KARAKTERISTIK PENDERITA DIABETES MELITUS DI RAWAT INAP RSU DR. WAHIDIN SUDIRO HUSODO KOTA MOJOKERTO TAHUN 2014 WASILATUL QOMARIYAH 1212020031 SUBJECT: Karakteristik, Diabetes Melitus, Penderita DESCRIPTION: Jumlah penderita diabetes melitus yang menjalani rawat inap di rumah sakit dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Faktor yang paling berperan dalam meningkatkan prevalensi diabetes melitus adalah peningkatan proporsi penduduk berusia lebih dari 40 tahun. Prevalensi dari penderita diabetes melitus cenderung meningkat pada laki-laki yang mempunyai pekerjaan ringan, serta orang yang mempunyai komplikasi penyakit. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui karakteristik penderita diabetes melitus. Jenis penelitian adalah deskriptif dengan rancang bangun survey.Variabel penelitian adalah karakteristik penderita diabetes melitus. Populasi sebanyak 62 penderita diabetes melitus yang dirawat inap dengan sampel 54 responden. Teknik sampling menggunakan simple random sampling. Penelitian dilakukan di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto pada tanggal 9-15 Juni 2015. Pengumpulan data menggunakan data sekunder. Pengolahan data meliputi editing, coding, entry data, tabulating. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil penelitian menunjukkan hampir seluruh responden berumur >40 tahun sebanyak 44 responden (81,5%), sebagian besar responden laki-laki sebanyak 30 responden (55,6%), sebagian kecil responden bekerja sebagai wiraswasta sebanyak 13 responden (24,1%), sebagian besar responden mempunyai komplikasi penyakit kronis sebanyak 34 responden (63%), sebagian besar responden melakukan terapi Obat hipoglikemik oral (OHO) sebanyak 31 responden (57,4%), hampir seluruh responden mengalami diabetes melitus tipe 2 (NIDDM) yaitu sebanyak 48 responden (88,9%). Karakteristik diabetes melitus merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap penyakit diabetes melitus. Dengan mengetahui karakteristik diabetes melitus dapat mengurangi prevalensi diabetes melitus, maka upaya perbaikan status kesehatan penderita diabetes melitus baik di diagnosa maupun tidak di diagnosa dapat terkontrol. ABSTRACT: Number of patients with diabetes mellitus who underwent inpatient treatment at hospital from year to year is increasing. The most instrumental factor in increasing the prevalence of diabetes mellitus is the increasing proportion of the population over the age of 40 years. The prevalence of diabetes mellitus tends to rise in men who have light work, as well as people with complications of disease. This study was conducted to determine the characteristics of patients with diabetes mellitus.
1
The type of research was descriptive survey design. The research variables are the characteristic of diabetes mellitus. The population is 62 patients with diabetes mellitus who were hospitalized with a sample of 54 respondents. Sampling techniques used simple random sampling. The study was conducted at Hospital Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto from 9 to 15 June 2015. Data collection used secondary data. Data processing includes editing, coding, data entry, tabulating. Data were analyzed by using frequency distribution The results suggest nearly all respondents aged > 40 years, 44 respondents (81.5%), the majority of respondents were male as many as 30 respondents (55.6%), a small portion of respondents work as self - employed as many as 13 respondents (24.1% ), the majority of respondents have chronic disease complications as many as 34 respondents (63%), most respondents do oral hypoglycaemic agents therapy (OHO), 31 respondents (57.4%), almost all respondents had type 2 diabetes mellitus (NIDDM), 48 respondents (88.9%). Characteristics of diabetes mellitus are the most influential factor for diabetes mellitus. By knowing the characteristics of diabetes mellitus, the prevalence of diabetes mellitus can be reduced. It is imperative that the efforts to improve the health status of people with diabetes mellitus both in diagnostics and in the diagnosis can not be controlled be conducted properly. Keywords: Characteristics, Diabetes Mellitus Contributor
