23
1. Pengertian Pengakuan dan Pengukuran Suatu unsur diakui secara formal apabila unsur tersebut sudah memenuhi salah satu definisi elemen laporan keuangan. Berarti pengakuan dilakukan dengan menyatakan pos tersebut baik dalam kata-kata maupun dalam jumlah uang dan mencantumkannya kedalam neraca atau laporan laba rugi. Pengakuan sebagai pencatatan suatu item dalam akuntansi dan laporan keuangan seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, beban, keuntungan atau kerugian harus dapat diakui dan diukur agar dapat menyajikan informasi yang relevan. Dalam Yaya, dkk (2009:92) dikatakan bahwa “pengakuan merupakan proses pembentukan pos yang memenuhi definisi unsur serta kriteria pengakuan dalam neraca atau laporan laba rugi. Sedangkan pengukuran adalah proses penetapan jumlah uang untuk mengakui dan memasukkan setiap unsur laporan keuangan dalam neraca dan laporan keuangan”. Pengakuan memerlukan suatu konsep agar dapat menentukan kapan dan bagaimana unsur dalam akuntansi dapat diakui dalam laporan keuangan. Menurut Harahap (2005:39) “konsep pengakuan Akuntansi mendefinisikan prinsip dasar yang menentukan penentuan waktu pendapatan, biaya, pengakuan untung dan rugi didalam laporan keuangan bank, aset dan kewajiban.” Adapun konsep Pengakuan dan Pengukuran Akuntansi antara lain: a. konsep matching, untung/rugi selama jangka waktu tertentu harus ditentukan dengan mencocokkan pendapatan dan keuntungan dengan biaya-biaya dan kerugian yang berhubungan dengan periode atau jangka waktu tersebut, b. sifat pengukuran mengacu kepada sifat-sifat aset dan kewajiban yang harus diukur untuk tujuan Akuntansi Keuangan.Sifat-sifat yang harus diukur yakni:
Universitas Sumatera Utara
24
i. ii. iii. iv.
nilai setara kas yang diharapkan atau diperkirakan diperoleh atau dibayarkan, relevansi aset, kewajiban dan investasi terbatas pada akhir periode Akuntansi, kemampuan aset, kewajiban dan investasi terbatas untuk direvaluasi, sifat pengukuran alternatif tetapi nilai setara kas.
Kedua konsep tersebut merupakan dasar bagaimana suatu unsur dalam laporan keuangan harus diakui dan diukur. Suatu pengakuan ada kaitannya dengan pengukuran suatu unsur dalam Akuntansi misalnya saja pada tanggal perolehan aktiva, ada beberapa biaya dan nilai yang memiliki nilai yang kurang lebih sama. Biaya dan nilai tersebut seperti yang diungkapkan dalam Stice dan Stice Skousen (2004:38) terdapat lima atribut pengukuran yang saat ini banyak digunakan dalam praktek, diantaranya: 1. biaya historis yang merupakan harga setara kas untuk barang atau jasa pada tanggal perolehan, 2. biaya pengganti saat ini yang merupakan harga setara kas yang bisa ditukarkan pada saat ini untuk membeli atau menggantikan barang atau jasa yang sejenis, 3. nilai pasar saat ini yang merupakan harga kas yang setara dengan harga yang bisa didapatkan dengan menjual aktiva dalam kondisi penjualan biasa, 4. nilai realisasi bersih yang merupakan sejumlah kas yang diharapkan akan diterima dari konversi aktiva dalam aktivitas bisnis normal, 5. nilai sekarang atau nilai yang didiskontokan yang merupakan jumlah arus masuk kas bersih dimasa yang akan datang atau arus keluar yang didiskontokan kenilai sekarang pada tingkat bunga yang sesuai. Dasar pengukuran yang umum digunakan entitas syariah dalam penyusunan laporan keuangan adalah biaya historis, seperti yang dijelaskan dalam PSAK No. 59 paragraf 41 bahwa pembiayaan bagi hasil yakni mudharabah dalam
Universitas Sumatera Utara
25
bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberikan bank pada saat pembayaran, dan begitu juga pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai.
