PENGARUH SUBSTITUSI PORSI HIJAUAN PAKAN DALAM RANSUM DENGAN NANAS AFKIR TERHADAP PRODUKSI DAN KUALITAS SUSU PADA SAPI PERAH LAKTASI (The Effect of Forage Feed Substitution with Rejected Pineapple on Milk Yield and Quality in Lactating Dairy Cows) Herawati Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian Magelang, Magelang
ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengkaji pengaruh substitusi hijauan pakan dengan nanas afkir dalam ransum sapi FH laktasi terhadap kuantitas dan kualitas susu. Penelitian menggunakan 20 ekor sapi FH laktasi. Sapi dibagi dalam 4 kelompok, dan menerima ransum percobaan dengan tingkat konsumsi bahan kering harian yang setara dengan 3% bobot badan. Tingkat substitusi nanas afkir dalam ransum adalah 0%, 25%, 50% dan 75% dari total porsi hijauan pakan, yang berupa rumput gajah (Pennisetum purpureum). Setelah selama satu minggu masa adaptasi terhadap ransum percobaan, semua sapi disubjekkan pada 3 periode pengamatan dengan 20 hari untuk setiap periode. Pengamatan difokuskan pada produksi susu harian (liter/hari), kadar lemak susu, persentase ‘total solid’ dan ‘solid non fat’ susu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi hijauan pakan dengan nanas afkir secara nyata (P<0,01) meningkatkan produksi susu harian, kadar lemak susu, persentase ‘total solid’ dan ‘solid non fat’ susu. Nanas afkir dapat disubstitusikan dalam ransum sapi laktasi sampai 50% dari total porsi hijauan. Kata kunci : nanas afkir, produksi, kualitas, susu, sapi laktasi ABSTRACT The aim of the research was to clarify the effect of forage feed substitution with rejected pineapple in the ration on milk quantity and quality in lactating cows. The research used 20 lactating FH cows that were divided randomly into 4 groups. Each cow received the experimental diet with daily dry matter consumption at a level of 3% of their body weight. Levels of rejected pineapple in the portion of Pennisetum purpureum were 0%, 25%, 50% and 75%. After one week of adaptation to experimental diet, each cow was subjected to 3 period observations with 20 days each. The observation was focused on daily milk production (l/d), milk fat concentration, milk total solid and solid non fat. The results showed that forage feed substitution with rejected pineapple in the ration significantly increased (P<0.01) daily milk production, milk fat concentration, percentage of milk total solid and solid non fat. It was suggested that rejected pineapple could be substituted in the ration of lactating cows up to 50% of total portion of Pennisetum purpureum.
Keywords : rejected pineapple, production, quality, milk, lactating cows
56
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
PENDAHULUAN Menurut Siregar (1990), konsumsi susu perkapita di negara-negara berkembang termasuk Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, tetapi pada tahun 2000 seiring dengan krisis moneter, dibanding dengan negara Asia tenggara lainnya , tingkat konsumsi susu per kapita di Indonesia masih dibawah dari Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Meskipun tingkat konsumsi susu di Indonesia lehih rendah, ternyata hal ini juga tidak diimbangi dengan produksi susu dalam negeri sehingga belum mampu memenuhi jumlah kebutuhan susu tiap tahunnya. Kekurangan produksi susu dalam negeri diimbangi dengan impor dari negara lain. Dirjen Peternakan melaporkan bahwa produksi susu pada tahun 2000 masih belum mampu untuk mensuplai sampai dengan 50 % kebutuhan dalam negeri. Persoalan yang perlu dipikirkan adalah bagaimana meningkatkan produksi dan kualitas susu dengan jalan pengembangan produktivitas ternak sapi perah secara intensif. Salah satu kendala klasik di Indonesia dan juga menjadi salah satu masalah penting dalam usaha sapi perah adalah ketersediaan pakan yang tidak cukup sepanjang tahun terutama komponen hijauan makanan ternak. Oleh karena itu perlu diupayakan cara untuk dapat menyediakan pakan yang cukup dengan harga relatif murah, mudah didapat dan tanpa mengesampingkan mutu gizi bagi sapi perah itu sendiri sehingga dapat meningkatkan produksi dan kualitas air