JURNAL ASPIRASI Vol. 6 No. 1Agustus 2015 PILIHAN POLITIK PEMILIH PEMULA PADA PEMILU LEGISLATIF 2014 (Survey pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam “45” Bekasi Angkatan 2013/2014)
Ainur Rofieq1
ABSTRACT Any elections there is always a novice group criteria voters the age of 17 years old and upward or has been married at the time of the election was held. Existing reality shows that’s voters novice possessed of different characteristics with groups of voters and it has been choose. Question of the research are how political choice a student on the legislative election 2014 and what political factors inform the choices a student on the legislative election 2014. The results show that voters choice novice based by a factor of political vision and mission candidates. In addition in determining the choice is novice based on the consideration of the voters own. Kata kunci: Behaviour Voter, First Voter, Legislative Election PENDAHULUAN Sejak kemerdekaan hingga tahun 2009 bangsa Indonesia telah menyelenggarakan sepuluh kali pemilihan umum, yaitu pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, dan 2009. Pelaksanaan pemilihan umum tersebut selalu terdapat pemilih pemula. Hal ini didasarkan bahwa kriteria pemilih pemula merupakan mereka yang berusia 17 tahun ke atas atau telah menikah pada saat pemilihan umum dilaksanakan. Berdasarkan data KPU, jumlah total pemilih yang telah terdaftar untuk pemilu tahun 2014 adalah sejumlah 186.612.255 orang penduduk Indonesia. Dari jumlah tersebut 20-30%nya adalah pemilih pemula. Pada Pemilu 2004, jumlah pemilih pemula sekitar 27 juta dari 147 juta pemilih. Pada Pemilu 2009 sekitar 36 juta pemilih dari 171 juta pemilih. Data BPS 2010 menunjukkan bahwa penduduk usia 15-19 tahun berjumlah 20.871.086 orang, usia 20-24 tahun berjumlah 19.878.417 orang. Dengan demikian, jumlah pemilih pemula sebanyak 40.749.503 orang.2 Dengan potensi yang sedemikian besar, tidak dapat dipungkiri para pemilih pemula menjadi target para kandidat atau partai dalam pemilihan umum. Menurut Setiajid (2011), terdapat empat alasan mengapa pemilih pemula memiliki kedudukan strategis dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum, yaitu: (1) alasan kuantitatif, dimana pemilih pemula secara kuantitatif mempunyai jumlah relatif banyak; (2) pemilih pemula merupakan satu bagian pemilih yang memiliki pola perilaku sendiri dan sulit diatur atau diprediksi; (3) kekhawatiran adanya kecenderungan untuk tidak memilih karena bingung banyaknya partai politik yang muncul yang pada akhirnya membuat pemilih pemula tidak memilih sama sekali; dan (4) setiap organisasi sosial politik menyatakan sebagai organisasi yang paling cocok menjadi sarana penyaluran aspirasi para pemilih pemula. Adapun karakter pemilih pemula dibandingkan dengan pemilih yang sudah pernah terlibat dalam pemilihan umum, menurut Setiajid (2011) adalah: (1) belum pernah memilih atau melakukan penentuan suara di dalam tempat pemungutan suara; (2) belum memiliki pengalaman memilih; (3) memiliki antusias yang tinggi; (4) kurang rasional; (5) memiliki semangat dan penuh gejolak; (6) menjadi sasaran peserta pemilihan umum karena jumlahnya yang banyak; dan (7) memiliki rasa ingin tahu, mencoba, dan berpartisipasi dalam pemilihan umum. Penelitian yang dilakukan oleh Setiajid (2011) mengenai orientasi politik yang mempengaruhi pemilih pemula dalam menggunakan hak pilihnya pada pemilihan Walikota 1 2
18
Ketua Prodi Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Islam”45” Bekasi. e-mail: a_
[email protected] http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/02/pemilih-pemula-pemilu-2014-potensi-besar-sosialisasi-program-yang-belummerata/id/ diakses tanggal 18 Maret 2014.
