HARGANAS, MOMENTUM STRATEGIS MEMBANGUN KELUARGA KECIL BAHAGIA SEJAHTERA Oleh: Rr. Erny Trisusilaningsih
Tidak seperti peringatan Hari Keluarga Nasional (Harganas) XV Tahun 2008 yang pelaksanaannya dipadukan dengan kegiatan Bulan Bhakti Gotong Royong Masyarakat (BBGRM), di tahun 2009 ini, peringatan Harganas XVI dipadukan dengan peringatan Hari Kependudukan Dunia (World Population Day) dan International Conference on Population and Development (ICPD) + 15 yang secara nasional dipusatkan di Jakarta. Tema sentral yang diangkat dalam peringatan Harganas tahun ini
adalah “Dengan Semangat Harganas Kita
Bangkitkan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana” dan motto “Melalui Keluarga Membangun Bangsa untuk Mencapai MDGs”. Dengan tema sentral tersebut, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pengampu program Keluarga Berencana (KB)
berharap momentum
Harganas menjadi momentum strategis untuk meningkatkan komitmen kita bersama dalam melanjutkan dan mengembangkan pembangunan keluarga kecil bahagia dan sejahtera seperti yang diharapkan dalam pelaksanaan Millenium Development Goals (MDGs). Setidaknya ada dua alasan yang sangat mendasar mengapa peringatan Harganas tahun ini harus dijadikan momentum strategis upaya membangun keluarga kecil bahagia sejahtera: Pertama, kualitas keluarga Indonesia pasca krisis ekonomi 1997 kondisinya makin memprihatinkan, baik dilihat dari besarnya
jumlah keluarga miskin (baca: Pra sejahtera dan KS I alasan Ekonomi) maupun melemahnya
ketahanan
keluarga
yang
ditandai
oleh
tidak
dapat
dilaksanakannya fungsi-fungsi keluarga secara optimal. Bila sebelum krisis jumlah keluarga miskin di Indonesia hanya sekitar 11,5 juta keluarga, di tahun 2006 telah bertambah menjadi 24 juta keluarga. Selanjutnya berdasarkan hasil Pendataan Keluarga Tahun 2007 yang dilakukan oleh BKKBN menunjukkan bahwa 46,7 persen dari 57,5 juta keluarga di Indonesia berada dalam kondisi Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera (KS) I. Sedangkan dalam hitungan kuantitas, Badan Pusat Statistik (BPS) di tahun 2008 lalu mencatat bahwa tidak kurang dari 35 juta penduduk di negeri kita berada dalam garis kemiskinan. Ini berarti, tugas berat terkait upaya pemberdayaan keluarga harus segera dituntaskan agar tidak menjadi beban pembangunan mengingat dimensi kualitas selalu menjadi persoalan yang menggelayuti bangsa kita. Terlebih dilihat dari Human Development Indeks (HDI), posisi Indonesia saat ini terbilang masih sangat rendah, yakni pada posisi 107 dari 177 negara di dunia. Kondisi tersebut jelas sangat memprihatinkan dan memerlukan perhatian serta penanganan yang seksama, sungguh dan berkelanjutan. Kedua, di era globalisasi ini,
keluarga-keluarga Indonesia mengalami
tantangan yang sangat berat. Derasnya arus informasi dan budaya buruk dari luar seiring dengan berkembangnya teknologi informasi dan komunikasi, telah menyebabkan ketahanan keluarga mulai goyah. Bila kita mau merefleksi diri, dahulu
keluarga
merupakan
lembaga
yang
ampuh
sebagai
wahana
pembentukan dan pengembangan karakter, kepribadian, etika, moral dan sopan
santun. Keluarga juga menjadi institusi pendidikan yang handal bagi setiap anggotanya dalam penanaman nilai-nilai sosial dan religi. Namun semenjak informasi dan budaya luar yang negatif dari luar mudah sekali diadopsi oleh para remaja yang notabene adalah anggota keluarga, maka keluarga tidak dapat lagi menjaga eksistensinya sebagai keluarga berketahanan yang
mampu
membendung pengaruh negatif dari luar. Buktinya, sekarang ini banyak sekali peristiwa kenakalan remaja yang kelewat batas, tidak sekedar berperilaku buruk merokok dan minum-minuman keras, tetapi sudah merambah pada perilaku premanisme, suka menipu, mencuri, merampok dan membunuh untuk memenuhi kepuasan sesaat. Belakangan, kasus penyalahgunaan narkoba dan perilaku seks bebas oleh anak dan remaja, menjadi fenomena tersendiri yang sangat
memprihatinkan.
