HALAMAN JUDUL PERILAKU PEMILIH TERHADAP PARTISIPASI PEMILIH DALAM PEMILU LEGISLATIF TAHUN 2014 DI KABUPATEN BADUNG PROVINSI BALI
Tim Peneliti: Dr. Ida Ayu Putu Sri Widnyani, S.Sos., M.AP. Yudistira Adnyana, SE., M.Si. Gede Wirata, S.Sos., SH., M.AP. I Made Artayasa, S.Sos., M.AP. Drs. I Wayan Astawa, M.AP. Drs. Ida Bagus Suteja, M.AP. Ni Luh Putu Suastini, SE., M.Si. UNIVERSITAS NGURAH RAI DENPASAR 2015
i
UNIVERSITAS NGURAH RAI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK Status : Terakreditasi BAN – PT No. 039/BAN-PT/Ak-XIV/S1/XI/2011
SEKRETARIAT : Jalan Padma, Penatih Telp / Fax.468349 Denpasar – Website : www.unr.ac.id – Email :
[email protected]
HALAMAN PENGESAHAN DAN SUSUNAN TIM PENELITI 1
Judul
:
Perilaku Pemilih Terhadap Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Badung Provinsi Bali
3
Ketua Peneliti a. Nama
:
b. NIDN c. Jabatan Fungsional d. Program Studi e. No HP f. Alamat Surat / Email g. Lembaga Anggota Peneliti (6)
: : : : : : :
Dr. Ida Ayu Putu Sri Widnyani, S.Sos.,M.AP. 0029067504 Lektor III/b Ilmu Administrasi Negara 08124675413
[email protected] Fisip Universitas Ngurah Rai
Lama Penelitian Keseluruhan Biaya Penelitian a. Dari DIPA KPU Kab. Badung
: : : : : : : :
4
5 7
Yudistira Adnyana, SE.,M.Si Gede Wirata, S.Sos., SH., M.AP Drs. I Wayan Astawa, M.AP I Made Artayasa, S.Sos.,M.AP Drs. Ida Bagus Suteja,M.AP Ni Luh Putu Suastini, SE.,M.Si 4 Bulan Rp. 10.000.000,-
Denpasar, Agustus 2015 Mengetahui Dekan Fisip
Ketua Tim Pengusul
Gede Wirata, S.Sos.,SH.,M.AP NIDN. 0810076301
Dr. IAP. Sri Widnyani, S.Sos.,M.AP NIDN. 0029067504
Mengetahui Ketua LPPM Universitas Ngurah Rai
Yudistira Adnyana, SE.,M.Si NIDN. 0811037301
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia beliau maka
penelitian dengan judul “Perilaku Pemilih Terhadap
Partisipasi Pemilih Dalam Pemilu Pemilu Legislatif Tahun 2014 di Kabupaten Badung Provinsi Bali”, dapat terselesaikan. Disadari bahwa penelitian ini karena keterbatasan sumber daya, maka diperlukan sumbang saran dan pemikiran bagi para pembaca yang bersifat konstruktif. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan stakehoders pemilu baik dalam penyelenggaraan maupun dalam merumuskan kebijakan manajemen pemilu selanjutnya.
Denpasar, Agustus 2015 Tim Peneliti
iii
ABSTRAK Berbagai macam indikasi perilaku pemilih dan faktor-faktor pendukung partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung. indikasi tersebut perlu dipetakan agar memperoleh strategi dalam menghadapi pemilu tahun ke depan khususnya pemilu legislatif. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka permasalahan dapat dirumuskan adalah: 1) Bagaimanakah perilaku pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014? dan 2) Faktor-faktor apakah yang mendorong partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014? Tujuan penelitian adalah: 1) untuk mengetahui dan menganalisis perilaku pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 dan 2) untuk mengetahui faktor-faktor yang mendorong partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014. Metode penelitian dengan jenis dan pendekatan deskriptif kualitatif. Penentuan informan menggunakan metode purposive sampling. Sedangkan metode pengumpulan data melalui observasi tidak jelas atau semu, dokumentasi, wawancara dan penelusuran data on line. Hasil penelitian yaitu: 1) Perilaku pemilih terhadap partisipasi dalam pemilu legislatif tahun 2014, melakukan haknya memberikan suara dominan karena kesadaran akan kewajibannya sebagai warga Negara. 2) Faktor-faktor yang mendorong partisipasi pemilih adalah lebih dominan karena unsur fanatisme hubungan keluarga, fanatisme kedaerahan, faktor performance calon, unsur kesepakatan, unsur emansipasi, faktor yang sangat kecil adalah unsur fanatisme partai dan unsur angpao (istilah money politics yang di soft kan) dalam pemilu. Saran dapat disampaikan adalah: 1) agar tetap dilakukan sosialisasi, pendidikan pemilih kepada masyarakat oleh penyelenggara dan peserta pemilu. 2) Bermacam varian faktor yang mendorong partisipasi pemilih, tetap disarankan kepada calon bahwa bukan jaminan dengan memberikan angpao atau sejenisnya akan mendapat simpati dari pemilih. 3) Jangan melakukan pencitraan menjelang pemilu. Sebaiknya jaga selalu sikap, performance dan profesionalitas dengan aktif dimasyarakat yang diistilahkan investasi diri jauh sebelum pemilu. 4) Kepada partai politik agar selalu melakukan pembenahan di internal dengan memilih calon berdasarkan pengkaderan jangan memilih calon dadakan untuk selalu tetap mendapatkan simpati masyarakat. 5) Kepada masyarakat pemilih, agar tetap menjaga kesadaran akan kewajiban dengan memberikan hak pilih berdasarkan hati nurani dan rasional artinya cerdas memilih calon. Kata kunci: Perilaku Pemilih, Partisipasi Pemilih dan Pemilu Legislatif.
iv
DAFTAR ISI
Contents HALAMAN JUDUL............................................................................................... i HALAMAN PENGESAHAN DAN SUSUNAN TIM PENELITI ......................ii KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii ABSTRAK ............................................................................................................ iv DAFTAR ISI .......................................................................................................... v DAFTAR TABEL .................................................................................................. 1 DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. 2 BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 3 1.1
Latar Belakang ............................................................................................... 3
1.2
Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3
Tujuan Penelitian ........................................................................................... 5
1.4
Manfaat Penelitian ......................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 6 2.1
2.2
2.3
Landasan Teori ............................................................................................... 6 2.1.1
Perilaku Pemilih ................................................................................ 6
2.1.2
Partisipasi Pemilih ............................................................................ 8
Definisi konsep ............................................................................................ 10 2.1.1
Konsep Perilaku Pemilih................................................................ 10
2.1.2
Konsep Partisipasi Pemilih ............................................................ 10
2.1.3
Konsep Pemilu Legislatif ............................................................... 11
Kerangka pemikiran..................................................................................... 12
BAB III METODE PENELITIAN...................................................................... 14 3.1
Pendekatan Penelitian .................................................................................. 14
3.2
Sumber Data ................................................................................................. 14
3.3
Metode Pengumpulan Data......................................................................... 15
3.4
Metode Penentuan Informan ...................................................................... 16
3.5
Metode analisis Data ................................................................................... 16
v
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................................... 18 4.1
Gambaran Umum Kabupaten Badung ...................................................... 18
4.2
Hasil Penelitian ............................................................................................ 30
4.3
4.2.1
Perilaku Pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu tahun 2014 ........................................................................................ 30
4.2.1
Faktor –Faktor yang mendorong Partisipasi Pemilih dalam Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Badung ................................... 34
Pembahasan Hasil Penelitian ...................................................................... 37 4.3.1
Prilaku Pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu .......... tahun 2014....................................................................................... 37
4.3.2
Faktor –Faktor yang mendorong Partisipasi Pemilih dalam Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Badung ................................... 40
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 42 5.1
Simpulan ....................................................................................................... 42
5.2
Saran .............................................................................................................. 42
5.3
Rekomendasi Kebijakan.............................................................................. 43
5.4
Keterbatasan penelitian ............................................................................... 44
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 45
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Batas Wilayah Kabupaten Badung Tabel 4.2 Jumlah Desa/ Kelurahan dan Banjar Dinas Perkecamatan di Kabupaten Badung Tabel 4.3 Jumlah DPT, Jumlah Pengguna dan Prosentase Partisipasi dalam Pemilu 2009 s/d 2014
1
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Hubungan Imbalan dengan Prestasi Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pemilihan umum (Pemilu) memegang peranan sentral dalam sebuah sistem demokrasi. Tidak ada demokrasi tanpa terselenggaranya pemilu yang jujur dan demokratis. Pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat yang membuat rakyat dapat menyalurkan aspirasi politiknya dengan memilih wakil-wakil rakyat di parlemen (DPR RI, DPD, DPRD Povinsi dan DPRD Kabupaten/kota) dan kepala pemerintahan (Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota) secara langsung. Dalam perspektif demokrasi, pemilu ini memiliki setidaknya lima manfaat; Pertama, pemilu merupakan implementasi perwujudan kedaulatan rakyat. Sistem demokrasi mempunyai asumsi bahwa kedaulatan terletak di tangan rakyat. Karena rakyat yang berdaulat itu tidak bisa memerintah secara langsung, maka melalui pemilu rakyat dapat menentukan wakil-wakilnya yang akan mengontrol jalannya pemerintahan dan menentukan siapa yang akan memimpin pemerintahan. Kedua, pemilu merupakan sarana untuk membentuk perwakilan politik. Melalui pemilu, rakyat dapat memilih wakil-wakilnya yang dapat memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya. Semakin tinggi kualitas pemilu, semakin baik pula kualitas wakil-wakil rakyat yang terpilih untuk duduk dalam parlemen.