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 Semarang tahun 2010, menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pemilih pemula dalam menggunakan hak pilihnya dipengaruhi oleh faktor orang tua, pilihan sendiri, media massa, partai politik dan iklan politik, dan faktor teman sepergaulan. Adapun faktor yang paling dominan mempengaruhi pilihan politik didasarkan pada pilihan sendiri. Oleh karena itu, secara psikologis pemilih pemula memiliki karakteristik yang berbeda dengan orang tua atau kelompok umur lainnya pada umumnya. Pemilih pemula cenderung kritis, mandiri, independen, anti status quo atau tidak puas dengan kemapanan, pro perubahan dan sebagainya.3 Penerimaan dan penolakan pemilih dalam konteks kultur Indonesia, lebih banyak disebabkan oleh hubungan yang bersifat emosional dibandingkan rasional. Penilaian terhadap kandidat tidak selamanya bersifat rasional. Masyarakat mungkin menilai kandidat bukan berdasarkan kapabilitas kandidat, tetapi lebih didasarkan pada latar belakang sosial ekonomi dan ketokohannya. Mereka tidak mendasarkan pilihan pada kemampuan intelektual, wawasan, penguasaan, pengalaman pribadi bahkan visi, misi, dan program calon. Pilihan didasarkan pada keturunan, latar belakang organisasi, garis ideologis, bahkan tampilan fisik (Asfar, 2005). Berdasarkan karakteristik yang dimiliki oleh pemilih pemula tersebut, maka fokus penelitian ini adalah melihat pilihan politik yang dilakukan oleh mahasiswa, terutama mereka yang baru pertama kali masuk ke jenjang perguruan tinggi. Secara akademik mereka dapat dikatakan sudah “melek politik”, karena mereka saat menjatuhkan pilihan politik pada pelaksanaan pemilihan umum sudah menempuh dua semester perkuliahan. Asumsi yang diajukan adalah para mahasiswa tersebut telah memiliki bekal ilmu politik mengenai pemilihan umum itu sendiri, sehingga dalam memilih lebih didasarkan pada rasionalitas. Bagi sebagian pemilih pemula yang sudah faham dunia politik, memiliki segmentasi tersendiri, sehingga tidak jarang mereka menentukan pilihan yang sesuai dengan jiwa muda mereka. Selain faktor tersebut, mereka biasanya menentukan pilihan politik sebagaimana yang dipilih oleh peer group-nya atau kelompok teman sebaya mereka. Selain faktor trend politik dan pilihan peer group, pemilih pemula biasanya menggunakan hak pilih sebagaimana pilihan orang tua mereka. Adapun rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana pilihan politik mahasiswa pada Pemilu Legislatif 2014?; dan (2) Faktor-faktor apa yang mempengaruhi pilihan politik mahasiswa pada Pemilu Legislatif 2014? Sedangkan tujuan penelitian adalah: (1) Untuk mengidentifikasi pilihan politik mahasiswa pada Pemilu Legislatif 2014; dan (2) Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan politik mahasiswa pada Pemilu Legislatif 2014. Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi pengembangan ilmu politik dan pemerintahan terutama dalam kaitannya dengan perilaku memilih pemilih pemula pada pelaksanaan pemilihan umum. TINJAUAN PUSTAKA 1. Perilaku Pemilih Penjelasan teoritis tentang perilaku pemilih didasarkan pada dua pendekatan, yaitu pendekatan sosiologis dan pendekatan psikologis (Gaffar, 1992). Selain itu terdapat pendekatan lain yaitu pendekatan pilihan rasional (Newton and van Deth, 2005). Pendekatan sosiologis dikenal sebagai Aliran Columbia (the Columbia School of Electoral Behavior), sedangkan pendekatan psikologis dikenal dengan Aliran Michigan (the Michigan Survey Research Center). Pendekatan sosiologis lebih menekankan pada peranan faktor sosiologis dalam membentuk perilaku politik seseorang, sedangkan pendekatan psikologis lebih menekankan pada faktor psikologis seseorang dalam menentukan perilaku politiknya. Adapun pendekatan pilihan rasional melihat bahwa perilaku politik seseorang berdasarkan pertimbangan untung rugi yang didapat orang tersebut. Studi mengenai perilaku memilih juga dikembangkan oleh Dennis Kavanagh sebagaimana dikutip Riswandha Imawan (1995) sebagai berikut: http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/02/pemilih-pemula-pemilu-2014-potensi-besarsosialisasi-program-yang-belum-merata/id/ diakses tanggal 18 Maret 2014. 3
FISIP UNWIR Indramayu
19
JURNAL ASPIRASI Vol. 6 No. 1Agustus 2015 1.
