HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu & Odawara 1985; Toeda & Kurane 1991; Yokoi et al. 1998; Zhang et al. 2002; Tsuge & Nakano 2005; Lu et al. 2005; El-tayeb & Khodair 2007). Bioflokulan yang berasal dari LA sangat terbatas hanya pada bakteri Pseudomonas, Zooglea, Alcaligenes, flavobacterium, dan Nocardia (Nakamura 1976), Bioflokulan yang diisolasi dari kultur LA memiliki aktivitas yang hampir setara dengan flokulan sintetik. Bioflokulan tersebut akan lebih baik digunakan dibandingkan dengan flokulan sintetik sebab ramah terhadap lingkungan meskipun dalam jumlah yang berlebih (Tsuge et al. 2005). Penelitian ini memfokuskan pada isolat LA yang berasal dari industri tekstil PT UNITEX, Bogor. Isolat yang terpilih untuk dianalisis lebih lanjut ialah isolat yang memberikan hasil uji aktivitas flokulasi tinggi terhadap suspensi kaolin. Berdasarkan penelitian Dewi (2007), LA-2; LA-7; LA-4; dan LA-1 merupakan empat isolat dengan aktivitas flokulasi tertinggi, secara berurut sebesar 71.23%; 70.87%; 60.70%; dan 57.54%. Setelah itu, isolat-isolat tersebut (dalam stok gliserol) ditumbuhkan ke dalam media cawan Nutrient Agar (NA) dan diinkubasi pada suhu 30 ºC selama 16 jam, hasil inkubasi tampak pada Gambar 2. Media NA ialah media nutrien yang dapat menunjang pertumbuhan mikrob. Media tersebut mengandung sumber karbon (beef extract), sumber nitrogen organik (pepton), agar, dan air. Hasil peremajaan tersebut memperlihatkan bahwa koloni LA-2 dan LA-4 tumbuh lebih banyak, sedangkan LA-1 sedikit dan LA-7 tidak tumbuh. Koloni yang tumbuh sedikit atau bahkan tidak tumbuh dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Faktorfaktor tersebut ialah mikrob yang ada dalam isolat memerlukan media yang lebih kompleks, selain nutrisi juga perlu diperhatikan kondisi fisik yang menunjang pertumbuhan bakteri seperti suhu atau pH (Pelczar & Chan 1986). Faktor lainnya, yaitu kondisi semasa penyimpanan dalam stok gliserol tidak stabil, baik suhu maupun waktu. Berbagai jenis mikrob dapat dibekukan langsung dalam media gliserol. Penyimpanan dapat bertahan lama dalam kondisi beku dengan cara mereduksi sebagian besar
aktivitas atau kecepatan metabolisme mikrob (Machmud 2001). Berdasarkan identifikasi, Bergey’s Manual of Determinative Bacteriology diperoleh LA-2 mengandung mikrob Flavobacterium sp.. Sementara itu, Gambar 3 merupakan pewarnaan Gram bioflokulan dari Flavobacterium sp. yang diamati di bawah mikroskop pada perbesaran 10x100. Hasil yang diperoleh ialah Gram negatif dengan bentuk kokus (Dewi 2007). Koloni tunggal isolat ini juga dapat diperoleh dalam waktu yang relatif cepat dan tumbuh dengan baik pada media NA (Gambar 3). Koloni tunggal yang terbentuk akan diinokulasikan pada media cair Nutrient Broth (NB). Media NB merupakan media aktivasi mikrob, kemudian diinkubasi selama 16 jam pada kecepatan 180 rpm suhu 30 ºC. Hasil pengukuran Kerapatan Optis (OD atau Optical Density) menunjukkan bahwa aktivitas pertumbuhan mikrob cukup tinggi, yaitu sebesar 0.860. LA-1
LA-4
LA-7
LA-2
Gambar 2 Koloni isolat lumpur aktif pada media cawan NA.
Gambar 3
Gambar
4
Morfologi bioflokulan dari Flavobacterium sp. dengan pewarnaan Gram.
