Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya Dengan
KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI JAKARTA PUSAT DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBATALAN PUTUSAN ARBITRASE INTERNASIONAL DITINJAU DARI KASUS ANTARA KARAHA BODAS COMPANY, PERTAMINA DAN PLN Hendra, Gunawan Widjaja, Hardijan Rusli ABSTRACT Freedom of contract gives flexibility to litigants in determining choice of law, choice of jurisdiction, and choice of domicile. In the unlimited business era nowadays, arbitration is a very popular forum for businessmen in many countries in settling civil disputes outside the courts, because of the simple procedure and relatively fast result compared to the court procedure. Besider the arbitration award is not for public exposure, which is very important for the businessmen who their credibility. On the other hand, businessmen who have won the case are when it comes to the enforcement of the arbitration award which have to involve the court. The most common thing that happened is that mostly the losing party will ask for a annulment or refusal of the arbitration award in the country where the award will beexecuted. In Indonesia, according to the article 70, 71, and 72 Undang-Undang No. 30/1999 concerning arbitration and alternative dispute resolutions, the authority to annul an arbitration award is in the hand of the district court. In article 70 Undang-Undang No. 30/1999 it is mentioned that the parties can file an application to annul an arbitration award if any of the following conditions are alleged to exist : 1.
Letters or documents submitted at the hearings are acknowledged to be false or forged or are declared to be forgeries after the award has been rendered;
2.
After the award has been rendered there are documents found which are decisive in nature and which deliberately concealed by the opposing party; or
Law Review, Fakultas Hukurn Universitas Pelila Harapan,
Vol. Ill, No. 3, Maret 2003
21
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dulam Kaitannya Dengan 3.
The award was rendered as result of fraud committed parties to the dispute.
by one of the
In the Case between Karaha Bodas Company, PERTAMINA, and PLN, the District Court of Central Jakarta has an authority to annul the Geneva arbitration award according to is only valid the conditions in article 70 Undang-Undang No. 30/J999, but the annulment award can only be used in the Indonesian law territory, it is not an obligation for other courts in other countries to the follow the annulment award, due to State Sovereignty of every country. An annulment of Geneva arbitration award, in order to admitted and enforced by each country, must be done by the court in Geneva, Swiss in which the arbitration award has been given, or according to the law by which the award has been given. This is according to article V (])e New York Convention 1958. Keywords:Freedom of Contract; Award; Choice of Law; Choice of Juridisdiction; Choice of Domicile; Arbition; Civil Disputes; Court Procedure Enforcement of The Arbitration Award. Pendahuluan
compromittendo dan akta kompromis
Arbitrase adalah cara penyelesaian
hanya terletak pada saat pembuatan
suatu sengketa perdata di luar
perjanjian, namun dari segi perjanjian
peradilan umum yang didasarkan pada
keduanya tidak ada perbedaan.
perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis
oleh
perjanjian
arbitrase dalam perjanjian para pihak,
Untuk mengadakan
maka apabila terjadi suatu sengketa
suatu proses arbitrase, dalam perjanjian
yang lahir dari perjanjian para pihak
para pihak yang menjadi sengketa
tersebut, sengketa harus diselesaikan
harus memuat perjanjian arbitrase yang
melalui proses arbitrase dan kemudian
berupa klausula arbitrase yang dibuat
dalam suatu
secara tertulis baik sebelum sengketa
pemeriksaan arbitrase akan dihasilkan
terjadi 2 maupun setelah sengketa
suatu putusan arbitrase. Berdasarkan
terjadi3, perbedaan antara pactum de
pada tempat di mana putusan arbitrase
bersengketa.
