25
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Keadaan Umum Lokasi
4.1.1
Kabupaten Subang Kabupaten Subang terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Utara pada
koordinat 107º31’ - 107º54’ Bujur Timur dan 6º11’ - 6º49’ Lintang Selatan. Kabupaten Subang meliputi wilayah seluas 205.176,95 ha (2.051,769 km²).
Lokasi Penelitian
Ilustrasi 3. Peta Lokasi Penelitian, Kecamatan Pamanukan, Kabupaten Subang (sumber: petamatikindo.wordpress.com). Wilayah Kabupaten Subang terbagi atas tiga bagian wilayah, yakni wilayah selatan, wilayah tengah, dan wilayah utara. Wilayah selatan Kabupaten
26
Subang terdiri atas dataran tinggi/pegunungan yang sebagian besar berupa perkebunan, hutan, dan lokasi wisata yang berada pada ketinggian 500 – 1500 mdpl wilayah ini mencakup wilayah Kecamatan Jalancagak, Ciater, Kasomalang, Sagalaherang, Serangpanjang. Wilayah tengah Kabupaten Subang berupa dataran yang berkembang perkebunan karet, tebu, dan buah-buahan di bidang petanian, perumahan, kawasan industri, dan pusat pemerintahan, wilayah ini berada pada ketinggian antara 50 – 500 mdpl meliputi wilayah Kecamatan Cijambe, Subang, Cibogo, Kalijati, Dawuan, Cipeundeuy, Purwadadi, Cikaum, dan Pagaden Barat. Wilayah Utara kabupaten Subang merupakan dataran rendah yang mengarah langsung ke Laut Jawa yang berupa sawah berpengairan teknis, tambak, dan pantai yang berada pada ketinggian antara 0 – 50 mdpl yang meliputi wilayah Kecamatan Pabuaran, Pagaden, Cipunegara, Compreng, Ciasem, Pusakanagara, Pusakajaya,
Pamanukan,
Sukasari,
Legonkulon,
Blanakan,
Paokbeusi,
Tambakdahan, dan sebagian Pagaden Barat. Kecamatan Pamanukan adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Subang yang terdiri atas Sembilan desa, yaitu Desa Bongas, Desa Lengkongjaya, Desa Mulyasari, Desa Mundusari, Desa Pamanukan, Desa Pamanukan Hilir, Desa Pamanukan Sebrang, Desa Rancahilir, dan Desa Rancasari yang umumnya berupa hamparan sawah. Pertumbuhan populasi domba di Kabupaten Subang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, walaupun jumlah kenaikannya tidak terlalu besar. Kenaikan jumlah populasi domba yang terjadi di Kabupaten Subang menggambarkan bahwa daya dukung lahan, kultur budaya, dan sumber daya manusia peternak di Kabupaten ini cukup baik untuk mengembangkan usaha peternakan domba di Kabupaten ini.
27
Kecamatan Pamanukan memiliki 17.687 rumah tangga yang terdiri atas 29.295 orang laki-laki, dan 27.223 orang perempuan, berdasarkan data statistik tersebut 3.150 rumah tangga di Kecamatan Pamanukan merupakan rumah tangga pertanian (Badan Pusat Statistik Kabupaten Subang, 2013), Berdasarkan Persentase Penduduk 10 Tahun ke atas menurut jenis kelamin dan lapangan usaha utama di Kabupaten Subang Tahun 2015 menunjukkan mata pencaharian yang dominan dari masyarakat Subang ialah pertanian dengan persentase sebesar 41,38%, dan selanjutnya ialah perdagangan dengan persentase sebesar 19,69% (Bappeda Kabupaten Subang, 2016). 4.2
Sifat Kualitatif yang Muncul
4.2.1
Warna Bulu Dominan Warna bulu adalah merupakan sifat kualitatif yang paling mudah dilihat
yang diturunkan oleh tetuanya. Warna bulu ini juga merupakan salah satu sifat yang menjadi bahan pertimbangan peternak dalam memilih domba. Hal ini terkait dengan tingkat kesukaan konsumen domba. Warna bulu dominan yang muncul diantaranya warna dominan putih, warna dominan coklat, warna dominan hitam, dan campuran dua warna atau lebih. Berikut adalah besar frekuensi warna bulu dominan yang tampak di lapangan menyangkut warna bulu dominan induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang Tabel 1. Tabel 1. Warna Bulu Dominan Induk Domba Lokal Umur 2-3 Tahun No Warna Bulu Dominan Jumlah Persentase (ekor) (%) 1 Dominan Putih 23 76,67 2 Dominan Coklat 2 6,67 3 Dominan Hitam 3 10 4 Campuran dua warna atau lebih 2 6,67
28
