HASIL DAN PEMBAHASAN Rlorfologi a. Tubuh Berdasarkan kunci idcntifikasi morfologi Groves. inaka anoa dari wilayah Pii~ogu n~etnpel.lillatkan karakteristik jenis anoa dataran rendah (Bobahts {Anoa) depressicortiis). Deskripsi morfologi aooa dataran rendah dari Pinogu adalah sebagai berikut : a. Anoa jantan (I ekor) Tubul~: panjang =I60 c n ~tinggi= , 88 cm Kepala: panjang -3 1 cm, lebar= 14 cm Tanduk: panjang = 24,5 c n ~ bentuk , pipih dengan alur bercincin Leher : tanpa kalung putih Ekor : panjang = 32 c n ~ Warna : hitain keabu-abuan Ratnbut: tarnpak jarang karena kerotltokan Kaki : bercak putih pada tungkai depan b. Anoa betina (1 ekor) Tubul~: panjang = I1 7 cm. tinggi = 71 cm Kepala: panjang = 29 cm, lebar= 17,s cm Tanduk: panjang = 13 cm, bentuk bulat dan mulai beralur cincin di bagian pangkal Leher : dengan kalung putih Ekor : panjang = 26.5 cm Warna : hitam kecoklatan Rambut: tebal dan wolly Kaki : beicak putih pada tungkai depan dan bclakang
Karakteristik tnorfologi yang menjadi ciri utama dari spesies anoa yaitu postur tuboh yang tampak lebih kekar jika dibandingkan dengar] famili Bovidae lainnya. Pada saat berdiri tegak bagian kaki depan tampak behlkuran lebih pendek dari kaki belakang. Karakteristik morfologi anoa lainnya seperti tanduk, rainbut dan beberapa tanda khusus akan diuraikan dalam petnbahasan tnorfologi berikutnya. Nasil perbandingan moriometrik berdasarkan daerall asal terdapat kecenderungan Yang berbeda di antara masing-masing anoa tersebut (Tabel I). Anoa dataran rendall dewasa dari Pinogu rneiniliki panjang dan tinggi tubuh yaitu masing-masing jantan (n=l) adalah 160 cm dan 88 cm, dan betina muda (n=l) adalah 117 cni dan 71 cm. Anoa dataran rendah dewasa Taman Safari dari. wilayah Palu dan Poso (Sulawesi Tengah) memiliki panjang dan tinggi tubuh yaitu masing-masing jantan (n=l) adalah 138 cm dan 82,3 cm dan betina (n=2) adalah 131,4 cm dan 82 cm. Sedangkan. anoa dataran rendah yang diteliti oleh Groves (1969) memiliki panjang dan tinggi tubuh yaitu masing-masing jantan (n=l) adalah 170 cm dan 86 cm, dan betina dewasa (n=l) adalah 188,7 cm dan 86 cm. Anoa yang didetenninasi. Groves menunjukkan ukuran tubuh yang lebib besar dari anoa Pinogu dan Taman Safari.
Tabel I. Karakteristik morfologi anoa dataran rendah berdasarkan kelas umur dan jenis kelamin yang berasal dari Pinogu (2000), Taman Safari (2000), dan Groves (1969).
Kearangan : semua bagian tubuh diukur dalam satuan mm. Angka dalam kurung menunjukkan jumlah individu yang diamali.
Gatnbar I.Kal-akteristik morfoloyi anoa dataran rendah betina muda dari Pinoyu
b. Kepala ' Dari hasil deter~ninasipada Tabel 2, ditemukan adanya variasi ~norfologidiantara spesimen kepala Seluruh anoa dataran rendah dari Pinogu. spesilnen anoa yang dideterminasi baik spesimen hidup lnaupun lnati berjunilali 15 spesilnen yang terdiri dari anoa dewasa (n=10), muda (n=2), dan anak (n=2). Kondisi sebagian spesi~nentersebut ielah rtrsak kehilangan bagian mandibularnya, seliingga detertninasi dilakukan hanya dari bagian kranium. Determinasi umur spesimen dalam tingkat dewasa, muda, dan anak diamati dari bentuk tanduk dan ukuran kepala spesimen dengan meliggunakan kunci identifikasi Groves (1969). Pat~jangkepala anoa jantan berkisar 298 - 322 mm dengan rata-rata 306,s mm (n=7), betina dewasa berkisar 290 - 300 mm dengan rata -rata 295 mm (n=4), lnuda berkisar 229 - 263,5 mm dengan ratarata 241,5 tnln (n=3). Ukuran panjang tanduk pada ) 271 - 373 mni anoa jantan dewasa ( ~ 1 5 berkisar dengan rata-rata 296,4 mm, betina dewasa (n=l8) berkisar 183 - 260 mm dengan rata-rata 216,9 mni, dan muda (n=3) panjang tanduk berkisar 87 - 151 mm dengan rata-rata 119 mm. Sedangkan untuk tingkat umur anak tidak dilakukan pengukuran panjang kepala dan panjang tanduk. Dalam Tahel 2 terlihat nilai rataan panjang kepala anoa dewasa yang sangat bervariasi. Panjans kepala anoa dewasa berkisar 269 314 Irtm dengan rata-raia 292 niln (n=9), ~ n u d aberkisar 246 290 mm dengan rata-rata 265,3 mm (n=3), dan aliak adalah 203 mm (n=l). Hasil pengukuran ini menunjukkan ukuran kepala spesimen anoa dari Pinogu yang lebih pendek dari spesimen anoa yang diukur Groves.
