TRAINING HAK ASASI MANUSIA BAGI PENGAJAR HUKUM DAN HAM Makassar, 3 - 6 Agustus 2010
MAKALAH
Hak-Hak Sipil dan Politik Oleh: Yosep Adi Prasetyo
2010
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia STANLEY ADI PRASETYO Wakil Ketua
HAK‐HAK SIPIL DAN POLITIK Negara tak boleh melakukan intervensi dalam rangka menghormati hak‐hak setiap orang, terutama hak‐hak yang tak dapat ditangguhkan. Karena campur tangan negara justru mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak‐hak individu/kelompok
Pengantar Banyak orang salah mengerti tentang hak asasi manusia (HAM). Pertama, HAM dianggap sebagai senjata dari negara‐negara Barat yang dipaksakan secara sepihak kepada negara‐negara berkembang. Ke dua, pelaksanaan HAM dianggap bukan hanya tanggungjawab negara tapi juga tanggungjawab individu. Karena ituilah kemudian muncul istilah “kewajiban asasi manusia”. Kedua hal ini, terutama yang ke dua, belakangan ini kerap diucapkan oleh kalangan aparat dan pejabat di tanah air kita ini. Termasuk oleh sejumlah akademisi dari sejumlah universitas. Pemangku kewajiban HAM sepenuhnya adalah negara, dalam hal ini adalah pemerintah. Kalau saja mau membuka‐buka dokumen tentang komentar umum mengenai pasal‐pasal dalam Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia (DUHAM), maka kita akan menyadari akan kesalahan ini. Semua penjelasan dalam komentar umum menyatakan bahwa perwujudan HAM sepenuhnya adalah kewajiban negara. Negara harus menjalankan kewajiban pemenuhan HAM dalam bentuk antara lain penghormatan (to respect), melindungi (to protect), dan memenuhi (to fullfil). Negara tidak bisa tidak memang harus memenuhi hak‐hak warganegara. Seperti hak atas rasa aman, hak hidup, hak atas perumahan, hak atas pangan, hak atas pendidikan, hak atas pekerjaan, dan berbagai hak lain. Atas inisiatif itulah kemudian negara, dalam hal ini pemerintah, membentuk berbagai departemen, kementerian, dan BUMN. Juga beberapa badan lain yang mendapat mandat khusus seperti Badan Urusan Logistik yang bertanggungjawab atas persediaan dan bahan‐bahan kebutuhan pokok (sembako). Di Indonesia, negara/pemerintah merupakan pihak satu‐satunya yang berhak untuk menguasai dan mengelola semua kekayaan alam dan bumi di negeri ini sebagaimana diamanatkan dalam konstitusi.
Hak‐Hak Sipil‐ Politik Semua aturan dan ketentuan mengenai HAM tak pelak lagi selalu mengacu pada DUHAM. Salah seorang penggagas DUHAM asal Lebanon, Rene Cassin, menyatakan bahwa isi DUHAM sebetulnya bisa dibagi menjadi lima hal, yaitu hak sipil (Pasal 1‐11), hak sosial (Pasal 12‐17), hak politik (Pasal 18‐21), hak ekonomi dan budaya (Pasal 22‐27), serta tanggungjawab negara (Pasal 28‐30). Rene Cassin juga menyatakan bahwa ada beberapa kata kunci yang memayungi pasal‐pasal dalam DUHAM, yaitu “biarkan saya menjadi diri saya sendiri” untuk pasal hak sipil, “jangan campuri urusan kami” untuk pasal hak sosial, “biarkan kami turut berpartisipasi” untuk pasal hak politik, “beri kami mata pencaharian” untuk pasal hak ekonomi dan budaya.
