3
setiap hari, bila terdapat telur, telur dikoleksi dalam ependorf + alkohol dan dihitung jumlah butir telur yang ditetaskannya. Sedangkan pada cara 2, media PKM 100% dan daun pisang diletakkan dalam 6 baskom. Setiap 3 baskom diletakkan pada dua kandang yang terpisah berdasarkan pakan saat larvanya. Kemudian dilakukan pemanenan telur setiap Senin, Rabu, dan Jum’at hingga serangga habis. Hasil pemanenan telur ditimbang beratnya. Imago diberi pakan madu dengan cara disemprotkan dengan alat penyemprot.
Tabung madu Alat semprot Gambar 1 Cara memberi makan imago
Kain Streamin Daun Pisang kering PKM 100% Gambar 2 Metode fekunditas cara 1
Dun pisang kering dan PKM 100% Gambar 3 Metode fekunditas cara 2 Pengamatan Kualitas Telur Hasil pemanenan telur pada pengamatan fekunditas cara 2 diletakkan dalam toples plastik yang telah diberi media PKM. Sepuluh hari kemudian telur yang telah tumbuh menjadi larva akan diambil dan hitung dengan menggunakan metode ekstrapolasi (perkiraan) untuk menentukan keberhasilan penetasan/ kualitas telur.
Analisis Proksimat Analisis ini digunakan untuk mengetahui kandungan nutrisi pada larva H. illucens dan dilakukan oleh laboran IRD. Analisis yang dilakukan mencakup analisis kandungan protein dengan menggunakan metode Kjehdal, kandungan lemak kasar menggunakan metode Soxhlet, kandungan serat kasar menggunakan metode asam-basa, kadar air dengan menggunakan metode pengeringan (thermogravimetri) dan kadar abu dengan melakukan pembakaran dalam tanur.
HASIL Dari empat siklus yang diamati, dua siklus berlangsung tidak sempurna. Pada siklus 1 telur H. illucens tidak mencapai tahapan imago (telur-larvapupa), sedangkan pada siklus 2 imagonya tidak mau melakukan perkawinan (telurlarva-pupa-imago). Pada dua siklus terakhir berhasil hingga sempurna (telurlarva-pupa-imago-telur). Pertumbuhan Larva (Maggot) Pertumbuhan panjang, lebar dan berat larva menunjukkan hasil tidak berbeda nyata antara kedua perlakuan yang ditunjukkan oleh (P=0,76) untuk panjang; (P=0,70) untuk lebar; (P=0,08) untuk berat pada siklus 2, (P=0,69) untuk panjang; (p=0,68) untuk lebar; (P=0,38) untuk berat pada siklus 3 dan (P=0,80) untuk panjang; (P=0,90) untuk lebar; (P=0,90) untuk berat siklus 4. Pada selang kepercayaan 95% dan suhu media yang yang hampir sama yaitu berkisar antara 24⁰-25⁰C. Siklus 1 tidak dimasukkan kedalam hasil karena pada siklus 1 limbah ikan dicampur dengan PKM 100% sejak awal sehingga tidak ada mikroorganisme yang tumbuh untuk memecah zat yang mengakibatkan larva H. illucens tidak dapat hidup karena tidak bisa mengkonsumsi pakannya. Sedangkan pada pakan PKM 100% larva tumbuh dengan baik. Oleh karena itu larva yang berhasil tumbuh baik ini dibagi ke dalam 2 baskom plastik. Baskom 1 ditambahkan
4
PKM 100% dan baskom 2 ditambahkan limbah ikan. Dengan ini larva pada kedua baskom dapat tumbuh dengan baik hingga mencapai pupa. Saat dibagi dua larva telah berumur 10 hari. Hal inilah yang menjadi alasan pemberian limbah ikan dilakukan pada hari ke 10/11. Persentasi Terbang Imago dari Pupa Dari pengamatan ini dapat dibuat sebuah hipotesa bahwa perbedaan lokasi yang memiliki suhu berbeda pula cukup berpengaruh pada persentasi terbang imago dari pupa (banyaknya serangga yang keluar dari pupa dalam persen (%)) dengan pakan PKM 100% saat larva yang mencapai 9,3%. Sedangkan pada pakan PKM-e saat larva tidak terlalu terlihat pengaruhnya pada persentasi terbang pupa yaitu 0,87%.
