HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Hubungan antara Adversity Quotient dan Kompetensi Sosial dengan Intensi Berwirausaha Mahasiswa Program Studi Manajemen di Universitas Sebelas Maret Surakarta The Relationship Between Adversity Quotient and Social Competence with Entrepreneurial Intention of Management Department Students in Sebelas Maret University Surakarta Fitria Handayani, Machmuroch, Selly Astriana Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebalas Maret
ABSTRAK Indonesia masih mengalami permasalahan ketidakseimbangan antara jumlah angkatan kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia. Kewirausahaan merupakan strategi untuk mengatasi masalah pengangguran di kalangan kaum intelektual. Generasi muda khususnya mahasiswa berperan sebagai penggerak perekonomian bangsa melalui penciptaan lapangan pekerjaan baru. Mahasiswa memiliki potensi untuk berhasil menjadi wirausaha karena memiliki kemampuan penalaran yang berkembang dan wawasan berpikir luas. Para mahasiswa Universitas Sebelas Maret diharapkan memiliki intensi berwirausaha tinggi karena wirausaha menjadi salah satu budaya universitas. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui hubungan antara Adversity Quotient dan kompetensi sosial dengan intensi berwirausaha mahasiswa Program Studi Manajemen di Universitas Sebelas Maret. Penelitian ini merupakan studi populasi, maka sampel yang dipakai adalah seluruh mahasiswa Program Studi Manajemen yang memiliki minat terhadap wirausaha berjumlah 128 mahasiswa. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini yaitu skala intensi berwirausaha, skala Adversity Quotient, dan skala kompetensi sosial. Hasil analisis regresi linier berganda menunjukkan nilai Fhitung = 305,889 dan R = 0,911 dengan sig 0,000. Hal tersebut berarti terdapat hubungan yang sangat kuat dan signifikan antara Adversity Quotient dan kompetensi sosial dengan intensi berwirausaha. Nilai korelasi Adversity Quotient dan intensi berwirausaha 0,617 atau termasuk kategori kuat, nilai korelasi kompetensi sosial dan intensi berwirausaha 0,493 atau termasuk kategori sedang. Nilai R2 = 0,830 atau 83%. Sumbangan efektif Adversity Quotient sebesar 51,94% dan kompetensi sosial sebesar 31,06%. Kesimpulan penelitian ini adalah terdapat hubungan antara Adversity Quotient dan kompetensi sosial dengan intensi berwirausaha, antara Adversity Quotient dengan intensi berwirausaha, dan antara kompetensi sosial dengan intensi berwirausaha mahasiswa Program Studi Manajemen di Universitas Sebelas Maret Surakarta Kata Kunci: Adversity Quotient, kompetensi sosial, intensi berwirausaha
PENDAHULUAN Krisis ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat sejak 2008 mendorong Bank Sentral Amerika
berkembang yaitu nilai mata uang menjadi terdepresiasi (Neuhauser, 2015). Dampak krisis ekonomi
global
turut
berpengaruh
pada
kehidupan ekonomi di Indonesia. Mengutip dengan commit to user Bloomberg, Senin (28/9/2015), nilai tukar memotong dana stimulus dolar dalam keuangan rupiah berada pada kisaran level 14.738 per global. Dampak yang diterima negara-negara dolar AS. Nilai tukar rupiah yang melemah saat melakukan
perbaikan
ekonomi
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
ini merupakan kisaran level terendah dalam 17
Kewirausahaan merupakan elemen penting bagi
tahun terakhir (Hakimon, 2015).
pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Krisis ekonomi di Indonesia membawa dampak buruk bagi sektor tenaga kerja. Sejumlah sektor usaha melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara besar-besaran akibat melemahnya ekonomi nasional. PHK tersebut menambah jumlah angka pengangguran di Indonesia.
Suatu negara bisa berpotensi makmur apabila minimal 2% penduduknya menjadi pengusaha (McClelland, 1961). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah wirausaha di Indonesia masih sangat rendah yaitu hanya 1,6% dari total populasi (Sulaiman, 2015).
Badan Pusat Statistik melaporkan bahwa sejak
Para
2014 sampai 2015 jumlah pengangguran
wirausaha muda terdidik yang mampu merintis
meningkat sebanyak 300 ribu orang sehingga
usahanya sendiri.
totalnya mencapai 7,45 juta jiwa. Selama
(dalam Wardoyo, 2010), dibandingkan dengan
setahun terakhir, pengangguran dari lulusan
tenaga lain tenaga terdidik sarjana memiliki
SMK dan Universitas mengalami peningkatan.
potensi untuk berhasil menjadi wirausaha
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) lulusan
karena memiliki kemampuan penalaran yang
SMK pada tahun 2014 sebesar 7,21% dan
berkembang dan wawasan berpikir luas.
mengalami kenaikan pada 2015 menjadi 9,05%. TPT lulusan Diploma 2014 sebesar 5,87% dan mengalami kenaikan 7,49%. TPT Sarjana 2014 sebesar
4,31%
dan
mengalami
kenaikan
menjadi 5,34% (Sari, 2015). Indonesia
masih
sarjana
Keputusan
diharapkan
dapat
menjadi
Menurut Eels & Mas’oed
bertindak
untuk
berwirausaha
merupakan tingkah laku terencana. Proses pencapaian tujuan berwirausaha memerlukan usaha yang gigih untuk mengarahkan tingkah laku dan mengadopsi rencana-rencana supaya
permasalahan
dapat mewujudkan tujuan tersebut. Tingkah
ketidakseimbangan antara jumlah angkatan
laku terarah ini berlandaskan pada intensi
kerja dengan lapangan pekerjaan yang tersedia.