-
-
Ukuran panjang tanduk anoa menunjukkan adanya variasi diantara anoa dewasa. Palijang tanduk anoa dewasa adalah berkisar 161 - 284 mm dengan rata-rata 232,5 mm (n=9), ~iiudaadalah berkisar 130 - 222 mm dengan rata-rata l62,3 nim (n=2), dan anak berkisar 114 - 116 nlm dengan rata-rata 115 mm (n=2). Panjang tanduk anoa dari Pinogu menunjukkan ukuran yang lebih pendek dari anoa yang dideterminasi Groves. Dalam determinasi tersebut ditetnukan dua spesilnen diantaranya memiliki tanduk yang lebih panjang dari ukuran kepalanya, yaitu spesilnen dewasa nomor 8 dengan panjang kepala 274 lnm dan panjang tanduk 284 mm, dan spesimen dewasa nomor 9 dengan panjang kepala 269 mm dan panjang tanduk 279 mm. Oleh karena jumlah spesimen yang sangat terbatas. ~nakadata ini tidak cukup untuk menjelaskan variasi morfolo,'-1 antar individu. Bentuk tanduk pada anoa dewasa umumnya pipili dengan alur kasar di pangkalnya. Tanduk anoa dewasa dengan permukaan heralur kasar menjadi ciri pertamballan umur satwa. Sedangkan pada anoa muda bentuk tanduk adalah bulat dan halus. Pada beberapa spesimen anoa dewasa permukaan tanduk yang beralur kasar seringkali ditemukan telah menjadi halus. Hal ini diduga berhubungan dengan perilaku anoa yang sering mengasah tanduknya pada tumhuhan-tumbuhan muda (Mustari, 1995). Fungsi tanduk yang kokoh mz~vpakanserrjata utama yang digunakan anoa sebagai alat pertahanan diri (Grizmek, 1990). Hasil pengamatan dari seekor anoa jantan dan betina yang ditangkap penduduk menunjukkan panjang kepala yang lebih pendek dari hasil pengukuran Groves.
I
Gambar 2. tioieksi spesilnen anoa dataran rendah d a r ~Pinogu Tabel 2. Karakteristik morfometrik kepala anoa dataran rendah dari Pinogu
I
d. Jejak kaki foolprinr co~oitdimana ukuran dan bentuk kaki Seluruh jejak kaki anoa dataran rendah yang serta kuku satwa dapat digunakan dalam ditc~nukanberjumlah 732 jejak (Lampiran 12, 13, identifikasi usia dan jenis kelamin satwa liar. 14, dan 15). Pada Tabel 4 terlihat bahwa ukuran Metode ini telah sukses dilakukan dalam sensus jejak kaki secara individual pada anoa bewariasi badak Sumatra (Dicerorl7inus smnatrensis) di diantara kelas uniur. Ukuran pahjang jejak kaki Taman Nasional Gunung Leuser. pada anoa dewasa di blok Kuning berkisar antara Dari hasil identifikasi ukuran jejak kaki anoa 65-100 mm dengan rataan 75,72 1 8,14 ; blok dataran rendah dari Pinogu dan Taman Safari Mataniata berkisar antara 66 - 114 mm dengan ditemukan tidak ada perbedaan yang signifikan rataan 75,50 :7,20 ; blok Pinomonua berkisar diantara kelamin jantan dan betina. Salab satu antara 66-102 mni berkisar antara 77,35 + 8,57 ; karakteristik yang digunakan untuk niembedakan blok O~nbuloberkisar antara 66-102 mm dengan jenis kelamin anoa dewasa yaitu bentuk dan posisi rataan 77,13 8.30. Panjang jejak kaki pada anoa kuku anoa dari kedua jenis kelamin (Van Strien, 1983). Karakteristik morfometrik dari anoa jantan niuda di blok Kuning berkisar antara 50-64 mm dengan rataan 57,75 i 4,46 ; blok Matamata yaitu memiliki bentuk kuku yang memanjan0" berkisar antara 50-64 mm dengan rataan 59,30 + dengan posisi membuka membentuk sudut 30 , 3,91 ; blok Pinomonua berkisar antara 56-64 mm sedangkan pada anoa betina yaitu memiliki bentuk berkisar antara 61,29 !: 2,91 ; blok Ombulo kuku yang membulat dengan posisi yang sejajar berkisar antara 50-64 mm dengan rataan 58,79 + (Lampiran 3). Teknik pengamatan jenis kelamin 4,68. Panjang jejak kaki pada anoa anak di blok berdasarkan karakteristik jejak kaki perlu diuji lebill lanjut untuk dapat dijadikan acuan. Kuning berkisar antara 42-49 mm dengan rataan Dalam sensus jejak anoa dengan metode 45,40 3,29 ; blok Matamata berkisar antara 4648 mm dengan rataan 47,OO 1,10 ; blok footprint count terjadinya duplikasi data tidak Pinomonua berkisar antara 4 6 4 8 mm berkisar dapat dihindari, dimana satu jejak dapat tercatat Jejak yang antara 47,OO !:1,41 ; blok Ombulo berkisar antara kembali pada sensus berikutnya. memiliki ukuran yang sama diperkirakan berasal 48,OO m n dengan rataan 48,OO & 0,OO. dari individu yang sama. Dari junilah total 732 Dalam mengidentifikasi jejak anoa dengan metode footprint count, karakteristik morfometrik jejak yang dideterminasi dengan metode footprint dapat dibedakan berdasarkan kelas umur sahva. count terdapat 438 jejak yang memiliki kesamaan Karakteristik umur ditunjukkan dari perbedaan ukuran dan bentuk. uLcr...-dian:ara individu dalam tingkatsn znek, niuda, dan dewasa. Van Strien (1983) mengungkapkan salah satu keuntungan metode
+
+
+
Tabel 4. Nilai rataan, kisaran dan simpang baku jejak kaki anoa dataran rendah berdasarkan metode footprint count di Sungai Tolinggopoto, Pinogu.
..-.
