Modul 5
Partisipasi Politik dan Partai Politik Prof. Miriam Budiardjo, Nuri Soeseno, M.A. Rosa Evaquarta, M.A.
PE N D A HU L UA N
P
artisipasi politik dan partai politik merupakan bidang kajian yang saling terkait erat satu dan lainnya. Dapat dikatakan partai politik merupakan salah satu aktor penting yang menjalankan partisipasi politik. Selain partai politik maka kelompok kepentingan dan kelompok penekan merupakan aktor-aktor yang berperan penting di arena politik khususnya dalam sistem politik yang demokratis. Perkembangan perpolitikan dalam dua dekade terakhir memperlihatkan bahwa ada peran yang semakin penting aktor-aktor politik di luar partai politik, kelompok kepentingan, atau kelompok penekan, dalam arena perpolitikan. Di dalam sistem yang sedang mengalami proses demokratisasi maupun di dalam sistem yang telah mapan demokrasinya semakin nampak peran dari aktor-aktor politik bukan partai politik dalam kegiatan-kegiatan politik maupun non-politik. Bahkan di dalam sistem politik yang otoriter atau totaliter, di mana partai politik, kelompok kepentingan, dan kelompok penekan, sangat terbatas atau tidak mungkin memainkan peranan sama sekali, kegiatan, peran serta atau keterlibatan politik mungkin saja dilaksanakan oleh kelompok-kelompok lain selain ketiga aktor tersebut. Dengan kata lain partisipasi politik selalu akan ada, tetapi aktor yang melaksanakannya tidak harus partai politik, kelompok kepentingan ataupun kelompok penekan. Di dalam sebuah sistem politik di mana partai politik sangat terbatas atau tidak bisa melakukan peran-peran politik mereka, khususnya dalam memperjuangkan kepentingan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya, maka aktor-aktor lain akan muncul mengambil peran tersebut baik secara terbuka ataupun tertutup. Kegiatan partisipasi politik yang dilakukan oleh kelompok yang bukan partai politik misalnya muncul di Cina, di Uni Soviet,
5.2
PENGANTAR ILMU POLITIK
atau Indonesia. Di Cina pada awal Juni 1989 mahasiswa melakukan demonstrasi terbuka di lapangan Tian An Men menuntut demokrasi. Sepuluh tahun kemudian berdiri Free China Movement yang merupakan koalisi 30 organisasi yang memperjuangkan hak-hak asasi manusia dan kebebasan beragama di Cina. Pada masa akhir pemerintahan di Uni Soviet kelompokkelompok yang berkiprah dalam kegiatan kesenian menyebarkan gagasangagasan tentang demokrasi dalam kegiatan mereka. Di Indonesia banyak organisasi-organisasi akar rumput atau masyarakat sipil di luar organisasi yang resmi diakui oleh pemerintah yang melakukan kegiatan politik; mereka menyuarakan aspirasi atau kepentingan masyarakat yang tidak terangkat oleh partai politik atau organisasi politik resmi yang diakui pemerintah khususnya kelompok miskin dan tertinggal seperti buruh-buruh pabrik atau masyarakat di wilayah pedesaan. Di negeri-negeri yang telah mapan demokrasinya, kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi dengan aneka kegiatan atau mewakili berbagai kepentingan dan aspirasi merupakan unsur penting dalam masyarakat. Kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi tersebut menjadi unsur penghubung antara individu dengan masyarakat atau dengan pemerintah. Kelompok atau organisasi yang terbentuk di tingkat kemasyarakatan bergerak dalam kegiatan-kegiatan yang merupakan kepedulian masyarakat baik sosial, ekonomi, kebudayaan ataupun politik. Kelompok ataupun organisasi ini berinteraksi dengan pemerintah yang berkuasa dengan cara memberikan respons, baik berupa dukungan ataupun tuntutan, terhadap kebijakan mereka, misalnya pada waktu anggaran baru disusun pemerintah atau di debat di parlemen. Kelompok atau organisasi yang independen dalam organisasi maupun kegiatannya dapat bekerja sama dalam sebuah jaringan dan melakukan aksi politik bersama jika muncul isu yang menyangkut kepentingan mereka bersama. Salah satu contoh misalnya menyangkut isu lingkungan maka kelompok pemerhati lingkungan hidup, kelompok masyarakat adat, dan kelompok tani-nelayan dapat bersama-sama melakukan aksi memberikan dukungan atau menentang kebijakan pemerintah tentang wilayah pembuangan limbah beracun yang dianggap merugikan masyarakat. Pluralitas dan heterogenitas kelompok-kelompok di dalam masyarakat memberi bentuk baru terhadap tuntutan atau dukungan pada sistem politik yang demokratis. Perjuangan untuk mendapatkan pengakuan atas keberadaan kelompok-kelompok di dalam masyarakat yang dilakukan oleh gerakan-
ISIP4212/MODUL 5
5.3
gerakan sipil menuntut diberikannya hak-hak pada mereka dan diikutsertakannya mereka di dalam proses politik yang akan mempengaruhi hidup mereka. Gerakan-gerakan ini mendorong munculnya debat-debat akademis baru tentang politik kelompok dan hak-hak kelompok. Ilmu politik tidak dapat mengabaikan perkembangan baru seperti ini, khususnya jika ilmu politik hendak menjadi ilmu yang relevan dan dapat memberikan alat analisis untuk memahami perkembangan terakhir yang terjadi di dalam masyarakat dan sistem politik. Dalam modul ini berbagai konsep tentang partisipasi politik, partai politik, politik kelompok, dan aktor-aktor politik bukan partai politik diuraikan secara umum. Dengan mempelajari modul ini maka Anda dapat mengetahui sejumlah konsep dan pengertian mengenai aktor-aktor yang berperan dalam arena politik yang demokratis seperti partai politik masyarakat kewargaan, organisasi non-pemerintah. Selain itu juga modul ini memperkenalkan berbagai bentuk aktivitas dalam politik seperti partisipasi politik dan jaringan kerja sama di antara organisasi politik yang tidak sejenis seperti gerakan sosial baru. Berbagai konsep tersebut menjadi relevan untuk memahami gejala-gejala sosial dan politik yang ada di dalam masyarakat yang demokratis atau dalam proses transisi menuju demokrasi. Setelah mempelajari modul ini, Anda diharapkan dapat: 1. menjelaskan partisipasi politik dan macam-macam bentuk partisipasi politik dan perbedaan di antara berbagai konsep; 2. mengetahui aktor-aktor yang berperan dalam arena perpolitikan dan peran yang mereka mainkan dalam masyarakat yang demokratis; 3. mengetahui perbedaan pemahaman dan pandangan di antara sarjana dan ilmuwan politik tentang kegiatan dan aktor politik penting dalam sistem politik dan demokratis.
5.4
PENGANTAR ILMU POLITIK
Kegiatan Belajar 1
Partisipasi Politik A. DEFINISI DAN ALASAN BERPARTISIPASI Partisipasi politik merupakan sebuah istilah yang dipergunakan dalam melaksanakan aktivitas politik. Dalam analisis politik modern partisipasi merupakan sebuah isu penting yang terkait dengan isu tentang demokrasi, partai politik, ’civil society’ (masyarakat kewargaan), pemilihan umum, dan lain-lain. Partisipasi politik tidak dapat dipisahkan dari praktik politik di dalam negara modern. Demikian juga jika kita berbicara tentang demokrasi, pemilihan umum, partai politik, ataupun masyarakat kewargaan dan gerakangerakan, kita tidak lain berbicara tentang partisipasi politik. Sebelum kita berbicara lebih jauh tentang berbagai konsep tersebut, maka sebaiknya kita menjelaskan dulu tentang apa yang dimaksud dengan partisipasi politik. Ada sejumlah definisi yang dikemukakan oleh berbagai ilmuwan politik tentang apa yang dimaksud dengan partisipasi politik. Secara umum partisipasi merupakan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang secara aktif baik langsung maupun tidak langsung dalam kehidupan politik. Berbagai contoh kegiatan yang menunjukkan partisipasi politik misalnya memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum atau kampanye-kampanye politik, menjadi anggota partai atau kelompok kepentingan, membuat kontak dengan pejabat pemerintahan atau wakil rakyat di parlemen, terlibat dalam demonstrasi-demonstrasi politik, dan sebagainya. Beberapa definisi partisipasi politik adalah sebagai berikut. Herbert McClosky dalam International Encyclopaedia of the Social Sciences menyatakan bahwa partisipasi politik adalah: Kegiatan-kegiatan sukarela dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung, dalam proses pembentukan kebijakan umum.
ISIP4212/MODUL 5
5.5
Norman H. Nie dan Sidney Verba memberikan definisi yang kurang lebih sama dengan McClosky dalam Handbook of Political Science. Menurut mereka berdua partisipasi politik adalah: Kegiatan pribadi warga negara yang legal yang sedikit banyak langsung bertujuan untuk mempengaruhi seleksi pejabat-pejabat negara dan/atau tindakan-tindakan yang diambil oleh mereka.
