HUBUNGAN ANEMIA PADA IBU HAMIL DENGAN ASFIKSIA NEONATORUM DI RSU DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO MOJOKERTO SANTI WANTI NIM.1212020025 Subject : Anemia, Asfiksia Neonatorum, bayi Description : Asfiksia neonatorum termasuk dalam bayi baru lahir dengan risiko tinggi kematian bayi. Salah satu penyebab asfiksia pada bayi baru lahir adalah anemia pada ibu, anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan janin terganggu. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan anemia pada ibu hamil dengan asfiksia neonatorum. Jenis penelitian adalah analitik korelasional dengan pendekatan retrospektif. Variabel independen adalah anemia dan variabel dependen adalah asfiksia neonatorum. Populasi yaitu 26 bayi dengan sampel sebanyak 26 responden. Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah accidental sampling. Penelitian dilakukan di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto pada tanggal 4-18 Juni 2015. Pengumpulan menggunakan data primer dan data sekunder. Analisa data menggunakan uji spearman rank. Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar ibu tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 17 responden (65,4%) dan sebagian besar bayi tidak mengalami asfiksia neonatorum yaitu sebanyak 14 responden (53,8%). Analisa menggunakan uji Spearman Rho diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan ρ value (0,004) < α (0,05) maka H1 diterima dengan demikian ada hubungan anemia dengan asfiksia neonatorum di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara anemia dengan asfiksia neonatorum. Diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat lebih aktif dalam memberikan penyuluhan kesehatan pada ibu tentang pencegahan asfiksia neonatorum dan memberikan manajemen keperawatan bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum. ABSTRACT Neonatal asphyxia is included in newborns with a high risk of infant mortality. One of the cause asphyxia in newborns is maternal anemia, anemia in pregnancy causes the transport of oxygen to tissues and fetal disturbed. This study was conducted to determine the relationship between anemia in pregnant mothers with neonatal asphyxia. Type of research was an analytic correlation with retrospective approach. The independent variable was anemia and the dependent variable was neonatal asphyxia. Population was 26 infants with sample was 26 respondents. The sampling technique used in this study was accidental sampling. The study was conducted in RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto on 4 to 18 June 2015. Data was collected using primary and secondary data. Analysis of data using Spearman rank test.
1
The results showed that most mothers who did not experience anemia were as many as 17 respondents (65.4%) and most babies who did not experience neonatal asphyxia as many as 14 respondents (53.8%). Analysis using the Spearman Rho test results obtained with the calculation of significant value ρ value (0,004) <α (0.05) then H1 was accepted so that there was a relationship between anemia with neonatal asphyxia in RSUD dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. The results showed a significant relationship between anemia with neonatal asphyxia. Health workers, especially nurses are expected to be more active in providing health education on the prevention of maternal and neonatal asphyxia provide nursing management of newborns with neonatal asphyxia. Keywords: Anemia, Neonatal Asphyxia Contributor
: 1. Siti Rachmah, SKM., M.MKes. 2. Mohammad Nur Firdaus, S.Kep.Ns.