2. Pengakuan dan Pengukuran Pendapatan Setiap laporan laba rugi dimulai dengan total pendapatan, karena itu diperlukan suatu pengakuan dan pengukuran pendapatan, karena ada pendapatan yang dapat direalisasi dan ada pendapatan yang masih dalam proses. Agar dapat dilaporkan pada laporan keuangan, maka diperlukan suatu pengakuan dan pengukuran pendapatan. Untuk itu, ada dua macam pengakuan pendapatan yang umum dikenal, yang pertama yakni pengakuan dengan metode accrual basic yakni pendapat yang dicatat atau diakui pada saat pendapatan dihasilkan tanpa memperhatikan kapan pendapatan itu diterima, yang kedua yakni pengakuan dengan metode cash basic yaitu pendapatan yang dicatat atau diakui pada saat diterima dan beban diakui pada saat dibayar. Dalam kaitannya dengan hal pengakuan pendapatan Ikatan Akuntan Indonesia (2007: No. 23) menjelaskan bahwa: permasalahan utama dalam Akuntansi adalah menentukan saat pengakuan pendapatan. Pendapatan diakui bila besar kemungkinan manfaat ekonomi masa depan akan mengalir keperusahaan dan manfaat ini dapat diukur dengan andal, pendapatan diakui bila: a. sudah atau dapat direalisir (realized or realizable), b. proses untuk memperoleh pendapatan sudah selesai (earned). Dari kedua unsur tersebut dapat dikatakan pendapatan direlisasi ketika perusahaan menerima kas atau barang dan jasa yang dijual, selanjutnya pedapatan dihasilkan ketika perusahaan secara mendasar menyelesaikan semua yang harus
Universitas Sumatera Utara
26
dilakukan perusahaan agar dikatakan menerima manfaat dari pendapatan yang terkait. Prinsip dasar
untuk pengakuan pendapatan adalah bahwa pengakuan
harus diakui ketika diperoleh. Dalam Harahap (2005:41) dikatakan bahwa Perolehan pendapatan terjadi apabila syarat-syarat yang berikut ini terpenuhi, diantaranya: i. ii. iii.
bank harus sudah mendapatkan hak untuk menerima pendapatan tersebut, harus ada kewajiban dipihak lain untuk mengirim sejumlah tertentu atau yang bisa ditentukan kepada bank, jika belum tertagih, jumlah pendapatan harus diketahui dan harus bisa ditagih dengan tingkat kepastian yang cukup. Konsep pengukuran Akuntansi mendefinisikan prinsip-prinsip yang luas
untuk menentukan jumlah dimana unsur-unsur tersebut diakui. Dalam perbankan syariah pengakuan dan pengukuran pendapatan menjadi permasalah yang harus diperhatikan Karena ada sedikit perbedaan pada saat pencatatan dan pembagian keuntungan khususnya pada pendapatan bagi hasil. Dalam Harahap (2005:33), Fatwa Dewan Syariah Nasional nomor 14/DSN-MU/IX/2000 tertanggal 1 September 2000, dijelaskan bahwa: prinsip bagi hasil menggunakan sistem accrual basic maupun cash basic dalam administrasi keuangan, dilihat dari segi kemaslahatan, dalam pencatatan sebaiknya digunakan sistem cash basic akan tetapi dalam distribusi hasil usaha hendaknya ditentukan atas dasar penerimaan yang benar-benar terjadi (cash basic), dan penetapan sistemnya harus dipilih dan disepakati dalam akad. Menurut prakteknya, Peneliti dapat menilai bahwa pengakuan secara accrual basic dilakukan pada saat bank syariah melakukan tutup buku bulanan,
Universitas Sumatera Utara
27
hanya pendapatan atas penyaluran dan aktiva yang mempergunakan prinsip jual beli karena prinsip jual beli ini telah diketahui porsi pokok dan porsi keuntungan/margin sedangkan untuk penyaluran dana prinsip bagi hasil biasanya baru diketahui setelah tutup buku.
3. Pendapatan Bagi Hasil Nasabah
pada
bank
syariah
mengembalikan
pinjaman
dengan
menyerahkan sebagian keuntungan usaha atau proyek sesuai proporsi bagi hasil kepada bank. Oleh bank, pembagian keuntungan bagi hasil ini merupakan pendapatan. Pendapatan tersebut dieroleh dari hasil pembiayaan, jual beli dan sewa. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsep bagi hasil adalah konsep pembiayaan atas kesepakatan bersama, seperti yang dikatakan Veithzal dan Andrian (2008:117) ”bagi hasil merupakan konsep pembiayaan yang adil dan memiliki nuansa kemitraan yang sangat kental, dan hasil yang diperoleh berdasarkan perbandingan atau nisbah yang disepakati dan bukan sebagaimana bunga pada bank konvensional”. Dari pengertian
tersebut
dapat
disimpulkan
bahwa
perhitungan
pendapatan bagi hasil perlu ditentukan dari awal dan diketahui kedua belah pihak, dengan demikian berarti harus ditentukan prinsip perhitungan bagi hasil, apakah menggunakan penerimaan bersih, laba kotor, atau laba bersih. Prinsip revenue sharing diterapkan berdasarkan bahwa mudharib tidak boleh menggunakan harta mudharabah sebagai biaya baik dalam keadaan menetap maupun bepergian
Universitas Sumatera Utara
28
karena mudharib telah mendapatkan bagian keuntungan maka ia tidak berhak mendapatkan sesuatu dari harta itu yang pada akhirnya ia akan mendapat yang lebih besar dari bagian shahibul mal. Sedangkan untuk profit sharing bahwa mudharib dapat membelanjakan harta mudharabah hanya bila perdagangannya itu diperjalanan saja. Terkait dengan hal ini Peneliti mengutup kutipan Yaya, dkk (2009: 371) yang menjelaskan bahwa: bank syariah boleh menggunakan prinsip bagi hasil revenue sharing dan profit sharing sebagai dasar bagi hasil, revenue sharing adalah nilai penjualan suatu barang yakni harga pokok ditambah margin pendapatan, dalam dasar bagi hasil bank syariah yakni pendapatan dikurangi harga pokok barang yang dijual dan dalam Akuntansi biasanya disebut gross profit. Secara ideal prinsip profit sharing lebih mencerminkan laba yang sesungguhnya karena dihasilkan dari perhitungan seluruh pendapatan dikurangi seluruh biaya, namun secara teknis dilapangan prinsip profit sharing membuka peluang yang besar adanya ketidak seimbangan informasi antara sahibul maal dan mudharib, yang dapat menimbulkan kerugian bagi sahibul maal.
