dan Covington (dalam Owens, 2006), individu yang memiliki self-esteem yang tinggi akan menjadi lebih resilient dalam menghadapi perubahan dalam hidup, dan menunjukkan pencapaian yang lebih tinggi, lalu secara sosioemosional juga lebih baik. Namun pemahaman korelasi yang hanya terjadi pada variabel perasaan tentang diri sendiri ini, bisa terjadi dengan pemikiran bahwa resiliensi yang dipahami mengacu pada karakteristik dan outcome individu secara personal, bukan karakteristik dan outcome resiliensi yang mengacu pada sistem yang inklusif seperti komunitas atau grup resiliensi (Kaplan, dalam Goldstein & Brooks, 2005).
5.3 Saran Peneliti menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti ingin memberikan saran secara metodologis sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti dengan dependent variable yang sama. Juga peneliti akan menguraikan saran secara praktis sebagai bagian
118
dari kesimpulan dan masukan bagi individu-individu baik yang secara langsung terkait dengan penelitian ini, maupun individu atau pihak yang dapat menarik manfaat dari penelitian ini.
5.3.1 Saran Metodologis 1. Proporsi varians dari resiliensi yang dijelaskan oleh sebelas independent variable dalam penelitian ini, hanya memberikan sumbangan varians sebesar 39,4%, sedangkan 60,4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian. Artinya dalam menguji resiliensi sebagai dependent variable (DV), banyak variabel-variabel atau faktor-faktor lain yang terkait erat dengan resiliensi namun tidak diikutsertakan dalam analisis sebagai independent variable (IV) dalam penelitian ini. Oleh karena itu peneliti menyarankan agar penelitian tentang resiliensi selanjutnya dapat menggunakan faktor-faktor lain yang signifigkan yang mempengaruhi resiliensi sebagai independent variabel, seperti: latar belakang keluarga (family background), dukungan sosial (social support), emosi positif (positive emotion), self-efficacy dan optimisme. 2. Penelitian selanjutnya disarankan agar lebih banyak menggunakan itemitem yang lebih valid dalam mengukur konstruk-konstruk psikologi terkait dengan resiliensi. Tentu dengan menyusun item-item yang lebih banyak dan representatif dalam mengukur masing-masing variabel. 3. Kemampuan beradaptasi dengan tekanan yang termanifestasikan dalam konstruk resiliensi, tidak hanya terjadi pada remaja, tetapi juga anak-anak
119
dan orang dewasa atau yang sudah lanjut usia. Oleh sebab itu, peneliti menyarankan agar penelitian resiliensi dapat juga dilakukan pada anakanak, orang dewasa atau yang sudah lanjut usia yang tengah menghadapi tekanan atau dalam kondisi kesengsaraan. 4. Pengujian konstruk resiliensi dalam penelitian ini menggunakan responden sebanyak 146 orang. Peneliti menyarankan agar penelitian selanjutnya dapat menggunakan responden lebih banyak lagi, sehingga hasil penelitian yang diperoleh lebih representatif dan tentu validitas item yang dihasilkan akan lebih baik.
5.3.2 Saran Praktis 1. Untuk meningkatkan resiliensi pada remaja, berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan di atas, maka penting diperhatikan variabel-variabel religiusitas terutama daily spiritual experience, values, forgiveness dan private religious practice sebagai prediktor penting yang mempengaruhi resiliensi. 2. Selain variabel-variabel dalam religiusitas, variabel self-esteem terutama perasaan tentang diri sendiri, juga menjadi faktor yang signifikan bagi resilensi. Sehingga peningkatan resiliensi perlu juga untuk memperhatikan self-esteem sebagai prediktor dalam meningkatkan resiliensi pada remaja, baik peningkatan melalui pendekatan komunitas maupun personal. 3. Bagi yayasan sosial yang menaungi anak-anak jalanan atau remaja dengan resiko tinggi menghadapi ancaman psikologis, peneliti menyarankan untuk
120
dapat memperhatikan kemampuan adaptasi masing-masing remaja dalam menghadapi tekanan, karena masing-masing remaja memiliki kemampuan beradaptasi yang berbeda, maka penting untuk meningkatkan kemampuan tersebut salah satunya melalui program-program pembinaan yang lebih bersifat kultural sehingga yayasan dimana remaja tinggal dapat menjadi lingkungan yang kondusif yang dapat mendukung perkembangan psikologi remaja. 4. Bagi remaja jalanan atau remaja yang memiliki resiko tinggi, peneliti menyarankan agar dapat mengikuti program-program keagamaan yang dibentuk oleh yayasan secara konsisten, karena pendekatan keberagamaan tersebut membantu pembentukan karakter resilient pada diri remaja. Membantu penilaian yang positif terhadap diri, orang lain dan peristiwa yang terjadi dalam hidup, juga turut membangun resiliensi yang baik dalam rangka menghadapi keterbatasan, tantangan dan kesengsaraan. Termasuk juga menjaga hubungan interpersonal dengan baik di antara sesama individu dalam lingkungan yang turut membangun self-esteem dan kualitas pribadi secara personal dan komunal.
121
DAFTAR PUSTAKA Arnett, J. J. (2007). International encyclopedia of adolescence: volume I A-J index. New York: Routledge Taylor & Francis Group. Badan Pusat Statistik (2010). Jumlah dan persentase penduduk miskin, garis kemiskinan, indeks kedalaman kemiskinan (P1), dan indeks keparahan kemiskinan (P2) menurut provinsi. Jakarta. Diunduh pada tanggal 25 Juli 2011
dari
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=2 3¬ab=4
Balnaves, M. & Peter Caputi. (2001). Introduction to quantitative research methods an investigative approach. London: SAGE Publications, Ltd.
Branden, N. (1985). Honoring the self: self-esteem and personal transformation. New York: Bantam Books.
Brooks, R. & Sam Goldstein. (2001). Fostering strength, hope, optimism in your children: Raising resilient children”. United States of America: McGraw-Hill.
Coor, P. J. & Gerald Matthews. (ed). (2009). The cambridge handbook of personality psychology. USA: Cambridge University Press.
Diclemente, R. J., John S. Santelli & Richard A. Crosby. (ed). (2009). Adolescent health; Understanding and preventing risk behaviors. San Fransisco: Jossey-Bass.
122
Fetzer, J. E. (2003). Multidimensional measurement of religiousness/ spirituality for use in health research: A report of the Fetzer Institute/ National Institute on aging working group. Fetzer Institute.
Frankl, V. E. (1992). Mans search for meaning. USA: Baecon Press.
Freud, S. (1961). “The future of an illusion. New York: W.W. Norton Company. Inc.
Fromm, E. Psikoanalisa dan agama. Psychoanalysis and religion. Choirul Fuad Yusuf (terj). (1988). Jakarta: Atisa Pers.
Glantz, Meyer D. & Jeannette L. Johnson. (2002). Resilience and development; positive life adaptations. New York: Kluwer Academic Publisher.