Date
: 26 Juni 2015
Type Material : Laporan Penelitian Identifier
:-
Right
: Open Document
Summary
:
LATAR BELAKANG Asfiksia neonatorum termasuk dalam bayi baru lahir dengan risiko tinggi karena memiliki kemungkinan lebih besar mengalami kematian bayi atau menjadi sakit berat dalam masa neonatal. Asfiksia neonatorum terjadi ketika bayi tidak cukup menerima oksigen sebelumnya, selama atau setelah kelahiran. Asfiksia neonatorum memerlukan intervensi dan tindakan yang tepat untuk meminimalkan terjadinya kematian bayi, yaitu dengan pelaksanaan manajemen asfiksia neonatorum pada bayi baru lahir yang bertujuan untuk mempertahankan kelangsungan hidup bayi dan membatasi gejala sisa berupa kelainan neurologi yang mungkin muncul, dengan kegiatan yang difokuskan pada persiapan resusitasi, keputusan resusitasi bayi baru lahir, tindakan resusitasi, asuhan pasca resusitasi, asuhan tindak lanjut pasca resusitasi dan pencegahan infeksi. (Depkes. RI, 2008) Angka kematian bayi menurut WHO, setiap tahunnya kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Penyebab kematian BBL di Indonesia diantaranya asfiksia (27%), BBLR (29%). (Asuhan Persalinan Normal, 2008). Sedangkan menurut Depkes RI tahun 2009, menyebutkan data kematian bayi di Jawa Timur disebabkan oleh asfiksi neonatorum 23,13%, prematur 21,3%, BBLR 16,4%, infeksi 9,2%, kelainan kongenital 4,6%. (Sunarsih, 2014). Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto jumlah persalinan pada tahun 2014 sebanyak 482 partus. Angka kejadian anemia pada kehamilan dengan asfiksia neonatorum dari bulan Januari-Desember 2014 yaitu sebanyak 54 kasus (27%) dari 195 jumlah kejadian asfiksia. Faktor yang menyebabkan asfiksia neonatorum antara lain faktor keadaan ibu, faktor keadaan bayi, faktor plasenta dan faktor persalinan. Menurut Hassan & Alatas (2005 dalam Mahmudah, 2011), keadaan jumlah hemoglobin yang kurang dalam darah pada
2
kehamilan terjadi pada keadaan kekurangan nutrisi besi, asam folat, dan perdarahan akibat hemorrhoid atau perdarahan saluran pencernaan. Kekurangan nutrisi dalam kehamilan menyebabkan hambatan dalam sintesis hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin tidak bisa mengimbangi kenaikan volume plasma. Anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan janin terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di dalam kandungan sehingga pada waktu kelahiran bisa menyebabkan asfiksia neonatorum. Sedangkan menurut Saifuddin (2010), anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11,0 gr% pada trisemester I dan II atau kadar <10,5 gr% pada trimester II. Anemia dalam kehamilan cukup tinggi berkisar antara 10% dan 20% karena defisiensi makanan memegang peranan yang sangat penting dalam timbulnya anemia. Akibat anemia dapat menimbulkan hipoksia dan berkurangnya aliran oksigen ke plasenta dan juga ke janin menimbulkan gangguan pada pernafasan bayi. Petugas kesehatan maupun pihak yang terkait seperti Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) diharapkan dapat lebih aktif dalam mencegah terjadinya kejadian asfiksia neonatorum, tenaga kesehatan dapat memberikan penyuluhan dan sosialisasi mengenai umur yang optimal untuk hamil dan cara mencegah anemia pada kehamilan dari berbagai media informasi. Perawat harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam mengimplementasikan penatalaksanaan bayi yang mengalami Asfiksia neonatorum karena kejadian Asfiksia neonatorum mempunyai hubungan yang signifikan dengan anemia pada kehamilan. Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul hubungan anemia dengan asfiksia neonatorum. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan jenis penelitian analitik korelasional dengan pendekatan retrospektif. Variabel independen dalam penelitian ini adalah anemia dan variabel dependen dalam penelitian ini adalah asfiksia neonatorum. Populasi dalam penelitian ini adalah semua bayi baru lahir di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto pada tanggal 4-18 Juni 2015 sebanyak 26 bayi dengan sampel sebanyak 26 bayi. Teknik sampling yang digunakan adalah non probability sampling tipe accidental sampling. Penelitian dilaksanakan di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto pada tanggal 4-18 Juni 2015. Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah data primer melalui observasi yang dilakukan pada bayi baru lahir untuk mengetahui asfiksia neonatorum menggunakan APGAR skor dan data sekunder melalui study dokumentasi dari catatan rekam medik untuk mengetahui anemia pada ibu hamil dari kadar Hb. Analisa data menggunakan uji spearman rank. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar ibu tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 17 responden (65,4%). Menurut Manuaba anemia dalam kehamilan dapat berpengaruh buruk terutama saat kehamilan, persalinan dan nifas. Anemia dapat mengakibatkan gangguan dan hambatan pada pertumbuhan, baik sel tubuh maupun sel otak. Kekurangan Hb dalam darah mengakibatkan kurangnya oksigen yang dibawa/ditransfer ke sel tubuh maupun ke otak. Sehingga dapat memberikan efek buruk pada ibu itu sendiri maupun pada bayi yang dilahirkan (Wuryanti, 2010). Berdasarkan ketetapan WHO, anemia bumil bila Hb kurang dari 11gr% (Manuaba, 2007: 38). Akibat anemia pada ibu hamil antara lain perdarahan saat persalinan karena luka akibat persalinan sulit menutup, meninggal saat persalinan, meningkatkan risiko persalinan prematur, berat bayi rendah, gangguan jantung, ginjal, dan otak (Sinsin, 2008: 67).