Untuk mempermudah bagaimana membedakan kedua prinsip perhitungan bagi hasil, dapat dilihat pada gambar berikut: Prinsip Revenue Sharing
Pendapatan: - Bagi hasil - Margin - Sewa - Lainnya
Prinsip Profit Sharing
Dasar perhitungan bagi hasil
Pendapatan: - Bagi hasil - Margin - Sewa - Lainnya
Universitas Sumatera Utara
29
Dikurangi: bagi hasil pihak ketiga
Ditambah: pendapatan operas lainnya
Dikurangi: beban operasional pembiayaan
Dikurangi: beban operasional
Laba/rugi bersih
Dasar perhitungan bagi hasil
Laba/rugi bersih
Sumber: Yaya, dkk (2009: 372) Gambar 2.1 Perbedaan prinsip bagi hasil revenue sharing dan profit sharing Dalam Veitzhal dan Andrian (2008:119) Adapun landasan syariah prinsip bagi hasil adalah sebagai berikut: 1. 2.
3.
QS Al-Baqarah, (2:282) “hai orang yang beriman jika kamu melakukan transaksi utang piutang untuk jangka waktu yang ditentukan tuliskanlah.” Hadist Riwayat Tirmidzi dan Amr bin Auf, “perdamaian dapat dilakukan kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.” Kaidah Ushul Fikih: Asjmuni, A Rahman, Qoidah-qoidah Fiqh (1976:75) Apabila ada suatu perkara terlihat adanya kemashlahatan atau kemanfaatan, namun disitu juga terdapat kemadlorotan atau kerusakan jika itu dilaksanakan, maka meninggalkannya lebih baik untuk mencapai kemashlahatan yang lebih
Universitas Sumatera Utara
30
besar. Penyaluran dana yang diperoleh dari prinsip bagi hasil, disebut pendapatan operasi utama, yang merupakan pendapatan yang akan dibagi-bagikan, disamping bank syariah memperoleh pendapatan operasi lainnya yang berasal dari pendapatan jasa perbankan yang sepenuhnya milik bank syariah. Secara prinsip pendapatan yang akan dibagikan hasilnya antara pemilik dana dengan pengelola dana adalah pendapatan dari mudharabah mutlaqah. Pada dasarnya perhitungan distribusi hasil usaha, hanya dilakukan oleh mudharib karena sesuai dengan prinsip mudharib diberi kekuasaan penuh dalam mengelola dana tanpa adanya campur tangan pemilik dana (shahibul mal). Pendapatan bank syariah tidak hanya dari bagian pendapatan bagi hasil, tetapi ada pendapatan-pendapatan lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana pendapatan-pendapatan yang lain yang menjadi hak sepenuhnya bank syariah dimana pendapatan-pendapatan tersebut dibagi hasilkan antara pemilik dan pengelola dana.
4 . Mudharabah 1. Pengertian dan jenis-jenis mudharabah Bank syariah menerapkan pembiayaan bagi hasil yang salah satunya dikenal dengan istilah mudharabah, untuk mengenal istilah ini Peneliti memaparkan pengertian istilah tersebut menurut beberapa pengarang, diantaranya:
Universitas Sumatera Utara
31
Menurut Veithzal dan Andrian (2008:47)”mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola.” Menurut Muhammad (2007:47) “mudharabah adalah akad kerja sama antara bank selaku pemilik (shahibul mal) dengan nasabah selaku mudharib yang mempunyai keahlian atau keterampilan untuk mengelola suatu usaha yang produktif dan halal.” Hasil dari keuntungan dibagi berdasarkan nisbah yang disepakati dan resiko kerugian akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.” Agar lebih memahami kedua istilah diatas Peneliti menguraikan proses pembiayaan mudharabah dalam bentuk skema, adapun skema pembiayaan mudharabah tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
32
Sumber: www.bni.co.id Gambar 3.1 Skema Pembiayaan Mudharabah Skema diatas menjelaskan Mudharabah merupakan jenis pembiayaan atas dasar prinsip bagi hasil sesuai dengan kesepakatan, dimana pihak Bank selaku penyedia modal menyediakan dana 100%. Sedangkan pihak nasabah selaku pengelola (mudharib), dengan keuntungan dibagi menurut kesepakatan dimuka. Dana digunakan untuk berbagai jenis usaha yakni perdagangan, perindustrian, pertanian, dan jasa. Dalam Ikatan Akuntan Indonesia (2007:105.1) dijelaskan bahwa jenis-jenis mudharabah yakni mudharabah mutlaqah, muqayyadah, dan musytarakah.