(Riyanti, 2009). Intensi berwirausaha adalah
Setiap tahun perguruan tinggi terus mencetak
faktor-faktor motivasional yang mempengaruhi
jutaan lulusan sementara lapangan kerja tidak
perilaku, indikasi tentang betapa kerasnya
bertambah. Hal tersebut membuat perguruan
individu
tinggi
pencetak
seberapa banyak upaya yang direncanakan
Kewirausahaan
untuk melakukan perilaku wirausaha dan
merupakan salah satu strategi untuk menyiasati
mengejar hasil-hasil wirausaha (Hisrich, 2008).
sempat
pengangguran
mengalami
dicap terdidik.
sebagai
masalah pengangguran di kalangan kaum
bersedia
untuk
berusaha,
serta
Menurut Indarti & Kristiansen (2003) faktorkhususnya commitfaktor to useryang mempengaruhi intensi wirausaha mahasiswa berperan sebagai penggerak adalah: 1) Faktor kepribadian yang dapat perekonomian bangsa melalui penciptaan ditunjukkan dari beberapa variabel seperti self lapangan kerja baru (www.neraca.co.id). intelektual.
Generasi
muda
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
efficacy, risk taking, serta berbagai indikator
Berdasarkan hasil penelitian Wulandari, dkk.
kecerdasan seperti IQ, EQ, SQ dan yang
(2012) menyebutkan bahwa variabel Adversity
terbaru adalah AQ (Adversity Quotient); 2)
Quotient, modal, dan jaringan sosial memiliki
Faktor lingkungan yang dilihat pada tiga hal
pengaruh yang signifikan terhadap intensi
yaitu akses modal, informasi, dan jaringan
berwirausaha mahasiswa. Penelitian Zahreni &
sosial; dan 3) Faktor demografis yaitu umur,
Pane (2012) menunjukkan bahawa Adversity
pendidikan, dan pengalaman bekerja.
Quotient
Seorang wirausaha memerlukan ketahanan diri dan kemampuan untuk mengubah hambatan menjadi peluang keberhasilan. Setiap kesulitan merupakan
rintangan,
setiap
rintangan
merupakan peluang, dan setiap peluang harus disambut (Stoltz, 2000). Pengalaman sebagian
berpengaruh
signifikan
terhadap
intensi berwirausaha mahasiswa. Individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi lebih dapat menangkap peluang usaha karena memiliki kemampuan menanggung risiko, orientasi pada peluang, inisiatif, kreativitas, kemandirian, dan pengerahan sumber daya.
besar pengusaha sukses membuktikan bahwa Selain faktor kepribadian, faktor lingkungan dalam menjalankan usahanya para pengusaha juga mempengaruhi intensi berwirausaha. Salah tersebut sering mengalami hambatan, bahkan satu faktor lingkungan yang mempengaruhi ketika baru memulainya. Kerja keras dan tekad intensi berwirausaha yaitu jaringan sosial. pantang menyerah menjadi prinsip utama Penelitian Meutia (2013) menyatakan bahwa wirausaha dalam menjalankan usaha. Stoltz semakin tinggi kompetensi sosial wirausaha (2000)
mendefinisikan
Adversity
Quotient maka semakin berdampak pada jaringan sosial
sebagai daya juang individu dalam menghadapi bisnis yang lebih besar dan kinerja bisnis yang kesulitan, kepercayaan diri menguasai hidup lebih tinggi. Waters & Sroufe (dalam Gullotta dan kemampuan untuk mengatasi tantangan dan dkk, 1990) menyatakan bahwa individu yang hambatan agar memperoleh kesuksesan. Intensi berwirausaha yang dimiliki pelajar berhubungan erat dengan kemungkinan pelajar tersebut menjadi pengusaha di kemudian hari. Rendahnya intensi berwirausaha mahasiswa disebabkan sikap ragu-ragu dan takut gagal sehingga tidak siap menghadapi rintangan yang ada. Hanya individu yang berani mengambil
memiliki
kompetensi
sosial
dapat
memanfaatkan lingkungan dan diri pribadi sebagai sumber untuk meraih hasil optimal dalam hubungan interpersonal. Individu dapat berhasil menjalankan usahanya jika didukung dengan kemampuan bekerjasama, berempati, dan pengendalian diri baik yang merupakan hasil dari kompetensi sosial.
risiko serta memiliki kecerdasan menghadapi Penelitian Cable & Shane (1997) menyatakan commit to user rintangan yang memiliki intensi berwirausaha bahwa pengusaha yang mahir berinteraksi yang tinggi (Wijaya, 2007).
dengan orang lain dapat memperoleh manfaat penting dan mencapai kesuksesan finansial
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
lebih besar. Kompetensi sosial membantu
seseorang untuk melakukan suatu tindakan
pengusaha
positif
wirausaha. Bird (1998) menyatakan bahwa
dengan karyawan, bekerjasama dengan pihak
intensi berwirausaha adalah suatu keadaan
lain, dan mendapatkan pelanggan. Individu
dimana perhatian seseorang mengarah pada
yang
membangun
memiliki
hubungan
sosial
dapat
tindakan
lancar,
peka
merupakan produk dari pemikiran seseorang
membaca perasaan, serta pintar menangani
yang rasional dan intuitif dalam menciptakan
perselisihan
usaha yang dipengaruhi oleh faktor kepribadian
menjalin
kompetensi
hubungan
dengan
bisnis.