Berdasarkan data tersebut di atas dapat ditarik preposisi bahwa warna bulu dominan pada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun secara berturut turut adalah warna putih dengan presentase sebesar 76,67% dari total sampel yang diamati yaitu berjumlah 23 ekor dari total sampel yang bejumlah 30 ekor, selanjutnya warna dominan yang muncul pada induk Domba Lokal yang diamati ialah warna dominan bulu berwarna hitam yaitu sebesar 10% dari total sampel yang diamati yaitu berjumlah 3 ekor, dan selanjutnya adalah warna bulu dominnan coklat dan campuran dua warna atau lebih yang masing masing memiliki presentase sebesar 6,67% atau sejumlah masing masing 2 ekor dari total sampel 30 ekor domba priangan yang diamati. Warna bulu seringkali menjadi salah satu pertimbangan yang cukup diperhitungkan oleh peternak dalam memilih calon induk, hal ini terkait dengan tingkat kesukaan konsumen yang berasal dari masyarakat yang membutuhkan domba sebagai hewan untuk melaksanakan ibadah qurban pada Hari Raya Idul Adha cenderung lebih menyukai domba yang memiliki warna bulu putih karena dianggap lebih tampak bersih dan lebih mudah dalam menilai kesehatan ternak tersebut. Warna bulu yang muncul relatif beragam, hal ini dikarenakan tetua Domba Priangan yaitu domba Kaapstad memiliki warna bulu yang bervariasi yaitu putih, hitam, dan cokelat (Gatenby, 1986, Mason dan Mule, 1960 yang disitasi oleh Mulliadi 1996). Warna bulu dominan putih mendominasi warna bulu dominan yang muncul pada Tabel 1. Warna bulu putih yang mendominasi diduga merupakan warisan dari nenek moyang Domba Priangan yaitu Domba Merino dimana hal ini sesuai dengan pendapat dari Mulliadi (1996) bahwa kombinasi satu warna pada Domba Priangan berasal dari darah bangsa Merino atau Kaapstad yang berwarna putih.
29
Penyebaran warna dasar disebabkan oleh seleksi serta pola perkawinan yang tidak terarah hal ini terjadi dikarenakan beragamnya jantan yang digunakan oleh peternak dan tidak jarang peternak mengawinkan ternaknya dengan ternak milik sendiri, hal ini menyebabkan terjadinya inbreeding yang mengakibatkan baurnya kemurnian suatu bangsa. Seleksi yang dilakukan peternak tidak mengarah pada satu pola warna, seleksi yang dilakukan hanya menyebabkan keberagaman warna dasar. 4.2.2
Jenis Keberadaan Tanduk Berdasarkan jenis keberadaan tanduk yang merupakan sifat yang dapat di
amati oleh kasat mata dan rabaan pada bagian atas kepala domba jenis keberadaan tanduk pada induk domba betina yang di amati dapat dibagi ke dalam tiga kategori diantaranya ialah bertanduk yaitu induk domba yang memiliki tanduk lebih dari satu cm, muser yaitu domba yang memiliki benjolan tanduk kecil yang tertutupi bulu dan berukuran tidak lebih dari satu cm, dan tidak bertanduk yaitu induk domba lokal yang tidak terdapat benjolan pada bagian kepalanya. Berikut adalah frekuensi jenis keberadaan tanduk yang dapat di amati di lapangan pada Tabel 2 . Tabel 2. Jenis Keberadaan Tanduk pada Induk Domba Lokal Umur 2-3 Tahun No Jenis Keberadaan Tanduk Jumlah Presentase (ekor) (%) 1 Bertanduk 3 10 2 Muser 4 13,33 3 Tidak Bertanduk 23 76,67 Berdasarkan paparan data tersebut dapat ditarik preposisi jenis keberadaan tanduk yang paling banyak di temui secara berturut-turut adalah tidak bertanduk dengan presentase sebesar 76,67%, muser dengan presentase 13,33%, dan
30
bertanduk dengan presentase sebesar 10%. Domba Lokal tidak bertanduk banyak ditemukan di lokasi penelitian dibandingkan muser dan bertanduk . Hal ini sejalan dengan pendapat Johannson dan Rendel (1996) yang disitasi oleh Indrijani, dkk. (2006) bahwa sifat tidak bertanduk diketahui sebagai gen dominan sedangkan sifat bertanduk adalah resesif. Gen resesif pada domba jantan akan memunculkan tanduk, tetapi gen resesif pada domba betina pertumbuhan tanduk memungkinkan terhenti atau mengalami hambatan sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh (Turner dan Young 1969 yang disitasi oleh Mulliadi 1996) bahwa pertumbuhan tanduk dipengaruhi oleh faktor genetik, juga dipengaruhi oleh aktivitas hormon testosterone. Jenis keberadaan tanduk seringkali menjadi hal yang dipertimbangkan dalam memilih calon induk domba, hal ini terkait tingkat kesukaan konsumen yang cenderung lebih memilih induk domba yang tidak bertanduk karena pada umumnya masyarakat menganggap induk domba yang memiliki tanduk cenderung bersifat lebih agresif dan lebih sulit dalam penanganannya. 4.3
Sifat Kuantitatif yang Muncul
4.3.1
Bobot Badan Bobot badan hingga saat ini masih menjadi parameter utama dalam
mempertimbangkan produktivitas ternak hal ini dikarenakan bobot badan berhubungan erat dengan persentase karkas sehingga dapat menunjukkan nilai suatu ternak (Cole 1974 disitasi oleh Heriyadi, dkk., 2016). Pola pemeliharaan yang baik dan perkawinan yang terkontrol dapat menyebabkan penurunan kualitas genetik yang baik dan pertumbuhan bobot badan yang baik pula.
