HUBUNGAN ANTARA REGULASI EMOSI DAN RELIGIUSITAS DENGAN KECENDERUNGAN PERILAKU BULLYING PADA REMAJA
Siti Chairani Umasugi Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan kecenderungan perilaku bullying pada remaja. Responden adalah siswa kelas XI SMA Negeri 5 Yogyakarta (N=84). Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan skala sebagai alat pengumpul data. Analisis data yang digunakan adalah teknik analisis regresi ganda. Koefisien korelasi antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku bullying menunjukkan rxy = - 0,300 dengan taraf signifikansi p = 0,003 (p < 0,01). Koefisien korelasi antara religiusitas dengan kecenderungan perilaku bullying menunjukkan rxy = - 0, 228 dengan taraf signifikansi p = 0,019 (p < 0,05). sumbangan efektif regulasi emosi terhadap kecenderungan perilaku bullying adalah sebesar 6,34% sedangkan sumbangan religiusitas terhadap kecenderungan perilaku bullying sebesar 5,46%. Kesimpulan dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif signifikan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan kecenderungan perilaku bullying. Kata kunci: Regulasi Emosi, Religiusitas, Kecenderungan Perilaku Bullying
THE RELATIONSHIP BETWEEN EMOTION REGULATION AND RELIGIOSITY WITH BULLYING BEHAVIOR TENDENCIES IN TEENS Siti Chairani Umasugi Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan
[email protected]
Abstrak
This study aimed to know the relationship between emotion regulation and religiousity with tendency in bullying behavior of adolescent. The subjects of this study were students of class grade 11 ( N = 84). The methods of research used quantitative methods to scale as a means of data collection. Data analysis technique used is multiple regression analysis. Correlation coefficient between emotion regulation to address bullying behavior tendences is rxy–0,300 with a significance level of p= 0,003(p <0,01). Correlation coefficient between religiosity with bullying behavior showed a rxy = -0.228 with significance level p= 0.019 (p <0,05). The contribution of emotion regulation to tendency of bullying by 6,34%, while the contribution religiousity toward bullying behavior tendencies of 5,46%. Conclusion from this study is that there is a significant negative relationship between emotion regulation and religiosity with tendency of bullying behavior.
Keywords: Emotion Regulation, Religiosity, Bullying tendencies.
PENDAHULUAN
Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional (Santrock, 2007). Menurut Hurlock (1994), yang terpenting dan tersulit dalam perubahan sosial yang dialami remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, pengelompokan sosial yang baru, nilainilai baru dalam seleksi persahabatan, nilai-nilai baru dalam penerimaan dan penolakan sosial, dan nilai-nilai baru dalam seleksi pemimpin. Remaja mempunyai nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota berbagai kelompok sebaya seperti clique, kelompok besar, atau geng. Nilai ini terutama didasarkan pada nilai kelompok sebaya yang digunakan untuk menilai anggota-anggota kelompok. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku bullying yang merupakan bentuk khusus agresi di kalangan teman sebaya. Menurut Sejiwa (2008), bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalagunaan kekuatan/kekuasaan yang dilakukakn oleh seseorang/kelompok. Pihak yang kuat di sini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tetapi bisa juga kuat secara mental. Dalam hal ini sang korban bullying tidak mampu membela atau mempertahankan dirinya karena lemah secara fisik atau mental. Riauskina dkk (2005), mengemukakan bahwa peristiwa penindasan di lingkungan sekolah (school bullying) yaitu perilaku agresif yang di lakukan berulang-ulang oleh seorang atau sekelompok siswa yang berkuasa terhadap siswa-siswi yang lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Reivich dan Shatte (2002), mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk tenang di bawah tekanan. Lebih lanjut Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing), individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini dapat membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stres. Individu
yang memiliki kemampuan regulasi emosi dapat mengelola keadaan dirinya ketika sedang kesal sehingga dapat mengatasi suatu masalah yang sedang dihadapinya. Individu yang memiliki regulasi emosi yang baik maka akan mampu megelola emosinya sehingga dapat menahan diri untuk melakukan hal-hal yang dapat menyakiti orang lain atau tindakan bullying. Religiusitas menurut Ancok dan Suroso (1995), di wujudkan dalam berbagai sisi kehidupan. Aktivitas keberagamaan bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau beribadah, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tetapi juga aktivitas yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang. Karena itu keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi dan dimensi. Seseorang yang memiliki religiusitas yang baik akan berprilaku sesuai dengan ajaran agama sehingga dalam hubungannya sehari-hari dengan sesama cenderung untuk tidak melakukan hal yang membuat orang lain tersakiti atau dengan kata lain orang yang memiliki religiusitas yang baik tidak akan melakukan perilaku bullying karena dalam berperilaku selalu mengikuti ajaran-ajaran dalam agama.
