0.45 µm, pH meter HM-20S, spektrofotometer serapan atom (AAS) Analytic Jena Nova 300, spektrofotometer DR 2000 Hach, SEM-EDS EVO 50, oven, neraca analitik, corong, pompa vakum, dan peralatan kaca yang lazim di laboratorium . Metode Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap: pengukuran kondisi awal limbah, perlakuan dengan PAC, dan pengukuran kondisi akhir limbah, serta identifikasi unsurunsur yang terdapat dalam wadah polipropilena. Pengukuran kondisi awal limbah meliputi pengukuran pH, warna, dan kadar logam Ni, Cr, Hg, Pb, Fe, dan Mn. Perlakuan terhadap contoh meliputi pengaturan pH dan penambahan koagulan PAC. Penentuan kondisi optimum koagulasi dengan PAC dilakukan dengan meragamkan konsentrasi PAC sebesar 500, 600, 700, dan 800 mg/l, serta meragamkan pH menjadi 7, 8, 9, dan 10 (Lampiran 2). Koagulasi dilakukan dengan menggunakan pengaduk bermagnet. Setiap labu Erlenmeyer diisi 150 ml contoh limbah, kemudian diatur pH dengan penambahan NaOH 13% untuk mencapai pH yang diinginkan. Selanjutnya campuran ditambahkan koagulan PAC dan diaduk selama 10 menit. Pengadukan dihentikan dan didiamkan selama 30 menit. Filtrat yang diperoleh diukur kembali pH, warna, dan kadar logamnya. Endapan yang terbentuk dikeringkan dalam oven sampai bobot konstan lalu ditimbang. Setiap perlakuan dilakukan sebanyak 2 ulangan (Ma dan Xia 2009). Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengukuran Warna Warna diukur menggunakan metode APHA 2120C 2005 dengan spektrofotometer DR 2000 Hach. Selanjutnya, diatur program untuk pengukuran warna, lalu diatur panjang gelombangnya. Larutan blanko dan larutan contoh yang diuji dipersiapkan dan dimasukkan ke dalam kuvet yang sesuai. Contoh limbah diukur sampai alat menunjukkan pembacaan skala atau angka yang tetap. Pengukuran Kadar Logam Terlarut a) Tembaga (Pb) Larutan standar Pb dibuat dengan konsentrasi 1, 5, 10, 20, 30, dan 40 mg/l dan diukur pada panjang gelombang 283,3 nm menggunakan AAS. Setelah diperoleh kurva
standar, dilanjutkan pengukuran kadar Pb dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI 06-6989.8-2004). b) Nikel (Ni) Larutan standar Ni dibuat dengan konsentrasi 0.5; 1; 3; dan 4 mg/l dan diukur pada panjang gelombang 232.0 nm menggunakan AAS. Setelah diperoleh kurva standar, dilanjutkan pengukuran kadar Ni dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI 06-6989.18-2004). c) Kromium (Cr) Larutan standar Cr dibuat dengan konsentrasi 0.2; 0.5; 2; 4; 8; 16; 20; dan 30 mg/l dan diukur pada panjang gelombang 425.4 nm menggunakan AAS. Setelah diperoleh kurva standar, dilanjutkan pengukuran kadar Cr dalam contoh sebelum dan setelah koagulasi (SNI 06-6989.17-2004). Identifikasi Unsur pada Botol Kemasan polipropilena (PP) Bagian botol PP yang menghitam dipotong dengan ukuran diameter kurang dari 2 cm. Selanjutnya sampel dianalisis menggunakan Scanning Electron Microscope and Energy Dispersive Spectrometer (SEM EDS).
HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah cair buangan praktikum ”Analisis Kualitatif Terbatas Golongan Klorida dan Spot Test” memiliki warna merah kecokelatan dan berbau menyengat. Data kondisi limbah cair sebelum mendapat perlakuan beserta baku mutu air limbah sebelum dibuang ke perairan dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Kondisi awal limbah cair praktikum Parameter pH
Satuan
Hasil analisis
Baku Mutu *)
-
1.40
6.0-9.0
Warna
PtCo
472
50.00
Besi terlarut (Fe)
mg/l
6.12
10.00
Nikel (Ni)
mg/l
2.46
0.50
Timbal (Pb)
mg/l
82.81
1.00
Kromium (Cr)
mg/l
177.39
0.50
Mangan (Mn)
mg/l
0.06
5.00
*Sumber: SK Gub.Jawa Barat No.6 /1999
Tabel 1 menunjukkan bahwa dari tujuh parameter analisis yang diuji, terdapat lima parameter yang memiliki nilai yang masih di atas baku mutu air limbah yang aman untuk
dibuang ke lingkungan menurut SK. Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999. Kelima parameter tersebut adalah pH, warna, serta logam Cr, Pb, dan Ni. Hal ini cukup membuktikan bahwa limbah cair buangan praktikum analisis logam berat cukup berbahaya. Kelima parameter tersebut memiliki nilai lebih tinggi dari baku mutu sehingga perlu dilakukan lagi pengolahan yang dapat menurunkan nilai kelima parameter tersebut sehingga memenuhi baku mutu air limbah. Limbah praktikum diukur kondisi awal, kemudian diberi perlakuan koagulasi menggunakan PAC. Limbah ini disaring terlebih dahulu sebelum pengaturan pH dan penambahan koagulan untuk memisahkan padatan limbah dari cairannya. Penambahan koagulan ke dalam limbah menyebabkan koloid dan partikel tersuspensi lainnya bergabung membentuk partikel berat (flok) yang dapat dihilangkan dengan penyaringan. Proses koagulasi dapat menghilangkan kontaminan seperti bahan pengotor padatan yang tidak dapat dihilangkan dengan penyaringan biasa (Gao et al. 2005). Penambahan koagulan PAC ke dalam limbah akan menetralisasi partikel bermuatan negatif. Hal tersebut karena PAC memiliki muatan positif yang tinggi dan dapat mengikat koloid secara kuat untuk membentuk agregat. (Dempsey 1998). pH Koagulasi pH memiliki pengaruh yang besar terhadap pengendapan logam. Tiap logam memiliki pH tertentu saat kelarutannya minimum, sehingga dapat mengendap secara maksimum. Pengaturan pH koagulasi diperlukan karena koagulan PAC dapat bekerja efektif pada pH 6-9. Hasil pengukuran pH setelah koagulasi menunjukkan terjadinya penurunan pH pada berbagai nilai pH koagulasi (Tabel 2 dan Lampiran 4). Hal tersebut karena PAC merupakan bahan koagulan yang bersifat asam (memiliki tapak keasaman BronstedLowry) sehingga semakin banyak PAC yang ditambahkan, semakin besar penurunan pHnya pada pH akhir setelah proses koagulasi (Karamah et al. 2008).
Tabel 2 pH akhir pada ragam pH koagulasi pada limbah cair Konsentrasi
pH Koagulasi & pH akhir
PAC (mg/l)
7.0
8.0
9.0
10.0
500 600 700 800
5.43 5.29 5.25 5.16
5.66 5.60 5.41 5.36
7.22 6.88 7.05 6.63
8.57 8.90 8.74 8.63
Pada Tabel 2 terlihat bahwa beberapa nilai pH limbah setelah perlakuan belum memenuhi baku mutu pH air limbah, yaitu pH 6,0–9,0 berdasarkan SK. Gubernur Jawa Barat No. 6 Tahun 1999. Pengaturan pH koagulasi 7 dan 8 menghasilkan nilai pH di bawah kisaran pH baku mutu air limbah sehingga limbah belum boleh dibuang ke lingkungan. Pada pH koagulasi 9 dan 10, nilai pH telah berada pada kisaran pH baku mutu air limbah. Warna Warna merupakan salah satu parameter dalam pengolahan limbah terutama limbah berwarna, seperti pada limbah laboratorium, limbah percetakan, limbah tekstil, dan tinta. Warna dengan satuan Pt-Co ini berbeda dengan tingkat kekeruhan. Semakin keruh tidak berarti warna akan semakin gelap. Warna pada limbah laboratorium ini berasal dari kandungan logam-logam yang terdapat di dalamnya. Sebagi contoh, adanya [Fe(SCN)]2+ dan Fe3+ menyebabkan limbah berwarna merah kecokelatan. Warna awal limbah lebih gelap, yaitu coklat kemerahan dengan nilai sebesar 472 PtCo. Setelah diberi perlakuan dengan koagulan PAC, warna limbah tersebut menjadi kuning cerah (Gambar 1). Warna tersebut menandakan bahwa ion Fe3+ di dalam larutan semakin berkurang dan terdapat CrO42- dalam jumlah banyak (Keenan et al. 1991). Secara visual warna yang dihasilkan setelah perlakuan sangat berbeda dengan kondisi limbah awal, yaitu lebih jernih. Hasil analisis warna juga menunjukkan nilai di bawah warna limbah awal (Lampiran 5).