1
pihak
adanya
yang
1
para
Dengan
Pasal Ibutir 1 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Altematif Penyelesaian Sengketa. ' Pactum de Comprominttendo. 1 Akta Kompromis 22
proses akhir
dari
dihasilkan, putusan abitrase dibedakan dalam 2 (dua) macam, yaitu putusan
Law Review. Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. III. No.i, Marei 2003
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya Dengan
arbitrase nasional" dan putusan arbitrase internasional5. Terhadap suatu putusan arbitrase yang telah dihasilkan, pihak yang dikalahkan, apabila tidak puas dapat meminta pembatalan putusan arbitrase yang telah dibuat di negara tempat putusan arbitrase tersebut akan dilaksanakan. Dalam upaya hukum ini diperlukan keterlibatan pengadilan, yang dianggap sebagai pihak yang mempunyai wewenang dalam pembatalan putusan arbitrase. Di Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (selanjutnya disebut Undang-Undang Arbitrase) bahwa kewenangan pembatalan terhadap suatu putusan arbitrase ada pada pengadilan negeri, hal ini diatur dalam Pasal 70, 71 dan Pasal 72 Undang-Undang Arbitrase. Unsur-unsur yang menyebabkan suatu
putusan
arbitrase
dapat
dimohonkan pembatalan diatur dalam 4
5
Putusan yang dihasilkan oleh arbitrase ad hoc /institusional di dalam wilayah hukum suatu negara tempat arbitrase dimohonkan untuk diakui dan dilaksanakan. Putusan yang dihasilkan oleh arbitrase ad hoc /institusional di luar wilayah hukum suatu negara tempat putusan arbitrase akan dilaksanakan.
Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase, yang berisi : Terhadap putusan arbitrase para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut: 1.
Surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui palsu atau dinyatakan palsu;
2.
Setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan; atau
3.
Putusan diambil dari hasil tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan sengketa.
Yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana dengan putusan arbitrase internasional yang akan dilaksanakan di Indonesia, apakah Pengadilan Negeri mempunyai wewenang untuk melakukan pembatalan terhadap putusan arbitrase internasional tersebut, sesuai yang diatur dalam Pasal 70 Undang-Undang Arbitrase.
Law Review, Fakulias Hukum Universitas Petitu Harapan, Vol. Ill, No.3, Marel 2003
23
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya
Pokok Permasalahan Pokok permaslahan yang akan dibahas dalam artikel ini, yaitu : 1.
Apakah Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memiliki kewenangan untuk membatalkan suatu putusan Arbitrase Internasional?
2.
Apakah pengadilan dari negara lain memiliki kewajiban untuk mengakui dan melaksanakan putusan dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang membatalkan suatu putusan Arbitrase Internasional?
3.
Bagaimana caranya agar suatu pembatalan putusan Arbitrase Internasional yang telah dihasilkan dapat diakui oleh setiap negara?
Jawaban terhadap permasalahan diatas akan dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kasus antara Karaha Bodas Company, PERTAMINA, dan PLN . Sengketa Antara Karaha Bodas Company, Pertamina dan PLN Latar Belakang Sengketa Pada tanggal 28 Nopember 1994, Karaha Bodas Company (selanjutnya disebut KBC) dan PERTAMINA, menandatangani sebuah kontrak operasi bersama yang disebut Joint Operation Contract (selanjutnya 24
Dengan
disebut JOC) yang menentukan bahwa PERTAMINA bertanggung jawab untuk pengurusan operasi di bidang geothermal dan KBC akan bertindak sebagai kontraktor yang diwajibkan untuk mengembangkan energi geothermal berkapasitas 400 MW (empat ratus mega watt) dan untuk membangun serta menjalankan fasilitas pem-bangkitan tenaga listrik di wilayah Jawa Barat, Indonesia (selanjutnya disebut Proyek Karaha Bodas). Pada tanggal yang sama PLN di satu pihak dan KBC serta PERTAMINA di lain pihak menandatangani sebuah kontrak yaitu Energy Sales Contract (selanjut-nya disebut ESC) yang menentukan bahwa PLN menyetujui untuk membeli dari PERTAMINA tenaga listrik yang dihasilkan oleh fasilitas pembangkitan tenaga listrik yang dihasilkan oleh KBC, sebagai kontraktor dari PERTAMINA berdasarkan JOC. Namun, pada tanggal 20 September 1997, atas saran International Monetary Fund (IMF) pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1997 (selanjutnya disebut Keppres No. 39 Tahun 1997) yang antara lain menentukan harus ditangguhkan Proyek Karaha Bodas