Adapun bangunan umum rujukan HAM bisa digambarkan sebagaimana bagan berikut,
Kewajiban Negara Pasal 28‐30
Kovenan Hak Sipol 1976 Hak Sipil (Pasal 1-11)
Hak Sosial (Pasal 12-17)
Konvensi Int.l
Konvensi Int.l
Konvensi Int.l
Konvensi Int.l
Ratifikasi UU Nasional
Kovenan Hak Ekosob 1976 Hak Politik (Pasal 18-21)
Hak Ekonomi & Bud (Pasal 22-27)
Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia Sedunia
Bagan 1. Bangunan Instrumen HAM
Indonesia pada 30 September 2005 meratifikasi dua perjanjian internasional tentang hak‐hak manusia, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak‐hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights – ICESCR) dan Kovenan Interna‐sional tentang Hak‐hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights – ICCPR). Pada 28 Oktober 2005, pemerintah Indonesia mngesahkan ICESCR menjadi UU No. 11/2005 dan ICCPR menjadi UU No. 12/2005. Dengan demikian, selain menjadi bagian dari sistem hukum nasional maka kedua kovenan ini sekaligus melengkapi empat perjanjian pokok yang telah diratifikasi sebelumnya, yaitu CEDAW (penghapusan diskriminasi perempuan), CRC (anak), CAT (penyiksaan), dan CERD (penghapusan diskriminasi rasial). Ratifikasi ini menimbulkan konsekuensi terhadap pelaksanaan hak‐hak manusia, karena negara Indonesia telah mengikatkan diri secara hukum. Antara lain pemerintah telah melakukan kewqajiban untuk mengadopsi perjanjian yang telah diratifikasi ini ke dalam perundang‐undangan, baik yang dirancang maupun yang telah diberlakukan sebagai UU. Yang lain adalah pemerintah memiliki kewajiban mengikat untuk mengambil berbagai langkah dan kebijakan dalam melaksanakan kewajiban untuk menghormati (to respect), melindungi (to protect) dan memenuhi (to fullfil) hak‐hak manusia. Kewajiban ini juga diikuti dengan kewajiban pemerintah yangh lain, yaitu untuk membuat laporan yang bertalian dengan penyesuaian hukum, langkah, kebijakan dan tindakan yang dilakukan Dalam hak‐hak sipil dan politik, ada ba‐tas antara hak‐hak yang tak dapat ditangguhkan (non‐derogable rights) dengan hak‐hak yang dapat ditangguhkan. Yang termasuk dalam kategori hak‐hak yang tidak dapat ditangguhkan adalah hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk tidak diperbudak, hak atas kebebasan berpikir dan beragama serta berkeyakinan, hak untuk diperlakukan sama di muka hukum, hak untuk tidak dipenjara karena kegagalan memenuhi kewajiban kontraktual, serta hak untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut (retroactive). Berikut adalah rincian hak‐hak sipol sebagaimana tercantum dalam UU No 12 Tahun 2005 yang merupakan ratifikjasi terhadap kovenan internasional tentang hak sipil‐politik.
Tabel 1: Hak‐hak yang Dijamin dan Dilindungi UU No. 12/2005
No
Pasal
Hak‐Hak Sipil dan Politik
1
Pasal 6
2
Pasal 7
3
Pasal 8
4
Pasal 9
5
Pasal 10
Hak sebagai tersangka dan terdakwa (diperlakukan manusiawi, anak dipisahkan dari orang dewasa, sistem penjara bertujuan reformasi dan rehabilitasi)
6
Pasal 11
7
Pasal 12
8
Pasal 13
9
Pasal 14
Hak untuk tidak dipenjara atas kegagalan memenuhi kewajiban kon‐traktual (utang atau perjanjian lainnya) Hak atas kebebasan bergerak dan berdomisili (termasuk meninggalkan dan kembali ke negerinya sendiri) Hak sebagai orang asing (dapat diusir hanya sesuai hukum atau alasan yang meyakinkan mengenai kepentingan keamanan nasional) Hak atas kedudukan yang sama di muka hukum (dibuktikan kesalah‐annya oleh pengadilan yang berwenang dan tidak memihak, jaminan minimal, dapat ditinjau kembali, tidak diadili dua kali dalam perkara yang sama) Hak untuk tidak dipidana berdasarkan hukum yang berlaku surut (jika keluar ketentuan hukum sebelum tindak pidana, si pelaku harus menda‐patkan keringanannya)
10 Pasal 15
Hak untuk hidup (tidak dibunuh/dihukum mati setidaknya bagi anak di bawah 18 tahun) Hak untuk tidak disiksa, diperlakukan atau dihukum secara keji, tak manusiawi atau merendahkan martabat manusia (termasuk tidak diculik/dihilangkan secara paksa, diperkosa) Hak untuk tidak diperbudak (larangan segela bentuk perbudakan, perdagangan orang, dan kerja paksa,) Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi (tidak ditangkap atau di‐tahan dengan sewenang‐wenang, didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana)
11 Pasal 16
Hak sebagai subyek hukum (hak perdata setiap orang seperti kewarga‐negaraan)
12 Pasal 17
Hak pribadi (tidak dicampuri atau diganggu urusan pribadi seperti kera‐hasiaan, keluarga atau rumah tangga, kehormatan, surat‐menyurat atau komunikasi pribadi) Hak atas kebebasan berpikir, beragama dan berkeyakinan (menganut ideologi atau orientasi politik, memeluk agama dan kepercayaan) Hak atas kebebasan berpendapat (termasuk mencari, menerima dan menyebarkan informasi, dalam bentuk karya seni/ekspresi atau melalui sarana lainnya)