susu. Menurut Siregar (1990), pakan sapi perah yang ideal terdiri tas hijauan dan konsentrat dengan imbangan 60 : 40. Ini berarti bahwa untuk memproduksi susu, sapi perah membutuhkan hijauan lebih banyak dibandingkan dengan pakan konsentrat. Persediaan rumput yang merupakan sumber pakan hijauan utama di Indonesia sangat dipengaruhi oleh musim, pada musim penghujan tanaman hijauan tumbuh dengan baik, sehingga kebanyakan kebutuhan pakan hijauan ternak dapat terpenuhi, akan tetapi pada musim kemarau peternak biasanya menggunakan limbah-limbah pertanian yang tersedia di sekitarnya untuk mengatasi kekurangan hijauaan. Diantara limbah-limbah pertanian yang sering digunakan oleh peternak adalah jerami padi, jerami jagung, jerami kedelai dan
tanaman leguminosa, namun ketersediaan pakan limbah pertanian inipun jga tergantung musim sehingga perlu mencari alternatif pakan yang mudah diperoleh, harga murah dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia, yaitu dengan menggunakan nanas afkir. Produksi nanas di Indonesia pada tahun 1992 adalah 251.262 ton, meningkat menjadi 681.435 ton pada tahun 1995 dan meinngkat lagi menjadi 956.568 ton pada tahun 1998, dengan keadaan layak jual hanya 28 % dari total produksi (Anonimus,1999). Akhir-akhir ini nanas dibudidayakan secara intensif sehingga menghasilkan nanas yang melimpah, dan hanya nanas masak dan sehat saja yang dikonsumsi manusia, sehingga menghasilkan nanas afkir yang cukup banyak. Nanas afkir yaitu nanas dari hasil sisa pemilihan nanas yang baik. Menurut Rohayani (2001), pemberian nanas afkir sebagai substitusi hijauan sebanyak 25 % ternyata, mampu meningkatkan kualitas susu, namun belum mampu meningkatkan produksi susu. Nanas afkir dapat meningkatkan kualitas susu karena nanas banyak mengandung zat karbohidrat yang terdiri atas jenis gula tunggal misalnya glukosa 1-2 %; fruktosa 0,6 - 2,33 %; dan sukrosa 5,9-12 % (Rismunandar,1983). Nanas afkir mengandung bahan kering 19,9 %; protein kasar 13,33 %; lemak kasar 10,206 %; serat kasar 35,99 %; bahan ektstrak tanpa nitrogen 28,83 %; dan abu 11,52 % (Rohayani, 2001). Dengan mempertimbangkan kandungan zat gizi dari nanas afkir tersebut, sudah cukup untuk memenuhi zat gizi sapi perah. Selain itu, konsumsi serat kasar yang meningkat diduga akan meningkatkan pembentukan asam lemak susu yang pada akhirnya akan menyebabkan kadar lemak susu meningkat. Dengan meningkatnya lemak susu maka akan meningkatkan total bahan padat dan kualitas susu. Produksi susu dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan. Faktor genetik yang mempengaruhi adalah bangsa, individu, masa laktasi, umur dan berat badan. Faktor lingkungan yang mempengaruhi adalah pakan, lama pengeringan, keadaan tubuh waktu beranak, frekuensi pemerahan, temperatur dan penyakit ( Ensminger,1969). Menurut Eckles (1979), puncak produksi susu yang maksimal dapat dicapai jika suplai nutrisi cukup. Kualitas dan kuantitas pakan sapi perah sangat berpengaruh
The Effect of Rejected Pineapple Substitution in Lactating Dairy Cows (Herawati)
57
terhadap kulitas dan kuantitas susu. Sapi yang kekurangan energi dan protein akan menyebabkan produksi susu turun karena pakan yang masuk rumen akan mengalami proses degradasi/proteolisis menjadi peptida dan asam –asam amino untuk disuplai ke seluruh tubuh dan terkhir selanjutnya mengalami deaminasi menghasilkan amonia, CO2 dan asam lemak volatil ( Bath et al., 1985). Kualitas susu yang baik mempunyai berat jenis minimal 1,027 pada sushu 27,5 “C, kadar lemak minimal 2,8 % (Sinduredjo, 1960). Susu merupakan salah satu bahan makanan yang mengandung protein untuk pertumbuhan manusia dengan kadar protein 3,2 %, laktosa 4,7 %, air 87,2 % dan lemak 3,6 %. Komposisi susu ini bervariasi dan dipengaruhi oleh bangsa sapi, lingkungan dan manajemen (Porter,1975). Namun susu harus memenuhi standar kualitas minimal seperti yang tercantum dalam peraturan pemerintah (SK Dirjen N0.17/KPTS/DJ.P/ Deptan/83). Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji substitusi nanas afkir pada subtitusi hijauan terhadap produksi dan kualitas susu sapi FH laktasi.