Kecenderung perilaku bullying pada remaja Kecenderungan adalah tendensi yang ada dalam diri individu untuk melakukan sesuatu atau mengarahkan dan menitik beratkan pada satu sisi tertentu (Muda, 2006).Astuti (2008), mengatakan bahwa bullying adalah bagian dari tidakan agresi yang dilakukan berulangkali oleh seseorang/anak yang lebih kuat terhadap anak yang lebih lemah secara psikis dan fisik. Menurut Ken Rigby (Astuti 2008) bullying adalah sebuah hasrat menyakiti, hasrat ini diperlihatkan ke dalam sebuah aksi yang menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, dilakukan berulangkali dan dengan perasaan senang. Menurut Sejiwa (2008), bullying adalah sebuah situasi di mana terjadinya penyalaguna kekuatan/kekuasaan yang dilakukakn oleh seseorang/kelompok. Pihak yang kuat di sini tidak hanya berarti kuat dalam ukuran fisik, tetapi bisa
juga kuat secara mental. Riauskina, dkk bullyingsebagai
perilaku
agresif
yang
(2005) mendefinisikan school dilakukan
berulang-ulang
oleh
seorang/kelompok siswa yangmemiliki kekuasaan, terhadap siswa lain yang lebih lemah dengan tujuanmenyakiti orang tersebut. Menurut Riauskina, dkk (2005) bentuk-bentuk bullying adalah kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non-verbal langsung, perilaku non-verbal tidak langsung dengan mendiamkan seseorang, dan pelecehan seksual. Berdasarkan
pengertian
diatas
maka
dapat
disimpulkan
bahwa
kecenderungan perilaku bullying adalah tendensi seseorang dalam melakukan tindakan menyakiti orang lain dengan berulang-ulang secara sengaja untuk melukai, membuatnya merasa tidak nyaman dan takut, secara fisik, verbal, dan mental dengan tujuan untuk menunjukkan kekuasaan sehingga membuat orang lain merasa lemah. Bentuk-bentuk perilaku bullying menurut Astuti (2008) adalah: a. Bullying fisik: contoh bullying secara fisik adalah mengigit, menarik rambut, memukul, menendang, mencakar, mendorong, meludahi,mengancam, merusak barang milik korban dan mengintimidasi korban di ruangan. b. Bullying verbal: contoh bullying secara verbal adalah pemalakan, pemerasan, mengancam, menghasut, berkata jorok pada korban, dan menyebarluaskan kejelekan korban. c. Bullying non-verbal: contoh bullying secara non-verbal adalah memanipulasi pertemanan, mengasingkan, mengancam, menatap dengan muka mengancam, dan menakuti. Berdasarkan pejelasan di atas dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk dari perilaku bullying adalah fisik, vebal, dan non-verbal. Terdapat tujuh faktor yang mempengaruhi terjadinya bullying (Astuti, 2008) yaitu: a. Perbedaan kelas: (senioritas), ekonomi, agama, jender, etnisitas atau rasisme. Perbedaan individu dengan suatu kelompok dimana ia bergabung, jika tidak dapat disikapi dengan baik oleh anggota kelompok tersebut, maka dapat menjadi faktor penyebab bullying.