3
Ketiga, pemilu merupakan sarana untuk melakukan penggantian pemimpin secara konstitusional. Pemilu bisa mengukuhkan pemerintahan yang sedang berjalan atau untuk mewujudkan reformasi pemerintahan. Melalui pemilu, pemerintahan yang aspiratif akan di percaya rakyat untuk memimpin kembali. Sebaliknya, melalui pemilu juga pemerintahan akan berakhir dan diganti dengan pemerintahan yang baru, jika sudah tidak lagi di percaya rakyat. Keempat, pemilu merupakan sarana bagi pemimpin politik untuk memperoleh legitimasi. Pemberian suara para pemilih dalam pemilu pada dasarnya merupakan pemberian mandat rakyat kepada pemimpin yang dipilih untuk menjalankan roda pemerintahan. Pemimpin politik yang terpilih berarti mendapatkan legitimasi (keabsahan) politik dari rakyat. Kelima, pemilu merupakan sarana partisipasi politik masyarakat untuk turut serta menetapkan kebijakan publik. Melalui pemilu rakyat secara langsung dapat menetapkan kebijakan publik melalui dukungannya kepada kontestan yang memiliki program-program yang dinilai aspiratif dengan kepentingan rakyat. Kontestan yang menang karena didukung rakyat harus merealisasikan janji-janjinya itu ketika telah memegang tampuk pemerintahan. Demikian
halnya
dengan
Kabupaten
Badung
merupakan
pendapatan daerah tertinggi di Bali, dengan struktur wilayah perkotaan, pedesaan dan juga transisi. Sebagai pusat pariwisata, sering diselenggarakannya event event nasional dan internasional. Termasuk daerah urban yang banyak dihuni oleh kaum pendatang terutama daerah Badung Tengah dan Badung Selatan. Terkait hal tesebut dipandang perlu dilakukan penelitian terkait perilaku
4
pemilih dan partisipasi pemilih, yang dapat dirumuskan dengan judul berikut ini : “Perilaku Pemilih terhadap Partisipasi Pemilih dalam Pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung Provinsi Bali”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka permasalahan dapat dirumuskan berikut ini. 1.2.1
Bagaimanakah perilaku pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung?
1.2.2
Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung?
1.3
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian adalah berikut ini.
1.3.1
Untuk mengetahui perilaku pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung.
1.3.2
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi pemilih dalam pemilihan umum tahun 2014 di Kabupaten Badung.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan input terhadap implementasi pemilu oleh stakeholders pemilu, serta sebagai bahan untuk perumusan kebijakan manajemen pemilu di Kabupaten Badung.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Landasan Teori Landasan teori sebagai pijakan dalam penelitian ini adalah teori
Perilaku Pemilih termasuk juga pemberdayaan masyarakat dan Teori Partisipasi Pemilih, dengan uraian berikut ini. 2.1.1
Perilaku Pemilih Perilaku adalah menyangkut sikap manusia yang akan bertindak
sesuatu. Oleh karena itu sangat masuk akal tampaknya apabila sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku. Dengan kata lain, untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu, kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Dalam kaitan perilaku pemilih (electoral behavior) dalam Pemilu, menurut Asvi Warman (1999: 34), dijelaskan bahwa paling sedikit ada dua model yang menjelaskan mengapa orang memilih sebuah partai. Pertama, pada pendekatan sosiologis digambarkan peta kelompok masyarakat dan setiap kelompok dilihat sebagai basis dukungan terhadap partai tertentu. Kedua, model psikologi yang menggunakan identifikasi partai sebagai konsep kunci. Identifikasi partai berarti "rasa keterikatan individu terhadap partai", sekalipun ia bukan anggota. Pendekatan lain adalah pendekatan rasional. Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku memilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi, Dalam perilaku memilihnya pun masyarakat akan dapat bertindak rasional, yakni 6
memberikan suara ke partai yang dianggap mendatangkan keuntungan dan kemaslahatan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian atau kemudlaratan yang sekecil-kecilnya. Ada juga perilaku dipengaruhi oleh imbalan atau diyakini imbalan akan memotivasi prestasi. Seperti yang dinyatakan oleh Gitosudarmo (2000: 234) bahwa “imbalan dapat dipakai sebagai pendorong atau motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan dorongan pemilihan organisasi sebagai tempat bekerja. Sebagai tambahan imbalan juga dapat memenuhi kebutuhan hubungan kerja”. Pernyataan Gitosudarmo di atas, dapat diilustrasikan pada gambar berikut ini yang dikutip dari teorinya Szilagyi, 1990 (dalam Gitosudarmo, 2000: 234) bahwa “imbalan dapat sebagai penguat berbagai macam perilaku seseorang. Imbalan memuaskan kebutuhan, mengarahkan kepada proses pembelajaran perilaku baru, dan mengarahkan seseorang pada pemilihan perilaku alternative”. Sistem Imbalan
Kepuasan Prestasi Motivasi: Pemenuhan Kebutuhan Belajar Pilihan
Perilaku: Individu Kelompok organisasi
Individu Kelompok organisasi
Gambar 2.1 Hubungan Imbalan dengan Prestasi Sumber: Szilagyi, 1990 dalam Gitosudarmo, 2000; 235
7
Penilaian prestasi
Pemberdayaan Masyarakat Konsep pemberdayaan menjadi basis utama dalam pembangunan masyarakat. Pemberdayaan memiliki makna membangkitkan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan dan ketrampilan mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka. Konsep utama yang terkandung dalam pemberdayaan adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan arah kehidupan sendiri dalam komunitasnya (Jim Ife 1995: 178 dalam Suparjan dan Hempri Suyatno, 2003:37). Pemberdayaan ini mengupayakan agar masyarakat dapat berperan lebih banyak dan mampu mengembangkan masyarakat pemilih dalam keterlibatan
pembangunan
demokrasi dan politik. Artinya bahwa masyarakat perlu diberdayakan untuk lebih berperan dalam kontek pendidikan politik melalui Pemilu. Dalam hubungannya dengan pengembangan demokrasi, partisipasi masyarakat sebenarnya tidak hanya terbatas dalam proses menentukan pemimpin dan apa yang harus dilakukan oleh pemimpin, tetapi menentukan proses demokrasi itu sendiri. Dalam proses transisi dan konsolidasi demokrasi misalnya, masyarakat mempunyai peranan sangat signifikan dan menentukan percepatan proses transisi konsolidasi demokrasi melalui bentuk partisipasi dan gerakan sosial lainnya (Hollifded dan Jillson (2000:3-20 dalam Muhammad Asfar, 2006:12). 2.1.2
Partisipasi Pemilih Keith Davis dan W. Newstrom (1990 : 179) mengartikan partisipasi
sebagai keterlibatan mental dan emosional orang-orang dalam situasi kelompok yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi kepada pencapaian tujuan
8
kelompok dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan itu. Bintoro Tjokroamidjojo dalam Hempri dan Suparjan (2003: 58) mengungkapkan bahwa kaitan partisipasi masyarakat dengan pembangunan sebagai berikut: 1. Keterlibatan aktif atau partisipasi masyarakat tersebut dapat berarti keterlibatan dalam proses penentuan arah, strategi dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan pemerintah. 2. Keterlibatan dalam memikul beban dan tanggung jawab dalam pelaksanaan pembangunan. 3. Keterlibatan dalam memetik hasil dan manfaat pembangunan secara berkeadilan. Menurut Margono dalam Yustina dan Sudrajat (2003), partisipasi masyarakat
dalam
pembangunan
ialah
keikutsertaan
masyarakat
dalam
pembangunan, mengikuti kegiatan-kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan serta menikmati hasil-hasil pembangunan. Partisipasi politik merupakan salah satu dari sejumlah istilah yang memiliki banyak arti, namun biasanya istilah tersebut diterapkan pada aktivitas orang pada semua tingkat sistem politik, pemilih berpartisipasi dalam kegiatan kampanye, pemberian suara pada pemilu, berpartisipasi dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah. Menurut hasil penelitian Seymour Martin Lipset, dalam Political Man : The Social Bases of Politics (1960) dalam Miriam Budihardjo (1998 : 10) karakteristik sosial berpengaruh terhadap partisipasi politik. Karakteristik sosial tersebut meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan, ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, situasi, status dan organisasi.