Structural Approach. Dalam pendekatan ini struktur sosial dipandang sebagai basis dari pengelompokan politik. Bahwa tingkah laku politik seseorang, termasuk dalam menentukan pilihan politiknya, ditentukan oleh pengelompokan sosialnya yang pada umumnya didasarkan atas kelas sosial, agama, desa-kota, bahasa dan nasionalisme. 2. Sociological Approach. Pendekatan ini berpendapat bahwa tingkah laku politik seseorang dipengaruhi oleh identifikasi serta norma-norma yang dianut oleh satu kelompok. Dalam pendekatan ini, mobilitas seseorang untuk keluar dari satu kelompok dan bergabung dengan kelompok lain masih dimungkinkan. 3. Ecological Approach. Pendekatan ini memandang faktor-faktor yang bersifat ekologis, seperti daerah, sangat menentukan tingkah laku politik seseorang. Misalnya, dalam pendekatan ini percaya bahwa mereka yang lahir dan dibesarkan di daerah pesisir pantai lebih bersikap demokratis dibandingkan dengan mereka yang berada di pegunungan. 4. Social Psychological Approach. Dalam pendekatan ini tingkah laku dan keputusan politik seseorang sangat dipengaruhi oleh interaksi antara faktor internal, seperti sistem kepercayaan, dan faktor eksternal, seperti pengalaman politik. Pendekatan ini memandang bahwa tingkah laku dan kepercayaan individu menentukan dan membentuk norma-norma kelompok. 5. Rational Choice Approach. Pendekatan ini memandang bahwa semakin modernnya serta makin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, maka masyarakat akan selalu memperhitungkan keuntungan dan kerugian yang akan diperoleh bila melakukan satu tindakan politik. Teori-teori mengenai voting behavior umumnya mengacu kepada status sosioekonomi, agama, umur, golongan, lingkungan kerja, tempat kerja, pergaulan, gender, dan sebagainya, sebagai determinan utama dalam menentukan suatu pilihan. Selain itu, voting behavior juga ditentukan oleh berbagai kelompok penekan (pressure group) serta para pembentuk opini (opinion leaders) (Indarti, 2003). Pendekatan psikologis muncul sebagai reaksi atas kelemahan pendekatan sosiologis. Pendekatan ini menggunakan konsep psikologi, terutama konsep sikap dan sosialisasi untuk menjelaskan perilaku pemilih. Menurut pendekatan ini, para pemilih menentukan pilihan karena pengaruh psikologis yang terdapat dalam dirinya sebagai hasil dari pengaruh sosialisasi. Bahwa sikap seseorang merupakan refleksi dari kepribadian seseorang serta menjadi variabel yang menentukan dalam mempengaruhi perilaku politiknya (Gaffar, 1992). Pendekatan rasional diawali oleh karya Anthony Downs yang menyatakan bahwa modernisasi akan meningkatkan daya nalar warga masyarakat. Peningkatan daya nalar masyarakat akan berpengaruh pada tindakan politiknya. Mereka akan selalu berpikir memberikan dukungan pada satu partai dalam kerangka berpikir keuntungan yang akan diperoleh. Dengan demikian, dukungan pada satu partai dengan harapan memperoleh keuntungan menjadi pertimbangan utama dalam menentukan sikap (Imawan, 1995). Menurut Nursal (2004), pendekatan pilihan rasional pada umumnya terkait dengan dua orientasi utama, yaitu orientasi isu dan orientasi kandidat.Orientasi kandidat mengacu pada sikap seseorang terhadap pribadi kandidat tanpa memperdulikan asal partai. Kualitas kandidat seringkali menentukan keputusan pilihan dibandingkan dengan isu. Hal ini dikarenakan orang lebih mudah memperoleh informasi mengenai fakta seseorang dibandingkan dengan fakta mengenai isu. 2. Pemilihan