(a) (b) Gambar 1 Limbah laboratorium a) sebelum perlakuan, b) setelah perlakuan
Pengaruh ragam konsentrasi koagulan PAC terhadap perubahan warna tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, tidak demikian halnya dengan faktor pH (Gambar 2). Diantara semua kisaran konsentrasi PAC, penurunan warna tertinggi terjadi pada pH 7 dan konsentrasi koagulan 500 mg/l, yaitu sebesar 20,66%. Walaupun demikian, warna pada limbah setelah diberi perlakuan dengan PAC semuanya belum memenuhi baku mutu air limbah sehingga masih harus diolah agar intensitas warna berada di bawah baku mutu air limbah.
Gambar 2 Hubungan konsentrasi PAC dan pH dengan penurunan warna ( pH 7, pH 8, pH 9, dan pH 10) Kurva Standar Logam Logam terlarut dalam contoh limbah diukur menggunakan AAS didahului dengan pengukuran larutan standar logam Ni, Pb, dan Cr. Hal ini diperlukan agar diperoleh persamaan kurva standar sehingga konsentrasi logam terlarut pada sampel dapat diketahui. Pengukuran larutan standar Cr, Ni, dan Pb menunjukkan hasil yang baik. Hal ini dilihat dari nilai R yang diperoleh, yaitu lebih besar dari 99% (Gambar 3) pada ketiga logam. Masing-masing logam diukur pada panjang gelombang yang berbeda, yaitu 283,3 nm untuk Pb, 232,0 nm untuk Ni, dan 425,4 nm untuk Cr Perbedaan pengaturan panjang gelombang yang digunakan pada ketiga logam dikarenakan atom-atom menyerap cahaya pada panjang gelombang tertentu bergantung pada sifat unsurnya.
Persamaan garis yang diperoleh untuk larutan standar Cr, Ni, dan Pb berturut-turut y = 0,0077x + 0,0038, y = 0,1428x + 0,0012, dan y = 0,0172x + 0,0170. Persamaan garis tersebut diperoleh dengan memasukkan nilai konsentrasi standar sebagai x dan hasil pengukuran absorban pada konsentrasi standar tersebut sebagai y. Data absorban dan konsentrasi larutan standar dapat dilihat pada Lampiran 6. Kadar Logam Terlarut Praktikum dengan judul ”Analisis Kualitatif Terbatas Golongan Klorida dan Spot Test” merupakan praktikum yang menganalisis kandungan logam-logam berat dalam sampel cair secara kualitatif. Dalam praktikum tersebut, banyak digunakan bahanbahan yang mengandung logam berat (Lampiran 1) sehingga limbah yang dihasilkan pun pasti mengandung logam berat. Pada Tabel 1, telah diuraikan bahwa logam-logam yang masih belum memenuhi baku mutu air limbah adalah logam kromium, tembaga, dan nikel sehingga logam-logam tersebut diukur kembali kadarnya setelah diberi perlakuan dengan PAC. Pada kondisi awal, kandungan nikel yang terdapat dalam limbah adalah 2,46 mg/l. Nilai tersebut masih berada di atas batas baku mutu air limbah, yaitu maksimum 0,50 mg/l. Pengaturan pH dengan NaOH dan penambahan koagulan PAC dapat menurunkan kandungan Ni hingga mencapai 72,36% (Gambar 4). Penurunan logam Ni terbesar ini terjadi pada pH koagulasi 10 dan konsentrasi PAC sebesar 700 mg/l dengan kadar Ni sisa sebesar 0,68 mg/l (Lampiran 7).