: 1. Budi Prasetyo, M.Kep., Ns 2. Yudha Laga HK, S.Psi Date : 9 Juli 2015 Type Material : Laporan Penelitian Identifier :Right : Open Document Summary : Latar Belakang Kemajuan teknologi di dunia kesehatan, telah terjadi pola pergeseran penyakit di dunia. Salah satunya adalah jumlah penyakit yang diakibatkan pola hidup semakin bertambah. Salah satu penyakit yang diakibatkan karena pola hidup adalah Diabetes Melitus. Pola hidup seperti tersedianya berbagai produk tehnologi yang memberikan kemudahan sehingga aktifitas manusia menjadi kurang bergerak. Perubahan pola makan yang mengarah pada makanan siap saji dengan kandungan tinggi energi, lemak dan rendah serat beresiko besar pada peningkatan prevalensi diabetes melitus (Suyono, 2006). Hasil survei penelitian Safitri, Kadrianti dan Ismail, (2013) di RSUD Labuang Baji Makassar, diperoleh data jumlah penderita diabetes melitus masih banyak terjadi. Pada tahun 2010 jumlah kasus diabetes melitus sebanyak 476 kasus, tahun 2011 sebanyak 672 kasus, dan pada tahun 2012 sebanyak 682 kasus. Pada tahun 2013 dari hasil penelitian dengan besar sampel 30 orang karakteristik penderita DM berdasarkan umur menunjukkan sebagian besar usia dewasa tua (>40 tahun) 90,0% sebagian kecil usia dewasa muda (<40 tahun) 10,0%, berdasarkan jenis kelamin sebagian besar lakilaki (46,7%) dan sebagian kecil perempuan (43,3%), berdasarkan tipe DM sebagian besar DM tipe 2 (90,0%) dan sebagian kecil DM tipe 1 (10,0%), berdasarkan terapi sebagian besar obat hipoglikemik oral (90,0%) dan sebagian kecil insulin (10,0%),
2
berdasarkan komplikasi sebagian besar komplikasi kronik (90,0%) dan sebagian kecil komplikasi akut (10,0%). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo kota mojokerto catatan bagian rekam medik diperoleh data jumlah penderita diabetes melitus di rawat inap masih banyak terjadi. Pada tahun 2013 jumlah kasus diabetes melitus sebanyak 462 kasus, dan pada tahun 2014 jumlah kasus diabetes melitus sebanyak 748 kasus. Dari data tersebut jumlah penderita diabetes melitus dirawat inap dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pola makan yang salah dan cenderung berlebih menyebabkan timbulnya obesitas. Obesitas sendiri merupakan faktor predisposisi utama penyakit diabetes melitus. Faktor pekerjaan mempengaruhi resiko diabetes melitus, pekerjaan ringan kurangnya aktifitas fisik menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh yang mengakibatkan obesitas karna canggihnya tehnologi jaman sekarang banyak pekerja menggunakan alat transportasi dari pada berjalan kaki. Prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan hal ini dikarenakan kalori pria lebih banyak di bandingkan wanita, kalori yang banyak dalam tubuh akan merangsang insulin untuk bekerja lebih keras (Safitri, Kadrianti dan Ismail, 2013). Diabetes melitus bukan penyakit menular tetapi diturunkan namun dengan kemajuan tehnologi didunia terjadi pola pergeseran penyakit didunia. Salah satunya adalah jumlah penyakit diabetes melitus yang diakibatkan pola hidup semakin bertambah. Diabetes melitus disebabkan oleh dua faktor resiko yaitu, pertama faktor yang tidak dapat dirubah seperti umur dan keturunan. Kedua faktor resiko yang dapat dirubah seperti pola makan yang salah, aktivitas fisik kurang gerak, obesitas, stres, dan pemakaian obat golongan kortikosteroid terlalu lama. Sehingga terjadi kelainan sekresi insulin dan kerja insulin. Pada penderita diabetes melitus tubuh relatif kekurangan insulin sehingga pengaturan glukosa darah menjadi kacau. Walaupun kadar glukosa darah sudah tinggi, pemecahan lemak dan protein menjadi glukosa melalui glukogenesis dihati tidak dapat dihambat karena insulin yang kurang atau resisten sehingga kadar glukosa darah terus meningkat. Akibatnya terjadi gejala khas diabetes melitus seperti