HUBUNGAN ANTARA BRIX KEBUN DAN PENGUKURAN RENDEMEN INDIVIDU MELALUI CORE SAMPLER DI PTPN VII UNIT USAHA BUNGAMAYANG, LAMPUNG
HILDA WAHYUNI A24090152
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Januari 2014 Hilda Wahyuni NIM A24090152
ABSTRAK HILDA WAHYUNI. Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core Sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung. Dibimbing oleh PURWONO. Variabel utama pola perhitungan bagi hasil antara petani tebu dengan pabrik gula (PG) adalah rendemen. Core sampler merupakan alat pengambilan contoh tebu untuk menetapkan rendemen individual. Kegiatan magang ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara brix kebun dan brix core sampler, brix kebun dan rendemen core sampler, serta brix core sampler dan rendemen core sampler. Kegiatan magang dilaksanakan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung selama empat bulan yakni dari Februari hingga Juni 2013. Pengamatan dilakukan terhadap tebu petani yang bermitra dengan PG. Hubungan antara brix kebun dan brix core sampler menunjukkan hubungan yang sangat lemah dan tidak nyata (r = 0.170). Hubungan antara brix core sampler dengan rendemen core sampler menunjukkan hubungan positif yang kuat dan nyata (r = 0.723), sedangkan hubungan antara brix kebun dengan rendemen core sampler hubungannya sangat lemah dan tidak nyata (r = 0.180). Kata kunci : bagi hasil, brix, rendemen
ABSTRACT HILDA WAHYUNI. The Correlation between Field Brix and The Individual Sucrose Measuring through Core Sampler at PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung. Supervised by PURWONO. The main variable of calculation for production sharing between sugarcane farmers and sugar factory is sucrose. Core sampler is a sampling machine to decide the individual sucrose. The aimed of this intership was to analyze the correlation between field brix and core sampler brix, field brix and core sampler sucrose, and core sampler brix and core sampler sucrose. The internship activities was conducted at PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung and was carried out on four months from February to June 2013. The observation concerned to sugarcane from farmers who cooperated with sugar factory. The correlation between field brix and core sampler brix showed very weak and not significant (r = 0.170). The correlation between core sampler brix and core sampler sucrose showed strong positive and significant (r = 0.723), whereas correlation between field brix and core sampler sucrose showed very weak and not significant (r = 0.180). Keywords : brix, production sharing, sucrose
HUBUNGAN ANTARA BRIX KEBUN DAN PENGUKURAN RENDEMEN INDIVIDU MELALUI CORE SAMPLER DI PTPN VII UNIT USAHA BUNGAMAYANG, LAMPUNG
HILDA WAHYUNI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi : Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung Nama : Hilda Wahyuni NIM : A24090152
Disetujui oleh
Dr Ir Purwono, MS Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
Judul Skripsi: Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung Hilda Wahyuni Nama : A24090152 NIM
Disetujui oleh
Dr Ir Purwono, MS
Pembimbing
Tanggal Lulus:
.2 9 JAN 2014
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia, kemudahan, dan pertolongan-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Topik yang dipilih dalam magang yang dilaksanakan sejak bulan Februari hingga Juni 2013 ini ialah aspek pasca panen, dengan judul Hubungan antara Brix Kebun dan Pengukuran Rendemen Individu melalui Core Sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Lampung. Terima kasih penulis ucapkan kepada: 1. Mamah, papah, kedua adik laki-laki tercinta (Rizal dan Rifky), nenek, kakek, om sam, tante kur, serta seluruh keluarga di Lampung atas doa, dukungan, cinta dan kasih sayangnya selama ini, 2. Dr Ir Purwono, MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak bimbingan, nasihat, dan arahan selama pelaksanaan tugas akhir, 3. Dr Ir Suwarto, MSi dan Ibu Anggi Nindita, SP MSi selaku dosen penguji dalam ujian skripsi penulis yang telah memberikan banyak nasihat, saran, dan kritik yang membangun, 4. Ibu Maryati Sari, SP MSi selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan banyak nasihat dan saran selama program studi, 5. Ir Sukarnoto, MM selaku Manajer PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, dan Ir Syukur selaku Kepala Tanaman PTPN VII Unit Usaha Bungamayang sekaligus pembimbing lapang yang telah banyak memberikan kemudahan dan dukungan selama pelaksanaan magang, 6. Seluruh staff dan karyawan (Pak Agustinus, Pak Arif, Pak Her, Pak Hon, Pak Krisna, Pak Amin, Pakde Sutris, Pak Trisman, Pak Darman, Pak Dedit, Ibu Fita, Ibu Pita, Ibu Win, mandor afdeling 5 dan 20, karyawan lab. analisis kemasakan, karyawan lab.core sampler), serta pihak lainnya di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yang telah banyak membantu dan mendukung selama pelaksanaan magang, 7. Seluruh staff pengajar dan karyawan departemen AGH (Pak Wasta, Bu Puri, Pak Kohar, Bu Yuli) yang telah banyak membantu proses menuntut ilmu dan administrasi di departemen AGH, 8. Para sahabat tercinta: Socrates 46 (Wahyuningsih, Af’ida, Dea, Ana, Silmi, Ida, Ires, Singgih, Syahidah), Shahibul ‘Amal, Murabbi, BEM TPB 46, BEM Faperta 2010-2012, BEM KM IPB 2013, LDK Al Hurriyyah, BP Nas Jabar FSLDKI, Forsila, CAS, FAmily 46, Sabil, Fatih, GF, Dzulfikar, dan seluruh sahabat penulis yang tak bisa disebutkan namanya satu persatu, namun banyak memberi inspirasi dan ilmu bagi penulis. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberikan sumbangan bagi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang pertanian. Bogor, Januari 2014
Hilda Wahyuni
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Perkebunan Tebu di Indonesia Kemitraan antara Petani Tebu dan Pabrik Gula Rendemen Tebu Alat Core Sampler METODE MAGANG Tempat dan Waktu Metode Pelaksanaan Analisis Data dan Informasi KEADAAN UMUM Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif Keadaan Iklim dan Tanah Luas Areal dan Tata Guna Lahan Keadaan Tanaman dan Produksi Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Aspek Manajerial HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Kemitraan Tebu Rakyat (TR) Sistem Bagi Hasil Penentuan Rendemen Individu Petani dengan Core Sampler Hubungan antara Brix Kebun dengan Pengukuran Rendemen melalui Core Sampler KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
x x x 1 1 2 2 2 3 4 5 6 6 6 7 7 7 8 8 9 10 12 12 31 34 34 35 36 40 45 45 46 46 49 61
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7
Arti nilai korelasi Jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan Komposisi luas KTG per kategori Hasil pengamatan brix kebun, brix core sampler, rendemen core sampler Perbandingan rata-rata brix kebun dengan brix core sampler Tingkat kandungan kotoran tebu (trash) pada tebu giling Korelasi antara brix core sampler dan brix kebun dengan rendemen core sampler 8 Pengamatan angka rendemen efektif dan rendemen core sampler
7 11 14 41 42 42 43 44
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Provinsi sentra produksi tebu rakyat Alur proses pembibitan Sistem overlapping 100 % Kegiatan pengairan Serangan hama penggerek batang (kiri) dan hama penggerek pucuk pada daun (kanan) Kegiatan klentek Kegiatan kultivasi (penggemburan) Model pelaksanaan aplikasi ZPK Kegiatan aplikasi ZPK Hasil penebangan sistem tebang 4:2:4 Sistem muat pada bundle cane Sistem muat pada loose cane Alat core sampler di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang Aplikasi bore core sampler Aplikasi shredder Aplikasi hydraulic press Alat XDS Rapid Liquid Analiyzer Grafik perbandingan rendemen efektif dan rendemen core sampler
2 14 16 17 18 20 21 23 24 25 27 28 37 38 38 39 39 44
DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8
Jurnal harian kegiatan magang sebagai pekerja harian lepas Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping asisten /sinder Data curah hujan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang th. 2003 – 2012 Struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayanng Peta areal perkebunan HGU PTPN VII Unit Usaha Bungamayang Denah pabrik gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang Data produksi dan produktivitas PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
51 52 54 56 57 58 59 60
PENDAHULUAN
Latar Belakang Tebu adalah salah satu tanaman perkebunan semusim yang menghasilkan produk akhir gula. Gula merupakan sumber kalori sehingga termasuk ke dalam bahan makanan pokok yang memiliki arti strategis. Oleh karena itu, adanya industri gula sebagai pusat pengolahan tebu menjadi gula sangat penting dan vital peranannya khususnya dalam menyediakan kebutuhan pangan penduduk (Susila et al 2005). Dalam industri gula banyak pihak yang terkait dan memiliki peranan penting bagi berlangsungnya kinerja industri, salah satunya adalah peran dari para petani tebu dalam memasok dan memproduksi bahan baku gula melalui bentuk kemitraan yang dibangun antara petani tebu dan pabrik gula (PG). Salah satu bentuk kemitraan antara petani tebu dengan PG adalah bagi hasil gula. Variabel utama pola perhitungan bagi hasil antara petani tebu dan PG adalah rendemen. Hubungan kemitraaan antara petani tebu dan PG adalah hubungan bagi hasil berdasarkan rendemen yang merupakan turunan dari Inpres No 9 tahun 1975 terkait proses produksi gula menjadi terdisintegrasi yakni kegiatan usaha tani dilakukan oleh petani tebu dan pengolahan gula dilakukan oleh PG (LRPI 2005). Masalah penetapan rendemen tebu di lapangan sering menjadi potensi konflik karena petani tebu tidak percaya dengan hasil yang diperoleh. Petani masih mengganggap rendemen yang diperoleh tidak sesuai dengan potensi tanaman yang telah diusahakan selama satu tahun. Perhitungan yang saat ini masih dilakukan di sebagian besar PG di Indonesia adalah berdasarkan rendemen rata-rata atau rendemen kolektif. Beberapa PG bahkan berlaku perhitungan bagi hasil dengan rendemen kesepakatan. Kekurangan dari penentuan rendemen menggunakan rendemen kolektif adalah tebu yang masuk ke PG seluruhnya dicampur di dalam emplasemen sehingga secara otomatis tebu berkualitas baik akan tercampur dengan tebu berkualitas buruk. Selain itu, angka rendemen juga diperoleh setelah tebu masuk ke meja tebu dan diolah menjadi hablur gula. Hal inilah yang menyebabkan petani cenderung mananam tebu dengan mementingkan bobot tebu tanpa mempedulikan mutu tebu. Perhitungan seperti ini juga dinilai belum mampu memberikan penghargaan terhadap potensi petani tebu yang berkualitas baik dan cenderung mengakibatkan ketidakadilan bagi hasil antara petani yang kualitas tebunya baik dengan petani yang kualitas tebunya kurang baik. Oleh karena itu sesuai dengan rekomendasi Panja Gula Komisi VI DPR RI, rendemen tebu petani seharusnya diukur sebelum proses pengolahan dengan metode yang tepat dan secara individu sehingga petani memperoleh rendemen sesuai dengan mutu tebu yang dihasilkan. Salah satu penetapan rendemen secara individu dan diperoleh sebelum tebu masuk ke pabrik adalah menggunakan teknik core sampler (Puslitbangbun 2012).
2 Tujuan Tujuan umum kegiatan magang ini adalah untuk memperluas wawasan dan pengalaman kerja secara nyata di perusahaan dengan berbagai jenjang karir. Tujuan khususnya adalah untuk menganalisis hubungan antara brix kebun dan brix core sampler, brix kebun dan rendemen core sampler, serta brix core sampler dan rendemen core sampler.
TINJAUAN PUSTAKA Pengelolaan Perkebunan Tebu di Indonesia Tanaman tebu (Saccharum officinarum L) adalah salah satu anggota familia rumput-rumputan (Graminae) yang merupakan tanaman asli tropika basah namun masih dapat tumbuh baik dan berkembang di daerah subtropika. Tebu dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dari daratan rendah hingga ketinggian 1 400 m diatas permukaan laut (dpl). Usaha budidaya tebu di Indonesia dilakukan pada lahan sawah berpengairan dan tadah hujan serta pada lahan kering/tegalan dengan rasio 65% pada lahan tegalan dan 35% pada lahan sawah. Sampai saat ini wilayah pengembangan tebu sawah dan beberapa tegalan masih terfokus di pulau Jawa yakni Jawa Timur, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, dan Jawa Barat, sedangkan usahatani tebu khusus pada lahan tegalan pengembangannya diarahkan ke luar Jawa seperti di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo (Ditjenbun 2012). Berdasarkan Angka Sementara (ASEM) (2011) dari Direktorat Jenderal Perkebunan, perkebunan rakyat mendominasi luas areal tebu, diikuti oleh perkebunan besar swasta dan perkebunan besar negara. Luas areal tebu Indonesia mencapai 457 615 ha pada tahun 2011. Sentra produksi utama gula perkebunan rakyat terdapat di lima provinsi, yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Jawa Barat, dan DI Yogyakarta (lihat Gambar 1), dengan kontribusi sebesar 99.28% terhadap total produksi gula perkebunan rakyat Indonesia (Ditjenbun 2013).
Gambar 1 Provinsi sentra produksi tebu rakyat
3 Pada dekade terakhir, industri gula Indonesia mulai menghadapi berbagai masalah serius baik karena faktor internal maupun eksternal. Permasalahan industri gula berpangkal pada empat hal utama yaitu: (1) Inefisiensi di tingkat usaha tani, (2) Inefisiensi di tingkat PG, (3) Belum efektifnya kebijakan pemerintah guna mendorong perkembangan industri gula Indonesia, dan (4) Industri dan perdagangan gula di pasar internasional yang sangat distortif. Sedangkan masalah klasik pada tingkat usaha tani adalah rendahnya produktivitas dan rendemen yang berdampak pada pendapatan usaha tani (LRPI 2012). Salah satu masalah mendasar yang dihadapi industri gula nasional adalah inefisiensi di tingkat usaha tani dan PG. Rata-rata produktivitas usaha tani tebu Indonesia dinilai masih rendah, baik karena rendahnya produktivitas ton tebu/ha maupun rendemen yang dihasilkan oleh tebu (Sutrisno 2009). Rata-rata tingkat produktivitas tebu Indonesia adalah sekitar 5-6 ton/ha (Ditjenbun 2013). Angka ini masih jauh di bawah rata-rata produktivitas tebu dunia yang mencapai ± 70.5 ton/ha (FAOSTAT 2011). Inefisiensi juga tercermin dari nilai rendemen yang berfluktuasi dari sekitar 8% pada tahun 1980-an menjadi sekitar 6-7% pada 10 tahun terakhir. Rendahnya kualitas bahan baku tebu mempunyai kontribusi sekitar 60-75% terhadap rendahnya rendemen, sedangkan sisanya adalah pengaruh inefisiensi pabrik. Rendahnya rendemen yang bersumber dari teknik budidaya tebu yang kurang benar disebabkan oleh tingkat kebersihan tebu dan kemasakan tebu. Mutu tebu yang baik adalah: (1) Bersih, tebu tidak mengandung kotoran berupa pucuk, bung (sogolan), klaras, tanah dan kotoran lain, (2) Manis, tebu pada saat ditebang berada pada tingkat kemasakan optimal yaitu selisih brik atas dan bawah < 1%, (3) Segar, tebu saat ditebang dari kebun sampai dengan digiling maksimal tidak lebih dari 36 jam (Sutrisno 2009).
Kemitraan antara Petani Tebu dan Pabrik Gula Kegiatan pengendalian mutu yang dilakukan oleh pabrik gula (PG) mulai dari pengadaan bahan baku, pasca panen hingga proses produksi, saling berkaitan satu sama lain sehingga setiap tahap kegiatan harus diarahkan sedemikian rupa untuk memperoleh produksi maksimal dengan tingkat kehilangan seminimal mungkin (Tumanggar 2005). Oleh karena itu, adanya sistem pola kemitraan antara petani tebu dan PG saat ini merupakan upaya yang menguntungkan sehingga petani tebu lebih terpacu untuk mengelola proses produksi dengan baik. Selain itu, adanya kemitraan juga dapat meningkatkan pendapatan petani dan kontinuitas produksi di PG (Amir 2010) Hubungan kemitraaan antara petani tebu dan PG adalah hubungan bagi hasil berdasarkan rendemen tebu yang dihasilkan. Hal ini merupakan turunan dari Inpres No 9 tahun 1975 terkait proses produksi gula menjadi terdisintegrasi yakni kegiatan usaha tani dilakukan oleh petani tebu dan pengolahan gula dilakukan oleh PG (LRPI 2005). Walaupun demikian, sistem bagi hasil antara PG dan petani justru tidak mendukung upaya peningkatan produktivitas. Sistem bagi hasil yang berlaku yakni 65% dari total produksi gula untuk petani dan 35% untuk PG sebagai upah pengolahan masih sering menimbulkan perdebatan (Susila et al 2005).
4 Bagi hasil tersebut didasarkan pada rendemen yang dicapai dimana semakin besar rendemen maka semakin besar pula gula yang diperoleh petani maupun PG dari setiap ton tebu. Padahal pada prinsipnya, penentu besarnya rendemen adalah prestasi petani dan prestasi PG. Prestasi petani tercermin pada mutu tebu sedangkan prestasi PG dilihat dari efisiensi teknis yang ditunjukkan oleh besarnya overall recovery (OR), yaitu persentase gula yang dapat diperah dari gula yang ada pada tebu (LRPI 2005). Penentuan rendemen tebu yang dilakukan saat ini juga masih memiliki beberapa kelemahan, diantaranya adalah (1) Sampling tebu individual tidak akurat terutama untuk PG yang besar (kapasitas giling > 4 000 ton tebu/hari) sehingga banyak tebu petani tercampur satu sama lain, (2) Nilai Nira Perahan Pertama (NPP) sebagai salah satu kriteria kualitas tebu ditetapkan sama untuk semua tebu petani dalam 1 periode giling (15 hari giling) (Bahri dan Santoso 2008). Pengukuran rendemen saat ini juga tidak memisahkan kinerja PG dengan kinerja petani sehingga hasil rendemen yang didapat menjadi tidak akurat karena tidak menyertakan prestasi individual. Hasil penetapan rendemen tersebut justru kurang mencerminkan kualitas tebu individu petani dan prestasi kerja individu petani. Pada akhirnya, petani lebih mengutamakan bobot tebu dibandingkan kualitas tebu. Oleh karena itu, untuk menjaga hubungan yang harmonis antara PG dan petani tebu maka diperlukan beberapa syarat: (1) Adanya kontribusi bersama dari masing-masing pihak, (2) Adanya pembagian hak dan kewajiban secara adil, (3) Penetapan jadwal tanam panen terencana dengan baik, (4) Penetapan harga gula dan transparansi penetapan rendemen merupakan daya tarik bagi petani untuk menanam tebu (Wahyuni et al. 2009). Rendemen Tebu Masa kemasakan tebu adalah suatu gejala bahwa pada akhir dari pertumbuhannya terdapat timbunan sukrosa di dalam batang tebu (Sutardjo 2009). Rendemen tebu adalah kadar kandungan gula (sukrosa) di dalam batang tebu yang dinyatakan dalam persen (Bahri dan Santoso 2008). Rendemen tebu merupakan pertimbangan utama bagi produksi gula (Suryantoro 2005). Oleh karena itu, penetapan rendemen tebu sangat penting bagi petani sebagai pemasok tebu maupun PG sebagai pengolah tebu menjadi gula (Bahri dan Santoso 2008). Angka rendemen yang digunakan untuk menghitung hasil di pabrik gula adalah berdasarkan rendemen efektif yaitu rasio antara hasil gula kristal (hablur) dengan bobot tebu yang digiling. Perhitungan rendemen efektif yang diperoleh berdasarkan rumus: Rendemen efektif =
Bobot hablur Bobot tebu
x 100 %
Berdasarkan perhitungan ini, dapat dijelaskan bahwa gula yang diperoleh adalah hanya gula yang dihasilkan dalam bentuk kristal selama satu periode proses (FP2SB 2012). Rendemen tebu seharusnya ditetapkan berdasarkan
5 perhitungan rendemen sementara (KPP BUMN 2012). Hal ini dilakukan untuk menghindari petani dirugikan jika kinerja PG buruk. Rendemen sementara memperhitungkan faktor rendemen (FR) yang menunjukkan efisiensi pabrik dalam menggiling dan mengolah tebu. Rendemen sementara dapat dihitung dengan rumus : RS = FR x NN NPP FR = KNT x HPB total x PSHK x WR Keterangan : RS : Rendemen Sementara FR : Faktor Rendemen NN NPP : Nilai Nira dari Nira Perahan Pertama. yang dihitung berdasarkan rumus : NN NPP = Pol – 0.4 (Brix – Pol), dimana Pol adalah kadar gula dalam nira perahan pertama dan Brix adalah kadar bahan padat terlarut dalam nira perahan pertama. KNT : Kadar Nira Tebu HPB : Hasil Pemerahan Brix PSHK : Perbandingan Setara Harkat Kemurnian WR : Winter Rendemen Dalam penetapan rendemen, nira tebu yang diukur biasanya adalah nira tebu perahan pertama, artinya nira tebu dihasilkan dari gilingan pertama atau biasanya disebut sebagai Nilai Nira dari Nira Perahan Pertama (NN NPP) (Trisnobudi et al 2001). NN NPP diukur dengan mengambil contoh nira pada gilingan pertama, kemudian pol dan brix diukur untuk menghitung NN NPP berdasarkan rumus diatas. Faktor rendemen ditetapkan berdasarkan FR minimum sesuai SK Mentan No 126 tahun 1978 (LRPI 2005). Alat Core Sampler Sistem pengambilan contoh tebu dalam penetapan rendemen ada banyak cara. Beberapa yang banyak dilakukan oleh PG di Indonesia antara lain : (1) Pengambilan secara acak pada lori/truk, (2) Pengambilan secara acak pada meja tebu, dan (3) Pengambilan menggunakan teknologi yang baru diterapkan di Indonesia yaitu dengan teknik core sampler. Alat core sampler merupakan alat pengambil contoh tebu untuk menetapkan rendemen individual yang akurat. Teknik core sampler telah diperkenalkan di dunia sejak tahun 1975 untuk mengatasi permasalahan antara petani dengan pabrik gula. Metode ini pertama kali digunakan di pabrik St. Martin di Lousiana, USA (Partowinoto 1996). Saat ini pabrik gula di semua negara menggunakan sistem ini. Data dari alat core sampler ini juga dapat digunakan oleh manajemen pabrik untuk mengevaluasi kinerja pabrik (Birkett 1998).