MATERI DAN METODE Materi Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 5 ekor sapi perah untuk masing-masing perlakuan dan kontrol dengan laktasi ketiga dan keempat dengan berat badan 325- 430 kg, umur 4 sampai 6 tahun, produksi susu rata-rata per ekor 7-8 liter perhari. Kandang dengan panjang 25 m, lebar
kandang 13 m dengan tipe satu baris. Rangsum sapi perah dengan perbandingan hijauan dengan konsentrat 60 : 40 dari bahan kering. Bahan kemikalia yang digunakan dalm penelitian ini adalah asam sulfat 92 %, amylalkohol, HCl, alkohol 95 %, NaOH 0,1 N. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : lactodensimeter, butirometer, pipet 11 ml, pipet 10 ml, pipet 1 ml, centrifuge. Metode Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu : tahap penyesuaian terhadap pakan percobaan dan tahap pengumpulan data. Pada tahap penyesuaian, sapi ditempatkan di kandang dan diberi pakan dengan nanas afkir selama seminggu sebelum penelitian. Pada tahap pengumpulan data, bahan pakan subtitusi dianalisis proksimat untuk mengetahui komposisi giziya. Tahap ini dilakukan dalam tiga periode, masing-masing periode selama 20 hari. Dua puluh ekor sapi perlakuan secara acak dibagi dalam 4 kelompok. Masing-masing kelompok ditimbang pada tiap awal periode, dan mendapatkan ransum perlakuan : P1 : (100 % rumput gajah + 0 % nanas afkir) + pakan konsentrat P2 : (75 % rumput gajah + 25 % nanas afkir) + pakan konsentrat P3 : (50 % rumput gajah + 50 % nanas afkir) + pakan konsentrat
Tabel 1. Komposisi Zat Gizi Rumput Gajah, Nanas Afkir dan pakan Konsentrat*) Dari bahan kering
Rumput gajah1
Nanas afkir2
Konsentrat2
------------------------------------- % -------------------------------------Bahan kering
21,0
19,9
66
Proten kasar
9,6
13,33
21,96
Lemak kasar
1,9
10,206
12,12
Serat kasar
32,7
35,99
18,18
BETN
45,2
28,83
35,606
Abu
10,7
11,52
12,12
*) Berdasarkan bahan kering. 1 = Siregar (1990) 2 = Hasil analisis proksimat
58
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
P4 : 100 % rumput gajah + 0% nanas afkir) + pakan konsentrat Pada masing-masing pakan perlakuan, imbangan hijauan dan konserat yang diberikan adalah 60 : 40 berdasarkan kebutuhan bahan kering. Masing-masing pakan perlakuan diberikan pada sapi dengan tingkat konsumsi bahan kering harian yang setara dengan 3% bobot badan. Nanas afkir diberikan pada sapi dalam bentuk cacahan. Konsumsi rumput gajah, nanas afkir dan konsentrat ditimbang setiap hari. Air minum diberikan secara ad libitum. Kuantitas susu diukur setiap hari dalam dua kali pemerahan pagi dan sore dalam satuan liter