Koloni bioflokulan Flavobacterium sp..
dari
Media Produksi Bioflokulan Salah satu faktor pendukung mikrob untuk memproduksi bioflokulan ialah media produksinya. Hal yang perlu diperhatikan, yaitu komposisi media produksi tidak hanya mencakup sumber nutrisi bagi mikrob tetapi juga memenuhi kebutuhan bagi pembentukan produk bioflokulan secara maksimum. Sumber karbon (C) dan nitrogen (N) yang terkandung dalam media produksi dapat divariasikan untuk mengetahui peran media terhadap produksi bioflokulan. Glukosa, sukrosa, fruktosa, dan pati merupakan contoh sumber C yang dapat divariasikan, dalam media berfungsi sebagai sumber energi bagi bakteri. Sementara itu, sumber N organik yang dapat divariasikan ialah ekstrak khamir dan pepton, sedangkan untuk N anorganik ialah urea dan (NH4)2SO4. Hal tersebut senada dengan hasil penelitian Kurane (1986) yang menyatakan kondisi kultur paling efektif untuk produksi bioflokulan, yaitu menggunakan glukosa sebagai sumber C dan ekstrak khamir serta pepton sebagai sumber N organik. Namun, pada penelitian ini hanya akan dilakukan variasi sumber C dalam media produksi dengan konsentrasi yang bervariasi. Media 1 mengandung glukosa 1% dan sukrosa 1% (Kurane et al. 1994; Wang et al. 1995; Lu et al. 2005), media 2 mengandung glukosa 0.2% dan pati 3% (Zhang et al. 2002a), dan media 3 mengandung pati 1% (Kurane & Matsuyama 1994). Variasi media bertujuan melihat pengaruh sumber C terhadap produksi bioflokulan yang akan ditinjau dari hasil uji aktivitas dan bobot bioflokulan. Media produksi dikultivasi selama 42 jam dan dilakukan pengocokkan dengan kecepatan 180 rpm. Waktu tersebut diperkirakan adalah kondisi kultivasi optimum bagi mikrob untuk menghasilkan bioflokulan (Yokoi et al. 1998; Dewi 2007). Kecepatan pengocokkan yang digunakan untuk produksi ialah 180 rpm agar bakteri memiliki aerasi yang baik mengingat kemungkinan bakteri tersebut bersifat aerob atau anerob fakultatif. Selain itu juga agar kultur homogen dan dapat menyeragamkan kondisi ketika produksi bioflokulan (Kurane & Nohata 1991; Lu et al. 2005). Perbandingan antara jumlah media produksi dengan udara Erlenmeyer perlu diperhatikan. Sebanyak 30 mL media produksi dalam Erlenmeyer 250 mL berarti memiliki perbandingan sekitar 1:8. Kondisi tersebut memberikan aerasi yang baik dan menunjang pertumbuhan sel untuk menghasilkan bioflokulan (Lu et al. 2005).
Koloni mikrob Flavobacterium sp. yang ditumbuhkan ke dalam tiga jenis media produksi tersebut mempengaruhi pertumbuhan dan produksi bioflokulan. Pertumbuhan mikrob dapat dilihat dari kekeruhan media. Semakin keruh media, semakin banyak jumlah bakteri yang tumbuh. Gambar 5 menunjukkan media produksi sebelum dan sesudah kultivasi selama 42 jam. Keadaan awal (Gambar 5a), media 1 terlihat bening, media 2 paling keruh, dan media 3 agak keruh. Sementara itu, Gambar 5b adalah keadaan setelah kultivasi 42 jam suhu 30 ºC. Media 2 terlihat paling keruh (Gambar 5a), dikarenakan mengandung pati 3% yang tidak larut dengan sempurna dalam air. Pati merupakan polisakarida kompleks yang terdiri dari amilosa dan amilopektin yang tidak larut dalam air. Setelah kultivasi (Gambar 5b), hasilnya tampak keruh, menunjukkan adanya pertumbuhan mikrob. Hal tersebut juga didukung oleh nilai OD yang cukup tinggi (Tabel 1). Pertumbuhan mikrob tertinggi dengan pengenceran 3x dihasilkan media 2 (Glukosa 0.2% & Pati 3%) dengan OD sebesar 0.638. Hal ini memungkinkan bahwa kekeruhan yang terjadi akibat sumber C yang tidak larut sempurna. Kultur bioflokulan perlu diuji aktivitas flokulasinya untuk memastikan bahwa memang benar adanya pertumbuhan mikrob penghasil bioflokulan. Selain itu juga aktivitas flokulasi media saja akan diuji untuk melihat peran media.