31
Bobot badan induk Domba Lokal yang berumur 2-3 tahun yang ditemukan saat penelitian dilakukan berjumlah 30 ekor. Data hasil perhitungan statistika dekriptif mengenai bobot badan induk Domba Lokal umur 2-3 tahun dapat dilihat pada Tabel 3. No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 3. Bobot Badan Induk Domba Lokal Umur 2 -3 Tahun. Nilai Hasil Jumlah sampel 30 Maksimum (kg) 42.7 Minimum (kg) 18.55 Rentang (kg) 24.15 Rata-rata (kg) 32.36 Simpangan Baku (kg) 5.63 Koefisien Variasi (%) 17.41 Bobot badan induk Domba Lokal umur 2 -3 tahun di Kecamatan
Pamanukan Kabupaten Subang rata-rata 32,35 ± 5,63 kg, koefisien variasi 17,40 %. Hasil rataan bobot badan tersebut relatif lebih besar dibandingkan dengan hasil standardisasi Domba Priangan yang memilki rataan 25,50 ± 4,13 Kg (Heriyadi dan Nurmeidiansyah, 2016). Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, bobot badan tersebut tidak seragam, sebagaimana pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Ketidak seragaman bobot badan yang ditemukan diduga dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan yang mempengaruhinya, diantaranya nutrisi dan manajemen pemeliharaan. Sistem pemeliharaan secara tradisional yang jarang memperhatikan kecukupan nutrisi dan kualitas bahan pakan yang diberikan tentunya ikut mempengaruhi bobot badan, serta sistem pemeliharaan secara tradisional ini juga dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu genetik, hal ini
disebabkan karena
terjadinya
perkawinan
yang tidak terarah
dan
mengakibatkan terjadinya inbreeding. Hal ini sesuai dengan pendapat Soeparno
32
(2005) yang menyatakan rendahnya kualitas pakan akan berdampak terhadap rendahnya kecepatan pertumbuhan sehingga bobot dewasa dicapai lebih rendah. Jenis pakan, dan kualitas pakan yang diberikan, serta manajemen pemeliharaan yang kurang baik akan mempengaruhi bobot badan, sebagaimana pendapat Heriyadi (2012) yang menyatakan bahwa manajemen pemeliharaan dapat berdampak pada ADG (average daily gain) dan bobot badan saat dewasa. 4.3.2
Panjang Badan Panjang badan merupakan salah satu ukuran tubuh yang sangat
mempengaruhi performa ternak terutama terhadap bobot badan, karena jika bobot badan besar maka akan memiliki ukuran tubuh yang besar (Heriyadi, 2016) Panjang badan merupakan ukuran yang dapat digunakan untuk menduga bobot badan. Panjang badan menunjukkan kapasitas badan yang besar sehingga mempengaruhi kualitas karkas. Panjang badan menunjukkan kapasitas, kekuatan dan kemampuan konsumsi pakan, badan harus berbentuk kotak, lurus berisi, seimbang, rusuk yang dalam dan lebar serta ukuran panjang yang sesuai umur (Ensminger, 2002). Panjang badan induk Domba Lokal yang berumur 2 – 3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dilihat pada Tabel 4. No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 4.Panjang Badan Induk Domba Lokal Umur 2 – 3 Tahun. Nilai Hasil Jumlah sampel 30 Maksimum (cm) 58.2 Minimum (cm) 46.5 Rentang (cm) 11.7 Rata-rata (cm) 53.21 Simpangan Baku (cm) 2.85 Koefisien Variasi (%) 5.36 Dari data tersebut didapati rata-rata panjang badan induk Domba Lokal
umur 2- 3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang adalah 53,207 ±
33
2,85 cm. dengan koefisien variasi 5,35%. Panjang badan maksimum yang ditemui sebesar 58,2 cm dan panjang badan minimum yang ditemui saat penelitian ialah 46,5 cm dengan rentang maksimum dan minimum panjang badan sampel sebesar 11,7 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, bobot badan dianggap seragam, sebagaimana pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan Standardisasi Domba Priangan yang di tulis Heriyadi dan Nurmeidiansyah (2016) dimana rataan panjang badan Domba Priangan di Jawa Barat berumur 2 sampai 4 tahun sebesar 50,6 ± 2,74 cm. Panjang badan adalah salah satu ukuran tubuh yang sangat mempengaruhi performa ternak terutama yang berhubungan dengan bobot badan, karena jika bobot badan besar akan memiliki postur tubuh yang besar pula sebagaimana pendapat Dwiyanto (1984) menyatakan bahwa semakin besar dan semakin panjang tubuh akan menyebabkan bobot badan meningkat. 4.3.3