Kompetensi
sosial
diharapkan dapat memberi pengaruh positif terhadap
kelangsungan
usaha
individu.
Selanjutnya hasil penelitian Chuluunbaatar, dkk. (2011) menunjukkan bahwa seseorang yang memiliki modal sosial berupa kompetensi sosial
yang
tinggi
maka
intensi
berwirausahanya juga akan tinggi.
wirausaha.
Intensi
berwirausaha
dan lingkungan. Menurut Linan & Moriano (2007), intensi berwirausaha dapat diungkap melalui tiga aspek yaitu: a. Sikap terhadap kewirausahaan. Sikap terhadap kewirausahaan merujuk pada
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti
derajat
tertarik untuk melakukan penelitian dengan
memiliki penilaian positif atau negatif untuk
judul “Hubungan antara Adversity Quotient dan
menjadi seorang wirausaha. Penilaian tersebut
Kompetensi
Sosial
Intensi
tidak hanya mencakup aspek afektif saja, tetapi
Berwirausaha
Mahasiswa
Studi
juga mencakup aspek penilaian evaluatif dalam
dengan Program
Manajemen di Universitas Sebelas Maret Surakarta”.
sejauh
mana
individu
menjadi wirausaha. b. Norma-norma subyektif.
DASAR TEORI Intensi
penilaian
berwirausaha
adalah
Norma sosial yang dimaksud adalah persepsi faktor-faktor
individu
mengenai
tekanan
sosial
yang
motivasional yang mempengaruhi perilaku,
diberikan oleh keluarga, teman, atau orang
indikasi betapa sulitnya individu bersedia untuk
terdekat lainnya terhadap keputusannya dalam
berusaha, serta seberapa banyak upaya yang
menampilkan perilaku wirausaha. Persepsi
direncanakan
perilaku
akan penilaian sosial tersebut menjadi acuan
wirausaha dan mengejar hasil-hasil wirausaha.
bagi individu untuk menyetujui atau tidak
Semakin kuat intensi seseorang untuk menjadi
menyetujui keputusannya menjadi wirausaha.
untuk
melakukan
pengusaha, semakin besar kemungkinan hal itu c. Kendali tingkah commit to user akan terwujud (Hisrich, 2008). Wijaya (2007) dipersepsikan. menyatakan bahwa intensi berwirausaha adalah keinginan atau niat yang ada pada diri
laku
yang
Hal ini berkaitan dengan persepsi yang dimiliki
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
individu
terhadap
dalam
menjadi asal usul dari sebuah kesulitan. Orang
mengendalikan tingkah laku berwirausaha.
yang memiliki Adversity Quotient rendah
Faktor ini juga sering disebut self efficacy yang
cenderung
merupakan persepsi seseorang akan kemudahan
berlebihan atas peristiwa-peristiwa buruk yang
atau kesukaran menjadi seorang wirausaha.
terjadi dalam kehidupannya.
Adversity Quotient merupakan daya juang
Ownership yaitu sejauh mana seseorang mau
individu
mengakui akibat-akibat dari suatu kesulitan
dalam
kepercayaan
kompetensinya
menghadapi
diri
menguasai
kesulitan, hidup,
memiliki
rasa
bersalah
yang
dan
atau kegagalan yang terjadi. Dimensi ini
kemampuan untuk mengatasi tantangan dan
berkaitan erat dengan dimensi origin, yang
hambatan agar memperoleh kesuksesan (Stoltz,
menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat
2000). Surekha (2001) menyatakan bahwa
ownership seseorang, maka semakin besar
Adversity Quotient adalah kemampuan berpikir,
derajat pengakuannya terhadap akibat-akibat
mengelola, dan mengarahkan tindakan yang
dari kesulitan atau permasalahan yang dihadapi.
membentuk pola–pola tanggapan kognitif dan perilaku
atas
stimulus
peristiwa
yang
c. Reach (Jangkauan) Reach merupakan dimensi untuk mengetahui
merupakan tantangan atau kesulitan. Stoltz (2000) menjelaskan Adversity Quotient terdiri atas empat dimensi yaitu CO2RE (Control, Origin and Ownership, Reach, dan Endurance).