13 Pasal 18 14 Pasal 19 15 Pasal 20 16 Pasal 21 17 Pasal 22 18 Pasal 23 19 Pasal 24
Hak untuk bebas dari propaganda perang dan hasutan rasial (kebencian atas dasar kebangsaan, ras, agama atau golongan) Hak atas kebebasan berkumpul (mengadakan pertemuan, arak‐arakan atau keramaian) Hak atas kebebasan berserikat (bergabung dalam perkumpulan, partai politik atau serikat buruh) Hak untuk menikah dan membentuk keluarga (tidak dipaksa, termasuk tanggung jawab atas anak) Hak anak untuk mendapatkan perlindungan dan jaminan (setiap kela‐hiran anak didaftarkan dan memperoleh kewarganegaraan tanpa dis‐kriminasi)
20 Pasal 25
Hak untuk berpartisipasi dalam politik (termasuk memilih, dipilih dan tidak memilih)
21 Pasal 26
Hak untuk bebas dari diskriminasi dalam hukum (semua orang dilin‐dungi hukum tanpa diskriminasi) Hak kelompok minoritas (perlu mendapatkan perlindungan khusus)
22 Pasal 27
Mengenai implementasi antara kedua kategori hak, baik yang non‐derogable maupun yang derogable. juga mnemiliki batas‐batasnya, yaitu pada batas mana negara tak melakukan intervensi dan pada batas mana pula intervensi harus dilakukan. Negara tak boleh melakukan intervensi dalam rangka menghormati hak‐hak setiap orang, terutama hak‐ hak yang tak dapat ditangguhkan. Karena campur tangan negara justru mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas hak‐hak individu/kelompok. Sebaliknya, intervensi dapat dilakukan atas dua hal; pertama, dalam situasi atau alasan khusus untuk membatasi atau mengekang hak‐hak atau kebebasan berdasarkan UU; kedua, dalam rangka untuk menegakkan hukum atau keadilan bagi korban tindak pidana. Karena itu, dalam menghormati dan melindungi hak‐hak sipil dan politik, ada dua jenis pelanggaran yang bertalian dengan kewajiban negara. Pertama, seharusnya menghormati hak‐hak manusia, tapi negara justru melakukan tindakan yang dilarang atau bertentangan ICCPR melalui campur‐tangannya dan disebut pelanggaran melalui tindakan (violation by action). Kedua, seharusnya aktif secara terbatas untuk melindungi hak‐hak – melalui tindakannya – negara justru tak melakukan apa‐apa baik karena lalai dan lupa maupun absen, disebut pelanggaran melalui pembiaran (violation by omission). Jenis pelanggaran lainnya adalah tetap memberlakukan ketentuan hukum yang bertentangan dengan ICCPR yang disebut pelanggaran melalui hukum (violation by judicial).
Bagan 2. Spektrum Hak Individu/Kel dan Kewajiban Negara
Dalam pelaksanaan HAM ada berbagai instrumen baik internasional maupun nasional yang menjadi acuan utama sebagaimana tergambar dalam Bagan 2 dan Bagan 3.
Bagan 3. Instrumen HAM Internasional
Bagan 4. Instrumen HAM Nasional
Kewajiban Negara Yang Mengikat Setelah ratifikasi ICCPR, pemerintah Indonesia memiliki kewajiban yang mengikat secara hukum untuk melakukan beberapa hal. Antara lain negara, dalam hal ini pemerintah, harus segera melakukan reformasi hukum dengan menerjemahkan prinsip dan ketentuan yang terkandung dalam ICCPR ke dalam hukum nasional. Pemerintah juga harus segera melakukan harmonisasi hukum nasional dengan menggunakan kerangka ICCPR. Semua peraturan perundang‐undangan yang tak sesuai dengan ICCPR harus dicabut dan direvisi. Begitu juga dengan RUU yang telah dibahas dan disiapkan hingga proses ratifikasi. Selain itu pemerintah harus melakukan sosialisasi ICCPR yang telah diratifikasi, sehingga banyak orang akan mengetahui apa saja hak‐hak sipil dan politik yang seharusnya dinikmati. UU No 12/2005 berlakukan secara seragam di seluruh negeri dan diharapkan tak ada yang bertentangan dengannya, termasuk yang bertalian dengan kekuatiran mengenai kelemahan otonomi daerah atau otonomi khusus. Beberapa provinsi dan ka‐ bupaten pun telah menerapkan pelaksana‐an syariat Islam dalam Peraturan Daerah (Perda), bahkan ada yang mengusulkannya dalam revisi KUHP. Namun demikian, hingga saat ini masih sering dijumpai aparat penegak hukum harus bekerja dengan infrastruktur pendukung hukum yang minim. INi adalah sebuah tantangan. Penjara dalam kondisi yang sangat memprihatinkan, peraturan perundang‐ un‐dangan tidak tersedia bagi para hakim dan banyak lagi persoalan lainnya. Kebiasaan pemerintah tanpa menyediakan infrastruktur pendukung atas langkah‐langkah implementasi hasil ratifikasi berbagai perjanjian hak‐hak manusia dapat dipandang sebagai sikap tak mau (unwilling) atau abai untuk berbuat sesuatu, termasuk bagaimana seharusnya semua aparatur berperilaku yang dipertalikan dengan ICCPR tanpa kecuali pada lembaga‐lembaga peradilan dan pengadilan, sehingga terasa kurang berefek pada pelaksanaannya. Dengan telah diratifikasinya ICCPR, pemerintah Indonesia mempunyai kewajiban untuk membuat laporan mengenai pelaksanaan hak‐hak sipil dan politik yang harus disampaikan pada Komite di PBB.