b. Tradisi senioritas: senioritas yang diartikan salah dan dijadikan alasan untuk melakukan bullying pada junior kadang-kadang tidak berhenti dalam suatu periode saja. Hal ini tak jarang menjadi peraturan tak tertulis yang diwariskan secara turun temurun kepada tingkatan berikutnya. c. Senioritas: sebagai salah satu perilaku bullying seringkali pula justru diperluas oleh siswa sendiri sebagai kejadian yang bersifat laten. Bagi mereka keinginan untuk melanjutkan masalah senioritas ada untuk hiburan, penyaluran dendam, iri hati atau mencari popularitas, melanjutkan tradisi atau menunjukkan kekuasaan. d. Keluarga yang tidak rukun: ketidakharmonisan orangtua dan ketidakmampuan sosial ekonomi merupakan penyebab tindakan agresi. e. Situasi sekolah yang tidak harmonis atau diskriminatif. f. Karakter individu/kelompok seperti: Dendam atau iri hati, adanya semangat ingin menguasai korban dengan kekuasaan fisik dan daya tarik seksual, untuk meningkatkan popularitas pelaku di kalangan teman sepermainannya (peers). g. Persepsi nilai yang salah atas perilaku korban: korban seringkali merasa dirinya memang pantas untuk diperlakukan demikian (dibully), sehingga korban hanya mendiamkan saja hal tersebut terjadi berulang kali pada dirinya. Menurut Novianti (2008), perilaku bullying disebabkan oleh beberapa faktor yaitu: a. faktor keluarga: pelaku bullying bisa jadi menerima perlakuan bullying pada dirinya, yang mungkin dilakukan oleh seseorang di dalam keluarga. Anak-anak yang tumbuh dalam keluarga yang agresif dan berlaku kasar akan meniru kebiasaan tersebut dalam kesehariannya. Kekerasan fisik dan verbal yang dilakukan orangtua kepada anak akan menjadi contoh perilaku. b. faktor kepribadian: salah satu faktor penyebab anak melakukan bullying adalah tempramen. Tempramen adalah karakterisktik atau kebiasaan yang terbentuk dari respon emosional. Hal ini mengarah pada perkembangan tingkah laku personalitas dan sosial anak. Seseorang yang aktif dan impulsif lebih mungkin untuk berlaku bullying dibandingkan orang yang pasif atau pemalu. c. faktor sekolah: tingkat pengawasan di sekolah menentukan seberapa banyak dan seringnya terjadi peristiwa bullying. Sebagaimana rendahnya tingkat
pengawasan di rumah, rendahnya pengawasan di sekolah berkaitan erat dengan berkembangnya perlaku bullying di kalangan siswa. Pentingnya pengawasan dilakukan terutama di tempat bermain dan lapangan, karena biasanya di kedua tempat tersebut perilaku bullying kerap dilakukan. Penanganan yang tepat dari guru atau pengawas terhadap peristiwa bullying adalah hal yang penting karena perilaku bullying yang tidak ditangani dengan baik akan meyebabkan kemungkinan perilaku itu terulang. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi perilaku bullying adalah faktor intrenal yaitu persepsi dan kepribadian (dalam kepribadian terdapat regulasi emosi dan religius) dan faktor eksternal yaitu perbedaan kelas, tradisi senioritas, sekolah dan keluarga.
Regulasi Emosi
Thompson (1994) mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan individu untuk memonitor, mengevaluasi dan memodifikasi reaksi emosional untuk mencapai tujuan. Regulasi dipandang secara positif, individu yang melakukan regulasi emosi akan lebih mampu melakukan pengontrolan emosi. Individu yang mampu mengekspresikan emosi dapat mengubah lingkungan sosial menjadi lebih baik. Reivich dan Shatte (2002), mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk tenang di bawah tekanan. Lebih lanjut Reivich dan Shatte (2002) mengemukakan dua hal penting yang terkait dengan regulasi emosi yaitu ketenangan (calming) dan fokus (focusing), individu yang mampu mengelola kedua keterampilan ini dapat membantu meredakan emosi yang ada, memfokuskan pikiran-pikiran yang mengganggu dan mengurangi stres. Gross dan Thompson (2007) mengemukakan
regulasi emosi adalah
sekumpulan berbagai proses tempat emosi diatur. Proses regulasi emosi dapat otomatis atau dikontrol, disadari atau tidak disadari dan bisa memiliki efek pada satu atau lebih proses yang membangkitkan emosi. Emosi adalah proses yang melibatkan banyak komponen yang bekerja terus menerus sepanjang waktu, regulasi emosi melibatkan perubahan dalam dinamika emosi, atau waktu