Definisi yang diberikan oleh Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson dalam buku mereka No Easy Choice, menyatakan bahwa partisipasi politik adalah: Kegiatan warga negara yang bertindak sebagai pribadi-pribadi, yang dimaksud untuk mempengaruhi pembuatan keputusan oleh pemerintah. Partisipasi bisa bersifat individual atau kolektif, terorganisasi atau spontan, mantap atau sporadis, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau tidak efektif.
Dari ketiga pengertian mengenai partisipasi politik tampak ada beberapa kesamaan tentang kegiatan yang termasuk dalamnya. Partisipasi politik merupakan kegiatan warga masyarakat yang berkaitan dengan upaya untuk memilih penguasa/pejabat-pejabat negara dan mempengaruhi proses pembuatan kebijakan. Dalam definisi yang dikemukakan McClosky dan Nie dan Verba kegiatan yang termasuk dalam partisipasi politik masih terbatas, hanya terdiri dari kegiatan memilih penguasa atau pejabat negara, tindakan yang mereka ambil dan kegiatan mempengaruhi kebijakan umum. Definisi Huntington dan Nelson lebih luas lagi. Selain yang telah disebutkan di atas, kedua penulis tersebut menyatakan sifat kegiatan atau cara-cara bagaimana kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan dan siapa saja yang dapat melakukan tindakan tersebut; yaitu dapat dilakukan oleh individu atau kelompok (kolektif) dan dilakukan secara spontan atau terorganisasi, damai atau dengan kekerasan, mantap atau sporadis, legal atau ilegal, efektif ataupun tidak efektif. Memperhatikan macam kegiatan yang dikemukakan dalam definisidefinisi tersebut tampak sekali bahwa definisi tersebut disusun dalam kerangka demokrasi. Kegiatan dilakukan sebagai perwujudan dari kekuasaan politik yang absah ada di tangan rakyat (dalam hal ini warga negara). Rakyat
5.6
PENGANTAR ILMU POLITIK
sebagai warga-negara suatu negara memilih pejabat-pejabat yang akan membuat peraturan atau kebijakan yang akan dilaksanakan, mengikat dan harus dipatuhi oleh semua warga negara. Partisipasi dilakukan karena warga negara sebagai anggota masyarakat percaya bahwa kegiatan mereka mempunyai efek atau memberikan dampak, hal ini disebut dengan political efficacy. Oleh karena itu dalam demokrasi ada anggapan semakin tinggi tingkat partisipasi rakyat maka semakin baik. Sebaliknya tingkat partisipasi yang rendah dipandang tidak baik. Ada beberapa sebab mengapa partisipasi rendah, di antaranya warga negara tidak berminat atau tidak peduli untuk berpartisipasi atau tidak ada kesempatan, atau bila rakyat berpandangan bahwa keikutsertaan mereka dalam politik tidak memberikan pengaruh apapun, atau bila penguasa atau pimpinan negara kurang memberikan perhatian pada kepentingan atau aspirasi masyarakat dan hanya mengutamakan kepentingan segolongan orang saja. Atau mungkin saja tingkat kepuasan yang tinggi pada sistem politik yang sudah ada justru membuat orang merasa tidak perlu merubah yang sudah ada; dan karena itu masyarakat tidak memberikan suaranya dalam pemilu. Semua sebab tersebut dapat menimbulkan situasi yang merupakan kebalikan dari partisipasi. Ini yang disebut dengan apati. Ada bias demokrasi Barat dalam konsepsi tentang partisipasi; bias tersebut tampak dalam dua definisi pertama dan dapat dilihat dalam tiga hal. Pertama, kegiatan ini tampak sebagai bentuk kegiatan memilih pejabat/penguasa negara dan mempengaruhi pembuatan peraturan atau kebijakan pemerintah. Kedua, partisipasi dianggap merupakan kegiatan yang bersifat sukarela tanpa paksaan atau tekanan dari siapapun. Ketiga, adanya anggapan bahwa pelaku partisipasi adalah individu (warga negara). Huntington dan Nelson mempunyai pendapat yang lebih luas dan luwes tentang partisipasi dibandingkan penulis-penulis dua definisi pertama. Huntington dan Nelson menganggap partisipasi dapat dilakukan oleh individu maupun oleh kelompok dan bahkan bisa dilakukan dengan atau tanpa kekerasan, dapat bersifat legal maupun illegal dan efektif ataupun tidak. Selanjutnya, selain bersifat otonom, partisipasi juga dapat dimobilisir atau dikerahkan oleh orang lain. Partisipasi dengan demikian tidak selalu bersifat otonom. Dengan pandangan terakhir ini maka kegiatan partisipasi dapat pula bersifat negatif, merusak, illegal ataupun tidak membawa hasil
ISIP4212/MODUL 5
5.7
yang efektif. Partisipasi politik dengan demikian mencakup kegiatan politik yang dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat destruktif. Yang menarik untuk dicatat adalah hubungan antara demokrasi dan partisipasi atau apati. Partisipasi tidak selalu menjadi ukuran dari keberhasilan demokrasi. Di negara dengan demokrasi yang berjalan, tingkat partisipasi politik warga tidak selalu tinggi, khususnya yang diwujudkan lewat keikutsertaan dalam pemilu. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, pada tahun 1976, kurang lebih 40,8% warganya tidak ikut berpartisipasi memberikan suara dalam pemilu. Persentase itu meningkat menjadi 53% pada pemilu di tahun 1990. Sebaliknya di negara-negara komunis di masa lalu partisipasi dalam memberikan suara mencapai 99% dari pemilih. Di Indonesia pada masa pemerintahan Orde Baru tingkat partisipasi rakyat dalam pemilu juga sangat tinggi. Persentase pemilih yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu mencapai lebih dari 90% pada tahun 1990-an, bahkan pada tahun 1992 mencapai 95%, padahal rakyat merasa bahwa demokrasi belum berjalan secara baik. Di India, di mana demokrasi dikatakan telah berjalan dengan baik, sering terjadi konflik yang berdarah di antara penganut agama Hindu dan Islam dalam kampanye-kampanye pemilu. Partisipasi tidak selalu bersifat positif namun sebaliknya apati juga tidak selalu bersifat negatif. Di negara dengan masyarakat yang terfragmentasi maka partisipasi yang negatif, misalnya yang menjurus pada pertikaian atau konflik antarkelompok, dapat menimbulkan instabilitas pada sistem politik, sebaliknya adanya sedikit sikap apati mungkin justru dapat memberikan fleksibilitas pada sistem politik. Apati bukanlah sesuatu yang terlalu merisaukan banyak ilmuwan politik, namun perlu diteliti dengan baik sebabsebabnya jika banyak orang yang tidak memberikan suaranya dalam sebuah pemilihan. B. JENIS-JENIS PARTISIPASI Jenis-jenis partisipasi dibedakan menurut intensitas dan frekuensinya. David F. Roth dan Frank L. Wilson menggambarkan jenis-jenis partisipasi dalam piramida partisipasi (lihat diagram partisipasi). Ada kegiatan yang tidak banyak menyita waktu, tidak menuntut prakarsa sendiri, dan orang tidak mengikutinya secara intensif dan tidak sering melakukannya, contohnya memberikan suara dalam pemilu, mendiskusikan isu politik, menghadiri
5.8
PENGANTAR ILMU POLITIK
kampanye pemilu. Kegiatan ini biasanya diikuti oleh sejumlah besar orang; mereka disebut sebagai pengamat. Sementara itu ada juga kegiatan yang lebih intensif, menuntut prakarsa sendiri dan keterlibatan yang sangat besar serta waktu yang banyak, contohnya menjadi pimpinan partai, atau kelompok kepentingan, atau anggota partai yang aktif dalam menjalankan organisasi penuh waktu. Dilihat dari segi intensitas dan frekuensi keterlibatannya sangat tinggi. Jumlah orang yang masuk dalam kategori ini tidak besar; mereka disebut aktivis. Termasuk dalam kegiatan ini adalah yang bersifat negatif misalnya pembunuh politik, teroris atau pelaku pembajakan untuk mencapai tujuan politik; aktivis pada kelompok ini disebut the deviant. Di antara kedua kategori tersebut di atas terdapat satu jenis lagi yaitu partisipan. Kegiatan mereka misalnya sebagai petugas atau juru kampanye, mereka yang terlibat dalam program atau proyek sosial, menjadi pelobi, aktif dalam partai politik atau kelompok kepentingan dan sebagainya. Tetapi umumnya sebagian masyarakat masuk dalam kelompok orang yang non-politis, dan di dalam diagram kelompok ini terletak pada dasar piramida; jumlah mereka umumnya cukup besar. Bagan Piramida Partisipasi Politik:
Sumber: David Roth dan Frank L Wilson, The Comparative Study of Politics, edisi. II. (Englewood Cliffs, New Jersey, prentice Hall, Inc. 1980), hal.151
Penelitian yang dilakukan oleh Gabriel A. Almond dan Sidney Verba mengenai partisipasi politik memperlihatkan kecenderungan sama
ISIP4212/MODUL 5
5.9
sebagaimana yang digambarkan dalam bagan piramida partisipasi di atas. Dalam penelitiannya, Almond dan Verba mengaitkan partisipasi politik dengan latar belakang sosial ekonomi, yaitu: 1. 22% orang Amerika tidak aktif dalam politik, bahkan tidak juga memberikan suaranya dalam pemilu. Tingkat sosial ekonomi kelompok ini umumnya rendah dan dari kalangan orang berkulit hitam; 2. 21% hanya aktif dalam memberikan suaranya dalam pemilu, tetapi tidak dalam kegiatan politik lainnya, mereka disebut sebagai ’spesialis pemilih’, kelompok ini juga diwakili oleh kelas sosial ekonomi rendah dan berasal dari perkotaan; 3. 15% termasuk aktif baik dalam memberikan suara maupun dalam kampanye pemilihan, mereka disebut ’aktivis kampanye’, pada umumnya termasuk dalam sosial ekonomi yang kuat, golongan atas dan berasal dari kota besar atau kota satelit; 4. 11% termasuk sebagai aktivis penuh, mereka adalah pimpinan partai politik, walaupun tidak terlalu besar jumlahnya namun kelompok ini kebanyakan mempunyai tingkat sosial ekonomi yang tinggi. Partisipasi dibedakan menurut penerimaan dari masyarakatnya. Joan Nelson dalam buku No Easy Choice membedakan antara partisipasi yang bersifat otonom dan yang dimobilisasi. Perbedaan di antara keduanya terletak pada apakah partisipasi tersebut bersifat sukarela, atas inisiatif (anggota) masyarakat, ataukah partisipasi tersebut diberi arah oleh pemerintah (pihak lain). Apabila partisipasi tersebut atas inisiatif (anggota) masyarakat sendiri dan dilakukan secara sukarela maka disebut partisipasi yang otonom. Bila dikerahkan atau terkadang ada unsur tekanan dari pemerintah (pihak atasan atau yang berkuasa) maka disebut partisipasi yang dimobilisasi. Partisipasi tidak hanya dilakukan dalam pemilihan umum. Kegiatan untuk mengikutsertakan rakyat dapat pula dilakukan untuk mendukung pemerintah, misalnya lewat program-program pembangunan atau kegiatankegiatan lain yang berlangsung di dalam masyarakat. Berbagai kegiatan di luar pemilihan umum seperti itu dapat pula dilakukan baik oleh partai politik maupun oleh organisasi-organisasi kemasyarakatan misalnya organisasi pemuda, organisasi lingkungan, organisasi buruh, tani dan nelayan, pemuda, ibu-ibu, dan lain-lain. Di negara-negara non-demokrasi partisipasi yang
5.10
PENGANTAR ILMU POLITIK
bersifat kegiatan kemasyarakatan bisa dilakukan sangat intensif dan luas, namun dilakukan dengan cara mobilisasi atau disebut mobilized participation. Cara ini sangat umum dilakukan di bekas negara Uni Soviet atau di Republik Rakyat Cina dan negara-negara baru yang sedang melaksanakan pembangunan untuk mengejar keterbelakangan mereka. Di Indonesia praktik mobilisasi politik sering dilakukan semasa pemerintahan Orde Baru, misalnya ketika pemerintah melaksanakan program swasembada pangan, rakyat di pedesaan dimobilisir untuk terlibat dalam masa panen raya atau ketika program PKK dilancarkan maka masyarakat di seluruh pedesaan di Indonesia dilibatkan untuk mendukung keberhasilan program tersebut. Mobilisasi bisa juga berbahaya khususnya di negara-negara dengan kecenderungan konflik yang tinggi. Tingkat kemiskinan, pengangguran sangat tinggi, dan ketimpangan dalam pembagian pendapatan yang tidak merata merupakan salah satu sumber konflik. Samuel Huntington menulis bahwa pembangunan yang cepat selain melahirkan kelompok-kelompok baru, juga melahirkan harapan yang tinggi dalam masyarakat. Jika harapanharapan tersebut tidak terpenuhi maka akan muncul keresahan yang meluas dan kelompok-kelompok yang tidak puas dengan mudah dapat dimobilisir untuk melakukan tindakan yang dapat mengganggu keamanan dalam masyarakat. Dalam keadaan demikian, gejolak-gejolak sosial yang dapat mengganggu kestabilan sistem politik sulit untuk dihindari. Partisipasi mobilisasi yang demikian ingin selalu dihindari oleh negara-negara yang sedang membangun. Kegiatan partisipasi politik dapat dibedakan atas dua (2) macam. Pertama, partisipasi politik yang melembaga (routine political participation). Kedua, partisipasi politik yang tidak melembaga (non-routine political participation). Yang dimaksud dengan partisipasi politik yang melembaga adalah partisipasi politik yang dianjurkan dan secara formal diperbolehkan oleh penguasa. Contohnya adalah memberikan suara dalam pemilihan umum, datang mengikuti kampanye. Sebaliknya yang tidak melembaga adalah kegiatan yang tidak diperbolehkan atau yang dilarang oleh penguasa; contohnya melakukan pemogokan bagi buruh di pabrik-pabrik, melakukan demonstrasi yang merusak dan menghambat kegiatan pekerjaan sehari-hari. Kegiatan partisipasi yang tidak melembaga ini umumnya dilarang di negaranegara sedang berkembang yang demokrasinya belum mapan dan sering dianggap mengganggu stabilitas nasional serta dapat mengganggu kelancaran
ISIP4212/MODUL 5
5.11
pembangunan ekonomi. Sementara itu di negara yang demokrasinya telah mapan, kegiatan partisipasi yang tidak melembaga dalam batas tertentu masih diperbolehkan, misalnya demonstrasi yang tertib, protes yang terarah, dan lain-lain. C. POLITIK KELOMPOK DAN HAK-HAK KELOMPOK (GROUP RIGHTS): Politik kelompok khususnya mengenai isu hak-hak kelompok merupakan bagian dari pemikiran dan sikap kritis sejumlah teoretisi liberal terhadap perhatian (penekanan) yang berlebihan pada individu dalam teori-teori politik liberal. Politik kelompok merupakan bagian dari gerakan politik pengakuan yang bermula dari kemunculan politik identitas. Para teoretisi dalam aliran ini memperjuangkan diberikannya pengakuan akan keberadaan dan hak-hak kelompok. Pandangan yang dikemukakan mereka berangkat dari penolakan mereka terhadap pandangan liberal tentang sifat atomistis individu. Menurut pandangan ini, individu tidak dapat dipisahkan dari kelompok di mana ia adalah anggotanya. Setiap orang (individu) menurut pandangan ini akan merefleksikan dan merepresentasikan kelompok atau masyarakat di mana ia merupakan bagian darinya. Hal ini dimungkinkan karena di dalam kelompoklah identitas seseorang terbentuk. Pembentukan identitas terjadi lewat interaksi dan dialog yang terus menerus berlangsung dengan anggota lain di dalam kelompoknya dan anggota kelompok lain. Oleh karena itu meskipun harus diakui adanya keunikan identitas masing-masing individu tetapi seseorang tidak dapat dilihat terlepas dari masyarakat di mana ia berada. Di masa lalu, kebutuhan membangun rasa kebangsaan dan nasionalisme di negara-negara baru, telah menyebabkan kurang dihargai keunikan dan perbedaan kelompok serta identifikasi diri berdasarkan kelompok. Di Indonesia misalnya menjadi orang Indonesia dan meninggalkan identifikasi serta loyalitas kesukuan sangat dianjurkan dan dihargai. Kecenderungan yang ada adalah mengidentifikasi individu ke dalam identitas kelompok mayoritas atau kelompok yang dominan, misalnya suku Tengger cenderung dilihat sebagai bagian dari etnis Jawa, atau warga Badui sebagai etnis Sunda. Dalam skala negara bangsa, orang Jawa dan Sunda misalnya cenderung dilihat sebagai orang Indonesia. Identitas berdasarkan kesukuan atau kewilayahan