Tabel 2. Kewajiban Yang Harus Dipenuhi Negara
Hak‐hak sipil dan politik
PENGHORMATAN (menjamin tidak ada gangguan dalam pelaksanaan hak)
PERLINDUNGAN PEMENUHAN (penyediaan (mencegah sumberdaya dan hasil‐ pelanggaran oleh hasil kebijakan) pihak ke tiga)
Pemerintah berkewajiban membuat UU untuk melindungi dan menjamin hak setiap warganegara, meratifikasi kovenan internasional, melakukan harmonisasi hukum (UU, PP, Keppres, Permen, Perpres hingga Perda) agar tidak terjadi penggunaan hukum untuk penyiksaan, pembunuhan tanpa pengadilan, penghilangan paksa, penahanan sewenang‐wenang, pengadilan yang tidak adil, intimidasi pada saat pemilihan umum, pencabutan hak pilih, dll
Pemerintah harus mengupayakan tindakan untuk mencegah pelaku non‐negara melakukan pelanggaran seperti penyiksaan, kekerasan dan intimidasi kepada setiap warganegara
Pemerintah harus melakukan investasi , mengalokasikan anggaran, dan memberikan subsidi dalam bidang kehakiman, penjara, kepolisian, tenaga medis, serta alokasi sumberdaya dan anggaran pendidikan buat petugas agar memiliki pengetahuan dan kemampuan dalam mrlaksanakan pemenuhan hak sipil‐politik setiap warganegara
Mekanisme Pelaporan Sebagai Sebuah Pertanggungjawaban Salah satu kewajiban pemerintah Indonesia yang telah meratifikasi ICCPR adalah keharusan untuk menyampaikan pelaporan pelaksanaan isi konvensi ini kepada Sekjen PBB untuk kemudian diteruskan kepada Komite HAM. Komite HAM ini dibentuk oleh para negara pihak untuk mengawasi pelaksanaan kovenan sebagaimana dalam Bagan 4 dengan periodisasi sebagaimana tergambar dalam Tabel 2. Sesuai Pasal 40 ICCPR, laporan pendahuluan (initial report) pelaksanaan kovenan sudah harus disampaikan kepada Sekjen PBB dalam kurun waktu 1 tahun setelah kovenan berlaku bagi negara pihak. Setelah itu kewajiban pelaporan negara pihak tergantungpada permintaan Komite.
Bagan 5. Mekanisme Pertanggungjawab Pelaksanaan dan Implementasi HAM
Tabel 2. Periodisasi Pelaporan
RIWAYAT HIDUP CURRICULUM VITAE
Nama Lengkap Nama Panggilan Tempat/tanggal lahir Kebangsaan Email
: Yosep Adi Prasetyo : Stanley : Malang, 20 Juni 1959 : Indonesia :
[email protected]
Pekerjaan Saat Ini: Wakil Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Pendidikan Formal: • Th. 1980 - 1988 (Mei), lulus sebagai sarjana Fakultas Teknik Jurusan Elektro Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, dengan gelar Insinyur. • Th. 1983 - 1986, Jurusan Ekonomi Studi Pembangunan UT UPBJJ Universitas Brawijaya Malang (hingga semester V, tidak tamat). Pengalaman di bidang HAM: • Tahun 2010 • Koordinator Tim Kajian Pelarangan Buku • ¾ Th 2009 • Anggota delegasi Indonesia dalam 5’th Consultative Meeting and Conference of the ASEAN Four National Human Rights Institutions di Bangkok, 19-22 Januari 2008 . • Koordinator Tim Penyelidikan Pemenuhan Hak Sipil dan Politik Dalam Pemilihan Umum Legislatif 2009. • Koordinator Tim Penyelidikan Pemenuhan Hak Sipil dan Politik Dalam Pemilihan Presiden 2009. • Ketua Tim Pengkajian Pelanggaran HAM Masa DOM di Papua 1963-1998. • Anggota Panitia Pengarah Lokakarya Nasional Komnas HAM bekerja sama Dengan Departemen Luar Negeri dan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia yang diselanggarakan pada 8-9 Desember 2009. ¾ Th. 2008 • Ketua Tim Ad Hoc Penyelidikan Kasus Pembunuhan Misterius 1982-1985. • Ketua Tim Penyelidikan Nasional Buruh Migran dan Perdagangan Manusia. • Penyelidik Tim Ad Hoc Penyelidikan Keasus Pelanggaran HAM 1965. • Koordinator tim kajian Komnas HAM terhadap Perda Ketertiban Umum Pemda DKI Jakarta • Koordinator tim pemantauan insiden penyerbuan kampus UNAS oleh polisi • Koordinator tim pemantauan insiden penembakan di Wamena 9 Agustus 2008 • Anggota delegasi Indonesia dalam 4’th Consultative Meeting and Conference of the ASEAN Four National Human Rights Institutions di Manila, 29-31 Januari 2008 .