Universitas Sumatera Utara
33
Jenis-jenis mudharabah 1) Mudharabah mutlaqah Pemilik dana (shahibul mal) memberikan keleluasaan penuh kepada pengelola (mudharib) dalam menentukan jenis usaha maupun pola pengelola yang dianggap baik dan menguntungkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan syariah. Investasi tidak terikat ini diaplikasikan pada tabungan, deposito, dan lain-lain. a. Tabungan mudharabah Tabungan mudharabah adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan dengan syarat tertentu yang disepakati tetapi tidak dapat ditarik dengan cek atau alat yang dapat dipersamakan dengan itu seperti wadiah. Dalam aplikasinya tabungan syariah yang mempergunakan prinsip ini antara lain, Tabungan Haji hanya dapat ditarik pada saat penabung akan menunaikan ibadah haji, Tabungan Qurban hanya dapat ditarik pada saat hari raya kurban, Tabungan Pendidikan hanya dapat ditarik pada saat penabung membayar uang pendidikan, Tabungan Walimah hanya dapat ditarik pada saat penabung akan menunaikan akad nikah dan tabungan lain sejenisnya.
Universitas Sumatera Utara
34
b. Deposito mudharabah Deposito adalah simpanan yang penarikannya hanya dapat dilakukan pada waktu tertentu menurut perjanjian antara penyimpan dengan bank yang bersangkutan. Jenis Deposito berjangka 1)
Deposito berjangka biasa deposito yang berakhir pada jangka waktu yang diperjanjikan, perpanjang hanya dapat dilakukan setelah ada permohonan baru/pemberitahuan dari penyimpanan.
2)
Deposito berjangka otomatis pada saat jatuh tempo, secara otomatis akan diperpanjang untuk jangka waktu yang sama tanpa pemberitahuan dari penyimpan.
c. Sertifikat Investasi Mudharabah Antarbank Syariah (SIMA) Sertifikat Investasi mudharabah Antarbank adalah sertifikat yang digunakan sebagai sarana untuk mendapatkan dana dengan Pasar Uang Antarbank. berdasarkan Prinsip Syariah (PUAS) adalah kegiatan investasi jangka pendek dalam rupiah antar peserta pasar berdasarkan prinsip mudharabah.
Universitas Sumatera Utara
35
d. Obligasi Syariah Mudharabah Obligasi dengan mudharabah merupakan salah satu produk mudharabah
yang
dipergunakan
oleh
bank
syariah
dalam
menghimpun dana. 2) Mudharabah muqayyadah Pemilik dana memberikan batasan-batasan tertentu kepada pengelola usaha dengan menetapkan jenis usaha yang harus dikelola, jangka waktu pengelolaan, lokasi usaha, dan sebagainya. Bank dilarang mencampurkan rekening investasi terikat dengan dana bank atau dana rekening lainnya pada saat investasi. Dalam investasi terkait kedudukan bank sebagai agen saja dan atas kegiatan tersebut bank menerima imbalan. Menurut Wiroso (2005:36) Pola dana investasi terikat dapat dilakukan dengan cara chanelling dan executing, yaitu: a) chanelling, apabila semua resiko ditanggung oleh pemilik dana dan bank sebagai agen tidak menanggung resiko apapun, b) executing, apabila bank sebagai agen juga menanggung resiko dan hal ini banyak yang menganggap bahwa investasi terikat executing ini sudah tidak sesuai lagi dengan prinsip mudharabah, namun dalam Akuntansi perbankan syariah diakomodir karena dalam prakteknya pola ini, dijalankan oleh syariah.