9
2.2
Definisi konsep Definisi konsep merupakan pengertian dari konsep-konsep dalam
penelitian ini yang terdiri dari konsep perilaku pemilih, konsep partisipasi masyarakat dan konsep pemilu legislatif. 2.1.1
Konsep Perilaku Pemilih Perilaku pemilih adalah menyangkut sikap manusia yang memenuhi
persyaratan sebagai pemilih,
yang akan bertindak sesuatu dalam kaitan
memberikan hal pilih ketika pemilihan umum. Sedangkan pemilih dalam pasal 9 UU No 12 Tahun 2012 adalah Warga Negara Indonesia yang pada hari pemungutan suara telah genap berumur 17 (tujuh belas) tahun atau lebih atau sudah/pernah kawin mempunyai hak memilih. Dan didaftar 1 (satu) kali oleh penyelenggara Pemilu dalam daftar Pemilih.
2.1.2
Konsep Partisipasi Pemilih Partisipasi Pemilih adalah keterlibatan mental dan emosional orang-
orang yang memenuhi persyaratan sebagai pemilih dalam situasi pemilihan umum yang mendorong mereka untuk memberikan kontribusi dalam setiap tahapan kepada pencapaian tujuan Pemilu dan bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan tersebut. Dalam konsep partisipasi pemilih seperti: 1. Kesadaran untuk memberikan pilihan 2. Ikut serta dalam tahapan pemilu.
10
2.1.3
Konsep Pemilu Legislatif Berdasarkan Undang-Undang No 8 Tahun 2012 Pemilihan Umum,
selanjutnya disebut Pemilu, adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah adalah Pemilu untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disingkat DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dewan Perwakilan Daerah, selanjutnya disingkat DPD, adalah Dewan Perwakilan Daerah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, selanjutnya disingkat DPRD, adalah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dengan demikian maka pemilihan ini disebut dengan pemilu legislatif. Terkait penelitian ini, batasan pemilu legislatif yang dijadikan fokus penelitian adalah pemilu legislatif tahun 2014.
11
2.3
Kerangka pemikiran Partisipasi politik pemilih dipengaruhi oleh kesadaran politik dan
kepercayaan kepada pemerintah. Kesadaran politik ialah kesadaran sebagai warga Negara atau perilaku memilih dalam menggunakan hak pilihnya. Perilaku memilih dalam hal ini meliputi faktor pendekatan sosiologis yaitu adanya karakteristik sosial seperti jenis pekerjaan, pendidikan dan karakteristik sosiologis, seperti agama, jenis kelamin, umur. Faktor pendekatan psikologis dalam perilaku memilih yang meliputi ikatan emosional pada suatu partai politik, orientasi pada kandidat. Serta faktor pendekatan rasional dengan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian (ekonomi). Berbagai
macam
rumor
tentang
perilaku
pemilih
terhadap
partisipasinya dalam pemilu legislatif tahun 2014, maka dipandang perlu untuk melakukan penelitian ini yang akan dikaji dengan dua teori yaitu teori perilaku pemilih dan teori partisipasi pemilih. sehingga dari hasil penelitian ini diharapkan menghasilkan pemilu yang lebih berkualitas, luber jurdil (langsung umum bebas rahasia jujur dan adil). Dengan kerangka berpikir penelitian dapat digambarkan seperti di bawah ini. Pemilu
1. Teori Prilaku 2. Teori Partisipasi
1. Pengaruh Prilaku Pemilih terhadap partisipasi pemilih 2. Faktor-faktor yang mempengauhi partisipasi pemilih
Pemilu Luber Jurdil
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Penelitian 12
13
BAB III METODE PENELITIAN
3.1
Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif yang dimaksudkan oleh Strauss dan Corbin sebagai jenis “penelitian yang temuan-temuannya tidak diperoleh melalui prosedur statistic atau bentuk hitungan lainnya. Contoh dapat berupa penelitian tentang kehidupan, riwayat dan perilaku seseorang, di samping juga tentang peranan organisasi, pergerakan sosial atau hubungan timbal balik”. (Strauss dan Corbin, 2009; 4). Berdasarkan pendapat Strauss dan Corbin di atas, berarti metode penelitian ini tepat karena menganalisis perilaku seorang pemilih dan faktor-faktor yang mendorong partisipasinya dalam pemilu.
3.2
Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penelitian antara lain ada dua
seperti berikut ini. 3.2.1
Data Primer adalah data yang bersumber dari jawaban informan hasil wawancara, untuk selanjutnya di analisis melalui tahapan reduksi, penyajian data dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
3.2.2
Data Sekunder adalah data pendukung penelitian yang bersumber dari peraturan KPU, hasil pemilu, data pemilih dari pemilihan umum tahun 2014.
14
3.3
Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dalam penelitian ini digunakan tiga metode
seperti berikut ini. Berdasarkan pendapat
Bungin (2012:110) “metode
pengumpulan data dalam penelitian kualitatif terdiri dari Observasi atau pengamatan langsung, dokumentasi, wawancara dan penelusuran data on line”. Dalam penelitian ini menggunakan metode pengumpulan data seperti dokumentasi, wawancara dan penelusuran data on line karena penelitian ini dilakukan setelah pelaksanaan pemilu sehingga untuk metode observasi tidak mungkin dilakukan. Adapun uraian metode penelitian yang peneliti pergunakan adalah: 1. Observasi terus terang atau tersamar menurut Sugiyono (2009: 66) yaitu peneliti dalam pengumpulan data menyatakan terus terang kepada sumber data bahwa peneliti sedang melakukan penelitian, namun suatu saat peneliti juga tidak terus terang atau tersamar dalam observasi, hal ini untuk menghindari suatu data yang dicari adalah data yang masih dirahasiakan. 2. Dokumentasi atau dokumenter menurut Bungin (2012: 124), metode yang digunakan untuk menelusuri data historis, atau data yang diperoleh karena keterkaitan dengan penelitian yang berbentuk dokumentasi”. 3. Wawancara mendalam, menurut Bungin (2012: 111) wawancara adalah “proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dan informan dengan atau tanpa pedoman wawancara”.
15
4. Penelusuran Data On Line, menurut Bungin (2012: 128) adalah tata cara melakukan penelusuran data melalui media on line seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan fasilitas on line, sehingga memungkinkan peneliti dapat memanfaatkan data informasi on line yang berupa data maupun informasi
teori,
secepat
atau
semudah
mungkin,
dan
dapat
dipertanggungjawabkan secara akademis”.
3.4
Metode Penentuan Informan Menurut Bungin ( 2012: 107) bahwa “ Purposive adalah salah satu
strategi menentukan informan yang paling umum di dalam penelitian kualitatif, yaitu menentukan kelompok
peserta yang menjadi informan sesuai dengan
kriteria terpilih yang relevan dengan masalah tertentu”. Dengan mengacu pendapat Bungin bahwa penentuan informan penelitian ini adalah purposive sampling. Dimana informan yang peneliti tentukan dianggap mengetahui tentang perilaku dan partisipasi pemilih. Informan tersebut dari masyarakat pemilih dengan karakteristik sosiologis yang berbeda di wilayah Kabupaten Badung. seperti pemilih pemula, pemilih yang sudah berpengalaman, dan tokoh masyarakat.
3.5
Metode Analisis Data Metode analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut. 1. Data Reduction (reduksi data), yaitu merangkum data, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, di cari tema dan polanya,
16
untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk pengumpulan data selanjutnya. 2. Data Display (penyajian Data), setelah data direduksi selanjutnya adalah men-display data supaya data lebih terorganisasi, tersusun dalam pola hubungan sehingga akan semakin mudah dipahami. 3. Conclusion
Drawing/
verification,
kesimpulan dan verifikasi.
17
selanjutnya
langkah
penarikan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Bab IV dari laporan hasil penelitian ini terdiri dari gambaran umum daerah penelitian Kabupaten Badung, hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara dan pembahasan hasil penelitian dengan teori perilaku pemilih dan partisipasi pemilih. 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Badung Gambaran umum profil Kabupaten Badung,
peneliti kutip dari
Gambaran Umum penelitian Disertasi Sri Widnyani (2015; 165-175). Secara geografis Kabupaten Badung terletak antara posisi 115005’00”- 115026’16” BT dan 8014’20”- 8050’48” LS. Luas wilayah Kabupaten Badung adalah empat ratus delapan belas ribu lima puluh dua kilometer persegi atau sekitar tujuh koma empat puluh tiga persen dari wilayah dataran Pulau Bali. Kabupaten Badung terbagi atas enam wilayah kecamatan. Keenam wilayah kecamatan tersebut adalah: (1) Kecamatan Kuta Utara; (2) Kecamatan Kuta Selatan; (3) kecamatan Kuta; (4) Kecamatan Mengwi; (5) Kecamatan Abiansemal dan (6) Kecamatan Petang. Enam wilayah kecamatan yang dimiliki oleh Kabupaten Badung, wilayah yang paling sempit dengan luas 17,52 km2 adalah Kecamatan Kuta adalah Kecamatan Petang dan wilayah terluas dengan luas wilayah 115 km2.