Curriculum vitae Yosep Adi Prasetyo
Page 1
•
¾
¾ ¾
¾
¾ ¾ ¾
Vocal point untuk program kegiatan pemberantasan terorisme yang menghormati prinsip hak asasi manusia yang dikerjakan oleh ASEAN NHRI dengan dana dari Eoropean Commission. • Anggota panitia pengarah lokakarya nasional ”Quo Vadis Pelaksanaan HAM: 10 Tahun Reformasi” • Ketua panitia pengarah perencanaan strategis Komisi Nasional hak Asasi Manusia 2008-2013. • Pembicara pada general lectuture di University of Melbourne, University of Sidney dan Australian National University (ANU) di Canberra pada 19 – 29 Oktober 2008. • Narasumber pelatihan HAM bagi penguatan kapasitas panitia Ranham Propinsi Kepulauan Riau di Pekanbaru, 2-4 Juli • Narasumber pelatihan HAM bagi penguatan kapasitas panitia Ranham Propinsi Kalimantan Selatan di Banjarmasin, 23-24 Juli • Narasumber untuk pendidikan hak asasi manuisia di lingkungan Polri dan TNI. • Narasumber untuk pelatihan bagi aktiovis LGBT di Surabaya, • Hingga 2008, anggota Tim Ad Hoc Penyelidikan Kasus Talangsaari 1999. • Hingga sekarang, penanggungjawab majalah terbitan Komnas HAM, SuaR. • Hingga sekarang, penanggungjawab buletin terbitan Komnas HAM, Berita HAM. • Hingga sekarang, penanggungjawab jurnal terbitan Komnas HAM, Jurnal HAM. • Th. 2006 (September) pembicara pada Overseas Ministry Conference (OMC) XIII di Chicago, Amerika Serikat. Th. 2007 Terpilih mejadi anggota Komnas HAM dan bertanggungjawab atas Subkomisi Pendidikan dan Penyuluhan. Sejak 2007 hingga sekarang mengajar di Sekolah Komando Kesatuan Angkatan Udara (SEKKAU) di Kompleks Halim Perdana Kusumah. Th. 2004 • Koordinator penelitian kekerasan yang dilakukan Kepolisian Indonesia (POLRI ) untuk Subkom Pemantauan Komnas HAM. Th. 2003 • Mei – Agustus, anggota Tim Ad Hoc Penyelidikan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998 yang dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). • Membantu penelitian Comissao de Acolhimento, Verdade E Reconciliacao de Timor Leste (CAVR) di Indonesia berkaiutan dengan sejarah konflik yang terjadi di Timor Leste sejak April 1974 hingga Oktober 1999. • Pelatih investigasi pelanggaran HAM untuk PBHI. • Fasilitator penyusunan perencanaan strategis Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) 2003-2008. Th. 2000 ¾ Pada 3-9 Juli menjadi pembicara pada Workshop on Violence in Indonesia to follow the Asian Studies Association of Australia (ASA) Conference di Universitas Melbourne, Melbourne, Australia, dengan makalah berjudul “Potensi Media Sebagai Peredam dan Pendorong Aksi Kekerasan”. ¾ Pada 2000 hingga 2005 menjadi anggota kelompok kerja (pokja) reformasi Polri yang dibentuk Kemitraan-Mabes Polri. Th. 1989, mengadvokasi para petani Kedung Ombo yang tanahnya digusur secara paksa untuk digunakan sebagai waduk. Th. 1987, mengadvokasi pedagang kaki lima yang digusur dari Terminal kota Salatiga. Th. 1986, mengadvokasi penarik becak di Salatiga.
Pengalaman Kerja: • Sejak 2007 (Agustus) – sekarang, mengajar matakuliah “Dasar-Dasar Jurnalistik” dan “Investigasi” di Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Tarumanagara • Sejak 2006 - sekarang, dikontrak sebagai juri umum Anugerah Adiwarta Sampoerna yang merupakan penghargaan bergengsi untuk kalangan jurnalis.