3) Mudharabah musytarakah Mudharabah musytarakah adalah bentuk mudharabah dimana pengelola menyertakan modal atau dananya dalam kerja sama investasi dalam Yaya dkk (2009:123). Akad ini merupakan perpaduan antara akad
Universitas Sumatera Utara
36
mudharabah dan musyarakah , dalam akad musytarakah pengelola dana berdasarkan akad mudharabah menyertakan juga dananya dalam investasi bersama berdasarkan akad musyarakah. 2. Landasan syariah, rukun dan syarat mudharabah Al-Quran dijadikan sebagai sumber hukum yang utama, karena AlQuran berasal dari Allah SWT yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagi manusia dalam menata kehidupannya selama didunia dan akhirat. Al-Quran juga mencakup seluruh aspek hukum yang terkait dengan akidah, syariah, dan akhlak, oleh karena itu hukum perbankan pun mengaju pada landasan Al-Quran. Dalam Veitzhal dan Andrian (2008:123) dijelaskan bahwa landasan syariah mudharabah didasarkan pada Al-Qur’an Surat Al-Muzammil:20 ”apabila telah menunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu dimuka bumi dan carilah karunia Allah SWT.” Pembiayaan mudharabah dijalankan dengan ketentuan agar dapat berjalan secara prinsip islam dan berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan, adapun rukun dan syarat mudharabah antara lain: Rukun dan syarat mudharabah Dalam Veitzhal dan Andian (2008:127) dijelaskan
rukun dan syarat
mudharabah antara lain: 1)
ijab dan Qabul/pertanyaan timbang terima, pertanyaan ini memiliki syarat-syarat yaitu: i. harus jelas menunjukkan maksud untuk melakukan kegiatan mudharabah,
Universitas Sumatera Utara
37
2)
3)
4)
5)
ii. harus bertemu, artinya penawaran pihak pertama sampai dan diketahui oleh pihak kedua, sebagai ungkapan kesediaan, iii. harus sesuai maksud pihak pertama, cocok dengan pihak kedua. adanya dua pihak yakni pihak penyedia dana dan pengusaha. Para pihak (shahibul mal dan mudharib) disyaratkan sebagai berikut: i. cakap bertindak hukum secara syar’i, artinya shahibul mal memiliki kapasitas untuk menjadi pemodal dan mudharib memiliki kapasitas menjadi pengelola, ii. memiliki wilayah tawkil wa walakah atau memiliki kewenangan mewakilkan/memberi kuasa dan menerima pemberian kuasa, karena penyerahan modal oleh pihak pemberi kuasa, adanya modal, modal disyaratkan sebagai berikut: i. harus jelas jumlah dan jenisnya dan diketahui oleh kedua pihak pada waktu dibuatnya akad mudharabah, ii. harus berupa uang bukan barang, dapat menimbulkan kesamaan karena bersifat fluktuasi, namun jika barang tersebut ditukar atau dijual terlebih dahulu menjadi uang maka sah, iii. uang bersifat tunai bukan utang, piutang pada seseorang tersebut kemudian dijadikan modal mudharabah bersama siberutang. Ini tidak dibenarkan karena piutang itu sebelum diterimakan oleh siberutang kepda siberpiutang masih merupakan milik siberutang, jadi apabila dijalankan dalam suatu usaha, berarti ia menjalankan dananya sendiri adanya usaha (‘amal). Usaha yang bersifat usaha dagang saja, sedangkan kegiatan industri manufaktur dianggap sudah termasuk kegiatan ijarah yang semua keinginan dan keuntungan ditanggung oleh pemilik modal (sementara para pegawainya digaji secara tetap). adanya keuntungan, dengan syarat sebagai berikut: i keuntungan tidak boleh dihitung berdasarkan persentase dari jumlah modal yang diinvestasikan, melainkan hanya keuntungan saja setelah dipotong modal, ii keuntungan untuk setiap pihak tidak ditentukan dengan jumlah nominal, berarti sebuah usaha yang belum jelas untung dan ruginya. Ini akan membawa para pembuat riba, iii nisbah pembagian ditentukan dengan persentase, misalnya 60:40%, 50:50% dan seterusnya. Penentuan persentase tidak harus terikat pada bilangan tertentu. artinya, jika nisbah bagi hasil tidak ditentukan pada saat akad, maka setiap pihak memahami bahwa keuntungan ini akan dibagi secara sama, karena
Universitas Sumatera Utara
38
aturan umum dalam perhitungan ini adalah kesamaan. Namun, tindakan penyebutan bagi hasil diawal kontrak adalah lebih baik untuk menghindari munculnya kesalah fahaman.
3. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Mudharabah Pengakuan dan pengukuran pembiayaan mudharabah diperlukan untuk memenuhi kriteria dalam neraca atau laporan laba rugi. Suatu pos memenuhi kriteria dikarenakan syarat untuk diakui dalam laporan laba rugi perlu dipertimbangkan aspek materialitas. Untuk itu pengakuan dan pengukuran akuntansi pembiayaan mudharabah telah dijelaskan dalam PSAK No. 59 tentang Akuntansi Perbankan Syariah, paragraf 14 sampai 17 sebagai berikut: 1. pengakuan pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut (paragraf 14) i. pengakuan pembiayaan mudharabah diakui pada saat pembayaran kas atau penyerahan aktiva non-kas kepada pengelola dana (mudharib); ii. pembiayaan mudharabah yangdiberikan secara bertahap diakui pada setiap tahap pembayaran atau penyerahan. 2. pengukuran pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut: i. pembiayaan mudharabah dalam bentuk kas diukur sejumlah uang yang diberikan bank pada saat pembayaran, ii. pembiayaan mudharabah dalam bentuk aktiva non-kas diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank 3. setiap pembayaran kembali atas pembiayaan mudharabah oleh pengelola dana (mudharib) mengurangi saldo pembiayaan mudharabah, 4. apabila sebagian pembiayaan mudharabah hilang sebelum dimulai usaha karena adanya kerusakan atau sebab lainnya tanpa adanya kelalaian atau kesalahan pihak mudharib, maka rugi tersebut
Universitas Sumatera Utara
39
mengurangi saldo pembiayaan mudharabah dan diakui sebagai kerugian bank (paragraf 17). Dengan adanya peraturan tersebut bank syariah dapat dengan mudah mengetahui
bagaimana
mengakui
pendapatan
yang
bersumber
dari
pembiayaan mudharabah dan kapan saat diukurnya pembiayaan tersebut. Untuk memperjelas penerapan pengakuan dan pengukuran pendapatan mudharabah tersebut, Peneliti mencontohkan pendapatan tersebut dalam bentuk kasus, adapun contoh kasus tersebut antara lain: Contoh untuk kasus untuk prinsip mudharabah misalnya Ny. Annisa hendak melakukan usaha dengan modal Rp50.000.000,-. Diperkirakan dari usaha tersebut akan memperoleh pendapatan Rp10.000.000,-perbulan dan modal disediakan seluruhnya oleh Bank Syariah Manggar. Dari keuntungan ini selisih
disisihkanya
dulu
untuk
mengembalikan
modal,
misalnya
Rp4.000.000,-. Selebihnya dibagikan antara Bank Syariah Manggar dengan nasabah sesuai dengan kesepakatan sebelumnya, yaitu 60:40, sehingga (40%×Rp6.000.000,-
=Rp2.400.000)
untuk
Ny.