Gambar 4 Persentasi terbang imago dari pupa pada dua lokasi dengan suhu yang berbeda berbeda Fekunditas Imago H. illucens
Gambar 5 Fekunditas H. illucens pasangan berdasarkan pakan yang diberikan saat larva
Dari perhitungan telur yang dihasilkan, diperoleh bahwa fekunditas imago H. illucens dengan pakan larva PKM-e lebih baik (Lampiran 2) dengan rata-rata jumlah telur 310 butir. Selain itu betina yang berhasil bertelur berjumlah 24 ekor. Sedangkan H. illucens dengan pakan larva PKM 100% hanya 3 ekor betina dengan rata-rata 276 butir telur.
Gambar 6 Fekunditas H. illucens secara general berdasarkan pakan yang diberikan saat larva Fekunditas H. illucens yang dikawinkan dengan cara 2 menunjukkan perbedaan rata-rata cukup besar antara H. illucens dengan pakan larva berupa PKM 100% dan PKM-e yang mencapai perbedaan 4,53 g. Dimana hasil panen telur H. illucens dengan pakan larva PKM 100% sebesar 5,41 g dan H. illucens dengan pakan larva PKM-e sebesar 9,94 g. Panen telur dilakukan sebanyak 5 kali. Kualitas telur
Gambar 7 Persentasi kualitas telur H. illucens berdasarkan pakan saat larva
5
Secara keseluruhan persentasi telur yang menetas pada H. illucens yang diberi pakan PKM 100% pada saat larva lebih tinggi dibanding telur H. illucens dengan pakan PKM-e pada saat larva. Perbedaan keduanya mencapai 14,83%. Kandungan Nutrisi
Gambar 8
Kandungan nutrisi maggot H. illucens dengan pakan PKM 100% dan PKM-e Hasil analisis proksimat menunjukkan bahwa selain protein, kandungan nutrisi larva dengan pakan PKM-e lebih unggul dibanding larva dengan pakan PKM 100% terutama lemak. Lemak pada larva PKM-e lebih tinggi sebesar 9,2% sedangkan protein larva PKM-e lebih rendah 4,62% dari larva PKM 100%.
PEMBAHASAN Hermetia illucens merupakan serangga yang dapat dijadikan sebagai agen biokonversi limbah. Hem et al. (2008) menggunakan limbah PKM sebagai pakan yang akan dikonversi oleh larva H. illucens untuk memproduksi telur. PKM memiliki kandungan serat kasar yang tinggi sehingga mempengaruhi daya cerna saat larva, oleh karena itu perlu dilakukan fermentasi PKM untuk memecah serat-serat tersebut sehingga bisa lebih mudah dicerna sekaligus meningkatkan kandungan nutrisinya (Hadadi et al. 2007). Fermentasi PKM tersebut dilakukan dengan bantuan mikroorganisme seperti cendawan
Aspergillus flavus, Geotrichum candidum, dan Penicillium chrysogenum (Pangestu 2009). Pengamatan ini sebenarnya dilakukan dalam empat siklus, dimana siklus 1 dan 2 tidak berhasil mencapai metamorfosis sempurna dari telur- larvapupa- imago. Siklus pertama telur H. illucens tidak mencapai tahapan imago. Hal ini diperkirakan karena suhu yang terlalu tinggi di dalam kandang (30- 40⁰C) sehingga menyebabkan kepanasan, dehidrasi dan kematian karena lemas hingga tak punya cukup energi untuk keluar dari pupa. Pupa berkembang menjadi imago dalam waktu 10-14 hari pada suhu 27-30⁰C (Tomberlin et al. 2002). Sedangkan pada siklus 2 telur H. illucens berhasil mencapai tahapan imago namun mereka tidak mau melakukan kawin. Hal ini mungkin dikarenakan luasan kandang yang tidak memadai (panjang 2 m; lebar 1,2 m; tinggi 1,6 m) untuk mereka melakukan kawin. Menurut Sheppard et al. 2002 H. illucens dapat melakukan kawin pada kandang berukuran 2 - 2 - 4 m yang diletakkan dalam rumah kaca yang berukuran 7 - 9 5 m dimana cukup sinar matahari dan ruang untuk terjadinya perkawinan. Pada pengamatan hasil pertumbuhan, tak terlihat adanya perbedaaan yang nyata antara pertumbuhan larva dengan pakan PKM-e dan larva dengan pakan PKM 100% yang ditunjukkan oleh (P=0,76) untuk panjang; (P=0,70) untuk lebar; (P=0,08) untuk berat pada siklus 2, (P=0,69) untuk panjang; (p=0,68) untuk lebar; (P=0,38) untuk berat pada siklus 3 dan (P=0,80) untuk panjang; (P=0,90) untuk lebar; (P=0,90) untuk berat pada siklus 4. Namun demikian sebenarnya perbedaan itu tetap ada antara larva dengan pakan PKM 100% dan pakan PKM-e tapi sangat kecil. Terlihat bahwa pertumbuhan panjang, lebar dan berat larva yang diberi pakan PKM-e lebih tinggi secara konstan pada setiap siklusnya dibandingkan dengan larva yang diberi pakan PKM 100% (Lampiran 1). Hal ini berhubungan dengan rendahnya kandungan protein