18
Sehingga secara keseluruhan Kabupaten Badung memiliki luas wilayah sebesar 41.852 Hektar. Pembagian
wilayah ini terdiri dari lahan untuk 10.125 Ha
(persawahan sepuluh koma seratus dua puluh lima hektar), wilayah untuk lahan kering dan lahan lainnya 31.727 Ha (tiga puluh satu koma tujuh ratus dua puluh tujuh hektar). Letak Kabupaten Badung berbatasan dengan empat kabupaten dan satu samudera. Batasan tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut ini. Tabel 4.1 Batas Wilayah Kabupaten Badung No
Arah
Batas Wilayah
1
Utara
Kabupaten Buleleng
2
Timur
Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli
3
Selatan
Samudera Indonesia
4
Barat
Kabupaten Tabanan
Sumber: Badung dalam Angka Terlihat dalam tabel 4.1 adapun batas sebelah utara Kabupaten Badung adalah Kabupaten Buleleng, batas sebelah timur Kabupaten Badung adalah
dua kabupaten yaitu Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Bangli.
Sedangkan batas sebelah barat Kabupaten Badung adalah Kabupaten Tabanan. Berbatasan dengan empat kabupaten membuat wilayah Badung sebagai posisi sentral dan alam pegunungan dengan cuaca yang sejuk dan dingin. Batas sebelah selatan adalah Samudera Indonesia dengan cuaca yang cukup panas, walaupun demikian batas selatan menjadi pusat pariwisata dengan banyak kompleks perhotelan.
19
4.1.1
Sejarah Kabupaten Badung Sejarah berdirinya Kabupaten Badung
berhubungan dengan
historis berdirinya Provinsi Bali pada tanggal 18 Agustus tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 64 Tahun 1958.
UU No 64 Tahun 1958
menetapkan daerah Nusa Tenggara dibagi menjadi 3 (tiga) provinsi, terdiri dari Prov. Nusa Tenggara Timur atau NTT, Prov. Nusa Tenggara Barat atau NTB dan Prov. Bali. Semenjak tahun 1958, berdasarkan Undang-Undang Nomor 69 Tahun 1958 Tentang Pembentukan Daerah Tingkat (Dati) II di dalam wilayah Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB) dan Nusa Tenggara Timur (NTT), maka secara yuridis formal Kabupaten Badung menjadi daerah otonom. Berdirinya Kabupaten Badung terkait juga dengan berdirinya Kota Denpasar berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1982. UU Nomor 1 Tahun 1982 tentang pembentukan Kota Madya Denpasar, maka sejak Februari tahun 1982 sebagian wilayah Kabupaten Badung menjadi wilayah Kota Madya Denpasar. Berkenaan dengan itu secara otomatis luas wilayah Kabupaten Badung menjadi berkurang . Sehingga sampai saat ini luasnya adalah 41.852 ha. Dan ketika itu Kabupaten Badung sebagai salah satu daerah yang mendapat kehormatan sebagai percontohan Otonomi Daerah Tingkat II dari 26 Provinsi di Indonesia. Dari hasil evaluasi ternyata Kabupaten Badung dianggap mampu menyelenggarakan otonomi daerah secara nyata dan bertanggung jawab. Kabupaten Badung termasuk ke dalam kategori tingkat IV atau termasuk tingkat tinggi dengan skor nilai 112. Hal tersebut dinyatakan dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat (Dati) I Bali Tahun 1991.
20
Salah satu dampak dari proses pemekaran, akibatnya pada tahun 1992 wilayah Kabupaten Badung terbagi menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. Sehingga secara faktual di wilayah administrative Kodya Denpasar terdapat dua pusat pemerintahan yaitu pusat pemerintahan Kota Madya Denpasar yang berada di depan alun-alun
Denpasar dan pusat
pemerintahan Kabupaten Badung di Lumintang Denpasar. Atas dasar tersebut maka muncul pemikiran pejabat Kabupaten Badung untuk memiliki sebuah pusat pemerintahan yang berada di wilayah Kabupaten Badung. Setelah tragedi pembakaran pusat pemerintahan Kabupaten Badung di Lumintang, maka ide untuk membuat pusat pemerintahan Kabupaten Badung berlanjut yang didahului dengan pembelian tanah atau lahan di daerah Sempidi Badung. Pada tahun 2007 Pemerintah Kabupaten Badung berhasil memiliki lahan seluas 46,6 ha. Dilanjutkan dengan pembangunan gedung hingga akhirnya selesai pada bulan April tahun 2009. Sekaligus seluruh SKPD dapat berkantor di kompleks Puspem Badung dengan tujuan dapat meningkatkan
pelayanan kepada masyarakat
Badung. Seiring proses pembangunan Puspem, diselenggarakan penyerapan aspirasi masyarakat melalui forum
semiloka yang diprakarsai oleh
Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung. Maka awal tahun 2008 di mulai proses penetapan nama wilayah dari ibukota Kabupaten Badung. Hasil semi loka berupa kesepakatan nama ditindaklanjuti dengan penyusunan keputusan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung berupa pengusulan nama kepada Gubernur Bali untuk diteruskan kepada Departemen Dalam Negeri
21
(Depdagri) tentang nama Mangupura Badung.
sebagai wilayah ibukota Kabupaten
Setelah dilakukan pembahasan di tingkat
pemerintah pusat maka
Presiden Republik Indonesia Soesilo Bambang Yudoyono menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 67 tahun 2009 pada tanggal 16 Nopember 2009 Tentang Wilayah Mangupura dan Nama Mangu Praja Mandala untuk Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Pada tanggal 13 Pebruari 2010 Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meresmikan nama Mangupura untuk ibukota Kabupaten Badung serta menyerahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 67 tahun 2009 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Badung dari wilayah Kota Denpasar ke wilayah Sempidi Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Provinsi Bali. Acara bersejarah tersebut disaksikan oleh Gubernur Bali Made Mangku Pastika dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Badung ketika itu Drs. I Made Sumer, Apt.
Acara peresmian diselenggarakan di lapangan Pusat Pemerintahan
Kabupaten Badung Mangupraja Mandala, Mangupura Badung. Makna nama Mangupura adalah berarti kota yang menawan hati atau tempat mencari keindahan atau kedamaian dan kebahagiaan yang dapat mendatangkan kesejahteraan serta menumbuhkan rasa aman bagi masyarakat. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 67 tahun 2009 wilayah Mangupura meliputi sembilan Desa dan Kelurahan yang berada di wilayah Kecamatan Mengwi. Desa dan kelurahan diantaranya: 1.
Desa Gulingan,
2. Desa Mengwi,
22
3. Desa Mengwitani, 4. Kelurahan Kapal, 5. Kelurahan Abianbase, 6. Kelurahan Lukluk, 7. Kelurahan Sempidi, 8.
Kelurahan Sading, dan
9.
Desa Kekeran.
Prosesi acara peresmian di awali dengan penanaman 1000 (seribu) pohon trembesi atau suar disekitar areal Mangu Praja Mandala. Undangan yang hadir adalah unsur Pemerintah Provinsi Bali, unsur Pemerintah Kabupaten dan Kota se-Bali maupun unsur komponen masyarakat terdiri dari: Bendesa Adat, Pekaseh, Sekaa seni, serta Penglingsir Puri. Acara peresmian Mangupura dan Mangu Praja Mandala merupakan peristiwa yang sangat penting dan bersejarah bagi pemerintah serta seluruh masyarakat Kabupaten Badung. Sehingga secara yuridis formal Kabupaten Badung telah memiliki wilayah ibukota dan nama ibukota.
Dengan terpusatnya pemerintahan maka akan mempermudah dan
mempersingkat birokrasi antar pemerintah dan masyarakat
dalam rangka
memberikan pelayanan yang optimal kepada masyarakat. Peresmian nama Mangupura sebagai momentum bersejarah bagi Pemerintah
Kabupaten
Badung
dalam
menjalankan
penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan serta memberikan pelayanan yang optimal secara efektif dan efisien kepada masyarakat Kabupaten Badung.
Pada kesempatan
peresmian, Menteri Dalam Negeri, Bapak Gamawan Fauzi juga menyampaikan
23
dengan terbangunnya puspem secara terpusat agar dapat mengimbangi pemberian pelayanan yang maksimal kepada masyarakat dan menyampaikan bahwa Bali adalah satu-satunya provinsi yang masih sangat kuat mampu mempertahankan nilai-nilai lokal dalam pergaulan internasional. Dengan pemekaran wilayah maka provinsi Bali memiliki sembilan (9) kabupaten/kota dan Kabupaten Badung menjadi salah satu bagiannya. Pemekaran wilayah tersebut secara fisik juga mempengaruhi wajah dari wilayah Kabupaten Badung menjadi semakin unik Keunikan wilayah
seperti
menyerupai sebilah senjata keris.
keris merupakan
bagian dari lambang daerah
Kabupaten Badung. Gambar keris sebagai cermin semangat dan jiwa kesatria yang erat kaitannya dengan perjalanan sejarah rakyat Badung. Rakyat Badung pernah perang habis-habisan melawan Belanda yang kemudian dikenal dengan nama “Puputan Badung”. Semangat dan jiwa ksatria sebagai landasan Motto Kabupaten Badung, yaitu “Cura Dharma Rakcaka”.