Ini
masih
ditambah
dengan
kasus-kasus
ketidakharmonisan keluarga saat ini, seperti tingginya angka perselingkuhan, perceraian, kekerasan terhadap anak dan perempuan, serta segudang persoalan lainnya. Atas dasar itu, sangatlah tepat manakala visi misi baru program KB dimunculkan. Melalui visi “Semua Keluarga Ikut KB” dan misi “Mewujudkan Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera” diharapkan ada penyegaran semangat dan energi baru dari kita semua untuk menggiatkan kembali program KB dalam menyelesaikan masalah bangsa yang berkaitan dengan peningkatan kualitas keluarga. Dengan membangun keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera, diharapkan fungsi keluarga sebagai wahana pembentukan insan berkualitas yang mampu mendukung program pembangunan berkelanjutan, dapat segera
terwujud. Kedelapan fungsi keluarga yang dimaksud adalah fungsi keagamaan, fungsi sosial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi dan fungsi pembinaan lingkungan. Untuk itu, sungguh beruntung, pemerintah telah menyiapkan lima grand strategi dalam upaya mewujudkan visi dan misi di atas dengan filosofi “Menggerakkan Peran Serta Masyarakat dalam Keluarga Berencana”. Kelima grand strategi tersebut adalah: (1) menggerakkan dan memberdayakan seluruh masyarakat dalam program KB; (2) menata kembali pengelolaan program KB; (3) memperkuat SDM operasional program KB; (4) meningkatkan ketahanan dan kesejahteraan pembiayaan
keluarga program
melalui KB.
pelayanan
Kelima
grand
KB; strategi
dan
(5)
itu
meningkatkan
selanjutnya
telah
diterjemahkan dalam bentuk strategi operasional dan program-program riil yang memiliki
daya
ungkit
tinggi
dalam
mencapai
tujuan
program
yakni
melembagakan program KB di masyarakat dan keluarga sehingga KB menjadi kebutuhan dasar yang disadari keberadaannya sebagai salah satu syarat untuk mencapai tingkat kesejahteraan dan kebahagiaan hidup yang lebih tinggi. Dalam operasionalisasinya di lapangan, pemerintah bersama segenap komponen masyarakat telah melakukan banyak hal dalam upaya mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Program dan kegiatannya tidak hanya menyangkut pelayanan kontrasepsi yang nota bene sasarannya pasangan Usia Subur (PUS) saja, tetapi menyangkut semua aspek kehidupan berkeluarga dengan sasaran seluruh anggota keluarga dari bayi, balita, anak-anak, remaja,
dewasa hingga lansia. Bahkan bayi yang masih dalam kandungan pun telah menjadi bidang garapan KB. Secara implisit, luas garapan KB yang dilaksanakan oleh pemerintah bersama masyarakat sekarang ini dapat terbaca dari pengertian keluarga berencana menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera yag keberadaannya telah disahkan oleh Bapak Presiden RI pada tanggal 16 April 1992 dan diundangkan dalam Lembaran Negara Nomor 35 Tahun 1992, TLN 3475. Dalam undang-undang tersebut KB diterjemahkan sebagai upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Seiring dengan upaya revitalisasi program KB yang wekarang ini sedang gencar-gencarnya dilaksanakan oleh pemerintah melalui rebranding program KB, upaya mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera telah berjalan makin intensif dengan melibatkan kader Institusi Masyarakat Pedesaan (IMP) yang terdiri dari Koordinator PPKBD, PPKBD, Sub PPKBD dan Kelompok KBKS,
Institusi/Dinas/SKPD
terkait,
organisasi
profesi,
Lembaga
Swadaya
Masyarakat (LSM), Kelompok Masyarakat Peduli KB, pemuda dan alim ulama selain tokoh formal dan tokoh informal yang telah melibatkan diri dalam pembangunan keluarga berencana sebelumnya.
Upaya ini
mencapai
puncaknya pada saat menjelang peringatan Harganas yang secara nasional menjadi semacam gerakan membangun keluarga menuju keluarga yang lebih
berkualitas
dan
potensial
untuk
mendukung
program
pembangunan
berkelanjutan yang digembar gemborkan oleh pemerintah. Denga demikian, peringatan Harganas XVI 29 Juni 2009 sekarang ini akan sangat tepat bila dijadikan momentum strategis bagi kita semua untuk menggelorakan kembali semangat membangun keluarga kecil bahagia sejahtera sebagai
langkah
awal
untuk
menyelesaikan
persoalan
bangsa
dalam
pengendalian pertumbuhan penduduk sekaligus meningkatnya kualitasnya. Keluarga berencana harus digiatkan kembali, untuk memberdayakan keluarga dalam pelaksanaan fungsi-fungsi keluarga yang belakangan ini terus melemah. Sesuai dengan tema Harganas tahun ini, yakni “Dengan Semangat Harganas Kita Bangkitkan Pembangunan Kependudukan dan Keluarga Berencana” sudah selayaknya bila keluarga-keluarga di negeri kita harus dibangun agar mampu memberi kehangatan, perlindungan dan cinta kasih pada seluruh anggota keluarga. Apalagi, mensitir pendapat mantan Kepala BKKBN Pusat Prof. Dr. Haryono Suyono, keluarga yang bermutu dan kuat akan menjadi wahana pembangunan bangsa yang sangat efektif, maka sudah selayaknya upaya membangun keluarga kecil bahagia sejahtera menjadi prioritas program pembangunan yang mendapat dukungan penuh dari masyarakat dan kita semua.
Rr. Erny Trisusilaningsih, AMa Pd Guru TK ABA “Kulur” Temon, Kulonprogo.