selama 3 periode, tiap periode adalah 20 hari. Pengukuran kadar lemak, bahan kering tanpa lemak, berat jenis dan suhu, ‘total solid’ (TS) dan ‘solid non fat’ (SNF) susu dari hasil pemerahan pagi dilakukan dari awal periode sampai akhir periode. Pengukuran berat jenis dan suhu susu dilakukan dengan cara memasukkan susu ke dalam gelas ukur 500 ml sebanyak tiga perempat, kemudian diaduk dan dituangkan ke dalam gelas ukur 500 ml lain supaya lemaknya merata. Lactodensimeter dimasukkan ke dalam gelas ukur secara perlahan-lahan sehingga susu mencapai ke permukaan gelas ukur.Lactodensimeter setelah berada ditengahtengah skala dan suhu lactodensimeter bisa dibaca. Pengukuran kadar lemak susu dilakukan pada setiap awal dan periode penelitian yang diuji dengan metode Gerber (Hadiwijoto,1982). Cara mengukur kadar lemak yaitu air susu diaduk perlahan-lahan sehingga lemak merata kemudian pipet berukuran 10 ml diisi dengan asam sulfat pekat 10 ml dimasukkan
ke dalam butyrometer. 11 ml air susu dimasukkan ke dalam butyrometer dengan hati-hati melalui dinding, kemudian ditambahkan 1 ml amyl alkohol. Butyrometer disumbat dengan karet kemudian dibolak-balik dan berwarna coklat kehitaman.Butyrometer digenggam tangan dengan kain, karet ditekan dengan ibu jari tangan, dikocokkocok agar lemak larut dengan sempurna. Butyrometer dibalik (karet dibawah) dimasukkan dalam air panas 70°C selama 10 menit kemudian dilakukan sentrifugasi, setelah itu dimasukkan dalam air panas 70° C lagi selama 5 menit. Pengukuran TS dan SNF susu dihitung dengan sebuah persamaan (Hadiwiyoto,1982). TS (%) = SNF + F SNF (%) = 0,25 L + (0,2 X F) F = Kadar lemak (%) L = Berat jenis terkoreksi (pada suhu 27,5°C) Data yang diperoleh dianalisis dengan analisa variansi rancangan acak lengkap, dan dilanjutkan diuji dengan ‘Duncan’s multiple range test’ apabila didapatkan perbedaan nyata diantara perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Susu Tabel 2 menjelaskan rata-rata produksi susu harian sapi dari masing-masing perlakuan. Analisis variansi terhadap data produksi susu tersebut menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,01) pada berbagai perlakuan penambahan nanas afkir. Pada produksi susu harian P2, P3 dan P4 menunjukkan
Tabel 2. Rata-rata Produksi Susu pada Berbagai Perlakuan Substitusi Nanas Afkir Perlakuan
Periode 1
2
Rata-rata 3
-------------------- liter/ekor/hari -------------------P1
7,3
7,6
6,9
7,26a
P2
7,2
8,0
7,5
7.56b
P3
7,6
7.,8
7,6
7,66bc
P4
7,4
7,2
7,4
7,33b
Huruf superskrip yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01).