Gambar 4 Hubungan konsentrasi PAC dan pH dengan penurunan kadar Ni terlarut ( pH 7, pH 8, pH 9, dan pH 10) Gambar 3 Kurva standar logam ( kromium (Cr), timbal (Pb), dan Nikel (Ni))
Kandungan Cr dan Pb pada kondisi awal limbah sebesar 177,39 mg/l untuk Cr dan 82,81 mg/l untuk Pb, jauh lebih besar
dibandingkan kondisi awal Ni. Nilai tersebut masih jauh di atas batas baku mutu air limbah, yaitu maksimum sebesar 0,50 mg/l untuk Cr dan 1,00 mg/l untuk Pb. Pengaturan pH dengan NaOH dan penambahan koagulan PAC ternyata dapat menurunkan kandungan Cr dan Pb. Penurunan kandungan Cr terbesar mencapai 97,79% (Gambar 5) dengan kadar Cr sisa sebesar 3,39 mg/l (Lampiran 8) sedangkan penurunan kandungan Pb terbesar mencapai 90,13% (Gambar 6) dengan kadar Pb sisa sebesar 8,18 mg/l (Lampiran 9). Sama halnya dengan Ni, penurunan logam Cr terbesar terjadi pada pH campuran 8,74 (pH koagulasi 10) dan konsentrasi PAC sebesar 700 mg/l, sedangkan untuk Pb, penurunan terbesar terjadi pada pH campuran 8,57 (pH koagulasi 10) dan konsentrasi PAC 500 mg/l.
Gambar 5 Hubungan konsentrasi PAC dan pH dengan penurunan kadar Cr terlarut ( pH 7, pH 8, pH 9, dan pH 10)
Gambar 6 Hubungan konsentrasi PAC dan pH dengan penurunan kadar Pb terlarut ( pH 7, pH 8, pH 9, dan pH 10) Dari Gambar 4, 5 dan 6, terlihat bahwa pengaruh konsentrasi PAC terhadap penurunan kadar logam Ni, Cr, dan Pb tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, tidak demikian halnya dengan faktor pH. Semakin besar pH koagulasi, kadar logam Ni, Cr, dan Pb sisa dalam limbah setelah proses koagulasi semakin kecil. Berdasarkan perhitungan secara teoritis bila logam mengendap sebagai hidroksidanya seperti terlihat pada Lampiran 10, hanya logam Cr
yang mengendap pada berbagai variasi pH koagulasi sedangkan pada logam Pb dan Ni hanya pada pH koagulasi 10 terjadi pengendapan sehingga pada pH 10 inilah semua logam mengendap. Hal ini dibuktikan dengan besarnya bobot endapan yang dihasilkan pada pH 10 dibandingkan pH 7, 8, dan 9 pada semua variasi konsentrasi PAC. Pengendapan terjadi jika hasil kali konsentrasi telah melampaui tetapan hasil kali kelarutan (Ksp). Penimbangan bobot endapan setelah koagulasi dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh koagulasi baik pada perbedaan konsentrasi maupun pH terhadap endapan yang dihasilkan. Semakin besar bobotnya, maka proses koagulasi berlangsung baik. Bobot endapan terbesar terdapat pada kombinasi konsentrasi PAC 800 mg/l pada pH 10 (Gambar 7 dan Lampiran 11).