Motto “Cura Dharma
Rakcaka” memiliki makna “pemerintah berkewajiban melindungi kebenaran”. Kebenaran yang dimaksudkan adalah bahwa tugas pemerintah
memberikan
kesejahteraan dan perlindungan yang aman bagi masyarakat.
4.1.2
Lambang Kabupaten Badung Peraturan Daerah Kabupaten tanggal 18 Juni tahun 1971 dengan
Nomor 16/DPRDGR/1971 disahkan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Surat Keputusan tertanggal 17 Juli tahun 1971 dan Nomor Pemda 10/20/28/198 tentang penetapan Lambang Daerah Kabupaten Badung.
24
Dalam Perda tersebut
menyatakan bahwa Lambang Daerah Kabupaten Badung berbentuk segi lima bergaris pinggir hitam bertuliskan “Cura Dharma Rakcaka”, yang bermakna “kewajiban pemerintah melindungi kebenaran
atau rakyatnya” dan memiliki
warna dasar biru laut. Adapun makna yang terkandung dari masing-masing gambar dalam lambang Kabupaten Badung adalah sebagai berikut ini. 1. Segi Lima Sama Sisi, mencerminkan Pancasila sebagai
Dasar Negara
Republik Indonesia juga merupakan falsafah hidup Bangsa Indonesia. Warna dasar biru laut artinya bahwa Kabupaten Badung atau Pulau Bali dikelilingi oleh laut, dan juga
warna biru bermakna toleransi. 2). Padmasana Pura
Jagatnatha, melambangkan bahwa Kabupaten Badung memiliki kekayaan kesenian yang khas, sedangkan Jagatnatha berarti tempat pemerintahan atau tempatnya penguasa.
3).
Keris, melambangkan jiwa yang memiliki
mentalitas keperwiraan atau disebut ksatria. Kemudian Keris terdiri atas tiga unsur atau Sanghyang Tri Sakti, yaitu Rai Roro Pucuk Sinunggal artinya memiliki mata keris berjumlah dua buah dan satu ujung adalah bermakna penciptaan dan peleburan, kedua hal inilah merupakan hakikat dari segalanya. Keris berbentuk luk tiga menyimpulkan Tri Kinanggih Satria bermakna hal yang mewujudkan ksatria, yaitu pertama adalah artha atau benda, kekayaan, materiil. Kedua adalah otot atau kekuatan, fisik, kesehatan tubuh. Dan ketiga adalah kepradnyan atau ilmu pengetahuan.
4).
Padi dan Kapas,
melambangkan pusat perekonomian berupa sandang dan pangan sebagai perwujudan cita-cita untuk kemakmuran rakyat Kabupaten Badung. Untaian
25
padi berjumlah 20 biji, sembilan tali pengikat, serta enam biji buah kapas merupakan simbol dari hari bersejarah bagi Kerajaan Badung, yaitu terjadinya Puputan Badung antara rakyat Badung melawan Belanda pada tanggal 2 September 1906. 4.1.3
Pemerintahan Kabupaten Badung Kabupaten Badung terdiri atas enam kecamatan, yaitu Kecamatan
Petang, Abiansemal, Mengwi, Kuta Utara, Kuta dan Kuta Selatan. Masing-masing kecamatan terdiri atas beberapa desa dan atau banjar. Desa di Bali dibedakan atas desa dinas dan desa adat/pakraman yang memiliki tugas dan fungsi yang berbeda. Desa dinas merupakan satu kesatuan administratif terkecil di bawah kecamatan dalam pemerintahan Negara Republik Indonesia yang lebih berkonsentrasi mengurus masalah kedinasan. Sementara itu, desa adat/pakraman adalah pemerintahan desa yang lebih banyak mengurusi penduduk terkait dengan adat dan Agama Hindu. Di Kabupaten Badung terdapat sejumlah desa/kelurahan dan banjar/lingkungan perkecamatan dirinci menurut dinas dan adat/pakraman. Untuk lebih jelasnya hal ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
26
Tabel 4.2 Jumlah Desa/Kelurahan dan Banjar/Lingkungan per Kecamatan dirinci menurut Dinas Tahun 2008-2009
Petang Abiansemal
LETAK IBU KOTA KECAMATAN Petang Blahkiuh
7 18
Mengwi
Mengwi
20
Kuta Utara
Kerobokan
6
Kuta
Kuta
5
Kuta Selatan
Jimbaran
6
KECAMATAN
DESA/ KELURAHAN
JUMLAH Sumber : BPMD dan Pemdes Kab. Badung
Desa Selat Desa Sangeh Desa Blahkiuh Dst… Desa Gulingan Desa Mengwi Kelurahan Kapal Dst…. Desa Dalung Desa Tibubeneng Kelurahan Kerobokan Dst…. Kelurahan Kuta Kelurahan Tuban Dst… Kelurahan Jimbaran Kelurahan Tanjung Benoa Dst… 62
BANJAR/ LINGKUNGAN 48 124
187
88
27
62
536
Mencermati tabel di atas tampak bahwa Kecamatan Mengwi memilliki desa/kelurahan dengan banjar/lingkungan terbanyak, yaitu 20 desa/kelurahan dan 187 banjar/lingkungan. Kemudian disusul oleh Kecamatan Abiansemal
yang
memiliki
18
buah
desa/kelurahan
dengan
124
banjar/lingkungan. Sementara itu, di empat kecamatan lainnya jumlah
27
desa/kelurahan dan banjar/lingkungan tidak terlalu banyak. Posisi desa yang menjadi lokus penelitian ini adalah Desa Sangeh berada di wilayah Kecamatan Abiansemal, Desa Mengwi berada di wilayah Kecamatan Mengwi dan Desa Tibubeneng berada di wilayah Kecamatan Kuta Utara. Pemilihan tiga desa sebagai lokus penelitian adalah seperti yang peneliti uraikan di latar belakang bahwa di masing-masing desa memiliki karakteristik (seperti gambaran umum masing-masing desa lokus penelitian berikutnya). Gambaran umum yang ditampilkan dalam sub bab profil masingmasing desa berikut ini, yang memang memiliki keterkaitan dengan penelitian ini. Di lihat dari sejarah desa, tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin, jenis pekerjaan, kelembagaan. Semuanya memiliki keterkaitan dan keunikan masingmasing. Mengapa menguraikan sejarah desa, karena penduduk di Bali sangat masih menghormati sejarah leluhurnya. Perilaku dan pola pikir atau mindset masih dipengaruhi oleh sejarah. Misalnya saja, apabila dalam sejarah para leluhurnya memiliki sengketa maka sampai sekarangpun ada bibit bibit persengketaan. Sering terjadi perkelahian antar pemuda, perebutan tanah desa atau tapal batas desa (seperti antara Desa Sangeh dan Desa Selat). Seperti Desa Sangeh, penduduknya masing homogen,
4.1.4
Penduduk Kabupaten Badung Kabupaten Badung merupakan daerah dengan jumlah penduduk
yang cukup padat. Hal ini dapat dimengerti, selain karena Badung menjadi pusat pemerintahan kota Provinsi Bali juga merupakan daerah tujuan wisata dunia.
28
Berkenaan dengan itu, maka penduduk di daerah ini bersifat multikultur. Komposisi penduduk menurut karakteristiknya, baik menurut variabel demografi maupun variabel pembangunan akan memberi gambaran tentang ketersediaan sumber daya manusia sebagai subjek maupun objek pembangunan. Gambaran penduduk akan diuraikan secara rinci pada lokus penelitian saja. Partisipasi masyarakat Kabupaten Badung dalam pemilihan umum mulai tahun 2009 sampai pemilihan umum tahun 2014 dapat dilihat dalam tabel berikut. Tabel 4.3 Jumlah DPT dan Jumlah Pengguna dalam Pemilu 2009 s/d 2014 NO
Pemilu
Jumlah DPT
150.420 152.630
303.050
244.257
Prosent ase Partisip asi (%) 80,60
150.596 153.879
304.475
237.783
78,10
151.441 115.342
306.783
227.689
74,22
158,382 158.904
317.286
210.497
66.34
172.845 175,344
348,189
281.627
80.88
171.322 174.886
346.208
269.303
77,79
L 1
2
3 4 5
6
Pemilu Legislatif 2009 Pemilu Presiden dan Wapres tahun 2009 Pemilukada 2010 Pilgub Bali 2013 Pemilu Legislatif 2014 Pilpres 2014
P
JML
Jumlah Pengguna surat suara
Sumber: Dokumen KPU Badung Tabel 4.3 menunjukkan tingkat partisipasi dalam bentuk prosentase secara umum termasuk tinggi. Apabila pemilu legislatif tahun 2009 dibandingkan
29
dengan pemilu legislatif tahun 2014 partisipasi masyarakat mengalami peningkatan 0,28%. 4.2 Hasil Penelitian Hasil penelitian berdasarkan hasil wawancara dari beberapa informan terkait dua rumusan masalah tentang perilaku pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilihan umum tahun 2014, peneliti uraikan berdasarkan metode penelitian dengan jenis deskriptif dan pendekatan kualitatif, seperti peneliti deskripsikan berikut ini. 4.2.1
Perilaku Pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu tahun 2014 Sejumlah informan yang peneliti wawancarai semuanya sebagai
pemilih dan menggunakan hak pilihnya ketika pemilu legislatif tahun 2014. Ada berbagai variasi jawaban dan alasan yang disampaikan kepada peneliti terkait faktor yang mendorong serta alasannya memberikan hak pilih. Sesuai metode penentuan informan, peneliti menentukan informan berdasarkan purposive sampling. Perlu peneliti sampaikan bahwa dari sejumlah informan, tidak semua bersedia identitasnya ditampilkan secara jelas dengan alasan keamanan dan kenyamanan karena menyangkut politik. Identitas informan ada dalam dokumen peneliti dan bersifat rahasia. Hal ini memang dibenarkan dan menjadi etika dalam penelitian. Data informasi yang peneliti peroleh dianalisis dengan model analisis Miles Huberman. Berikut petikan wawancara dengan informan Bapak SY berusia 37 tahun berasal dari Kecamatan Abiansemal.