'
Populasi I . Kepadatan populasi I-lasil analisis sensus populasi anoa dataran rendah di wilayah sungai Tolinggapoto berdasarkan metode foolprint count dan line wonsect pada jalur sungai dan bukit (Tabel 6) menu~ijokkan kepadatan populasi yang bervariasi pada tiap lokasi pengamatan. Nilai dugaan kepadatan populasi di blok Kuning dengan jalur transek sepanjang 1360 m adalah 20,96 ekorlha, blok Mataliiata dengan jalur transek sepanjang 1130 m adalah 52.9 ekorlha, blok Pinomonua dengan jalur transek sepanjang 768 m adalah 22,1 ekorlha, dan blok Ombulo dengan jalur transek sepanjang 1160 ni adalah 38,l ekorlha. Kelitnpahan populasi tertinggi berada di lokasi blok Mataniata dan Ombulo. Hasil pendugaan populasi dengan metode line frarlsect menunjukkan kepadatan populasi antara 21-51 ekor per hektarnya. Dimana daerah jelajah (horiie range) anoa diketahui hanya pada daerah tertentu saja, sehingga dari hasil sensus pada tiap lokasi dite~nukantidak merata. Tingginya frekuensi peneniuan jejak ini diduga berhubungan erat dengan pemanfaatan habitat kubangan bagi satwa. Apabila hanya 10- 20 % saja dari nilai dugaan ini bcnar, maka jumlah anoa di sungai Tolinggopoto berkisar antara 3-6 ekor per hektar Variasi kelimpalian populasi dalam setiap sensus cenderung berbeda untuk masing-masing lokasi sens!s. Mac Kincon &in '!'um.udji.(1980> yang mengadakan sensus anoa di Cagar Alam Tangkoko, Propinsi Sulawesi Utara (Luas wilayah 8718 hektar), mengungkapkan bahwa kepadatan populasi anoa di belahan timur kawasan itu adalah 0,5 ekor/km2 setara dengan 0,005 ekorlha. Sedangkan Mustari (1996) yarlg melakukan sensus anoa di Tanjung Amolengo, Sulawesi Tenggara (Luas wilayah 500 hektar) mengungkapkan hasil penelitiannya dengan kepadatan populasi anoa adalah 1,6 ekor/km2 atau setara dengan 0,016 ekorlha. MacKinnon dan Turmudji (1980) mengungkapkan bahwa kepadatan populasi berhubungan dengan daya dukung lingkungan dari habitat satwa tersebut. Alikodra (1983) mengeniukakan nilai kepadatan populasi dalam suatu kawasan merupakan hasil proses penyesuaian antara satwa dengan lingkungannya dalam lial persaingan, menghindarkan diri dari serangan pemangsa, pergerakan, reproduksi, dan penyakit. Dalani penelitian ini faktor-faktor yang dianggap tiie~npengaruhikelimpalian populasi anoa adalah kondisi musim, gangguan habitat, dan
kelimpahan sumber daya lingkungan. Faktor musim selama bulan Mei, Juni, dan Juli dianggap sangat mempengaruhi kelimpahan populasi dalam lokasi. Selama musim kering frekuensi jejak kaki anoa yang ditemukan di tepian sungai mengalatni peningkaran. Sebaliknya dimusim hujati meluaptiya sungai-sungai besar dalam lokasi menyebabkan anoa cenderung tnenjauhi daerali sungai, sehingga jejak kaki anoa sangat jarang ditemukan. Diduga aktifitas ini dilakukan anoa adalah untuk minum. Alikodra (1990) melaporkan kasus yang sama pada perilaku banteng (Bos javanicrrs) dan rusa (Ce~vristinlorensis) di Taman Nasional Baluran, dimana pola pergerakan harian cenderung mengalami pembahan di musim kering dan hujan. Selain itu faktor keamanan habitat dianggap juga melnpengaruhi keberadaan populasi anoa. Dalam Tabel 5 junilah populasi anoa selama bulan Juli di blok Pinomonua cenderung niengalami penurunan. Aktivitas penebangan pohon dan perburuan dari para perotan dalam lokasi telah menyebabkan terganggunya kehidupan satwa. Rusaknya habitat satwa pada akhirnya akan lnenyebabkan ~nigrasi satwa meninggalkan lokasi. Dalam kedua jalur transek tersebut, di setiap Iokasi menunjukkan variasi kepadatan populasi yang jauh berbeda. Dalam jalur transek yang berada di tepian kubangan terlihat nilai dugaan kepadatan populasi yang cukup tinggi, jika dibandingkan jalur hansek scpanjang sungai dan bukit. Sedangkan dalam jalur sungai dan bukit, anoa mengunjungi tempat-tempat tersebut hanya pada waku-waktu tertentu. 2. Struktur umur dan kelamin Hasil analisis populasi pada anoa (Tabel 5) di Sungai Tolinggopoto terlihat kondisi populasi yang tidak sehat, yaitu jantan dewasa (n=60), betina dewasa (n=29), dan tidak diketahui' kelami~lnya (n=8). Berdasarkan nilai rasio kelamin jantan berbanding betina diperoleh rasio 2 : 1. Nilai ini menunjukkan peluang satu ekor betina untuk dikawini dua ekor jantan. Berdasarkan tingkat umur anoa di Sungai Tolinggopoto terlihat shuktur umur populasi yang tidak sehat, yaitu anoa dewasa (n=96), niuda (n=50), dan anak (n=3). Nilai rasio satwa dewasa terhadap satwa muda dan anak adalah 2 : 1. Nilai ini menunjukkan perbandingan anoa dewasa yang lebih tinggi dari anoa muda dan anak. Rasio jenis kelamin yang tidak berimbang diantara jantan dan betina merupakan kondisi yang Dalaln populasi tidak normal bagi populasi.