5.12
PENGANTAR ILMU POLITIK
menjadi hilang. Bersamaan dengan itu keunikan identitas masing-masing kelompok menghilang dan konsekuensinya perhatian pada aspirasi, kebutuhan, kepentingan yang khas kelompok tersebut juga pupus. Kini fenomena keanekaragaman identitas dan budaya lebih diterima dan diakui. Bahkan kini sering dikatakan, tidak ada lagi satupun masyarakat yang sungguh-sungguh homogen sepenuhnya. Keanekaragaman identitas dan budaya dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, proses pembentukan negara-negara baru pasca Perang Dunia II yang tidak mengikuti garis pembelahan budaya yang alamiah, misalnya terbentuknya Indonesia di wilayah-wilayah bekas jajahan Belanda, yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan bahasa. Kedua, konflik-konflik politik berdarah telah memaksa berpindahnya penduduk dari negara asalnya. Terpecahnya negara Yugoslavia menjadi negara-negara kecil dan konflik etnis berdarah meningkatkan jumlah pengungsian penduduk ke negara-negara yang aman di Eropa Barat. Juga perang-perang di Timur Tengah seperti di Iran, Irak, Afganistan, atau konflik-konflik etnis berdarah di sejumlah negara-negara Afrika telah menyebabkan terjadinya pengungsian ke wilayah-wilayah yang lebih aman sering hingga ke Eropa, Amerika atau Australia. Ketiga, meningkatnya fenomena globalisasi dan tidak meratanya pembangunan telah menyebabkan banyaknya orang yang mencari peluang kerja di negara-negara lain, misalnya banyak pekerja-pekerja Indonesia dan Filipina yang mencari kerja ke Malaysia, Singapura, Korea, Hongkong, negara-negara di Timur Tengah dan lain-lain. Di Amerika Serikat banyak penduduk imigran illegal dari Mexico, Guatemala, Cuba, dan lain-lain, yang mencoba mencari keberuntungan di sana. Pada umumnya mereka ini membentuk masyarakat tersendiri yang tidak terintegrasi dengan mayoritas penduduk setempat. Keempat, pengelompokan identitas dan budaya yang tidak ditimbulkan oleh perbedaan etnis, ras ataupun nasionalitas. Kelompok-kelompok ini sering dimarjinalkan atau tersingkir justru karena keberbedaan mereka dari mayoritas penduduk misalnya orang-orang cacat, perempuan, kelompok ’gays dan lesbians’. Yang menarik dari faktor keempat ini adalah bahwa kelompok pada kategori ini terdapat di semua masyarakat, ia memotong garis-garis etnis maupun nasionalitas. Tidak dapat dipungkiri lagi berbagai konflik-konflik dan perubahan sosial politik dan ekonomi regional serta internasional telah mendorong semakin plural dan heterogennya masyarakat dalam negara-
ISIP4212/MODUL 5
5.13
negara di dunia. Kini heterogenitas dan pluralitas di dalam masyarakat menjadi semakin lumrah, lebih meluas dan lebih diterima oleh masyarakat. Meskipun keberbedaan, ’yang lain’ atau keunikan sudah menjadi umum dan dapat disebabkan oleh perbedaan etnis/bangsa atau faktor bukanetnis/bangsa, secara politis fenomena ini belum diperhatikan atau di tangani secara khusus ataupun serius. Fenomena ini membawa pengaruh pada pengidentifikasian diri seseorang dan sekaligus bentuk-bentuk baru pengakuan atas dasar identitas. Sementara tradisi politik di negara-negara Barat menurut Kymlicka cenderung membisu mengenai isu ini; berbagai kebijakan dibuat dan diterapkan untuk menciptakan homogenitas dalam masyarakat. Sementara teoretisi politik Barat selama ini beroperasi dengan model ideal sebuah polis yang homogen di mana warga negara memiliki keturunan, bahasa dan budaya yang sama (Will Kymlicka, 2000; 2-4). Oleh karena itu kelompok-kelompok yang berbeda sering kali, merupakan minoritas dalam masyarakat, mendapat perlakuan diskriminatif dan bahkan terkadang juga sewenang-wenang. Selain didiskriminasikan, mereka diasimilasikan, diperlakukan sebagai warga asing, menjadi objek kekerasan fisik, bahkan dimusnahkan; upaya pemusnahan terjadi misalnya: dalam kasus pembantaian kelompok etnis keturunan Afrika oleh kelompok Janjaweed keturunan Arab di Darfur-Sudan tahun 2003-4, suku Tutsi oleh Hutu di Rwanda atau orang-orang Muslim Bosnia oleh etnik Serbia di Bosnia Herzegovina pada tahun 1990-an, atau pemusnahan bangsa Yahudi oleh pemerintahan Nazi Hitler di Jerman pada Perang Dunia II. Sementara ini, hak-hak kebebasan dasar yang diterapkan di banyak negara dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang dianut oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa dan diadopsi oleh anggota PBB dianggap telah cukup dapat memberikan perlindungan bagi setiap individu. Meskipun semakin jelas bahwa hak-hak minoritas tidak dapat dimasukkan dalam kategori hak-hak manusia, pada umumnya tidak ada hak-hak khusus yang diberikan bagi mereka. Sejumlah ilmuwan liberal bahkan menolak gagasan diberikannya hak-hak atau status yang berbeda bagi anggota kelompok atau etnis tertentu. Untuk mengatasi problema etnis yang dapat muncul sewaktuwaktu kebijakan yang umumnya dikeluarkan adalah dalam bentuk affirmative action. Namun kebijakan-kebijakan tersebut bagi sejumlah ilmuwan, dipandang belum memadai dalam memberikan perlindungan bagi kelompok-kelompok
5.14
PENGANTAR ILMU POLITIK
minoritas. Hal ini semakin dirasakan setelah terjadinya berbagai kasus pelanggaran HAM di berbagai wilayah Eropa Timur dan Afrika. Perlu ditambahkan pada prinsip-prinsip hak asasi manusia sebuah konsep mengenai hak-hak minoritas, tulis Kymlicka dalam bukunya Multicultural Citizenship. Tercatat ada sejumlah upaya untuk memberikan hak-hak khusus bagi kelompok minoritas di antaranya adalah: diadopsinya sebuah deklarasi Hakhak Minoritas Nasional oleh Konferensi mengenai Keamanan dan Kerja sama di Eropa pada tahun 1991. PBB juga telah mengeluarkan draft deklarasi universal bagi minoritas asli (masyarakat adat) pada tahun 1988 dan mendiskusikan sebuah deklarasi hak-hak bagi anggota minoritas etnis, agama, dan bahasa pada tahun 1993. (Kymlicka, 2000; 5). Menurut Kymlicka ada beberapa macam hak-hak minoritas yang mungkin akan dituntut oleh kelompok-kelompok etnis atau nasionalitas. Tuntutan tersebut dibedakan atas tiga macam, pertama, hak-hak untuk memerintah sendiri, biasanya diatur dengan cara pembagian kekuasaan bagi minoritas nasional, sering lewat bentuk federalisme. Kedua, hak-hak polyetnis, bisa diberikan dalam bentuk dukungan finansial atau perlindungan hukum untuk praktik-praktik tertentu berkaitan dengan kelompok etnis dan keagamaan tertentu. Ketiga, hak-hak perwakilan khusus, yang memberikan jaminan kursi bagi kelompok-kelompok minoritas dalam lembaga-lembaga negara. Ketiga hak-hak ini disebut oleh Kymlicka sebagai Groupdifferentiated Rights atau Hak-hak Perbedaan-Kelompok. Hak-hak untuk kelompok yang berbeda ini sering dianggap sebagai hak-hak kolektif. Menurut Kymlicka dengan diakuinya hak-hak bagi kelompok yang berbeda maka anggota kelompok-kelompok tertentu dimasukkan ke dalam komunitas politik tidak hanya sebagai individu-individu, tetapi juga melalui kelompok, dan hak-hak mereka ditentukan oleh keanggotaannya dalam kelompok tersebut. (Kymlicka, 2000; 5-6, 174) Hak ini hanya dapat diberikan pada individu karena keanggotaan individu tersebut dalam sebuah kelompok. Politik pembedaan seperti ini diperlukan sebagai solusi untuk mengatasi ketidak setaraan dan meningkatkan penghormatan pada sesama manusia. Menurut Charles Taylor perlakuan yang berbeda diperlukan karena politik perbedaan menolak diskriminasi dan menentang praktik-praktik memperlakukan orang sebagai warga negara kelas dua.(Taylor 1994; 7)
ISIP4212/MODUL 5
5.15
