10
dengan menggunakan kamera dihubungkan dengan komputer.
yang
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi sesuai pada Tabel 2 (halaman 7). Masing-masing sampel dengan massa 10 gram tersebut kemudian dikompaksi dengan tekanan 4000 psi sehingga dihasilkan empat buah pelet dengan tebal 1 cm dan diameter 1 cm. Masing-masing pelet hasil kompaksi selanjutnya dilebur secara bergantian menggunakan arc melting furnace pada temperatur sekitar 3000 oC selama 6 menit dalam lingkungan gas argon. Paduan logam dipastikan dapat terbentuk pada temperatur tersebut karena titik lebur Co sebesar 1410 oC, Cr sebesar 1903 °C, dan Mo sebesar 2610 °C. Selanjutnya sampel tersebut didinginkan hingga temperatur kamar. Pada proses ini dihasilkan empat sampel (pelet) dengan ukuran diameter 1,5 cm dan tebal 0,5 cm. Proses homogenisasi dilakukan pada temperatur 1250 oC selama 2,5 jam. Paduan CoCrMo yang telah melalui proses homegenisasi kemudian ditempa pada temperatur 1250 oC. Selanjutnya setelah proses tempa, sampel kembali dipanaskan pada temperatur 1250 oC selama 30 menit untuk kemudian dilanjutkan dengan proses rolling pada temperatur tersebut. Proses pemanasan dan rolling dilakukan berulang kali hingga diperoleh ketebalan sampel 1 mm. Sampel yang sudah melalui proses rolling diperlihatkan pada Gambar 9. Sampel CoCrMo dengan kandungan 30% Cr mengalami transformasi fasa dari fasa ε (hcp) menjadi fasa γ (fcc). Adanya transformasi fasa kekristal kubik ini memberi peluang keberlangsungan proses difusi.9 Paduan yang memiliki kisi kristal kubik memiliki kemampuan bentuk pengerjaan panas yang bagus. Akan tetapi hal ini berbeda dengan paduan yang masih
mempunyai susunan atom-atom kristal heksagonal atau tetragonal yang apabila mengalami deformasi, mempunyai bidang slip yang tidak terarah. Akibatnya selama sampel dilakukan pengerjaan panas dan rolling mengalami keretakan seperti ditunjukkan pada Gambar 9.b dan 9.c.9
Gambar 9 a. Foto CoCrMo hasil peleburan. b. Foto CoCrMO hasil forging dan rolling c. Foto CoCrMo hasil forging dan rolling yang sudah dibersihkan. Pada Gambar 9, bagian yang memiliki warna perak keabu-abuan merupakan permukaan paduan CoCrMo. Pada permukaan paduan CoCrMo (Gambar 9.a) terlihat bagian CoCrMo yang mengalami oksidasi setelah proses peleburan sehingga menimbulkan warna kehijauan. Hal ini dikarenakan kondisi vakum lingkungan yang tidak optimum sehingga udara lain (O2, CO2, H2O, dan lainya) masih berada pada ruang sampel. Hasil karakterisasi XRD Paduan CoCrMo yang dibuat dengan variasi kandungan massa nitrogen (0; 0,035 ; 0,06 ; 0,1 gram) menghasilkan intensitas pola difraksi sinar-X yang tidak sama. Pola XRD tersebut diperlihatkan pada Halaman 12. Hasil XRD menunjukkan bahwa fasa sampel tidak homogen yang ditandai dengan hadirnya lebih dari satu fasa dalam paduan CoCrMo. Waktu homogenisasi yang kurang lama menyebabkan unsur-unsur pemadu tidak berdifusi secara sempurna sehingga kelarutannya tidak homogen. Berdasarkan pola difraksi yang