sejauh mana kesulitan akan menjangkau ranahranah yang lain dalam kehidupan individu. Individu yang memiliki respon reach rendah dalam
menghadapi
segala
sesuatu
akan
membuat kesulitan bagi dirinya, dan pada
a. Control (Kendali)
gilirannya nanti akan mempengaruhi wilayah-
Control berarti seberapa banyak kendali yang dirasakan terhadap sebuah peristiwa yang menghadirkan kesulitan. Tanpa adanya kendali terhadap kesulitan, harapan dan tindakan akan hancur. Sebaliknya dengan adanya kendali terhadap kesulitan, maka hidup dapat diubah dan tujuan-tujuan yang ingin dicapai akan terwujud. Kendali diawali dengan pemahaman bahwa segala sesuatu dapat dilakukan
wilayah lain dalam kehidupannya, sehingga akan menghambat kinerja serta menimbulkan penilaian diri yang negatif. d. Endurance (Daya tahan) Dimensi Endurance mempertanyakan tentang berapa lama kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab kesulitan berlangsung. Semakin rendah skor
E, semakin besar
kemungkinan individu menganggap kesulitan
to user b. Origin dan Ownership (asal usul commit dan akan berlangsung lama. Sebaliknya, semakin pengakuan) Origin
yaitu
mempertanyakan
tinggi skor E, individu akan memperbesar apa
yang
kemungkinan dalam menganggap kesulitan
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
yang dihadapinya akan berlangsung dalam
Misalnya interaksi dengan sahabat, teman, dan
waktu singkat dengan usaha yang terus
rekan kerja untuk menyelesaikan suatu masalah
menerus.
secara bersama-sama.
Gullota
(1990)
mendefinisikan
bahwa
kompetensi sosial merupakan kemampuan atau keterampilan individu dalam berinteraksi secara efektif
dengan
lingkungan
dan
memberi
pengaruh pada orang lain demi mencapai tujuan dalam konteks sosial tertentu yang disesuaikan dengan budaya, lingkungan, situasi, serta nilai
c. Dimensi sosial Dimensi sosial mengacu pada sikap demokratis, yaitu suatu kemampuan dalam menangani perbedaan sesuai dengan pengetahuan dan wawasan terhadap struktur budaya dan nilainilai masyarakat. METODE PENELITIAN
individu. Ford (1982) mengartikan kompetensi sosial sebagai tindakan yang sesuai dengan tujuan dalam konteks sosial tertentu dengan menggunakan
cara-cara
yang
tepat
dan
memberikan efek positif bagi perkembangan suatu hubungan. Kompetensi sosial merupakan kemampuan individu dalam bekerjasama dan berkomunikasi dengan seseorang dengan latar belakang
yang
berbeda-beda
(Dam
dan
Volman, 2007)
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis di Universitas Sebelas Maret Surakarta angkatan 2013, 2014, dan 2015 yang memiliki minat terhadap wirausaha.
Berdasarkan
hasil
angket
prapenelitian yang dilakukan peneliti, populasi mahasiswa
Program
Studi
Manajemen
angkatan 2013, 2014, dan 2015 yang memiliki
Dam dan Volman (2007) mengemukakan
minat terhadap wirausaha berjumlah 128 orang.
kompetensi sosial terdiri atas tiga dimensi
Penelitian ini merupakan studi populasi maka
yaitu:
sampel yang digunakan yaitu keseluruhan populasi dengan jumlah 128 mahasiswa.
a. Dimensi intrapersonal Dimensi intrapersonal memiliki fokus utama yaitu
menghormati
diri
sendiri
dan
pengendalian diri. Kepercayaan diri serta citra diri positif merupakan suatu komponen penting untuk dapat berperilaku sosial secara kompeten. b. Dimensi interpersonal
Pengumpulan data yang digunakan adalah metode skala dengan skala model Likert. Skala terdiri
dari
aitem-aitem
yang
disusun
berdasarkan aspek-aspek konstruk yang akan diukur. Aitem-aitem dalam skala terdiri dari pernyataan-pernyataan yang bersifat favorable dan unfavorable. Skala yang digunakan dalam
commitpenelitian to user berupa tiga skala likert yaitu skala Dimensi interpersonal mengacu pada pola intensi berwirausaha, skala Adversity Quotient, interaksi serta kualitas hubungan antara dan skala kompetensi sosial. individu satu dengan individu lainnya.
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Intensi
berwirausaha
menggunakan
skala
diukur intensi
dengan
variabel kontrol) akan dikeluarkan (Priyatno,
berwirausaha
2012). Peneliti menghitung analisis data dengan
berdasarkan aspek intensi berwirausaha yang
menggunakan bantuan program SPSS versi 18.
dikemukakan oleh Linan & Moriano (2007) yaitu meliputi: sikap terhadap kewirausahaan, HASIL- HASIL
norma-norma subyektif, dan kendali tingkah laku yang dipersepsikan. Adversity Quotient
Hasil dari uji hipotesis dengan menggunakan
diukur dengan menggunakan aspek-aspek yang
regresi linier berganda didapatkan hasil nilai
dikemukakan oleh Stoltz (2000) yang dapat
signifikansi 0,000 (p < 0,05) dan F hitung =
dilihat dari empat indikator, yaitu: Control,
305,889 > F tabel = 3,07 sehingga disimpulkan
Origin and Ownership, Reach, dan Endurance.