Umum Pemilihan umum di negara-negara demokrasi merupakan tolak ukur dari demokrasi itu sendiri. Hasil pemilihan umum yang diselenggarakan dalam suasana keterbukaan dengan kebebasan berpendapat dan kebebasan berserikat, dianggap mencerminkan dengan agak akurat partisipasi dan aspirasi masyarakat (Budiardjo, 2008). Pemilihan umum merupakan media dan mekanisme pelibatan rakyat dalam wilayah demokrasi untuk menentukan keputusan politik yang strategis, dimana suara setiap rakyat diwujudkan dalam bentuk hak pilih yang merupakan wujud kontrak sosial antara negara dan rakyat. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah menyebutkan bahwa pemilihan umum adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang 20
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum yang demokratis membutuhkan kondisi-kondisi tertentu, seperti hak seseorang untuk memilih, pemilihan yang bersifat rahasia, lembaga pelaksana pemilihan dan penghitungan suara yang netral, kebebasan dan kesetaraan dalam memilih, kebebasan untuk para kandidat dan partai untuk mengikuti pemilihan, dan tidak adanya batasan-batasan dalam memilih (Newton and van Deth, 2005). Selain itu, pemilihan yang bebas membutuhkan hak-hak dasar dalam demokrasi, meliputi: kebebasan berbicara, berkelompok, dan berserikat, akses terhadap berita yang akurat dan berimbang, serta partai-partai yang tidak terlalu timpang dalam sumberdaya (Newton and van Deth, 2005). METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode deskripsi kualitatif karena tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang menjadi obyek penelitian, dan berusaha menarik realitas tersebut sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi, situasi atau fenomena tertentu (Bungin, 2009).Oleh karena itu, penelitian ini tidak menguji hipotesis atau membuat suatu generalisasi, melainkan hanya mendeskripsikan informasi apa adanya sesuai dengan variabel yang diteliti (Bungin, 2009). Dalam penelitian ini populasi adalah pemilih mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam “45” Bekasi Angkatan 2013/2014 yang baru pertama kali menggunakan hak pilihnya pada pemilihan umum tahun 2014.Berdasarkan perhitungan diperoleh sampel pemilih pemula sebanyak 58 orang yang didistribusikan secara proporsional di empat program studi yang ada di lingkungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam “45” Bekasi. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Teknik analisis kualitatif ditujukan untuk memberikan penjelasan terhadap permasalahan yang diajukan dalam pertanyaan penelitian (research question). Sedangkan teknik analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kuesioner yang kemudian disajikan dalam tabel frekuensi dan tabulasi silang dengan melihat kecenderungan prosentase. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan kuesioner, dimana responden mengisi sejumlah pertanyaan penelitian. Untuk data sekunder, teknik pengumpulan data menggunakan sumber yang berasal dari buku, jurnal, laporan penelitian, dokumen, dan sumber tertulis lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam negara demokratis partisipasi merupakan penerapan dari penyelenggaraan kekuasaan politik yang sah oleh rakyat. Partisipasi politik dilakukan salah satunya adalah ikut memilih pimpinan negara dan mempengaruhi kebijakan publik dalam bentuk memberikan suara dalam pemilu. Untuk mengetahui pengenalan responden terhadap pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2014 sebagaimana data pada Tabel 1 berikut: Tabel 1. Pengenalan Responden terhadap Adanya Pemilu Legislatif 2014 Pernyataan No Program Studi Ya % Tidak % (1) (2) (4) (5) (6) (7) 1 Ilmu Pemerintahan 25 0 2 Ilmu Administrasi Negara 8 0 3 Psikologi 19 1 4 Manajemen Administrasi 5 0 Total 57 98 1 2