Goldstein, S. & Robert Brooks. (2005). Handbook of resilience in children. United States of America: Springer Science + Business Media, Inc.
Gordon, K. A. et.al. (1995). Profile of behaviorally resilient adolescent; Confirmation and extension. Paper presented at the Annual Association. San Fransisco.
Gordon, K. A. et.al. (1994). Resilient students beliefs about their schooling environment: a possible role in developing goals and motivation. Paper presented at the Annual Meeting of the American Educational Research Association (New Orleans).
Griffith, L. J. (2010). Religion that heals, religion that harms; A guide for clinical practice. (New York: The Guilford Press).
123
Grotberg, E. H. (1996). The international resilience project findings from the research and the effectiveness of interventions. Paper presented at the Annual Convention of the International Council of Psychologists (54th, Banff, Canada, 1996).
Grotberg, E. H. (ed). (2003). Resilience for today: Gaining strength from adversity. Westport: Preager Publisher.
Guindon, M. H. (ed). (2010). Self-esteem across the lifespan and interventions. New York: Taylor and Francis Group. LLC.
Hurlock, E. B. (1980). Psikologi perkembangan; Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Jakarta: Erlangga.
Hooper, L. M. (n.d). Individual and family resilience: Definition, research and framework. The Alabama Counseling Association Journal, volume 35, Number 1.
Jacoby, M. (2002). “Shame and the Origins of Self-Esteem: A Jungian Approach”. London & New York: Taylor & Francis e-Library.
James, W. (2002). “Varieties of Religious Experience: A Study in Human Nature”. London: Routledge.
Kementrian Sosial Republik Indonesia. (2011). “Data Penyandang Masalah Kesejahteraan
Sosial
-
PMKS
Tahun
2008
http://database.depsos.go.id/modules.php?name=Pmks2008&opsi=pmks 2008-2
Leeming, D. A., Kathryn Madden, Stanton Marlan, (ed.). (2010). Encyclopedia of psychology and religion. USA: Springer Science + Business Media LCC.
124
Loewenthal, K. M. (2008). A short introduction; The psychology of religion. UK: Oneworld Publication.
Lopez, S. J. (ed.) (2009). The encyclopedia of positive psychology. UK: Blackwell Publishing.
MacDermid, S. M., et.al., (2008). Understanding and promoting resilience in military families. Military Family Research Institute at Purdue University.
Matsumoto, D. (ed.) (2009). The cambridge dictionary of psychology. UK: Cambridge University Press.
McCubbin, L. (2001). Challenges to the definition of resilience. California: Journal of American Psychological Association. Minchinton, J. (2003). Maximum self-esteem; The handbook for reclaiming your sense of self-worth. Kuala Lumpur: Golden Books Centre SDN, BHD. Miller, M. (1995). Sources of resilience outcome. Paper presented at the International Convention of the Council for Exceptional Children: Indianapolis. Nazir. (2005). Metode penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Owens, T. J., Sheldon Stryker & Norman Goodman. (2006). Extending selfesteem theory and research: Sociological and psychological current. New York: Cambridge University Press. Paloutzian, F., Raymond F. (2005). Handbook of the psychology of religion and spirituality. New York: The Guilford Press.
125
Parinyaphol, P., Doungmani Chongruksa. (2008). Resilience of higher educational students, the human spirit among thai and muslim students. A Journal. Department of Psychology and Guidance Prince of Songkla University, Faculty of Education, Thailand. Pedhazur, E. J. (1982). Multiple regression in behavioral research: Explanation and prediction. New York: CBS College Publishing. Reich, J. W., Alex J. Zautra & John Stuart Hall. (2010). Handbook of adult resilience. New York: The Guilford Press. Resnick, B., Lisa P. Geyther & Karen A. Roberto. (2011). Resilience in aging; concepts, research, and outcomes. London: Springer Science + Business Media, Inc. Santrock, J. W. (2009). Educational psychology: Fourth edition. New York: The McGraw-Hill Companies. Santrock, J. W. (2002). “Life-span development: Perkembangan masa hidup, edisi 5, Jilid I”. Jakarta: Erlangga. Searle, A. (1999). Introducing research and data in psychology: A guide to methods and analysis London: Routledge. Schiraldi, G. R. (2007). 10 Simple solutions for building self esteem: How to end self-doubt, gain confidence, and create a positive self-image. Oakland: New Harbinger Publications. Tait, M. (2008). Resilience as a contributor to novice teacher success, commitment, and retention. A Journal. Teacher Education Quarterly. Waxman, H. C., Jon P. Gray & Yolanda N. Padron. (2003). Review of research on educational resilience. Washington DC: Institute of Education Science.
126
Whitley, B. E. (2001). Principle of research in behavioral science. New York: The MacGraw-Hill Companies, Inc.3.
1
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Lampiran I (Item-item Skala Variabel Penelitian) Item-item Skala Resiliensi 1. I HAVE a. Saya memiliki keluarga yang sayang pada saya tanpa syarat b. Saya memiliki orang-orang (di luar keluarga) yang bisa saya percaya c.
Saya memiliki batasan dalam berperilaku (norma)
d. Saya memiliki orang yang mendorong saya untuk menjadi mandiri e. Saya memiliki orang yang bisa menjadi teladan bagi saya f.
Saya dapat menggunakan (menjangkau) layanan kesehatan, pendidikan, dan sosial seperti remaja pada umumnya
g. Saya memiliki keluarga dan komunitas yang aktif 2. I AM a. Saya adalah orang yang sangat disukai orang lain b. Saya adalah orang yang tenang dan memiliki pembawaan yang baik c.
Saya adalah orang yang memiliki cita-cita/rencana untuk masa depan
d. Saya adalah orang yang menghargai diri sendiri dan orang lain e. Saya adalah orang yang empati dan peduli terhadap orang lain f.
Saya
adalah
orang
yang
bertanggungjawab
dan
menerima
segala
konsekuensi atas apa yang saya lakukan g. Saya adalah orang yang percaya diri, optimis, penuh harapan dan keyakinan 3. I CAN a. Saya dapat menghasilkan ide-ide baru atau cara baru dalam melakukan sesuatu b. Saya dapat mengerjakan suatu pekerjaan hingga selesai c.
Saya dapat melihat sebuah humor dan menggunakan humor untuk mengurangi tegangan
d. Saya dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan saat berkomunikasi dengan orang lain e. Saya dapat memecahkan masalah yang tejadi pada diri sendiri, di sekolah, pekerjaan, dan sosial
2
f.
Saya dapat mengontrol perilaku (perasaan, dorongan, dan tindakan) saya
g. Saya dapat memperoleh pertolongan ketika saya butuh Item-item Skala Religiusitas 1. Daily Spiritual Experience (pengalaman beragama sehari-hari) a. Saya merasa Tuhan mencintai saya b. Saya tidak perlu memohon perlindungan kepada Allah SWT dalam setiap aktivitas yang saya lakukan (unfav) c.