6
pada larva dengan pakan PKM-e dibandingkan dengan pakan PKM 100%. Hal tersebut dikarenakan larva dengan pakan PKM-e menggunakan lebih banyak protein untuk pertumbuhan. Salah satu fungsi protein adalah sebagai pertumbuhan (Almatsier 2009). Pada pengamatan fekunditas pasangan (cara 1), larva dengan pakan PKM-e menghasilkan imago dengan fekunditas yang lebih baik. Demikian pula dengan pengamatan secara general (cara 2) dimana berat total telur yang dihasilkan dengan pakan PKM-e lebih tinggi dibandingkan dengan PKM 100%. Perbedaannya mencapai 4,53 g. Perbedaan ini sangatlah besar dalam jumlah telur H. illucens. Karena berdasarkan penelitian sebelumnya (Hem, tidak dipublikasikan) menyatakan bahwa 1 g telur sama dengan ±37000 butir telur. Hal ini mungkin ada kaitannya dengan nutrisi lemaknya. Pada hasil analisis memang menunjukkan bahwa lemak pada PKM-e (9,2 %) lebih tinggi dibanding PKM 100%. Simpanan lemak biasanya meningkat selama periode aktif makan dan menurun ketika aktifitas tersebut berhenti. Sejumlah besar lemak digunakan sepanjang oogenesis dan terbang (Chapman 1998). Jadi dapat dikatakan bahwa lemak ini digunakan serangga khususnya Hermetia illucens sebagai cadangan makanan, kawin dan produksi telur saat dewasa (imago). Pada pengamatan fekunditas pasangan, panjang tubuh betina (female) memiliki hubungan korelasi yang lemah dengan jumlah telur yang dihasilkan (Lampiran 3) dan Sheima (2011) juga mendapati hal yang sama pada penelitiannya terhadap ikan Banban. Pengamatan persentasi terbang pada lokasi yang berbeda dimaksudkan untuk melihat pengaruh suhu pada perkembangan pupa. Suhu di laboratorium berkisar antara 25⁰- 27⁰C, sedangkan suhu didalam kadang lebih fluktuatif yaitu berkisar antara 27⁰- 40⁰C. Pengamatan presentasi terbang imago pada dua tempat berbeda dengan suhu yang berbeda pula ini menujukkan
keberhasilan terbang imago dari pupa dengan pakan PKM 100% saat larva memiliki perbedaan persentasi yang lebih tinggi dibanding larva yang diberi pakan PKM-e. Hal ini menunjukkan bahwa pupa dari larva dengan pakan PKM-e lebih stabil terhadap perubahan suhu. Hal ini dimungkinkan karena kandungan lemaknya yang lebih tinggi, hingga dapat bertahan terhadap perubahan suhu. Menurut Almatsier (2009) lapisan lemak dibawah kulit mengisolasi tubuh dan mencegah kehilangan panas tubuh secara cepat, oleh karena itu lemak juga berfungsi dalam pemeliharaan suhu tubuh. Kualitas telur (ditunjukkan dengan daya tetasnya) H. illucens yang saat larva diberi pakan PKM 100% lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberikan pakan PKM-e saat larva. Hal ini mungkin disebabkan oleh pembagian nutrisi yang tidak merata dari induk betina H. illucens dengan pakan PKM-e saat larva ketika proses produksi telur terjadi dalam tubuh induk hingga saat penetasan telur tersebut karena jumlah produksinya yang banyak (dibuktikan oleh hasil fekunditas yang baik). Hingga terdapat beberapa telur dengan kondisi yang kurang baik dan sangat rentan terhadap pengaruh lingkungan. Penambahan ikan pada PKM 100% (PKM-e) sebagai pengkayaannya dimaksudkan untuk mengimbangi kualitas tepung ikan. Tepung ikan memiliki kandungan omega 3 tinggi yang dapat meningkatkan omega 3 pada ikan yang mengkonsumsinya. Asam lemak Omega 3 sangat penting dalam peningkatan daya imun ikan atau hewan ternak (Rusmana et al. 2008). Lalu pada akhirnya manusia juga akan mendapatkan dampak positif dari ikan yang dikonsumsinya. Larva H. illucens dengan pakan PKM 100% memiliki kandungan omega 3 (AA, DHA, EPA) kurang dari 0,1%, Sedangkan larva dengan pakan PKM-e memiliki kandungan omega 3 (AA, DHA, EPA) lebih dari 1% (Tabel 1). Kandungan protein, lemak dan abu kasar larva dengan pakan PKM-e pun mendekati nutrisi tepung ikan (Tabel 2).