6
METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilakukan selama empat bulan dari Februari hingga Juni 2013 di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, Desa Bungamayang, Kecamatan Sungkai Selatan, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung.
Metode Pelaksanaan Metode yang dilakukan adalah bekerja langsung di lapangan dan menjadi satu bagian dari sistem kerja di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Selama satu bulan pertama penulis berperan sebagai pekerja harian. Pekerjaan yang dilakukan pekerja harian meliputi pemupukan, pengendalian gulma dan HPT (Hama Penyakit Tanaman), dan pemeliharaan. Selama dua bulan yaitu pada bulan kedua dan ketiga, penulis ditempatkan sebagai pendamping mandor. Tugas sebagai pendamping mandor adalah mengawasi pekerjaan beberapa pekerja harian agar berjalan sesuai instruksi perusahaan. Selama satu bulan terakhir yaitu pada bulan keempat, penulis berperan sebagai pendamping sinder. Kegiatan pendamping sinder meliputi mengawasi dan mengkoordinir seluruh mandor di divisi serta membuat perencanaan operasional kegiatan. Jurnal harian pelaksanaan magang yang dilakukan penulis sebagai pekerja harian, pendamping mandor, dan pendamping sinder dapat dilihat pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Selain bekerja sebagai karyawan perusahaan, penulis juga melakukan pengambilan data sebagai bahan penelitian terhadap aspek khusus yang diamati. Pengumpulan data dilakukan dengan mengumpulkan data primer dan data sekunder. Data primer dilakukan melalui pengamatan langsung di lapangan yang meliputi aspek teknis, aspek manajerial, dan aspek khusus. Aspek khusus yang diamati meliputi kegiatan pengukuran nilai brix kebun dan aplikasi alat core sampler di laboratorium core sampler. Kerangka sampling yang digunakan pada kegiatan pengukuran brix kebun berupa pengambilan 10 sampel petani yang menggiling tebunya pada periode giling yang sama. Kemudian pada tiap kebun sampel petani, diambil lima titik sampel tebu contoh. Setiap batang sampel tebu diambil niranya pada tiga titik yakni bagian atas (pucuk), bagian tengah, dan bagian bawah. Kemudian masingmasing bagian diamati nilai brixnya mengggunakan alat handrefraktrometer dan dirata-rata. Pengamatan di laboratorium core sampler dilakukan dengan mengambil dua sampel truk yang menyatakan per kepemilikan kebun petani contoh. Kemudian dilakukan pengamatan terhadap nilai brix dan hasil rendemen sementara individunya. Penetapan rendemen sementara individu pada laboratorium core sampler meliputi beberapa proses kerja yakni pengeboran, pencacahan, dan pemerahan nira. Nira hasil perah yang didapat kemudian diolah secara matematis dan komputerisasi oleh pihak laboratorium sehingga didapat nilai rendemen sementara individu.
7 Analisis Data dan Informasi Data yang telah terkumpul, kemudian diolah dan dianalisis korelasinya antara: (1) Brix kebun dan brix core sampler, (2) Brix core sampler dan rendemen core sampler, (3) Brix kebun dan rendemen core sampler. Pengolahan data korelasi menggunakan analisis pearson correlation pada Software SAS 9.1.3 portable. Model persamaan yang digunakan dalam analisis korelasi ini adalah sebagai berikut :
Keterangan : r = nilai koefesien korelasi (lihat Tabel 1) 𝑥 = variabel korelasi 1 𝑦 = variabel korelasi 2 𝑥 = rata-rata variabel korelasi 1 𝑦 = rata-rata variabel korelasi 2 Tabel 1 Arti nilai koefisien korelasi Nilai koefisien korelasi Keterangan 0.00 – 0.199 Sangat rendah 0.20 – 0.399 Rendah 0.40 – 0.599 Cukup 0.60 – 0.799 Kuat 0.80 – 1.000 Sangat kuat Sumber: Sudjana (1982)
KEADAAN UMUM Letak Geografi atau Letak Wilayah Administratif PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan salah satu unit usaha yang masuk dalam wilayah operasional distrik way seputih provinsi Lampung yang bergerak dalam budidaya tanaman tebu dan pabrik gula. PTPN VII Unit Usaha Bungamayang terletak di Desa Negara Tulang Bawang, Kecamatan Bungamayang, Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung. Lokasinya berada pada ± 157 km utara kota Bandar Lampung (Ibukota Provinsi Lampung), dan ± 45 km dari Kotabumi (Ibukota Kabupaten Lampung Utara).
8 Letak geografis PTPN VII Unit Usaha Bungamayang berada pada 104° 57° Bujur Timur dan 4° 22° Lintang Selatan. Batas-batas wilayahnya meliputi: Utara : Negeri Besar Selatan : Kecamatan Sungkai Selatan Timur : Kecamatan Muara Sungkai Barat : Kecamatan Kotabumi Utara Areal kerjanya berada pada ketinggian 10-50 meter di atas permukaan laut (dpl). Kondisi topografi secara umum datar hingga bergelombang dengan tingkat kemiringan yaitu 0-8 %.
Keadaan Iklim dan Tanah Sebagian besar jenis tanah di areal perkebunan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang adalah podzolik merah kuning (PMK). Tanah ini memiliki tekstur lempung berpasir dengan struktur menggumpal. Kesuburan tanah jenis ini rendah hingga sedang dan warnanya merah hingga kuning. Derajat kemasaman (pH) tanah antara 4.5-5.0. Ketebalan top soil sekitar 515 cm dan kedalaman air tanah mencapai 40-50 cm. Kelembaban udara rata-rata 81%. Rata-rata curah hujan tahunan yaitu ± 2 500 mm per tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata ± 200 hari per tahun. Tipe iklim menurut Schmidt-Ferguson, wilayah PTPN VII Unit Usaha Bungamayang termasuk ke dalam tipe B (Basah). Data curah hujan selama 10 tahun terakhir dapat dilihat pada Lampiran 4.
Luas Areal dan Tata Guna Lahan Areal perusahaan secara keseluruhan memiliki luasan sebesar 22 823 ha. yang digunakan untuk perkebunan, pabrik, perkantoran dan fasilitas perusahaan lainnya, serta rawa-rawa atau lebung tempat pembuangan limbah pengolahan. Luas areal perkebunan seluas 7 578.11 ha yang terdiri dari areal tanaman Kebun Tebu Giling (KTG) seluas 6 400.50 ha, area pembibitan seluas 1 132.55 ha dan kebun percobaan seluas 45.06 ha. Sebagian besar areal perkebunan merupakan perkebunan HGU, namun perusahaan juga memiliki perkebunan plasma inti yang bekerja sama dengan masyarakat sekitar perusahaan atau disebut juga dengan Tebu Rakyat (TR) dan Tebu Rakyat Bebas (TRB). Tebu Rakyat (TR) merupakan jenis kemitraan dengan petani tebu yang menerapkan sistem paket kredit pada proses budidaya tebu mulai dari penanaman hingga panen melalui bentuk bantuan pemenuhan fasilitas sarana dan prasarana produksi seperti kebutuhan bibit, pupuk, alat panen, dan lain-lain. sedangkan Tebu Rakyat Bebas (TRB) merupakan jenis kemitraan dengan petani tebu yang keseluruhan sistem budidaya dilakukan secara mandiri atau tanpa bantuan perusahaan kecuali proses pengolahan tebu menjadi gula. Luas areal tanaman KTG seluas 14 312 ha, terdiri dari luas areal HGU atau lebih sering disebut sebagai Tebu Sendiri (TS) seluas 7 855 ha, areal Tebu Rakyat (TR) seluas 4 074 ha dan areal Tebu Rakyat Bebas (TRB) seluas 2 381 ha. Areal kebun produksi di PTPN VII UU Bungamayang dibagi menjadi tujuh rayon meliputi rayon 1,2,3, dan 4 untuk kebun Tebu Sendiri (TS) rayon 5 untuk kebun
9 Litbang, serta rayon 6 dan 7 untuk kebun Tebun Rakyat (TR). Data luas areal perkebunan HGU milik PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan denah PG Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 7.
Keadaan Tanaman dan Produksi
Tanaman tebu yang dibudidayakan terdiri dari dua kategori yaitu plant cane (PC) dan ratoon cane (RC) atau tebu keprasan. Plant cane adalah tanaman tebu baru yang ditanam pada areal yang pernah ditanam sebelumnya. Ratoon cane (tebu keprasan) merupakan tanaman tebu yang berasal dari sisa tanaman yang ditebang sebelumnya dan kemudian dipelihara kembali menjadi tanaman baru. Tebu keprasan dapat dilakukan hingga 2-3 kali tahun tanam tergantung dengan karakter varietas yang ditanam. Sistem tanam yang digunakan adalah sistem overlapping 100%. Jarak tanam antar baris menggunakan jarak dari pusat ke pusat (PKP) 1.20–1.35 m. Produktivitas tanaman rata-rata adalah 70 ton/ha. Data produksi dan produktivitas tebu dan gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang periode 2008-2013 dapat dilihat pada Lampiran 8. Beberapa varietas yang telah dikembangkan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang antara lain BM 9044, BM 9514, BM 9605, BM 2104, BM 2201. dan BM 2203. Masing-masing varietas tersebut dikategorikan berdasarkan sifat kemasakan tebu yang berpengaruh pada ketepatan masa tanam. Hal ini sangat diperlukan untuk merencanakan masa tanam optimal dari tiap varietas tebu, karena masa tanam yang optimal turut menentukan produksi baik dari segi bobot tebu maupun rendemen. Pengkategorian varietas berdasarkan sifat kemasakan dibagi menjadi tiga yakni masak awal, masak tengah, dan masak akhir. Varietas masak awal merupakan varietas yang memiliki karakter waktu kemasakan lebih cepat. Masa tanam optimal untuk varietas masak awal adalah bulan Mei-Juni dengan persentase komposisi tanam di KTG sebesar 10-30%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini seperti BM 9044, BM 2201, BM 2203, dan PS 881. Varietas masak tengah merupakan varietas yang memiliki karakter waktu kemasakan diantara awal dan lambat. Masa tanam optimalnya adalah pada periode bulan Juli-Agustus dengan persentase komposisi tanam di KTG sebesar 30-35%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini meliputi BM 2104 dan BM 9514. Varietas masak akhir merupakan varietas yang memiliki karakter waktu kemasakan lebih lambat. Masa tanam optimalnya adalah sekitar bulan SeptemberOktober dengan persentase komposisi tanam di KTG 30-35%. Varietas yang termasuk dalam kategori ini adalah BM 9605. PTPN VII Unit Usaha Bunga Mayang mengelola komoditas produk gula mulai dari usaha penanaman tebu, pengolahan, pengepakan (packaging), hingga penjualan. Selain produk utama gula, hasil sampingan dari olahan tebu merupakan tetes tebu yang biasa dipakai untuk bahan campuran penyedap rasa. Selain itu kedepan, tetes tebu juga dapat dipakai sebagai bahan bakar alternatif (bioethanol). Selain tetes, hasil sampingan berupa blotong dimana merupakan hasil olah limbah padat pabrik gula juga dipakai untuk pupuk organik.
10 Struktur Organisasi dan Ketenagakerjaan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan perusahaan persero milik negara yang bergerak pada komoditas tebu. Perusahaan ini dipimpin oleh seorang manajer. Manajer memimpin seorang kepala tanaman dan empat bagian. Bagian yang dipimpin langsung oleh manajer meliputi Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang), Bagian Administrasi dan Keuangan, Bagian Teknik, Bagian Pengolahan, dan Bagian Pelayanan Teknik. Setiap bagian ini dipimpin oleh seorang sinder kepala (sinka) dan setiap sinder kepala memimpin beberapa sinder yang bertanggung jawab secara langsung di lapangan. Kepala tanaman secara langsung bertanggung jawab atas dua bagian yakni Bagian Rayon dan Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA). Bagian Rayon dibagi menjadi 4 rayon Tebu Sendiri (TS) yakni Rayon I, Rayon II, Rayon III, Rayon IV dan 2 rayon Tebu Rakyat (TR) yakni TR I dan TR II. Struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada Lampiran 5. Bagian Rayon yang dipimpin langsung oleh kepala tanaman merupakan bagian yang memiliki peran sangat penting dalam menentukan produktivitas dan kualitas tanaman tebu. Bagian ini bertanggung jawab terhadap pengelolaan seluruh kegiatan budidaya tanaman, mulai dari pengolahan lahan, penanaman, perawatan, hingga persiapan panen. Bagian Tebu Rakyat (TR) merupakan bagian yang bertanggung jawab atas pengelolaan kemitraan program tebu rakyat dengan petani di sekitar perusahaan sekaligus bertanggung jawab terhadap pengelolaan dan pengawasan seluruh kegiatan budidaya dari pengolahan hingga panen. Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA) merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap penanganan panen mulai dari penebangan, muat, dan pengangkutan, hingga tebu sampai cane yard. Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang) merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pengembangan varietas serta pengelolaan laboratorium tanah, laboratorium proteksi tanaman, laboratorium analisis kemasakan, laboratorium pabrik, dan laboratorium core sampler. Bagian Administrasi dan Keuangan merupakan bagian yang bertanggung jawab atas pelaksanaan dan pengawasan tugas pekerjaan kebun/proyek di bidang tata usaha dan keuangan. Selain itu, pengelolaan terhadap bidang pengembangan sumber daya manusia (SDM) dan ketenagakerjaan juga merupakan tanggung jawab bagian ini. Bagian Teknik merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan di bidang teknik baik di pabrik maupun di kebun. Bagian ini bertanggung jawab terhadap mesin dan peralatan/instrumen pabrik seperti mesin penggiling (miller/diffuser) dan boiler, pengadaan listrik, dan workshop. Bagian Pengolahan merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pengolahan tebu menjadi gula di pabrik. Bagian Pelayanan Tehnik merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap proses pelayanan bidang teknik baik di pabrik maupun di kebun yang meliputi perawatan peralatan dan mesin panen, angkutan panen , dan irigasi. Tenaga kerja dibedakan atas karyawan tetap dan non tetap. Karyawan tetap dibagi menjadi karyawan staff dan non staff. Pembagian jabatan untuk karyawan tetap disesuaikan dengan besarnya golongan. Karyawan dengan golongan IV C
11 dan D menyandang strata pembina atau setingkat dengan jabatan manajer dan kepala tanaman. Karyawan dengan golongan IV A dan B menyandang strata penata atau setingkat dengan jabatan sinder kepala (sinka). Karyawan dengan golongan III A, B, C, dan D menyandang strata pengatur atau setingkat dengan jabatan sinder. Karyawan dengan golongan II A, B, C, dan D menyandang strata penyelia atau setingkat dengan jabatan mandor besar, mandor lapang, krani, kepala satpam, wakil kepala satpam, kepala laboratorium, kepala gudang, dan jabatan lainnya yang setingkat. Karyawan tetap biasanya hanya sampai golongan II saja, sedangkan golongan dibawahnya adalah karyawan non tetap. Karyawan staff adalah karyawan yang bergolongan dari III hingga IV atau setingkat dengan jabatan dari sinder hingga manajer, sedangkan karyawan non staff adalah karyawan bergolongan II atau setingkat dengan jabatan mandor besar, mandor, kepala krani, krani, dan jabatan setingkat lainnya. Karyawan tetap berhak terhadap seluruh fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan mulai dari tempat tinggal (perumahan), tunjangan perusahaan, santunan sosial, tunjangan hari raya keagamaan, jaminan sosial, kesehatan, hingga santunan masa pensiun. Gaji atau pendapatan pokok per bulan setiap karyawan tetap juga berbeda-beda, disesuaikan dengan golongan. Karyawan non tetap terbagi menjadi tiga jenis pekerja yakni pekerja kampanye, pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT/out sourcing), dan pekerja borongan. Pekerja kampanye merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak musiman. Pekerja ini biasanya bekerja hanya pada saat dibutuhkan atau hanya pada saat musim giling saja. Pekerja kampanye biasanya memegang jabatan sebagai operator, mekanik, juru tulis, tukang, dan jabatan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan oleh Bagian Administrasi dan Keuangan perusahaan. Pekerja PKWT/out sourcing merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak selama waktu tertentu. Pekerjaannya tidak harian lepas atau musiman melainkan satu musim penuh dapat bekerja. Hanya saja mereka dikontrak untuk batas waktu tertentu, tidak seperti karyawan tetap yang masa kerjanya hingga pensiun (umur 55 tahun). Pekerja out sourcing biasanya juga bekerja pada jabatan seperti operator, mekanik, juru tulis, pramubakti, dan jabatan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan oleh koperasi perusahaan. Pekerja borongan merupakan pekerja yang dikontrak secara harian lepas untuk melakukan pekerjaan di lapang seperti tebangan, klentek, semprot herbisida, tebar pupuk, dan pekerjaan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan atas tanggung jawab pihak kontraktor, bukan tanggung jawab dari perusahaan. Komposisi jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Jumlah tenaga kerja berdasarkan golongan Bagian Gol I Gol II Gol III Gol IV Total Kantor 22 45 3 2 93 Pengolahan 43 23 6 189 Teknik 107 189 15 1 312 Tanaman 56 102 24 7 72 Jumlah 249 359 48 10 666 Sumber: Data bagian SDM perusahaan (2013)
12
PELAKSANAAN KEGIATAN MAGANG Aspek Teknis Budidaya tebu lahan kering di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan suatu rangkaian tahapan yang berurutan. Tahapan tersebut meliputi persiapan lahan, pembibitan dan persiapan bahan tanam, persiapan tanam dan penanaman, pengairan, pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT), pemupukan, serta pemanenan. Persiapan lahan (land preparation) Persiapan lahan dilakukan pada areal kebun untuk ditanami tanaman baru/plant cane (PC). Pertimbangan suatu petakan siap dibongkar dan ditanami tanaman baru yaitu apabila tanaman sudah tidak mampu menghasilkan hasil yang optimal pada musim selanjutnya. Biasanya tanaman segera dibongkar ketika telah mencapai kategori ratoon 3 atau keprasan ketiga. Persiapan lahan bertujuan untuk mempersiapkan media tanam dengan sebaik-baiknya demi mendukung pertumbuhan tanaman. Kondisi media tanam yang diharapkan adalah tanah yang dalam dan gembur sehingga dapat membantu proses perkembangan akar, infiltrasi air, dan aerasi. Kegiatan ini juga diharapkan mampu memutus siklus perkembangan organisme pengganggu tanaman seperti hama, penyakit, dan gulma. Langkah-langkah dalam proses persiapan lahan meliputi pembajakan (ploughing), penggaruan (harrowing), pembuatan kairan/alur tanam (track marking), dan pembuatan headline/jalan infield. Rangkaian kegiatan ini membutuhkan waktu 2-3 minggu hingga siap tanam. Pembajakan (ploughing) I dan II. Kegiatan pembajakan merupakan kegiatan memecah dan membalik tanah. Kegiatan ini dilakukan dua kali. Pembajakan pertama (bajak I) bertujuan untuk meratakan lahan bekas guludan lama, membalik dan mencacah tunggul tebu lama, serta memberikan kesempatan proses oksidasi. Pembajakan kedua (bajak II) dilakukan untuk memecah sisa-sisa tunggul yang masih tersisa oleh bajak I agar mati sehingga memperkecil daya tumbuh yang akan mengganggu pertumbuhan tebu tanaman baru. Implemen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah disc plow 32 inci yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120-150 HP. Implemen ini memiliki 4-5 buah mata yang masing-masing berukuran 32 inci. Kedalaman olah bajak yang diharapkan adalah > 30 cm, namun hal ini juga tergantung dengan kondisi top soil tanah. Pembajakan pertama (bajak I) dilakukan dengan arah bajak 45° dari alur tanaman yang dibongkar. Kegiatan ini dilakukan selama ± 7 hari. Setelah itu dilakukan pembajakan kedua (bajak II) dengan arah kerja tegak lurus dari hasil kegiatan bajak I. Kapasitas kerja alat mencapai ± 0.6 ha/jam. Penggaruan (harrowing). Penggaruan merupakan kegiatan menghancurkan, menghaluskan, dan meremahkan tanah. Hal ini bertujuan untuk mempermudah pertumbuhan akar pada tanaman tebu. Kegiatan ini dilakukan selama 4-7 hari
13 setelah pembajakan. Implemen yang digunakan adalah finishing harrow 28 inci yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Implemen ini memiliki 28 mata yang masing-masing berukuran 28 inci. Kedalaman tanah yang diharapkan mencapai 35 cm. Arah penggaruan 30° dari arah bajak II. Kapasitas kerja alat mencapai ±1 ha/jam. Kegiatan ini tidak boleh dioperasikan pada lahan-lahan yang masih basah karena tanah akan menjadi berat dan mempersulit kegiatan penggaruan. Pembuatan kairan/alur tanam (furrowing). Pembuatan kairan merupakan pembuatan alur untuk penanaman bibit. Kairan dibuat memanjang dengan jarak antar baris dari pusat ke pusat (PKP) 1.20–1.35 m dan kedalaman kairan ± 40 cm. Arah kairan harus memotong kemiringan tanah. Kegiatan ini menggunakan implemen furrower mata 3 siap pakai dengan ukuran PKP 1.20-1.35 m yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Kapasitas kerja alat mencapai ± 0.6 ha/jam. Pembuatan headline. Pembuatan headline merupakan kegiatan membuat petak kebun dan jalan infield yang bertujuan untuk mempermudah pemanenan. perawatan dan pengontrolan kebun. Petak kebun dibuat dengan ukuran 50 m x 50 m. Jalan infield dibuat setiap 50 m panjang baris/row. Lebar jalan infield sekitar 34 m. Kegiatan ini dapat dilakukan dengan menggunakan alat motor grader atau implemen wheel blade yang ditarik dengan traktor kecil berdaya 90 HP. Implemen wheel blade berada di depan traktor yang digerakkan oleh remote control sebagai pengatur naik turunya blade. Kegiatan ini merupakan tahapan terakhir dalam pengolahan lahan sehingga lahan siap untuk ditanami tebu.