<..-'.I:
tersebut akan terjadi dewasa terhadap saiwa muda dan anak adalah 2 : I. Nilai ini menunjukkan perbandingan anoa dewasa yang lebih tinggi dari anoa muda dan anak. persaingan keras diantara anoa jantan untuk memperebutkan seekor betina. Rendahnya jumlah anoa betina dari jantan juga telah menyebabkan rendahnya angka kelaliiran dalam populasi. Jumlah anoa muda yang rendall menunjukkan kondisi yang tidak sellat dalam populasi. Odum (1973) mengemukakan dalam suatu populasi yang menurun struktur umur
anggota rerdiri dari sebagian besar anoa-anoa tua dan sebagian kecil anoa muda. Dengan rnengamati rasio kela~nindan umur populasi anoa dataran rendah di sungai Tolinggopoto yang tidak normal belum rnenggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya, karena tidak adanya data pembanding kondisi populasi pada tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian, data tersebut merupakan data pendahuluan untuk menganalisis perkembangan populasiselanjutnya.
Tabel 5. Daftar sensus populasi anoa dataran rendab berdasarkan metode foolpri171 count di Sungai Tolinggopoto
Tabel 6. Kepadatan populasi anoa datpran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu
1.
2. 3. 4.
Kuning Matamala Pinomonua Ombulo
1360 1130 768 1160
1,36 1.13 0,768 1.16
59,s 17 44.2
1
20,Yb
I
52,9 22,l 38.1
,
3. Ukuran dan Kdmposisi kelonipok Dala~n Gainbar 3 terlihat ukuran kelompok atioa bervariasi dari 1-4 ekor, yang meliputi satu , ekor (n=22), dan ekor (n=79), dua ekor ( 1 ~ 4 4tiga ellipat ekor ( ~ 3 )(Lampiran 6). Hasil ini menunjukkan tingginya hkuensi individu soliter pada anoa. Kelotiipok sosial anoa memperlihatkan variasi kornposisi antar kelompok yaitu jejak satu ekor anoa terdiri dari jantan dewasa, betina dewasa, atau anoa tnuda. Pada kelompok anoa dua ekor terdiri dari pasangan jaotan dan betina dewasa, atau betina dewasa dan anak. Dalam kelompok anoa tiga ekor terdiri dari pasangan jantan dan betina dewasa serta anak, atau betina dewasa dan kedua anak. Sedangkan dalatn kelompok ellipat ekor terdiri dari anoa jantan danbetina dewasa, serta kedua anaknya. Perilaku soliter anoa merupakan perilaku yang cukup unik berbeda dari kelotnpok genus Bubalus lainnya. Dalam genus Btrbalus kelompok cenderung liidup dalam ukuran yang besar. Diantaranya adalah kerbau air Asia (Bzrbalus bubalis) yang hidup berkelompok dengan jumlah 20-35 ekor, demikian pula kerbau rawa (Bubalus ornee) yang hidup berkelompok puluhan sampai ratusan ekor (Grizmek, 1990). Perilaku soliter anoa diduga merupakan pols adaptasi satwa terliadap lingkungannya yang telali ~iiengalami gangguan manusia. Dalam habitat yang berbatasan langsung dengan perkebunan dan peniul;it;ion nianusia a i i keluar ~ pada inalam hari baik secara soliter atau kelompok kecil (Syam, 1977, Mustari, 1995). Perilaku anoa soliter menunjukkan ketniripan dengan perilaku kerbau liar Filipina yaitu Tamarao (Bubalus mindorensis). Kerbau tamarao biasa hidup soliter atau dalam kelompok kecil p n g berjulnlah sampai enam ekor
dalatn hutan-hutan Filipina yang berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk (Grizmek, 1990). Mustari (1996) juga menduga perilaku soliter anoa berhubungan dengati karakteristik habitat anoa dalam hutan primer yang rapat dengan vegetasi bawah, sehungga satwa sulit untuk membentuk kelompok besar. Perilaku berkelompok dua ekol- pada anoa jantan dewasa bersama pasangan betinanya berlangsung hanya selatna musi~nkawin (Mustari, 1995). Perilaku monogami anoa adalah strategi yang sangat langka ditetnukan pada satwa ungulata (Taman Safari, 1996). Perilaku berkelompok dua atau tiga ekor juga ditemukan pada induk betina bersama anaknya. Menurut Grizmek (1990) dalatn keluarga Bovidae induk betina liidup bersama anak sampai berumur dewasa. Perilaku berkelompok dengan jumlah enipat ekor merupakan kelompok sosial terbesar yang ditemukan dalam penelitian ini. Meijer (1983) dalam Whitten (1987) menemukan ukuran kelornpok terbesar anoa yang pernah ditemukan adalah lima ekor dalam suatu ekspedisi di Gunung Nokilalaki (Sulawesi Tengah). Dalam penelitian ini identitikasi kelompok sosial anoa didasarkan pada jumlah jejak yang ditemukan Jejak kelompok yang ditemukan umumnya berada dalam satu lintasan yang digunakan bersama, ha1 ini ditunjukkan dari jejak yang saling tumpang tindih atau saling berdekatan. h1us;ai.i (19SG) yang mengamati perilaku sosioekologi anoa di Tanjung Amolengo (Sulawesi Tenggara) mengemukakan bahwa jejak anoa yang saling tumpang tindih menunjukkan perilaku anoa yang cenderung tidak memiliki wilayah jelajah testentu.
Gambar 3. Ukurati kelompok anoa dataran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu.
.l
7 -
I
j .. .
-
Komposisi Kelornpok (ekor) .
_ -.
I ...