The Effect of Rejected Pineapple Substitution in Lactating Dairy Cows (Herawati)
59
perbedaan yang nyata atau terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan produksi P1. Peningkatan produksi susu harian tersebut diduga sebagai akibat terjadinya peningkatan konsumsi serat kasar (Tabel 1).Konsumsi serat kasar yang meningkat akan meningkatkan VFA dalam rumen. Asam propionat selanjutnya diubah menjadi glukosa (Etgen et al., 1987). Glukosa berfungsi sebagai sumber energi utama bagi ternak. Rendahnya asam propionat akan menyebabkan kadar glukosa menjadi rendah sehingga energi yang dibutuhkan untuk produksi susu menjadi rendah. Dari hasil penelitian ternyata penurunan produksi susu juga diikuti dengan naiknya kadar lemak susu masing-masing perlakuan. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Sinduredjo (1960) bahwa turunnya produski susu akan diikuti dengan kenaikan kadar lemak susu. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat dari Schmidt dan Vleck (1974) serta Anggorodi (1979) yang menyatakan bahwa terdapat korelasi negatif antara produksi susu dengan kadar lemak, SNF, kadar protein dari sapi perah selama masa laktasi yang artinya bahwa produksi susu akan turun tetapi jumlah dari komponen susu akan meningkat. Dari hasil penelitian juga dapat diketahui bahwa subtitusi antara hijauan dengan nanas afkir akan optimal apabila porsi subtitusinya adalah 50 %. Hal ini diduga karena kandungan asam propionat di dalam pakan itu terpenuhi dengan optimal atau pakan yang berserat kasar rendah dan konsentrasi tinggi di dalam rumen lebih banyak sehingga glukosa meningkat, asam lemak turun dan produksi meningkat ( Etgen et al., 1987). Hasil penelitian tersebut tampak bahwa produksi susu perlakuan P3 lebih tinggi daripada P2, dan produksi susu perlakuan P2 lebih
tinggi daripada P4, serta produksi susu perlakuan P4 lebih tinggi daripada P1 (P3> P2 >P4 > P1). Perlakuan P3 merupakan prosi subtitusi ideal untuk menghasilkan kualitas susu dan kuantitas susu karena pada perlakuan yang lain faktor seperti palatabilitas dan kandungan gizi berpengaruh pada produksi susu sapi perah. Menurut Kartadisastra (1997), palatabilitas merupakan sifat performansi bahan pakan yang dicerminkan oleh karakteristik organoleptiknya seperti kenampakan, bau, dan tekstur mempengaruhi daya tarik untuk mengkonsumsi. Selera mempengaruhi stimulasi ternak untuk mengkonsumsi sehingga pada subtitusi selain perlakuan P3 justru menekan selera sapi perah. Kandungan zat gizi sangat berpengaruh terhadap konsumsi pakan terutama kandungan energi pakan. Kandungan energi berbanding terbalik dengan tingkat konsumsinya. Semakin tinggi kandungan energi dalam pakan, tingkat konsumsi pakan semakin menurun ( Kartadisastra, 1997). Kadar lemak susu Tabel 3 menjelaskan pengaruh substitusi hijauan pakan dengan nanas afkir terhadap kadar lemak susu. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan substitusi hijauan pakan dengan nanas afkir berpengaruh nyata (P<0,01). Kadar lemak susu perlakuan P2 bila dibandingkan dengan perlakuan P1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Kadar lemak susu perlakuan P3 dan P4 bila dibandingkan dengan kadar lemak susu perlakuan P1 menunjukkan perbedaan yang nyata atau terdapat peningkatan kadar lemak. Terjadinya peningkatan kadar lemak disebabkan karena adanya peningkatan konsumsi serat kasar ( Tabel 1). Hal ini sesuai dengan pendapat
Tabel 3. Rata- rata Kadar Lemak Susu pada Berbagai Perlakuan Substitusi Nanas Afkir Periode Perlakuan
1
Rata-rata
2
3
-------------------------------------- % --------------------------------------P1
3,85
3,95
3,75
3,85a
P2
3,75
3,70
3,80
3,75a
P3
4,90
4,60
4,50
4,67b
P4
4,50
4,60
4,50
4,53b
Huruf superskrip yang bebeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,01).