Pembibitan dan persiapan bahan tanam Kegiatan pembibitan merupakan kegiatan yang memerlukan pengelolaan yang baik. Kegiatan inilah yang menentukan kualitas kebutuhan pasok bibit untuk ditanam di lahan Kebun Tebu Giling (KTG). Proses pembibitan dilakukan dengan beberapa tahap, mulai dari Kebun Bibit Pokok (KBP) hingga Kebun Tebu Giling (KTG) (lihat Gambar 2). Kebun Bibit Pokok (KBP) merupakan kebun bibit tingkat I yang menyediakan bibit untuk Kebun Bibit Nenek (KBN). Bahan tanam untuk KBP merupakan varietas yang berasal dari laboratorium kultur jaringan. Waktu tanam KBP dilakukan 2 tahun sebelum KTG. Kebun Bibit Nenek (KBN) merupakan kebun bibit tingkat II yang menyediakan bahan tanam untuk Kebun Bibit Induk (KBI). Kebun Bibit Nenek (KBN) seluruhnya ditanami tanaman baru/plant cane (PC) dengan komposisi 100%. Waktu tanam KBN dilakukan 1.5 tahun sebelum KTG. Kebun Bibit Induk (KBI) merupakan kebun bibit tingkat III yang menyediakan bahan tanam untuk Kebun Bibit Dasar (KBD). Waktu tanam di KBI dilakukan 1 tahun sebelum KTG. Kebun Bibit Dasar (KBD) merupakan kebun bibit tingkat IV yang menyediakan bahan tanam untuk ditanam di KTG. Komposisi bahan tanam yang ditanam di KBD terdiri dari 30% tanaman baru/plant cane (PC) dan 70% tanaman keprasan/ratoon cane (RC). Waktu tanam di KBD dilakukan 6 bulan sebelum KTG. Bahan tanam yang berasal dari KBD
14 harus memenuhi komposisi luas KTG sesuai kategori tanaman yakni seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Komposisi luas KTG per kategori Kategori tanaman Komposisi luas Plant cane (PC) 30 % Ratoon 1 30 % Ratoon 2 25 % Ratoon 3 15 % Sumber: Data litbang perusahaan
Proses seleksi bertingkat yang dilakukan dari satu tingkat kebun bibit ke tingkat berikutnya (lihat Gambar 2) diharapkan dapat menghasilkan bibit yang akan ditanam di KTG dengan kualitas baik. Bibit tebu yang baik adalah bibit yang berumur 6-7 bulan, tidak tercampur dengan varietas lain, bebas dari hama dan penyakit, serta tidak mengalami kerusakan fisik.
Kebun Bibit Pokok (KBP)
Kebun Bibit Nenek (KBN)
Kebun Bibit Induk (KBI)
Kebun Bibit Datar (KBD)
Kebun Tebu Giling (KTG)
Gambar 2 Alur proses pembibitan
Kebun pembibitan yang berada di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dibagi menjadi tiga wilayah afdeling yang secara struktural dikelola oleh bagian litbang yakni (1) Afdeling rayon I untuk menyediakan kebutuhan bibit di areal rayon 1 dan 2, (2) Afdeling tangkil untuk menyediakan kebutuhan bibit di rayon 3 dan 4, dan (3) Afdeling mayangsari untuk menyediakan kebutuhan bibit Tebu Rakyat (TR). Luas kebun bibit tiap afdeling sekitar 200-300 ha. Kegiatan budidaya dalam pembibitan umumnya hampir sama dengan kegiatan budidaya di areal tanam KTG. Hanya saja yang membedakan adalah
15 pada kebun pembibitan tidak dilakukan kegiatan klentek. Hal ini bertujuan untuk menjaga agar mata bibit tetap terlindungi hingga siap ditanam. Hal terpenting dalam pembibitan adalah menjaga kemurnian varietas. Hal ini dikarenakan kemurnian varietas akan memberikan peluang waktu kemasakan yang seragam. Kegiatan paling penting dalam menjaga kemurnian varietas adalah kegiatan dongkel tebu liar (tunggak) dan seleksi tebu di kairan. Tujuan kegiatan ini adalah menjaga kemurnian varietas atau meminimalisir pencampuran varietas di lahan. Kegiatan ini dilakukan setelah tanaman berumur 2 bulan. Kebun pembibitan seluas 1 ha mampu mencukupi kebutuhan bibit di areal tanam KTG seluas 5 ha. Pemanenan bibit dilakukan saat tanaman telah berumur 6-8 bulan, namun umur yang optimal adalah saat berumur 7 bulan. Hal ini diharapkan agar persentase daya tumbuh mencapai 100%. Pemanenan bibit dilakukan sesuai permintaan kebun afdeling KTG yang telah siap tanam. Penebangan bibit 100% dilakukan secara manual. Sistem tebangannya sama seperti sistem bundle cane pada tebu giling namun perbedaannya adalah daun tidak dibersihkan. Saat ini, pihak perusahaan juga telah mengembangkan teknik pembibitan baru yang telah diperkenalkan baru-baru ini oleh P3GI yaitu teknik bud sheet. Penerapan teknik ini juga bisa memotong alur proses pembibitan yang selama ini dipakai dimana alur proses seleksi bertingkat (lihat Gambar 2) ini membutuhkan waktu yang lama dan panjang. Beberapa kelebihan teknik bud sheet yang berbeda dengan teknik bagal antara lain: (1) Perlakuan stressing pada polybag membuat anakan dapat muncul bersamaan, (2) Tingkat mortalitas dan seleksi alam kecil dengan persentase peluang daya tumbuh 95%, (3) Pertumbuhan anak tunas dapat mencapai jumlah banyak dengan perkiraan taksasi, jika tiap 1 m dapat tumbuh ± 20 batang tunas tebu (1 meter = 2 polybag) maka produksi KTG dapat mencapai ± 170 ton/ha, sedangkan pada sistem bagal hanya mampu mencapai taksasi 60-70 ton/ha. Saat ini, varietas yang sudah dikembangkan dan diperbanyak oleh pihak perusahaan untuk diterapkan pada sistem baru ini adalah varietas masak awal yakni PS 881 dan BM 2203.
Persiapan tanam dan penanaman Proses penanaman meliputi beberapa kegiatan yakni kegiatan penurunan/ dropping bibit, ecer bibit, potong bibit, dan urug bibit (kegiatan tutup tanam). Bibit yang telah ditebang di areal pembibitan, kemudian ditransportasikan ke areal yang akan ditanam. Bibit diangkut menggunakan truk. Muatan bibit 5 ton/truk. Kebutuhan bibit disesuaikan dengan luas petakan yang akan ditanam dengan perbandingan areal bibit ditebang dengan tanam 1:5 yang artinya tiap 1 ha areal bibit ditebang dapat mensuplai bibit ke areal tanam seluas 5 ha. Truk pengangkut bibit pertama-tama melakukan dropping bibit di areal tanam. Truk masuk ke lahan sejauh 15 m pada tiap 8 baris. Kemudian tenaga kerja yang berada di atas bak truk akan menurunkan 1 ikat bibit tiap jarak 15 meter. Truk bergerak diantara 4 baris kiri dan 4 baris kanan. Selanjutnya tenaga kerja di lahan akan mengecer tiap ikat bibit pada alur tanam yang ada (sebelumnya tanah telah dipupuk) dengan sistem penanaman
16 overlapping 100% yang tersaji pada Gambar 3. Hal ini diharapkan mampu memenuhi target produksi yang diinginkan perusahaan. Bibit yang telah diecer pada alur tanam kemudian dipotong dengan menggunakan golok tebang. Bibit dipotong tiap 2-3 mata. Kegiatan ini bertujuan untuk mengurangi dominasi apikal pada batang sehingga tunas akan banyak yang tumbuh. Kemudian alur ditutup/diurug dengan ditimbun tanah menggunakan hand tractor yang dioperasikan oleh 1 orang tenaga kerja. Kapastias kerja alat ini dapat mencapai 3 ha/hari.
Gambar 3 Sistem overlapping 100 % Pengairan Kegiatan pengairan (irigasi) merupakan kegiatan pemenuhan kebutuhan air untuk tanaman tebu. Tanaman tebu memerlukan air lebih banyak pada tahap awal pertumbuhan karena pada tahap ini aspek vegetatif perlu didukung. Ada dua jenis sistem irigasi yang diterapkan yakni sistem irigasi springkle dan sistem irigasi curah/kocor. Kegiatan pengairan inti hanya dilakukan pada tanaman PC, sedangkan untuk tanaman keprasan/ratoon dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi cuaca. Kegiatan pengairan pada tanaman PC dilakukan sebanyak dua kali. Penyiraman pertama dilakukan setelah bibit ditutup tanah pada saat tanam awal. Sistem irigasi yang dipakai pada penyiraman pertama adalah sistem irigasi curah/kocor. Hal ini dikarenakan pada tahap awal diperlukan lebih banyak kebutuhan air untuk tanah dan tanaman tebu atau biasanya disebut dengan istilah sistem penyiraman kenyang. Peralatan yang digunakan adalah mesin pompa Deutcz (engine pump) berdaya 110 HP untuk memompa air dari sumber air dan pipa-pipa paralon untuk mengalirkan air. Air yang digunakan berasal dari bendungan/lebung yang letaknya paling dekat dengan lahan yang akan disiram. Air dihisap oleh pipa hisap yang kemudian dipompa oleh mesin pompa Deutcz (engine pump) untuk dialirkan menggunakan pipa-pipa paralon yang telah disambung satu persatu. Setiap pipa berdiameter 4 inci dengan panjang 4 m. Penyiraman dilakukan secara manual dengan cara mencurahkan air pada tiap-tiap baris/row. Ujung pipa dipasang pada interow yang paling tinggi dan air dibiarkan mengalir ke masing-
17 masing baris/row hingga mencapai jarak 15-20 m (lihat Gambar 4). Kedalaman peresapan air diharapkan mencapai 20-30 cm. Kegiatan ini sangat dipengaruhi oleh kondisi kemiringan tanah, semakin miring tanah maka air akan semakin cepat mengalir dengan rata. Hal ini memiliki kekurangan dan kelebihan dalam aplikasinya. Kekurangan dari sistem ini adalah tidak efisiensi waktu dan tenaga kerja, sedangkan kelebihannya adalah air yang dialirkan dapat terserap dengan baik walaupun pada kondisi lahan yang datar penyebaran air pada tiap baris tidak merata. Kegiatan ini dilakukan selama ± 9 jam/hari yakni dari pukul 07.00–17.00 WIB dengan waktu istirahat dari pukul 12.00–13.00 WIB. Target penyiraman per hari diharapkan mencapai 0.8–1 ha untuk lahan datar, namun untuk lahan yang agak miring diharapkan dapat mencapai 1.5 ha karena pada lahan yang agak miring penyebaran air lebih cepat. Aplikasi kegiatan pengairan dapat dilihat pada Gambar 4. Kegiatan penyiraman kedua dilakukan pada saat tanaman telah berumur sekitar 2 bulan. Pada penyiraman kedua, aplikasinya berbeda dengan penyiraman pertama karena penyiraman menggunakan sistem springkle irrigation yakni menggunakan alat-alat yang meliputi Tornado berdaya 165 HP, Water Gun berjumlah dua unit untuk tiap tornado, dan pipa-pipa stainless berdiameter 4 inci. Air dipompa dengan menggunakan mesin pompa berdaya 400 HP dan dialirkan menggunakan pipa-pipa stainless. Roll Tornado kemudian dibentang sepanjang 200 m di jalan infiled dan diusahakan kondisi lahan rata. Kemudian roll disetel kecepatannya sesuai yang diinginkan dan diharapkan dapat menghasilkan hasil semprotan yang baik. Penyiraman dilakukan menggunakan alat Water Gun. Penyiraman selama 2 jam pada 1 titik (gun) mampu menyiram lahan seluas 1 ha. Lebar semprotnya mampu sejauh 25 m dengan overlapping 30%.
Gambar 4 Kegiatan pengairan Pengendalian organisme pengganggu tanaman Pertumbuhan tanaman tebu sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tumbuhnya. Oleh karena itu, penjagaan terhadap kondisi fisik tanaman penting dilakukan terutama yang dipengaruhi oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) seperti hama, penyakit, dan gulma. Hal ini sangat berpengaruh pada kualitas dan produksi tanaman tebu itu sendiri. Biasanya kondisi kelembaban yang tinggi dapat memicu timbulnya OPT pada tebu.