I-iabitat Dari Tabcl 7 komponen liabitat anoa dapat digambarkan sebagai berikut : a. Faktor fisik 1 lklitn Selama tiga bulan penelitian wilayall hutan Pinogu mengalami dua musim kering dan sekali rnusim hujan. Curah hujan rata-rata perbulan dari Januari hingga Juni adalah 210 mm. Temperatur harian rata-rata adalali 21,l O C di pagi hari dan 28,3 O C di siang hari (Lampiran I I). Musim hujan beslangsung selama bulati Mei dan Juli, sedangkan musim kering berlangsung di bulan Juni. Selan~a musim kering curah hujan cukup rendah yaitu 95 mmlbulan dan temperatur harian yang tinggi adalah 28 OC. Di musim hujan ditandai dengan curah hujan yang tinggi yaitu 264 tnmlbulan dan te~nperaturyang rendah 24,2 OC. Pergerakan harian anoa senantiasa berubah bergantung keadaan musim. Di musin1 kemarau anoa sangat aktif bergerak mendatangi sungaisungai besar yang tidak inengalami kekeringan. ditnana jejak anoa sangat mudah ditemukan di tepian sungai. Dalatn satu kesempatan di musim ketnarau seekor anoa jantan muda ditemukan sedang minum air pada pukul 11.00 WITA. Sebaliknya Syatn (1977) tnelaporkan 'di Cagar Alan Tangkoko (Sula.rvesi Utara) bahwa selama musim hujan anoa tetap berada dalam hutan dengan minum air hujan yang tertampung dari banir-banir pohon. 2. Topografi Topograii kawasan yang bervariasi dengan kombinasi dataran rata, bergelombang, dan berbukit. Ketinggian lokasi merentang dari 280 meter sampai 610 meter dari permukaan laut. Lokasi habitat anoa terutama ditemukan pada kawasan berbukit dengan lereng-lereng yang curam. Pemilihan lokasi ini diduga merupakan strategi anoa untuk menghindari serangan predator. Arah pergerakan anoa dalam lintasan yaitu menaiki dan menumqi perbukitan. Seringkali ditemukan jejak anoa saling tumpang tindih satu sama lainnya dalam lintasan tanah berlumpur berbentuk parit kecil. Dafam usaha memetakan jalur lintasan satwa ditemukan kesulitan tnenghadapi kondisi topografi medan dengan bukitbukit terjaL 3. Air dan mineral Dalam lokasi studi banyak dialiri sungai-sungai besar dan kecil yailg berasal dari kompleks pegunungan di sekitar kawasan. Dengan sungai
utama yaitu sungai Bone dan anak-anak sungai lainnya Bulawa, Tolinggopoto, Moloti dan Butahu. Sungai-sungai ini bertetnu dengan sumbersumber mineral yang berasal dari dalam bumi yang kaya kandungan garam-garam mineral dari dalam bumi. Dari analisis kualitas air pH normal sungai adalah 6. Perubahan nilai pH terjadi dalam setiap musim dimana pH terendall 5 dicapai dimusim hujan dan pH tertinggi S selama musim kering. Air sungai telali bercampur dengan air yang sudah ~nengandungmineral. Anoa seringkali mendatangi sungai-sungai itii intuk memenuhi kebutuhan mineralnya. Clayton (1996) melakukan pengamatat~babirusa dan anoa yang mendatangi sungai-sungai di hutan Paguyaman (Propinsi Gorontalo), menemukan kandungan mineral-mineral yang tinggi dalam air sungai yang diminum tersebut. Anonimous (1979) dan Wirawan (1981) dalam Whine11 (1987) menganalisis air sungai di Sulawesi tengah menemukan kandungan mineral dalam sungaisungai yang diminum satwa sama dengan kandungan sumber mineral dari panas bumi. Anoa seringkali mendatangi sungai-sungai kecil yang berada di daerah hulu. Pertemuan langsung dengan seekor anoa jantan muda d i aliran sungai Pinomonua pada pukul 11.00 WITA. yang tatnpak sedang minum air di tepian sungai. Pada saat musim kering anoa nlendatangi sungai-sungai besar untuk turun minum. 4. Sarang Dalam obsewasi habitat di seluruh blok pengamatan ditemukan tempat-tempat tertentu yang sering dikunjungi anoa sebagai sarang perlindungan. Sarang ini umumnya digunakan anoa sebagai tempat untuk berteduh pada saat hari hujan atau sekedar beristirahat. Sarang ini mempunyai bentuk yang bervariasi yaitu seperti bentuk gua tanah, pohon tumbang dan batu-batu besar (Tabel 9). Seluruh sarang tersebut berjumlah empat sarang yang menyebar secara merata di semua lokasi pengamatan, kecuali di blok Ombulo. Sarang gua tanah adalah sebuah gua dari tanah yang terletak pada lereng-lereng landai di kaki bukit. Gua tanah ini bukanlah gua alaini, melainkan gua yang terbentuk oleh kebiasaan anoa yang sering menggosok tanduknya dan menggesek tubuhnya pada dinding tebing. Kebiasaan ini lambat laun menyebabkan terbentuknya lubang Gua tanah ini besar pada dinding tebing. ditemukan di blok Pinomonua dengan ukuran 1x4 meter, sedangkan di blok Matamata gua yang diteinukan berukuran dari 1x2 meter.