secara bersama-sama terdapat hubungan yang
Skala
positif dan signifikan antara Adversity Quotient
kompetensi
menggunakan
sosial
skala
diukur
dengan
kompetensi
sosial
berdasarkan aspek kompetensi sosial yang dikemukakan oleh Dam & Volman (2007) yaitu meliputi:
dimensi
intrapersonal,
dimensi
interpersonal, dan dimensi sosial
dan
kompetensi
sosial
dengan
intensi
berwirausaha mahasiswa. Berdasarkan hasil uji t menunjukkan t hitung variabel Adversity Quotient 8,758 > t tabel 0,676 dengan nilai signifikansi 0,000 (p <
Uji validitas yang digunakan dalam penelitian
0,05). Dapat disimpulkan Adversity Quotient
ini adalah validitas isi dengan analisis rasional
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
melalui professional judgment oleh dosen
intensi berwirausaha. Nilai t hitung variabel
pembimbing, serta validitas internal dilakukan
kompetensi sosial 6,331 > t tabel 0,676 dengan
dengan teknik korelasi Product Moment dari
nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05) sehingga
Pearson. Uji reliabilitas pada skala diuji
kompetensi sosial berpengaruh positif dan
menggunakan metode Alpha Cronbach.
signifikan
terhadap
intensi
berwirausaha
mahasiswa. Metode analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisis
Nilai koefisien determinasi (R²) adalah 0,830.
regresi berganda. Analisis regresi berganda
Hal ini berarti sumbangan pengaruh variabel
berguna untuk menganalisis hubungan linier
Adversity Quotient dan kompetensi sosial
antara dua variabel independen atau lebih
memiliki hubungan positif dengan variabel
dengan satu variabel dependen (Priyatno,
intensi berwirausaha sebesar 83%. Sisanya
2012). Sementara untuk menguji hipotesis
sebesar 17% dipengaruhi atau dijelaskan oleh
kedua dan ketiga menggunakan metode analisis variabel atau faktor lain yang tidak termasuk commit to user korelasi parsial, yaitu analisis untuk melihat dalam model penelitian ini. hubungan antara dua variabel dengan variabel lain yang dianggap memengaruhi (sebagai
Hasil
analisis
korelasi
parsial
ganda
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menunjukkan nilai R sebesar 0,911. Angka
sosial responden menyebar dari tingkat sedang
tersebut mengindikasikan hubungan antara
(27,3%), tinggi (72%), dan sangat tinggi
Adversity Quotient dan kompetensi sosial
(0,7%).
dengan variabel intensi berwirausaha termasuk dalam kategori sangat kuat. PEMBAHASAN Berdasarkan hasil uji korelasi parsial, nilai korelasi antara Adversity Quotient dan intensi berwirausaha dengan menetapkan kompetensi sosial sebagai control variable adalah 0,617. Hal ini menunjukkan terjadi hubungan yang kuat antara Adversity Quotient dengan intensi berwirausaha. Nilai korelasi antara intensi berwirausaha dan kompetensi sosial 0,493 sehingga terjadi hubungan yang sedang antara kompetensi sosial dengan intensi berwirausaha.
Keputusan
bertindak
untuk
berwirausaha
merupakan tingkah laku terencana. Proses pencapaian tujuan berwirausaha memerlukan usaha gigih untuk mengarahkan tingkah laku dan mengadopsi rencana-rencana supaya dapat mewujudkan tujuan tersebut. Tingkah laku terarah ini berlandaskan pada intensi (Riyanti, 2009). Intensi berwirausaha adalah faktorfaktor
motivasional
yang
mempengaruhi
perilaku, indikasi betapa kerasnya individu Sumbangan relatif variabel Adversity Quotient
bersedia berusaha, serta seberapa banyak upaya
terhadap
yang direncanakan untuk melakukan perilaku
adalah
intensi 62,58%
berwirausaha dan
kompetensi
sosial
berwirausaha
mahasiswa
mahasiswa
sumbangan
relatif
wirausaha dan mengejar hasil-hasil wirausaha.
terhadap
intensi
Semakin kuat intensi seseorang untuk menjadi
adalah
37,42%.
pengusaha, semakin besar kemungkinan hal itu
sumbangan efektif variabel Adversity Quotient terhadap adalah
intensi 51,94%
kompetensi
berwirausaha dan
sosial
akan terwujud (Hisrich, 2008).
mahasiswa
sumbangan
efektif
terhadap
intensi
Menurut Indarti & Kristiansen (2003) faktorfaktor yang mempengaruhi intensi wirausaha adalah: 1) Faktor kepribadian yang dapat
berwirausaha mahasiswa adalah 31,06%.
ditunjukkan dari beberapa variabel seperti self Berdasarkan hasil kategorisasi skala intensi
efficacy, risk taking, serta berbagai indikator
berwirausaha,
intensi
kecerdasan seperti IQ, EQ, SQ dan yang terbaru
berwirausaha responden menyebar dari tingkat
adalah AQ (Adversity Quotient); 2) Faktor
sedang (36%), tinggi (58%), dan sangat tinggi
lingkungan
(6%).