11
diperoleh, struktur kristal paduan CoCrMo mayoritas hadir dalam bentuk fasa γ, ε, dan σ. Persentase intensitas terbesar pada paduan ini adalah fasa γ yang memiliki struktur kristal fcc dengan puncak tertingginya berada pada kisaran sudut 2 : 43,36o, 50,9o, dan 74,12o. Hasil ini sesuai dengan pola difraktogram paduan CoCrMo pada literatur (halaman 23), yaitu intensitas tertinggi terletak disudut 2 antara 40o60o.6 Penambahan unsur nitrogen (N) pada paduan CoCrMo disamping dapat mengurangi fase ε (hcp) yang terbentuk juga dapat menstabilkan fase γ (fcc).10 Seperti terlihat pada pola difraktogram Gambar 10 (halaman 12) fasa γ berstruktur kristal fcc menjadi semakin stabil ditandai dengan peningkatan intensitasnya. Tabel 4 berikut ini menunjukkan data peningkatan intensitas pada fasa γ seiring dengan penambahan N. Tabel 4. Intensitas fasa γ paduan CoCrMo dan parameter kisi untuk N antara 0% – 1% N N = 0%
Parameter kisi a = b = c = 3,63 Å
N = 0,35%
a = b = c = 3,59 Å
N = 0,6%
a = b = c = 3,63 Å
N = 1%
a = b = c = 3,59 Å
2θ 43,36o 50,90o 74,12o 43,75o 50,90o 74,10o 43,95o 50,45o 74,16o 43,80o 50,65o 74,15o
Intensitas
86 27 13 137 29 22 140 27 15 134 29 17
Seiring dengan peningkatan intensitas fasa γ yang terbentuk, penambahan nitrogen dapat mengurangi pembentukan fasa ε dan fasa σ seperti ditunjukkan pada Tabel 5 dan Tabel 6 berikut ini:
Tabel 5. Intensitas fasa ε paduan CoCrMo dan parameter kisi N
Parameter kisi
N = 0%
a = b = 2,374 Å c = 3,944 Å
N = 0,35%
a = b = 2,480 Å c = 4,158 Å
N= 0,6%
a = b = 2,580 Å c = 4,315 Å
N= 1%
a = b = 2,577 Å c = 4,323 Å
2θ 41,36o 43,12o 46,88o 61,50o 41,65o 43,05o 47,15o 61,55o 41,70o 43,10o 47,05o 61,35o 41,65o 42,95o 47,15o 61,45o
Intensitas 17 62 44 14 16 36 25 13 19 30 24 14 15 30 22 9
Tabel 6. Intensitas fasa σ paduan CoCrMo dan parameter kisi N
Parameter kisi
N = 0%
a = b = 8,7334 Å c = 4,592 Å
N = 0,35%
a = b = 8,822 Å c = 4,559 Å
N = 0,6%
a = b = 8,812 Å c = 4,434 Å
N = 1%
a = b = 8,743 Å c = 4,715 Å
2θ 42,34o 43,48o 46,12o 48,02o 42,20o 46,25o 48,05o
Intensitas 19 83 23 13 19 30 13
42,25o 46,55o 48,35o 42,60o 46,25o 48,15o
14 27 10 17 12 11
Dengan semakin stabilnya fasa γ yang terbentuk maka semakin mudah sampel tersebut untuk dilakukan pengerjaan tempa. Parameter kisi dari fasa γ, ε, dan σ dicari dengan perhitungan menggunakan metode Cohen, dituliskan pada Lampiran 9 (halaman 28).