I'ohon-pol1011 besar yang lnenjadi sarang anoa adalah pohon tua yang tumbang dan berlubang. I'ohon yang tumbang akan mengalami proses pelapukan sehingga lainbat laun menjadi berlubang. Proses terbentuknya lubang ini dipercepat kebiasaan arioa yang suka menggosokkan tanduknya pada pohon ini. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya bekas gosokan tandok anoa pada sebuali pangkal pohon yang baru saja tumbang. Sarang pohon yang telah tumbang ditemukan berada di blok Kuning dengan diameter I meter dan panjang S meter. Sebuah sarang juga sering digunakan anoa adalah sarang yang tersusun dari bebatuan besar. Anoa sering menggunakan ruang kecil di bagian bawah tumpukan bebatuan ini sebagai telnpat berteduh. Sarang bebatuan ini ditemukan hanya pada satu lokasi yaitu di blok Matamata. Sarang anoa umulnnya ditemukan berada pada lereng-lereng yang relatif curam pada daerah berbukit. Pemilihan lokasi ini diduga lnerupakan suatu strategi perlindungan yang dilakukan anoa . untuk menghindari diri dari predatomya. Syam (1977) melaporkan di Cagar Alam Tangkoko anoa sering ditemukan berlindung di tebing-tebing gunung dan gua-gua kecil. Dalam observasi lapang di tepian sungai Kuning ditemukan tumpukan dedaunan yang digunakan anoa sebagai sarang untuk melahirkan. Sarang dibangun oleh tumpukan dedaunan di bnwah czilngan pohon ombulo (Livisonia rotm~difolia). 5. Kubangan Dalam observasi habitat di lokasi kubangan ditemukan tnnda-tanda yang ditinggalkan anoa. Kubangan ini terbentuk karena sering digunakan oleh satwa, sehingga akhirnya menjadi besar dan membentuk kubangan. Kubangan anoa terdiri dari dua bentuk yaitu kubangan lu~npurdan kubangan mineral (Tabel 9). Kubangan berlumpur berasal dari genangan air hujan yang sering digunakan anoa untuk berlumpur, karena sering digunakan bergantian genangan air tersebut akhirnya menjadi kolam lumpur. Kubangan memiliki sttuktur dindingdinding tanah liat dengan sisi halus yang digunakan untuk menggosokkan kulitnya. Kuhangan ini banyak ditemukan pada lereng-lereng bukit-bukit yang curam. Kubangan anoa mempunyai bentuk dan struktur yang bervariasi berbentuk bulat;elips, dan persegi panjang. Kubangan ini mempunyai ukuran yang bervariasi dengan diameter 1-4 meter. Kubangan ini ditemukan secara merata di semua
lokasi pengalnatan. Di blok Mata~nataditemukan kubangan lumpur pada tiga lokasi, di blok Ombulo kubangan tanah ditemukan pada satu lokasi, di blok Pinomonua ditemukan kubangan lumpur pada tujuh lokasi, dan di blok Kuning kubangan lumpur ditelnukan pada satu lokasi. Kubangan mineral terbentuk dari sumber mineral yang berasal dari dalam bumi. Kolam mengandung lumpur hangat dan air panas yang digunakan anoa membersihkan tubuhnya. Dalam pengukuran temperatur kubangan dicatat pada kisaran 37 C - 44,s O C. Kubangan ini banyak ditemukan di tepian sungai. ' Kubangan mineral ditemukan hanya dua tempat yaitu tiga lokasi di blok Kuning dan dua lokasi pada blok Ombulo. Dalam membangun kubangan lu~npur anoa ~nenyesuaikanbentuk kubangan dengan topografi lokasi seperti bentuk lereng atau dataran. Beberapa kubangan dite~nukanmemiliki struktur bertingkat mengikuti kontur lereng. Kubangan anoa juga dilengkapi dengan tumbuhan pelindung. diantaranya yaitu tombito (Licunla celebica) dan topu (Sulrria caulifora). Clayton (1996) mengamati anoa di Paguyaman (Gorontalo) menemukan bahwa anoa akan datang berkunjung ke kubangan mineral setelah pukul 17.00 sore hari. Perilaku berkubang anoa sangat bergantung keadaan musim. Selama musim hujan kubangan-kubangan banyak dikunjungi anoa dari banyaknya jejak yang ditemukan. Perilaku bzrknbang lnerupakan periiaku yang cukup umum dilakukan dalam keluarga kerbau (Bubalus sp.). Perilaku berkubang bertujuatl untuk membersihkan tubuh sahva dari serangan serangga (Grizmek, 1990). Dalam penelitian ini diidentifikasi satu jenis ektoparasit yang ditemukan pada tubuh anoa. yaitu Amblyomma tesfudinariunr. C.L. Koch. Genus parasit Amblyomma umumnya ditemukan menempati hutan tropis yang lembab. Parasit ini ditemukan pada daerah sekitar perut dan punggung satwa dengan jumlah 20-30 ekor. Parasit ini juga ditemukan pada tubuh babimsa yang sering memanfaatkan kubangan bersama dengan anoa. b. Faktor biotik 1. Vegetasi Dari hasil analisis vegetasi pada ke-4 jalur transek di lokasi sungai Tolinggopoto ditemukan 79 jenis tumbuhan yang meliputi 41 jenis pohon, 8 jenis anakan pohon, 12 jenis semak, 18 jenis tumbulian bawah (Lampiran 9). Jalur transek vegetasi diletakkan pada tiga kondisi habitat yaitu vegetasi tepian sungai, lereng bukit dan bukit.
I
.'