Law Review, Fakultas Hukum Universiias Peliia Harapan, Vol. Ill, No.3, Maret 2003
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya
demi untuk menanggulangi gejolak moneter yang melanda Indonesia pada waktu itu, namun pada tanggal 1 Nopember 1997 pemerintah mengeluarkan Keputusan Presiden Nomor 47 Tahun 1997 (selanjutnya disebut Keppres No. 47 Tahun 1997) yang antara lain menyatakan bahwa Proyek Karaha dapat diteruskan kembali, dengan adanya Keppres No. 47 Tahun 1997 ini, maka KBC melanjutkan kembali aktivitas mengekplorasi dan mengembangakan Proyek Karaha Bodas tesebut, namun pada tanggal 10 Januari 1998 Proyek Karaha Bodas ini kembali ditunda dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 5 Tahun 1998 (selanjutnya disebut Keppres No. 5 Tahun 1998). Dengan dikeluarkannya Keppres No.5 Tahun 1998 tersebut, KBC dengan pertimbangannya bahwa Proyek Karaha Bodas ini akan tertunda dalam jangka waktu yang tidak pasti, maka KBC pada tanggal 30 April 1998 menyampaikan gugatan arbitrase {Notice of Arbitration) kepada PERTAMINA, PLN dan Pemerintah Indonesia khususnya Departemen Pertambangan dan Energi pada saat itu untuk mengadakan proses pemeriksaan
Dengan
arbitrase di Jenewa, Swiss6. Proses arbitrase didahului dengan dibentuknya dewan arbitrase tanggal 24 Juli 1998, dengan dipilihnya Mr. Yves Derains sebagai ketua arbiter oleh Prof. Piero Bemardini yang dipilih oleh KBC sebagai arbiter pertama pada tanggal 30 April 1998 dan Dr. Ahmed S. EL Kosheri sebagai arbiter kedua, yang dipilih oleh Secretary General of ICSID pada tanggal 15 Juli 1998. Dalam penyelesaian arbitrase ini, dewan arbitrase mengeluarkan 2 (dua) putusan yaitu putusan pendahuluan (Preliminary Award) pada tanggal 30 September 1999 dan putusan akhir (Final Award) pada tanggal 18 Desember 2000. Pada Preliminary Award, intinya dewan arbiter menyatakan bahwa arbitrase Jenewa tidak memiliki yurisdiksi terhadap Pemerintah Indonesia, namun arbitrase Jenewa memiliki yurisdiksi terhadap PERTAMINA dan PLN, berdasarkan JOC dan ESC, dan Dalam final award, arbitrase Jenewa menyatakan agar PERTAMINA dan PLN membayar 6
Sesuai dengan perjanjian para pihak (JOC dan ESC), yang menetapkan bahwa arbitrase Jenewa, Swiss, yang berwenang untuk memeriksa perkara yang timbul dari JOC dan ESC.
Law Review, Fakulias Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.3, Maret 2003
25
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya
ganti rugi sebesar US$ 261.100.000 termasuk bunga sebesar 4% pertahun, terhitung tanggal 1 Januari 2001 sampai lunas. Terhadap Putusan arbitrase Jenewa, PERTAMINA dan PLN tidak bersedia secara sukarela melaksanakannya, sebagai upaya hukum PERTAMINA mengajukan gugatan pembatalan putusan arbitrase Jenewa, pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (selanjutnya disebut PN Jakarta Pusat) pada tanggal 14 Maret 2002, dan pada tanggal 27 Agustus 2002, majelis hakim mengeluarkan putusan 7 yang membatalkan Preliminary Award dan Final Award yang dihasilkan di Jenewa, Swiss. Analisis Hal-hal yang akan dianalisis pada pokoknya terdiri dari empat bagian, yaitu mengenai notice of arbitration, proses pemeriksaan perkara dalam menghasilkan preliminary award dan final award yang diputuskan oleh dewan arbiter Jenewa dan yang terakhir adalah kewenangan dari pengadilan negeri Jakarta pusat untuk membatalkan putusan arbitrase 7
Putusan No. 86/PDT.G/2002/PN.JKT.PST.