D. GERAKAN SOSIAL BARU Memasuki akhir abad ke 20, muncul aksi-aksi kolektif yang baru di dalam masyarakat. Di masa lalu aksi-aksi kolektif sangat didominasi oleh partai politik atau organisasi yang merupakan onderbouw partai dan serikatserikat kerja seperti serikat buruh, tani, nelayan dan sebagainya. Dalam dua puluh tahun terakhir, aksi-aksi kolektif di dalam masyarakat banyak dilakukan oleh organisasi-organisasi yang tidak terkait dengan partai politik atau serikat-serikat kerja. Sejak tahun 1960-an protes-protes, rally-rally, demonstrasi-demonstrasi, atau aksi-aksi yang dikenal dengan sebutan parlemen jalanan banyak dilakukan oleh gerakan-gerakan seperti gerakan perdamaian, gerakan mahasiswa, gerakan hak-hak asasi manusia, gerakan anti nuklir, gerakan keagamaan fundamentalis, gerakan ekologi dan New Age, gerakan perempuan, gerakan kaum gay dan lesbians, gerakan masyarakat adat, gerakan kelompok minoritas nasional, dan sebagainya. Fenomena gerakan ini mencolok dalam perpolitikan khususnya di negara-negara Eropa Barat dan Amerika Serikat. Ada banyak faktor yang menyebabkan kemunculan gerakan-gerakan ini, di antara yang sering dikemukakan oleh para ilmuwan sosial berkaitan dengan perubahan ekonomi, sosial, dan politik di dalam masyarakat. Di sektor ekonomi perubahan mencolok terjadi dengan menurunnya peran industri barang, dan berkembang industri jasa, pengetahuan dan informasi. Di bidang sosial kita melihat terjadinya peningkatan kesejahteraan dan perbaikan taraf kehidupan di dalam masyarakat; dan di bidang politik kegiatan dan peran partai-partai politik serta politisi politik semakin menjadi profesional, sementara itu lembaga-lembaga pemerintahan menjadi semakin teknis dan birokratis. Perubahan-perubahan yang terjadi di berbagai bidang tersebut mempengaruhi keberadaan, peran dan aktivitas anggota masyarakat. Dengan semakin pentingnya industri pelayanan dan jasa maka, peran partai dan organisasi yang berbasiskan buruh industri berkurang. Selain itu perbaikan kondisi kesejahteraan ekonomi dan sosial dalam masyarakat, dapat memberi perhatian pada hal-hal lain yang berkenaan dengan kualitas kehidupan sehari-hari seperti lingkungan dan alam. Kini ruang publik di luar institusi negara (pemerintahan) menjadi pusat di mana orang berkumpul untuk mendiskusikan permasalahan bersama dan bertindak bersama untuk
5.16
PENGANTAR ILMU POLITIK
mengubah situasi. Gerakan-gerakan menjadi aktor penting di dalam melakukan perubahan dan merupakan arena publik di luar negara. Proses demokratisasi yang berlangsung di berbagai negara di dunia telah merangsang lahirnya aksi-aksi kolektif dalam bentuk gerakan di wilayahwilayah di luar Amerika Serikat dan Eropa. Demokratisasi di negara-negara yang baru lepas dari pemerintahan otoriter, banyak dimotori oleh gerakangerakan yang tidak terkait dengan partai politik. Kegiatan-kegiatan membangun kesadaran politik dalam masyarakat dan perlawanan terhadap pemerintahan yang otoriter banyak dilakukan secara terselubung oleh organisasi-organisasi non-politik seperti kelompok teater, koperasi pedesaan, organisasi mahasiswa, organisasi perempuan, organisasi pencinta alam, organisasi konservasi lingkungan dan sebagainya. Selain membicarakan problema kehidupan sehari-hari dan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari para anggota organisasi membahas persoalan politik, sosial, budaya, ekonomi dan kemasyarakatan yang lebih luas yang menjadi perhatian mereka. Melalui aktivitas sehari-hari inilah, ditingkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap masalah-masalah yang lebih besar dari permasalahan organisasi, dan dibangun solidaritas di antara sesama organisasi dan terhadap anggota masyarakat yang tidak beruntung. Jadi, apakah gerakan sosial baru atau disingkat GSB itu? Memberikan pengertian mengenai gerakan sosial baru bukanlah hal yang mudah. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa gerakan sosial baru merupakan bentuk aksi dan tingkah laku kolektif yang merefleksikan kritik fundamental terhadap modernitas dan rasionalitas, serta diasosiasikan dengan perubahan sistem. Gerakan sosial baru lebih menekankan perubahan sosial lewat transformasi sikap/perilaku budaya dan identitas kolektif. Oleh karena itu, gerakannya lebih bersifat kultural daripada politik. Gerakan ini disebut ”baru” karena dua alasan: 1. Isu utamanya tidak tentang inklusif ke dalam soal hak-hak dasar (misalnya hak atas hidup, kebebasan, properti) atau perluasan hak-hak ekonomi. Ia membawakan isu politik baru yang isinya mengenai kualitas hidup, persamaan, realisasi diri individu, partisipasi, HAM 2. Format pengorganisasian dari gerakan-gerakan ini tidak mereplikasi gerakan massa dari partai politik, serikat buruh atau birokrasi yang berusaha mendapat kekuasaan lewat mobilisasi. Gerakan ini cenderung
ISIP4212/MODUL 5
5.17
berbentuk jaringan-jaringan dari banyak kelompok lokal yang masingmasing bekerja dengan prinsip dan cara kerjanya sendiri, tapi tetap dapat bereaksi dalam gerakan yang sama dan bersama dalam sebuah aksi protes. Aksi-aksinya biasanya berkenaan dengan masyarakat sipil yang perlu dilindungi dari intervensi negara yang terus meluas. Bagaimana kita dapat mengenali GSB ini? Apa yang menjadi ciri-ciri dari sebuah gerakan yang dapat dikategorikan sebagai GSB? Sejumlah ciri tertentu tampak dalam gerakan-gerakan yang dapat digolongkan ke dalam GSB. Menurut Hank Jonston, Enrique Larana, dan Joseph Gusfield (Larana, Jonston dan Gusfeld, 1994: 6-9) ciri-cirinya adalah: 1. Latar belakang status sosial partisipan dari gerakan sangat bervariasi, misalnya dalam umur, jenis kelamin, profesi, pekerjaan, dan tidak mempunyai kaitan dengan struktur kelas yang ada di dalam masyarakat. 2. Tidak merepresentasikan ideologi tertentu, khususnya yang terkait dengan gerakan-gerakan kelas pekerja seperti Marxisme, sebagai unsur pemersatu dan penggerak untuk melakukan aksi kolektif; menunjukkan adanya pluralisme gagasan dan nilai, dan cenderung berorientasi pragmatis. 3. Tidak menggunakan isu ekonomi, tetapi lebih pada isu-isu simbolik dan budaya (kepercayaan, nilai, simbol, atau makna) yang terkait dengan identitas atau sentimen dari kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda di dalam gerakannya. Ini sangat relevan dengan gerakangerakan etnis, nasionalis dan separatis dalam negara, seperti gerakan Basque dan Catalan di Spanyol atau Papua Merdeka di Papua. 4. Keterkaitan di antara individu dan kolektivitas tidak jelas, lebih menekankan identifikasi diri yang bersifat individual dalam gerakangerakannya, misalnya dalam gerakan mahasiswa, perempuan atau kelompok gay dan lesbian tidak ada basis struktural dan kelas yang jelas bagi pendukung gerakan. 5. Melibatkan aspek-aspek personal dan yang intim dari kehidupan manusia dan bergerak ke wilayah kehidupan sehari-hari, misalnya berfokus pada hak aborsi, hak untuk mendapatkan udara yang bersih,
5.18
6.
7.
8.
PENGANTAR ILMU POLITIK
hak untuk mendapatkan informasi tentang pengobatan alternatif, hak untuk mati, dan sebagainya. Menggunakan taktik mobilisasi tanpa kekerasan, misalnya menganjurkan ’civil disobedient’, melakukan protes dengan melakukan dramatisasi atas kebijakan atau keputusan yang ditentang atau didukungnya. Pengorganisasian dan penyebaran organisasi-organisasi gerakan sosial baru berkaitan dengan krisis kredibilitas saluran partisipasi tradisional dalam demokrasi (partai politik atau organisasi kepentingan). Organisasi gerakan sosial baru biasanya terdesentralisir, segmented dan diffused, selain itu juga bersifat otonom, lokal dan tidak mempunyai ikatan dengan organisasi-organisasi di tingkat regional dan nasional.