Dalani 'Tabel 7 ditemukan 6 jenis pohon dengan nilai penting tertinggi secara berurutar~ adalah buhio (Ficus variegalus) yaitu NP= 15,17 ; bulangato (Nephelitmi lappaceun~)yaitu NP= 9,81 ; dan wondami (Diospyrospilosanlhera) yaitu NP= 9,81. Nilai ini menunjukkan sangat rendahnya nilai penting untuk tiap-tiap jenis tumbuhan dimana taopa ada jenis yangdominan. Ko~nposisijenis tumbuhan bawah dengan nilai penting tertinggi adalah topu (Sauria cauliflora) yaitu NP= 49,62 ; buhio (Ficus variegalirs) yaitu NP= 18,62. ; paku (Nephrolepis spp.) yaitu NP= 14,47. Nilai ini menunjukkan jenis dominan adalah topu yang merupakan jenis perdu di lantai liutan. Mac Kinnon (1981) mengemukakan bahwa tipe hutan tropis dataran rendah dalam taman nasional niemiliki keragaman jenis pepohonan yang tinggi tanpa ada jenis dominan. Habitat kaya dengan jenis pcpohonan tinggi berukuran 20 sa~npai35 meter dengan tajuk yang kecil dan khas. Beberapa jenis pobon tumbuh mengelompok dalam lokasi seperti pobon kayu inggeris (Eucolypr~rs deglupla) yang tumbuh di tepian aliran sungai. Sedangkan di lantai hutan vegetasi tersusun dari tumbuhan bawah terutaa dari jenis-jenis rotan seperti Calar17us. Daemonorops, serta bkberapa Korlhalasia (Ditjen PHPA, 1994). Dari hasil analisis habitat ditemukan dua jenis tumbuhan yang mempunyai nilai ekologis penting
dalam aktivitas anoa yaitu topu (Sauraia caulflora) dan ombulo (Livis~oniarolundfolia). Jenis topu merupakan perdu yang tumbuh mendominasi lantai hutan. Diduga jenis perdu ini digunakan anoa sebagai alat penyamaran dari predator pada saat mengadakan pergerakan. Pohon pinang on~bulo merupakan jenis famili l'nlmae berdaun lebar yang tumbuh menyebar dalam berkas kelompok. Jejak anoa ditemukan banyak mengumpul di bawah pohon pinang ombulo. Tumbuhan ini digunakan sebagai naungan anoa pada saat beristirahat di puncak-puncak bukit. Pohon pinang ombulo terutama ditemukan pada blok Matamata, Pinomonua dan Ombulo. Daerah cover dalam hutan primer dengan tumbuhan bawah yang rapat berperan sebagai tempat perlindungan satwa pada saat istirahat, menghadapi cuaca buruk, atau sebagai tempat persembunyian dari gangguan musuh-musuhnya. Dengan temperatur dan kelembaban yang tinggi dalam habitat anoa mampu meriyesuaikan diri secara fisiologis. Mustari (1997) mengemukakan bahwa hutan lebat berfungsi sebagai pelindung (cover) bagi anoa. Selanjutnya ia juga mengemukakan perilaku anoa yang menyukai habitat yang terbuka pada saat mencari makan. Pada daerah yang relatif terbuka anoa dapat memenfaatkan banyak jenis tumbuhan bawah seperti semak, herba dan perdu.
Tabel 7. Jenis vegetasi dengan Nilai Penting tertinggi di daerah Sungai Tolinggopoto, Pinogu
2. Makanan Dalam observasi habitat pada ke empat blok pengamatan dite~iiukan 46 jenis tumbuhan yang dikonsumsi anoa sebagai pakan. Jenis-jenis pakan anoa tersebut sangatlah bervariasi meliputi buahbbahan, herba, paku-pakuan datl ruliiput (Lampiran 8). Bagian-bagian tumbulian yang dimakan meliputi buah 26 jenis (56.52 %). daun 22 jeois (47.83 %), dan batang yang diniakan bersaoia daun 7 jenis (15.2 %). Jenis-jenis pakan ioi umumnya ditemukan menyebar secara tnerata dalam seluruh lokasi. Jenis buali-buahan yang dikonsumsi anoa adalah buhio (Ficlrs variegarus), poli (Qiierciis abaida~uotiii),gesengo (Aglaio elliprica) dan pangi (Pangitin1 edi~le)). Beberapa jenis buah-buahan lainnya berasal dari tumbulian semak adalah seperti tombito (Licuala celebica) dan momali (Anlidesrna sp.). Jenis buah-buahan ini setelah matang akan jatuh di lantai hutan dan inenjadi pakan anoa. Beberapa jenis herba yang dikonsu~nsianoa adalah topu (Sauria cauliJora), taginabala (Musa paradisiaca), dan toputo (Ciirci!nla sp.). Bagianbagian tumbuhan yang umumnya dikonsumsi anoa adalah daun-daun muda, selain itu anoa ditemukan juga mengkonsumsi bagian batang tanaman yang kandungan aimya banyak. Pakan anoa dari jenis-jenis rerumputan dan paku-pakuan yang menyediakan banyak hijauan adalah tombalo (Iniperata qlindrica): dan pakupakuaii (::ephrolrpis sp, dan Selagiriella wildernondi). Jenis-jenis ini umumnya ditemukan pada daerah terbuka di sepanjang tepian sungai. Mustari (1997) mengemukakan bahwa sebagai herbivora, anoa lebih bersifat sebagai "pemakan semak" (browser) dari pada sebagai pemakan rumput (grazer). Perilaku ini dibuktikan dengan pengamatannya terhadap perilaku makan anoa di Kebun Binatang Ragunan yang lebih menyukai mengkonsumsi makanan campuran daripada makanan tunggal. Mustari (1995) mengamati kebiasaan anoa di Suaka Margasatwa Tanjung Amolengo menemukan 33 jenis tumbuhan yang mencakup pohon, semak, perdu, dan herba. Dalam memilih makanan anoa lebih menyukai jenis-jenis pakan yang diduga mengandung kadar air tinggi. Mustari (1997) menyelidiki kandungan nutrisi dalam pakan anoa di Kebun Binatang Ragunan menyimpulkan bahwa anoa cenderung memilih makanan yang berserat kasar rendah, kandungan air relatif tinggi, dan aroma yang tidak mencolok. MacKinnon dan Turmudji (1980) yang mengadakan survey Satwa liar di Cagar Alain Tangkoko (Propinsi Sulawesi Utara) menetnukan