18 Pengendalian OPT di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dilakukan dengan cara mekanis, kimia, dan biologi. Apabila terjadi serangan tinggi pada areal kebun, akan segera dilakukan pengendalian yang didasarkan pada analisis data tim survey masing-masing afdeling atau rayon dan dibantu oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Hama yang sering dijumpai di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yaitu penggerek batang (Chillo spp.), penggerek pucuk (Tryporyza novella F.), kutu bulu putih, uret, ulat grayak, dan belalang. Hama penggerek batang (Chillo spp.) dapat menyerang tebu pada setiap fase pertumbuhan. Pada tanaman muda, penggerek batang dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan, batang mudah patah atau dapat pula menyebabkan kematian bila titik tumbuh batang terserang. Serangan pada tebu yang telah beruas dapat menyebabkan batang mati dan busuk sehingga menyebabkan bobot tebu dan rendemen dapat menurun. Beberapa hama lainnya juga cukup berpengaruh pada kualitas dan produksi tebu. Serangan hama penggerak batang (Chillo spp.) dan penggerek daun (Tryporyza novella F.) dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Serangan hama penggerek batang (kiri) dan hama penggerek pucuk pada daun (kanan) Penyakit yang sering menyerang tanaman tebu di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yaitu karat daun, daun hangus, dan noda kuning. Tanaman yang terserang karat daun menunjukkan gejala terdapat noda karat pada daun dan tanaman terlihat kerdil. Penyakit daun hangus yang disebabkan oleh jamur menunjukkan gejala terdapat bagian-bagian daun yang hangus seperti terbakar dan berwarna coklat. Penyakit noda kuning disebabkan oleh jamur Cercospora kopkei dan ditunjukkan dengan timbulnya noda-noda/bercak-bercak kuning pada permukaan daun. Pada permulaan siklus hidup tanaman tebu dan pada periode menjelang panen, kehadiran gulma tidak terlalu berpengaruh atau berpengaruh kecil terhadap produksi tanaman. Akan tetapi diantara dua periode tersebut tanaman sangat peka terhadap gulma dimana periode ini sering disebut periode kritis. Periode kritis merupakan saat suatu pertanaman berada pada kondisi yang peka terhadap lingkungan terutama unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh. Bila gulma
19 tumbuh dan mengganggu pertanaman pada periode tersebut maka tanaman akan kalah bersaing dalam hal penggunaan unsur-unsur yang diperlukan untuk pertumbuhannya sehingga pertumbuhan akan terhambat dan dapat menurunkan produksi serta kualitas tebu. Gulma yang banyak tumbuh di areal kebun PTPN VII Unit Usaha Bungamayang terdiri dari jenis teki, rumputan, dan daun lebar. Beberapa gulma yang banyak tumbuh seperti Dactyloctenium aegyptium, Echinocloa colona, Digitaria ciliaris, Mimosa invisa, Boreria alata, Cyperus rotundus, dan masih banyak lagi. Kegiatan pengendalian OPT di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dilakukan secara biologi, kimiawi, dan mekanis. Secara biologi biasanya dilakukan dengan menebarkan predator atau parasit bagi hama pengganggu tanaman tebu. Sistem pengendalian biologi yang dipakai di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang menerapkan sistem Early Warning System (EWS). Early Warning System (EWS) merupakan suatu upaya antisipasi untuk melindungi tanaman dari serangan hama dengan cara melakukan deteksi dini terhadap keberadaan hama di lapang dan memonitor perkembangannya serta mempertimbangkan faktor-faktor terkait (biotik dan abiotik) yang dapat mempengaruhi perkembangan populasi hama di masa-masa berikutnya. Penebaran predator atau parasit ini dilakukan dan diawasi oleh Divisi Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Kegiatan pengendalian lainnya yang sering dilakukan di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang antara lain: Pengendalian gulma pra tumbuh (pre emergence). Kegiatan pengendalian gulma pra tumbuh/pre emergence merupakan pemberian herbisida pra tumbuh atau pengendalian bibit-bibit gulma. Aplikasinya dilakukan dengan menggunakan alat boom sprayer berkapasitas 680 liter yang ditarik oleh traktor small berdaya 90 HP. Kapasitas kerja alat ini mencapai 1 ha/HM. Kegiatan ini menggunakan herbisida berbahan aktif Diuron 2 kg/ha, Ametrine WP 2 kg/ha, dan 2.4 D 2 l/ha. Volume semprot tiap boom sprayer berkapasitas 680 l yaitu 600 l untuk 1.3 ha. Lebar semprot sekitar ± 8 m dengan overlapping 100 %. Bentangan sayap dari boom sprayer sepanjang 12 m. Nozel yang digunakan adalah nozel biru ukuran sedang sebanyak 20 buah. Jarak antara nozel dengan tanah sekitar 30-50 cm. Kapasitas pompa boom sprayer sebesar 150 l/menit. Pelaksanaan kegiatan pre emergence secara mekanis ini sangat dipengaruhi oleh kondisi angin dan hujan. Jika kondisi angin cukup besar akan membuat pemberian herbisida tidak efektif karena butiran-butiran (spray) akan terbawa angin dan tidak jatuh ke tanah. Sedangkan kondisi hujan yang terlalu besar juga dapat mencuci bahan aktif yang diaplikasikan. Selain itu, dalam pelaksanaannya juga seringkali menghadapi masalah tersumbatnya nozel. Hal ini disebabkan banyak hal terutama karena kondisi air yang kotor, adukan bahan aktif berbentuk padat yang tidak rata, dan faktor karakteristik bahan aktif itu sendiri yang memang susah larut. Pengendalian gulma periode tumbuh (post emergence). Pengendalian gulma post emergence dilaksanakan secara kimiawi dan manual. Pelaksanaan secara kimiawi menggunakan herbisida berbahan aktif yang pemberiannya menggunakan tenaga kerja manusia. Dosis herbisida yang digunakan yaitu herbisida berbahan aktif parakuat 1.5 l/ha dan 2.4 D 2 l/ha. Pemberiannya dilakukan oleh pekerja
20 dengan cara menyemprot tanaman menggunakan knapsack sprayer berukuran 16 l. Aplikasi dilakukan dengan mencampur bahan aktif dengan air dalam drum/tank berkapasitas 200 l/ha (1 drum=200 l). Dalam 1 ha dapat dilakukan ± 13 kali semprot. Kapasitas tenaga kerja semprot herbisida mecapai 1 ha/HOK. Pemberian pada tahap pertumbuhan ini dapat dilakukan lebih dari dua kali aplikasi sesuai kondisi gulma di lapang. Pengendalian secara manual juga dilakukan sesuai kondisi gulma di lapang. Pengendalian ini dibagi menjadi dua kegiatan yakni kegiatan grosok dan bubut. Kegiatan grosok merupakan kegiatan menurunkan dan menyiangi gulma merambat yang terdapat pada tanaman tebu. Kapasitas tenaga kerja mencapai 0.2 ha/HOK. Sedangkan kegiatan bubut merupakan kegiatan membabat dan menyiangi gulma yang terdapat pada tanaman tebu sebersih mungkin (weeding). Kapasitas tenaga kerja mencapai 0.10 ha/HOK. Kedua kegiatan ini dilakukan jika benar-benar sangat diperlukan (conditional) tergantung kondisi di lapang. Klentek. Kegiatan klentek merupakan kegiatan membuka pelepah-pelepah kering dari batang tebu. Pelaksanaannya dilakukan secara manual menggunakan arit. Kondisi lembab membuka peluang bagi bermacam hama dan penyakit untuk menyerang sehingga kegiatan klentek ini sangat penting dilakukan untuk mengurangi tingkat kelembaban. Selain itu. kegiatan ini juga berguna untuk membuka sirkulasi udara agar sistem aerasi lancar. Standar kerja dari kegiatan ini adalah 0.10 ha/ HOK. Aplikasi kegiatan klentek dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6 Kegiatan klentek Kultivasi (penggemburan) Kultivasi (penggemburan) merupakan kegiatan menggemburkan tanah sekaligus mengendalikan gulma dengan menaikkan lapisan tanah ke permukaan. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanaman baru/plant cane (PC) dan tanaman keprasan/ratoon (RC). Kultivasi pada tanaman PC dilakukan satu kali yakni pada saat tanaman berumur ≤ 3 bulan atau 1 bulan setelah dilakukan aplikasi herbisida (Pra Emergence). Kegiatan penggemburan bertujuan untuk memperkuat daya dukung tanaman tebu agar tidak mudah roboh. Kegiatan kultivasi pada tanaman keprasan/ratoon dilaksanakan dua kali yakni setelah tanaman dikepras dan pada saat tebu telah berumur ≤ 3 bulan.
21 Kegiatan kultivasi aplikasi pertama bertujuan untuk memutus akar bagian atas dan merangsang pertumbuhan akar baru sehingga efektifitas penyerapan unsur hara juga semakin optimal. Aplikasi kedua dilakukan sama seperti pada tanaman PC yakni berguna untuk memperkuat daya dukung tanaman tebu. Implemen yang digunakan dalam kegiatan kultivasi ini adalah terra tyne yang ditarik dengan traktor berdaya 90 HP. Kedalaman kultivasi dapat mecapai 20-30 cm. Arah operasi searah dengan barisan tebu dan posisi roda traktor melangkahi barisan tanaman tebu, tidak menginjak dan mematahkan tanaman tebu (lihat Gambar 7). Pangkal tanaman tebu diharapkan tertimbun dengan rata 5-10 cm dan gundukan bekas kairan rata.
Gambar 7 Kegiatan kultivasi Pemupukan Pemupukan merupakan salah satu kegiatan terpenting yang harus dilakukan agar tercapai produksi yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena pemupukan dapat mensuplai unsur hara yang tidak sepenuhnya dapat dipenuhi oleh tanah. Besar kecilnya jumlah pupuk yang diberikan perlu dipertimbangkan. Hal ini sangat berkaitan dan berpengaruh terhadap kondisi tanaman, media tanam, dan biaya produksi (faktor ekonomis). Beberapa hal yang penting untuk diperhatikan dalam pemupukan adalah jenis pupuk, jumlah pupuk, waktu pemberian, dan tata cara pemupukan. Pemupukan dilakukan pada tanaman plant cane (PC) dan keprasan/ratoon cane (RC). Dosis yang digunakan adalah urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCL 250 kg/ha. Khusus pemupukan pada tanaman PC, mendapat penambahan pupuk dolomit dengan dosis dolomit 1 000 kg/ha. Pemupukan pada tanaman PC dilakukan dua kali dan keduanya dilakukan secara manual atau menggunakan tenaga kerja. Pemupukan pertama dilaksanakan pada tanam awal setelah tanah dikair. Dosis yang digunakan di awal tanam yaitu dolomit 1 000 kg/ha, urea 60 kg/ha, TSP 100 kg/ha, sedangkan pemupukan kedua menggunakan dosis sisanya yaitu urea 140 kg/ha dan KCL 250 kg/ha. Pemupukan kedua dilaksanakan saat tanaman berumur lebih dari 2 bulan. Pemupukan pada tanaman keprasan/ratoon dilakukan secara mekanis menggunakan implemen fertilizer aplicator berkapasitas 636 kg dengan sistem operasi menggunakan 6 mata pedang. Kapasitas kerja alat sebesar 0.8 ha/HM.
22 Kegiatan pemupukan memerlukan pengawasan yang baik. agar pupuk yang diberikan benar-benar mencukupi kebutuhan tanaman (sesuai dosis). Pemeliharaan tanaman keprasan (ratoon cane) Tebu merupakan tanaman yang dapat tumbuh dan berkembang secara vegetatif dengan menggunakan tunas. Kepras merupakan salah satu kegiatan untuk memperoleh tanaman baru atau tunas dengan cara memelihara batang yang telah ditebang pada musim sebelumnya. Hal ini dikarenakan suatu petakan tebu masih mampu memberikan keuntungan pada musim selanjutnya tanpa harus dibongkar. Tanaman tebu hanya mampu berkembang optimal secara produktivitas dan kualitas saat mencapai keprasan ketiga (ratoon 3). Selain pertimbangan faktor produktivitas dan kualitas tebu, kegiatan kepras juga dapat menjadi bahan pertimbangan untuk biaya produksi. Investasi yang dikeluarkan pada tanaman keprasan/ratoon juga lebih sedikit dibanding tanaman PC. Hampir ±70 % program tanam tiap musim dilakukan dengan memelihara tanaman keprasan/ratoon. Tahapan pemeliharaan tanaman keprasan/ratoon setelah tebangan yaitu bakar daduk, kepras, bersih sampah, kultivasi, pupuk mekanis, irigasi, pre emergence, subsoiling, dan bumbun. Lahan yang siap dikepras (setelah ditebang) pertama kali dilakukan kegiatan bakar daduk. Kegiatan ini bertujuan untuk membakar sampah/daduk bekas tebangan sehingga lahan lebih bersih dan memudahkan proses pemeliharaan selanjutnya. Bakar daduk dilakukan oleh tenaga kerja dengan dibantu oleh PMK yang bertugas untuk membasahi pinggiran petak dan mengelilinginya sehingga api tidak menyebar ke luar petak. Setelah dilakukan bakar daduk, selanjutnya tunggul sisa tebangan dikepras menggunakan cangkul oleh tenaga kerja. Selanjutnya dilakukan bersih sampah untuk membersihkan lahan dari sampah yang masih tersisa dan tertinggal setelah dibakar. Implemen yang digunakan adalah trush rake yang didorong dengan traktor small berdaya 90 HP. Kapasitas kerja alat sebesar 0.6 ha/HM. Kemudian dilakukan kultivasi untuk memutus zona perakaran lama dan merangsang perakaran baru. Implemen yang digunakan adalah tera tine yang ditarik dengan traktor small dengan kedalaman olah ± 25 cm. Kapasitas kerja alat sebesar 0.8 ha/HM. Tahap berikutnya adalah dilakukan aplikasi pupuk mekanis menggunakan implemen fertilizer aplicator berkapasitas 636 kg dengan sistem operasi menggunakan 6 mata pedang. Dosis yang digunakan yaitu urea 200 kg/ha, TSP 100 kg/ha, dan KCL 250 kg/ha. Tahapan ini bertujuan untuk memberi kebutuhan unsur hara pada tanaman. Kapasitas kerja alat sebesar 0.8 ha/HM. Tahap berikutnya yaitu irigasi dan pre emergence yang dilakukan sama seperti pada tanaman PC. Kemudian tahapan selanjutnya dilakukan subsoiling untuk memecah dan menggemburkan tanah lapisan kedap air hingga kedalaman ± 45 cm. Implemen yang digunakan adalah subsoiler yang ditarik dengan traktor medium berdaya 120 HP. Kapasitas kerja alat sebesar 0.8 ha/HM. Tahap terakhir dilakukan pembumbunan menggunakan implemen disc bedder berukuran 22 inci sebanyak 4 mata dan ditarik dengan traktor small berdaya 90 HP. Kapasitas kerja alat sebesar 0.7 ha/HM. Tahap ini berfungsi untuk membuat guludan dipangkal tebu agar tebu lebih kuat, kokoh, dan tidak mudah roboh.
23 Kegiatan tebang, muat, dan angkut (TMA) Kegiatan pemanenan merupakan tahapan penting dalam budidaya tanaman tebu. Tanaman tebu yang telah dibudidayakan selanjutnya harus dipanen agar dapat diambil bagian ekonomisnya yaitu bagian batang utama. Tahapan program pemanenan tebu terdiri dari aplikasi ripener, analisis kemasakan, pemanenan, dan muat, angkut, bongkar. Aplikasi ripener. Kegiatan aplikasi Zat Pemacu Kemasakan (ZPK) merupakan kegiatan menyemprot bahan (zat kimia) untuk mempercepat derajat kemasakan dalam waktu 4-6 minggu. Tujuan kegiatan ini adalah untuk menyediakan tebu masak pada saat ditebang dan agar rendemen tebu mendekati potensi khususnya pada situasi yang tidak ideal untuk keberlangsungan proses pemasakan secara alami. Cara kerjanya dengan menghambat atau mematikan titik tumbuh sehingga tanaman dipaksa memasuki fase kemasakan (generatif). Syarat tanaman siap diaplikasikan ZPK adalah umur minimal 10 bulan untuk tanaman PC dan 9 bulan untuk tanaman keprasan/ ratoon serta tebu tidak roboh. Aplikasinya menggunakan alat power sprayer yang telah disesuaikan untuk penyemprotan. Penentuan petak ZPK berdasarkan atas pengajuan tebang per periode dari afdeling/rayon. Sebelum dilakukan penyemprotan, sehari sebelumnya dilakukan pembuatan lorong aplikasi jalan semprot di setiap 8 baris (row). Hal ini dilakukan untuk mempermudah penyemprotan sesuai jangkauan semprot power sprayer. Jangkauan semprot power sprayer mencapai ±7 meter dengan sistem semprot overlapping 100% (lihat Gambar 8).
7m
Arah rah semprota
7m
Lorong / pias
Arah
8 baris
8 baris
Gambar 8 Model pelaksanaan aplikasi ZPK
Bahan ZPK yang digunakan adalah Booster Rendemen berbahan aktif glyphosate dengan dosis 5 l/ha. Pengaplikasiannya dengan cara mencampur bahan ZPK dengan air dalam tangki/drum berkapasitas 200 liter dimana setiap 1 drum tersebut dapat mencapai luasan 1.2 ha. Hal ini menyebabkan dosis bahan ZPK harus dikalibrasi menjadi 6 l/1.2 ha. Penyemprotan dilakukan dengan cara tiap tenaga kerja masuk ke dalam lorong yang telah dibuat dan menyemprotkannya ke sebelah kiri saat masuk lorong dan ke sebelah kanan saat keluar lorong (lihat Gambar 9). Penyemprotan dengan cara seperti ini diharapkan dapat merata dan
24 mengenai seluruh permukaan atas daun tanaman tebu. Penyemprotan diarahkan ke atas permukaan tanaman tebu (pucuk tebu). Pemberian ZPK ini akan menyebabkan rendemen meningkat hingga titik optimal. Tebu dapat dipanen setelah 4 minggu atau tidak boleh lebih dari 6 minggu.
Gambar 9 Kegiatan aplikasi ZPK Analisis kemasakan. Analisis kemasakan bertujuan untuk memperkirakan waktu yang tepat penebangan tebu sehingga tebu yang akan diolah dalam keadaan optimum serta menentukan jadwal tebang tebu per periode (1 periode=1 minggu). Analisis kemasakan dilakukan di dalam laboratorium analisis kemasakan yang dikelola oleh Bagian Penelitian dan Pengembangan (Litbang). Hasil analisis dari laboratorium nantinya akan menjadi rekomendasi jadwal tebang oleh Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA). Pengamatan nilai kemasakan dilakukan secara terus menerus terutama pada petakan yang mendekati masa tebang dan telah diberi ZPK. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi rendemen tebu. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan luas lahan petak. Setiap kelipatan 12.5 ha luasan petak, diambil 1 sampel untuk luasan 0-12.5 ha, 2 sampel untuk 12.5-25 ha, 3 sampel untuk 25 – 37.5 ha. dan seterusnya. Sampel diambil sebanyak 9-12 batang dari rumpun tebu yang berada 20 m dari tepi dan 20 baris dari barisan pinggir. Pengambilan sampel dilakukan 5 kali/ronde pada tempat yang sama. Biasanya untuk menandai agar memudahkan mencari pada pengambilan sampel selanjutnya, bagian tepi juring diberi tanda menggunakan cat kapur. Sampel batang yang telah ditebang kemudian dibawa ke laboratorium analisis kemasakan untuk dianalisis potensi rendemennya dan dilakukan pendataan meliputi data ronde, jenis tebu, letak kebun, luas lahan, masa tanam, kategori, jumlah ruas, panjang batang, diameter, dan berat batang. Berdasarkan hasil pengolahan data potensi rendemen yang dilakukan secara manual dan matematis, akan didapat nilai Faktor Kemasakan (FK), Koefisien Peningkatan (KP), dan Koefisien Daya Tahan (KDT) untuk menentukan jadwal tebang dan memperkirakan waktu yang tepat untuk menebang. Tebu yang sudah masak biasanya ditunjukkan dengan nilai FK sekitar ± 30 dan saat itu tebu harus segera ditebang, namun jika FK menunjukkan nilai >100 maka tebu tersebut masih belum masak dan jadwal tebangnya masih bisa ditunda. Tebu yang
25 menunjukkan nilai KP dan KDT > 100 maka tebu masih bisa dipertahankan, namun jika < 100 tebu harus segera ditebang. Pemanenan (tebang). Kegiatan tebang di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dikelola oleh Bagian Tebang, Muat, Angkut (TMA). Bagian ini bertanggung jawab mengkoordinasikan pengelolaan tebang dengan tiap rayon, kontraktor tebang, kelompok pekerja, dan pabrik. Pembagian kerja di bagian TMA dilakukan dengan menempatkan seorang penanggung jawab/sinder dan beberapa mandor tebang pada tiap rayon. Hal ini bertujuan agar proses koordinasi antara pihak afdeling/ rayon dengan bagian TMA dapat terjalin dengan baik dan efektif. Tebu yang akan ditebang harus memenuhi beberapa syarat yang telah ditetapkan pihak perusahaan. Beberapa syarat tersebut antara lain penebangan harus berdasarkan rekomendasi dari hasil analisis kemasakan, sudah diklentek, sudah diaplikasi ZPK, dan brix batang atas harus mencapai ≥ 17. Oleh karena itu sebelum ditebang, 1-2 minggu sebelumnya dilakukan pengukuran brix kebun oleh pihak tiap afdeling per rayon pada tebu sendiri (TS) atau mandor wilayah pada tebu rakyat (TR) agar tebu yang ditebang sesuai kriteria. Tebu yang ditebang juga harus memenuhi kriteria masak, bersih, dan segar (MBS) dimana tebu yang masak ditunjukkan oleh besarnya nilai brix lapang dan hasil analisis kemasakan, tebu yang bersih ditunjukkan dengan rendahnya kadar trash (pucuk, sogolan, daduk, tanah, dan akar) pada tebu yakni ≤ 5%, serta tebu segar ditunjukkan oleh lamanya retensi tebu (tebu hijau ≤ 36 jam; tebu bakar ≤ 24 jam). Sistem tebangan yang dilakukan juga penting untuk diperhatikan karena besar pengaruhnya terhadap mutu tebu khususnya rendemen. Sistem tebangan yang sangat dianjurkan adalah sistem tebang mepet tanah (TMT) < 5 cm dan sistem tebang 4:2:4 untuk bundle cane (tebu ikat). Maksud dari sistem tebang 4: 2:4 adalah 4 baris/row untuk tempat ikatan tebu dan 2 baris/row untuk tempat daduk. Sistem ini diharapkan dapat mengurangi/meminimalisir retensi (lasahan) kotoran di dalam kebun. Hasil penebangan sistem tebang 4:2:4 dapat dilihat pada Gambar 10.