30
“Saya memilih dalam pemilu tahun 2014, saya memilih karena memang kewajiban sebagai warga Negara. Calon yang saya pilih adalah yang saya utamakan berasal dari desa sendiri karena harapan saya calon tersebut mengetahui kondisi desa kami. Untuk sumbangan atau amplop, he he he… memang ada beberapa calon yang memberikannya. Itu kan rejeki Bu.. saya terima saja tetapi untuk pilihan saya tetap saya punya calon sendiri. Walaupun tidak diberikan apa-apa”. (Wawancara tanggal 11 Juli 2015).
Bapak
Yoga
berpendapat
hampir
sama
tentang
alasannya
memberikan suara dalam pemilu tahun 2014. “Saya tidak pernah absen memberikan hak suara dalam setiap pemilu apapun. alasan saya karena itu adalah kewajiban saya sebagai warga Negara. Kriteria calon yang saya pilih adalah yang jelas saya memilih calon yang mempunyai perilaku baik dan mau berbaur dengan masyarakat. Ada beberapa tim sukses calon yang mendatangi saya dan memberikan amplop. Mohon maaf, saya tolak karena kasihan apabila saya menerima dan tidak memilihnya, itu bertentangan dengan hati nurani saya. Buat apa dapat 100 ribu atau 200 ribu tetapi merasa bersalah sepanjang waktu”. (Wawancara tanggal 9 Juli 2015). Antara informan Bapak SY dan Bapak Yoga sama-sama memilih karena atas dasar kewajiban dan hati nurani, namun ada sedikit berbeda dalam penilaian tentang pemberian amplop. Kalau Bapak SY mengambil sedangkan Bapak Yoga menolak. Informan berikut adalah ibu Jero Ratna pegawai swasta memiliki pengalaman yang hampir sama dengan informan Bapak SY, kutipan wawancara seperti berikut. “Pileg tahun 2014, tyang memilih di TPS. Tyang memilih karena kewajiban. Calon yang tyang yang tyang kenal. Ada orang dekat juga memberikan amplop menjelang pemilu. Nggih tyang terima, tetapi bukan yang dikartu nama yang tyang pilih”. (Wawancara tanggal 14 Juli 2015).
31
Sedikit berbeda dengan informan Ibu Yuni seorang pegawai swasta juga mengungkapkan alasannya dalam partisipasi sebagai pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014, dengan kutipan wawancara berikut ini. “Saya memilih karena memang kewajiban sebagai warga Negara yang sudah memenuhi syarat sebagai pemilih. bagi saya siapapun calon yang memiliki kualitas seperti misalnya dia sudah berbuat untuk desa. Itu yang saya pilih. Tetapi memang ada yang khusus bagi saya, saya lebih mendukung perempuan, untuk mendukung emansipasi perempuan. Saya sangat senang apabila ada perempuan yang maju. Tetapi sayang…. Calon saya tidak berhasil”. (wawancara tanggal 18 Juli 2015). Berbeda pula dengan pengakuan Ibu Anom, informan yang berusia 63 tahun tentang alasannya memberikan pilihan ketika pileg tahun 2014. Adapun petikan hasil wawancaranya seperti berikut ini. ”Nggih tyang ke TPS nika nyoblos tahun 2014. Setiap pemilu nika tyang memilih. Sane pilih tyang, nika wenten semeton tyang dados calon DPRD. Sira men malih sane pilih, nak len ten uningin tyang. Sadurung dinane memilih, nak sampun icena kartu, wenten no, foto sareng tongosne nika. Urukina tyang dumun ken nak alit tyange”. (Terjemahan: “ Iya, saya ke TPS nyoblos tahun 2014. Setiap pemilu juga saya selalu memilih. Yang saya pilih adalah keluarga saya kebetulan sebagai calon. Karena saya tidak kenal orang lain yang menjadi calon. Beberapa hari sebelum memilih, sudah di berikan kartu berisi nomor, foto dan tempatnya. Diajarkan terlebih dahulu oleh anak saya”).(Wawancara tanggal 21 Juli 2015). Wawancara dengan seorang tokoh masyarakat yaitu Bapak Ketut Sudenia selaku Wakil Bendesa Adat Tibubeneng Kuta Utara mengungkapkan dalam petikan wawancara berikut ini. ”Tingkat partisipasi pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 cukup tinggi. Masyarakat desa Tibubeneng baik pemilih pemula maupun pemilih yang berusia lanjut memberikan hak pilihnya oleh karena memang kewajiban. Calon yang dipilih adalah calon yang berasal dari Desa kami. Dasar pemikirannya karena pengalaman pemilu tahun sebelumnya kami tidak punya anggota DPRD sehingga tidak ada yang membawa aspirasi masyarakat kami ke pemerintah.
32
Sehingga tahun lalu ada seorang calon dari desa kami. Kami sepakat untuk memenangkan beliau. Dan astungkara harapan kami terkabul dan kami sekarang memiliki wakil di DPRD Kabupaten Badung. untuk sumbangan yang diberikan oleh calon lain yang maju ke DPRD Provinsi dan ke pusat ada diberikan ke pura dan ke banjar. Karena sudah kesepakatan banjar ya.. dipilih. Ya.. namanya juga orang banyak, memang ada saja beberapa masyarakat yang memilih orang luar di lihat dari perhitungan suaranya. Mungkin temannya atau saudaranya. Untuk pemberian uang per orang pemilih saya rasa tidak ada. Karena sumbangan sudah ke banjar dan ke pura. Tingkat partisipasi masyarakat cukup tinggi walaupun desa ini banyak penduduk urban”. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2014). Pernyataan informan Bapak Ketut Sudenia dibenarkan oleh Putu Ayu Purnama Margarini pemilih pemula yang juga seorang mahasiswa. Berikut petikan wawancaranya. “Saya sebagai pemilih pemula melakukan kewajiban memberikan hak suara dalam pemilu tahun 2014. Saya dan teman-teman sesama pemilih pemula sudah tentu memilih menggunakan rasional. Memilih yang memiliki program yang jelas, mau bermasyarakat. Dan yang lebih penting adalah mengutamakan calon yang dari desa sendiri. Bangga dong punya wakil dari desa sendiri”. (Wawancara tanggal 2 Agustus 2014). Hasil wawancara senada disampaikan oleh Informan Ibu Litawati dari Kecamatan Petang, dengan hasil wawancara berikut. “Saya memilih karena kesadaran sendiri dan sekaligus menyalurkan hak saya sebagai warga negara yang baik, dengan kedatangan saya ke TPS untuk ikut memilih berarti saya ikut serta memberikan kontribusi pembangunan yang lebih baik”. (Wawancara tanggal 4 Agustus 2015). Pernyataan yang diungkapkan oleh beberapa informan yang berasal dari Badung utara, Badung Tengah dan Badung Selatan pada prinsipnya perilaku pemilihnya hampir sama dalam memberikan hak pilih dalam pemilu legislatif tahun 2014
yaitu memilih
DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD
Kabupaten/Kota berdasarkan atas kewajiban, berdasarkan hati nurani dan ada
33
kecenderungan mengikuti kelompoknya. Walaupun ada upaya mengajak atau penggiringan untuk memilih seseorang. 4.2.1
Faktor –Faktor yang mendorong Partisipasi Pemilih dalam Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Badung Pernyataan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi
pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung berdasarkan hasil wawancara, dapat diuraikan dalam petikan wawancara berikut ini. Hasil wawancara dengan informan Bapak SY menyatakan bahwa alasannya memberikan hak suara karena. “Saya memilih memang murni berdasarkan keinginan dan hati nurani saya. Walaupun amplop diberikan oleh tim sukses saya terima tetapi tetap saya memilih sesuai pilihan saya. Sebenarnya walaupun tidak diberikan apa-apa saya tetap akan memilih”. (wawancara tanggal 11 Juli 2015). Informan Ibu Lita memiliki pendapat tentang faktor yang mendorongnya berpartisipasi dalam pemilu legislatif. Seperti petikan wawancara berikut ini. “Saya tidak ada ikatan emosional secara pribadi terhadap calon legislatif, tetapi secara kewilayahan atau kedaerahan saya ada ikatan emosional, karena kebetulan calon tersebut dari desa saya atau satu desa dengan saya. Kalau dengan partai saya tidak ada keterikatan emosional karena saya adalah seorang PNS yang tidak diperbolehkan ikut berpartai, yang penting saya sudah menyalurkan aspirasi saya udah cukup”. (Wawancara tanggal 4 Agustus 2015). Lain lagi dengan informan Ibu Anggreni yang memiliki faktor pendorong dalam memberikan pilihan dalam pemilu legiaslatif. Adapun petikan wawancara sebagai berikut. “Saya memilih dan mendukung calon dalam pileg karena calon tersebut satu desa dengan saya, dengan terpilihnya calon tersebut
34
maka akan lebih gampang meminta bantuan kepemerintah, paling tidak, bila desa ingin mengajukan bantuan ke pemerintah ada yang mengawal proposal tersebut. Bila calon legislatif bukan dari desa saya, kecil kemungkinan bisa mengawal proposal permohonan bantuan ke pemerintah. Disinilah rasa fanatisme saya muncul”. (Wawancara tanggal 4 Agustus 2014). Pendapat senada disampaikan dalam wawancara oleh informan Bapak Wayan Sujana berasal dari Kuta Selatan, dengan petikan wawancara berikut. “Saya memilih karena adanya warga banjar/desa yang ikut sebagai calon, apalagi calon tersebut sesuai dengan partai yang saya dukung. Selama ini saya sebagai pemilih belum pernah mendapatkan uang dari calon atau team sukses calon. biasanya money politics yang sering terjadi pada daerah saya , itu terjadi di wilayah penduduk pendatang. Kalaupun ada money politics itu sangat sedikit, karena selalu ada calon dari daerah saya” (Wawancara tanggal 5 Agustus 2015). Informan Bapak Made Jawi sebagai pendatang di Kuta Selatan mengungkapkan faktor partisipasinya dalam pemilu legislatif dengan kutipan berikut ini. “Saya ikut memilih karena keterikatan dengan partai, karena ada warga saya yang menjadi calon dan saya tahu loyalitasnya terhadap aktivitasnya yang ada di desa maka semangat untuk ikut memilih menjadi bertambah. Harapan saya kepada calon yang saya pilih tentunya dapat memberikan sumbangan atau kepada lingkungan. Dan saya belum pernah menerima uang dalam kegiatan pemilu. Biasanya penduduk pendatang dari luar Bali yang sering terjadi pengedaran uang dalam pemilu”. (Wawancara tanggal 5 Juli 2015).