Saya merasa nyaman menjalani hari-hari sebagai umat Islam
d. Saya merasa bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada saya 2. Values (agama sebagai sebuah nilai) a. Agama sangat penting bagi hidup saya b. Pendidikan agama membantu saya mengetahui mana yang benar dan salah c.
Ibadah kepada Allah tidak membuat pikiran dan perasaan saya lebih tenang (unfav)
3. Beliefs (meyakini ajaran agama) a. Saya tidak percaya pada kehidupan akhirat (unfav) b. Segala sesuatu yang Allah ciptakan memiliki tujuan c.
Kebaikan dan kasih sayang Allah jauh lebih besar daripada yang saya bayangkan
d. Saat mengalami musibah saya percaya Allah sayang kepada saya 4. Forgiveness (memaafkan) a. Sangat mudah bagi saya untuk mengakui bahwa saya salah b. Saya percaya bahwa Allah memaafkan setiap kesalahan yang saya lakukan c.
Saya memaafkan diri saya atas kesalahan yang saya lakukan
d. Saya tidak memaafkan orang lain yang berbuat salah kepada saya (unfav) 5. Private Religious Practices (praktek beragama secara pribadi) a. Saya melaksanakan shalat di masjid/mushola b. Saya lupa berdoa sebelum dan sesudah saya beraktivitas (unfav) c.
Saya senantiasa mengingat Allah dalam setiap aktivitas yang saya lakukan
d. Saya membaca Al-Qur’an di rumah.
3
6. Religious/Spiritual Coping (agama sebagai coping) a. Jika mendapat musibah, saya memohon pertolongan dan kekuatan kepada Allah SWT b. Saya tidak menemukan hikmah atas musibah yang saya alami (unfav) c.
Keyakinan agama membantu menguatkan mental saya dalam menghadapi stres
d. Saya memohon ampunan kepada Allah atas dosa yang saya lakukan 7. Religious Support (dukungan sesama penganut agama) a. Saya merasa orang-orang di sekitar saya (yang beragama Islam) peduli terhadap saya b. Saya tidak peduli jika teman saya (yang beragama Islam) sedang sakit. (unfav) c.
Saya bisa menceritakan tiap masalah yang saya hadapi kepada orang-orang di lingkungan saya (yang beragama Islam)
8. Religious/spiritual History (sejarah keberagamaan) a. Sejak kecil, saya tidak pernah diajari caranya membaca al-Qur’an (unfav) b. Sejak kecil orang tua saya telah membiasakan saya untuk shalat lima waktu c.
Saat masih kanak-kanak (SD) saya telah mendapatkan pengetahuan agama melalui pelajaran di sekolah/ ajaran orang tua/sekolah agama
d. Saya
makin
memahami
ajaran
agama
Islam
melalui
pendidikan
agama/kegiatan agama yang saya peroleh sejak kecil 9. Organizational Religiousness (keteribatan dalam organisasi atau kegiatan keagamaan) a. Saya turut menghadiri acara keagamaan yang diadakan di lingkungan (misal: pengajian, ceramah agama, dll) b. Saya tidak mau membantu jika ada kegiatan keagamaan (seperti: membersihkan masjid/mushola) yang dilakukan di lingkungan saya (unfav) c.
Saya ikut serta sebagai anggota organisasi keagamaan (misal, ROHIS, kelompok pengajian, dll)
4
Item-item Skala Self-Esteem 1. Perasaan Tentang Diri Sendiri a. Saya adalah orang yang bisa dibanggakan oleh orang tua dan teman saya b. Saya merasa bisa memberi manfaat kepada orang lain c.
Saya menerima segala kelebihan yang saya miliki
d. Saya tidak menerima segala kekurangan yang saya miliki (unfav) e. Saya merasa tertekan dan direndahkan oleh orang-orang di sekitar saya (unfav) f.
Saya bisa mencurahkan perasaan saya kepada teman saya
2. Perasaan Tentang Hidup a. Saya memiliki kehidupan yang menjenuhkan (unfav) b. Saya memiliki kehidupan yang tidak layak dijalani (unfav) c.
Saya memiliki tanggungjawab atas hidup yang saya jalani
d. Saya tidak memiliki harapan dan cita-cita untuk masa depan (unfav) e. Saya bangga dengan kehidupan saya saat ini f.
Saya memiliki kebebasan untuk menentukan masa depan saya
3. Perasaan Tentang Orang Lain a. Orang-orang di lingkungan saya sangat lemah dan tidak memiliki harapan (unfav) b. Saya merasa teman-teman saya membahayakan saya (unfav) c.
Teman-teman saya dapat menerima saya apa adanya dalam pergaulan
d. Tetangga di lingkungan saya bersedia membantu jika saya sedang kesusahan e. Teman-teman saya merendahkan kekurangan dan kelemahan saya (unfav) f.
Saya bangga dengan keluarga saya bagaimanapun kondisinya
5
Lampiran II (Angket Penelitian) Assalamua’laikum Wr. Wb. Salam sejahtera. Responden yang saya hormati, Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Jakarta yang sedang mengadakan penelitian kuantitatif tentang psikologi remaja. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh data mengenai potensi psikologis individu (responden). Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan rekan-rekan untuk berkenan membantu memberikan data dengan mengisi serangkaian item pernyataan psikologi di bawah ini secara jujur dan apa adanya. Dalam skala ini tidak ada jawaban benar/salah, agar rekan-rekan dapat mengisi secara apa adanya. Adapun informasi atau data yang diberikan akan sangat bermanfaat bagi penelitian ini dan akan terjamin kerahasiaanya serta hanya digunakan untuk kepentingan pengumpulan data. Atas segala kerjasama dan bantuannya, saya ucapkan terimakasih. Wassalamu’alaikum wr. wb.
Jakarta, 4 September 2011 Peneliti
IDENTITAS (Mohon diisi lengkap) Nama/Inisial
: _____________________________
Jenis Kelamin
: Laki/Perempuan* (coret salah satu)
Usia
: ___________ Tahun
Kelas
: ____________________________
Hobi
: _________________________________________________________
Cita-cita
: _________________________________________________________
Aktifitas waktu luang
: _________________________________________________________
Shalat wajib (rata-rata) : Jumlah teman dekat
5 kali sehari
4 kali sehari
3 kali sehari
2 kali sehari
1 kali sehari
: _____ orang
Prestasi yang pernah diraih: 1. ______________________ dan _________________________
6
PETUNJUK PENGISIAN 1. 2. 3.
Bacalah dan pahami setiap pernyataan dengan teliti Beri tanda check list ( √ ) pada kolom di sebelah kanan Anda, pada setiap pernyataan yang paling sesuai dengan kondisi Anda. Dalam hal ini tidak ada jawaban benar atau salah, semua jawaban adalah baik. Adapun pilihan jawaban tersebut adalah: SS : Sangat Setuju, jika Anda Sangat Setuju dengan pernyataan S : Setuju, jika Anda Setuju dengan pernyataan TS : Tidak Setuju, jika Anda Tidak Setuju dengan pernyataan STS : Sangat Tidak Setuju, jika Anda Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan
Contoh Pengisian: • Jika jawaban Anda Sangat Setuju (SS)
No. 1.