!
2
3
(a) !
2
3
(b) Gambar 5 Variasi media produksi bioflokulan (a) keadaan awal (b) setelah kultivasi 42 jam.
Tabel 1 Data Pengukuran OD pada λ550 nm waktu kultivasi 16 jam Variasi media OD Pengenceran produksi kultur 3x Media 1 0.452 1.356 (Glukosa 1% & Sukrosa 1%) Media 2 0.638 1.914 (Glukosa 0.2% & Pati 3%) Media 3 (Pati 1%) 0.594 1.782 Aktivitas Flokulasi Bioflokulan Pengujian aktivitas flokulasi cairan kultur bioflokulan menggunakan AlCl3 0.05% sebagai koagulan. Penambahan koagulan ke dalam campuran bertujuan mengurangi daya tolak menolak antar partikel koloid sehingga partikel-partikel tersebut dapat bergabung menjadi flok-flok kecil. Kation multivalen Al3+ memiliki muatan permukaan yang luas dan dapat mengikat permukaan partikel koloid yang umumnya bermuatan negatif dengan kuat. Ion-ion positif yang berasal dari kation Al3+ akan menarik partikel-partikel bermuatan negatif karena sifatnya yang lebih positif. Melalui penetralan muatan ini, akan terbentuk flok karena antar koloid saling bergabung. Tabel 2 memperlihatkan hasil pengujian kemampuan flokulasi berbagai variasi media saja (tanpa bioflokulan) terhadap kaolin. Pengujian ini bertujuan melihat peran media terhadap proses flokulasi. Berdasarkan hasil uji, masing-masing media memberikan hasil aktivitas flokulasi <50%. Media 3 (pati 1%) manunjukkan hasil aktivitas flokulasi paling tinggi sebesar 21.94%. Sementara itu, aktivitas flokulasi paling kecil ialah media 2 (glukosa 0.2% dan pati 3%), sebesar 7.14%. Pengamatan aktivitas flokulasi dilakukan selama dua menit, karena merupakan waktu yang ideal untuk mengamati aktivitas flokulasi yang terjadi dalam suspensi koloid. Bentuk flok yang terbentuk juga dapat diamati sehingga tampak pemisahan antara bagian yang bening dan endapan kaolin. Semakin cepat terjadinya pemisahan dan terbentuknya flok maka kerja bioflokulan semakin baik. Selanjutnya, waktu yang sama juga akan digunakan untuk uji aktivitas flokulasi kultur bioflokulan dan bioflokulan hasil pengendapan etanol. Berdasarkan hasil uji aktivitas tersebut, media yang selanjutnya digunakan sebagai media produksi bioflokulan Flavobacterium sp. ialah media yang memberikan pengaruh kecil pada proses flokulasi, yaitu media 1 dan
2. Media tersebut memberikan pengaruh kecil saat flokulasi sehingga produk mikrob (bioflokulan) akan lebih berperan untuk memflok kaolin bukan media. Gambar 6 menunjukkan kondisi aktivitas flokulasi media selama dua menit dalam gelas ukur. Media 3 terlihat paling jernih dengan aktivitas flokulasi paling besar, yaitu 21.94%. Hal ini disebabkan oleh media 3 terdiri atas pati 3% yang tidak larut dan berperan dalam flokulasi. Setelah kultivasi 42 jam, pertumbuhan bakteri diukur nilai OD550nm, hasilnya pada media 1 dan 2 secara berurut sebesar 0.452 dan 0.638. Kemudian dilakukan uji aktivitas flokulasi bioflokulan yang hasilnya dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil uji menunjukkan bahwa kultur dari media 1 memberikan nilai aktivitas lebih tinggi sebesar 66.34% daripada media 2 sebesar 51.18%. Glukosa dan sukrosa yang digunakan sebagai sumber C memberikan pengaruh aktivitas flokulasi yang lebih baik daripada pati (Toeda & Kurane 1991; Yokoi et al. 1998). Hal tersebut juga terlihat dari hasil uji aktivitas flokulasi kultur masing-masing media terhadap suspensi kaolin (Gambar 7 dan Gambar 8). Kultur media 1 terlihat lebih jernih daripada kontrol (tanpa kultur). Endapan kaolin yang terbentuk juga lebih banyak dan terlihat flok-flok yang terbentuk. Sementara itu, Gambar 8 juga memberikan hasil yang lebih jernih jika dibandingkan dengan kontrol. Namun, aktivitas kultur dari meda 1 lebih efektif daripada media 2. Tabel 2 Aktivitas flokulasi berbagai media produksi (Tanpa bioflokulan) OD Aktivitas Variasi OD Sampel flokulasi media kontrol (%) produksi λ550nm 1 1.750 1.472 15.88 2 1.750 1.625 7.14 3 1.750 1.366 21.94 1
2
3
4
Gambar 6 Aktivitas flokulasi media produksi bioflokulan (1) kontrol, (2) media 1, (3) media 2, dan (3) media 3.