Curriculum vitae Yosep Adi Prasetyo
Page 2
• • • • • • • • • • • • • • • • • • •
• • • • • • • • •
Th. 2007, menjadi dosen tamu untuk matakuliah “Investigasi” di Jurusan Kriminologi FISIP Universitas Indonesia. Th 2008, juri untuk Mochtar Lubis Award kategori investigasi. Th. 2006, selama 2 minggu menjadi konsultan pada United Nations Office in Timor Leste (UNOTIL) dan memberikan pelatihan kepada para wartawan anggota Timor Leste Journalist Association (TLJA). Th. 2006 – sekarang, anggota dewan pengawas School for Broadcast Media. Th 2005 – Februari 2006, menyiapkan School for Broadcast Media yang merupakan proyek kerja sama antara European Commission, Bappenas, United Nation Development Program, BBC London dan ISAI. Th. 2004 – sekarang, ombudsman tabloid Suara Perempuan Papua. Th. 2004 – 2006, dosen tamu di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) dan FISIP UI Jurusan Hubungan Internasional. Th. 2003 – kini, ombudsman Acehkita. Th. 2002 - 2003, mengoordinir pelaksanaan penelitian Gerakan Demokrasi di Indonesia dengan supervisi dari Prof. Dr. Olle Tornquist dari Universitas Oslo, Norwegia. Th. 2000 – 2007, Direktur ISAI. Sejak September 2006 menjadi Direktur Eksekutif ISAI. Th 2000 - 2002, mengkoordinir survei dan penelitian “Aktor Demokrasi di Indonesia” yang dibiayai Sarec-ISAI dengan supervisi Prof. Dr. Olle Tornquist (Universitas Oslo, Norwegia) dan Prof. Dr. Arief Budiman (Universitas Melbourne, Australia). Th. 2000 – Februari 2004, Direktur Komersial dan Umum PT Media Lintas Inti Nusantara (Melin) Th. 2000 – 2007, redaktur tamu Majalah Suara Baru. Th. 2000 – 14 Februari 2004, Direktur PT MELIN (Radio 68H). Th. 1999 – sekarang, Direktur Toko Buku KALAM. Th. 1999 – 2000, anggota redaksi Jurnal Pantau. Th. 1999, dosen terbang Fakultas Ilmu Komunikasi (Fikom) Universitas Pajajaran, Bandung. Th. 1996 – 2002, anggota sidang redaksi Majalah Inside Indonesia, terbitan Australia. Th. 1996 – sekarang, melatih dan menjadi penyelia sejumlah penerbitan ornop, antara lain majalah Kalimantan Review (Institut Dayakologi, Pontianak) dan tabloid Jubi (Forum Kerjasama LSM, Jayapura), melatih para jurnalis di Aceh, Medan, Jawa, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Makasar, Maluku Utara, Lombok, Nusa Tenggara Timur, Papua dan Timor Lorosae. Th. 1995 (Agustus) -1999, Koordinator Program Bidang Media Alternatif di Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta. Th. 1994 - 1995, redaktur Majalah Signatura. Th. 1994 - 1999, kembali jadi reporter Majalah Berita Jakarta-Jakarta akibat perubahan konsep dari majalah berita jadi majalah hiburan. Pada 23 November 1999 majalah Jakarta-Jakarta dihentikan penerbitannya. Th. 1992 - 1994, redaktur Jakarta-Jakarta bertanggungjawab atas rubrik Gong dan Opini. Th. 1990 (Oktober), menjadi wartawan Majalah Berita Bergambar Jakarta-Jakarta. Th. 1989 (Agustus) - 1990 (Maret), terlibat penelitian dan kontrak penulisan buku dengan International NGO Forum on Indonesia (INGI). Th. 1989, menjadi asisten Dr. Arief Budiman mengajar di Pondok Pesantren Pabelan, Magelang, pimpinan Alm. Kyai Hamam Djafar. Th. 1988 - 1990, menjadi relawan dan pekerja sosial di Yayasan Geni. Th. 1984 - 1989, mengajar dan menjadi asisten dosen di Fakultas Teknik Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, untuk matakuliah Mesin Arus Rangga, Mesin Arus Searah dan Dasar Tenaga Listrik.
Karya Buku: Th. 2010: 1. “Adakah Media Untuk Keturunan Tionghoa?” dalam I. Wibowo dan Thung Ju Lan (ed.), Setelah Air Mata Kering; Masyarakat Tionghoa Pasca-Peristiwa Mei 1998, Penerbit Buku Kompas, Jakarta.