Ada pandangan menyatakan bahwa pembentukan gerakan sosial baru sangat terkait dengan upaya pencarian identitas yang normatif sifatnya. Artinya apa yang dituntut lewat gerakan ini adalah hak-hak untuk dapat merealisir identitas baik diri sendiri maupun kolektif dengan mengikuti prinsip-prinsip politik normatif. Gerakan ini berbicara antara lain tentang nilai-nilai dasar, rasionalitas sosial, partisipasi demokrasi, (hak) memutuskan bagi diri sendiri, pluralisme kultural. Banyak GSB ditafsirkan sebagai upaya untuk membuka ruang yang lebih besar untuk (1) membuat pilihan kolektif tentang tujuan yang normatif dan estetis, dan (2) membatasi pengaruh sistematis dari kekuasaan dan profit. Bagi GSB yang penting adalah praktikpraktik budaya dan simbolis yang terkait dengan nilai paska material, mempertanyakan gagasan pertumbuhan dan kemajuan, dan menolak orientasi materialistis dari kapitalisme konsumer. Gerakan ini mencoba mengubah hidup orang, mereka percaya individu bisa mengubah hidupnya sekarang sambil berjuang untuk perubahan yang lebih umum dalam masyarakat. E. CIVIL SOCIETY Konsep civil society mulai ramai diperbincangkan sejak terjadinya transformasi politik di bekas negara Uni Soviet dan negara-negara di Eropa Timur. Konsep ini digunakan untuk menggambarkan pusat perpolitikan di luar negara yang bebas dan menentukan. Konsep civil society menjadi penting di dalam diskursus tentang masyarakat dan sistem politik yang
ISIP4212/MODUL 5
5.19
demokratis; dan biasanya dipertentangkan dengan masyarakat dan sistem politik yang otoritarian atau yang dikembangkan dalam konsepsi non Marxist. Konsep civil society ini juga banyak dibahas ketika orang membicarakan masalah kewarganegaraan, masalah hak dan kewajiban warga negara dan negara serta hubungan di antara keduanya. Hal ini disebabkan karena secara umum konsep ini memberikan gambaran tentang partisipasi langsung asosiasi-asosiasi yang bersifat sukarela seperti serikat usaha, organisasi akar rumput atau non-pemerintah dan lain-lain yang tidak terkait dengan negara. Meskipun konsep ini baru ramai diperbincangkan setelah kejatuhan negara-negara komunis di Eropa Timur, namun akar pemikiran dan asal usul gagasan di dalam konsep ini sudah ada sejak lama. Sebagaimana banyak gagasan dalam politik, asal usul gagasan civil society juga dapat ditarik jauh hingga masa Yunani dan Romawi kuno. Pemikiran Aristoteles mengenai polis (negara) dan oikos (rumah tangga) digunakan sebagai rujukan dari masa itu; dan Cicero pada masa Romawi kuno memunculkan pemikirannya tentang societas civilis. Thomas Aquinas pada masa pertengahan memadukan konsep negara kota dengan gagasan tentang kedaulatan (sovereign) dan lahir konsep tentang societas civilis republica. Berbagai pemikiran dari pemikir-pemikir politik dan sosial lainnya seperti Thomas Hobbes, John Locke, Montesquieu, Adam Smith, dan Hegel, Marx dan Gramsci sering dirujuk ketika orang membedah konsep dan pemikiran tentang ’civil society’. Ilmuwan kontemporer yang bukunya menjadi rujukan penting ketika membicarakan soal ’civil society’ antara lain Jean Cohen dan Andrew Arato yang berjudul Civil society and Political Theory, Adam Seligman dengan bukunya The Idea of Civil society; dari perspektif aliran kiri maka tulisan Norberto Bobbio berjudul Gramsci and the Concept of Civil society banyak digunakan. Perlunya memunculkan kembali konsep civil society untuk memahami fenomena perpolitikan di negara-negara yang sedang berubah dari pemerintahan yang otoriter. Di bawah rezim yang otoritarian biasanya perpolitikan sangat didominasi oleh pemerintah, dan partai politik merupakan alat pemerintah yang berkuasa. Proses perubahan yang terjadi di dalam negara-negara yang otoriter, biasanya ditandai dengan kehadiran kelompokkelompok, organisasi-organisasi atau gerakan-gerakan yang tidak terkait dengan lembaga-lembaga negara termasuk partai yang pemerintah yang berkuasa. Merekalah yang biasanya berinisiatif, memelopori, dan bergerak
5.20
PENGANTAR ILMU POLITIK
menjadi motor perubahan di dalam masyarakat. Mereka mempertanyakan dan menentang rezim yang berkuasa dan menjadi sebuah alternatif saluran partisipasi masyarakat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Cohen dan Arato ada dua hal utama untuk memahami konsep civil society. Konsep ini merupakan kritik terhadap negara dan merupakan bentuk pencarian alternatif demokrasi dalam pengertian partisipasi di luar negara. Dengan konsep civil society maka sesungguhnya fokus aktivitas partisipasi politik yang kajiankajian sebelumnya berpusat di lembaga-lembaga negara, kini bergeser ke masyarakat. Dengan demikian civil society dapat dipakai sebagai alat analisis untuk memahami kegiatan-kegiatan di lembaga-lembaga negara baik di dalam sistem yang otoritarian maupun sistem politik yang demokratis. Jadi apa pengertian civil society? Cohen dan Arato mendefinisikan civil society sebagai wilayah interaksi sosial di antara wilayah ekonomi dan negara yang di dalamnya mencakup semua kelompok-kelompok sosial yang paling intim (keluarga), asosiasi-asosiasi yang bersifat sukarela, gerakan-gerakan sosial, dan berbagai wadah komunikasi publik lainnya, yang diciptakan melalui bentuk-bentuk pengaturan mobilisasi diri sendiri, yang independen dalam kelembagaan maupun kegiatannya. Di dalam civil society berbagai unsur dalam masyarakat akan bekerja sama membangun ikatan-ikatan sosial di luar lembaga resmi, menggalang solidaritas kemanusiaan, dan mengejar kebaikan bersama. Hal ini dimungkinkan karena masyarakat madani ditegakkan berdasarkan prinsip-prinsip egalitarianisme dan inklusivisme: kesetaraan di antara unsur-unsur dalam masyarakat dan pengikutsertaan semua unsur dalam pengambilan keputusan yang besifat kolektif dan melakukan aktivitas untuk kepentingan dan kebaikan bersama dalam masyarakat. Civil society merupakan sebuah istilah yang dipergunakan bagi kelompok-kelompok atau unsur-unsur otonom yang bergerak di wilayah publik di luar masyarakat politik dan ekonomi. Sebagai entitas yang otonom, civil society tidak berorientasi pada kekuasaan ataupun upaya untuk mendapatkan profit, oleh karena itu civil society terpisah dari kelompokkelompok atau unsur-unsur yang bergerak di wilayah ekonomi (organisasi produksi dan distribusi) dan politik (partai politik atau organisasi politik lainnya, juga lembaga legislatif atau parlemen). Kelompok-kelompok atau organisasi-organisasi ini berada dan berperan sebagai wilayah penghubung antara civil society dan negara. Dalam konsepsi Cohen dan Arato masyarakat
ISIP4212/MODUL 5
5.21
ekonomi dan politik dapat menimbulkan ancaman bagi civil society dan jika organisasi atau kelompok berorientasi pada kekuasaan atau profit seperti dalam masyarakat politik atau ekonomi maka ia bukan lagi menjadi bagian dari civil society. Civil society dengan demikian, merupakan sebuah entitas yang berbeda dari masyarakat politik dan ekonomi. Kalau civil society dibedakan dari masyarakat politik dan masyarakat ekonomi, mengapa ia perlu dipelajari dalam studi ilmu politik? Kajian mengenai civil society menjadi relevan ketika kita berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan persoalan dan aktivitas kehidupan sehari-hari di dalam masyarakat. Ketika demokrasi diartikan dalam konsepsi partisipatoris, tidak lagi menjadi sebuah konsep terbatas yang semata-mata berarti pemilihan wakil-wakil rakyat dalam lembaga pengambilan keputusan atau posisi publik, maka civil society menjadi penting untuk dipelajari. Selain itu civil society menjadi penting dikajin ketika kita mempelajari proses demokratisasi yang terjadi di negaranegara Eropa Timur, Amerika Selatan, Asia dan Afrika. Perubahan menuju sistem yang lebih terbuka dan demokratis dimotori oleh organisasi-organisasi atau kelompok-kelompok yang tidak terkait atau mempunyai kepentingan langsung dengan partai politik, ekonomi atau organisasi formal lainnya. Demikian pula dalam masyarakat yang telah mapan sistem demokrasinya, civil society menjadi alternatif partisipasi bagi rakyat ketika partai politik yang ada tidak lagi dipercaya dapat mewakili kepentingan ataupun aspirasi mereka. Dalam memahami praktik demokrasi yang partisipatoris dan proses demokratisasi, maka peran civil society sangat relevan dan tidak lagi bisa ditinggalkan dalam kajian ilmu politik. Di Indonesia konsepsi civil society sangat membantu untuk mempelajari aktivitas dan keterlibatan politik masyarakat di luar lembaga-lembaga politik formal yang ada pada masa Orde Baru dan untuk memahami gerakangerakan yang ada dalam masyarakat pada masa reformasi. Pada masa pemerintahan Orde Baru hanya organisasi-organisasi yang dibentuk atas sponsor pemerintah atau yang menjadi onderbouw partai saja yang dapat beraktivitas secara aktif dan mendapat dukungan dana dari pemerintah. Organisasi-organisasi yang dibentuk atau disponsori oleh pemerintah biasanya bergerak dalam kegiatan-kegiatan yang dimaksudkan untuk mendukung atau menjalankan kebijakan atau keputusan dan program pemerintah saja. Organisasi-organisasi sukarela yang dibentuk atas inisiatif