3
Ibu tidak mengalami anemia karena kadar hemoglobin dalam tubuh ibu saat kehamilan terpenuhi dengan baik atau lebih dari dari 11gr%. Sebagian kecil ibu mengalami anemia dikarenakan penurunan kadar hemogloblin yang kurang dari 11 gr% selama kehamilan. Ibu yang mengalami anemia pada saat hamil dapat berdampak buruk pada kesehatan ibu dan bayi, seperti perdarahan saat persalinan, meningkatkan risiko persalinan prematur, bayi berat badan lahir rendah, gangguan jantung, ginjal, dan otak serta dapat mengakibatkan kematian pada ibu sehingga deteksi dini dan pemberian asuhan kebidanan sangat penting pada ibu hamil dengan anemia. Anemia pada ibu dapat dipengaruhi oleh umur, dimana sebagian besar responden berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 17 responden (65,4%). Keadaan yang membahayakan saat hamil dan meningkatkan bahaya terhadap bayinya adalah usia saat <20 tahun atau >35 tahun. Kejadian anemia pada ibu hamil pada usia <20 tahun, karena ibu muda tersebut membutuhkan zat besi lebih banyak untuk keperluan pertumbuhan diri sendiri serta bayi yang akan dikandungnya (Wahyudin, 2008). Secara teori umur <25 tahun secara biologis mentalnya belum optimal dengan emosi yang cenderung labil, mental yang belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kekurangannya perhatian terhadap pemenuhan kebutuhan zat gizi terkait dengan penurunan daya tahan tubuh serta berbagai penyakit yang sering menimpa diusia ini (Herlina, 2009). Pada penelitian ini menunjukkan sebagian besar ibu tidak mengalami anemia, hal ini disebabkan karena rata-rata ibu bersalin berusia 20-35 tahun. Wanita yang berusia 20-35 tahun merupakan usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan serta resiko ibu mengalami anemia sangat kecil, karena kadar hemoglobin dalam tubuh ibu saat kehamilan terpenuhi dengan baik sehingga ibu tidak mengalami anemia. Timbulnya anemia disebabkan semakin rendah usia ibu hamil maka samakin rendah kadar hemoglobin atau kecenderungan semakin tua umur ibu hamil maka kejadian anemia semakin besar. Sedangkan ibu yang hamil pada umur <20 tahun membutuhkan zat besi lebih banyak untuk keperluan pertumbuhan diri sendiri serta janin yang akan dikandungnya, apabila zat besi dalam tubuh ibu kurang terpenuhi maka bukan tidak mungkin ibu akan mengalami anemia. Pada ibu yang berumur >35 tahun mempunyai risiko untuk hamil karena umur >35 tahun, dimana alat reproduksi ibu hamil sudah menurun dan kekuatan untuk mengejan saat melahirkan sudah berkurang sehingga anemia pun terjadi pada saat ibu hamil umur <35 tahun. Selain itu anemia pada ibu hamil dapat berawal dari seorang ibu yang dilahirkan oleh ibu penderita anemia gizi, yang selama masa pertumbuhan hingga kehamilannya tidak mendapat sumber zat gizi yang cukup, maupun pelayanan kesehatan yang mungkin diperlukannya, sehingga dia selalu menderita anemia gizi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi tidak mengalami asfiksia neonatorum yaitu sebanyak 14 responden (53,8%). Asfiksia merupakan keadaan dimana bayi tidak bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir keadaan tersebut disertai dengan hipoksia, hiperkapnu dan sampai keasidosis (Hidayat, 2008). Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport 02 dari ibu ke janin sehingga terdapat gangguan dalam persediaan 02 dan dalam menghilangkan C02. gangguan ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena yang diderita ibu dalam persalinan (Prawirohardjo 2005). Kondisi tertentu pada ibu hamil dapat menyebabkan gangguan sirkulasi darah uteroplasenter sehingga oksigen ke bayi menjadi berkurang. Beberapa faktor tertentu diketahui dapat menjadi penyebab terjadinya asfiksia pada bayi baru lahir, diantaranya: umur ibu, hipertensi pada kehamilan, pendarahan antepartum, demam selama persalinan infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV), kehamilan postdate (sesudah 42 minggu kehamilan),