munculnya, besarnya lamanya dan mengimbangi respon perilaku, pengalaman atau fisiologis. Regulasi emosi dapat mengurangi, memperkuat atau memelihara emosi tergantung pada tujuan individu. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa regulasi emosi adalah kemampuan untuk tetap tenang dibawah tekanan, meliputi semua kesadaran dan ketidaksadaran strategi yang digunakan untuk menaikkan, memelihara, mengontrol dan menurunkan emosi sehingga berpengaruh pada perasaan, perilaku, dan respon fisiologis. Thompson (1994), membagi aspek-aspek regulasi emosi yang terdiri dari tiga macam a. Kemampuan memonitor emosi (emotions monitoring) yaitu kemampuan individu untuk menyadari dan memahami keseluruhan proses yang terjadi didalam dirinya, perasaannya, pikirannya dan latarbelakang dari tindakannya. b. Kemampuan mengevaluasi emosi (emotions evaluating) yaitu kemampuan individu untuk mengelola dan menyeimbangkan emosi-emosi yang dialaminya. Kemampuan untuk mengelola emosi khususnyan emosi negatif seperti kemarahan, kesedihan, kecewa, dendam dan benci akan membuat individu tidak terbawa dan terpengaruh secara mendalam yang dapat mengakibatkan indiviodu tidak dapat berfikir secara rasional. c. Kemampuan memodifikasi emosi (emotions modification) yaitu kemampuan individu untuk meruba emosi sedemikian rupa sehingga mampu memotivasi diri terutama ketika individu berada dalam putus asa, cemas dan marah. Kemampuan ini membuat individu mampu bertahan dalam masalah yang sedang dihadapinya.
Religiusitas
Menurut Rahman (2009), perilaku religiusitas adalah perilaku yang berdasarkan keyakinan suara hati dan keterikatan kepada Tuhan, diwujudkan dalam bentuk kuantitas dan kualitas peribadatan serta norma yang mengatur hubungan dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, hubungan dengan lingkungan yang terinternalisasi dalam manusia. Nashori dan Mucharam (2002),
mengatakan bahwa religiusitas adalah seberapa jauh pengatahuan, seberapa kokoh keyakinan, seberapa pelaksanaan ibadah dan akidah, dan seberapa dalam penghayatan atas agama yang dianutnya. Religiusitas menurut Ancok dan Suroso (1995), di wujudkan dalam berbagai sisi kehidupan. Aktivitas keberagamaan bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau beribadah, tetapi juga ketika melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan akhir. Bukan hanya berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tidak tampak yang terjadi dalam hati seseorang. Keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi dan dimensi. Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa religiusitas merupakan keyakinan suara hati dan keterikatan kepada Tuhan yang diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan dalam bentuk kuantitas dan kualitas peribadatan serta norma yang mengatur hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia, hubungan dengan lingkungan yang terinternalisasikan dalam manusia. Religi atau agama bukanlah merupakan sesuatu yang tunggal, tetapi merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa aspek. Menurut Glock & Stark (Ancok dan Suroso, 1995), ada lima macam dimensi religiusitas yaitu: a. Keyakinan (idiologis): dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana orang yang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran-kebenaran doktrin-doktrin tersebut. b. Praktik agama (ritualistik): dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan hal-hal yang dilakukan orang untuk mewujudkan komitmen terhadap apa yang dianutnya. c. Pengalaman agama (eksperensial): dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan sensasi-sensasi yang dialami seseorang. d. Pengatahuan agama (intelektual): yaitu sejauh mana individu mengatahui, memahami tentang ajaran-ajaran agamanya, terutama yang ada dalam kitab suci dan sumber lainnya.
e. Efek agama (konsekuensi): yaitu sejauh mana perilaku individu dimotivasi oleh ajaran agamanya didalam kehidupan sosial.