5.22
PENGANTAR ILMU POLITIK
masyarakat diperbolehkan hidup, namun bila bersikap kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah maka biasanya sulit untuk bertahan hidup, dan bila tidak dibubarkan maka akan diawasi secara ketat oleh pemerintah. Masyarakat yang tidak ingin berperan serta dalam organisasi-organisasi bentukan atau yang disponsori oleh pemerintah biasanya memilih untuk aktif dalam organisasi-organisasi sukarela ini. Dan biasanya organisasi-organisasi sukarela ini bergerak dalam kegiatan yang berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup rakyat atau bergerak untuk memperjuangkan atau menyuarakan kepentingan-kepentingan rakyat yang dirugikan akibat kebijakan pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah. Organisasiorganisasi ini dikenal sebagai organisasi non-pemerintah (ornop) atau juga disebut organisasi akar rumput. Jangkauan wilayah dan bidang kegiatan organisasi non-pemerintah (Ornop) cukup bervariasi. Organisasi ini dapat bersifat lokal tapi juga dapat bersifat regional atau nasional. Organisasi yang bersifat lokal biasanya dibentuk untuk mengangkat atau memperjuangkan kepentingan masyarakat di tingkat lokal dan jangkauan kegiatannya juga hanya di sekitar wilayah di mana organisasi tersebut berada, sebagai contoh misalnya organisasi Pancur Kasih di Kalimantan Barat yang kegiatannya membantu petani di pedesaan untuk mengelola kegiatan mereka di bidang pertanian. Kemudian, organisasi ini membantu rakyat di pedesaan untuk mengukur tanah milik mereka dan melakukan sertifikasi tanah mereka. Contoh lain adalah organisasi yang mendidik anak-anak jalanan, organisasi yang membela pekerja perempuan di luar negeri, dan lain sebagainya. Ada juga organisasi non-pemerintah yang bersifat nasional dan regional. Sejumlah Ornop dengan jangkauan nasional biasanya bersikap kritis terhadap pemerintah atau kebijakan-kebijakan pembangunan yang dilaksanakan pemerintah. Beberapa organisasi yang bersifat nasional dan mempunyai organisasi-organisasi cabang di tingkat daerah antara lain adalah Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), dan Wahana Lingkungan Hidup (WALHI). Menghadapi perkembangan dalam masyarakat yang semakin kompleks maka peran civil society menjadi semakin penting pula. Banyak bidang kegiatan dan kehidupan dalam masyarakat yang tidak tersentuh atau tidak perlu dimasuki oleh partai politik dan birokrasi pemerintahan ataupun organisasi ekonomi yang berorientasi profit. Selain itu kebebasan untuk
ISIP4212/MODUL 5
5.23
berorganisasi atau berkumpul dan melakukan kegiatan bersama merupakan suatu kebutuhan dalam kehidupan bersama dalam masyarakat. Dengan konsep civil society, dimungkinkan adanya pengelompokan atau pengorganisasian dalam masyarakat yang orientasinya bukanlah kekuasaan atau profit. Menurut Ryaas Rasyid paling tidak ada dua keuntungan yang diperoleh dengan keberadaan civil society. Pertama, dapat menghindari munculnya kekuasaan yang otoritarian akibat terlalu lemahnya masyarakat. Kedua, dapat mencegah kemungkinan meledaknya revolusi sosial akibat terlalu kuatnya masyarakat. Civil society dengan demikian merupakan sebuah wilayah yang diperlukan untuk mengimbangi keberadaan dan kegiatankegiatan organisasi politik dan ekonomi yang berorientasi kekuasaan dan profit semata. LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Jelaskan yang dimaksud dengan partisipasi politik dan berilah contoh! Sebutkan kegiatan-kegiatan yang disamakan dengan partisipasi politik? 2) Jelaskan alasan warga negara bersedia melakukan kegiatan-kegiatan partisipasi politik. Menurut Anda, mengapa ada warga negara yang tidak mau berpartisipasi dalam kegiatan partisipasi politik. Berikan contoh situasi di mana sikap ’apati’ justru dipandang sebagai tindakan positif. 3) Partisipasi yang tidak atas prakarsa sendiri sering dilakukan di negaranegara sedang berkembang. Apakah yang dimaksud partisipasi tidak atas prakarsa sendiri? Berikan contoh. Bagaimana kita membedakan bentuk partisipasi ini dari partisipasi atas prakarsa sendiri? 4) Jelaskan mengapa muncul pemikiran tentang isu hak-hak kelompok dalam teori liberal. Sebutkan salah satu contoh hak-hak kelompok! 5) Diskusikan faktor-faktor yang menyebabkan kemunculan GSB dan jelaskan mengapa GSB disebut ”baru”, bagaimana kita mengenali sebuah gerakan adalah termasuk gerakan sosial baru atau tidak! 6) Diskusikan mengapa civil society perlu dipelajari dalam ilmu politik!
5.24
PENGANTAR ILMU POLITIK
Petunjuk Jawaban Latihan 1) Berikan pemahaman umum tentang partisipasi dan berikan contoh definisi sebagaimana terdapat dalam materi kegiatan, misalnya definisi dari Herbert McClosky atau dari Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson. Beberapa kesamaan definisi tersebut berkaitan dengan isu tentang: a) pemilihan penguasa atau pejabat yang akan memerintah atau membuat kebijakan b) upaya mempengaruhi proses pembuatan keputusan atau kebijakan. 2) Rakyat atau warga negara bersedia melakukan kegiatan partisipasi karena beberapa sebab antara lain: a) percaya bahwa kegiatan mempunyai efek atau dampak b) perwujudan dari kekuasaan rakyat c) mengetahui siapa yang akan memerintah atau membuat kebijakan Sebaliknya rakyat tidak mau berpartisipasi karena beberapa faktor, antara lain: a) tidak peduli atau tidak berminat b) tidak merasa bahwa mereka dan kepentingan mereka diperhatikan c) tidak merasa keikutsertaan mereka akan memberikan pengaruh Sikap apati dipandang baik di negara di mana terdapat perpecahan sosial politik yang tajam di dalam masyarakatnya. 3) Yang dimaksud partisipasi tidak atas prakarsa sendiri adalah jika kegiatan partisipasi politik dilakukan karena tekanan atau paksaan atau tidak atas kesukarelaan rakyat sendiri. Salah satu contohnya misalnya menghadiri kampanye pemilihan umum untuk seorang calon presiden karena dipaksa oleh atasan atau orang lain yang berkuasa. Beda antara partisipasi prakarsa sendiri dan yang bukan menurut Joan Nelson terletak pada sifat keterlibatan: apakah karena keinginan dan
ISIP4212/MODUL 5
5.25
inisiatif sendiri secara sukarela atau karena kehendak atau paksaan yang berasal dari luar diri sendiri. 4) Munculnya pemikiran tentang isu hak-hak kelompok bermula dari penolakan para teoretisi/pemikir liberal yang kritis terhadap pandangan liberal tentang sifat atomistis individu. Menurut mereka individu tidak dapat dilepaskan dari kelompoknya. Tiga macam hak-hak perbedaan kelompok adalah hak-hak untuk memerintah sendiri, hak-hak polyetnis, dan hak-hak perwakilan khusus. 5) Faktor-faktor kemunculan GSB yang harus diperhitungkan: a) perubahan ekonomi, sosial, budaya dan politik b) proses demokratisasi. 6) Civil society perlu dipelajari dalam ilmu politik karena konsep ini menjadi penting dalam diskursus tentang masyarakat dan sistem politik khususnya sejak transformasi politik yang terjadi di Uni Soviet dan Eropa Timur. Civil society merupakan salah satu aktor penting di dalam proses demokratisasi di negara-negara di wilayah tersebut dan di negaranegara lain yang menjalani proses demokratisasi. R A NG KU M AN Partisipasi politik bersama dengan partai politik merupakan bidang kajian penting dan banyak dipelajari di dalam ilmu politik. Perkembangan kedua bidang tersebut tidak bisa dilepaskan dari perkembangan demokrasi dan proses demokratisasi di negara-negara non-Barat. Perkembangan dua abad terakhir ini, partai politik tidak menjadi satu-satunya aktor politik yang berpartisipasi di dalam politik, namun partai politik masih menempati tempat khusus di dalam studi ilmu politik. Perkembangan yang terjadi dalam perpolitikan riil telah mendorong terjadinya perkembangan kajian tentang partai politik, termasuk sistem kepartaian. Untuk memahami bagaimana partai politik bersikap di dalam sistem politik maka perlu dipahami sistem kepartaian di dalam sistem politik tersebut.
5.26
PENGANTAR ILMU POLITIK
Selanjutnya, perpolitikan di berbagai negara di dunia dan beberapa fenomena politik pada tingkat global telah mempengaruhi perkembangan bidang kajian ini. Bidang kajian baru di antaranya yang berkaitan dengan politik kelompok dan hak-hak kelompok merupakan bidang kajian kontemporer di dalam ilmu politik. Selain isu hak-hak kelompok, berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarakat baik di tingkat nasional maupun global telah mendorong munculnya gerakan-gerakan yang membawakan isu-isu baru yang tidak sama dengan isu yang dibawakan oleh gerakan-gerakan sosial yang tradisional seperti gerakan buruh. Juga yang perlu diperhatikan sebagai fenomena baru dalam perpolitikan adalah aktor-aktor politik yang terlibat di dalam perubahan yang terjadi di dalam masyarakat selama beberapa dekade terakhir ini. Dalam proses demokratisasi yang terjadi di negara-negara dengan pemerintahan yang otoriter maka kelompok-kelompok yang dikategorikan sebagai ‘masyarakat kewargaan’ atau civil society inilah yang berperan penting.