Pernyataan Saya adalah seorang pemberani
SS
S
TS
STS
SS
S
√
SKALA I No.
Pernyataan
1.
Saya memiliki keluarga yang sayang pada saya tanpa syarat
2.
Saya memiliki orang-orang (di luar keluarga) yang bisa saya percaya
3.
Saya memiliki batasan dalam berperilaku (norma)
4.
Saya memiliki orang yang mendorong saya untuk menjadi mandiri
5.
Saya memiliki orang yang bisa menjadi teladan bagi saya
6.
Saya dapat menggunakan (menjangkau) layanan kesehatan, pendidikan, dan sosial seperti remaja pada umumnya
7.
Saya memiliki keluarga dan komunitas yang aktif
8.
Saya adalah orang yang sangat disukai orang lain
9.
Saya adalah orang yang tenang dan memiliki pembawaan yang baik
10.
Saya adalah orang yang memiliki cita-cita/rencana untuk masa depan
11.
Saya adalah orang yang menghargai diri sendiri dan orang lain
12.
Saya adalah orang yang empati dan peduli terhadap orang lain
13.
Saya adalah orang yang bertanggungjawab dan menerima segala konsekuensi atas apa yang dilakukan
14.
Saya adalah orang yang percaya diri, optimis, penuh harapan dan keyakinan
15.
Saya dapat menghasilkan ide-ide baru atau cara baru dalam melakukan sesuatu
16.
Saya dapat mengerjakan suatu pekerjaan hingga selesai
17.
Saya dapat melihat sebuah humor dan menggunakan humor untuk mengurangi tegangan
18.
Saya dapat mengungkapkan pikiran dan perasaan saat berkomunikasi dengan orang lain
19.
Saya dapat memecahkan masalah yang tejadi pada diri sendiri, di sekolah, pekerjaan, dan sosial
20.
Saya dapat mengontrol perilaku (perasaan, dorongan, dan tindakan)
21.
Saya dapat memperoleh pertolongan ketika saya butuh
TS
STS
7
SKALA II No.
Pernyataan
1.
Saya merasa Tuhan mencintai saya
2.
Saya tidak perlu memohon perlindungan kepada Allah dalam setiap aktivitas yang saya lakukan
3.
Saya merasa nyaman menjalani hari-hari sebagai umat Islam
4.
Saya merasa bersyukur atas apa yang Allah berikan kepada saya
5.
Agama sangat penting bagi hidup saya
6.
Pendidikan agama membantu saya mengetahui mana yang benar dan salah
7.
Ibadah kepada Allah tidak membuat pikiran dan perasaan saya lebih tenang
8.
Saya tidak percaya pada kehidupan akhirat
9.
Segala sesuatu yang Allah ciptakan memiliki tujuan
10.
Kebaikan dan kasih sayang Allah jauh lebih besar dari pada yang saya bayangkan
11.
Saat mengalami musibah saya percaya Allah sayang kepada saya
12.
Sangat mudah bagi saya untuk mengakui bahwa saya salah
13.
Saya percaya bahwa Allah memaafkan setiap kesalahan yang saya lakukan
14.
Saya memaafkan diri saya atas kesalahan yang saya lakukan
15.
Saya tidak memaafkan orang lain yang berbuat salah kepada saya
16.
Saya melaksanakan shalat di masjid/mushola
17.
Saya lupa berdoa sebelum dan sesudah saya beraktivitas
18.
Saya senantiasa mengingat Allah dalam aktivitas yang saya lakukan
19.
Saya membaca Al-Qur’an di rumah
20.
Jika mendapat musibah, saya memohon pertolongan dan kekuatan kepada Allah Swt
21.
Saya tidak menemukan hikmah atas musibah yang saya alami
22.
Keyakinan agama membantu menguatkan mental saya dalam menghadapi stres
23.
Saya memohon ampunan kepada Allah atas dosa yang saya lakukan
24.
Saya merasa orang-orang di sekitar saya (yang beragama Islam) peduli terhadap saya
25.
Saya tidak peduli jika teman saya (yang beragama Islam) sedang sakit
26.
Saya bisa menceritakan tiap masalah yang saya hadapi kepada orang-orang di lingkungan saya (yang Islam)
27.
Sejak kecil, saya tidak pernah diajari caranya membaca al-Qur’an
28.
Sejak kecil orang tua saya telah membiasakan saya untuk shalat lima waktu
29. 30. 31.
Saat masih kanak-kanak (SD) saya telah mendapatkan pengetahuan agama melalui pelajaran di sekolah/ ajaran orang tua/sekolah agama Saya memahami ajaran agama Islam melalui pendidikan agama/kegiatan agama yang saya peroleh sejak kecil Saya turut menghadiri acara keagamaan yang diadakan di lingkungan (misal: pengajian, ceramah agama, dll)
SS
S
TS
STS
8
32. 33.
Saya tidak mau membantu jika ada kegiatan keagamaan (seperti: membersihkan masjid/mushola) yang dilakukan di lingkungan saya Saya ikut serta sebagai anggota organisasi keagamaan (misal, ROHIS, kelompok pengajian, dll)
SKALA III No.
Pernyataan
1.
Saya adalah orang yang bisa dibanggakan oleh orang tua dan teman saya
2.
Saya merasa bisa memberi manfaat kepada orang lain
3.
Saya menerima segala kelebihan yang saya miliki
4.
Saya tidak bisa menerima kekurangan yang saya miliki
5.
Saya merasa tertekan dan direndahkan oleh orang-orang di sekitar saya
6.
Saya bisa mencurahkan perasaan saya kepada teman saya
7.
Saya memiliki kehidupan yang menjenuhkan
8.
Saya memiliki kehidupan yang tidak layak dijalani
9.
Saya memiliki tanggungjawab atas hidup yang saya jalani
10.
Saya tidak memiliki harapan dan cita-cita untuk masa depan
11.
Saya bangga dengan kehidupan saya saat ini
12.
Saya memiliki kebebasan untuk menentukan masa depan saya
13.
Orang-orang di lingkungan saya sangat lemah dan tidak memiliki harapan
14.
Saya merasa teman-teman saya membahayakan saya
15.
Teman-teman saya dapat menerima saya apa adanya dalam pergaulan
16.
Tetangga di lingkungan saya bersedia membantu jika saya sedang kesusahan
17.
Teman-teman saya merendahkan kekurangan dan kelemahan saya
18.
Saya bangga dengan keluarga saya bagaimanapun kondisinya *Sebelum diserahkan, mohon diperiksa kembali agar tidak ada nomor yang terlewatkan untuk diisi.