Tabel 3 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan Aktivitas OD OD Variasi media flokulasi kontrol kultur produksi (%) λ550nm Media 1
1.551
0.522
66.34
Media 2
1.485
0.725
51.18
1
2
Gambar 7 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan (1) kontrol (2) media 1 1
2
Gambar 8 Aktivitas flokulasi kultur bioflokulan (1) kontrol (2) media 2 Isolasi Bioflokulan melalui Pengendapan Etanol Kultur bioflokulan yang digunakan untuk uji aktivitas terdiri atas sel mikrob penghasil bioflokulan, media itu sendiri, dan produk (bioflokulan). Kultur tersebut perlu dipisahkan dari pengotornya agar diperoleh endapan bioflokulan sehingga dapat dianalisis komponen biokimianya. Beberapa penelitian terdahulu banyak menggunakan pelarut etanol untuk memisahkan bioflokulan dari media dan sel (Yokoi et al. 1998; Zhang et al. 2002a; Zhang et al. 2002b; Jie et al. 2006). Pelarut organik, etanol dipilih karena bersifat polar, efisien, dan ekonomis. Penambahan etanol dua volume bertujuan mempercepat pengendapan sehingga diperoleh hasil bioflokulan dalam bentuk endapan (Nam et al. 1996; Salehizadeh et al. 1999; Jie et al. 2006; El-tayeb & Khodair 2007).
Jumlah bioflokulan dari media 2 diperoleh lebih banyak daripada media 1, hampir sepuluh kali lebih banyak. Hal tersebut dapat disebabkan oleh sumber C yang mengandung pati 3%. Adanya pati yang tidak larut sempurna sangat berperan untuk menginduksi mikrob untuk menghasilkan bioflokulan dengan komposisi polisakarida yang tinggi. Dari jumlah media produksi sebanyak 250 mL masing-masing diperoleh bioflokulan sebanyak 0.185 g dari media 1 (Gambar 9a), 2.6289 g dari media 2 (Gambar 9b). Sementara itu, konsentrasi glukosa yang tinggi (1%) dalam media 1 dapat menghambat pertumbuhan sel dan produksi bioflokulan. Bioflokulan yang diperoleh dari media 2 disebabkan oleh konsentrasi sumber C yang tepat. Berdasarkan penelitian Zhang et al. 2002, konsentrasi glukosa yang rendah (0.1 0.2%) dapat menstimulasi sel mikrob untuk menggunakan pati sebagai sumber C dan menghasilkan bioflokulan secara maksimum. Sentrifus diulang sebanyak dua kali dengan kecepatan yang berbeda pada isolasi bioflokulan. Sentrifus pertama dengan kecepatan 6.000g untuk memisahkan sel dan media dari bioflokulan. Sentrifus kedua setelah ditambahkan etanol dua volume etanol, kecepatan menjadi 12.000g. Perubahan kecepatan sentrifus menjadi dua kali memiliki tujuan untuk memperoleh bioflokulan yang bebas dari pengotor. Setelah itu, endapan dikeringkan pada suhu 37 ºC agar bebas dari pelarut etanol. Bioflokulan hasil pengendapan etanol yang diperoleh diuji aktivitas flokulasinya. Berdasarkan Tabel 4, nilai aktivitasnya kurang dari 50%, yaitu bioflokulan dari media 1 sebesar 12.78% dan 6.19%. Sementara itu, bioflokulan media 2 memiliki kemampuan memflokulasi kaolin lebih baik, sebesar 24.93% dibandingkan media 1 sebesar 18.73%. Hasil penelitian menunjukkan aktivitas flokulasi kultur bioflokulan lebih tinggi daripada aktivitas flokulasi bioflokulan hasil pengendapan etanol.