4
amnionitis, anemia, paritas, faktor plasenta, bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), Berat Bayi Lahir (BBL), faktor neonatus dan faktor persalinan (Gilang, 2012). Bayi yang tidak mengalami asfiksia neonatorum dikarenakan bayi baru lahir dapat bernapas secara spontan dan teratur setelah lahir. Selain itu masih ada bayi yang mengalami asfiksia neonatorum karena bayi baru lahir mengalami gagal bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya sehingga dapat menyebabkan asfiksia neonatorum. Asfiksia neonatorum dapat dipengaruhi oleh umur ibu, dimana sebagian besar responden berumur 20-35 tahun yaitu sebanyak 17 responden (65,4%). Bagian komponen dari status reproduksi adalah umur ibu dan jumlah paritas atau jumlah persalinan. Menurut Chi, dkk., pada kelompok ibu berumur 20-30 tahun angka kematian ibu lebih rendah dibanding dengan kelompok ibu berumur kurang dari 20 tahun, dan dibanding dengan kelompok ibu berumur 35 tahun atau lebih.Umur, tinggi badan dan berat badan wanita merupakan risiko kehamilan (Gilang, 2012). Pada penelitian ini menunjukkan sebagian besar ibu tidak mengalami anemia, hal ini disebabkan karena rata-rata ibu bersalin berusia 20-35 tahun. Wanita yang berusia 2035 tahun merupakan usia yang aman untuk kehamilan dan persalinan serta resiko tinggi bagi bayi. Asfiksia neonatorum dapat dipengaruhi oleh jenis persalinan dimana sebagian besar jenis persalinan normal yaitu sebanyak 16 responden (61,5%). Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari uterus melalui vagina ke dunia luar. 10 Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang/ membujur dengan kepala di fundus uteri sedangkan bokong dibagian bawah kavum uteri (Gilang, 2012). Jenis persalinan berpengaruh besar terhadap angka kejadian asfiksia neonatorum karena pada persalinan spontan memungkinkan adanya prolapsus tali pusat, kompresi tali pusat juga adanya partus lama yang menyebabkan terjadinya hipoksia pada janin yang menyebabkan tidak ada saluran udara yang akhirnya menyebabkan asfiksia neonatorum. Pemakaian obat analgesi/ anastesi yang berlebihan sehingga ibu secara langsung dapat menimbulkan depresi pusat pernafasan janin yang beresiko bayi mengalami asfiksia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi dengan berat badan lahir normal yaitu sebanyak 22 responden (84,6%). Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi yang baru lahir yang berat badannya saat lahir kurang dari 2500 gram. Berkaitan dengan penanganan dan harapan hidupnya. Sejak tahun 1961 WHO telah mengganti istilah Premature Baby dengan Low Birth Weight Baby (bayi dengan berat badan lahir rendah), dan kemudian WHO merubah ketentuan tersebut yang semula kriteria BBLR adalah ≤ 2500 gram menjadi hanya < 2500 gram tanpa melihat usia kehamilan (Gilang, 2012). Sebagian besar bayi dengan berat badan lahir normal cenderung tidak mengalami asfiksia, karena pada bayi dengan berat lahir normal tidak beresiko mengaami masalah perinatal seperti terjadinya asfiksia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ibu yang tidak mempunyai riwayat anemia menyebabkan bayi tidak mengalami asfiksia yaitu 13 responden (76,5%) dan ibu yang mempunyai riwayat anemia sedang menyebabkan bayi mengalami asfiksia pada tingkat sedang yaitu sebanyak 3 responden (60%). Berdasarkan uji Spearman Rho diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan ρ value (0,004) < α (0,05) maka H1 diterima dengan demikian ada hubungan anemia dengan asfiksia neonatorum di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto.