12
a)
b)
c)
Cr2N
d)
Cr2N
2θ
Gambar10. Pola difraksi XRD CoCrMo (a) N=0%, (b) N=0,35%, (c) N=0,6%, (d) N=1%
13
Nilai parameter kisi yang diperoleh untuk masing-masing fasa mendekati nilai parameter kisi pada literatur (Lampiran 7.6, halaman 24). Nilai ketepatan nilai parameter kisi untuk masing-masing sampel ditunjukkan pada Tabel 7 berikut ini: Tabel 7. Nilai ketepatan parameter kisi Parameter kisi
N (%) γ N=0
98,60%
ε a=b= 96,04% c= 94,86%
σ a=b= 99,13% c= 99,29%
N = 0,35
99,72%
a=b= 99,76% c= 99,99%
a=b= 99,86% c= 99,98%
N = 0,6
98,60%
a=b= 95,73% c= 96,21%
a=b= 99,97% c= 97,25%
N=1
99,72%
a=b= 95,83% c= 96,02%
a=b= 99,24% c= 96,61%
Hasil uji korosi menggunakan potensiostat Pengukuran uji korosi menggunakan potensiostat dilakukan berdasarkan analisa Tafel. Tegangan yang digunakan pada uji korosi paduan CoCrMo adalah dalam rentang -20 V hingga 20 V. Data hasil uji korosi pada penelitian ini dituliskan pada Lampiran 10 (halaman 35). Dari data hasil tersebut dapat diperlihatkan bahwa sampel CoCrMo dengan variasi kandungan nitrogen memiliki potensial korosi yang berbeda sehingga mempengaruhi laju korosinya. Diagram laju korosi ditunjukkan pada Gambar 11 berikut berikut ini:
N=0%
Gambar
11.
N=0,35% N=0,6%
N=1%
Diagram laju korosi paduan CoCrMo.
Sampel CoCrMo tanpa kandungan nitrogen menunjukkan tingkat korosi yang paling rendah dibandingkan dengan sampel dengan penambahan N yaitu sebesar 0,0025 mpy. Sementara sampel yang ditambahkan N menunjukkan nilai laju korosi yang berbeda dalam larutan Simulated Body Fluid. Untuk N = 0,35% memiliki laju korosi sebesar 0,0254 mpy, N=0,6% sebesar 0,0329 mpy dan N=1% memiliki laju korosi sebesar 0,0277 mpy. Pemanasan pada suhu 1250 oC selama 2,5 jam memungkinkan nitrogen tidak berdifusi dan larut kedalam paduan secara sempurna. Proses difusi tersebut memacu terjadinya pembentukan fasa Cr2N dalam paduan. Pembentukan fasa tersebut cenderung akan berdampak terhadap peningkatan laju korosi. Nitrogen yang dapat bereaksi pada suhu tinggi cenderung berikatan dengan Cr sehingga paduan mengalami defisiensi Cr sehingga menurunkan ketahanan korosi paduan CoCrMo .21 Hasil pengukuran laju korosi pada Gambar 11 menunjukkan adanya perbedaan nilai laju korosi yang relatif kecil pada sampel dengan penambahan nitrogen terkecuali pada sampel dengan kandungan nitrogen sebesar 0,6% yang memiliki selisih cukup besar jika dibandingkan dengan sampel lainnya. Penyimpangan pada sampel dengan kandungan nitrogen 0,6% dikarenakan kondisi sampel yang diuji mengalami keretakan yang cukup besar diujung permukaannya. Penyebab keretakan disamping karena masih terdapatnya fasa ε dan σ juga karena pada saat peleburan berlangsung kemungkinan masih terdapat gas-gas tertentu larut dalam lelehan paduan CoCrMo, seperti misalnya gas hidrogen yang memiliki kelarutan tinggi dalam paduan. Ketika terjadi pemadatan, kehadiran gas hidrogen menyebabkan terjadinya celah atau rongga, sehingga padatan paduan yang dihasilkan mengandung porositas yang banyak. Akibatnya densitas paduan yang dihasilkan pun menjadi rendah dan pada akhirnya meningkatkan nilai laju korosi.13 Permukaan paduan yang tidak
14