Gambar 10 Hasil tebang sistem 4:2:4
26 Hampir 100% tebu yang dipanen di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan tebu hijau. Hanya jika terjadi kasus tebu terbakar saja biasanya tebu bakar (burn cane) terjadi. Sistem tebangan yang diterapkan pada lahan tebu sendiri (TS) yaitu bundle cane (tebu ikat), loose cane (tebu urai), dan chopped cane (tebu cacah). Persentase pengaplikasian masing-masing tipe sistem tebang pada kebun yaitu 33% untuk bundle cane, 47.5% untuk loose cane, dan 19.5% untuk chopped cane, sedangkan pada tebu rakyat (TR) dan tebu rakyat bebas (TRB) seluruh kegiatan tebang (100%) dilakukan secara manual/bundle cane. Sistem bundle cane yaitu sistem tebang, ikat, dan muat dilakukan secara manual atau menggunakan tenaga manusia. Sebelum tebang dilakukan, pihak bagian TMA menyiapkan sejumlah tenaga tebang dan tenaga muat dengan kapasitas sesuai rencana pasok tebu. Tenaga tebang dibagi menjadi tiga jenis yakni tenaga lokal yang berasal dari wilayah sekitar perusahaan, tenaga interlokal yang berasal dari wilayah di luar perusahaan namun masih satu provinsi, dan tenaga akad yang berasal dari provinsi lain/di luar pulau dimana kebanyakan tenaga berasal dari pulau jawa. Tiap jenis penebang memiliki kapasitas tebang berbeda. Tenaga tebang import (interlokal dan akad) mampu mencapai 15 ton/HOK sedangkan tenaga tebang lokal biasanya 1 ton/HOK. Kapasitas muat tiap penebang semua sama yakni 4 ton / HOK. Pembagian hanca tebangan dilakukan dan dikoordinir oleh mandor tebang dengan cara membagi luasan petak yang akan ditebang kepada sejumlah kontraktor tenaga kerja. Jumlah luasan dan pembagiannya biasanya mempertimbangkan kemampuan tenaga tiap kontraktor. Hanca tebangan tiap orang menghadapi 3 baris/row tebu dengan pola tebang 4:2:4 dimana 4 baris/row untuk lasahan tebu dan 2 baris/row untuk tempat daduk. Tebangan dilakukan dengan memotong tebu 40-50 cm dari ujung daun kering pertama dari pucuk (titik tumbuh) hingga mepet tanah dengan sisa tunggak < 5 cm. Kemudian tebu dibersihkan dari daun kering/daduk, akar, sogolan, tebu mati, siwilan, dan pucuk tebu. Tebu selanjutnya diikat dengan dua ikatan menggunakan daun tebu. Satu ikat tebu terdiri dari 30-40 batang (40 kg). Pembayaran yang dilakukan kontraktor kepada tenaga kerja dalam sistem bundle cane ini dihitung berdasarkan jumlah ikatan yang didapat oleh tiap pekerja. Setiap ikatan dihargai Rp 700,00 per orang. Sedangkan pihak pabrik akan membayar berdasarkan berat tebu yang ditebang (tonase) kepada kontraktor. Setiap 1 ton tebu dihargai Rp 42 000,00. Penebangan dengan sistem loose cane adalah sistem penebangan yang dilakukan secara manual, namun pemuatan tebu ke atas truk/angkutan tebu menggunakan mesin grab loader (GL). Cara tebang pada sistem ini sama saja dengan yang dilakukan pada sistem bundle cane, hanya yang membedakan adalah tiap ikatan tebu kemudian ditumpuk pada beberapa titik sesuai jalur tebu untuk memudahkan proses muat tebu oleh grab loader (GL). Setiap tumpuk terdiri dari 15-20 ikat tebu (± 500-600 kg). Sistem chopped cane merupakan sistem tebang dan muat yang semuanya menggunakan mesin. Pelaksanaan tebang dilakukan menggunakan unit mesin tebang Austof dengan hasil potongan/cacahan tebu ± 30 cm. Tebang mekanis dilaksanakan hanya pada petak kebun single row dengan jarak tanam PKP 1.35 cm. Syarat tanaman tebu dapat ditebang mekanis adalah tanaman tidak roboh, pertumbuhan merata, tidak banyak gulma, varietas yang dipilih harus tegak, dan
27 dibumbun. Selain itu topografi lahan harus rata atau kemiringan maksimal 3 %. panjang baris/row harus 200 m dan harus mempunyai tempat berputar (headline) dengan lebar 6-10 meter. Pengoperasiannya mesin tebang masuk pada jalur tebu memanjang dengan traktor side tipping di sebelahnya. Side tipping merupakan alat muat untuk tebang mekanis. Kapasitas mesin tebang 15 ton/HM dan side tipping 5-10 ton/HM. Selanjutnya side tipping yang telah penuh bergerak dibawa oleh traktor ke transloading untuk dipindahkan ke atas truk. Penebangan dengan menggunakan sistem chopped cane ini jarang dilakukan karena biasanya mesin ini hanya digunakan pada kondisi kekurangan tenaga penebang dalam sistem loose cane dan bundle cane. Muat, angkut, dan bongkar. Tebu yang telah ditebang selanjutnya dimuat ke dalam angkutan tebu untuk diangkut menuju pabrik. Kegiatan muat ini menjadi faktor pembeda antara sistem bundle cane dan sistem loose cane. Sistem bundle cane menggunakan tenaga manusia (manual) pada saat memuat tebu ke dalam bak truk (lihat Gambar 11). Pada sistem bundle cane, tebu dimuat pada truk kecil (colt diesel) berkapasitas ± 7-9 ton/unit atau truk besar (fuso) berkapasitas ± 12-15 ton/unit. Tebu disusun bertingkat sejajar dan dikunci menggunakan batang tebu yang ditancapkan pada ikatan tebu yang satu dengan yang lain. Susunan tebu rata hingga 2-3 tumpukan melewati batas bak truk (2-3 larap). Setelah tebu dimuat di atas angkutan truk, tenaga muat kemudian membuang tali ikatan tebu. Kapasitas tenaga muat mampu mencapai 4 ton/hari. Tebu yang tidak terangkut di kebun (lasahan) maksimal berada di lahan selama 36 jam untuk tebu hijau dan 24 jam untuk tebu bakar.
Gambar 11 Sistem muat bundle cane Kegiatan muat pada sistem loose cane menggunakan mesin grab loader (GL) untuk memasukkan ikatan tebu ke dalam angkutan tebu bernama Net Cane Trailer (NCT) yang berkapasitas muat maksimal 8 ton/unit (lihat Gambar 12). Setiap unit grab loader melayani 4 unit NCT. Kapasitas angkut mesin grab loader dapat mencapai 150-200 ton/hari/unit sedangkan kapasitas angkut NCT 50 ton/hari (6 rit/hari). Berbeda dengan sistem bundle cane dan loose cane, pada sistem chopped cane seluruh kegiatan tebang dan muat dilakukan secara mekanis.
28
Gambar 12 Sistem muat pada loose cane
Tebu yang telah dimuat dari areal, selanjutnya ditransportasikan menuju pabrik untuk diolah. Setiap pengiriman tebu ke pabrik harus dilengkapi dengan Surat Tebang Angkut Tebu (STAT) yang berisi data kebun dan nomor grup tebang. Tebu yang masuk ke pabrik sebelumnya ditimbang dahulu di pos timbangan untuk diukur berat angkutan terisi dan saat truk keluar pabrik, truk ditimbang kembali di pos timbangan untuk mengetahui berat kosongnya sehingga diketahui banyaknya tebu yang terangkut. Setelah angkutan terisi ditimbang beratnya di pos timbangan, tebu kemudian dapat langsung dibongkar di meja tebu (cane table) atau dibongkar dahulu di lantai cane yard (lasah/grounded). Manajemen cane yard terkait pengelolaan bongkar angkutan tebu sangat penting dilakukan agar efektifitas kerja pabrik dan pos timbangan tidak terganggu. Sistem pengelolaannya menerapkan sistem first in first out (FIFO) terutama untuk tebu lasah (grounded). Manajemen cane yard berfungsi untuk mengatur suplai tebu ke gilingan sesuai dengan kapasitas giling pabrik per jam, menekan kehilangan gula selama di cane yard, mengatur angkutan tebu yang masuk ke cane yard, dan meminimalisir antrian. Pengelolaan terhadap cane yard ini menjadi tanggung jawab Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA). Pembongkaran tebu secara langsung di meja tebu dilakukan dengan menggunakan alat cane lifter dan tippler. Pengoperasian alat cane lifter khusus untuk truk kecil (colt diesel) bermuatan ± 7-9 ton. Truk masuk ke area cane lifter dengan kepala mobil menghadap ke pabrik. Bak samping kanan menempel pada dinding meja tebu. Supir truk kemudian turun dan mengaitkan seling dari bak truk ke cane lifter. Selanjutnya cane lifter dinaikkan hingga tebu masuk ke meja tebu. Kapasitas kerja alat ini 5 menit untuk setiap truk sehingga per jam dapat melayani 12 rit/truk (± 84 ton/jam). Alat tippler terdiri dari dua jenis yaitu tippler kecil dan tippler besar. Alat tippler kecil khusus untuk melayani truk kecil (colt diesel) bermuatan ± 7-9 ton. sedangkan tippler besar dapat melayani truk kecil dan truk besar (fuso) bermuatan ± 12-15 ton. Pengoperasiannya truk masuk ke area tippler dengan posisi mundur sampai batas penahan roda bagian belakang. Supir truk kemudian memasang rantai safety (pengaman) ke sisi bagian depan. Supir tidak diperbolehkan berada di dalam/di atas truk selama tippler beroperasi. Tippler kemudian dinaikkan sampai ± 60° sehingga tebu jatuh dan masuk ke meja tebu (cane table). Kapasitas kerja tippler kecil adalah 3 menit untuk tiap truk sehingga dalam 1 jam alat ini dapat
29 melayani 20 truk/rit (± 140 ton). Pada alat tippler besar, kapasitas kerja alat untuk melayani truk besar saja 15 rit/jam (± 180 ton), sedangkan kapasitas kerja alat jika melayani truk besar dan truk kecil adalah 17 rit/jam (± 136 ton) dengan ratarata 8 ton/rit. Pembongkaran tebu dari angkutan tebu ke lantai cane yard (grounded) dilakukan menggunakan alat cane lifter dan grab loader. Pengoperasiannya hampir sama dengan cara kerja alat ini seperti biasanya, hanya saja untuk cane lifter bak samping kanan truk tidak langsung menempel pada dinding meja tebu, tapi menempel pada dinding yang telah disediakan khusus untuk cane lifter yang beroperasi membongkar tebu di lantai cane yard. Selain itu, cane lifter yang digunakan pada bongkar ini juga khusus untuk angkutan tebu NCT yang bermuatan ± 8 ton. Tebu yang telah dibongkar di lantai cane yard (tebu lasah/grounded) kemudian didorong dan distaple dengan cane stacker menuju meja tebu (cane table).
Proses pengolahan tebu menjadi gula Proses pengolahan tebu menjadi gula atau proses pabrikasi gula merupakan proses pengambilan gula yang ada dalam bentuk terlarut di batang tebu sebanyakbanyaknya dengan mengupayakan agar kehilangan gula akibat proses tersebut sesedikit mungkin. Proses pengolahan tebu menjadi gula di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang menggunakan sistem sulfitasi. Proses ini dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : Tahap persiapan (cane preparation). Angkutan tebu yang telah ditimbang selanjutnya memasuki area cane yard dimana pengelolaannya diatur oleh penanggung jawab cane yard. Selanjutnya tebu dimasukkan ke dalam meja tebu (cane table) dengan tiga cara yakni melalui (1) Tebu dibongkar secara lasah (grounded) menggunakan grab loader atau cane lifter dan kemudian dikirim ke meja tebu menggunakan cane stacker, (2) Tebu dibongkar langsung ke meja tebu menggunakan trippler, (3) Tebu dibongkar langsung ke meja tebu menggunakan cane lifter. Tebu yang telah masuk ke dalam meja tebu kemudian melewati krepyak (cane carrier) menuju pisau pencacah (cane cutter I dan II) sehingga tebu akan menjadi bagian cacahan lebih kecil. Kemudian cacahan tebu masuk ke ke mesin penghancur (cane hammer shredder) sehingga menjadi serpihanserpihan halus yang siap untuk dilakukan pemerahan. Tahap pemerahan/gilingan (cane milling). Pemerahan tebu dilakukan di stasiun gilingan yang berfungsi untuk memerah gula yang ada dalam bentuk terlarut di dalam batang tebu sebanyak-banyaknya. Tebu yang telah menjadi serpihan halus dari proses sebelumnya digiling/diperah menggunakan cane diffuser melalui proses fisika dan kimia sehingga akan diperoleh nira tebu (mixed juice). Ampas dari penggilingan (bagasse) yang sudah tidak mengandung gula digunakan untuk bahan bakar boiler sebagai penghasil uap (steam). Steam tersebut berfungsi untuk menggerakkan turbin dan menghasilkan listrik dari tenaga uap, sedangkan ampas dari penggilingan yang masih mengandung gula akan diolah di dalam dewatering and drying mill dan dikirim kembali ke dalam cane diffuser untuk diperah
30 kembali sehingga ampas benar-benar tidak mengandung gula. Kemudian nira tebu hasil pemerahan yang masih mentah (mixed juice) masuk ke dalam screened juice tank dan selanjutnya siap dilakukan pemurnian. Tahap pemurnian dan penguapan (purification and evaporation). Nira tebu mentah (mixed juice) hasil pemerahan (setelah ada penembahan asam fosfat) akan melewati flow meter untuk mengetahui jumlah juice yang diperoleh. Selanjutnya nira menuju alat pemanas pertama (primary heater) dan dipanaskan pada suhu 75°C untuk mematikan organisme. Kemudian nira dipompa menuju tangki pengapuran pertama (primary liming tank) dan diberi susu kapur hingga nira mencapai pH 7-7.2. Selanjutnya nira menuju tangki pengapuran kedua (secondary liming tank) dan diberi susu kapur hingga nira mencapai pH 8.5-10 (limed juice). Nira yang telah diberi kapur (limed juice) kemudian dipompa ke dalam tangki sulfitasi (mixed juice sulphitator) untuk ditambahkan gas SO2 sehingga pH menjadi 7-7.2. Selanjutnya nira dipanaskan kembali pada alat pemanas kedua (secondary heater) pada suhu 105°C dan diteruskan ke alat pengembang (flash tank) untuk membuang gas-gas yang ada dalam juice. Selanjutnya nira ditambah bahan pembantu penggumpal yaitu flocculant dan diendapkan di dalam tangki pengendapan (juice clarifier) untuk memisahkan nira jernih (clear juice) dan kotoran/lumpur juice (mud). Lumpur juice (mud) kemudian dipompa menuju alat penapis (rotary vacuum filter) sehingga diperoleh blotong (filter cake) dan nira tapis (filtrate juice) yang akan dikembalikan ke tangki pengapuran untuk diolah kembali. Sedangkan nira jernih (clear juice) dipompa ke badan penguapan (evaporator) untuk diuapkan sehingga akan diperoleh nira kental (raw syrup). Tahap pengkristalan dan pemisahan (chrystallization and centrifugal). Proses pengambilan kristal tidak dapat dilaksanakan satu tingkat, namun dilaksanakan dengan beberapa tingkat. Masing-masing tingkat diberi kode huruf A, B, C, dan D. PTPN VII Unit Usaha Bungamayang menerapkan sistem tiga tingkat yakni A,C,D. Tujuan adanya sistem tingkat ini untuk menekan kehilangan gula yang terikut pada tetes tebu (final molassses). Pelaksanaan dengan sistem ini juga dipengaruhi oleh proses pemurnian dimana jika kemurnian lebih tinggi bisa saja dilakukan proses kristalisasi dengan 4 tingkat. Namun kebanyakan pabrik gula di Indonesia menerapkan sistem tiga tingkat dimana hal ini juga tergantung dengan peralatan yang tersedia di pabrik. Nira kental (raw syrup) hasil pemurnian dan penguapan selanjutnya diteruskan ke dalam vacuum pan untuk dimasak dan dikristalkan hingga tidak ada lagi gula yang tertinggal dan terikut dalam tetes tebu. Hasil akhir dari proses pengkristalan dan pemisahan ini adalah gula kristal putih (SHS) dan tetes (final mollases). Tahap pengeringan dan pendinginan (sugar drying and cooling). Gula SHS yang diperoleh dari proses pengkristalan dan pemisahan masih basah dan lengket sehingga proses dilanjutkan ke tahap pengeringan dan pendinginan agar gula sesuai dengan kualitas pasar. Pengeringan dan pendinginan dilakukan di dalam alat pengering dan pendingin (sugar dryer and cooler).
31 Tahap penimbangan dan pengarungan (weighing and packing). Gula SHS yang telah dikeringkan dan didinginkan kemudian masuk ke dalam alat penimbang (sugar weigher) untuk ditimbang secara otomatis dengan kapasitas kerja alat 50 kg/karung. Gula SHS kemudian jatuh ke dalam karung dan siap untuk dikemas.
Aspek Manajerial Pengorganisasian kebun Pengelolaan kebun di Unit Usaha Bungamayang dipimpin langsung oleh kepala tanaman. Pengelolaan ini dibagi menjadi tiga bagian yakni Bagian Rayon, Bagian Tebu Rakyat (TR) dan Bagian Tebang, Muat, Angkut (TMA). Setiap bagian dipimpin oleh seorang sinder kepala (sinka). Bagian Rayon terbagi menjadi empat rayon yakni Rayon I, II, III, dan IV. Seorang sinder kepala bertanggung jawab terhadap pelaksanaan teknis dan manajerial rayon yang dipimpinnya. Setiap rayon dibagi menjadi beberapa afdeling dimana setiap afdeling dipimpin oleh seorang sinder yang bertanggung jawab terhadap seluruh pengelolaan budidaya di lapangan baik aspek teknis (dari pengolahan lahan hingga persiapan panen) maupun manajerial. Jumlah seluruh afdeling di kebun rayon ada 16 afdeling dimulai dari afdeling 1 hinga afdeling 16. Luas lahan tebu sendiri (TS) yang dikelola oleh Bagian Rayon mencapai 7 855 ha, sedangkan luas lahan tebu rakyat (TR) yang dikelola oleh Bagian Tebu Rakyat (TR) seluas 4 074 ha. Bagian Tebu Rakyat dibagi menjadi dua bagian wilayah yakni wilayah TR I dan TR II. Masing-masing wilayah besar ini (TR I dan II) dipimpin oleh seorang sinder kepala (sinka). Sinder kepala bertugas bertanggung jawab terhadap aspek teknis dan manajerial pelaksanaan budidaya dan kemitraan program Tebu Rakyat (TR). Setiap wilayah besar dibagi menjadi tiga afdeling. Wilayah TR I meliputi afdeling 17, 18, dan 19 dan wilayah TR II meliputi afdeling 20, 21, dan 22. Setiap afdeling terdiri dari beberapa desa/wilayah dan dipimpin langsung oleh seorang sinder. Setiap desa/wilayah dikelola oleh mandor wilayah yang dipimpin langsung oleh sinder dan bertanggung jawab atas pelaksanaan teknis di kebun. Bagian Tebang, Muat, dan Angkut (TMA) merupakan bagian yang bertanggung jawab terhadap penanganan panen mulai dari kegiatan tebang, muat, angkut, hingga tebu sampai cane yard. Pelayanan terkait aspek teknik dan mekanisasi kegiatan kebun semua terpusat di kantor tiap rayon dan dipimpin oleh seorang sinder yang bertanggung jawab atas aspek teknis dan manajerial. Deskripsi kerja karyawan Karyawan tetap. Karyawan tetap merupakan tenaga kerja yang telah diangkat menjadi pegawai tetap perusahaan. Masa kerja sejak penerimaan surat keputusan (SK) pengangkatan karyawan sampai pensiun yaitu hingga berusia 55 tahun. Sistem penggajian dibawah tanggung jawab perusahaan dan dilakukan setiap sebulan sekali per tanggal 1. Gaji atau pendapatan pokok per bulan tiap karyawan tetap juga berbeda-beda sesuai golongan. Karyawan tetap berhak terhadap seluruh
32 fasilitas yang diberikan oleh pihak perusahaan mulai dari tempat tinggal (perumahan), tunjangan perusahaan, santunan sosial, tunjangan hari raya keagamaan, jaminan sosial, kesehatan, hingga santunan masa pensiun. Karyawan tetap dibagi menjadi beberapa tingkat jabatan sesuai golongan. 1)
Manajer Manajer merupakan pemimpin tertinggi di PG Bungamayang. Manajer bertanggung jawab terhadap seluruh proses di perkebunan. Manajer bertugas melaksanakan kebijakan direksi serta bertanggung jawab atas pelaksanaannya yang meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan, dan pengawasan di bidang tanaman, teknik, pengolahan, penelitian dan pengembangan (litbang), administrasi dan keuangan, kesehatan, dan umum. Jabatan manajer menyandang strata pembina utama dan bergolongan IV.