5
Kadar hemoglobin pada sampel yang rendah dan menjadikan 3 bayi sampel dalam asfiksia berat. Menurut Hassan & Alatas (2005), keadaan jumlah hemoglobin yang kurang dalam darah pada kehamilan terjadi pada keadaan kekurangan nutrisi besi, asam folat, dan perdarahan akibat hemorrhoid atau perdarahan saluran pencernaan. Kekurangan nutrisi dalam kehamilan menyebabkan hambatan dalam sintesis hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin tidak bisa mengimbangi kenaikan volume plasma. Anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ke jaringan dan janin terganggu. Gangguan ini dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di dalam kandungan sehingga pada waktu kelahiran bisa menyebabkan asfiksia neonatorum (Mahmudah, 2010). Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara anemia dengan asfiksia neonatorum, anemia dalam kehamilan menyebabkan hambatan dalam pembentukan hemoglobin, sehingga jumlah hemoglobin tidak bisa mengimbangi kenaikan volume plasma. Anemia dalam kehamilan menyebabkan pengangkutan oksigen ke janin terganggu. Gangguan dapat menyebabkan hipoksia pada janin yang berada di dalam kandungan sehingga pada waktu kelahiran bisa menyebabkan asfiksia neonatorum. SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian maka, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Sebagian besar ibu di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto tidak mengalami anemia yaitu sebanyak 17 responden (65,4%). 2. Sebagian besar bayi di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto tidak mengalami asfiksia neonatorum yaitu sebanyak 14 responden (53,8%). 3. Berdasarkan uji Spearman Rho diperoleh hasil perhitungan dengan nilai signifikan ρ value (0,004) < α (0,05) maka H1 diterima dengan demikian ada hubungan anemia dengan asfiksia neonatorum di RSU dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto. REKOMENDASI 1. Bagi Institusi Pendidikan Hendaknya instutusi dapat menambahkan sumber kepustakaan dan literatur khususnya tentang anemia dan asfiksia neonatorum untuk dapat dijadikan bahan referensi bagi peneliti selanjutnya. 2. Bagi Peneliti Selanjutnya Diharapkan peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep penelitian ini dengan melakukan penelitian faktor selain anemia yang mempengaruhi asfiksia neonatorum seperti usia, paritas, antonia uteri, retensio plasenta dan laserasi. 3. Bagi Profesi Keperawatan Diharapkan tenaga kesehatan khususnya perawat dapat lebih aktif dalam memberikan penyuluhan kesehatan pada ibu tentang pencegahan asfiksia neonatorum dan dapat memberikan pelayanan keperawatan yang seoptimal mungkin dalam memberikan manajemen keperawatan bayi baru lahir dengan asfiksia neonatorum. Alamat Korespondensi : - Alamat rumah : Mlandingan Situbondo - Email :
[email protected] - No. HP : 082330626509
6