_Terimakasih =)
SS
S
TS
STS
9
Lampiran III (Skor-skor Variabel Resiliensi) Skor-skor Variabel Resiliensi Responden Nomor Item No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
1 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 4 4 2 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 2 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4
2 3 4 3 4 4 4 3 4 2 4 2 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 1 1 4 4 3 3 2 3 2 2 3 4 4
3 3 4 4 4 3 2 3 4 3 4 2 3 3 4 2 3 3 3 3 4 3 3 1 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 3 4 3 3 1 1 3 3 3 4 2 4 4
4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4
5 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 2 3 3 3 4 3 4 2 2 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 3 3 2 3 3 2 3 3 3 4 3 4 4 3 4
6 3 4 3 3 3 3 2 4 3 4 3 3 3 3 4 2 4 3 3 2 3 3 2 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 4
7 3 4 3 3 3 2 3 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 4
8 4 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 2 4 3 3 3 4 2 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 2 4 3 3 4
9 2 4 3 3 3 3 3 3 3 4 1 2 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 4 2 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 3 2 2 4 4
10 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4
11 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 2 3 4 3 4 4 4 2 4 4 3 4 4 4 4 3 4
12 3 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 3 4 4 3 3 3 3 2 4 3 3 2 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 2 4 4 3 3 3 4 4 4 4
13 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 2 3 4 3 2 3 3 2 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 2 3 3 4 4 3 4
14 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 2 2 4 4 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 2 2 2 4 3 3 3 3 4 3 2 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4
15 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 3 3 4 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 4 3 3 4 4 4
16 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 2 3 4 3 3 4 3 2 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 2 4 4 3 4 4 4
17 3 4 4 4 3 3 3 4 2 2 4 2 3 4 3 2 4 3 2 4 1 2 2 1 1 4 2 3 3 4 3 3 3 4 3 2 3 4 4 4 4 3 3 2 2 4 3 4
18 2 4 3 3 3 3 4 4 3 4 3 2 4 3 3 2 2 3 3 4 3 3 4 4 2 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 2 4 3 4
19 2 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 4 3 2 3 4 4 2 3 2 4 4 3 3 3 1 4 4 4 4 4 3 4 2 3 4 4 4
20 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 4 4
21 3 4 3 3 3 4 3 4 3 2 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 2 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4
10
49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103
4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3
4 3 2 3 4 3 3 3 4 4 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 4 2 4 3 3 3 3 2 3 3 1 3 2 4 3 2 1 4 4 3 4 3 3 4 3 4 2 4 4 4 4 4 3
4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 2 3 4 4 2 4 3 4 3 3 4 3 4 2 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4
4 3 3 4 4 2 2 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 4
3 4 3 3 3 2 2 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 4 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
3 2 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 4 3 4 2 2 2 4 4 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 2 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4
4 4 3 3 4 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 2 1 2 4 3 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4
3 3 4 3 4 3 3 3 4 2 3 3 3 3 4 3 3 2 4 3 3 4 3 4 2 3 4 3 4 4 3 3 4 2 4 3 3 3 3 4 3 2 1 4 3 4 3 3 4 2 3 4 3 4 4
3 3 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 2 2 3 4 3 3 4 4 2 4 3 2 4 3 2 4 4 4 2 3 3 4 4 4 3 4 3 3 4 3 4 4
4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 3 3 2 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 4 3
3 3 3 3 3 2 2 4 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 2 3 3 4 3 4 3 3 4 4 3 3 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3
3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 2 4 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 2 3 3 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 4 4 3
4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 1 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4
4 3 2 3 3 2 2 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 2 4 2 4 4 3 2 3 3 4 4 3 4 3 1 3 2 2 2 2 2 3 3 3 2 1 3 4 3 3 4 4 2 3 3 3 3 4
3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 2 4 4 4 4 3 1 2 4 2 2 2 4 3 3 2 2 3 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 4 2
3 2 3 3 4 2 2 3 4 2 3 2 3 2 4 3 2 1 4 2 2 2 2 4 2 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 3 4 3 3 3 4 3 3 2 4 3 4 3 2 2 2
4 4 2 3 4 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 2 3 3 3 3 2 4 3 4 3 3 2 3 1 4 3 4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 2 4
3 4 2 3 4 2 2 3 4 4 3 3 3 2 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 3 4 1 3 2 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 4 2 3 4 3 4 2
3 4 1 4 4 2 2 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 2 3 3 2 1 2 4 2 4 3 3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 3 4
4 4 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 4 4 3 3 1 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 1 3 3 4 3 3 4 3 4 3
11
104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146
3 2 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 1 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4
3 2 3 3 4 3 3 4 1 3 3 2 4 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 1 4 3 3 3 2 3 2
4 3 3 3 4 3 3 3 4 2 4 4 4 4 3 4 3 1 2 3 3 3 4 2 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 2 4 4 2 3 4 3 3 4
4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4
4 1 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4
3 2 3 1 4 3 3 3 4 2 3 2 4 3 3 3 3 3 3 2 2 1 4 4 3 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 2 4 4 3 3 4 3 3
3 4 4 3 4 2 2 3 2 2 2 3 3 4 4 4 3 1 2 4 4 3 4 2 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4
4 3 3 3 3 2 2 3 4 3 1 4 3 3 3 3 3 3 1 3 3 3 4 1 4 4 3 3 4 3 3 4 4 3 2 4 4 2 3 3 3 3 4
2 3 2 3 3 3 3 2 4 3 4 4 3 3 3 3 4 1 2 3 3 3 4 1 4 4 2 4 3 4 3 3 4 4 2 2 4 2 3 4 4 3 2
3 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 3 1 4 4 3 3 4 3 4
4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 1 4 4 4 4 1 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 2 4 3 1 3 4 3 4