26
Dengan
internasional. Analisis seperti ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa, untuk melihat apakah pengadilan negeri Jakarta pusat memiliki kewenangan dalam membatalkan putusan arbitrase internasional yang telah diputuskan oleh dewan arbiter dalam forum arbitrase, maka perlu dilihat dahulu apakah proses dan syarat pemeriksaan arbitrase telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ataupun perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Notice of Arbitration Pokok pembahasan yang akan dibahas oleh penulis dalam notice of arbitration ini dibagi dalam 3 (tiga) hal, yaitu: 1.
Dasar dari notice of arbitration yang disampaikan oleh KBC kepada PERTAMINA, PLN dan Pemerintah Republik Indonesia khususnya Menteri Pertambangan dan Energi.
2.
Proses pembentukan dewan arbitrase.
3.
kewenangan 1 (satu) forum arbitrase dalam memeriksa IOC dan ESC secara bersama.
Law Review, Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.3, Maret 2003
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya Dengan
Pertama, Dasar dari adanya notice of arbitration yang disampaikan oleh KBC kepada PERTAMINA, PLN dan Pemerintah Republik Indonesia khususnya Menteri Pertambangan dan Energi adalah bahwa PERTAMINA dan PLN telah melakukan pelanggaran terhadap kewajiban mereka, JOC bagi pertamina dan ESC bagi PLN, yaitu mencegah KBC untuk menyelesaikan pembangunan unit-unit sampai kepada pembangkit tenaga listrik secara keseluruhan dengan kapasitas 400 MW, yaitu dengan pernyataan bahwa PLN tidak akan membeli dan PERTAMINA tidak akan menjual tenaga listrik yang dihasilkan oleh KBC, Sedangkan dasar gugatan arbitrase KBC terhadap Pemerintah Indonesia khususnya Departemen Pertambangan dan Energi yaitu didasarkan pada keikutsertaan Menteri Pertambangan dan Energi dalam menandatangani JOC dan ESC. Dalam hal ini terdapat penyimpangan dalam notice of arbitration KBC terhadap PLN, yaitu bahwa PLN dalam hal ini tidak dapat dikatakan melakukan wanprestasi terhadap perjanjian, dalam Pasal 1 ayat (1) ESC disebutkan bahwa PLN setuju untuk membeli dari PERTAMINA
seluruh tenaga listrik yang dihasilkan dan dipasok dari sarana pembangkit listrik yang dibangun oleh KBC, yang Pada kenyataannya setelah Keppres No.5 Tahun 1998 dikeluarkan oleh pemerintah, tidak ada tenaga listrik yang dijual oleh PERTAMINA, karena tidak ada yang tenaga listrik yang telah diproduksi oleh KBC, oleh sebab itu sangat tidak beralasan apabila PLN diikutsertakan sebagai tergugat dalam notice of arbitration yang disampaikan oleh KBC, yang pada kenyataannya tidak ada tindakan pelanggaran terhadap kontrak yang dilakukan oleh PLN, dan hal lain yang perlu diperhatikan juga dalam notice of arbitration yaitu bahwa dalam JOC dan ESC diperjanjikan bahwa apabila terjadi pertentangan atau perselisihan dalam bentuk apapun diantarapihak-pihak yang berkepentingan mengenai pelanggaran, penghentian atau keabsahan yang berhubungan dengan kontrak, maka semua pihak harus berusaha untuk segera menyelesaikan perselisihan tersebut dengan jalan musyawarah dan kemudian apabila perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan secara musyawarah dalam selang waktu 30 (tiga puluh) hari kerja terhadap JOC" ยป Pasal 13 ayat (2)a JOC
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelita Harapan, Vol. Ill, No.3, Marel 2003
27
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya
dan 45 (empat puluh lima) hari kerja terhadap ESC9 maka perselisihan akan diperiksa oleh arbitrase Jenewa, Swiss, berdasarkan UNCITRAL Arbitration Rules yang berlaku pada saat arbitrase dimulai. Mengacu pada apa yang diatur dalam JOC dan ESC, maka seharusnya sebelum diajukan notice of arbitration oleh KBC, sebaiknya permasalahan yang timbul akibat dari perjanjian diselesaikan terlebih dahulu melalui jalan musyawarah, yang pada kenyataannya musyawarah antara para pihak tidak pernah dilaksanakan. Terhadap hal ini pihak yang dirugikan dapat mengajukan perlawanan terhadap yurisdiksi arbitrase, seperti yang diatur dalam Pasal 21 ayat (1) UNCITRAL Arbitration Rules10. Kedua, mengenai proses pembentukan dewan arbitrase yang didahului dengan dipilihnya seorang arbiter dari pihak KBC selaku penggugat yaitu Prof. Piero Bernardini pada tanggal 30 April 1998, dan arbiter kedua akan dipilih oleh pihak PERTAMINA, PLN dan Pemerintah Indonesia selaku pihak " Pasa! 8 ayat (2)a ESC '"Article 21 (1) UNCITRAL Arbitration Rules: "The arbitral tribunal shall have the power to rule on objections that it has no jurisdiction, including any objections with respect to the existence or validity of the arbitration clause or of separate arbitration agreement". 28
Dengan
tergugat. Karena tidak adanya pemilihan arbiter dari pihak PERTAMINA, PLN dan Pemerintah Indonesia dalam waktu yang telah ditentukan, maka pada tanggal 2 Juni 1998, KBC mengajukan pemilihan arbiter kedua oleh Secretary General of ICS1D, yang pada tanggal 15 Juli 1998 dipilih Dr. Ahmed S. EL Kosheri sebagai arbiter kedua, dan kemudian pada tanggal 24 Juli 1998, dipilih Mr. Yves Derains sebagai ketua arbiter, berdasarkan kesepakatan dari kedua arbiter. Hal ini berbeda dengan apa yang diperjanjikan dalam JOC maupun ESC mengenai prosedur pemilihan dewan arbitrase, yaitu bahwa dalam JOC" dan ESC12 diatur bahwa arbiter akan ditunjuk oleh para pihak dalam selang waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal permohonan untuk dimulai arbitrase, kemudian secara bersama-sama para arbiter menunjuk arbiter ketiga dalam selang waktu 30 (tiga puluh) hari sejak ditunjuknya arbiter kedua, untuk menjadi ketua majelis dan apabila arbiter tidak ditunjuk dalam jangka waktu yang telah ditentukan maka arbiter akan ditunjuk oleh the Secretary General of the International Center for Settlement '' Pasal 13 ayat (2)a JOC '-Pasal 8 ayat (2)a ESC
Law Review, Fakultas Hukum Universilas Pelila Harapan, Vol. III. No.3, Marel 2003
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN
of Investment Disputes, perbedaannya bahwa dalam JOC diatur bahwa arbiter dipilih oleh KBC disatu pihak dan PERTAMINA dilain pihak, yang dimana kedua arbiter akan memilih arbiter ketiga sebagai ketua arbiter, sedangkan dalam ESC diatur bahwa para arbiter ditunjuk oleh PLN di satu pihak, kemudian KBC serta PERTAMINA di lain pihak Penyimpangan dalam pembentukan dewan arbiter terjadi dalam hal dipilihnya arbiter pertama oleh pihak KBC tanpa mengadakan suatu diskusi dengan PERTAMINA dan komposisi arbiter yang dibentuk tidak sesuai dengan perjanjian para pihak yaitu Pasal 8 ayat (2)a ESC yang menentukan bahwa PLN memilih satu arbiter, KBC dan PERTAMINA memilih arbiter lainnya, dan kemudian kedua arbiter yang dipilih akan memilih arbiter ketiga sebagai ketua arbiter, yang pada keny ataannya KBC memilih sendiri 1 (satu) arbiter dan PERTAMINA, PLN, serta Pemerintah Republik Indonesia dilain pihak, yang karena tidak melakukan pemilihan arbiternya, maka arbiter dari mereka dipilih oleh the Secretary General of the 1CS1D. Dengan ini dapat disimpulkan bahwa komposisi arbiter yang terbentuk tidak sesuai dengan Law Review, Fakultas Hukum Universitas Peli