Pengenalan mahasiswa terhadap pelaksanaan Pemilu Legislatif tahun 2014 menunjukkan sebanyak 57 mahasiswa dari 58 mahasiswa atau sebesar 98% mengetahui adanya Pemilu Legislatif 2014. Hanya 1 orang mahasiswa atau 2% saja yang tidak mengetahui adanya Pemilu Legislatif 2014. Demikian pula untuk mengetahui apakah responden ikut FISIP UNWIR Indramayu
21
JURNAL ASPIRASI Vol. 6 No. 1Agustus 2015 memilih anggota legislatif pada Pemilu Legislatif tahun 2014 sebagaimana data Tabel 2 berikut: No (1) 1 2 3 4
Tabel 2. Keikutsertaan Responden pada Pemilu Legislatif 2014 Pernyataan Program Studi Ya % Tidak % (2) (4) (5) (6) (7) Ilmu Pemerintahan 20 5 Ilmu Administrasi Negara 8 0 Psikologi 18 2 Manajemen Administrasi 5 0 Total 51 87 7 13
Meskipun jumlah mahasiswa yang mengetahui pelaksanaan Pemilu Legislatif 2014 sangat banyak mencapai 98%, namun dalam keikutsertaan dalam proses pemungutan suara sebanyak 51 orang atau sebesar 87% yang mencoblos. Sedangkan sebanyak 7 orang atau sebesar 13% yang tidak mengikuti proses pemilihan umum. Dalam hal mengidentifikasi faktor-faktor yang menentukan perilaku pemilih pemula pada saat Pemilu Legislatif tahun 2014 dilaksanakan adalah bagaimana sikap pemilih pemula menjelang pelaksanaan pemilu legislatif tersebut. Adapun perolehan data dari lapangan sebagaimana Tabel 3 berikut: Tabel 3. Sikap Responden Menjelang Pemilu Legislatif 2014 Pernyataan Tidak Program Studi Antusias % Biasa % Tertarik (2) (4) (5) (6) (7) (8) Ilmu Pemerintahan 15 10 0 Ilmu Administrasi Negara 7 1 0 Psikologi 6 13 1 Manajemen Administrasi 0 5 0 Total 28 48 29 50 1
No (1) 1 2 3 4
% (9)
2
Berdasarkan data Tabel 3 menunjukkan bahwa sikap pemilih menjelang pelaksanaan pemilu legislatif ternyata bersikap biasa saja, yaitu sebanyak 29 orang atau sebesar 50%. Sebanyak 28 responden atau sebesar 48% bersikap sangat antusias, dan sebanyak 1 orang atau sebesar 2% yang bersikap tidak tertarik. Demikian pula dalam melihat alasan pemilih pemula bersikap menjelang pelaksanan Pemilu Legislatif tahun 2014 berdasarkan hasil kuesioner yang diperoleh untuk mengkonfirmasi sikap pemilih pemula menjelang pelaksanaan pemilu legislatif tersebut menurut pendapat mereka adalah sebagaimana data Tabel 4 berikut:
No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9
22
Tabel 4. Alasan Responden Bersikap Menjelang Pemilu Legislatif 2014 Program Studi Pernyataan Jumlah IP IAN PSI MA (2) (4) (5) (6) (7) (8) Baru mencoblos pertama 7 1 3 0 11 kali Rasa tanggung jawab sebagai 12 7 10 5 34 warga negara Ajakan orang tua 1 1 Ajakan rekan sebaya/kampus Ajakan tim sukses kandidat 1 1 2 Tidak terdaftar sebagai 2 2 pemilih Bingung akan banyaknya 2 3 5 kandidat Pemberian materi dari kandidat Lain-lain 1 2 3 Total 25 8 20 5 58
% (9) 18 58 1 4 4 9
6 100
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 Sebagian besar responden, yaitu sebanyak 34 orang atau sebesar 58% menyatakan bahwa alasan mereka memilih disebabkan oleh rasa tanggung jawab sebagai seorang warga negara. Sebanyak 11 orang atau sebesar 18% yang menyatakan karena baru pertama kali mengikuti pemilihan umum. Sedangkan sisanya lebih dikarenakan karena bingung akan banyaknya kandidat, tidak terdaftar sebagai pemilih, ajakan tim sukses kandidat, ajakan orang tua, dan lain-lain. Sedangkan alasan utama responden memilih kandidat anggota legislatif sebagaimana data Tabel 5 berikut:
No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Tabel 5. Alasan Responden Memilih Kandidat Anggota Legislatif Program Studi Pernyataan Jumlah IP IAN PSI MA (2) (4) (5) (6) (7) (8) Incumbent Visi, misi dan program yang 14 2 7 4 27 ditawarkan Asal bukan incumbent Latar belakang pendidikan 2 5 1 8 kandidat Latar belakang orangtua 1 1 kandidat Latar belakang pengalaman 3 1 1 5 politik kandidat Latar belakang pekerjaan 2 2 kandidat Popularitas kandidat 1 1 Pemberian materi kandidat 1 1 Latar belakang partai 1 1 pengusung kandidat Kemampuan kandidat 3 4 7 mengatasi persoalan Tidak tahu 1 4 5 Total 25 8 20 5 58
% (9) 46 13 2 9 3 2 2 2 12 9 100
Alasan utama responden memilih kandidat anggota legislatif adalah karena visi, misi, dan program yang ditawarkan oleh kandidat, dimana dari 58 orang responden sebanyak 27 orang atau sebesar 46% menyatakan memilih karena faktor tersebut. Sebanyak 8 orang atau sebesar 13% memilih karena faktor latar belakang pendidikan kandidat. Sedangkan yang lain memilih kandidat didasarkan pada kemampuan kandidat mengatasi persoalan, latar belakang pengalaman politik kandidat, popularitas kandidat, pemberian materi kandidat, latar belakang partai pengusung kandidat, bahkan ada yang tidak tahu sama sekali. Pada Tabel 6 berikut menampilkan tentang sumber informasi utama yang diperoleh responden mengenai kandidat anggota legislatif sebagai berikut: No (1) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Tabel 6: Sumber Informasi Responden Mengenai Kandidat Anggota Legislatif Program Studi Pernyataan Jumlah IP IAN PSI MA (2) (4) (5) (6) (7) (8) Iklan TV/Radio, spanduk, 20 5 15 3 43 pamflet, dsb Suami/istri Orang tua 1 1 2 Keluarga/kerabat Teman sepergaulan 1 1 Tokoh masyarakat 1 1 Organisasi sosial tempat saya 1 1 bergabung Lingkungan tempat saya kuliah 1 1 Pilihan warga tempat saya 1 1 tinggal Program yang ditawarkan Dicalonkan oleh partai pilihan saya 1 1
FISIP UNWIR Indramayu
% (9) 74 4 1 1 1 1 1 1
23
JURNAL ASPIRASI Vol. 6 No. 1Agustus 2015 12 13
Suka pada figur kandidat Tidak tahu Total
25
3 8
2 20
2 5
5 2 58
9 4 100
Adapun yang menjadi sumber informasi responden ketika memilih kandidat anggota legislatif, berdasarkan hasil data lapangan menunjukkan bahwa sebanyak 43 responden atau sebesar 74% berasal dari iklan TV/radio, spanduk, pamflet, dan sebagainya. Sebanyak 5 orang atau sebesar 9% yang menyatakan karena suka pada figur kandidat. Adapun yang lain menyatakan bahwa informasi mengenai kandidat diperoleh dari orang tua, teman sepergaulan, tokoh masyarakat, organisasi sosial, lingkungan kuliah, dan pilihan warga. Sedangkan yang menjadi sumber pertimbangan responden ketika memilih kandidat anggota legislatif sebagaimana data pada Tabel 7 berikut: Tabel 7. Sumber Pertimbangan Responden Ketika Memilih Kandidat Anggota Legislatif Program Studi No Pernyataan Jumlah % IP IAN PSI MA (1) (2) (4) (5) (6) (7) (8) (9) 1 Orang tua 3 1 4 0 8 14 2 Suami/istri 3 Teman sebaya 1 1 1 4 Pertimbangan sendiri 16 5 11 5 37 64 5 Tidak ada pertimbangan 5 0 2 0 7 12 6 Lain-lain 1 2 2 0 5 9 Total 25 8 20 5 58 100