2 2 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 1 1 3 3 4 4 2 4 4 3 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 3 1 3 4 3 4
3 3 2 4 4 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 2 2 3 3 3 4 2 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 2 4 4 3 3 3 4 3 4
4 4 4 3 4 3 3 4 4 2 4 4 3 4 4 3 4 1 2 3 3 3 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 3 4 2 2 4 3 3 3 3 3 4
4 3 3 3 3 4 3 3 4 2 3 4 3 4 3 3 4 3 2 4 3 4 3 2 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 2 4 4 2 1 3 3 2 2
2 3 1 3 3 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 1 3 4 2 3 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 4 3 2 2 4 2 1 3 3 2 2
2 2 1 3 1 4 3 4 3 2 3 2 2 3 3 4 2 2 3 2 2 4 3 3 3 3 4 3 4 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4
3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 2 4 4 3 4 3 3 1 2 4 2 4 4 2 4 4 4 4 3 3 4 3 4 3 4 1 4 3 3 3 4 3 4
2 4 2 3 4 2 2 2 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 1 3 3 3 4 2 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 2 4 4 3 3 3 3 3 4
1 3 3 3 4 4 3 3 2 4 3 4 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 4 2 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 2 2 4 3 3 3 4 3 4
3 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 1 3 4 3 3 4 2 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 1 4 3 3 3 3 3 4
12
Lampiran IV (Skor-skor Variabel Religiusitas) Skor-skor Variabel Religiusitas Responden
Nomor Responden
Nomor Item N o
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
1
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
2
4
3
3
4
3
4
3
4
3
3
3
4
4
4
3
2
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
2
1
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
4
5
4
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
6
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
2
4
2
3
2
3
4
4
4
3
3
2
2
2
3
4
7
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
3
3
3
2
4
3
4
3
4
4
4
4
3
3
2
3
3
3
3
8
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
2
3
9
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
1
4
1
4
4
4
1
4
4
4
1
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
2
3
3
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
2
3
4
1
3
2
4
3
4
4
4
3
4
1
2
3
2
2
2
4
4
4
3
4
3
4
4
3
3
3
2
3
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
4
4
3
3
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
3
3
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
2
4
3
3
3
4
4
3
2
3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
2
1
1
4
4
4
3
1
1
2
4
4
3
4
3
3
3
2
4
2
3
3
4
4
4
2
4
3
3
4
4
3
3
2
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
3
4
4
4
4
1
3
4
4
4
4
4
4
3
4
1
4
1
4
3
4
4
2
3
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
2
4
4
2
2
2
3
4
4
4
4
4
3
3
4
1
4
4
3
1
4
4
3
4
4
3
4
4
3
4
4
3
2
3
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
2
3
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
1
1
4
3
1
4
3
4
2
4
4
3
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
3
3
3
4
3
3
3
4
2
4
4
3
3
4
3
4
4
4
2
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
4
3
3
2
4
3
3
3
4
3
2
3
2
4
4
3
3
3
4
4
1
4
4
4
3
3
3
3
2
4
4
4
4
1
4
1
4
3
4
2
3
4
4
3
3
1
4
4
4
4
3
4
1
4
4
4
4
3
1
4
4
4
3
4
4
2
2
2
3
4
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
3
4
4
4
3
2
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
2
4
3
3
4
4
4
3
3
3
4
4
2
3
3
3
3
2
3
3
4
3
3
4
4
3
3
3
4
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
1
3
4
4
4
3
3
4
3
3
2
4
3
4
3
3
4
3
3
2
3
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
2
3
3
4
3
4
4
3
3
3
3
3
4
3
2
3
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
2
1
3
4
4
1
3
4
4
3
3
4
3
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
4
3
4
4
3
4
3
3
4
2
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
2
3
4
3
4
4
4
4
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
4
3
3
2
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
2
3
2
2
3
2
3
3
4
3
2
3
3
2
2
2
2
2
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
2
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
1
2
3
3
4
2
3
2
3
4
3
3
3
3
3
4
4
4
2
4
2
4
2
3
3
2
4
3
4
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
1 0 1 1 1 2 1 3 1 4 1 5 1 6 1 7 1 8 1 9 2 0 2 1 2 2 2 3 2 4 2 5 2 6 2 7 2 8 2 9 3 0 3 1 3 2 3 3 3 4 3 5 3 6 3 7 3 8 3 9 4 0
13
4 1 4 2 4 3 4 4 4 5 4 6 4 7 4 8 4 9 5 0 5 1 5 2 5 3 5 4 5 5 5 6 5 7 5 8 5 9 6 0 6 1 6 2 6 3 6 4 6 5 6 6 6 7 6 8 6 9 7 0 7 1 7 2 7 3 7 4 7 5 7 6 7 7 7 8 7 9 8 0 8 1 8 2 8 3 8 4 8 5 8 6
4
3
4
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
4
1
4
3
3
2
2
2
3
3
2
3
3
4
3
2
1
4
4
4
2
2
4
3
2
3
2
3
3
3
3
2
4
4
4
4
4
4
1
4
3
4
4
3
4
3
3
4
4
4
3
4
1
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
4
3
3
3
2
3
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
2
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
4
3
4
4
4
3
3
3
4
4
3
3
3
4
1
4
3
3
3
4
1
3
3
2
3
3
3
4
3
4
4
3
4
1
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
1
4
4
4
3
4
1
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
2
4
3
3
3
2
4
4
4
3
4
4
4
4
2
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
1
4
4
4
4
1
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
4
3
4
2
4
4
3
4
3
4
3
3
4
3
4
3
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
3
3
4
3
3
4
1
4
3
4
4
3
4
4
1
3
3
4
2
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
4
3
3
2
4
3
4
3
4
4
4
3
3
2
4
4
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
3
3
4
2
4
2
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
2
3
3
3
3
4
4
3
3
4
4
3
4
3
2
3
3
3
4
3
2
3
3
4
2
3
3
4
3
2
4
2
3
2
3
4
4
3
3
1
3
4
4
3
4
3
2
3
3
3
4
3
2
3
3
4
2
3
3
4
3
2
4
2
3
3
3
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
3
4
3
3
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
2
4
2
3
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
4
3
4
3
4
4
4
3
4
4
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
2
4
2
4
4
4
3
3
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
3
3
1
4
3
3
4
3
3
2
4
3
2
3
4
4
3
3
4
3
1
2
4
3
4
3
4
2
4
4
4
4
4
4
1
4
3
4
4
3
4
3
3
1
4
4
3
4
1
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4
3
3
4
3
4
4
3
3
4
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
3
4
4
3
4
3
3
2
3
4
3
3
4
3
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
2
2
3
4
4
4
4
3
2
3
4
2
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
1
4
3
4
3