60
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
Etgen et al. (1987) bahwa pakan dengan serat kasar tinggi akan meningkatkan lemak susu. Serat kasar akan difermentasi oleh mikroorganisme di dalam rumen dan menghasilkan asam asetat, asam butirat, asam propionat, dan asam lemak volatil lain. Produksi asam asetat yang meningkat akan meningkatkan kadar lemak. Pendapat tersebut diperkuat oleh Miller (1979), asam asetat dan asam butirat merupakan prekursor asam lemak susu sedangkan asam propionat di dalam jaringan tubuh diubah menjadi glukosa yang merupakan penyusun laktosa dan merupakan prekursor gliserol lemak susu. Lampert (1975) menyatakan bahwa kadar serat kasar yang meningkat akan meningkatkan pembentukan asam lemak sebanyak 85,5 % yang pada akhirnya akan menyebabkan kadar lemak susu meningkat. Hasil penelitian ini juga menjelaskan bahwa substitusi nanas afkir sampai 25 % dari porsi hijauan
perlakuan P1 tidak berbeda nyata dengan perlakuan P2, namun persentase TS perlakuan P3 dan P4 menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05) bila dibandingkan dengan perlakuan P1. Perbedaan yang nyata ini disebabkan adanya peningkatan konsumsi serat kasar (Tabel 1). Konsumsi serat kasar yang meningkat akan meningkatkan kadar lemak susu. Perbedaan yang nyata ini juga disebabkan oleh peningkatan konsumsi pakan sehingga konsumsi glukosa meningkat. Glukosa di dalam tubuh diubah menjadi laktosa susu. Peningkatan lemak dan laktosa akan meningkatkan persentase TS. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1982) bahwa total bahan padat merupakan jumlah kadar lemak susu dan bahan padat tanpa lemak (‘solid non fat’; SNF) yang tersusun atas protein, lemak, laktosa, vitamin dan mineral. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Suparno
Tabel 4. Rata rata ‘Total Solid’ pada Berbagai Perlakuan Substitusi Nanas Afkir Periode Perlakuan
1
2
3
Rata-rata
-------------------------------------- % --------------------------------------P1
11,326
11,465
11,231
11,343a
P2
11,075
11,367
11,232
11,224a
P3
12,774
12,821
12,567
12,722b
P4
12,564
12,345
12,506
12,473b,c
Huruf superskrip yang bebeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
pakan belum mampu meningkatkan kadar lemak, namun substitusi nanas afkir sampai 50 % dan 75 % dari porsi hijauan pakan dapat meningkatkan kadar lemak susu. Dari 3,85 % menjadi 4,67 % dan 4,53 %. Kadar lemak susu perlakuan P3 dan P4 sudah sesuai dengan standard kualitas susu yang ditetapkan oleh pemerintah yaitu yaitu sebesar 2,8 %. Persentase ‘Total Solid’ Susu Pengaruh perlakuan substitusi nanas afkir terhadap persentase ‘total solid’ susu dijelaskan pada Tabel 4. Hasil analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan substitusi nanas afkir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rata-rata persentase TS. Hasil uji DMRT menunjukkan bahwa persentase TS
(1992) bahwa peningkatan lemak susu dan peningkatan SNF menyebabkan bahan kering susu meningkat. Persentase TS perlakuan P2 apabila dibandingkan dengan persentase TS perlakuan P1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata. Hal ini diduga karena subtitusi hijauanpakan dengan nanas afkir hanya 25 % sehingga kadar glukosanya juga mengalami penurunan. Konsumsi glukosa yang menurun tidak dapat meningkatkan persentase TS susu (Hadiwiyoto,1982). Persentase ‘Solid Non Fat’Susu Tabel 5 menunjukkan pengaruh substitusi hijauan pakan dengan nanas afkir terhadap
The Effect of Rejected Pineapple Substitution in Lactating Dairy Cows (Herawati)
61
persentase ‘solid non fat’ (SNF) susu. Analisis variansi menunjukkan bahwa perlakuan substitusi nanas afkir berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap perbedaan rata-rata persentase SNF susu. Persentase SNF susu perlakuan P2 dengan P1 tidak menunjukkan perbedaan yang nyata, tetapi persentase SNF susu perlakuan P3dan P1 menunjukkan perbedaan yang nyata. Persentase SNF susu perlakuan P4bila dibandingkan dengan P1 dan P2 menunjukkan perbedaan yang nyata atau terjadi peningkatan persentase SNF susu. Dilain pihak, apabila dibandingkan dengan persentase SNF susu perlakuan P3 tidak meunjukkan perbedaa yang nyata. Perbedaan yang nyata ini diduga karena terjadi peningkatan laktosa susu dan jumlah asam propionat. Asam propionat berasal dari konsumsi serat kasar. Asam propionat di dalam jaringan tubuh diubah menjadi glukosa yang merupakan penyusun laktosa susu.hal ini sesuai dengan pendapat Hadiwiyoto (1982) bahwa SNF terdiri daroi protein, laktosa hasil perubahan asam propionat, mineral dan vitamin susu. Perbedaan yang tidak nyata disebabkan karena turunnya laktosa sehingga menyebabkan persentase SNF susu menjadi menurun. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa subtitusi hijauan pakandengan nanas afkir yang optimal adalah dengan perbandingan 50 % : 50 %. Pada subtitusi hijauan dengan nanas afkir dengan perbandingan 75 % : 25 % justru mengalami penurunan. Hal ini diduga karena terjadi penurunan laktosa susu sehingga persentase SNF susu juga mengalami penurunan.