Curriculum vitae Yosep Adi Prasetyo
Page 3
Th. 2009: 1. Editor bersama Olle Tornquist and Teresa Birks, Aceh; The Role of Democracy for Peace and Reconstruction, PCD and ISAI, Yogya. 2. “Peran dan Kewenangan Komnas HAM: Antara Ideal dan Kenyataan” dalam, Amir Syarifuddin SH, M. Hum (dkk) (ed.), Potret Penegakan Hukum di Indonesia, Komisi Yudisial Republik Indonesia. 3. “Membaca Pikiran HAM Soe Hok Gie” dalam Rudy Badil, Luki Sutrisno Bekti, Nessy Luntungan R (ed.), Soe Hok-gie...Sekali Lagi, Kepustakaan Populer Gramedia, Jakarta. 4. “Mencari HAM di Reformasi Sektor Keamanan” dalamMufti Makaarim, Wendy Andika Prajuli, Fitri Bintang Timur (ed.), Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor Keamanan Indonesia 200 9, ISDPS bekerja sama dengan HRWG, DCAF, dan Komnas HAM. 5. “ODMK dan Pemenuhan HAM” dalam Jurnal HAM Vol. 5 Tahun 2009 Th. 2008: 1. Editor Mia Bustam, Dari Kamp Ke Kamp, ISAI dan VHR Book, Jakarta. 2. Editor (edisi Indonesia) dan pemberi kata pengantar Joe Nevins, Pembantaian Timor Timur: Horor Masyarakat Internasional, Galang Pers dan Garba Budaya, Jakarta. 3. Editor (edisi Indonesia), Jurnalisme Anak, ISAI dan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta. Th. 2007: 1. “HAM Dalam Konteks dan Kepentingan Sosiologis Keindonesiaan”, dalam Fajar Riza Ul Hag dan Endang Tirtana (ed.), Islam, HAM, dan Keindonesiaan, Maarif Institut dan NZAID, Jakarta. 2. Editor William R. Gaines, Jurnalisme Investigasi Untuk Media Penyiaran, ISAI dan Kedutaan Besar Amerika Serikat, Jakarta. Th. 2006: 1. “Intelijen, Sensor, dan Negeri Kepatuhan” dalam Andi Widjajanto(ed.), Negara, Intel, dan Ketakutan, Pacivis Universitas Indonesia, Jakarta. 2. Editor International Center of Journalists, Etika Jurnalisme: Debat Global, ISAI dan Kedutaan Besar Amerika Serikat. 3. Editor Deparlu Amerika Serikat, Mencari Media Yang Bebas dan Bertanggungjawab, ISAI dan Kedutaan Besar Amerika Srikat. 4. “The media as a control and as a spur for acts of violence” dalam Charles A. Coppel (ed.), Violent Conflicts in Indonesia: Analysis, Representation, Resolution, Routledge, London and New York, Th. 2005: 1. “Mengevaluasi Pengamanan Pemilu 2004” dalam Adrianus Meliala, Evaluasi Peran POLRI Dalam Pemilu 2004, Kemitraan. 2. “Jurnalisme radio dan kekerasan di Era Pasca-Soeharto” dalam Tidak Bebas Berekspresi, ISAI, November. 3. Editor buku Olle Tornquist et all, Politisasi Demokrasi, Penerbit Demos, September 4. Editor buku HD. Haryo Sasongko, Korupsi Sejarah dan Kisah Derita Akar Rumput, Pustaka Utan Kayu, September. 5. Editor buku Haryo Padmodiwirio, Dari Moskwa ke Peking: Memoar Hario Kecik III, Pustaka Utan Kayu, Agustus. 6. “Kedung Ombo” dalam John McGlynn (ed.), Indonesia in the Soeharto Years, Lontar, Jakarta. 7. “Media dan Peristiwa Kerusuhan Mei 1998” dalam Hotma Timbul Hutapea (ed.), Menatap wajah Korban, SNB, KontraS, APHI, IKOHI, FKKM 98, Jakarta, Februari. Th. 2004: 1. Editor dan pemberi kata penutup pada Indonesia Dalem Api dan Bara karangan Tjamboek Berdoeri, Elkasa (terbitan ulang), Jakarta.
Curriculum vitae Yosep Adi Prasetyo
Page 4
2. 3.
Editor Keamanan, Demokrasi dan Pemilu 2004, ProPatria, Jakarta. Penulis dan editor bersama A.E. Priyono dan Olle Tornquist, Indonesia’s Post-Soeharto Democracy Movement (edisi Indonesia: Gerakan demokrasi di Indonesia Pasca Soeharto), Demos, Jakarta.