Informan dari daerah Kecamatan Mengwi Bapak Ganda menyatakan faktor yang mendorongnya untuk berpartisipasi dalam pemilu legislatif, seperti kutipan berikut. “Saya memilih karena suara kulkul. Saya tahu calon yang saya pilih. Tetapi saya bukan orang partai, karena saya tidak suka berpartai.
35
Informan Deni Rahady dan Yuda Saputra sebagai pemilih pemula menyatakan faktor yang mendorongnya untuk berpartisipasi dalam pemilu legislatif tahun 2014 adalah: “Saya memilih karena mendapat undangan untuk memilih dan juga menyadari akan kewajiban sebagai pemilih. hal itu saya dapatkan informasi berupa sosialisasi di media massa, radio dan juga televisi. Calon yang saya pilih adalah yang saya kenal, karena masih ada hubungan keluarga. Saya tidak pernah ada yang memberikan amplop dan diajak untuk memilih calon tertentu. Barangkali tim sukses tahu kalau saya punya keluarga sebagai calon”. (Wawancara tanggal 4 Agustus 2015). Ibu Man As seorang masyarakat sebagai informan yang agak sepuh mengungkapkan perihal partisipasinya dalam pemilu legislative dengan kutipan wawancara berikut ini. “Tyang nyoblos nak ongkone milih. Tyang ongkone milih nak anggon tyang keponakan nika ane dados calon. pilih tyang je, pedalem yen ten menang, nak kocap liu ipun nelahang”. (terjemahan: “Saya nyoblos disuruh. Saya memilih calon, karena calon itu keponakan saya, kasihan kalau tidak menang. Katanya banyak menghabiskan biaya”). (Wawancara tanggal 5 Agustus 2015). Berdasarkan
pendapat
para
informan
tentang
faktor
yang
mendorongnya berpartisipasi dalam dalam pemilu legislatif tahun 2014, ada beberapa alasan diantaranya dominan mengatakan berpartisipasi dalam pemilu karena kewajiban, fanatisme terhadap keluarga atau daerah dan keterikatan emosional dengan partai.
36
4.3
Pembahasan Hasil Penelitian Sub pembahasan hasil penelitian berdasarkan temuan yang
terdeskripsikan dalam sub 4.2 peneliti akan sandingkan dengan teori perilaku pemilih dan teori partisipasi pemilih seperti berikut ini. 4.3.1
Prilaku Pemilih terhadap partisipasi pemilih dalam pemilu tahun 2014 Hasil wawancara yang dilakukan ke sejumlah informan di wilayah
kecamatan di Kabupaten Badung. yang meliputi wilayah Badung Utara, Badung Tengah dan Badung Selatan. Perilaku pemilih dalam pemilihan umum legislatif tahun 2014, di dalam memberikan hak pilihnya disebabkan kesadaran akan kewajibannya sebagai warga negara. Akan tetapi, ketika memilih calon, ada kecenderungan mengikuti kelompok lalu memilih calon yang berasal dari daerah sendiri. Walaupun di sejumlah daerah ada yang memberikan materi dan janji, namun pemilih masih tetap pada pendiriannya yaitu memilih orang terdekat yang di kenal memiliki kredibilitas dan performan yang baik di mata masyarakat. Ini berarti unsur kedaerahan atau kewilayahan sangat kental. Perilaku pemilih (electoral behavior) dalam Pemilu, menurut Asvi Warman (1999: 34), Pertama, pada pendekatan sosiologis digambarkan peta kelompok masyarakat dan setiap kelompok dilihat sebagai basis dukungan terhadap partai tertentu. Kedua, model psikologi yang menggunakan identifikasi partai sebagai konsep kunci. Identifikasi partai berarti "rasa keterikatan individu terhadap partai", sekalipun ia bukan anggota. Pendekatan lain adalah pendekatan rasional dan unsur pemberdayaan.
37
Hasil temuan penelitian berdasarkan hasil wawancara dengan para informan disandingkan dengan teori perilaku pemilih, sesuai dengan pendapat Asvi Warman. Di lihat dari
pendekatan sosiologis yaitu perilaku pemilih
cenderung mengutamakan memilih orang terdekatnya. Berdasarkan pendekatan psikologis seperti
unsur kedekatan
kekeluargaan dengan calon,
yang lebih menonjol adalah hubungan
sedangkan kedekatan dengan partai berdasarkan
pendapat informan masih sangat kurang. Akan tetapi apabila di analisis dari perspektif psikologis dari ketiga karakteristik wilayah Kabupaten Badung di dalam pemilu legislatif tahun 2014, keterikatan tidak didominasi dikarenakan partai tetapi karena kesepakatan kelompok untuk memenangkan calon dari desa atau daerah sendiri, sehingga perilaku seperti ini cenderung memunculkan fanatisme.
Berbagai penyebab munculnya fanatisme daerah, berdasarkan
pendapat beberapa informan bahwa apabila tidak memiliki anggota DPRD dari daerahnya sangat susah mendapat perhatian pemerintah. Dengan adanya anggota yang berasal dari daerah sendiri memudahkan melakukan pendekatan kepada pemerintah. Karena dianggap anggota DPRD yang berasal dari desa lain tidak mampu mewakili aspirasi masyarakatnya. Penggunaan pendekatan rasional dalam menjelaskan perilaku memilih oleh ilmuwan politik sebenarnya diadaptasi dari ilmu ekonomi, Dalam perilaku memilihnya pun masyarakat akan dapat bertindak rasional, yakni memberikan suara ke partai yang dianggap mendatangkan keuntungan dan kemaslahatan yang sebesar-besarnya dan menekan kerugian atau kemudlaratan yang sekecil-kecilnya. Berdasarkan hasil wawancara dari pendapat para informan
38
ada keterkaitan secara rasional, di mana suara yang diberikan adalah langsung ke para calon bukan ke partai. Perilaku demikian dipengaruhi oleh unsur rasionalitas, di mana pemilih mengharapkan dengan memilih calon dari desa sendiri akan mampu membawa aspirasi masyarakat desanya oleh karena calon tersebut sudah paham dengan kondisi dan kebutuhan desanya. Yang membawa dampak terhadap pembangunan di desa, memudahkan menjalin komunikasi dengan pemerintah daerah, artinya desanya agar lebih diperhatikan. Di samping faktor di atas, perilaku dipengaruhi oleh imbalan atau diyakini imbalan akan memotivasi prestasi. Seperti yang dinyatakan
oleh
Gitosudarmo (2000: 234) bahwa “imbalan dapat dipakai sebagai pendorong atau motivasi pada suatu tingkat perilaku dan prestasi, dan dorongan pemilihan organisasi sebagai tempat bekerja. Sebagai tambahan imbalan juga dapat memenuhi kebutuhan hubungan kerja”. Szilagyi, 1990 (dalam Gitosudarmo, 2000: 234) juga berpendapat demikian bahwa “imbalan dapat sebagai penguat berbagai
macam
perilaku
seseorang.