informasi, dan jaringan sosial; dan 3) Faktor
Hasil
dapat
diketahui
kategorisasi
skala
Adversity
yang
meliputi
akses
modal,
Quotient responden menyebar dari tingkat demografis. commit to user tingkat sedang (37%), tinggi (58%), dan sangat Hasil analisis penelitian mengenai hubungan tinggi (5%). Kemudian hasil kategorisasi skala antara Adversity Quotient dan kompetensi kompetensi sosial dapat diketahui kompetensi sosial dengan intensi berwirausaha mahasiswa
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
diperoleh p-value 0,000 (p < 0,05) dengan F
Pane
hitung = 305,889 > F tabel = 3,07 yang berarti
Adversity Quotient berpengaruh signifikan
antara ketiga variabel
terdapat
terhadap
signifikan.
hasil
Berdasarkan
hubungan
analisis
(2012)
juga
intensi
menunjukkan
berwirausaha
bahwa
mahasiswa.
uji
Individu yang memiliki Adversity Quotient
simultan t, Adversity Quotient berpengaruh
tinggi lebih dapat menangkap peluang usaha
secara signifikan terhadap intensi berwirausaha
karena memiliki kemampuan menanggung
dengan t hitung 8,758 > t tabel 0,676, dengan
risiko,
signifikansi 0,000 (p < 0,05). Nilai t hitung
kreativitas,
variabel kompetensi sosial adalah 6,331 > t
sumber daya.
tabel 0,676 dengan nilai signifikansi 0,000 (p < 0,05). Dapat disimpulkan kompetensi sosial berpengaruh
signifikan
terhadap
intensi
berwirausaha mahasiswa.
orientasi
pada
peluang,
kemandirian,
dan
inisiatif,
pengerahan
Penelitian Markman, Baron, & Balkin (2005) menyimpulkan bahwa individu bereaksi berbeda terhadap tantangan-tantangan serupa dalam bisnis, keberhasilan wirausaha ditentukan sejauh
Seorang wirausaha memerlukan ketahanan diri
mana individu bertahan dalam menghadapi
dan kemampuan untuk mengubah hambatan
rintangan dan hambatan yang ada. Penelitian
menjadi peluang keberhasilan dalam mencapai
Zhong dan Chen (2013) menyatakan bahwa
tujuan. Setiap kesulitan merupakan rintangan,
banyak mahasiswa mengalami kendala dalam
setiap rintangan merupakan peluang, dan setiap
membangun
bisnis
peluang
pengalaman,
kemampuan,
harus
disambut
(Stoltz,
2000).
karena
kurangnya modal,
dan
Pengalaman sebagian besar pengusaha sukses
rendahnya Adversity Quotient sebagai alasan
membuktikan
menjalankan
utama. Keberhasilan atau kegagalan wirausaha
usahanya para pengusaha tersebut sering
sangat tergantung pada AQ pengusaha dalam
mengalami hambatan, bahkan ketika baru
menghadapi kesulitan.
bahwa
dalam
memulainya. Kerja keras dan tekad pantang menyerah menjadi prinsip utama wirausaha dalam mendirikan dan menjalankan suatu usaha. Tanpa adanya Adversity Quotient yang tinggi dikhawatirkan individu akan mengalami frustrasi dan kegamangan dalam menjalani proses menjadi wirausaha (Stoltz, 2000). Berdasarkan hasil penelitian Wulandari dkk.
Selain faktor kepribadian, salah satu faktor lingkungan
yang
mempengaruhi
intensi
berwirausaha seseorang yaitu jaringan sosial. Penelitian Meutia (2013) menyatakan bahwa semakin tinggi kompetensi sosial wirausaha maka semakin berdampak pada jaringan sosial bisnis yang lebih besar dan kinerja bisnis yang lebih
tinggi.
Penelitian
Davidson
(2003)
(2012) menyebutkan bahwa variabel Adversity menyatakan bahwa modal sosial merupakan alat commit to user Quotient, modal, dan jaringan sosial memiliki prediksi yang kuat bagi pemula usaha untuk pengaruh yang signifikan terhadap intensi
memajukan
usahanya,
sehingga
sangat
berwirausaha mahasiswa. Penelitian Zahreni &
diperlukan kompetensi sosial yang memadai.
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penelitian Cable dan Shane (1997) menyatakan didukung oleh pendapat Riyanti (2003), yaitu bahwa pengusaha yang mahir berinteraksi konsep Adversity Quotient terkait erat dengan dengan orang lain dapat memperoleh manfaat keberhasilan
wirausaha
penting dan mencapai kesuksesan finansial lebih proses
kewirausahaan
besar. Kompetensi sosial membantu pengusaha usaha
memerlukan
dalam karena
melakukan menjalankan
keberanian
untuk
membangun hubungan positif dengan karyawan, menghadapi kegagalan dan kemauan untuk bekerjasama
dengan
pihak
lain,
dan mencoba terus menerus sampai berhasil.
mendapatkan pelanggan. Kompetensi sosial diharapkan dapat memberi pengaruh positif terhadap kelangsungan usaha individu
Penelitian lain yang dilakukan Wijaya (2007) juga menyatakan bahwa terdapat hubungan positif antara Adversity Quotient dengan intensi
Hasil penelitian Chuluunbaatar dkk. (2011) berwirausaha siswa. Individu yang memiliki menunjukkan bahwa mahasiswa yang memiliki kendali tinggi akan berinisiatif menangkap modal sosial berupa kompetensi sosial yang peluang yang ada, yakni mampu melihat dan tinggi maka intensi berwirausahanya juga akan memanfaatkan peluang untuk berwirausaha. tinggi. Sikap individu yang supel, mudah Individu yang menganggap wirausaha sebagai bergaul, simpati, dan empati pada orang lain masalah yang dapat diselesaikan, maka individu adalah modal ketrampilan yang mendukung tersebut akan memiliki inisiatif, kreativitas, untuk
mencapai
keberhasilan
usaha. serta dorongan berwirausaha.