(a) Gambar 9
(b) Bioflokulan hasil pengendapan etanol (a) media 1 (b) media 2
Tabel 4
Uji aktivitas bioflokulan hasil pengendapan etanol Media OD OD Aktivitas produksi Kontrol Sampel flokulasi (%) λ550nm 1 1.392 1.214 12.78 2 1.392 1.045 24.93 Analisis Biokimia Bioflokulan
Bioflokulan hasil pengendapan etanol kemudian dianalisis komponen biokimianya. Komponen yang akan dianalisis ialah polisakarida menurut metode fenol-asam sulfat (Dubois et al. 1956) dan protein dengan metode Bradford (1976). Akan tetapi perlu dilakukan uji kualitatif untuk mendeteksi keberadaan kedua komponen biokimia tersebut, yaitu uji Molisch sebagai uji umum karbohidrat dan uji Ninhidrin sebagai uji umum mendeteksi keberadaan protein. Uji Molisch merupakan uji umum untuk mendeteksi keberadaan karbohidrat. Prinsip uji ini ialah pembentukkan furfural atau turunan-turunan dari karbohidrat yang didehidratasi oleh asam pekat, reaksi α-naftol akan membentuk persenyawaan berwarna. Hasil uji positif adanya karbohidrat, yaitu terbentuknya warna ungu kemerahan pada kedua batas cairan (menyerupai cincin). Bioflokulan 1% dari media 1 dan 2 memberikan hasil positif seperti ditunjukkan pada Tabel 5, sedangkan visualisasi uji Molisch dapat dilihat pada Gambar 10a terbentuk warna ungu kemerahan pada kedua cairan, sedangkan untuk media 2 (Gambar 10b) terlihat sangat pekat yang diperkirakan terkandung kadar karbohidrat lebih tinggi. Uji kualitatif untuk mendeteksi keberadaan uji protein bioflokulan menggunakan Ninhidrin. Uji umum ini memberikan hasil positif ketika protein bereaksi dengan larutan ninhidrin terbentuk warna biru (keunguan). Namun, prolin dan hidroksiprolin yang gugus aminonya tersubstitusi memberikan hasil reaksi berwarna kuning. Bioflokulan 1% meberikan hasil positif baik produk dari media 1 maupun media 2. Berdasarkan Gambar 11, bioflokulan media 1 telihat agak samar-samar berwarna biru muda, sedangkan media 2 menghasilkan warna kuning. Kandungan total bioflokulan 1% diuji secara kuantitatif menggunakan metode fenolasam sulfat (Dubois et al. 1956) dengan glukosa sebagai standar. Larutan glukosa standar (1 mg/mL) dibuat dari konsentrasi 0, 0.1, 0.3, 0.5, 0.8, dan 1 mg/mL. Variasi
konsentrasi yang dibuat telah dianggap mewakili perbandingan antara konsentrasi dan absorbansi. Perubahan nilai absorban glukosa standar semakin meningkat seiring meningkatnya konsentrasi. Kurva glukosa standar memiliki persamaan y = 2.0691x– 0.1417 dengan nilai R sebesar 96.16%. Sampel bioflokulan 1% dari kedua media yang dianalisis menurut metode fenol-asam sulfat menunjukkan hasil positif dengan terbentuknya warna merah bata (orens). Perubahan warna yang terjadi akibat reaksi antara sampel dengan fenol 5% dan asam sulfat pekat sehingga warna yang muncul dapat diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 490 nm. Hasil uji tersebut dapat dilihat dari Gambar 12 baik untuk bioflokulan media 1 maupun media 2. Tabel 5 Hasil uji kualitatif bioflokulan 1% Media Uji Pengamatan produksi Molisch (+) cincin tipis (agak pekat) berwarna ungu kemerahan 1 Ninhidrin (+) samar-samar terlihat warna biru muda Molisch (+)cincin ungu kemerahan berwarna gelap (pekat sekali) 2 Ninhidrin (+) warna kuning Æ kemungkinan adanya prolin atau hidroksiprolin