Annisa.
Dan
(60%×Rp6.000.000,- =Rp3.600.000) untuk Bank Syariah Manggar.
Universitas Sumatera Utara
40
E. Musyarakah 1. Pengertian dan Jenis-jenis Musyarakah Pendapatan yang berasal dari bagi hasil juga dikenal dengan istilah musyarakah, menurut Veithzal dan Andrian (2008:121) “Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana setiap pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko (kerugian) akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.” Adapun alur dari pembiayaan musyarakah adalah:
Sumber: www.bni.co.id Gambar 3.2 Skema Pembiayaan Musyarakah
Skema diatas menjelaskan bahwa Musyarakah biasanya diaplikasikan untuk pembiayaan proyek dimana nasabah dan bank sama-sama menyediakan dana
Universitas Sumatera Utara
41
untuk membiayai proyek tersebut. Seteleh proyek itu selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil yang telah disepakati untuk bank. Pembiayaan musyarakah memiliki jenis bermacam-macam, karena terdapat modal yang berasal dari pihak ketiga, dan untuk mengetahui pembagian kontribusi dananya maka dalam Veithzal dan Andrian (2009:122) dijelaskan jenis-jenis musyarakah sabagai berikut: 1) Syirkah ‘Inan Akad kerjasama antar dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dan partisipasi dalam kerja tidak harus sama, bahkan dimungkinkan hanya salah seorang yang aktif mengelola usaha yang ditunjuk oleh partner lainnya. Sementara itu, keuntungan atau kerugian yang timbul dibagi kesepakatan bersama. 2) Syirkah Mufawadhah Akad kerjasama dua orang atau lebih, masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Setiap partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan kewajiban. Tidak diperkenankan salah seorang memasukkan modal yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula dibandingkan dengan partner lainnya. Keuntungan maupun kerugian yang diperoleh harus dibagi secara sama. 3) Syirkah A’mal Akad kerjasama antara dua orang atau lebih yang memiliki profesi dan keahlian tertentu, untuk menerima serta melaksanakan suatu pekerjaan secara bersama dan berbagai keuntungan dari hasil yang diperoleh barang tertentu dengan pembayaran tangguh akan menjualnya kembali secara tunai. Keuntungan diperoleh akan dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama.
Universitas Sumatera Utara
42
2. Landasan syariah, rukun dan syarat musyarakah Sama
halnya
dengan
pembiayaan
mudharabah,
pembiayaan
musyarakah juga dilandaskan pada Al-Quran sebagai landasan pokok dalam kehidupan manusia khususnya dalam hukum perbankan syariah, adapun landasan syariah musyarakah, dalam Nurhayati dan Wasilah (2009:139) adalah: Al-Qur’an Surat An-Nisa:21 ”jika saudara-saudara itu lebih dari satu orang, maka mereka bersekutu dalam sepertiga itu.” Ketentuan dalam mengatur pembiayaan musyarakah ini, telah diatur dalam Fatwa Dewan Syariah, agar lebih mempermudah pihak perbankan dan nasabah dalam menjalankan pembiayaan musyarakah ini. Seperti pada Fatwa DSN MUI No. 08/DSN-MUI/2000 dalam Sutedi (2009:83), terdapat beberapa ketentuan mengenai musyarakah antara lain: 1. pernyataan ijab dan kabul harus dinyatakan oleh pihak untuk menunjukkan kehendak mereka dalam mengadakan kontrak (akad), dengan memperhatikan ketentuan hal-hal berikut: i. penawaran dan penerimaan harus secara eksplisit menunjukkan tujuan akad, penerimaan dari penawaran dilakukan pada saat akad, ii. Akad dituangkan secara tertulis, melalui korespondensi atau dengan menggunakan cara-cara komunikasi modern. 2. pihak-pihak yang melakukan akad harus cakap hukum, dan memperhatikan hal-hal berikut: i. komponen dalam memberikan atau diberikan kekuasaan perwakilan, ii. setiap mitra memiliki hak untuk mengatur aset musyarakah dalam proses bisnis utama, iii. setiap mitra memiliki hak menyediakan dana dan pekerjaan, dan setiap mitra melaksanakan kerja sebagai wakil,
Universitas Sumatera Utara
43