Ketrampilan tersebut akan membantu individu untuk memiliki banyak peluang dalam merintis dan mengembangkan usaha.
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial, didapatkan nilai korelasi yang sedang antara kompetensi sosial dan intensi berwirausaha
Berdasarkan hasil analisis korelasi parsial, dengan menetapkan Adversity Quotient sebagai didapatkan nilai korelasi yang kuat antara control variable adalah 0,493; nilai signifikansi Adversity Quotient dan intensi berwirausaha 0,000 (p < 0,05). Salah satu modal yang harus dengan menetapkan kompetensi sosial sebagai dimiliki individu untuk memulai wirausaha control variable adalah 0,617; nilai signifikansi adalah modal sosial berupa kompetensi sosial 0,000 (p < 0,05). Kusuma (2004) menyatakan (Suryana, 2008). Kompetensi sosial akan bahwa seseorang yang mempunyai Adversity mendukung individu dalam memulai sebuah Quotient rendah tidak mempunyai kemampuan usaha dan melaksanakan ide-ide bisnis yang untuk bertahan dalam kesulitan dan potensinya baru.
Seorang
akan kecil untuk meraih sukses. Sebaliknya menyampaikan
wirausaha
harus
kepentingannya
mampu untuk
seseorang yang mempunyai Adversity Quotient mencapai suatu tujuan usaha. Proses mencapai commit to user tinggi diharapkan akan meningkatkan intensi tujuan tersebut memerlukan kemampuan berwirausaha dan meraih kesuksesan dalam tertentu misalnya kepercayaan diri yang baik usahanya
tersebut.
Pernyataan
tersebut sebagai cara membangun citra diri positif,
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
memiliki kualitas hubungan yang baik dengan
untuk terus berjuang mengatasi tantangan lebih
orang lain, serta memiliki pengetahuan dan
utama diperlukan. Stoltz (2000) mengatakan
wawasan yang luas (Dam & Volman, 2007).
bahwa individu
Linan & Santos (2007) mengadakan penelitian survei intensi berwirausaha terhadap 354 mahasiswa pada dua Perguruan Tinggi di Seville. Hasil penelitian menunjukkan bahwa modal sosial mempengaruhi intensi seseorang untuk memulai wirausaha. Seorang calon wirausaha dituntut untuk memiliki kompetensi sosial yang baik sehingga dapat mengatasi berbagai masalah yang ada, misalnya keluhan konsumen, kritik pelanggan, perselisihan mitra bisnis, maupun perbedaan persepsi dengan konsumen. Individu dengan kompetensi sosial
yang memiliki
Adversity
Quotient tinggi akan lebih mudah menjalani profesi sebagai wirausaha karena memiliki kemampuan
untuk
mengubah
hambatan
menjadi peluang. Penelitian Zahreni & Pane (2012) juga menunjukkan bahwa Adversity Quotient
berpengaruh
signifikan
terhadap
intensi berwirausaha mahasiswa. Individu yang memiliki Adversity Quotient tinggi lebih dapat menangkap peluang usaha karena memiliki kemampuan menanggung risiko, orientasi pada peluang, inisiatif, kreativitas, kemandirian, dan pengerahan sumber daya.
baik akan lebih bisa memahami diri sendiri, memahami norma sosial, terbuka, ramah, empati, dan mampu mengatur emosinya. Hasil perhitungan sumbangan relatif dan sumbangan efektif dari masing-masing variabel bebas
terhadap
variabel
tergantung
menunjukkan Adversity Quotient lebih dominan dalam
memengaruhi
intensi
berwirausaha
mahasiswa daripada kompetensi sosial. Hal ini terlihat dari hasil sumbangan relatif Adversity Quotient terhadap intensi berwirausaha sebesar 62,58%
sedangkan
sumbangan
relatif
DAFTAR PUSTAKA Bird, B. (1988). Implementing Entrepreneurial Ideas: the Case for Intention. Journal Academy of Management Rev. July 1, 1988 vol. 13 no. 3 442453. Cable, D.M., & Shane, S. (1997). A Prisoner’s Dilemma Approach to Entrepreneur–Venture Capitalist Relationships. Journal Academy Management Rev. January 1, 1997 vol. 22 no. 1 142-176. Chuluunbaatar, E., Ottavia, Luh, D., & Kung, S. (2011). The Entrepreneurial Start-Up Process: The Role Of Social Capital And The Social Economic Condition. Asian Academy of Management Journal, Vol. 16, No. 1, 43–71, January 2011.
kompetensi sosial sebesar 37,42%. Selain itu, hasil sumbangan efektif Adversity Quotient terhadap intensi berwirausaha adalah 51,94%, dan sumbangan efektif kompetensi sosial sebesar
31,06%.