Hubungan Antara Regulasi Emosi Dan Religiusitas Dengan Kecenderungan Perilaku Bullying Pada Remaja
Gross dan John (2003) menjelaskan bahwa regulasi emosi meliputi semua kesadaran dan ketidaksadaran strategi yang digunakan untuk menaikkan, memelihara dan menurunkan satu atau lebih komponen dari respon emosi. Komponen ini adalah perasaan, perilaku dan respon fisiologis. Dari pengertian di atas, dapat dijelaskan bahwa remaja yang memilki regulasi emosi yang baik akan mampu memelihara dan mampu mengelolah emosinya sehingga dalam hubungannya dengan teman sebayanya remaja akan mampu membangun sebuah hubungan yang baik, dalam sebuah hubungan yang baik akan terjalin komunikasi yang baik sehingga dapat mengurangi konflik di antara remaja yang dapat menyebabkan bullying. Reivich dan Shatte (2002), mendefinisikan regulasi emosi sebagai kemampuan untuk tenang di bawah tekanan. Remaja yang mempunyai regulasi emosi yang baik akan mampu memahami keadaan emosinya dengan tenang, dan mengarahkan emosinya ketika mendapat tekanan. Gross dan John (2003) menjelaskan bahwa regulasi emosi meliputi semua kesadaran dan ketidaksadaran strategi yang digunakan untuk menaikkan, memelihara dan menurunkan satu atau lebih komponen dari respon emosi. Kemampuan remaja untuk menaikan, memelihara dan menurunkan emosinya akan menentukan bagaimana remaja bersikap ketika dihadapkan pada situasi tertentu yang dapat mencetuskan bullying. Menurut Rahman (2009), perilaku religiusitas adalah perilaku yang berdasarkan keyakinan suara hati dan keterikatan kepada Tuhan, diwujudkan dalam bentuk kuantitas dan kualitas peribadatan serta norma yang mengatur hubungan dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, hubungan dengan lingkungan yang terinternalisasi dalam manusia. Remaja dalam hubungannya dengan teman sebayanya sering melakukan hal-hal yang dapat menyakiti atau
bahkan dapat melukai temannya dengan kata lain remaja melakukan bullying kepada teman sebayanya, ini karena remaja kurang mampu dalam membina hubungan pertemanan dengan baik sehingga tidak terbangun komunukasi yang baik dan terjadi konflik serta memicu terjadinya bullying. Oleh karena itu agama dapat dijadikan sebagai pedoman untuk membangun sebuah hubungan pertemanan yang baik agar dapat mengurangi perilaku bullying dikalangan remaja dengan cara memberikan pendidikan religiusitas yang didapatkan melalui keluarga, sekolah, dan lingkungan sekitar. Religiusitas menurut Ancok dan Suroso (1995), di wujudkan dalam berbagai sisi kehidupan. Remaja dalam kehidupan sehari-harinya berhubungan dengan teman sebayanya, dalam hubungan tersebut remaja sering menemui permasalahan-permasalahan yang membuatnya tertekan sehingga melakukan halhal yang menyakitkan pada temannya. Remaja yang religiusitasnya baik akan mempu menyelesaikan permasalan yang dihadapinya dengan tenang dan sesuai dengan tuntunan agama. Hal ini dapat menjelaskan bahwa remaja yang memiliki religiusitas yang baik tidak akan melakukan bullying pada temannya.
HIPOTESIS Ada hubungan negatif antara regulasi emosi dan religiusitas dengan kecenderungan prilaku bullying.
METODE PENELITIAN
Subyek dalam penelitian ini adalah siswa SMA Negeri 5 Yogyakarta kelas xi yang berjumlah 84 orang. Penelitian ini menggunakan metode skala yaitu dengan skala kecenderungan perilaku bullying, skala regulasi emosi dan skala religiusitas. Metode analisisnya menggunakan teknik analisis regresi.
HASIL DAN PEMBAHASAN Sebelum dilakukan uji hipotesis maka perlu dilakukan asumi terlebih dahulu. Uji asumsi yang digunakan adalah uji normalitas dan uji linieritas dengan hasil sebagai berikut
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Variabel
Skor KS-Z
p
Keterangan
Kecenderunganperilakubullying
0,783
0,573
Normal
Regulasiemosi
1.229
0,098
Normal
Religiusitas
1.064
0,216
Normal
Hasil uji normalitas yang tersaji pada tabel 22 menunjukkan bahwa variabel kecenderungan perilaku bullying memiliki p = 0,573 (p>0,05). Variabel regulasi emosi memiliki p = 0,098 ( p>0,05). Variabel religiusitas memiliki p = 0,216 (p>0,05). Berdasarkan hasil uji normalitas tersebut maka dapat disimpulkan bahwa masing-masing variabel penelitian memiliki sebaran data yang terdistribusi normal. Tabel 2. Hasil Uji Linieritas Variabel Regulasiemosidengankecenderunganperilaku bullying Religiusitasdengankecendernganperilakubullying
F
p
8.285
0,006
4,078
0,048
Berdasarkan hasil analisis uji linieritas di atas dapat disimpulkan bahwa hubungan antara variabel kecenderungan perilaku bullying, regulasi emosi dan religiusitas adalah linier.