Imbalan
memuaskan
kebutuhan,
mengarahkan kepada proses pembelajaran perilaku baru, dan mengarahkan seseorang pada pemilihan perilaku alternative”. Pendapat Szilagyi tidak sepenuhnya dibenarkan oleh para informan di lihat dari hasil wawancara. Walaupun ada imbalan ataupun tidak ada imbalan, para pemilih akan tetap memberikan hak pilihnya berdasarkan hati nurani dan berdasarkan kesepakatan kelompok.
39
4.3.2
Faktor –Faktor yang mendorong Partisipasi Pemilih dalam Pemilu tahun 2014 di Kabupaten Badung Terkait
faktor-faktor yang mendorong partisipasi pemilih dalam
pemilu tahun 2014 adalah: Kesadaran dengan kewajiban sebagai warga Negara, sejumlah informan berpendapat faktor yang mendorongnya berpartisipasi dalam pemilu legislatif tahun 2014 lebih dominan mengatakan karena kewajiban, kesadaran sebagai warga negara. Faktor pendorong lainnya karena fanatisme daerah, seperti ada warga dan atau saudaranya menjadi calon, juga karena track record nya di masyarakat seperti rajin bermasyarakat atau bersosialisasi di masyarakat, tidak hanya menjelang pemilu atau diistilahkan dengan pencitraan. Faktor lain
karena emansipasi perempuan, mendukung dan memberikan
kesempatan perempuan untuk maju. Dan sedikit yang mendorong berpartisipasi karena ikatan terhadap partai. Pembagian angpao atau diperhalus soft money politics dalam pemilu legislatif bukan faktor pendorong utama partisipasi pemilih. Berdasarkan hasil wawancara informan, walaupun diberikan amplop dengan sejumlah uang, tidak akan mempengaruhi pilihannya. Mereka tetap memilih berdasarkan hati nurani terutama
mengutamakan
ikatan
emosional
berdasarkan
kedaerahan
dan
kekeluargaan. Selain faktor pendorong tersebut di atas, ada faktor pendorong lain yaitu ketaatan akan kesepakatan warga dalam sebuah organisasi atau kelompok seperti banjar untuk sepakat memilih calon yang ditentukan. Hal ini merupakan pendidikan atau budaya yang kurang bagus dalam perkembangan demokrasi.
40
Walaupun masih ada beberapa pemilih yang tidak mengikuti kesepakatan, akan tetapi sudah ada indikasi sepakat dan mengajak. Sehingga akan mengurangi makna dari prinsip pemilu yang luber jurdil. Faktor tersebut dapat dianggap sebagai salah satu penyakit demokrasi. Hasil penelitian berdasarkan pendapat informan, tidak sepenuhnya mendukung hasil penelitian Seymour Martin Lipset, dalam Political Man : The Social Bases of Politics (1960) dalam Miriam Budihardjo (1998 : 10) bahwa karakteristik sosial berpengaruh terhadap partisipasi politik. Karakteristik sosial tersebut meliputi pendapatan, pendidikan, pekerjaan, ras, jenis kelamin, umur, tempat tinggal, situasi, status dan organisasi. Berdasarkan hasil wawancara dari pendapat informan yang bertempat tinggal di wilayah yang berbeda tidak mempengaruhi perilaku pemilih berdasarkan karakteristik sosial. Seperti pendapat dari sejumlah informan yang berasal dari Badung Utara dengan karakteristik masyarakat masih tradisional, Badung Tengah dengan karakteristik transisi dan Badung Selatan dengan karakteristik masyarakat modern bahwa unsur faktor pendorong partisipasi pemilih hampir sama yaitu dominan karena kewajiban dan fanatisme kedaerahan.
41
BAB V PENUTUP 5.1
Simpulan Simpulan
yang
dapat
disampaikan
dari
hasil
penelitian,
dideskripsikan berikut ini. 5.1.1
Perilaku pemilih dalam pemilu legislatif tahun 2014, yaitu pemilih telah memenuhi haknya dengan memberikan suara atas dasar kesadaran akan kewajibannya sebagai warga Negara. Perilaku pemilih dalam partisipasinya mensukseskan pemilu tahun 2014, tidak berdasarkan faktor sosiologis.
5.1.2
Faktor-faktor yang mendorong partisipasi pemilih adalah didominasi oleh faktor
fanatisme hubungan keluarga, fanatisme kedaerahan,
faktor performance calon, unsur kesepakatan, unsur emansipasi. Dan faktor yang berkontribusi paling kecil adalah faktor fanatisme partai dan faktor angpao (istilah money politics yang di soft kan) dalam pemilu. 5.2
Saran Berdasarkan simpulan hasil penelitian di atas, maka saran dapat
disampaikan seperti berikut ini. 5.2.1
Kepada penyelenggara, walaupun partisipasi masyarakat cukup tinggi pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Badung, namun masih perlu dilakukan sosialisasi bidang pendidikan pemilih kepada masyarakat seperti pemahaman untuk selalu tetap menyadari akan
42
pentingnya keikutsertaan atau berpartisipasi dalam pemungutan suara, memberikan suara berdasarkan hati nurani, tanpa dipengaruhi oleh janji-janji para calon. 5.2.2
Kepada para peserta pemilu bahwa bukan jaminan dengan memberikan angpao atau sejenisnya akan mendapat simpati dari pemilih. Jangan melakukan pencitraan menjelang pemilu. Sebaiknya jaga selalu sikap, performance dan profesionalitas dengan aktif di masyarakat yang diistilahkan investasi diri jauh sebelum pemilu. Dengan memaksakan diri memenangkan pemilu melalui janji dan pemberian uang atau materi lain, akan menyuburkan budaya pragmatism masyarakat. Partai politik agar selalu melakukan pembenahan di internal dengan memilih calon berdasarkan pengkaderan jangan memilih calon dadakan untuk mendapatkan simpati masyarakat dalam tujuan memenangkan pemilu.
5.2.3
Kepada masyarakat pemilih, agar tetap menjaga kesadaran akan kewajiban dengan memberikan hak pilih berdasarkan hati nurani dan rasional artinya cerdas memilih calon.
5.3
Rekomendasi Kebijakan Kepada penyelenggara agar tetap mempertahankan profesionalisme
sebagai penyelenggara pemilu, melakukan sosialisasi yang lebih intens. Kepada partai politik agar melakukan pendidikan politik, menjaga etika politik dan memberi contoh yang baik kepada masyarakat. Yang terpenting adalah kepada partai politik agar ketika memilih calon berdasarkan pengkaderan dengan persyaratan calon memiliki kredibilitas yang baik di mata masyarakat. Serta
43
konsisten mengimplementasikan kebijakan berupa peraturan dan undang-undang kepemiluan yang telah ditetapkan. 5.4
Keterbatasan penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan seperti keterbatasan waktu,
biaya sehingga masih ada faktor atau unsur lain yang bisa dikaji dari penelitian sejenis. Dengan demikian diharapkan kepada peneliti yang lain untuk dapat melakukan penelitian dari aspek yang belum sempat dikaji dalam penelitian ini. Sehingga menghasilkan penelitian di bidang kepemiluan yang lebih bervariasi demi perbaikan demokrasi melalui pemilu.
44
DAFTAR PUSTAKA
Asfar Muhammad, Ariwibowo, Zaidun, Wahyudi Purnomo, Bimo. 2003. Model Sistem Pemilihan di Indonesia. Pusat Studi Demokrasi dan HAM, Surabaya. Asfar Muhammad. 2006. Mendesain Managemen Pilkada. Pustaka Eureka, Surabaya. ______ . 2006. Pemilu dan Perilaku Memilih 1955-2004. Pustaka Eureka, Surabaya. Bungin, Burhan. 2012. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekoomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial lainnya, Edisi ke-2. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup. Freudenberg Nicholas, (2011) menyajikan secara deskripsi menulis tentang Strengthening Community Capacity to Participate in Making Decisions to Reduce Disproportionate Environmental Exposures. Supplement 1, 2011, Vol 101, No. S1 American Journal of Public Health. Gitosudarmo Indriyo, 2000. Perilaku Keorganisasian. Fakultas Ekonomi UGM, Yogyakarta. Gouzali Saydam, Aswi Warman, Abdul Munir. 1999. Dari Bilik Suara Ke Masa Depan Indonesia. Potret Konflik Politik Pasca Pemilu dan Nasib Reformasi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Miriam Budihardjo. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Sebuah Bunga Rampai. Penerbit Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. Sugiyono, 2009. Memahami Penelitian Kualitatif. Alfabeta, Badung. Sri Widnyani, 2015. Disertasi Implementasi Kebijakan Musrenbang dalam Penyusunan RKPD di Kabupaten Badung Provinsi Bali. FIA Universitas Brawijaya, Malang. Strauss dan Corbin, 2009. Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif Tata Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Undang-Undang No 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.
45