Th. 2003: 1. Anggota Tim Editor buku Jagat Bahasa Nasional, Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional dan Koperasi Jurnalis Independen, Jakarta. 2. Editor Setelah Hari H karangan Sri Bintang Pamungkas, Pustaka Utan Kayu, Jakarta. 3. “Polri dan Pemilu 2004: Pilihan berat Untuk Tak berpolitik” dalam Adrianus Meliala dan Peter van Tuijl, Polri dan Pemilu 2004, Kemitraan, Jakarta. 4. Editor Tionghoa Dalam Pusaran Politik karangan Benny G. Setiono, Elkasa, Jakarta. 5. “Politik Rasial dan Pemberitaan Media” dalam Jurnalisme Anti Toleransi?, Kippas, Medan. 6. ”Realitas Media di Papua” dalam Tim AJI PAPUA, Joost W. Mirino (ed.), Sekelumit Wajah Pers di Papua, AJI Papua dan Lembaga Studi Perrs dan Pembangunan, Jakarta. 7. Editor (edisi terjemahan), Gerakan Perempuan di Amerika Latin: Feminisme dan Transisi Menuju Demokrasi yang ditulis Jane S. Jaquette (ed.), Yayasan Kalyanamitra dan Ford Foundation, Jakarta. Th 2002: 1. “Politik Rasial dan Upaya Melawannya” dalam Benny G. Setiono (ed.), Tugas dan Kewajiban Etnis Tionghoa Dalam Membangun Bangsa dan Negara, INTI Jakarta. 2. “Mempertanyakan Jurnalisme (Peka) Gender” dalam J. Anto (editor), Jurnalisme (Tidak) Ramah Gender, Kippas, Medan. 3. “Penggambaran Gerwani Sebagai Kumpulan Pembunuh dan Setan: Fitnah dan Fakta Penghancuran Organisasi Perempuan Terkemuka” dalam Sejarah 9, Masyarakat sejarawan Indonesia. Th. 2001: 1. Editor edisi Indonesia, Krishna Sen & David Hill, Media, Budaya dan Politik di Indonesia, ISAI dan PT MELIN, Jakarta. 2. “The Industrialization of the Media in Democratizing Indonesia” ditulis bersama Ariel Heryanto dalam Contemporary Southeast Asia, A Journal of International Asia Strategic Affairs, Vol. 23 No 2, Institut of Southeast Asia Studies. Th. 2000: 1. Indonesia di Tengah Transisi (ed.), PROPATRIA, Jakarta. 2. Kerusuhan Etnis Di Sambas 1998 (ed. Merangkap penulis) , ISAI, Jakarta. 3. Editor dan pemberi kata pengantar Menyongsong Matahari Terbit di Puncak Ramelau karangan Dr George Junus Aditjondro, Fortilos, Jakarta. 4. “Nasionalisme Sempit Ubah Media Jadi Corong dan Alat Propaganda”, kata pengantar dalam Hotman Siahaan dkk, Jurnalisme Yang Gamang, LSPS dan ISAI, Jakarta. Th. 1999: 1. Penghancuran Organisasi Perempuan di Indonesia (ed.), Kalyanamitra dan Garba Budaya, Jakarta. 2. Militerisme di Indonesia (ed.), diterbitkan bersama oleh 85 ornop (AJI dkk), Jakarta. 3. “Media: Antara Euforia dan Demokratisasi” dalam Almanak Parpol Indonesia, API, Jakarta. 4. “Rasisme dan Rasialisme” dalam Dari Keseragaman Menuju Keberagaman, Lembaga Studi Pers & Pembangunan, Jakarta. 5. “Semangat Kemajemukan Versus Ideologi Pembangunan” dalam Dari Keseragaman Menuju Keberagaman, Lembaga studi Pers & Pembangunan, Jakarta 6. Golkar Retak? (ed.), Institut Studi Arus Informasi (ISAI), Jakarta. Th. 1998:
Curriculum vitae Yosep Adi Prasetyo
Page 5
1.
Jendral Tanpa Pasukan Politisi Tanpa Partai (Perjalanan Hidup AH Nasution) (ed.), Pusat Data dan Analisa TEMPO dan ISAI, Jakarta.
Th.1997: 1. Editor Hoakiau di Indonesia karangan Pramoedya Ananta Toer, Yayasan Garba Budaya, Jakarta. 2. “Political Prohibitions” dalam Menagerie 3, Yayasan Lontar, Jakarta. 3. Lie Jap Khie Nio, Perempuan Dari Gunung Langit (ed.), diterbitkan untuk kalangan terbatas oleh Keluarga Besar Lie Tjiauw Jo, Jakarta. Th. 1996: 1. “’Indonesia’ dan Dempo Dalam Ingatan Saya” dalam Sukses Alumni Dempo, SMAK St. Albertus, Malang 2. Ir. Sri Bintang Pamungkas: Saya Musuh Politik Soeharto (ed. merangkap penulis), Pijar Indonesia, Jakarta. 3. Pembangunan PLTN: Demi Kemajuan Peradaban? (ed.), INFID, WALHI dan Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. 4. Bayang-Bayang PKI (ed. merangkap penulis), ISAI, Jakarta. 5. Ke Arah Ratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (anggota Tim Penulis), Elsam, Jakarta. Th. 1995: 1. Memoar Oei Tjoe Tat (ed.), PT Hasta Mitra, Jakarta. 2. Zaman Peralihan (ed.), PT Bentang Budaya, Yogyakarta. 3. Wartawan Independen (Tim Penulis), AJI, Jakarta. Th. 1994: 1. Bredel 1994 (kontributor tulisan), AJI, Jakarta. 2. Seputar Kedung Ombo, Elsam, Jakarta.
Curriculum vitae Yosep Adi Prasetyo
Page 6