Tabel 3. Kategorisasi Kecenderungan Perilaku Bullying Interval
Kecenderungan Perilaku Bullying
Kategori
Frekuensi
Proporsi (%)
x ≥ 72
0
0
Tinggi
48 ≤ x < 72
70
83,33%
Sedang
x < 48
14
16,67%
Rendah
Tabel 4. Kategorisasi Regulasi Emosi Interval
Regulasi Emosi
Kategori
Frekuensi
Proporsi (%)
x ≥ 63
19
22,61%
Tinggi
42 ≤ x < 63
65
77,39%
Sedang
x < 42
0
0
Rendah
Tabel 5. Kategorisasi Religiusitas Interval
Religiusitas
Kategori
Frekuensi
Proporsi (%)
x ≥ 90
12
14,29%
Tinggi
60 ≤ x < 90
72
85,71%
Sedang
x < 60
0
0
Rendah
PEMBAHASAN Hasil analisis korelasi regresi ganda menunjukkan bahwa ada hubungan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan kecenderungan perilaku bullying dengan koefisien korelasi R = 0,344 dan taraf signfikansi p = 0,006 (p < 0,01). Hasil korelasi antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku bullying menunjukkan koefisien korelasi rxy = - 0,300 dengan taraf signifikansi p = 0,003 (p < 0,01). Hal ini berarti ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku bullying. Semakin tinggi regulasi emosi maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying, sebaliknya semakin rendah regulasi emosi maka semakin tinggi kecenderungan perilaku bullying. Hasil korelasi antara religiusitas dengan kecenderungan perilaku
bullying menunjukkan koefisien korelasi rxy = -0,228 dengan taraf signifikansi p = 0,019 (p < 0,05). Hal ini berarti ada hubungan negatif yang signifikan antara religiusitas dengan kecenderungan perilaku bullying. Semakin tinggi religiusitas maka semakin rendah kecenderungan perilaku bullying, sebaliknya semakin rendah religiusitas maka semakin tinggi kecenderunga perilaku bullying. Hasil
kategorisasi
variabel
kecenderungan
perilaku
bullying
menunjukkan bahwa 0% subjek pada kategori tinggi, sedangkan 16, 67% sebjek penelitian memiliki kecenderungan perilaku bullying yang ada pada kategori rendah, namun mayoritas subjek penelitian yaitu sebanyak 83,33% subjek yang memiliki kecenderungan perilaku bullying pada kategori sedang. Berdasarkan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik maka dapat dikatakan subjek penelitian memiliki kecenderungan perilaku bullying pada taraf sedang cenderung rendah, namun dikarenakan presentase pada kategori sedang yang lebih dari 50% maka dapat diartikan bahwa pada subjek penelitian memiliki potensi yang besar untuk melakukan bullying. Hal ini dapat diintepratsi bahwa secara umum subjek penelitian memiliki kecenderungan untuk melakukan perilaku yang berasosiasi negatif yaitu perilaku yang mengarah pada perilaku menyakiti orang lain baik secara fisik maupun mental yang dianggap sebagai mekanisme untuk melepaskan energi destruktif sebagai cara melindungi stabilitas intrafisik pelakunya (Argiati, 2010). Berdasarkan hasil kategorisasi variabel regulasi emosi diketahui bahwa 0% subjek pada kategori rendah, mayoritas subjek penelitian yaitu 77,39% subjek memiliki regulasi emosi pada kategori sedang, akan tetapi 22,61% subjek penelitian berada pada ketegori tinggi. Berdasarkan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik maka dapat dikatakan subjek penelitian memiliki regulasi emosi sedang cenderung tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa subjek penelitian cukup memiliki kemampuan untuk mengatur emosi pada dirinya. Gross & Thompson (2007) mengemukakan bahwa regulasi emosi merupakan sekumpulan berbagai proses tempat emosi diatur. Artinya secara umum subjek penelitian memiliki kemampuan baik secara sadar atau tidak sadar yang cukup baik dalam mengontrol efek pada satu atau lebih proses yang dapat membangkitkan emosi.