Gambar 7 Hubungan konsentrasi PAC dan pH terhadap bobot endapan yang dihasilkan ( pH 7, pH 8, pH 9, dan pH 10) Penurunan kandungan logam Ni, Cr, dan Pb dalam limbah terjadi karena terbentuknya endapan Ni(OH)2, Cr(OH)3, dan Pb(OH)2. Endapan yang dihasilkan semakin besar dengan bertambahnya pH larutan. Adanya logam yang mengendap mengakibatkan konsentrasi logam yang terlarut semakin kecil. Adapun reaksi yang terjadi dengan penambahan NaOH adalah sebagai berikut:
Pengaturan pH dan penambahan koagulan PAC sangat berperan terhadap penurunan kadar logam yang terlarut dalam limbah. Walaupun pengaturan pH dengan NaOH telah dapat mengendapkan sebagian logam, penambahan PAC menyebabkan endapan
yang berbentuk koloid dapat membentuk flock. Oleh karena itu, dengan dibantu pengadukan, logam-logam dapat mengendap sempurna. Penambahan koagulan PAC menyebabkan unsur-unsur dalam limbah (dalam hal ini, Ni, Cr, dan Pb) mengalami ketidakstabilan. Ketika koagulan PAC ditambahkan ke dalam air limbah, PAC akan terdisosiasi dan ion logam akan mengalami hidrolisis dan menghasilkan ion kompleks hidrokso yang bermuatan positif sehingga teradsorpsi pada permukaan koloid negatif. PAC memiliki karakteristik muatan positif yang tinggi dan dapat mengikat agregat dengan kuat sehingga dapat menarik dan mengggabungkan partikel tersuspensi di dalam air limbah tersebut (AlKdasi et al. 2004). Identifikasi Unsur pada Botol Polipropilena (PP) Lama penyimpanan limbah dalam suatu wadah penampungan, terlebih limbah tersebut adalah limbah logam berat perlu diperhatikan. Limbah logam berat yang disimpan dalam wadah poliproilena (PP) selama 2 tahun, teramati dapat mengubah warna wadah yang semula putih bersih menjadi kehitaman. Ketiga botol seperti terlihat pada Gambar 8 merupakan wadah yang digunakan untuk menyimpan limbah. Adanya perbedaan warna pada ketiga botol disebabkan isi dari botol yang berbeda-beda didukung dengan fakta banyaknya sesi praktikum dengan materi yang sama tidak mutlak menghasilkan limbah logam berat dengan kandungan yang sama. Perbedaan isi botol tersebut menyebabkan perbedaan warna botol PP . Warna hitam yang timbul bukan seperti endapan yang menempel melainkan menyatu dengan bahan dari botol tersebut. Warna hitam ini dapat disebabkan adanya reaksi antara logam dalam limbah tersebut. Lamanya penyimpanan limbah menyebabkan warna hitam dari limbah tersebut terserap ke dalam pori-pori wadah PP.
a c
b
Gambar 8 Wadah poli propilena (a) botol 1, (b) botol 2, dan (c) botol 3
Identifikasi unsur diperlukan agar diketahui unsur–unsur yang menempel pada botol PP yang menyebabkan botol tersebut berwarna hitam. Dapat dilihat pada Gambar 9, karbon menunjukkan jumlah yang tinggi dibandingkan dengan unsur-unsur lainnya. Hal ini karena penyusun dari polipropilena itu sendiri salah satunya adalah karbon. Kandungan karbon terbesar terdapat pada botol pembanding, sedangkan pada ketiga botol sampel menunjukkan pengurangan kandungan karbon (Lampiran 12).
Gambar 9 Grafik kandungan unsur pada botol PP ( C, O, N, Al, Na, Mg, dan Si) Kandungan unsur lainnya yang terdeteksi oleh SEM-EDS antara lain oksigen, nitrogen, aluminium, natrium, magnesium, dan silikon sedangkan unsur-unsur logam yang terkandung dalam limbah tidak tampak pada hasil analisis oleh SEM-EDS karena kadar yang terlalu kecil pada botol PP (Lampiran 13).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pengolahan limbah praktikum yang mengandung logam berat dengan koagulasi PAC dan pengaturan pH berhasil menurunkan warna limbah serta kadar logam Ni, Cr, dan Pb. Penurunan tertinggi terlihat pada kadar logam Cr mencapai 97,79 % pada pH koagulasi 10 dan konsentrasi PAC 700 mg/l. Namun demikian, penurunan warna dan kadar logam belum ada yang memenuhi batas baku mutu air limbah. Hasil identifikasi botol polipropilena dengan SEM-EDS menunjukkan kandungan karbon yang menurun pada ketiga botol sampel, sedangkan kandungan unsur-unsur lainnya relatif tidak terpengaruh. Kandungan unsur lainnya yang terdeteksi oleh SEM-EDS antara lain oksigen, nitrogen, aluminium, natrium, magnesium, dan silikon.