poliuri, polidipsi, polifagi, lemas dan berat badan menurun (Waspadji, 1999 dalam Suiraoka, 2012). Penderita diabetes melitus berkepanjangan jika tidak cepat diobati dapat menimbulkan beberapa komplikasi yaitu komplikasi mikrovaskular meliputi retinopati, nefropati, neuropati. Komplikasi ini bisa mengakibatkan berkurangnya kemampuan melihat atau kebutaan, kerusakan ginjal, dan kerusakan pada saraf kaki, yang bisa mengakibatkan kaki diamputasi, dan komplikasi makrovaskular mengakibatkan resiko serangan jantung dan stroke. Faktor – faktor dari gaya hidup dapat meningkatkan resiko terkena penyakit kardiovaskular, sehingga pengaturan gaya hidup sangat penting bagi penyebab diabetes. Fenomena diatas dan tingginya jumlah penderita diabetes melitus dari tahun ke tahun, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Karakteristik Penderita Diabetes Melitus di Rawat Inap RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto” Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan rancang bangun survey.Variabel dalam penelitian ini yaitu karakteristik penderita diabetes melitus. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah rata-rata perbulan yang berjumlah 62 penderita diabetes melitus yang dirawat inap di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto dengan sampel sebanyak 54 responden. Teknik sampling yang digunakan
3
adalah simple random sampling. Pengambilan data dilakukan di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto pada tanggal 9-15 Juni 2015. Pengumpulan data dengan menggunakan data sekunder yang diperoleh dari data rekam medik status penderita diabetes melitus. Pengolahan data meliputi editing, coding, entry data, tabulating. Analisa data menggunakan distribusi frekuensi. Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden berumur >40 tahun sebanyak 44 responden (81,5%). Perubahan demografik utama yang paling berperan dalam meningkatkan prevalensi DM adalah peningkatan proporsi penduduk berusia 40 tahun atau lebih. Semakin bertambahnya umur kemampuan jaringan mengambil glukosa darah semakin menurun (Suiraoka, 2012), namun dengan kemajuan tehnologi sekarang terjadi pergeseran pola makan cenderung untuk beralih makanan cepat saji dan berlemak sehingga banyak penderita diabetes melitus berumur kurang 15 tahun. Umumnya, yang di diagnosa DM tipe 1 berumur kurang dari 20 tahun, sebaliknya penderita DM tipe 2 diketahui setelah berumur diatas 30 tahun (Soewondo,2007). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada kelompok umur 51-60 tahun (33,3%). karena pada usia ini umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis dengan cepat, sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin. Penelitian yang dilakukan Butarbutar, Hiswani dan Jemadi, (2012) juga menyebutkan proporsi tertinggi penderita DM adalah kelompok umur 51-60 tahun (41,4%). karena penderita mencari pelayanan kesehatan setelah terjadi komplikasi. Namun proporsi pada usia 61 tahun ke atas semakin menurun, kemungkinan pada kelompok umur tersebut pasien DM sudah mengalami komplikasi yang berat sehingga tidak dapat datang berobat ke rumah sakit atau kemungkinan pasien sebagian besar sudah meninggal. Semakin tua semakin berisiko terjadi diabetes melitus karena umur diatas 40 tahun mulai terjadi penurunan fungsi tubuh, baik berupa penurunan fungsi metabolik, penurunan penglihatan, dan kelemahan, sehingga terjadi defisiensi sekresi insulin karena gangguan pada sel beta prankreas dan resistensi insulin sehingga berisiko untuk terkena penyakit diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden adalah laki-laki sebanyak 30 responden (55,6%). Prevalensi dari penderita DM cenderung meningkat pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan hal ini dikarenakan kalori pria lebih banyak dibandingkan wanita, kalori yang banyak dalam tubuh akan merangsang insulin untuk bekerja lebih keras, Hasil dari penelitian yang dilakukan Lisna, (2009) ditemukan penderita diabetes melitus pada laki-laki lebih banyak 53,3% dibandingkan perempuan sebanyak 46,7% (Lisna, 2009dalam safitri, Kadrianti dan Ismail, 2013). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi pada jenis kelamin perempuan (65,0%).Penelitian yang dilakukan Butarbutar, Hiswani dan Jemadi, (2012) juga menyebutkan proporsi tertinggi penderita DM adalah perempuan (58,6%) karena hal ini menunjukkan bahwa yang lebih banyak datang berobat ke RSUD Deli Serdang adalah perempuan. Pada penelitian ini laki-laki lebih cenderung mengalami diabetes melitus, hal ini dikarenakan kalori yang ada pada laki-laki lebih banyak dan kecenderungan laki-laki
4
saat ini kurang melakukan aktifitas fisik yang menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh yang mengakibatkan abesitas, Obesitas sendiri merupakan faktor predisposisi utama penyakit diabetes melitus karena jumlah lemak yang tinggi dapat meningkatkan kalori yang lebih banyak sehingga beresiko terjadi diabetes melitus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian kecil responden adalah wiraswasta sebanyak 13 responden (24,1%). American DiabetesAssociation(2011) menyatakan bahwa aktivitas fisik memiliki manfaat yang besar karena kadar glukosa dapat terkontrol melalui aktivitas fisik serta mencegah terjadi komplikasi. Faktor pekerjaan mempengaruhi resiko besar diabetes melitus, pekerjaan ringan kurangnya aktifitas fisik menyebabkan kurangnya pembakaran energi oleh tubuh sehingga kelebihan energi dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak dalam tubuh yang mengakibatkan obesitas. (Suiraoka, 2012). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM dengan komplikasi tertinggi adalah Ibu Rumah Tangga (28,5%), karena paling banyak yang dirawat inap Di RS Vita Insani Pematang Siantar penderita DM yang bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga. Penelitian yang dilakukan Butarbutar, Hiswani dan Jemadi, (2012) juga menyebutkan proporsi tertinggi penderita DM adalah Ibu Rumah Tangga (43,5%) dan proporsi terkecil yaitu Pegawai swasta (2,7%) karena IRT yang lebih berisiko menderita DM dengan komplikasi tetapi IRT lebih banyak datang berobat ke RSUD Deli Serdang dan sesuai hasil penelitian berdasarkan jenis kelamin sebagian besar (58,6%) penderita DM adalah perempuan walaupun pekerjaan perempuan tidak hanya berpusat pada IRT. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Marsinta, Hasneli dan Dewi, (2013) yang menjelaskan bahwa proporsi tertinggi penderita DM bekerja sebagai wiraswasta seperti berdagang dan bekerja di perusahaan swasta berjumlah 31 responden (41,9%). Karena pekerjaan juga mempengaruhi resiko diabetes melitus, masyarakat yang sibuk dengan kegiatan atau pekerjaan sehari hari akan lebih beresiko terkena diabetes melitus. Hasil penelitian Gultom (2012) juga mengatakan bahwa setiap orang yang memiliki jam kerja tinggi dengan jadwal makan dan tidur tidak teratur menjadi faktor dalam meningkatnya penyakit DM. Kurang tidur dapat mengganggu keseimbangan hormon yang mengatur asupan makanan dan keseimbangan energi. Responden yang bekerja dan memiliki aktiftas yang cukup padat dan gaya hidup sehari-harinya sangat mempengaruhi faktor resiko terjadinya diabetes melitus. Berdasarkan pekerjaan responden didapatkan bahwa jumlah responden yang banyak menderita DM yaitu responden yang bekerja sebagai wiraswasta. Rata-rata berprofesi sebagai pedagang yang cenderung memiliki pekerjaan yang cukup padat dari pagi sampai malam sehingga pola istirahat dan pola makan tidak teratur yang dapat mengganggu irama sirkadian tubuh yang berperan dalam mempertahankan metabolisme gula darah dan keseimbangan energi, Sehingga dapat mengakibatkan kenaikan berat badan dan beresiko besar terkena DM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden mempunyai komplikasi penyakit kronis sebanyak 34 responden (63%). Komplikasi seperti hipoglikemia dan hiperglikemia merupakan keadaan gawat darurat yang dapat terjadi pada perjalanan penyakit diabetes melitus. Pada gilirannya dapat menimbulkan komplikasi akut berupa koma hipoglikemia dan hiperglikemia ketoasidosis ataupun non ketoasidosis. Penyulit kronik DM pada dasarnya terjadi pada semua pembuluh darah