Hasil kategorisasi pada variabel religiusitas menunjukkan bahwa 0% subjek pada kategori rendah, mayoritas subjek penelitian yaitu sebesar 85,71% memiliki religiusitas pada kategori sedang, akan tetapi 14,29% subjek penelitian berada pada kategori tinggi. Berdasarkan perbandingan mean empirik dan mean hipotetik maka dapat dikatakan subjek penelitian memiliki religiusitas sedang cenderung tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pada subjek penelitian memiliki keterikatan yang cukup baik terhadap agamanya. Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa ada hubungan yang signifikan antara regulasi emosi dan religiusitas terhadap kecenderungan perilaku bullying. Artinya secara empirik regulasi emosi dan religiusitas berpengaruh terhadap kecenderungan perilaku bullying. Ricard & Gross (Widuri, 2010) mengemukakan bahwa pemikiran dan perilaku individu sangat dipengaruhi oleh emosi individu yang bersangkutan. Siswa yang memiliki regulasi emosi yang baik akan mampu menyadari dan mengatur pemikiran dan perilakunya dalam emosi-emosi yang berbeda (emosi positif dan negatif). Ketika sedang mengalami emosi negatif, siswa dengan regulasi emosi yang baik tetap dapat berfikir jernih sehingga perilaku yang muncul tetap berdasarkan logika dan kesadaran. Ekspresi emosi negatif yang dapat diregulasi dengan baik akan mampu meminimalisasi proyeksi negatif pada perilaku yang berujung pada perilaku bullying. Selain regulasi emosi, religiusitas merupakan faktor lain yang mempengaruhi kecenderungan perilaku bullying. Individu yang memiliki religiusitas memiliki pemahaman yang baik terhadap nilai-nilai keagamaan yang kemudian terinternalisasi kedalam dirinya. Ismail (2009) mengemukakan bahwa perasaan-perasaan atau pengalaman keagamaan yang selalu muncul dalam diri individu menyebabkan timbulnya kontrol internal dalam dirinya sehingga dapat mencegah timbulnya perilaku-perilaku menyimpang yang dapat merugikan diri sendiri maupun orang lain. Konsep untuk menyayangi dan mencintai sesama yang terkandung dalam nilai-nilai agama akan dimaknai dengan baik oleh individu yang memiliki tingkat religiusitas yang baik. Hal ini akan meminimalisasi
munculnya perilaku bullying seperti mengintimidasi, meyakiti orang lain dan bentuk-bentuk perilaku bullying baik fisik, verbal maupun non verbal. Berdasarkan hasil analisis diketahui bahwa regulasi emosi dan religiusitas
memberikan
sumbangan
efektif
secara
signifikan
terhadap
kecenderungan perilaku bullying sebesar 11,8%. Masing- masing variabel menyumbang sebesar 6,4% untuk regulasi emosi dan 5,4% untuk variabel religiusitas. Hal ini berarti bahwa terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi munculnya kecenderungan perilaku bullying. Astuti (2008) mengemukakan secara rinci bahwa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kecenderungan perilaku bullying antara lain yaitu perbedaan individu seperti jender, status ekonomi, karakter individu seperti perasaan iri, kekuasaan fisik, daya tarik seksual, keluarga, situasi sekolah dan tradisi senioritas. KESIMPULAN 1. Ada hubungan negatif yang signifikan antara regulasi emosi dan religiusitas dengan kecenderungan perilaku bullying pada remaja di SMA Negeri 5 Yogyakarta. Artinya remaja yang memiliki regulasi emosi dan religiusitas yang baik maka tidak akan melakukan bullying, sebaliknya remaja yang memiliki regulasi emosi dan religiusitas yang kurang baik akan cenderung melakukan bullying. 2. Subjek penelitian memiliki kecenderungan perilaku bullying pada taraf sedang cenderung rendah, namun mayoritas subjek penelitian pada kategori sedang, sehingga subjek penelitian memiliki potensiuntuk melakukan bullying. 3. Mayoritas subjek penelitian memiliki regulasi emosi pada kategori sedang dan cenderung
tinggi, ini menunjukkan bahwa subjek penelitian cukup memiliki
kemampuan untuk mengatur emosinya atau dengan kata lain memiliki regulasi emosi yang baik. 4. Mayoritas subjek penelitian memiliki religiusitas pada kategori sedang dan cenderung tinggi.