iv. setiap mitra tidak diizinkan untuk mencairkan atau menginvestasikan dana untuk kepentingan aktivitas musyarakah. 3. objek akad (modal, kerja, keuntungan dan kerugian) a. Modal Modal yang diberikan harus uang tunai, emas, perak atau nilainya sama. Modal terdiri atas aset perdagangan, seperti barang-barang properti dan sebagainya. b. Kerja i. partisipasi para mitra pekerjaan merupakan dasar pelaksanaan musyarakah, akan tetapi kesamaan porsi kerja bukanlah merupakan syarat, ii. setiap mitra melaksanakan kerja dalam musyarakah atas mana pribadi dan wakil dari mitranya. Kedudukan masing-masing dalam organisasi kerja harus dijelaskan dalam akad. c. Keuntungan i. keuntungan harus dikuantitatifkan dengan jelas untuk menghindarkan perbedaan dan sengketa pada waktu alokasi keuangan atau ketika penghentian musyarakah, ii. setiap keuntungan mitra harus dibagikan secara proporsioanal atau dasar seluruh keuntungan dan tidak ada jumlah yang ditentukan diawal yang ditetapkan bagi seorang mitra, iii. seorang mitra boleh mengusulkan bahwa jika keuntungan melebihi jumlah tertentu, kelebihan atau persentase itu diberikan kepadanya, iv. sistem pembagian keuntungan harus terutang dengan jelas dalam akad. d. Kerugian Kerugian harus dibagi diantara para mitra secara proporsional menurut saham masing-masing dalam modal. e. Biaya opersional dan persengketaan i. biaya operasional dibebankan pada modal bersama, ii. jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan diantara para pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui badan arbitrasi syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
Semua ketentuan pembiayaan musyarakah dijalankan oleh bank syariah agar pembiayaan ini dapat berjalan dengan lancar.
Universitas Sumatera Utara
44
Selain ketentuan, ada juga hal yang harus diperhatikan dalam melakukan pembiayaan musyarakah, yakni rukun dan syarat musyarakah, adapun rukun musyarakah dalam Veitzhal dan Andrian (2008:124) antara lain: 1.
Pihak yang berakad
2.
Objek akad/proyek atau usaha (modal dan kerja)
3.
Shighat/ Ijab Kabul Penjelasan rukun musyarakah diatas sama dengan penjelasan pada
rukun mudharabah, namun perbedaannya terletak pada besarnya kontribusi atas manajemen dan keuangan atau salah satu diantara itu. Dalam mudharabah modal hanya berasal dari satu pihak, sedangkan dalam musyarakah modal berasal dari dua pihak atau lebih. Sedangkan syarat musyarakah dalam Nurhayati dan Wasilah (2009:139) antara lain: 1. 2.
3.
4.
pelaku: para mitra harus cakap hukum dan baligh objek musyarakah objek musyarakah merupakan suatu konsekuensi dengan dilakukannya akad musyarakah yaitu harus ada modal dan kerja. ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida atau rela diantara pihakpihak pelaku akad yang dilakukan secara verbal, tertulis, melaui korespondensi atau menggunakan cara-cara komunitas modern, nisbah a. nisbah diperlukan untuk pembagian keuntungan dan harus disepakati oleh para mitra diawal akad sehingga resiko perselisihan diantara para mitra dapat dihilangkan, b. perubahan nasabah harus didasarkan kesepakatan kedua belah pihak,
Universitas Sumatera Utara
45
c. keuntungan harus dapat dikuantifikasi dan ditentukan dasar perhitungan keuntungan tersebut misalnya bagi hasil atau bagi laba, d. keuntungan yang dibagikan tidak boleh menggunakan nilai proyeksi akan tetapi harus menggunakan nilai realisasi keuntungan, e. mitra tidak dapat menentukan bagian keuntungannya sendiri dengan menyatakan nilai nominal tertentu karena hal ini sama dengan riba dan dapat melanggar prinsip keadilan prinsip untung muncul bersama risiko f. pada prinsipnya keuntungan milik para mitra namun diperbolehkan mengalokasikan keuntungan untuk pihak ketiga bila disepakati, misalnya untuk organisasi kemanusiaan tertentu atau untuk cadangan. Berdasarkan uraian ketentuan musyarakah diatas, tidak hanya keuntungan yang diperhatikan, namun jika terjadi kerugian, juga akan dibagi secara proporsional sesuai dengan porsi modal dari masing-masing mitra. Karena pembiayaan ini bersifat kemitraan. Seiring berkembangnya zaman, musyarakah dalam perbankan pun dialokasikan untuk
perusahaan yang bergerak dalam bidang kontribusi,
industri, perdagangan dan jasa. Pembiayaan investasi, dapat dialokasikan untuk perusahaan yang bergerak dalam bidang industri, pembiayaan secara sindikasi baik untuk kepentingan kerja maupun investasi.