ikarta Pusat dalam Kaitannya Dengan
perjanjian para pihak dan hal ini melanggar Pasal V ayat (1 )d Konvensi New York 1958'3. Ketiga, kewenangan 1 (satu) forum arbitrase dalam memeriksa JOC dan ESC secara bersama. JOC merupakan perjanjian yang dibuat antara KBC dengan PERTAMINA yang menentukan bahwa PERTAMINA bertanggung jawab untuk pengurusan operasi di bidang geothermal dan KBC akan bertindak sebagai kontraktor yang diwajibkan untuk mcngembangkan energi geothermal dan untuk membangun serta menjalankan fasilitas pembangkitan tenaga listrik. Sedangkan ESC merupakan perjanjian yang dibuat antara KBC, PERTAMINA dan PLN, yang menentukan bahwa PLN menyetujui untuk membeli dari PERTAMINA tenaga listrik yang dihasilkan oleh fasilitas pembangkitan 13
Pasal V ayat (1 )d Konvensi New York 1958: "pengakuan dan pelaksanaan terhadap putusan arbitrase dapat ditolak, atas permintaan dari pihak terhadap siapa putusan tersebut hendak dilaksanakan, hanya dalam hal pihak tersebut menyerahkan kepada badan yang berwenang di mana pengakuan dan pelaksanaan diminta, bukti bahwa susunan tim arbitrase dari perkara arbitrase atau prosedur arbitrase tidak sesuai dengan perjanjian para pihak, atau dalam hal tidak diatur, tidak sesuai dengan hukum dari negara di mana arbitrase telah berlangsung", terjemahan bebas.
Harapan, Vol. Ill, No. 3, Maret 2003
29
Hendra, Widjaja, Rusli: Kewenangan PN Jakarta Pusat dalam Kaitannya
tenaga listrik yang dihasilkan oleh KBC, sebagai kontraktor dari PERTAMINA berdasarkan JOC. Dari penjelasan di atas dapat dilihat perbedaan antara JOC dan ESC, antara keduanya memiliki kepentingan hukum yang berbeda, terhadap sengketa yang terjadi antara keduanya secara bersamaan, selayaknya diselesaikan dalam proses arbitrase yang berbeda. Dalam notice of arbitration yang disampaikan oleh KBC terhadap PERTAMINA, PLN dan Pemerintah Republik Indonesia dinyatakan bahwa sengketa yang terjadi akan diselesaikan dalam satu forum arbitrase, yang didahului dengan dibentuknya para arbiter dan hal ini dibenarkan oleh dewan arbiter yang telah terbentuk. Hal ini bertentangan dengan apa yang diatur dalam Pasal V ayat (l)d Konvensi New York 1958 yaitu mengenai prosedur arbitrase yang tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan oleh para pihak, dan terhadap pelaksanaan putusan arbitrase tersebut dapat ditolak atas permintaan pihak yang dirugikan, sesuai dengan Konvensi New York 1958.
30
Dengan
Daftar Pustaka Longdong, Tineke Louise Tuegeh. Asas Ketertiban Umum dan Konvensi New York 1958. Bandung: Citra AdityaBakti, 1998. Muljadi, Kartini, dan Gunawan Widjaja. Perikatan
Pada
Umumnya.
Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003. Subekti, R., dan Tjitrosudibio, R. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Rev. ed. Jakarta: Pradnya Paramita, 1999. Widjaja, Gunawan, dan Ahmad Yani. Hukum Arbitrase. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2001.
Law Review. Fakultas Hukum Universiias Pelila Harapan. Vol. III. No.3. Mcirel 2003