SARAN 1. BagiSiswa
Upaya
yang
dapatdilakukansiswauntukmeningkatkanregulasiemosiantaralainyaitudenganmeng ekspresikanemosipadahal-hal
yang
bersifatpositifsepertimelakukanhobi,
mengontrolemosi yang keluarkhususnyaemosinegatifdanmengevaluasisetiapemosi yang
munculsehinggasiswatahustrategiuntukmenghadapiemositersebut.
Beberapaupaya
yang
dapatdilakukansiswauntukmeningkatkanreligiusitasantaralainyaitudenganbergabu ngdalamorganisasidisekolahatauberpartisipasidalamaktivitas keagamaansepertipengajianataukegiatanharibesarkeagamaanbaik
di
lingkungansekolahmaupun di lingkunganmasyarakat. 2. Bagipenelitiselanjutnya Kepada peneliti yang ingin melakukan penelitian sejenis disarankan menggunakan variabel lain yang lebih spesifik yang dapat mempengaruhi kecenderunganperilakubullyingdan
faktor-faktor
lain
yang
mempengaruhi
perilaku bullyingdiluar dari regulasi emosi dan religiusitas sehingga dapat diketahui
besarnya
sumbangan
terhadapkecenderunganperilakubullying.
DAFTAR PUSTAKA
efektif
variabel-variabel
tersebut
Ancok dan Suroso. 1995. Psikologi Islam. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Astuti, P. R. 2008. Meredam Bullying: 3 Cara Efektif Mengatasi K.P.A. Jakarta: PT. Grasindo Gross, J.J. & Thompson, R.A. 2007. Emotion Regulation. Conceptual Foundations. Handbook of Emotion Regulation, edited by James J. Gross. New York, Guilford Publications Gross & John. 2003. Individual Differences in Two Emotion Regulation Processes: Implications for Affect, Relationships, and Well-Being. Journal of Personality and Social Psychology, 85, No 2, 348-363 Ismail, W. 2009. Analisis Komparatif Perbedaan Tingkatat Religiusitas Siswa Di Lembaga Pendidikan Pasantren, MAN dan SMUN. Lentera Pendidikan. Vol 12. No 1. Hal 87-102 Muda, A.A.K. 2006. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Jakarta: Reality Publisher. Novianti, I. 2008. Fenomena Kekerasan Di Lingkungan Sekolah. Jurnal pemikiran alternatif pendidikan. Vol 13. No 2 : 324-338 Riauskina, Intan Indira., Djuwita, Ratna., Soesetio, Sri Rochani. 2005. ”Gencet Gencetan” Di Mata Siswa/Siswi Kelas I SMA : Naskah Kognitif Tentang Arti Skenario, dan Dampak ”Gencet-Gencetan”. Jurnal Psikologi Sosial. Vol. 12. No.01 : 1-13 Santrock, J.W. 2007. Perkembangan anak. Penerjemah: Rachmawati, M & Kuswanti, A. Jakarta: Erlangga. Sejiwa. 2008. Bullying : Mengatasi Kekerasan di Sekolah dan Lingkungan Sekitar Anak. Jakarta : Grasindo Rahman. 2009. “Perilaku Religiusitas dalam Kaitannya Dengan Emosi Remaja” Jurnal Al-Qalam vol 15. no 23.
Kecerdasan
Reivich, K. & Shatte, A. 2002. The Resilience Factor. New York : Broadway Books Thompsom, R. A. 1994. The Development of Emotionn Regulation: Biological and Behavioral Considerations. North America: Monographs of the Society for Research in Child Development. Vol 59, No 2: 25-52
Widuri, E, L. 2010. Kepribadian big five dan strategi regulasi emosi ibu anak ADHD(atenttion deficit hyperectivity disorder). Jurnal humanistik vol. VII. No 2 : 124-137.