2)
Kepala tanaman Kepala tanaman secara langsung dipimpin oleh manajer. Kepala tanaman bertanggung jawab terhadap kegiatan pengawasan, perencanaan, dan pelaksanaan seluruh proses pengelolaan budidaya tanaman di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang mulai dari pengolahan lahan hingga panen. Kepala tanaman membawahi langsung tiga bagian yang mengelola budidaya tanaman baik di kebun rayon maupun tebu rakyat yakni Bagian Rayon, Bagian Tebu Rakyat, dan Bagian Tebang, Muat, Angkut (TMA). Kepala tanaman menyandang strata pembina madya dan bergolongan IV.
3)
Sinder kepala Sinder kepala bertugas melakukan perencanaan, pengawasan, pelaksanaan, serta bertanggung jawab dalam pengelolaan bagian kerja masing-masing. Sinder kepala juga berwenang mengatur dan melakukan koordinasi dengan para sinder. Jabatan ini menyandang strata penata dan bergolongan IV. Jabatan ini langsung dipimpin oleh kepala tanaman.
4)
Sinder Sinder bertanggung jawab secara langsung atas pengelolaan seluruh proses pekerjaan di lapang. Sinder bertugas melaksanakan seluruh aspek teknis dan manajerial di lapangan. Setiap sinder berwenang mengatur dan melakukan koordinasi dengan pekerja yang jabatannya berada dibawahnya seperti mandor besar, mandor, operator, teknisi, dan lainnya. Jabatan sinder menyandang strata pengatur dan bergolongan III.
5)
Mandor besar Mandor besar dipimpin langsung oleh sinder. Mandor besar bertanggung jawab dalam mengatur, mengawasi, dan mengelola mandor-mandor dibawah pimpinannya. Secara tidak langsung tugas mandor besar juga membantu tugas/pekerjaan sinder. Mandor besar juga bertanggung jawab terhadap pelaksanaan seluruh proses pekerjaan di lapang. Jabatan mandor besar menyandang strata penyelia muda/madya dan bergolongan II.
33 6)
Mandor Mandor bertugas dalam pelaksanaan aspek teknis secara langsung di lapang. Biasanya tiap mandor memegang satu jenis pekerjaan dan bertanggung jawab penuh terhadap pelaksanaan pekerjaan itu. Mandor bertanggung jawab dalam mengatur, mengarahkan, serta mengawasi para tenaga kerja lapang agar bekerja sesuai target yang telah direncanakan.
Karyawan non tetap. Karyawan non tetap terbagi menjadi tiga jenis pekerja yakni pekerja kampanye, pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT/out sourcing ), dan pekerja borongan. Berikut adalah penjelasan dari masing-masing jenis pekerja. 1)
Pekerja kampanye Pekerja kampanye merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak musiman. Pekerja ini biasanya bekerja hanya pada saat dibutuhkan atau hanya pada saat musim giling saja. Pekerja kampanye biasanya memegang jabatan sebagai operator, mekanik, juru tulis, tukang, dan jabatan yang setingkat itu. Penggajian dilakukan secara langsung dibawah pengaturan pihak Bagian Administrasi dan Keuangan perusahaan.
2)
Pekerja kontrak waktu tertentu (PKWT/out sourcing ) PKWT/out sourcing merupakan pekerja yang bekerja dengan sistem kontrak selama waktu tertentu. PKWT dapat bekerja untuk satu musim penuh tidak seperti pekerja kampanye yang bekerja musiman saja. Pekerja out sourcing biasanya juga bekerja pada jabatan seperti operator, mekanik, juru tulis, pramubakti, dan jabatan yang setingkat itu. Sistem penggajiannya tidak dikelola oleh Bagian Administrasi dan Keuangan perusahaan melainkan dikelola dan dibayar melalui koperasi perusahaan.
3)
Pekerja borongan Pekerja borongan merupakan pekerja yang dikontrak untuk melakukan pekerjaan lapangan (situasional) seperti tebangan, klentek, semprot herbisida, tebar pupuk, dan pekerjaan yang setingkat itu. Pembayarannya dilakukan atas tanggung jawab pihak kontraktor, bukan tanggung jawab dari perusahaan.
34
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Kemitraan Tebu Rakyat (TR) Program Kemitraan Tebu Rakyat (TR) merupakan sarana untuk memenuhi daya saing perusahaan guna menumbuhkembangkan korporasi dengan sarana kemitraan. Pada awalnya sebelum proyek PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dibangun, di sekitar wilayah perusahaan telah berdiri kawasan-kawasan transmigrasi, namun di sisi lain banyak pula transmigran yang meninggalkan tempat karena belum ada sektor usaha yang prospektif untuk mengakomodir usaha komoditas pertanian dalam aspek pemasaran. Pada tahun 1982-1984, setelah proyek PTPN VII Unit Usaha Bungamayang didirikan, transmigran akhirnya mulai kembali ke sekitar wilayah proyek sehingga PTPN VII Unit Usaha Bungamayang secara otomotis juga mulai menyerap tenaga kerja dari masyarakat sekitar untuk pekerjaan seperti tanam, perawatan, dan tebang. Selama tahun 1984-1988, setelah Unit Usaha Bungamayang diresmikan, aspek kebermanfaatan terhadap masyarakat sekitar mulai nampak. Hal ini kemudian diakomodir oleh para petani dengan membentuk program kemitraan Tebu Rakyat (TR). Petani dapat membuka lahannya yang saat itu masih berupa hutan untuk ditanami tebu tanpa mencari modal untuk biaya land clearing karena telah diakomodasi oleh PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Hal ini secara otomatis juga memberikan lapangan pekerjaan baru bagi petani di atas lahannya sendiri. Pada akhirnya, sejak tahun 1989 hingga saat ini, minat petani diluar TR untuk ikut serta dalam program TR mulai tumbuh terutama petani yang sebelumnya bercocok tanam selain tebu. Mereka termotivasi saat melihat terjadinya peningkatan kesejahteraan petani TR. Bagian Tebu Rakyat (TR) merupakan salah satu bagian di dalam struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yang dipimpin oleh kepala tanaman. Bagian ini bertanggung jawab atas pengelolaan program kemitraan Tebu Rakyat (TR) di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Bagian TR memiliki enam afdeling. Setiap afdeling mengelola beberapa wilayah/desa dan dipimpin oleh seorang sinder. Sinder afdeling bertugas sebagai penanggung jawab afdeling. Setiap wilayah/desa, terdapat beberapa mandor wilayah yang ditugaskan sinder afdeling sebagai pengontrol dan pengawas seluruh aktivitas budidaya di kebun petani pada wilayah tersebut. Selain itu, mandor wilayah juga bertugas dalam hal mengurus administrasi, mediator antara petani dan PG, serta ujung tombak keberlangsungan program kemitraan Tebu Rakyat (TR) dimana para mandor secara langsung bertindak dan berhubungan dengan para petani setempat. Pola pengembangan kemitraan Tebu Rakyat (TR) dikelola dengan sistem paket kredit. Lahan milik petani tetap digarap oleh petani sendiri sedangkan pihak perusahaan hanya bertindak sebagai pembimbing teknis dan mencarikan sumber dana. Dalam hal pendanaan kredit untuk biaya kemitraan tebu rakyat, perusahaan bertindak sebagai penjamin kredit (avalis) dan pengelola yang menyelenggarakan administrasi keuangan secara terpisah sampai dengan perhitungan bagi hasil. Petani/kelompok tani yang ikut serta dalam program kemitraan TR harus memenuhi beberapa persyaratan untuk memudahkan kepentingan administrasi
35 dan pengelolaan. Mula-mula, petani peserta harus membuat Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) yang berisi kategori tanam, luas areal, kebutuhan saprodi (sarana produksi), rencana kerja dari pengolahan tanah hingga panen, dan daftar petani yang tergabung dalam kelompok tani disertai tandatangan masingmasing petani. RDKK ini juga harus diketahui oleh kepala desa dan koordinator kelompok masing-masing wilayah/desa. Selanjutnya RDKK akan direkapitulasi oleh pihak perusahaan dan ditindaklanjuti sesuai permintaan. Selanjutnya lahan yang akan digarap dicek secara langsung oleh mandor wilayah untuk dilihat bagaimana kondisi lahan dan sekitarnya, diukur luasnya dan digambar bentuknya menggunakan alat GPS. Selanjutnya gambar dicetak di atas kertas sebagai arsip bagian administrasi. Khusus untuk lahan yang akan ditanami kategori tanaman baru/plant cane (PC), petani harus mengisi lembar pengajuan permintaan bibit yang ingin ditanam di lahan tersebut. Lembar pengajuan ini selanjutnya akan dikirim ke Bagian Litbang untuk dikelola. Kemudian petani wajib menyerahkan sertifikat tanahnya (tanah harus legal dan tidak bermasalah) sebagai jaminan dalam proses kerja sama pendanaan kredit dan perusahaan bertindak sebagai penjamin kredit (avalis). Selanjutnya petani boleh memilih paket kredit yang ditawarkan oleh pihak perusahaan meliputi pengelolaan budidaya dari pengolahan tanah hingga panen. Paket kredit yang ditawarkan ada yang bersifat menyeluruh untuk memenuhi seluruh kebutuhan budidaya satu musim, namun ada juga yang bersifat sebagian, misalnya pinjaman hanya untuk kebutuhan saprodi atau perawatan saja. Setelah seluruh keperluan administrasi terpenuhi, petani dapat memulai aktivitas budidaya selama satu musim sesuai paket kredit yang telah diajukan. Pada saat tebu mulai dipanen dan digiling, seluruh catatan bon yang telah didata oleh pihak perusahaan harus dicatat dan dibukukan selama pelaksanaan budidaya satu musim untuk kemudian dihitung dan direkap seberapa besar pengeluarannya. Hasil rekap catatan bon dan pengeluaran ini kemudian akan menjadi dasar perhitungan bagi hasil ke petani.
Sistem Bagi Hasil Sistem bagi hasil antara petani/kelompok tani dengan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dilakukan berdasarkan persentase 66% untuk petani dan 34% untuk perusahaan. Persentase bagi hasil tersebut ditetapkan sesuai dengan rendemen dasar yakni sebesar 7% yang didapat berdasarkan kesepakatan antara pihak perusahaan dengan petani. Berdasarkan 66% hasil gula yang diterima oleh petani, 90% diberikan dalam bentuk uang, sedangkan 10% nya diberikan dalam bentuk gula. Pendapatan pokok berupa uang berasal dari hasil penjualan gula dan tetes sesuai dengan sistem bagi hasil yang telah diperhitungkan dan dikurangi dengan biaya angsuran kredit dan kewajiban lain sesuai kesepakatan. Angka rendemen yang dijadikan perhitungan bagi hasil akhir menggunakan angka rendemen efektif. Rendemen efektif merupakan rendemen rata-rata dari rendemen tebu sendiri (TS) dan tebu rakyat (TR) selama giling (rendemen dari periode pertama hingga periode terakhir tebu masuk ke pabrik). Apabila rendemen efektif lebih kecil dari rendemen dasar maka perhitungan bagi hasil tetap
36 menggunakan rendemen dasar yakni 7%. sedangkan apabila rendemen efektif lebih besar dari rendemen dasar maka akan dilakukan penyesuaian bagi hasil terhadap kelebihan rendemen efektif tersebut. Selisih kelebihan tersebut dihitung berdasarkan persentase dengan cara angka kelebihannya dikali dengan 68 % untuk petani dan 32% untuk PG. Perhitungan sistem bagi hasil antara petani dan perusahaan dilakukan secara konvensional menggunakan rumus : Gula = ton tebu milik petani x rend. Eff x faktor SHS (1.003) x 66 % Selain gula, tetes yang dihasilkan dari pengelolaan di pabrik juga dihitung untuk pembagian hasil. Perhitungan bagi hasil tetes ini menggunakan rumus : Tetes = ton tebu milik petani x 3 % Sistem bagi hasil secara konvensional meggunakan angka rendemen efektif masih diterapkan oleh PTPN VII Unit Usaha Bungamayang pada masa giling 2013. Penggunaan rendemen individu petani melalui sistem core sampler baru akan dilakukan pada masa giling 2014 dan selanjutnya. Saat ini, PTPN VII Unit Usaha Bungamayang telah memiliki satu unit alat core sampler untuk menentukan rendemen individu petani, namun alat ini belum bisa dijadikan acuan bagi hasil karena satu unit core sampler belum dapat memenuhi kebutuhan pasok pabrik per hari. Alat core sampler milik PTPN VII Unit Usaha Bungamayang baru dioperasikan sejak tahun 2010 dan selama 3 tahun terakhir hanya digunakan untuk mengumpulkan data rendemen individu sebagai acuan/pembanding pada masa giling selanjutnya. Perusahaan berencana akan menambah dua unit core sampler dalam rentang waktu antara bulan Juli-September 2013 sehingga diharapkan pada masa giling 2014 dan selanjutnya, alat ini sudah dapat diaktifkan dan dijadikan dasar bagi hasil antara petani TR dan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang.
Penentuan Rendemen Individu Petani dengan Core sampler Alat core sampler merupakan alat pengambil contoh tebu untuk menetapkan rendemen individual yang akurat. Teknik core sampler telah diperkenalkan sejak tahun 1975 untuk mengatasi permasalahan antara petani dengan pabrik gula. Metode ini pertama kali digunakan di pabrik St. Martin di Lousiana, USA (Partowinoto 1996). Saat ini pabrik gula di semua negara menggunakan sistem ini. Data dari alat core sampler ini juga dapat digunakan oleh manajemen pabrik untuk mengevaluasi kinerja pabrik (Birkett 1998) PTPN VII Unit Usaha Bungamayang merupakan pabrik gula pertama di Lampung yang menggunakan alat core sampler (lihat Gambar 13) yang kemudian disusul oleh PT Gunung Madu Plantation (PT GPM). Beberapa alasan PTPN VII Bungamayang menggunakan alat ini antara lain dikarenakan: (1) Penentuan rendemen di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang yang sebelumnya berdasarkan rendemen rata-rata/rendemen kolektif menyebabkan hasil kerja petani dihargai sama sehingga petani tidak termotivasi untuk meningkatkan dan memperbaiki
37 kualitas tebunya, (2) Core sampler bukan alat untuk meningkatkan rendemen, tetapi alat untuk mengukur rendemen individu yang tepat dan akurat sehingga prestasi individu dapat terlihat, terapreasiasi, dan dihargai secara tepat.
Gambar 13 Alat core sampler
PTPN VII Unit Usaha Bungamayang menjelaskan beberapa manfaat dari alat core sampler antara lain: (1) Distribusi rendemen ke individu pemasok tebu memuaskan, adil, dan tergantung kualitas tebu yang dipasok, (2) Pemasok termotivasi untuk memasok tebu yang berkualitas baik dan berendemen tinggi, (3) Menciptakan suasana yang kondusif dalam pola kemitraan petani dan PG, efisien, dan meningkatkan produksi, (4) Mengukur pengaruh kotoran, kewayuan, kemasakan tebu, dan tebu keprasan, (5) Sampel tebu dapat telusur karena diambil langsung dari populasinya (tebu dalam truk yang menyatakan per kepemilikan), (6) Semua atribut kualitas tebu dalam truk terambil karena pengeboran tebu menggunakan core sampler dapat sampai ke dalam tumpukan tebu 1.5-2 meter dan kemiringan pipa bor 60° busur. Cara kerja alat core sampler yang berada di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang menggunakan prinsip pengambilan contoh tebu di dalam alat angkutan tebu dengan cara mengebor tumpukan tebu. Alat ini terdiri atas tiga unit utama yaitu: (1) Bore core sampler, (2) Shredder, dan (3) Hydraulic Press. Teknis penetapan rendemen individu menggunakan alat ini dilakukan di dalam laboratorium analisis core sampler. Bore core sampler merupakan alat pengambil sampel tebu acak. Alat ini akan mengebor tumpukan tebu di atas alat angkutan tebu dengan kemiringan pipa bor ± 45-60° busur. Kapasitas kerja alat ini 3 menit/truk dengan kapasitas angkut truk 6 ton/truk. Kegiatan pengambilan sampel tebu menggunakan alat bore core sampler dapat dilihat pada Gambar 14.
38
Gambar 14 Aplikasi bore core sampler
Shredder merupakan alat pencacah tebu. Hasil sampel tebu yang diambil oleh bore core sampler akan dicacah dengan shredder dengan kapasitas kerja 1.5 menit/sampel. Spesifikasi dari alat ini adalah alat motor listrik yang dapat digerakkan/dipindah-pindah. Kegiatan aplikasi shredder dapat dilihat pada Gambar 15.
\
Gambar 15 Aplikasi shredder
Hydraulic Press merupakan alat pemerah tebu cacah hasil dari shredder. Tekanan pemerahan alat ini maksimal 300 kg/cm² serta dapat menghasilkan faktor perah 55-70 % dan hasil nira 1-3 liter sekali perah. Kapasitas kerja alat ini 1.5 menit/sampel. Kegiatan aplikasi hydraulic press dapat dilihat pada Gambar 16.
39
Gambar 16 Aplikasi hydraulic press
Dari hasil pengambilan sampling tebu ini, akan didapat perahan nira dan cacahan tebu yang digunakan untuk menentukan Kadar Nira Tebu (KNT) individu. Nilai KNT individu dihitung menggunakan rumus : Kadar Nira Tebu (KNT) =
Bobot nira Bobot cacahan tebu
x 100 %
Kemudian perahan nira tersebut diambil sampel niranya dan dimasukkan ke dalam alat khusus bernama XDS Rapid Liquid Analiyzer (lihat Gambar 17). Alat ini secara otomatis akan menginput nilai brix dan pol ke dalam komputer yang telah tersambung ke alat tersebut sehingga Nilai Nira Perahan Pertama (NNPP) individu dapat diketahui secara otomatis melalui perhitungan komputerisasi.
Gambar 17 Alat XDS Liquid Analiyzer Penghitungan ini dilakukan untuk satu hari giling. Dari hasil penghitungan ini kemudian akan didapat nilai rendemen sementara individu yang dihitung menggunakan rumus :
40 Rendemen sementara individu = NNPP individu x KNT individu Rendemen sementera individu ini selanjutnya dikalikan dengan Faktor Kristal (FK) karena faktor dalam pabrik sangat mempengaruhi rendemen bagi hasil. Faktor Kristal (FK) dapat dihitung menggunakan rumus : Faktor Kristal =
Rendemen Efektif (pabrik ) Rata-rata total rendemen sementara individu (core sampler)
Dengan demikian, rendemen individu untuk bagi hasil dapat ditentukan dengan menggunakan rumus : Rendemen bagi hasil = Faktor kristal (FK) x Rendemen sementara individu Penggunaan rendemen sementara individu sebagai dasar bagi hasil belum dapat dilakukan pada masa giling 2013. Hal ini dikarenakan perusahaan baru memiliki satu unit core sampler. Satu unit core sampler belum memungkinkan untuk dapat diaplikasikan mengingat kebutuhan pasok tebu pabrik yang dibutuhkan per hari cukup besar yakni ± 7 000 TCD. Jika dengan perhitungan setiap 1 jam pos timbangan harus dapat menimbang ± 300 TCD agar kapasitas pabrik per hari terpenuhi, maka jumlah truk/angkutan yang masuk ke pos timbangan diperkirakan harus ± 30 truk/jam. Berdasarkan asumsi tersebut, maka satu unit core sampler tidak cukup untuk mensuplai truk pengangkut tebu ke pos timbangan dikarenakan setiap 1 jam bor core sampler bekerja hanya mampu mengebor 12 truk dengan perhitungan tiap truk menghabiskan waktu ± 5 menit/truk (1 truk=7 ton). Oleh karena itu, PTPN VII Unit Usaha Bungamayang berencana untuk menambah 2 unit core sampler lagi agar pada masa giling 2014 penetapan rendemen individu untuk bagi hasil petani dapat terlaksana tanpa mengganggu aktivitas pabrik. Berdasarkan perhitungan pihak perusahaan, 3 unit core sampler yang aktif dapat mensuplai truk ke pos timbangan tepat waktu dan sesuai kebutuhan pasok tebu ke pabrik per hari (± 7 000 TCD). Masa giling 2013 belum mengaplikasikan alat core sampler untuk bagi hasil, namun setiap harinya laboratorium core sampler mengambil 120 sampel truk/hari yang mewakili kebun tebu sendiri (TS), tebu rakyat (TR), dan tebu rakyat bebas (TRB) untuk diambil data rendemennya. Pengambilan sampel dilakukan pada 2 shift yakni shift pagi dan shift siang. Masing-masing shift menargetkan mengambilkan 60 sampel truk. Pengambilan sampel ini bertujuan untuk mengumpulkan data perusahaan yang nantinya menjadi bahan analisis/ pembanding pihak laboratorium pada masa giling berikutnya.