perilaku anoa yang secara teratur menlakan buahbuahan. Whitten (1987) liienganalisis cuplikan tinja anoa di Gunung Rantemario menemukan jumlah lumut yang sangat besar dalam kotoran tersebut. Dugaan bahwa anoa tnernakan lumut juga diperoleh dari adanya pengamatan kerusakan lumut di Gunung Roroka Tinibu (van Balgooy dan Tantra, 1986 dalam Wliinen 1987). Para pemburu di Taman Nasional Lore Lindu mengatnati perilaku anoa dataran tinggi yang sering meliiakan bualibuahan yang jatuh di lantai hutan (Wirawan, 1981 dalam Whitten, 1987 ; Syam, ..I977 ; Nawangsari, komunikasi pribadi). Hutan primer Sulawesi ~nerupakankeranjang makanan bagi semua jenis satwa. Hutan didomioasi pohon-pohon penghasil buah yang menyediakan beragam jenis makanan sepanjang tahun, seperti buah beringin (Ficus variegalzrs). Buah beringin yang matang banyak mengandung gula dan mineral serta mudah dicerna. sehingga buah ini sangat disukai ole11 penghuni hutan lainnya (Kinnaird. 1997). MacKinnon (1980) menduga perilaku anoa dan babi yang memakan buah-buahan mempengamhi distribusi pertumbuhan pohon penghasil buah di Cagar Alam Tangkoko. Dalam mengidentifikasi pakan anoa ditemui kesulitan untuk membedakannya dengan jenis-jenis tumbuhan lainnya. Metode utama yang digunakan dalam identifikasi ialah dengan mengamati bekasbekas makanan anoa dari buah-buahan dan dedaunan. Sebagian-infuln~aimengenai pakan ini diketahui dari para pemburu yang bisa mengamati tingkah laku anoa. 3. Margasatwa lain Dalam observasi lapang jejak anoa sering ditemukan bersama jejak babirusa (Bab.vrausa babirussa). Pada beberapa kubangan di blok Kuning dan Ombulo jejak kedua satwa saling tumpah tindih. Pada waktu sensus seeko: babirusa jantan besar mendatangi kubangan yang juga digunakan anoa. Beberapa habitat anoa yang dimanfaatkan secara bersama babimsa dalam Iokasi sarang, sumber mineral, sumber air, dan kubangan. Pemanfaatan habitat yang sama diduga karena adanya kebutuhan yang sama diantara kedua satwa. Clayton (1996) yang mengamati babirusa (Babyrousa babyrussa) di wilayah Paguyaman (Sulawesi Utara) menemukan anoa mengunjungi sumber-sumber mineral bersamaan dengan kehadiran kelompok babirusa: Satwa predator dalam kawasan yang diduga sebagai predator alami anoa adalah spesies ular
---
Satwa predator dalatn kawasan yang diduga sebagai predator alami anoa adalah spesies ular sanca. Ular sanca yang diketaliui ada dalatn lokasi terdiri dari dua spesies yaitu Pl7ytori molorus dan Phyton reticalalus. Dalam observasi lapang seringkali dite~iiukan tanda-tanda fisik yang ditinagalkan satwa, seperti jalur lintasan, bau bangkai korban, dan sarang. Sarang ular sanca utiiumnya ditemukan di beberapa lokasi seperti daerah tepian sungai dan di bawah akar-akar pohon. Sarang ular ini diteniukan pada tiga lokasi pang berada di blok Kuning dan Otnbulo. Dari beberapa informasi masyarakat di dalam hutan
seringkali ditetiiukan jenis ular sanca berukuran besar dengan panjang 8-10 meter. Walaupun demikian terdapat juga p~edator lainnya dalaln lokasi penelitian, seperti buaya muara (Crocoajdlrs porosus) dan musang Sulawesi (Macroglidia al~rssche~nbroekii). Kedua salwa tersebut metnpunyai habitat yang berbeda dari anoa. Buaya niuara menetnpati daerah aliran sungai, sedangkan musang Sulawesi utnumnya menempati daerah hutantransisi yang berbatasan dengan perkatnpungan penduduk. Whitten (1987) dalam Taman Safari (1996) menduga bahwa niusang Sulawesi dapat nienjadi predator bagi anoa muda.
Tabel 8. Kondisi habitat <noa dataran rendah di Sungai Tolinggopoto, Pinogu.
Su~nbermiticral 0 Cover 0 Sarang 0 . Kubangan 0
Kuning
/
0
Kurang sumber pakan Sungai kecil yang curam dan berbatu-batu Tanpa sumber mineral Pohon woka Gua kecil dan batu-batu besar Kubangan tanahpada 3 lokasi
Sumber air 0 Sumber minnai U Cover 0 Sarang 0 Kubangan 0
Matamata l
0 0 0
Pinomonua
U 0
U
O Ombulo
0 0
U 0
Sungai kecil yang dialiri sumber mineral Sumber air ana as ~ a d 4a lokasi Rumpun b k b u . Pohon kayu berlubang (d = 1.2 m. p = 8 m) Kubangan tanah dan air panas pada 3 lokasi
Makanan Sumber air Sumber mineral Cover Sarang Kubangan
U 0 0
Kaya sumber pakan Sungai yang mengalir sepanjang tahun Tanpa sumber mineral Pohon woka dan rumpun bambu Gua kecil Kubangan tanah pada 7 1ol:asi
Sumber air Sumber mineral Cover Sarang Kubangan
0 0 0 0 0
Sungai kecil yang berisi air di musim hujan Sumber mata air panas pada 3 lokasi Polion woka dan rumpun bambu Tidak ditemukan Kubangan talrah dan air panas pada 2 lokasi
Ketera~igan; 1. V c g e l ~ s Lcrcng i 2. \'cgetasi Uukit Sc = Sourio coelflora (Scmak). Lr = Livis~oniaronezdi,(olia (Pobon) B = Bonrbi,sir sp (Ilcrba) F\, = Fiats variego~us(Pollon) LC = Liciralo celebico (Scrnak) Pc = Pongien, edcde (Pohon) Po = Polnqzlmr ob~>rsljol;~nr~ (Pohon) pp ,= Pot,le~iopinrmlo(I'ohon) C = Colo,!!r,s(Iicrba)
3. \'egrtasi Daerah Aliran Sllngli Pf = Pigq/eoojilioris (Pollon) Fs = Ficus scptica (Scmak)
Ed = filcalypn,~deglz,pla (Pollon) Ep = Eupalarium palesccnr (Poltoo)
Gambar 4. Karakteristik habitat anoa di Sungai Tolinggopoto