7
Tabel 1 Kandungan omega 3 pada maggot dengan pakan PKM 100% dan PKM-e Maggot (%) Omega 3 PKM 100% PKM-e AA DHA EPA
0,02 0 0,05
1,29 2,02 4,02
sumber: Hem (tidak dipublikasikan)
Tabel 2 Perbandingan nutrisi larva H. illucens dengan pakan PKM100%, PKM-e dan tepug ikan. Kadar Jenis Bahan Protein Lemak Abu Maggot 49,08 21,14 10,43 (PKM 100%) Maggot 44,86 30,34 11,47 (PKM-e) * Tepung ikan 54,00 8,7 25,7 * sumber: Rachmawati 2010
SIMPULAN PKM-e merupakan pakan yang baik digunakan sebagai pakan larva (maggot) Hermetia illucens untuk dapat menggantikan pakan ikan karena memiliki nutrisi berupa kandungan omega 3 yang cukup tinggi dan kadungan protein, lemak, abu kasar yang telah mendekati tepung ikan. Pakan PKM-e juga sangat cocok untuk tujuan produksi massal karena fekunditas larva Hermetia illucens sangat baik dengan mengkonsumsi pakan ini.
SARAN Perlu dilakukan penelitian mengenai jenis limbah-limbah lain yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan larva serangga Hermetia illucens yang juga merupakan agen biokonversi. Kemudian pakan-pakan yang telah diteliti dan memiliki keunggulan nutrisi tersebut dapat dikombinasikan. Hal ini guna menghasilkan pakan ikan atau hewan ternak dengan kandungan nutrisi terbaik, namun ekonomis (terjangkau bagi
peternak). Sekaligus mengurangi jumlah limbah yang ada.
DAFTAR PUSTAKA Almatsier S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Borror DJ, Triplehorn CA, Jonhson NF. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga Edisi Keenam. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Chapman RF. 1998. The Insects: Structure and Function. Edisi ke-4. Cambridge: Cambridge University Press. Diclaro JW II and Kaufman PE. 2009. Black soldier fly Hermetia illucens Linnaeus (Insecta: Diptera: Stratiomyidae). Florida Cooperative Extension Service, Universitas of Florida. EENY-461. Hadadi A, Herry, Setyorini, Surahman A, Ridwan E. 2007. Pemanfaatan limbah sawit untuk pakan ikan. Jurnal Budidaya Air Tawar. Vol.4 (1): 11-18. Hawkinson C. 2005. Black Soldier Fly (Hermetia illucens). Beneficial Insects In The Lanscape: #51 http://aggie-horticulture.tamu.edu/ galveston/beneficials/beneficial51_black_soldier_fly.htm. [28/08/2010 08:05:29] Hem S, Toure S, Sagbla C, Legendre M. 2008. Bioconversion of palm kernel meal for aquaculture: Experiences from the forest region (Republic of Guinea). African Journal of Biotechnology Vol. 7 (8), pp. 1192-1198. Hem S, Rini M, Chumaidi, Maskur, Hadadi A, Supriyadi, Ediwarman, Larue M, Pouyaud L. 2008. Valorization of Palm Kernel Meal via Bioconversion: Indonesia’s Initiative to Address Aquafeeds Shortage. Fish For The People