Hubungan Brix Kebun dengan Pengukuran Rendemen melalui Core Sampler Penelitian Santoso dan Martoyo (1994) serta Purwono (2002) melaporkan bahwa penetapan rendemen individu juga dapat dilakukan dengan cara menduga rendemen tebu individu petani berdasarkan komponen-komponen input kebun yang mempengaruhi rendemen, salah satunya adalah brix kebun. Berikut hasil
41 pengamatan langsung terhadap brix kebun, brix core sampler, dan rendemen core sampler yang tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengamatan brix kebun, brix core sampler dan rendemen core sampler Nama Petani (n = 10)
Masa Tanam
Yanto Cipto Sukali Hendi Uyat Dimin Jono Antoni Imran Harsini
5B 5B 5A 5A 5A 5A 5A 6A 5A 6B
Rata-rata
Varietas
Brix kebun (%)
Brix core sampler (%)
Pol core sampler (%)
BM 9044 BM 9044 PS 864 BM 9605 BM 9605 BM 9044 BM 9514 BM 9605 BM 9605 BM 9605
20.00 18.40 18.30 18.70 17.30 17.40 19.20 18.80 18.40 16.80
16.70 15.84 15.99 15.52 16.07 16.32 15.31 16.41 15.07 15.60
13.98 12.58 13.03 12.07 13.17 13.19 11.16 13.38 11.91 12.63
Rendemen sementara core sampler (%) 7.73 7.24 7.71 6.95 6.90 6.92 5.83 7.29 6.73 6.68
18.30
15.88
12.81
7.00
A: periode pertama, B: periode kedua (1 periode = 15 hari); 5: bulan Mei, 6: bulan Juni Sumber : Hasil pengamatan langsung (2013)
Berdasarkan Tabel 1, kisaran nilai brix core sampler antara 15.07-16.70 % dengan rata-rata 15.88 %. Rendemen core sampler tertinggi dimiliki oleh petani Yanto, sedangkan rendemen terendah dimiliki oleh petani Jono. Petani Uyat dan Dimin memiliki nilai rendemen core sampler lebih rendah dibanding petani Cipto dan Sukali, namun nilai brix core sampler keduanya lebih tinggi. Begitu juga yang terjadi pada petani Jono dan Imran. Ketidaksesuaian ini diduga disebabkan oleh komponen-komponen yang mempengaruhi rendemen core sampler. Terdapat dua komponen yang mempengaruhi penghitungan rendemen core sampler yaitu kadar nira tebu (KNT) dan nilai nira perahan pertama (NNPP). Perolehan nilai KNT individu pada core sampler berdasarkan bobot nira dan bobot cacahan tebu. Berdasarkan Lembaga Riset Perkebunan Indonesia (2005), angka KNT bervariasi antar tebu bergantung antara lain pada, tingkat kesegaran tebu, varietas, umur, diameter batang, panjang ruas, dan teknologi budidaya yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan kondisi di lapang dimana antara lain: (1) Tebu yang terangkut banyak yang telah mengalami retensi ≥ 24 jam sehingga tingkat kesegaran tebu menurun, (2) Varietas yang dipakai petani didominasi oleh varietas masak tengah hingga lambat (BM 9605) sehingga tebu yang dipanen pada awal giling cenderung belum mencapai terbentuknya gula yang optimal, (3) Teknik budidaya yang dilakukan oleh sebagian besar petani tidak sesuai dengan saran dan instruksi perusahaan, terutama dalam aspek pemeliharaan. Perolehan NNPP individu pada core sampler berdasarkan nilai brix dan pol yang diketahui secara otomatis melalui alat XPS Rapid Liquid Analyzer. Angka brix core sampler pada Tabel 1 belum dapat dijadikan penduga untuk angka rendemen core sampler. Oleh karena itu, adanya ketidaksesuaian di beberapa data
42 diduga juga disebabkan oleh angka pol core sampler. Hal ini seperti yang dapat dilihat pada data antara petani Joni dengan Imran. Petani Imran memiliki angka pol core sampler lebih tinggi dibanding petani Jono, walaupun angka brix core sampler milik petani Imran lebih rendah. Data pada Tabel 1 menunjukkan bahwa berdasarkan pengamatan terhadap 10 petani sampel juga didapat nilai rata-rata brix kebun sebesar 18.30 sedangkan pada core sampler sebesar 15.88. Terdapat perbedaan yang signifikan antara brix yang diambil di kebun dengan brix dari laboratorium core sampler dimana nilai rata-rata brix kebun lebih tinggi dibanding rata-rata nilai brix core sampler. Hal ini juga dibuktikan dengan hasil uji t-student terhadap perbandingan rata-rata brix kebun dan rata-rata brix core sampler yang tersaji pada Tabel 5. Tabel 5 Perbandingan rata-rata brix kebun dan brix core sampler Variabel Rata-rata Brix Kebun Brix Core sampler
18.30 a 15.88 b
Keterangan : Angka-angka yang diikuti huruf yang berbeda pada baris yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata menurut uji tstudent pada taraf 5%.
Berdasarkan hasil uji t-student pada taraf 5% yang tersaji pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara brix kebun dengan brix core sampler. Perbedaan ini juga didukung oleh korelasi yang sangat lemah (r = 0.170) dan tidak nyata (f-hitung = 0.638) antara brix kebun dan brix core sampler. Adanya perbedaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti banyaknya kotoran tebu (trash) berupa pucuk, sogolan, daduk, tanah, dan kotoran lain yang terangkut ke truk, terbawanya kulit tebu pada pengambilan sampel tebu di laboratorium core sampler, dan kondisi fisik tebu yang sudah tidak segar (retensi ≥ 36 jam). Tingkat kotoran tebu (trash) di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Tingkat kandungan trash pada tebu giling periode 2012-2013 Tahun Kotoran tebu (trash) 2012 2013 Sogolan 46 708.79 57 761.30 Pucuk 6 394.43 14 020.96 Daduk 11 632.72 20 682.56 Akar 198.70 144.90 Siwilan 2 617.92 2 327.31 Tebu Mati 2 658.10 811.69 Jumlah 70 210.66 95 748.72 Persentase (%) 8.52 9.19 Sumber : Data Litbang Perusahaan.
43 Data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat persentase trash pada tahun 2013 adalah 9.19 %. Angka ini lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya yakni pada tahun 2012 sebesar 8.52 %. Hal ini menunjukkan bahwa kualitas hasil tebangan tahun 2012 dan 2013 di PG Bungamayang masih tergolong kotor karena kadar trash > 5 %. Mutu tebu yang baik menurut Sutrisno (2009) adalah harus memenuhi tiga kriteria. Tiga kriteria ini juga diadopsi pada sistem penebangan tebu di PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. Tiga kriteria tersebut antara lain masak, bersih, dan segar (MBS). Masak berarti tebu pada saat ditebang pada tingkat kemasakan optimal yaitu brix kebun > 17%. Bersih berarti tebu tidak mengandung kotoran berupa pucuk, sogolan, daduk, tanah dan kotoran lain (trash < 5 %). Segar berarti tebu saat ditebang dari kebun sampai dengan digiling ≤ 36 jam. Tingkat kebersihan tebu yang rendah dengan kandungan trash yang tinggi menunjukkan bahwa sistem penebangan yang dilakukan oleh penebang tebu masih kurang baik dan belum memenuhi kriteria dan kaidah penebangan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Menurut Sutrisno (2009), rendahnya rendemen juga bersumber dari teknik budidaya tebu yang kurang benar salah satunya disebabkan oleh tingkat kebersihan tebu. Berdasarkan data yang didapat dari Laboratorium Penelitian dan Pengembangan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang, melaporkan bahwa setiap kenaikan 1% trash akan menurunkan rendemen tebu sebesar 0.1945 poin. Hal ini sesuai dengan hasil analisis korelasi antara brix core sampler dengan rendemen core sampler pada Tabel 7 yang menunjukkan korelasi positif yang kuat (r = 0.723) dan nyata (f-hitung = 0.018) yang berarti setiap menurunnya nilai brix core sampler maka akan diikuti oleh menurunnya nilai rendemen core sampler.
Tabel 7 Korelasi antara brix core sampler dan brix kebun dengan rendemen core sampler Brix Rendemen core sampler Brix Kebun 0.180tn Brix core sampler 0.723* Keterangan : * = berkorelasi nyata pada taraf 5%. tn = berkorelasi tidak nyata pada taraf 5 %
Menurut Santoso dan Martoyo (1994), pendugaan rendemen efektif dengan hanya berdasarkan nilai brix kebun belum sepenuhnya akurat. Hal ini ternyata juga ditunjukkan oleh hubungan antara brix kebun dengan rendemen core sampler dimana antara keduanya memiliki korelasi yang sangat lemah (r = 0.180) dan tidak nyata (f-hitung = 0.620) seperti yang tersaji pada Tabel 7. Hasil ini juga menunjukkan pendugaan rendemen core sampler berdasarkan brix kebun belum sepenuhnya akurat. Faktor utama yang mempengaruhi hasil ini adalah karena tingkat kebersihan tebu dalam teknik penebangan yang dilakukan masih tergolong kotor dengan kandungan trash > 5% sehingga menyebabkan angka brix core sampler yang didapat lebih kecil dan berbeda nyata dari angka brix kebun.
44 Perbedaan antara rendemen efektif dan rendemen core sampler terletak pada teknik pengambilan sampel tebu. Pengambilan sampel yang mencerminkan individu petani dengan menggunakan alat core sampler seharusnya dapat diduga menggunakan brix kebun yang merupakan komponen utama dalam penetapan rendemen cara ini. Berikut merupakan perbandingan antara angka rendemen efektif dengan rendemen core sampler berdasarkan pengamatan langsung selama lima hari yang disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 18.
Tabel 8 Pengamatan rendemen efektif dan rendemen core sampler Hari ke-n Rendemen Rendemen (n = 5) core sampler efektif (%) (%) 1 7.75 7.39 2 8.15 7.41 3 6.27 7.44 4 7.17 7.46 5 7.00 7.49 Sumber : Hasil pengamatan langsung (2013)
Berdasarkan Tabel 8, kisaran angka rendemen core sampler antara 6.278.15 %, sedangkan angka rendemen efektif antara 7.39-7.49 %. Dapat dilihat bahwa angka rendemen core sampler cenderung bervariasi dibanding rendemen efektif. Ini menunjukkan bahwa teknik pengambilan sampel secara individu mencerminkan keadaan rendemen yang berbeda-beda pada tiap petani. Sebaliknya, rendemen efektif yang diperoleh berdasarkan rendemen rata-rata dari seluruh tebu yang digiling setiap hari, memperoleh angka yang relatif tidak bervariasi atau hampir sama. Variasi nilai rendemen core sampler juga dapat dilihat pada grafik yang tersaji pada Gambar 18.
% 10 8 6 4 2 0 Hari 1
Hari 2
Hari 3
Rendemen core sampler
Hari 4
Hari 5
Rendemen efektif
Gambar 18 Grafik perbandingan rendemen efektif dan rendemen core sampler
45 Berdasarkan grafik yang tersaji pada Gambar 18 juga dapat dilihat bahwa rendemen efektif menunjukkan grafik yang relatif tetap, sedangkan rendemen core sampler cenderung berfluktuatif. Kondisi rendemen core sampler yang berfluktuatif mencerminkan rendemen individu tiap petani berbeda-beda. Hal ini membuat perhitungan sistem bagi hasil berdasarkan rendemen individu menjadi lebih adil karena dihitung sesuai kualitas tebu tiap petani. Dengan begitu, petani menjadi termotivasi untuk meningkatkan kualitas tebunya daripada bobot tebunya.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Kegiatan magang ini memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis baik secara keilmuan maupun pengalaman. Kegiatan magang secara tidak langsung telah memperluas wawasan penulis khususnya dalam menyerap berbagai ilmu teoritis dan pengalaman empiris yang belum pernah didapat saat kuliah. Penulis menjadi lebih memahami terkait pelaksanaan budidaya tanaman tebu mulai dari pengolahan lahan, penanaman, pembibitan, perawatan, persiapan panen, panen, hingga tebu diolah menjadi gula. Selain itu, peran serta penulis dalam mencoba berbagai jenjang karir di perusahaan mulai dari pekerja harian, asisten mandor, hingga asisten sinder menjadi salah satu sarana belajar yang efektif dalam melatih dan meningkatkan keterampilan teknis dan manajerial yang nantinya akan bermanfaat saat memasuki dunia kerja yang sebenarnya. Terdapat dua komponen yang mempengaruhi penghitungan rendemen core sampler yaitu kadar nira tebu (KNT) dan nilai nira perahan pertama (NNPP). Angka KNT individu bervariasi antar tebu bergantung antara lain pada, tingkat kesegaran tebu, varietas, umur, diameter batang, panjang ruas, dan teknologi budidaya yang dilakukan oleh petani. Perolehan NNPP individu berdasarkan nilai brix dan pol core sampler sehingga angka brix core sampler saja belum bisa dijadikan penduga dalam perhitungan rendemen individu core sampler. Kualitas hasil tebangan tahun 2012 dan 2013 di PG Bungamayang masih tergolong kotor karena kadar trash > 5%. Tingkat kebersihan tebu yang rendah dengan kandungan trash yang tinggi menunjukkan bahwa sistem penebangan yang dilakukan oleh penebang tebu masih kurang baik dan belum memenuhi kriteria dan kaidah penebangan yang sudah ditetapkan oleh perusahaan. Analisis korelasi antara brix kebun dan brix core sampler menunjukkan hubungan yang sangat lemah (r = 0.170) dan tidak nyata (f-hitung = 0.638). Hubungan antara brix core sampler dengan rendemen core sampler menunjukkan korelasi positif yang kuat dan nyata (r = 0.723), sedangkan hubungan antara brix kebun dengan rendemen core sampler hubungannya sangat lemah dan tidak nyata (r = 0.180).
46 Saran Teknik penebangan di PTPN VII Pabrik Gula Unit Usaha Bungamayang perlu diperbaiki, khususnya dari segi kualitas kebersihan tebu. Sistem penebangan yang telah ditetapkan oleh perusahaan juga perlu diaplikasikan dengan baik dan optimal. Hal ini diharapkan dapat meminimalisir kandungan trash yang terangkut pada truk sehingga tidak terjadi bias antara pengukuran brix kebun dengan brix core sampler. Selain itu, perlu adanya pengawasan yang lebih ketat dan terevaluasi dari pihak perusahaan terhadap proses penebangan di kebun petani mitra.
DAFTAR PUSTAKA Amir IT. 2010. Tingkat kepuasan dan kepatuhan petani tebu terhadap pola kerjasama dengan pabrik gula gempolkrep. Jurnal Pertanian MAPETA. 12: 72-84. Bahri S, Santoso BE. 2008. Rekayasa dan rancangbangun core sampler set alat sampling dan analisis untuk menilai rendemen tebu individual. Prosiding Seminar Nasional Teknik Pertanian 2008; 18-19 November 2008; Yogyakarta, Indonesia. Pasuruan (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Gula Indonesia (P3GI). hlm 1-9. Birkett HS. 1998. Core Sampling Recommended Procedures. Lousiana (US): Audubon Sugar Institute, Lousiana State University Agricultural Center. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2013.Pusat data dan sistem informasi pertanian. Informasi Ringkas Komoditas Pertanian. 02:1-2. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Komoditas Tebu. [Internet]. [diunduh 2012 Des 10]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id. [Ditjenbun] Direktorat Jenderal Perkebunan. 2012. Produktivitas Tebu menurut Provinsi di Indonesia, 2008-2012. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 04]. Tersedia pada: http://ditjenbun.deptan.go.id. [FAOSTAT] Food and Agriculture Organization Statistic. 2012. Produksi Tebu Dunia. [Internet]. [diunduh 2014 Jan 04]. Tersedia pada: http://www.fao.org. [[FPPSB] Forum Pengembangan Perkebunan Strategis Berkelanjutan. 2011. Menguji Rendemen Tebu. [Internet]. [diunduh 2012 Apr 28]. Tersedia pada: http://www.fp2sb.org. Hardanto DT. 2011 Jul 21. Bersinergi dengan plasma, gunakan teknologi canggih. Tribun Lampung. [Internet]. [diunduh 2012 Des 05]. Terdapat pada: http://. www.tribunnews.com.
47 [KPP BUMN]. 2013. Rendemen Tebu. [Internet]. [diunduh 2013 Jan 05]. Tersedia pada: http:// www.kppbumn.depkeu.go.id. [LP IPB] Lembaga Penelitian IPB. 2002. Studi Pengembangan Agribisnis Pergulaan Nasional, Proyek Pengembangan Kimbun Pusat Ditjen BP Perkebunan Departemen Pertanian Bekerjasama dengan LP IPB. Jakarta (ID): LP IPB. [LRPI] Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2005. Menuju Penentuan Rendemen Tebu yang Lebih Individual. Bogor (ID): LRPI. [LRPI] Lembaga Riset Perkebunan Indonesia. 2012. Dengan Kemitraan. Pabrik Gula dan Petani Maju Bersama. Bogor (ID): LRPI. Mulyadi. 2006. Kajian teknik penetapan rendemen tebu individual petani di Pabrik Gula Mojopanggung Tulung Agung, Jawa Timur [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Partowinoto S. 1996. Core sampler merupakan salah satu sistem alternatif yang mampu menghargai prestasi individu pembudidaya tebu. Berita P3GI . Pasuruan (ID): P3GI. [PTPN VII UU BUMA] PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang. 2009. Penentuan Rendemen Indvidu “Sistem Core sampler”. Lampung (ID): Litbang PTPN VII Unit Usaha Bungamayang. [Puslitbangbun] Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2011. Rekomendasi Kebijakan Sistem Beli Putus Tebu. [Internet]. [diunduh 2012 Apr 28]. Tersedia pada: http://perkebunan.litbang.deptan.go.id. Santoso BE, Martoyo. 1994. Penggunaan refraktometer untuk pengukuran brix dalam pengawasan pabrikasi di pabrik gula. Prosiding Pertemuan Teknis. Pasuruan (ID): P3GI. Sriati Y. 2006. Pola kemitraan antara petani tebu rakyat dengan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang dalam usaha tani tebu. kasus di Desa Karang Rejo Kecamatan Sungkai Selatan. Lampung Utara [skripsi]. Palembang (ID): Universitas Sriwijaya. Sudjana. 1982. Metoda Statistika. Bandung (ID): Tarsito Sunantyo BE, Santoso. 2000. Komponen rendemen, kontribusinya terhadap rendemen pada dua dasawarsa masa giling terakhir. Prosiding Seminar Nasional Statistik V, ITS. Surabaya (ID): Institut Teknologi Surabaya. Suryantoro A. 2005. Model respon penawaran produksi gula menghadapi liberalisasi perdagangan. Dinamika Pembangunan. 2:78-100. Susila,Nahdodin, AHM. 2005. Prospek dan Arah Pengembangan Industri Berbasis Tebu. Lembaga Penelitian Perkebunan Indonesia. Sutardjo RME. 2009. Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta (ID): Bumi Aksara.
48 Sutrisno B. 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petani tebu pabrik gula mojo sragen. Jurnal Ekonomi Manajemen Sumber Daya. 10:155-164. Trisnobudi A, Hoei TL, Nugraha ER. 2001. Pengukuran rendemen tebu menggunakan gelombang ultrasonik. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan. 12:77-82. Tumanggar S. 2005. Analisis pelaksanaan pengendalian mutu pada perusahaan pabrik gula. Jurnal Sistem Teknik Industri. 6:128-133. Wahyuni S. Supriyati JF. Sinuraya. 2009. Industri dan perdagangan gula di indonesia: pembelajaran dari kebijakan zaman penjajahan-sekarang. Forum Penelitian Agro Ekonomi. 27:151-167.