(a) (b) Gambar 10 Hasil uji Molisch bioflokulan1% (a ) Media 1 (b) Media 2
(a) (b) Gambar 11 Hasil uji Ninhidrin bioflokulan 1% (a ) Media 1 (b) Media 2
(a)
(b) Gambar 12 Analisis gula total bioflokulan 1% metode fenol-asam sulfat (a) media 1 (b) media 2. Kandungan polisakarida yang diperoleh dari bioflokulan 1% ialah sebesar 0.0800 mg/mL untuk media 1 dan 0.2284 mg/mL untuk media 2. Gambar 12b memperlihatkan warna yang cukup pekat yang menandakan bahwa semakin tinggi intesitas warna semakin besar jumlah kandungan polisakarida. Pati 3% yang tidak terhidrolisis sempurna dari media 2 diduga memberikan peran yang signifikan terhadap kandungan polisakarida yang lebih tinggi dibandingkan dengan media 1. Kandungan protein bioflokulan secara kuantitatif diuji menggunakan metode Bradford (1976). Larutan BSA (1 mg/mL) dengan berbagai variasi konsentrasi mulai dari 0.1 – 1 mg/mL digunakan untuk membuat kurva standar protein. Peningkatan nilai absorbansi terjadi secara signifikan seiring dengan meningkatnya konsentrasi. Hal tersebut terlihat dari nilai absorbansi yang semakin meningkat senada dengan meningkatnya kandungan protein bioflokulan. Persamaan kurva standar, y = 1.2251x+0.07 dengan R sebesar 99.12%.
(a)
Konsentrasi sampel bioflokulan 1% yang diperoleh menurut metode Bradford ialah sebesar 0.0566 mg/mL untuk media 1 dan 0.5983 mg/mL untuk media 2. Gambar 13 menunjukkan hasil positif uji Bradford yang memberikan warna biru muda sehingga dapat diukur pada panjang gelombang 595 nm. Uji Bradford berdasarkan reaksi terjadi akibat pengikatan pewarna Coomassie Briliant Blue G-250 dengan protein yang absorbansinya secara maksimum diukur pada 595 nm.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Berdasarkan hasil variasi media produksi diperoleh bahwa bioflokulan yang diproduksi dari media 1 (glukosa 1% dan sukrosa 1%) memberikan hasil uji aktivitas flokulasi lebih tinggi daripada media 2, sebesar 66.34% untuk media 1 dan 51.18% untuk media 2. Sementara itu, uji aktivitas flokulasi bioflokulan hasil pengendapan etanol lebih kecil dibandingkan kultur bioflokulan, masing-masing sebesar 12.78% dari media 1 dan 24.93% dari media 2. Media 2 (glukosa dan pati) memberikan hasil jumlah bioflokulan lebih banyak daripada media 1 melalui pengendapan etanol. Media produksi sebanyak 250 mL diperoleh bioflokulan sebanayk 0.185 g dari media 1 dan 2.6289 g dari media 2. Bioflokulan dari Flavobacterium sp. memiliki komposisi polisakarida dan protein secara berturut sebesar 0.0800 mg/mL dan 0.0566 mg/mL dari media 1 dan 0.2284 mg/mL dan 0.5983 mg/mL dari media 2. Saran Perlu dilakukan pemurnian dan analisis komponen biokimia untuk isolat LA-1 dan LA-4. Selain itu, dapat melakukan analisis komponen biokimia bioflokulan dari Flavobacterium sp.menggunakan teknik yang lebih spesifik, misalnya kromatografi. Ucapan Terima Kasih
(b) Gambar 13 Analisis protein bioflokulan 1% Metode Bradford (a) media 1 (b) media 2.
Penelitian ini dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional, melalui kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa bidang Penelitian dengan judul Pemurnian dan Analisis Biokimia Bioflokulan dari Bakteri Isolat Lokal atas nama Putri S. Pada tahun 2007.