Lingkar Dada Hasil penelitian lingkar dada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada
Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 5. No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 5.Ukuran Lingkar Dada induk Domba Lokal Umur 2 – 3 Tahun Nilai Hasil Jumlah sampel 30 Maksimum (cm) 85.2 Minimum (cm) 63.5 Rentang (cm) 21.7 Rata-rata (cm) 75.64 Simpangan Baku (cm) 5.68 Koefisien Variasi (%) 7.51 Rata-rata lingkar dada induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan
Pamanukan Kabupaten Subang sebesar 75,64 ± 5,67, dengan nilai koefisien
34
variasi 7,5% . Ukuran lingkar dada maksimum induk domba priangan umur 2-3 tahun yang ditemui di lapangan sebesar 85,2 cm dan lingkar dada minimum induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun yang ditemui dilapangan adalah 63,5 cm, serta rentang antara data maksimum dan minimum sampel adalah 21,7 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, lingkar dada induk Domba Lokal di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana sejalan dengan pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan Standardisasi Domba Priangan yang di tulis Heriyadi dan Nurmeidiansyah (2016) dimana rataan lingkar dada Domba Priangan di Jawa Barat berumur 2 sampai 4 tahun adalah 73,5 ± 5,97 cm. Lingkar dada mempunyai nilai korelasi terbesar dengan ukuran-ukuran tubuh lainnya pada semua tingkat umur (Dwiyanto, 1984). Meningkatnya ukuran lingkar dada akan diikuti dengan meningkatnya bobot badan. Lingkar dada dengan bentuk sempurna baik untuk bagian depan rusuk sampai bahu dengan dada yang lebar menunjukkan organ respirasi yang besar, dada harus dalam dan lebar serta bagian belakang siku memiliki bentuk lingkaran penuh (Devendra dan Mcleroy, 1992). 4.3.4
Lebar Dada Lebar dada menggambarkan pertumbuhan tulang bahu dan rongga dada.
Ukuran lebar dada yang lebar dapat menunjukkan organ respirasi yang besar, semakin besar ukuran lebar dada maka semakin besar ukuran organ respirasi ternak itu. Hasil penelitian ukuran lebar dada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 6.
35
No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 6.Ukuran Lebar Dada Induk Domba Lokal Umur 2 – 3 Tahun Nilai Hasil Jumlah sampel 30 Maksimum (cm) 19.1 Minimum (cm) 13.2 Rentang (cm) 5.9 Rata-rata (cm) 15.66 Simpangan Baku (cm) 1.44 Koefisien Variasi (%) 9.18 Rata-rata lebar dada induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan
Pamanukan Kabupaten Subang sebesar 15,66 ± 1,43, dengan nilai koefisien variasi 9,18%. Ukuran lebar dada maksimum induk Domba Lokal umur 2-3 tahun yang ditemui di lapangan sebesar 19,1 cm dan lebar dada minimum induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun yang ditemui dilapangan adalah 13,2 cm, serta rentang antara data maksimum dan minimum sampel adalah 5,9 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, lebar dada induk Domba Lokal di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana sejalan dengan pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Lebar dada memiliki keterkaitan terhadap perkembangan otot yang ada di sekitar dada, sehingga menunjukkan pertambahan ukuran dada ke samping secara nyata. Keadaan wilayah yang memiliki ketersediaan pakan yang baik dan berkualitas, dalam jenis bentuk pakan hijauan atau pun bahan pakan pengganti menjadi salah satu penunjang pertambahan ukuran lebar dada pada domba. Atmaja, dkk (2012) menyatakan pertumbuhan tulang dada dipengaruhi oleh perkembangan organ-organ dalam dan perlekatan daging pada tulang bahu dan dada yang menekan kapasitas tubuh.