5
diseluruh tubuh (angiopati diabetik). Untuk kemudahan angiopati diabetik dibagi dua yaitu makroangiopati (makrovaskuler) dan mikroangiopati (mikrovaskuler), walaupun tidak berarti bahwa satu sama lain saling terpisah dan tidak terjadi sekaligus (Soegondo, 2011 dalam Safitri, Kadrianti dan Ismail, 2013). Hasil dari penelitian Safitri, Kadrianti dan Ismail,(2013) menunjukkan penderita diabetes melitus sebagian besar adalah kronik sebanyak (90,0%) dan sebagian kecil sebanyak (10,0%). Penelitian yang dilakukan Nurlina,(2010) menunjukkan jumlah penderita diabetes melitus menurut komplikasi kronik menunjukkan jumlah tertinggi sebanyak (62,0%), dibandingkan komplikasi akut yaitu sebanyak (7,5%), hal ini disebabkan kurangnya kesadaran masyarakat untuk berobat sedini mungkin karena kebanyakan masyarakat atau pasien yang datang berobat jika sudah terdapat komplikasi (Nurlina, 2010). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM rata-rata mengalami komplikasi kronik (89,4%).Karena tingginya komplikasi Gastritis berkaitan dengan sebagian dari penderita DM memiliki komplikasi lebih dari satu pada umumnya disertai dengan Gastritis. Penyakit DM adalah penyakit yang juga mengenai seluruh organ tubuh termasuk juga saluran pencernaan. Penelitian yang dilakukan Butarbutar, Hiswani dan Jemadi, (2012) juga menyebutkan proporsi tertinggi penderita DM adalah pada penderita DM yang mengalami komplikasi kronik (88,2%). Karena data tersebut menunjukkan bahwa penderita DM datang memeriksakan dirinya ke RSUD Deli Serdang setelah terjadi komplikasi kronik. Pasien tidak menyadari bahwa beberapa tahun sebelumnya telah menderita DM. Responden yang mengalami penyakit DM di ruang rawat inap RSU Dr. Wahidin sudiro husodo kota mojokerto kebanyakan dengan komplikasi kronik karena hasil pemeriksaan dirumah sakit ditemukan kontrol glukosa dan tekanan darah yang tidak baik pada penderita DM. Kontrol glukosa dan tekanan darah yang baik pada penderita DM dapat mencegah dan memperlambat timbulnya komplikasi kronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden melakukan terapi Obat hipoglikemik oral (OHO)sebanyak 31 responden(57,4%). Terapi insulin pada pasien DM tipe 2 dapat dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk (HbA1C > 7,5% atau kadar glukosa darah puasa > 250 mg/dL), riwayat pankreatektomi, atau disfungsi pankreas, riwayat fluktuasi kadar glukosa darah yang lebar, riwayat ketoasidosis, riwayat penggunaan insulin lebih dari 5 tahun, dan penyandang DM lebih dari 10 tahun (Safitri,Kadrianti dan Ismail, 2013). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM rata-rata menjalani pengobatan OHO (63,4%). Karena tingginya pengobatan dengan menggunakan OHO berkaitan dengan penderita yang di rawat inap di RS Vita Insani tahun 2011 hampir seluruhnya (99,2%) adalah penderita DM tipe 2. Penelitian yang dilakukan Butarbutar, Hiswani dan Jemadi, (2012) juga menyebutkan proporsi tertinggi penderita DM mendapat pengobatan dengan Obat Hipoglikemik Oral (OHO) (67,4%). Data tersebut menunjukkan tingginya penggunaan OHO karena proporsi penderita DM tipe 2 juga yang di rawat inap di RSUD Deli Serdang. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa penderita DM tipe 2 yang telah terjadi komplikasi dianjurkan untuk mendapat terapi OHO, sedangkan kombinasi OHO dan insulin diberikan jika dengan pemberian OHO dosis maksimal tidak dapat mengontrol kenaikan kadar gula darah, kemudian pemberian kombinasi terapi ini bertujuan untuk memberikan insulin dengan dosis yang
6