KESIMPULAN DAN SARAN Nanas afkir dapat digunakan sebagai bahan subtitusi hijauan pakan pada ransum sapi perah laktasi. Substitusi porsi rumput gajah dengan nanas afkir sebanyak 50% akan meningkatkan kualitas susu dan produksi susu. Substitusi nanas afkir sampai 75 % dari total porsi rumput gajah dalam ransum akan menurunkan produksi susu dan kualitas susu. Subtitusi rumput gajah dengan nanas afkir dapat diberikan apabila terjadi kekurangan hijauan makanan ternak, seperti pada musim kemarau.
DAFTAR PUSTAKA Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT Gramedia, Jakarta Anonimus,1999. Investasi Agribisnis Komoditas unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Penerbit Kanisius Yogyakarta. Bath, D.L., F.N. Dickinson, H.A. Tuncker, and R.D. Ampleman, 1985. Dairy Cattle Principles Practices, Problems, Profit. 3rd ed. Lea and Febiger, Phliadelphia. Eckles,C.H, 1979. The Ration and Age of Calving as Factor Influence Growth and Dairy Genetic of Cow. Missouri Agr. Expt. Sta. Bull.
Tabel 5. Rata-rata Solid Non Fat (SNF) susu pada berbagai perlakuan penambahan nanas afkir (%) Periode Perlakuan
1
2
3
Rata-rata
-------------------------------------- % --------------------------------------P1
7,476
7,356
7,065
7,299a
P2
7,367
7,214
7,147
7,242a
P3
7,865
7,367
7,412
7,968b
P4
7,435
7,567
7,831
7,611b,c,d
Huruf superskrip yang bebeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).
62
J.Indon.Trop.Anim.Agric.28(2) June 2003
Ensminger,1969. Animal Science. 6th ed., The Interstate Inc. Danville, Illinois.
Rismunandar, 1983. Membudidayakan Tanaman Buah-buahan. Sinar Baru, Bandung.
Etgen, W.M, and P.M. reaves, 1978. Dairy Cattle Feeding and Management.6th ed., John Willey and Sons, New york, Brisbane, Toronto.
Rohayani,I, 2001. Pengaruh Subtitusi Hijauan Dengan Nanas Afkir Terhadap Produksi, Sapi Perah Friesian Kadar lemak, Total Solid dan Solid Non Fat Susu Holstein. Fakultas Pertanian, Jurusan Peternakan Universitas Wangsa Manggala, Yogyakarta.
Hadiwiyoto, S , 1982. Teknik Uji Mutu Susu dan hasil Olahannya. Liberty, Yogyakarta. Kartadisatra, H.R.,1997.Penyediaan dan Pengelolaan Pakan ternak Ruminansia. Penerbit Kanisius .Yogyakarta
Schmidt,G.H and L.D.V.Vleck, 1974. Principles of Dairy
Lampert, L.M., 1975. Modern Dairy Product. Gumsia Publ. House (P), Ltd. Ram Negar, New Delhi.
Sinduredjo,S, 1960. Pedoman Perusahaan Pemerahan Susu. Fakultas Kedokteran Hewan dan Peternakan , Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Miller, W,J. 1979. Dairy Cattle Feeding and Nutrition. Academy Press. Inc. Oralndo.W.H. Freeman and Co. San Fransisco. Porter, V,W,G. 1975. Milk and Dairy Food. Oxford University Press, London
Science. Freeman and Co. San Fransisco.
Sudono,A, 1982. Pola pemeliharaan Sapi Perah Indonesia. Seminar masional sapi perah, Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah mada, Yogyakarta.
The Effect of Rejected Pineapple Substitution in Lactating Dairy Cows (Herawati)
63