Quotient
lebih
Dam, G.T., & Volman, M. (2007). Educating for Adulthood or for Citizenship: Social Competence as am Educational Goal. European Journal of Education, 42 (2), 281-298.
Adversity Davidson, P., & Honig, B. (2003). The Role of Social commit to user and Human Capital among Nascent Entrepreneur. dikarenakan ketika Journal of Bussiness Venturing. 18, 301-331.
Sumbangan
tinggi
individu ingin merintis usaha, kecerdasan untuk menemukan sebuah peluang dan kemampuan
Ford, M. E. (1982). Social Cognition and Social Competence. Journal of Developmental
HANDAYANI/ HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY DAN KOMPETENSI perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Psychology. 16, 3, 323-340. Gullotta, T. P.; Adams, G, R.; & Montemayor, R. (1990). Developing Social Competence In Adolescent. California: Sage Publications, Inc. Hakimon, I. (2015). Bank Ini Rupiah Sudah Tembus 14835 per Dolar AS. Diakses dari http://bisnis.liputan6.com/read/2327422/di-bankini-rupiah-sudah-tembus-14835-per-dolar-as. Hisrich, R.D., Peters, M.P., & Shepherd, D.A. (2008). Entrepreneurship. New York: McGraw Hill. Indarti, N. & Kristiansen, S. (2003). Determinants of Entrepreneurial Intention: The case of Norwegian Students. International Journal of Bussiness Gajah Mada. Vol.5 No.(1) January. Kusuma, I.H. (2004). Korelasional antara Kecerdasan Adversity dan Motivasi Berprestasi dengan Kinerja Kepala Sekolah. Jurnal Pendidikan Penabur No.02 Th.III. Linan, F. & F.J. Santos. (2007). Does Social Capital Affect Entrepreneurial Intentions?. Journal International Atlantic Economic Society, 13, 443453. Linan, F. & Moriano, J. A. (2007). Psychology of Entrepreneurship Research and Education. Madrid: Liberia UNED. Markman, G. D., Baron, R. A., & Balkin, D. B. (2005). Are Perseverance and Self-Efficacy Costless? Assessing Entrepreneurs’ Regretful Thinking. Journal of Organizational Behavior, 26, pp 1-19. McClelland, D.C. (1961). The Achieving Society. New Jersey: Van Nostrand Company, Inc. Meutia. (2013). Entrepreneurial Social Competence and Entrepreneurial Orientation to Build SME’s Business Network and Business Performance. International Journal of Social Science and Humanity, Vol. 3, No. 4, July 2013. Neuhauser, K. (2015). The Global Financial Crisis: What Have We Learned So Far?. International Journal of Managerial Finance, Vol. 11 Iss 2 pp. 134 – 161
Grasindo. Riyanti. (2009). Kewirausahaan Bagi Mahasiswa. Jakarta: Fakultas Psikologi Unika Atma jaya Press. Sari, E. V. (2015). Ekonomi Melambat Pengangguran Indonesia Bertambah. Diakses dari http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150505 150630-78 51318/ekonomi-melambatpengangguran-indonesia-bertambah/. Stoltz, Paul G. (2000). Adversity Quotient: Mengubah Hambatan Menjadi Peluang. Jakarta: PT Grasindo. Sulaiman, F. (2015). Waduh Jumlah Wirausaha Indonesia Masih Kalah dari Negara Tetangga. Diakses dari http://wartaekonomi.co.id/read/2015/ 04/27/55066/waduh-jumlah-wirausaha-indonesiamasih-kalah-dari-negara-tetangga.html. Surekha. (2001). Adversity Intelligence. Jakarta: Pustaka Umum. Suryana. (2008). Kewirausahaan: Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. (cetakan ketiga). Jakarta: Salemba Empat. Wardoyo. (2010). Ruang Lingkup dan Proses Terbentuknya Kewirausahaan. Depok: Universitas Gunadarma Press. Wijaya, T. (2007). Hubungan Adversity Intelligence dengan Intensi Berwirausaha (Studi Empiris pada Siswa SMKN 7 Yogyakarta). Jurnal Manajemen Kewirausahaan, vol.9, No.2. Septembr 2007:117127. Wulandari, Z.S, Pudyantini, A., & Giyatno, Y. (2012). Analysis The Influence Of Adversity Quotient Networking And Capital Through The Enterpreneurial Intentions Of Unsoed’s Student. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 2, No.1 (2012). Zahreni, S. & Pane, R.S. (2012). Pengaruh Adversity Quotient terhadap Intensi Berwirausaha. Jurnal Ekonom, Vol 15, No 4, Oktober 2012.
Zhong, J. & Chen, Y. (2013). Analysis of Adversity Quotient Education in Entrepreneurial Management. Journal Economic and Management, 2013-26. commit to user Priyatno, D. (2012). Belajar Cepat Olah Data Statistik http://www.neraca.co.id/article/41647/penganggurandengan SPSS. Yogyakarta: Andi Offset. terdidik-makin-meningkat-pendidikan-masihRiyanti, B.P.D. (2003). Kewirausahaan dari Sudut kolonialisme. Pandang Psikologi Kepribadian. Jakarta: PT