lebih rendah dibandingkan bila insulin diberikan sebagai terapi tunggal yang mana dapat menimbulkan hipoglikemia. Responden dalam penelitian ini banyak yang menggunakan terapi Obat hipoglikemik oral (OHO), hal ini dikarenakan banyak responden yang menderita Diabetes Melitus tipe 2. Terapi insulin pada pasien terutama pada penderita DM tipe 2 dimulai antara lain untuk pasien dengan kegagalan terapi oral, kendali kadar glukosa darah yang buruk. Penderita DM yang dirawat inap di RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto kemungkinan telah mengalami kegagalan terapi oral, memiliki kendali kadar glukosa yang buruk atau telah menderita DM dalam waktu yang lama sehingga sebagian dari penderita mendapat suntikan insulin disamping terapi OHO. Penderita DM tipe 2 yang mendapat terapi insulin disamping terapi OHO adalah penderita yang mengalami komplikasi akut seperti Diabetik Ketoasidosis dan Hiperglikemia, juga penderita DM yang mengalami komplikasi kronik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruh responden mengalami diabetes melitus tipe 2 (NIDDM) sebanyak 48 responden (88,9%). Pada umumnya diabetes melitus banyak terjadi pada diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. Diabetes melitus tipe 1 adalah diabetes melitus yang tergantung dengan insulin disebabkan kekurangan produksi insulin. Diabetes melitus tipe 2 adalah diabetes melitus yang tidak tergantung pada insulin akibat kegagalan relatif sel beta langerhans dikelenjar pangkreas sehingga produksi insulin yang terjadi dengan kualitas rendah tidak mampu merangsang sel tubuh menyerap gula darah, misalnya karena obesitas, pola makan yang tidak benar (Kristanti, 2013). Hasil penelitian Safitri, Kadrianti dan Ismail, (2013) menunjukkan bahwa penderita diabetes melitus sebagian besar tipe 2 yaitu sebanyak (90.0%) karena penderita DM tipe 2 diketahui setelah berumur diatas 30 tahun. Resiko DM tipe 2 meningkat sejalan dengan bertambahnya umur (Soewondo, 2007), sebagian kecil tipe 1 yaitu sebanyak (10,0%) karena penderita DM tipe 1 di diagnosa pada saat berumur kurang 20 tahun jadi jika ditemukan mulai usia dini pencegahan dapat teratasi. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sinaga, Hiswani dan Jemadi, (2011) yang menjelaskan bahwa proporsi penderita DM rata-rata mengalami DM tipe 2 (99,2%). Karena DM tipe 2 sering ditemukan pada kelompok umur ≥ 40 tahun dan kejadiannya meningkat disebabkan oleh berbagai hal seperti bertambahnya usia harapan hidup, berkurangnya kematian akibat infeksi dan meningkatnya faktor risiko yang disebabkan karena gaya hidup yang salah, seperti kegemukan, kurang berolahraga dan pola makan tidak sehat. Penelitian yang dilakukan Butarbutar, Hiswani dan Jemadi, (2012) juga menyebutkan proporsi terbesar DM Tipe 2 sebesar (96,2%). Karena penderita DM yang dirawat inap di RSUD Deli Serdang waktu penelitian paling banyak mengalami diabetes melitus tipe 2. Hampir seluruh penderita DM mengalami DM tipe 2, karena penderita DM ratarata sudah memasuki berumur dewasa akhir >40 tahun dan hanya sebagian kecil yang mengalami DM tipe 1. Hal ini disebabkan karena pada DM tipe 2 kebanyakan ditemukan setelah usia <40 tahun karena berhubungan dengan kerusakan organ dan faktor gaya hidup dan biasanya terdapat pada orang yang obesitas pola makannya yang tidak sehat.
7
Simpulan Hasil penelitian yang dilakukan, karakteristik penderita diabetes melitus di rawat inap RSU Dr. Wahidin Sudiro Husodo Kota Mojokerto rata-rata berumur >40 tahun berjenis kelamin laki-laki dan berprofesi sebagai wiraswasta. Karakteristik lain sebagian besar mempunyai komplikasi penyakit kronis, melakukan terapi Obat Hipoglikemik Oral (OHO) dan mengalami diabetes mellitus tipe 2 (NIDDM). Rekomendasi Penelitian ini dapat digunakan sebagai pengembangan program terkait pelayanan khusus DM dan rumah sakit hendaknya dapat menambah pelayanan khusus untuk penyakit diabetes melitus. Dapat digunakan dalam perencanaan kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat. Peneliti selanjutnya dapat mengembangkan konsep atau melakukan penelitian tentang karakteristik penderita diabetes melitus secara komplek pada pasien yang masih menjalani rawat inap. Alamat Correspondensi : - Alamat rumah : Suboh Situbondo - Email :
[email protected] - No. HP : 082301582902
8