36
4.3.5
Dalam Dada Pengukuran dalam dada dilakukan dengan mengukur panjang jarak antara
titik pundak tertinggi sampai tulang dada. Hasil penelitian ukuran dalam dada induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Ukuran Dalam Dada induk Domba Lokal Umur 2-3 Tahun No 1 2 3 4 5 6 7
Nilai Jumlah sampel Maksimum (cm) Minimum (cm) Rentang (cm) Rata-rata (cm) Simpangan Baku (cm) Koefisien Variasi (%)
Hasil 30 31 23.3 7.7 27.17 2.06 7.57
Rata-rata dalam dada induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang sebesar 27,17 ± 2,05, dengan nilai koefisien variasi 7,56% . Ukuran dalam dada maksimum induk Domba Lokal umur 2-3 tahun yang ditemui di lapangan sebesar 31 cm dan dalam dada minimum induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun yang ditemui dilapangan adalah 23,3 cm, serta rentang antara data maksimum dan minimum sampel adalah 7,7 cm. Berdasarkan koefisien variasi yang diperoleh, ukuran dalam dada induk Domba Lokal di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dapat dianggap seragam, sebagaimana sejalan dengan pendapat Nasution (1985), bahwa populasi masih dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi di bawah 15%. Besaran ukuran dalam dada erat kaitannya dengan pertumbuhan tulang dada yang dipengaruhi oleh perkembangan organ-organ dalam dan perlekatan daging pada tulang bahu dan dada yang menekan kapasitas tubuh ternak.
37
4.3.6
Tinggi Pundak Tinggi pundak merupakan salah satu parameter yang cukup penting dalam
melakukan penilaian terhadap performa dan potensi genetik ternak. Hasil penelitian ukuran tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2 – 3 tahun pada Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang disajikan pada Tabel 8. No 1 2 3 4 5 6 7
Tabel 8. Ukuran Tinggi Pundak induk Domba Lokal Umur 2-3 Tahun Nilai Hasil Jumlah sampel 30 69 Maksimum (cm) 52.4 Minimum (cm) 16.6 Rentang (cm) 59.45 Rata-rata (cm) 3.84 Simpangan Baku (cm) Koefisien Variasi (%) 6.47 Berdasarkan hasil pengumpulan data di lapangan yang menyangkut tinggi
pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun, terungkap bahwa rentang tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun adalah 52,4 – 69 cm, dengan rata-rata tinggi pundak 59,44 ± 3,84 cm (Tabel 8), Nilai sesuai dan tidak terpaut jauh bila dibandingkan dengan standardisasi rataan tinggi pundak Domba Priangan berumur 2 sampai 4 tahun di Jawa Barat yang memiliki nilai 61,2 ± 4,17 cm (Heriyadi dan Nurmeidiansyah, 2016). Koefisien variasi yang dihasilkan dalam penelitian ini adalah 6,468%, hal ini menunjukkan bahwa ukuran tinggi pundak induk Domba Lokal umur 2-3 tahun di Kecamatan Pamanukan Kabupaten Subang dianggap seragam, seperti yang dikemukakan Nasution (1985), bahwa populasi dianggap seragam jika memiliki nilai koefisien variasi dibawah 15%. Tinggi pundak merupakan salah satu ukuran tubuh domba yang dapat dijadikan penentu besar atau kecilnya domba tersebut. Domba yang memiliki bentuk tubuh lebih besar akan memiliki bentuk tubuh yang lebih besar juga
38
(Fajemilehin dan Salako, 2008). Ukuran tubuh sangat berpengaruh pada domba, ukuran tubuh dapat dijadikan sebagai identitas dari domba itu sendiri. Perubahan pada ukuran tubuh mungkin saja terjadi, hal ini karena Domba mengalami pertumbuhan dan perkembangan pada tubuhnya. Performa maksimum dari domba akan dicapai apabila domba tersebut memiliki genetik yang unggul, serta ditunjang dengan faktor lingkungan yang baik.