Contoh kasus untuk prinsip musyarakah misalnya Tn. Ridho hendak melakukan suatu usaha, tetapi kekurangan modal. Modal yang dibutuhkan sebesar Rp40.000.000,- sedangkan modal yang dimilikinya hanya tersedia Rp20.000.000,-. Ini berarti Tn. Ridho kekurangan dana tersebut, beliau
Universitas Sumatera Utara
46
meminta bantuan kepada bank untuk menutupi kekurangan dana tersebut, modal usaha proyek sebesar Rp40.000.000,- dipenuhi oleh Tn. Ridho 50% ddan Bank Syariah 50%. Jika pada akhirnya proyek tersebut memberikan keuntungan sebesar Rp15.000.000,- maka Bank Syariah (Rp7.500.000,-) 50% untuk Tn. Ridho (Rp7.500.000,-). Dengan catatan pada akhir suatu usaha Tn. Ridho tetap akan mengembalikan uang sebesar Rp20.000.000,- ditambah Rp7.500.000,- untuk keuntungan Bank Syariah dari bagi hasil.
3. Pengakuan dan Pengukuran Pembiayaan Musyarakah Pengakuan dan pengukuran pembiayaan musyarakah diperlukan sebagia suatu unsur yang berguna bagi penyajian mengenai pendapatan pada neraca atau laporan laba rugi, untuk itu diperlukan suatu ketentuan yang khusus membahas pembiayaan musyarakah ini, seperti pengakuan dan pengukuran awal pembiayaan musyarakah menurut PSAK No. 59 paragraf 41 antara lain: 1. pembiayaan musyarakah diakui pada saat pembayaran tunai atau penyerahan aktiva non-kas kepada mitra musyarakah, 2. pengukuran pembiayaan musyarakah adalah sebagai berikut: a. pembiayaan musyarakah dalam bentuk: i. kas dinilai sebesar jumlah yang dibayarkan, ii. aktiva non-kas sebesar nilai wajar dan jika terdapat selisih antara nilai wajar dan nilai buku aktiva non-kas, maka selisih tersebut diakui sebagai keuntungan atau kerugian bank pada saat penyerahan. b. biaya yang terjadi akibat akad musyarakah (misalnya, biaya studi kelayakan) tidak dapat diakui sebagai bagian pembiayaan musyarakah kecuali ada peminjaman dari seluruh mitranya.
Universitas Sumatera Utara
47
Dalam ketentuan tersebut jelas bahwa pembiayaan musyarakah atau modal syirkah yang diserahkan oleh bank syariah tidak hanya dalam bentuk uang tunai saja tetapi juga dalam bentuk non-kas. Begitu juga dalam bentuk non-kas. Begitu juga dalam penyerahan modal dapat dilakukan secara bertahap atau secara sekaligus. B. Tinjauan Penelitian Terdahulu Adapun tinjauan penelitian terdahulu antara lain:
No. 1.
2.
Tabel 1.1 Tinjauan Penelitian Terdahulu Metode Hasil penelitian Judul penelitian peneliti penelitian Pengakuan dan Rizka Metode Bank mengakui pengukuran Amita deskriftif pendapatannya dengan pendapatan bagi 2008 metode cash basic, hal ini hasil pada PT. BPRS sesuai dengan PSAK No. Gebu Prima Medan 59 dan pengukurannya dilakukan dengan membuat tabel distribusi pendapatan bagi hasil yang fluktuatif tiap bulan, walau fluktuatif pendapatan bagi hasil yang diperoleh perusahaan tetap memberikan keadilan. Pendapatan bagi Kusma Metode Aturan-aturan yang hasil dan pelakuan wanti deskriftif digunakan dalam kegiatan Akuntansi pada 2008 operasional Bank Muamalat Bank Muamalat Indonesia dalam Indonesia cabang sepenuhnya menggunakan Malang aturan-aturan yang sesuai dengan syariah Islam, seperti konsep yadul amanah, pembagian keuntungan, biaya pengelolaan dan mudharabah.
Universitas Sumatera Utara
48
3.
Analisis pengakuan dan pengukuran pendapatan pembiayaan murabahah PT. Bank Sumut Syariah cabang Medan
Dian Metode Setiawati deskriftif Rosial 2008
Perlakuan Akuntansi dan pengukuran pendapatan oleh PT. Bank Sumut Syariah telah sesuai dengan ketentuan yang lazim dimana pembiayaan murabahah terdapat kecenderungan digunakannya metode cash basic 4. Pengakuan dan Dinar Metode Bank Syariah Mandiri pengukuran Hadi studi kasus belum sepenuhnya pendapatan produk Brahmas menerapkan PSAK 105 mudharabah pada ta tentang akuntansi Bank Syariah 2010 mudharabah dalam pengukuran dan pengakuan Mandiri berdasarkan transaksi mudharabah, PSAK 105 pendapatan bagi hasil dilakukan dengan dasar kas dengan alasan adanya ketidakpastian, sedangkan PSAK 105 memberikan pedoman untuk menggunakan accrual basic dalam mengakui pendapatan bagi hasil mudharabah. Sumber: Perpustakaan FE USU dan http://one.skripsi.com
Universitas Sumatera Utara