49
LAMPIRAN
50
49 51
Lampiran 1 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pekerja harian lepas Prestasi Kerja Tanggal 18-Feb-2013 19-Feb-2013 20-Feb-2013 21-Feb-2013
22-Feb-2013
23-Feb-2013
Uraian Kegiatan Administrasi dan orientasi Administrasi dan orientasi Diskusi rencana kegiatan magang Penyerahan rencana kerja dan penempatan kerja Penjelasan Program Transformasi Bisnis PTPN VII UU Bungamayang dan Diskusi dengan Sinder Afdeling 5
Klentek
Lokasi Penulis
Karyawan
Standar
-
-
-
Kantor Induk
-
-
-
Kantor Induk
-
-
-
Kantor Induk
-
-
-
Kantor Induk
-
-
-
Kantor Afdeling 5
-
0.13 ha
0.10 ha
1.5.099
24-Feb-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
-
25-Feb-2013
Izin
-
-
-
-
26-Feb-2013
Klentek
0.013 ha
0.13 ha
0.10 ha
1.5.088
27-Feb-2013
Klentek
0.006 ha
0.07 ha
0.10 ha
1.5.128
-
1 ha
0.75 ha
1.5.133
-
-
-
1.5.087
0.03 ha
0.17 ha
0.20 ha
1.5.088
-
-
-
1.5.133
-
-
-
-
-
1.3 ha
1.5 ha
1.5.087
-
-
-
1.5.086
0.09 ha
1.5 ha
1.5 ha
1.5.087
-
0.25 ha
0.20 ha
1.5.093
-
13,5 ha
-
1.4.038
Aplikasi Herbisida 28-Feb-2013 01-Mar-2013 02-Mar-2013 03-Mar-2013 04-Mar-2013 05-Mar-2013 06-Mar-2013 07-Mar-2013 08-Mar-2013
Early Warning System (EWS) Penyiangan Manual (Grosok) Early Warning System (EWS) Libur Hari Minggu Aplikasi Pupuk Suplemen Taksasi Produksi Aplikasi Pupuk Suplemen Penyiangan Manual (Grosok) Aplikasi ZPK
-
-
-
Rayon I
10-Mar-2013
Jalan Sehat Rayon I (HUT PTPN VII) Libur Hari Minggu
-
-
-
-
11-Mar-2013
Aplikasi ZPK
-
10.5 ha
-
1.6.004 dan 1.6.010
12-Mar-2013
Libur Hari Raya Nyepi
-
-
-
-
13-Mar-2013
Aplikasi ZPK
0.16 ha
17.8 ha
-
1.6.007, 1.6.036, dan 1.4.049
14-Mar-2013
Aplikasi Herbisida
0.02 ha
1 ha
0.75 ha
1.5.133
15-Mar-2013
Aplikasi ZPK
-
11 ha
-
1.5.084
16-Mar-2013
Aplikasi ZPK
-
13.5 ha
-
1.5.087
17-Mar-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
-
09-Mar-2013
Keterangan
1 = Nomor Rayon, 5 = Nomor Afdeling, 099= Nomor Petak
ZPK = Zat Pemacu Kemasakan
52 52
Lampiran 2 Jurnal harian kegiatan magang sebagai pendamping mandor Prestasi Kerja Penulis Tanggal
18-Mar-2013 19-Mar-2013 20-Mar-2013 21-Mar-2013 22-Mar-2013
23-Mar-2013 24-Mar-2013 25-Mar-2013
26-Mar-2013
27-Mar-2013
28-Mar-2013 29-Mar-2013 30-Mar-2013 31-Mar-2013 01-Apr-2013 02-Apr-2013 03-Apr-2013 04-Apr-2013
Uraian Kegiatan
Pengenalan Laboratorium Analisis Kemasakan Pengambilan sampel tebu analisis kemasakan Pengambilan sampel tebu analisis kemasakan Pengambilan sampel tebu analisis kemasakan Pengawasan Proses Penghitungan Potensi Rendemen Pengawasan Proses Penghitungan Potensi Rendemen Libur Hari Minggu Pengawasan Proses Penghitungan Potensi Rendemen Pengawasan Proses Penimbangan Berat Nira Tebu Pengawasan Proses Penghitungan Potensi Rendemen Membantu Menulis Laporan Hasil Analisis Kemasakan (Maturity Test) Libur Hari Besar Pengawasan Proses Penghitungan Potensi Rendemen Libur Hari Minggu Pengenalan Bagian TMA ( Tebang Muat Angkut ) dan Diskusi Diskusi Persiapan Tebang Pengenalan Kebun Rayon IV Persiapan Tebangan
06-Apr-2013
Pengawasan Pembuatan Dapur Barak Penebang Izin
07-Apr-2013
Libur Hari Minggu
05-Apr-2013
08-Apr-2013 09-Apr-2013 10-Apr-2013 11-Apr-2013 12-Apr-2013
Pengawasan Pembuatan Area Parkir Angkutan Tebang di Barak Pengambilan Data Sekunder Pengawasan Pembuatan Sarana MCK di Barak Penebang Pengawasan Pembuatan Dapur Barak Diskusi dan Rapat Konsolidasi Persiapan Tebang
Jumlah KH yang Diawasi (orang)
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
-
-
5 jam
Lab. Analisis Kemasakan
4
34 sampel
3.5 jam
Rayon II (TS)
4
69 sampel
2 jam
4
52 sampel
4.5 jam
5
67 sampel
6 jam
Lab. Analisis Kemasakan
5
96 sampel
5.5 jam
Lab. Analisis Kemasakan
-
-
-
5
60 sampel
7 jam
Lab. Analisis Kemasakan
1
140 sampel
7 jam
Lab. Analisis Kemasakan
5
185 sampel
7 jam
Lab. Analisis Kemasakan
-
52 sampel
3 jam
Lab. Analisis Kemasakan
-
-
-
5
52 sampel
5.5 jam
-
-
-
-
-
5 jam
Kantor Bag.TMA
-
-
2 jam
Kantor Bag.TMA
-
-
5.5 jam
Rayon IV
-
-
6.5 jam
Rayon IV
3
-
6 jam
Rayon IV
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
-
Rayon IV
-
-
1 jam
Kantor Induk
3
-
6 jam
Rayon IV
3
-
4.5 jam
Rayon IV
5.5 jam
Kantor Bagian Tebu Rakyat (TR)
-
-
Lokasi
Desa Sukadana (TR) PT. AKG (TRB)
-
Lab. Analisis Kemasakan -
Keterangan
TS = Tebu Sendiri TR = Tebu Rakyat TRB = Tebu Rakyat Bebas
51 53
Lampiran 2 ( Lanjutan ) Prestasi Kerja Penulis Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah KH yang Diawasi (orang)
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
Lokasi
13-Apr-2013
Diskusi dengan Sinder TR
-
-
2 jam
14-Apr-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
15-Apr-2013
In House Training (IHT) Bagian TMA dan TR
-
-
2 jam
Gedung Pertemuan UU.BUMA
-
-
5 jam
Simpang 0
16-Apr-2013 17-Apr-2013 18-Apr-2013 19-Apr-2013 20-Apr-2013
Pengambilan Sampel Brix Kebun TR Pengambilan Sampel Brix Kebun TR Pengambilan Sampel Brix Kebun TR Pengambilan Sampel Analisis Kemasakan Senam Aerobik bersama Bank BNI
Lab. Analisis Kemasakan -
Desa Sukamaju Desa Sukadana Ilir
-
-
6 jam
-
-
6 jam
3
-
4 jam
Afdeling 18
-
-
3 jam
Lapangan Kantor Induk
21-Apr-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
22-Apr-2013
Izin Mengurus Administrasi
-
-
2 jam
-
-
5 jam
-
-
5 jam
Masjid Baiturrahaman
-
-
5 jam
Kantor Bagian TR
-
-
4.5 jam
-
-
5 jam
Afdeling 18
23-Apr-2013
24-Apr-2013
25-Apr-2013 26-Apr-2013 27-Apr-2013
28-Apr-2013
Pengambilan Sampel Brix Kebun TR Istikhosah Kubro dalam Rangka Buka Giling 2013 dan Tanam KTG 2013/2014 Kerja Bakti Pengecekan Bibit Petani TR Pengawasan Perbaikan Jalan Jalan Sehat bersama Masyarakat dalam Rangka Buka Giling 2013 dan HUT SPPN 7 ke-14
Keterangan
Afdeling 18 Afdeling 18 Afdeling 18
Kantor Direksi PTPN VII Desa Sukamaju
Afdeling 18
Rayon III
-
-
5 jam
Wilayah Sekitar PTPN VII UU.BUMA
29-Apr-2013
Tebang Peragaan
-
-
5 jam
Afdeling 5
Rayon I
30-Apr-2013
Forum Musyawarah Pabrik Gula
-
-
6 jam
Gedung Pertemuan
Forum bersama petani mitra
52 54
Lampiran 3 Jurnal harian kegiatan sebagai pendamping asisten/sinder Prestasi Kerja Penulis Jumlah Mandor yang Diawasi (orang)
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
Tanggal
Uraian Kegiatan
Lokasi
01-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
6
0.75
5 jam
02-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
0.50
6 jam
03-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
1.00
6 jam
04-Mei-2013
Pengawasan Pengambilan Sampel Brix Kebun TR
2
11.5
6.5 jam
05-Mei-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
06-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
1
0.50
7 jam
07-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
1
1.00
6.5 jam
08-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
0.50
6.5 jam
09-Mei-2013
Libur Hari Besar
-
-
-
10-Mei-2013
Pengawasan Pengambilan Sampel Brix Kebun TR
2
8.50
6 jam
Desa Sukadana Ilir
Afdeling 18
11-Mei-2013
Pengawasan Pengambilan Sampel Brix Kebun TR
2
9.00
6 jam
Desa Sukadana Udik
Afdeling 18
12-Mei-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
13-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
1.25
6 jam
Desa Sukadana Udik
14-Mei-2013
Supervisi Dosen
-
-
1 jam
Kantor Induk
15-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
1.25
6 jam
16-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
0.50
6 jam
17-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
1.00
6.5 jam
18-Mei-2013
Pengawasan Tebangan TR
2
1.00
6 jam
Desa Sukamaju Desa Sukamaju Desa Sukadana Ilir Desa Sukadana Ilir Desa Sukadana Udik Desa Sukadana Udik Desa Sukadana Udik
Desa Sukadana Udik Desa Sukadana Udik Desa Sukadana Udik Desa Sukadana Udik
Libur Hari Minggu
-
-
-
1
16.5
5 jam
21-Mei-2013
Pengawasan Tebangan Semi Mekanis
1
9.00
5 jam
1.6.090
24-Mei-2013
1.6.011
Bakar Daduk
6
18.00
2 jam
1.5.130 dan 1.5.092
Penggaruan (Harrowing)
-
5.00
5 jam
1.6.007
-
-
6 jam
Kantor Rayon I
6 jam
1.5.
1
Afdeling 18
-
Irigasi (Pengairan)
23-Mei-2013
Afdeling 18
-
19-Mei-2013
Pengambilan data sekunder Pengawasan Tebang Tebu Bakar
Afdeling 18
-
20-Mei-2013
22-Mei-2013
Keterangan
25-Mei-2013
Libur Hari Besar
-
-
-
-
26-Mei-2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
-
27-Mei-2013
Pengambilan data primer
-
-
6 jam
Lab. Core sampler
Afdeling 18
53 55
Lampiran 3 (Lanjutan Prestasi Kerja Penulis Tanggal
Uraian Kegiatan
Jumlah Mandor yang Diawasi (orang)
Luas Areal yang Diawasi (ha)
Lama Kegiatan (jam)
Lokasi
Lab. core sampler Lab. core sampler Lab. core sampler Lab. core sampler Lab. core sampler
28-Mei-2013
Pengambilan data primer
-
-
6 jam
29-Mei-2013
Pengambilan data primer
-
-
6 jam
30-Mei-2013
Pengambilan data primer
-
-
6 jam
31-Mei-2013
Pengambilan data primer
-
-
6 jam
01-Jun - 2013
Pengambilan data primer
-
-
6 jam
02-Jun - 2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
03-Jun -2013
Pengolahan (Pabrik)
-
-
3 jam
Pabrik
04-Jun -2013
Pengolahan (Pabrik)
-
-
5 jam
Pabrik
05-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
-
Kantor Induk
06-Jun -2013
Libur Hari Besar
-
-
-
-
07-Jun -2013
Pengambilan data sekunder
-
1 jam
Kantor Induk
08-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
-
Kantor Induk
09-Jun -2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
-
10-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
-
11-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
-
12-Jun -2013
Pembuatan Laporan dan pengambilan data sekunder
-
-
3 jam
13-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
-
14-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
2 jam
15-Jun -2013
Pembuatan Laporan
-
-
1 jam
16-Jun -2013
Libur Hari Minggu
-
-
-
-
17-Jun -2013
Administrasi kepulangan
-
-
-
Kantor Induk
-
Kantor Bagian TR Kantor Bagian TR Kantor Induk Kantor Bagian TR Kantor Bagian TR Kantor Bagian TR
Keterangan
56
54
Lampiran 4 Data curah hujan PTPN VII Unit Usaha Bungamayang tahun 2003 - 2013 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah
2003 539 443 419 116 181 12 119 143 44 168 217 487 2 886
2004 366 270 220 215 94 57 139 47 56 118 213 409 2 202.5
2005 429 425 708 229 127.5 206 36.5 27.5 107.5 148.5 334.5 318 3 097
2006 259.4 213.9 692.3 236.2 178 123 7 0 0 0 29 90.1 1 828.9
Klasifikasi Iklim Schmidt – Ferguson BK =
Jumlah Bulan Kering JumlahTahun
BB = Q=
BK BB
Jumlah Bulan Basah JumlahTahun
= 2.1 = 10.4
x 100 % = 20.19 %
Tipe iklim B (Basah) dengan nilai 0.143 < Q < 0.333
2007 249.1 119.2 519 612.5 102.8 115 151 38 56 163.5 232.5 342.5 2 701.1
Tahun 2008 355.5 205 226.3 227.5 116.2 149 81 99.7 161.5 177.5 327.9 372.7 2 499.8
2009 213.2 287.8 229.2 176.4 168.3 97.1 21.1 61.7 6.1 132.6 292.2 323.5 2 009.1
2010 243.2 223.5 412.7 122.8 136.7 61.5 83.5 315.5 193 251 195.5 231.9 2 470.7
2011 154 160.3 385.5 266.7 90.7 65 160.5 0 17.8 119.9 152.1 315.7 1 888.1
2012 123 3 137.8 307.4 142.7 115.3 40.9 24.5 3.5 71.1 138.1 216.6 1 685.9
2013 222.3 203.7 236.6 125.6 109.7
897.9
55
Lampiran 5 Struktur organisasi PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
MANAJER
Kepala Tanaman
Rayon I
Afd. 1
Afd. 2
Afd. 3
Rayon II
Afd. 7
Afd. 8
Afd. 9
Rayon III
Afd. 11
Afd. 12
Afd. 13
Rayon IV
Afd. 14
Afd. 15
Afd. 16
Tebu Rakyat (TR) I
Afd. 17
Afd. 18
Afd. 19
Tebu Rakyat (TR) II
Afd. 20
Afd. 21
Afd. 22
Tebang, Muat, Angkut (TMA)
Jln / jemb
Caneyard
Litbang
Analia data & Kultur
Analisa Kemasakan
Canetrans
Adm. Keu
TUK
TU Hasil
Afd. 10
TMA Ry. 1
TMA Ry. 2
Afd. 6
TMA Ry. 3
Pemurnian
LISTRIK
Evaporasi
Umum
Pelayanan Teknik
HS/TRUK
Main.TMA
Kend/Manfac VP & Pendinginan Tek / Irigasi
Instr. Finishing
Kesehatan Civil work
Bibitan MYS
TMA Ry. 4
MILL / DIFF
BOILER
Bibitan Sp.7 Afd. 5
Pengolahan
SDM Proteksi
Afd. 4
Teknik
Verifikasi
Limbah / K3 Workshop
Bibitan Tangkil Gudang
57
56 58
Lampiran 6 Peta areal perkebunan HGU PTPN VII Unit usaha Bungamayang
-
57 59
Lampiran 7 Denah pabrik gula PTPN VII Unit Usaha Bungamayang
58
60
Lampiran 8 Data produksi dan produktivitas PTPN VII Unit Usaha Bungamayang periode 2008 - 2013 Tahun No
Uraian 2008
2009
2010
2011
2012
2013
1
Luas yang digiling (Ha)
18 641.40
13 923.15
15 643.07
14 367.83
14 521.34
15 079.53
2
ProduksiTebu (Ton)
1 257.294
1 043.815
1 182.690
980.922
1 002.246
1 117.959
3
ProduksiHablur (Ton)
90 297.87
78 931.93
82 901.70
73 282.67
75 860.87
77 124.12
4
Produktivitastebu (Ton/Ha)
67.4
75.0
75.6
68.3
69.0
74.1
5
ProduktivitasHablur (Ton/Ha)
4.84
5.67
5.30
5.10
5.22
5.11
6
Rendemen(%)
7.18
7.56
7.01
7.47
7.57
6.90
61
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 25 Mei 1991 dari ayah bernama Ilham dan ibu bernama Jaleha. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 10 Bandar Lampung dan pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur tes tertulis Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif menjadi asisten praktikum Pendidikan Agama Islam (PAI) TPB pada tahun ajaran 2011/2012, asisten praktikum Tanaman Penyegar, Obat, dan Aromatik pada tahun ajaran 2013/2014, serta asisten praktikum Dasar-dasar Agronomi pada tahun ajaran 2013/2014. Penulis aktif berorganisasi di Lembaga Kemahasiswaan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Tingkat Persiapan Bersama (TPB) 46 IPB pada tahun 2009/2010 sebagai anggota biro kesekretariatan, BEM Fakultas Pertanian IPB tahun 2010/2011 sebagai sekretaris Departemen PSDM, BEM Fakultas Pertanian tahun 2011/2012 sebagai Kepala Bidang Sosial Eksternal, serta BEM Keluarga Mahasiswa (KM) IPB tahun 2013 sebagai sekretaris Kementerian Sosial Masyarakat. Selain itu, penulis aktif di Lembaga Dakwah Kampus Al Hurriyyah pada tahun 2009/2010 dan 2010/2011 sebagai anggota Departemen Keputrian serta aktif di Forum Silaturrahim Lembaga Dakwah Kampus Indonesia sebagai Badan Pekerja Puskomnas Wilayah Jawa Barat, Komisi C (Jaringan Kemuslimahan) pada tahun 2010/2011. Penulis juga aktif mengikuti kegiatan kepanitiaan besar di kampus seperti MPKMB 47 sebagai Koordinator Putri Panji dan PJL Putri, Saung Tani PINUS 47 sebagai sekretaris Divisi Kesekretariatan, SALAM ISC 48 DKM Al Hurriyyah sebagai angggota Layanan Informasi Kampus (LINK) dan Puskomdays FSLDK Indonesia sebagai Kepala Divisi Konsumsi. Bulan Juni-Agustus 2012 penulis melaksanakan program Kuliah Kerja Praktik (KKP) di Desa Pagadungan, Kecamatan Tempuran, Kabupaten Karawang dengan judul program Pemanfaatan Lahan Pekarangan Rumah dengan Bertanam Sayur dalam Pot Didukung dengan Penyuluhan tentang Pembuatan Kompos. Penulis juga aktif mengikuti beberapa kompetisi karya ilmiah tingkat mahasiswa baik skala nasional maupun internasional. Beberapa kompetisi karya ilmiah yang pernah diikuti adalah Program Kreatifitas Mahasiswa Gagasan Tertulis (PKMGT) didanai oleh DIKTI pada tahun 2012, serta Accepted Paper Conference of Indonesian Students Association in Korea (CISAK) di Daejeon, Korea Selatan pada tahun 2012. Selain itu, penulis juga pernah meraih Juara I Lomba Menulis Esai dalam Pekan Kreatifitas Mahasiswi Forum Perempuan se-IPB yang diselenggarakan oleh BEM KM IPB 2013 dan menjadi salah satu penerima Beasiswa Cendekia Lembaga Amil Zakat (LAZ) IPB pada tahun 2011-2012.