Sumber pertimbangan responden ketika memilih kandidat legislatif menurut 37 responden atau sebesar 64% berasal dari diri mereka sendiri. Sebanyak 8 orang atau sebesar 14% menyatakan orang tua sebagai sumber pertimbangan dalam memilih. Sedangkan yang lain menyatakan pengaruh teman sebaya, tidak adanya pertimbangan, dan lain-lain sebagai sumber pertimbangan dalam memilih kandidat. SIMPULAN DAN SARAN Terdapat beberapa faktor yang melatari perilaku memilih pada pemilih pemula saat Pemilu Legislatif tahun 2014. Meskipun dapat dikatakan sebanyak 29 orang bersikap biasabiasa saja dalam menyambut pemilu legislatif tersebut. Akan tetapi hal tersebut tidak menyurutkan antusiasme mereka dalam menggunakan hak pilih. Terbukti sekitar 51 dari 58 jumlah responden yang diambil menyatakan menggunakan hak pilih mereka. Faktor keinginan yang besar untuk merasakan pengalaman dengan menggunakan hak pilih tercermin dari hasil temuan lapangan yang menunjukkan mayoritas responden menyatakan tetap memilih sebagai bentuk tanggung jawab sebagai warga negara. Keunikan yang khas pada pemilih pemula adalah sebagian besar dari mereka menggunakan pengaruh promosi kampanye visual dalam menentukan pilihan mereka. Iklan tv/radio, poster, spanduk dan baliho kandidat anggota legislatif menjadi alat yang sangat efektif bagi pemilih pemula dalam menentukan pilihan mereka. Dari beberapa faktor yang melatarbelakangi perilaku memilih para pemilih pemula, dapat diketahui bahwa para pemilih pemula memiliki pertimbangan sendiri dalam memutuskan memilih kandidat anggota legislatif. Selain itu, dalam hal rasionalisasi pilihan menunjukkan bahwa pilihan politik pemilih pemula didasarkan pada visi, misi, dan program yang ditawarkan oleh kandidat anggota legislatif. DAFTAR PUSTAKA Asfar, Muhammad, “Pilkada dan Penciptaan Pemerintahan yang Representatif”, dalam Ahmad Nadir. 2005. Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi di Indonesia, Malang: Averroes Press. Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia.
24
Program Studi Ilmu Pemerintahan
ISSN 2087-2208 Bungin, H.M. Burhan. 2009. Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta: Prenada Media. Gaffar, Afan. 1992. The Javanese Voters: A Case Study of Election under a Hegemonic Party System, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. http://www.antara.net.id/index.php/2014/01/02/pemilih-pemula-pemilu-2014-potensibesar-sosialisasi-program-yang-belum-merata/id/ diakses tanggal 18 Maret 2014. Imawan, Riswandha, “Dinamika Pemilih dalam Pemilu 1992” dalam M. Sudibjo (Penyunting). 1995. Pemilihan Umum 1992: Suatu Evaluasi, Jakarta: Center for Strategic and International Studies. Indarti, Erlyn, “Dinamika Politik Lokal dalam Pemilihan Gubernur di Jawa Tengah”, dalam Satoto, Darmanto Jatman, dkk. 2003. Pilkada di Era Otonomi: Berlayar Sambil Menambal Lubang di Kapal, Semarang: Komite Peduli Pemilihan Gubernur Jateng 2003-2008, Dewan Riset Daerah Jawa Tengah, dan CV Aneka Ilmu. Newton, Kenneth and Jan W. van Deth. 2005. Foundations of Comparative Politics, New York: Cambridge University Press. Nursal, Adman. 2004. Political Marketing: Strategi Memenangkan Pemilu, Jakarta: Gramedia. Setiajid, “Orientasi Politik yang Mempengaruhi Pemilih Pemula dalam Menggunakan Hak Pilihnya pada Pemilihan Walikota Semarang Tahun 2010 (Studi Kasus Pemilih Pemula di Kota Semarang)”, Integralistik, No. 1/Th. XXII/2011, Januari-Juni 2011, hal. 18-33.
Undang-undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
FISIP UNWIR Indramayu
25