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
2
3
4
4
3
3
3
3
3
2
4
3
4
4
2
4
3
4
3
4
4
4
3
3
4
4
1
4
4
4
1
4
2
3
3
3
3
3
2
2
3
2
3
3
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
2
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
1
4
2
4
3
4
4
4
3
4
1
4
4
4
4
3
4
3
4
4
3
4
3
3
4
2
4
3
4
3
3
4
3
4
4
4
3
2
4
4
3
3
3
4
3
4
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
3
3
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
4
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
2
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
2
3
3
3
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
3
3
2
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
3
4
4
2
2
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
3
3
3
2
4
3
4
3
4
3
3
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
3
3
3
3
4
4
3
3
3
4
4
2
3
1
3
1
2
2
1
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
1
3
4
4
3
4
4
4
1
1
3
3
3
3
3
3
1
4
2
4
4
4
2
3
4
4
3
3
1
3
4
3
3
1
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
4
2
3
4
3
2
4
4
3
2
4
2
4
3
4
4
4
3
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
1
4
4
4
1
2
2
4
4
3
4
4
4
4
2
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
3
4
3
4
3
3
3
2
4
3
4
2
3
4
2
3
3
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
3
4
2
2
3
3
2
4
3
3
4
2
4
4
3
3
3
4
2
2
4
3
3
4
2
4
2
14
8 7 8 8 8 9 9 0 9 1 9 2 9 3 9 4 9 5 9 6 9 7 9 8 9 9 1 0 0 1 0 1 1 0 2 1 0 3 1 0 4 1 0 5 1 0 6 1 0 7 1 0 8 1 0 9 1 1 0 1 1 1 1 1 2 1 1 3 1 1 4 1 1 5 1 1 6 1 1 7 1 1 8 1 1 9 1 2 0 1 2 1
4
2
4
4
4
4
1
1
4
4
4
3
4
3
2
4
1
4
4
4
1
4
4
4
2
4
2
3
4
4
4
1
4
3
4
3
4
4
3
3
4
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
3
3
4
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
3
3
3
4
4
3
3
3
4
4
3
1
3
3
3
2
1
3
3
3
4
4
3
3
3
3
4
4
4
3
3
4
1
4
4
4
4
1
1
3
3
4
4
4
3
2
4
2
4
4
3
1
3
4
4
2
4
1
3
4
3
4
2
4
2
4
3
4
3
1
1
3
4
3
4
4
3
1
3
1
3
3
4
2
4
4
3
1
4
1
3
4
3
4
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
2
4
3
4
2
4
4
4
3
3
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
1
1
1
3
4
4
3
3
4
2
4
1
4
3
4
1
3
2
4
2
4
1
4
4
1
4
1
4
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
4
3
3
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
1
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
4
3
4
3
4
4
3
3
4
4
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
2
4
4
4
3
4
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
2
1
4
4
4
3
4
4
4
3
3
4
3
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
3
2
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
3
2
2
4
2
4
4
4
4
3
4
1
4
3
4
3
4
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
4
4
3
3
4
4
3
3
3
3
4
3
3
2
3
3
3
3
3
4
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
4
2
3
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
3
2
2
4
4
3
2
1
3
3
3
3
2
2
4
2
4
4
2
3
4
4
4
3
4
4
4
2
4
3
3
3
2
4
3
3
3
3
4
3
4
3
3
4
3
3
3
3
4
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
2
4
3
1
3
2
4
2
4
3
1
3
2
1
4
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
3
3
4
3
3
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
2
3
3
3
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
3
2
3
3
3
3
4
3
3
3
4
4
4
3
3
2
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
1
4
3
4
3
4
2
4
3
3
3
4
4
4
3
4
4
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
2
4
3
4
4
4
4
3
4
3
3
2
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
2
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
4
4
4
3
3
4
1
2
3
2
3
2
4
4
3
3
3
3
3
3
4
4
2
3
1
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
3
3
4
2
4
2
4
4
3
4
3
4
4
4
2
2
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
3
4
3
4
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
3
2
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
3
3
2
4
4
1
3
3
4
3
4
4
3
4
3
3
3
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
1
2
3
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
1
3
4
4
4
4
4
4
1
4
3
3
1
1
2
3
3
1
3
2
1
4
1
4
3
4
4
4
2
2
3
1
1
4
4
4
3
4
1
1
15
1 2 2 1 2 3 1 2 4 1 2 5 1 2 6 1 2 7 1 2 8 1 2 9 1 3 0 1 3 1 1 3 2 1 3 3 1 3 4 1 3 5 1 3 6 1 3 7 1 3 8 1 3 9 1 4 0 1 4 1 1 4 2 1 4 3 1 4 4 1 4 5 1 4 6
3
3
4
3
3
3
3
3
3
3
3
2
3
4
3
4
3
2
2
3
3
2
4
3
3
4
3
3
3
4
4
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
3
4
3
4
4
2
3
3
4
3
3
4
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
3
2
3
2
3
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
3
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
3
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
2
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
3
2
4
4
3
3
3
4
4
4
4
3
2
3
4
4
3
4
3
3
3
4
3
4
3
3
3
3
3
1
2
4
4
2
4
4
3
3
3
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
2
4
4
4
4
4
3
2
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
3
4
3
4
3
4
3
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
3
4
4
4
2
4
4
3
3
1
2
4
4
4
1
4
4
3
4
2
4
4
4
2
4
3
4
1
4
1
4
4
4
2
1
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
3
3
3
4
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
3
2
4
4
4
3
3
3
3
4
3
2
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
3
3
4
2
4
4
3
3
1
3
3
4
4
3
3
3
1
4
1
2
4
4
2
3
3
4
1
4
2
3
4
3
4
1
4
2
4
3
4
4
2
1
3
4
4
3
4
3
1
4
2
4
4
3
1
4
3
4
2
4
1
3
4
3
4
1
4
3
4
4
4
4
3
1
4
4
4
4
3
2
3
3
3
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
3
3
4
3
4
4
4
2
4
3
3
4
3
2
4
2
3
1
1
2
4
4
4
3
3
3
3
3
3
4
3
4
2
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
1
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
3
3
4
3
2
2
3
2
3
4
1
2
2
4
3
3
4
3
4
3
4
3
4
3
3
4
4
3
3
4
4
4
3
3
4
4
2
1
3
1
3
1
2
1
1
2
3
4
3
3
3
3
3
4
4
3
1
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
3
3
3
4
3
3
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
3
4
3
4
4
4
4
3
3
3
3
3
3
3
3
3
4
2
3
3
3
4
4
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
3
4
4
1
4
4
4
1
2
2
4
4
3
4
4
4
4
2
3
16
Lampiran V (Skor-skor Variabel Self-Esteem)
Nomor Responden
Skor-skor Variabel Self-Esteem Responden No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
1 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 3 4 2 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 2 3 3 3 4 4 3 4
2 3 4 3 3 3 4 2 3 4 4 3 2 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3
3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4
4 3 4 3 3 3 4 4 3 4 1 4 3 3 4 2 2 2 3 1 4 2 3 4 2 1 2 1 2 3 2 3 3 3 4 2 4 4 3 1 3 3 2 1 3 3
5 2 4 3 3 3 4 3 3 3 1 1 3 4 3 4 3 4 3 1 4 3 4 2 4 3 1 3 4 3 2 3 3 4 3 2 4 3 2 2 2 2 3 4 2 3