rata menyebabkan distribusi ion-ion SBF dalam pengukuran korosi juga tidak merata karena terpusat pada sisi yang mengalami keretakan tersebut. Morfologi permukaan yang kasar (retak) memperbesar gaya gesek dengan cairan SBF yang digunakan dalam pengukuran laju korosi ini. Gaya gesek yang semakin besar berpeluang mengakibatkan lapisan oksida yang lepas semakin besar.13 Namun nilai laju korosi pada seluruh sampel CoCrMo tersebut dapat diterima karena masih berkisar antara 0,0025 – 0,0329 mpy. Berdasakan standar laju korosi untuk aplikasi medis Eropa suatu material dapat diimplan jika laju korosinya dibawah 0,457 mpy. Seluruh spesimen paduan kobalt hasil sintesis ini masih memenuhi standar tersebut. Hasil pengukuran dengan hardness vickers tester Paduan CoCrMo sebelum ditambahkan unsur N memiliki kekerasan sebesar 492 kgf/mm2. Penambahan N sebesar 0,35%; 0,6%; dan 1% yang diikuti dengan proses perlakuan panas pada paduan CoCrMo mengakibatkan peningkatan kekerasan sebesar 599,67 kgf/mm2, 633,67 kgf/mm2, 689,33 kgf/mm2. Nilai kekerasan diperoleh dengan mengukur diagonal rata-rata dari bekas injakan indentasi dengan alat uji kekerasan vickers, kekerasan maksimal yang dapat dicapai dengan beban 5 kgf adalah sebesar 689,33 kgf/mm2 pada paduan CoCrMo dengan kandungan nitrogen sebesar 1%. Berdasarkan data hasil uji kekerasan pada penelitian ini yang dituliskan pada Lampiran 11 (halaman 35) dapat diperlihatkan bahwa sampel CoCrMo mengalami peningkatan kekerasan seperti disajikan pada diagram (Gambar 12) berikut ini :
kgf/mm2
N=0%
N=0,35%
N=0,6%
N=1%
Gambar 12. Diagram kekerasan paduan CoCrMo pada variasi kandungan N Hasil uji kekerasan dengan menggunakan vickers tersebut menunjukkan bahwa kekerasan paduan CoCrMo meningkat seiring dengan penambahan unsur nitrogen, hal ini disebabkan oleh adanya atom nitrogen yang berdifusi secara interstisi mengisi kekosongan atom Co dimana nomor atom N lebih kecil dari nomor atom Co. Difusi atom N ke dalam sampel dipengaruhi oleh temperatur sampel. Dengan naiknya temperatur yang mencapai 1250 oC maka jarak antara atom-atom sampel (sasaran) akan lebih besar sehingga kemungkinan difusi atom-atom nitrogen lebih mudah dan daya kelarutan material target lebih besar. Hasil difusi intertisi atom N pada CoCrMo ditunjukkan pada Gambar 13 berikut ini:
Gambar 13. Hasil difusi nitrogen dalam paduan CoCrMo
n
15
Atom nitrogen yang ditambahkan dapat menjadikan paduan menjadi lebih padat dan keras. Masuknya atom nitrogen kedalam kisi atom logam memerlukan energi tambahan yang dapat diperoleh dari panas furnace. Energi tambahan ini diperlukan karena jarak antara atom yang normal diantara atom-atom yang besar berubah ketika atom interstisi bergerak ke atom interstisi sebelahnya.22 Peningkatan kekerasan juga disebabkan karena menurunnya mikroporositas akibat pemampatan pada pengerjaan tempa.9 Hasil pengamatan struktur mikro. Hasil pengamatan menggunakan mikroskop optik pada permukaan sampel paduan CoCrMo dengan perlakuan panas pada suhu 1250°C selama 2,5 jam diperlihatkan pada Gambar 14. Pemanasan yang diberikan menyebabkan atom-atom dapat bergerak dan berdifusi mengatur letaknya. Pada saat logam berpadu satu sama lain dan kemudian mengalami pendinginan maka akan terbentuk nukleasi yang berubah menjadi kristal dan selanjutnya membentuk butiran.23
b
HCP Plates in FCC matrix
c
HCP Plates in FCC matrix
a d
HCP Plates in FCC matrix HCP Plates in FCC matrix
Gambar 14. Foto permukaan optik perbesaran 20x. (a) N=0% (c) N=0,6% (b) N=0,35%(d) N=1%