6 3 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 2 2 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 4 4 4 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3
7 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 2 4 2 2 2 3 1 2 4 4 2 2 1 3 3 2 3 3 3 2 3 2 4 3 3 2 3 3 3 1 3 3
Nomor Item 8 9 10 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 1 3 3 3 4 1 1 3 2 3 3 4 3 1 4 4 1 4 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 3 3 4 2 4 1 3 3 4 2 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 1 4 1 3 3 2 3 3 2 3 3 1 4 4 3 3 3 4 3 2 1
11 3 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 2 4 3 4 3 4 1 4 4 4 3 3 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 2
12 4 4 4 4 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 3 4 3 4 4 1 4 4 4 4 2 4 3 3 3 2 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 4 3 3 2
13 3 4 3 4 3 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 2 1 3 3 4 3 4 4 3 3 2 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 3 3 2 3 3 3 3 3 3
14 4 4 3 3 4 4 3 4 3 1 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 1 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 3 3 1 3 3 3 4 3 1
15 4 4 3 3 3 4 4 3 3 4 2 4 4 3 4 2 3 3 4 4 2 2 4 2 3 4 2 3 3 3 3 3 3 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 4
16 4 4 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 2 2 3 2 3 4 1 4 4 3 3 3 4 2 4 3 3 4 4 2 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 2 4
17 2 4 3 4 1 4 3 3 3 3 1 4 4 3 4 2 1 3 1 4 1 1 3 3 3 1 4 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 2 2 3 3 3 3 3 2
18 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 1 3 3 3 4 3 4 4
17
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98
3 3 4 3 4 3 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 4 4 4 4 4 4 4 4 2 3 3 4 4 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4
3 4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 4 4 4 2 3 3 3 4 3 3 4 3
4 3 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 4 4 2 4 4 3 3 4 4 4 4 4 2 4 3
3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 1 4 3 4 3 3 3 3 2 3 4 4 3 2 4 4 4 3 2 1 3 3 3 3 2 2 2 2 2 1 3
3 3 1 3 4 3 3 3 2 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 4 3 2 3 4 3 3 1 3 3 1 4 4 3 3 3 1 3 3 3 3 3 1 4 1 3 4 3
4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 4 4 4 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 2 3 4 4 4 2 4 2 4 3 3 2 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 2 3 4 4 2
1 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 1 3 2 3 3 3 3 2 1 3 3 3 3 2 3 1 3 3 2 3 4 4 3 3 1 3 3 2 3 1 1 2 1 1 4 3
3 4 1 3 4 2 2 3 3 3 3 4 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 1 3 2 4 3 3 3 3 4 3 1 3 3 1 4 4 4 3 2 1 3 3 3 3 2 1 1 2 2 4 3
4 3 4 1 4 2 4 3 3 3 4 4 2 4 3 4 4 4 3 3 3 4 2 4 3 3 4 4 4 4 3 3 1 4 3 4 3 4 1 3 4 4 3 4 3 3 3 3 1 4 3 4 3
3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 3 4 3 4 2 4 3 3 4 4 3 4 1 3 2 2 4 4 4 4 2 1 1 3 4 3 1 1 1 3 1 4 4
4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 3 4 4 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 4 2 4 4 4 4 4 3 2 3 4 4 4 2 4 1 4 3 4 2 3 4 4 3 4 4
4 3 4 3 4 3 4 4 3 3 4 4 4 3 1 3 3 3 3 4 4 3 4 3 3 3 4 3 2 2 4 4 4 4 3 4 1 4 4 3 4 4 2 4 3 1 4 4 1 1 3 4 4
3 3 1 4 4 3 2 3 3 3 4 4 3 3 3 4 3 3 4 3 4 4 1 3 2 4 3 3 4 4 4 4 1 2 3 2 4 4 3 3 2 1 3 3 3 3 2 2 4 1 3 4 4
3 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 3 3 4 1 3 2 4 3 3 3 4 3 4 1 1 3 1 4 4 2 4 1 1 3 3 3 3 1 1 1 3 3 4 2
4 3 4 2 4 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 4 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 2 4 4 4 3 4 3
4 4 4 2 4 3 3 3 3 3 4 4 4 3 3 4 4 4 4 3 3 4 4 4 3 3 4 3 4 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 3 4 3 4 1 3 4 2 3 4 4
3 4 1 3 4 2 2 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 2 4 3 3 1 3 4 3 1 3 3 1 4 4 2 3 2 1 3 3 3 3 1 1 4 2 3 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 4 1 3 4 4
18
99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146
3 4 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 1 4 3 4 4 2 4 4 4 4 4 4 3 3 4 4 2 3 4 3 3 4 4 3 4
3 4 4 4 3 3 4 2 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 4 3 1 4 3 4 3 3 4 3 3 4 3 2 3 4 3 3 3 4 3 4
4 4 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 4 2 2 4 3 3 4 3 3 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 4
3 4 4 3 3 3 3 1 4 4 1 1 4 1 3 1 3 3 3 4 3 3 1 3 2 4 3 2 3 4 4 4 3 1 4 3 3 2 2 2 3 4 4 3 4 4 3 4
3 4 4 1 3 2 3 1 4 4 3 3 2 4 2 1 3 1 2 3 3 4 2 3 3 3 1 3 3 2 2 4 3 1 3 3 3 1 1 2 1 4 3 3 4 3 2 4
2 4 3 4 3 4 3 4 3 4 2 4 4 4 1 4 3 2 3 4 3 3 4 3 3 3 4 4 2 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 2 2 4 3 4 3 3 2 3
3 3 1 1 3 2 2 2 4 4 1 3 2 3 3 2 3 1 2 3 3 3 1 3 3 3 3 3 3 3 3 1 4 1 4 3 3 1 2 3 2 1 3 3 3 3 3 4
3 4 4 3 2 2 3 1 4 4 4 3 3 4 4 1 3 3 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 4 4 3 3 2 3 2 3 1 3 3 3 4 2 4
4 1 3 4 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 4 2 1 4 4 4 4 4 3 4
3 4 2 3 3 4 3 4 4 4 4 1 4 4 4 3 4 3 2 4 4 4 1 2 3 4 3 3 3 4 4 3 4 1 4 4 3 2 2 2 2 4 4 3 4 4 2 4
4 4 3 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 4 4 4 4 4 3 4 1 2 3 3 3 4 1 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 2 4 4 4 4 3 3 4
4 4 4 4 3 4 3 4 4 2 3 3 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 4 3 3 3 1 4 4 4 4 3 3 3 2 4 4 2 4 4 3 1 4 4 2 4
3 4 3 3 3 3 3 2 4 4 3 4 4 3 3 3 4 3 2 4 4 4 1 3 3 3 3 3 3 4 4 3 4 2 4 4 3 1 2 3 3 4 3 3 3 4 3 4
3 4 3 3 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 4 2 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 3 3 2 1 2 1 4 4 3 2 3 3 4
3 4 3 4 3 3 4 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 2 3 4 3 3 2 3 2 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 3 3 3 3 3 2 4 4 3 3 2 3 4
3 4 4 4 3 4 2 2 3 4 3 4 3 4 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 3 4 3 3 2 4 2 1 4 3 3 4 2 3 4
2 4 3 3 2 3 3 2 4 4 3 4 3 4 3 3 1 1 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 3 3 4 2 2 1 1 3 2 4 3 3 4 3 3 4
4 4 4 4 2 3 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 1 3 3 3 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 3 2 4 4 4 4 3 4 4
19
Lampiran VI (Gambar Analisis Konfirmatorik Resiliensi)
Gambar Analisis Konfirmatorik Resiliensi
20
Lampiran VII (Gambar Analisis Konfirmatorik Religiusitas) Gambar Analisis Konfirmatorik Religiusitas
21
Lampiran VIII (Gambar Analisis Konfirmatorik Self-Esteem)
Gambar Analisis Konfirmatorik Self-Esteem