TE S F OR M AT IF 1 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Partisipasi politik adalah kegiatan warganegara yang legal yang bertujuan untuk mempengaruhi pemilihan pejabat negara dan tindakantindakan mereka. Pernyataan ini adalah pendapat …. A. Herbert McClosky B. Norman H. Nie dan Sydney Verba C. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson D. Gabriel Almond dan Sydney Verba 2) Ada beberapa alasan warga negara tidak berminat untuk ikut berpartisipasi di dalam politik, salah satu di antaranya adalah …. A. untuk memilih para pejabat publik dan wakil rakyat B. untuk menyuarakan kepentingan dan aspirasi secara langsung C. untuk mempengaruhi proses pembuatan kebijakan umum D. tertutupnya kesempatan untuk ikut mempengaruhi pemilihan pejabat publik dan kebijakan umum
ISIP4212/MODUL 5
5.27
3) Partisipasi dapat dilakukan oleh baik individu maupun kelompok, secara sukarela maupun dengan kekerasan, secara legal maupun ilegal, secara otonom maupun dengan dimobilisir. Pernyataan ini adalah pendapat dari… A. Norman H. Nie dan Sydney Verba B. Gabriel Almond dan Sydney Verba C. Samuel P. Huntington dan Joan M. Nelson D. David F. Roth dan Frank L. Wilson 4) Partisipasi tidak selalu bersifat positif, demikian pendapat sejumlah ilmuwan politik. Dalam situasi yang bagaimanakah partisipasi sebaiknya dihindarkan …. A. bila terdapat banyak partai dalam sistem politik B. bila terdapat fragmentasi dan konflik yang tajam dalam masyarakat C. bila masyarakat bersifat apati tentang hasil pemilu D. bila masyarakat tidak ingin berpartisipasi 5) Kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung pemerintah dalam program-program pembangunan disebut …. A. partisipasi B. antipati C. mobilisasi D. apati 6) Kegiatan politik memberikan suara dalam pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi yang …. A. rutin atau melembaga B. tidak rutin atau tidak melembaga C. dimobilisir D. tidak dimobilisir 7) Kegiatan pemogokan buruh atau demonstrasi dan protes jalanan merupakan bentuk partisipasi yang …. A. rutin atau melembaga B. tidak rutin atau tidak melembaga C. dimobilisir D. tidak dimobilisir
5.28
PENGANTAR ILMU POLITIK
8) Salah satu pandangan liberal yang ditolak oleh para ilmuwan yang mengangkat isu politik kelompok dan hak-hak kelompok adalah …. A. individu tidak dapat dipisahkan dari kelompok B. individu terpisah satu dari lainnya seperti atom-atom C. individu merepresentasikan masyarakatnya D. individu merupakan refleksi individu 9) Ada tiga macam tuntutan hak-hak kelompok minoritas menurut Will Kymlicka. A. hak-hak persamaan B. hal-hak memerintah sendiri C. hak-hak perwakilan khusus D. hak-hak polietnis 10) Peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup di dalam masyarakat merupakan salah satu sebab yang mendorong kemunculan gerakangerakan sosial baru. Hal ini merupakan salah satu bagian dari perubahan …. A. budaya B. ekonomi C. sosial D. politik Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
× 100%
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang
ISIP4212/MODUL 5
5.29
Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang belum dikuasai.
5.30
PENGANTAR ILMU POLITIK
Kegiatan Belajar 2
Latar Belakang Kaitan dengan Masalah Perwakilan dan Partisipasi Politik
M
eskipun penelitian mengenai partai politik sebagai suatu kegiatan ilmiah yang relatif baru dalam ilmu politik, namun konsep ini merupakan konsep yang sangat penting dan berkembang sangat pesat dewasa ini. Dikatakan relatif baru karena studi yang mendalam tentang partai politik baru dimulai pada awal abad ke-20, yang dipelopori antara lain oleh Moisei Ostrogorksy (1902), Robert Michels (1911), Maurice Duverger (1951), dan Sigmund Neumann (1956). Karya Ostrogorsky memelopori studi tentang partai politik melalui perbandingan partai pada masa revolusi industri. Michels dalam teori Iron Law of Oligarchy memfokuskan pada organisasi internal partai politik dan kecenderungan para pemimpin partai sesungguhnya lebih mempertahankan kekuasaan dengan mengorbankan kepentingan para anggota partai. Lain halnya dengan Duverger yang mengaitkan ideologi partai dengan struktur partai itu sendiri serta keterkaitan sistem kepartaian negara tersebut dengan sistem pemilu yang berlaku. Konsep partai politik adalah konsep yang sangat penting dalam ilmu politik, khususnya yang berhubungan dengan masalah demokrasi. Seperti yang dibahas oleh S.M. Lipset dalam bukunya Political Man, atau menurut pendapat sosiolog Jerman Max Weber (1864-1920) dan sarjana ekonomi Joseph Schumpeter (1883-1950) bahwa partai politik merupakan lembaga kelengkapan untuk suatu pemerintahan yang demokratis. Selanjutnya, karya Joseph Lapalombara dan Myron Weiner membahas secara khusus partai politik dalam hubungannya dengan pembangunan politik dalam buku Political Parties and Political Development. Jadi pembahasan mengenai partai politik menduduki tempat yang penting dalam pembahasan politik secara keseluruhan. A. LATAR BELAKANG SEJARAH Partai politik pertama lahir di Eropa Barat bersamaan dengan gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang menentukan dalam proses politik.
ISIP4212/MODUL 5
5.31
Dalam hal ini partai politik berperan sebagai penghubung antara rakyat di satu pihak dan pemerintah di lain pihak. Maka dalam perkembangannya kemudian partai politik dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang demokratis, yang mewakili aspirasi rakyat. Bahkan di negara-negara baru pun, partai politik sudah merupakan suatu lembaga yang biasa kita temui, dalam rangka menyalurkan aspirasi rakyat tersebut. Pada permulaan pertengahan abad ke-18, peranan partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan arsitokrasi, dalam arti keberadaan partai politik terutama mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja. Dibandingkan dengan bentuk partai politik masa kini, maka partai politik pada saat itu setara dengan sekelompok orang yang memiliki kepentingan yang sama, biasanya berpusat di sekeliling tokoh bangsawan tertentu atau sebuah dinasti keluarga yang berpengaruh. Cikal bakal partai politik bisa dikatakan berawal dari dalam parlemen Inggris, yaitu kelompok The Tories, para tuan tanah dan bangsawan, dan The Whigs; para pengusaha dan pedagang. Pada masa itu, partai politik masih memiliki karakter “partai kader” yang kental. Partai politik modern berbasis massa seperti yang kita kenal saat ini, berkembang di Amerika Serikat dengan Partai Federalis atau kelompok The Whigs dan kemudian dilanjutkan oleh Partai Republik sejak tahun 1860. Perkembangan selanjutnya, peran partai politik meluas dan berkembang ke segenap lapisan masyarakat. Hal ini antara lain disebabkan oleh perlunya dukungan yang menyebar dan merata dari semua golongan masyarakat, terutama dengan tumbuhnya konsep bahwa semua warga mempunyai hak untuk memilih (universal suffrage) yang berjalan secara bertahap. Hak untuk memilih, awalnya hanya termasuk kelompok tuan tanah dan pemodal, kemudian pada kelompok buruh, selanjutnya semua orang termasuk perempuan pada tahun 1920-an. Dengan demikian terjadi pergeseran partai politik dari peranan yang bersifat elitis ke peranan yang meluas dan populis. Perkembangan selanjutnya ialah partai politik mulai mempengaruhi dan berkembang di negara-negara jajahan yang baru merdeka, yaitu Asia dan Afrika. Partai politik di negara-negara jajahan sering berperan sebagai pemersatu aspirasi rakyat dan penggerak ke arah persatuan nasional yang bertujuan untuk mencapai kemerdekaan. Hal ini terjadi di Indonesia (pada masa Hindia-Belanda) dan India. Perkembangan selanjutnya, partai politik diterima sebagai suatu lembaga penting, terutama di negara-negara yang
5.32
PENGANTAR ILMU POLITIK
berdasarkan demokrasi konstitusional, yaitu sebagai kelengkapan sistem demokrasi suatu negara. Partai politik terutama bertujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan politik agar dapat mempengaruhi kebijakan umum dari kehidupan bernegara. Hal ini berkaitan dengan konsep bahwa kebijakan umum tersebut mengikat masyarakat secara keseluruhan. Kekuasaan semacam ini disebut sebagai kekuasaan yang bersifat politik, dan ciri inilah yang membedakannya dari bentuk kekuasaan lain. Jadi dengan kata lain, peran partai politik pada abad modern sekarang ini adalah untuk sedapat mungkin menguasai dan mempertahankan kekuasaan politik. Yang menjadi pertanyaan kita selanjutnya adalah dengan cara apa dan melalui apa partai politik dapat berperan dalam mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan politik, yaitu melalui sistem perwakilan yang disebut perwakilan politik (political representation). B. KAITAN DENGAN PERWAKILAN POLITIK Sehubungan dengan masalah perwakilan (representation) kita mengenal dua macam perwakilan, yaitu perwakilan politik (political representation) dan perwakilan fungsional (function representation). Perwakilan fungsional sering juga disebut dengan perwakilan non-politik. Dalam praktiknya perwakilan politik diwakili oleh partai politik dan organisasi politik, sedangkan perwakilan fungsional lebih menekankan pada perwakilan golongan dan profesi. Dasar adanya golongan atau perwakilan fungsional adalah karena tidak semua golongan masyarakat terwakili oleh perwakilan politik. Di Indonesia perwakilan fungsional mewakili kelompok, misalnya wartawan, seniman, perempuan, pemuda, tani, nelayan dan lain-lain. Secara resmi perwakilan ini akan diwakili oleh organisasi profesi dari kelompokkelompok tersebut, misalnya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), dan lain-lain. Di samping itu perwakilan fungsional dapat juga diwakili oleh perseorangan yang dianggap mampu untuk mewakili golongan atau profesinya, biasanya pemimpin informal atau tokoh masyarakat. Seperti telah dikemukakan di atas, partai politik mewakili masyarakat melalui perwakilan politik. Dasar perwakilan adalah partai politik bertujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan politik. Dalam hal ini partai politik
ISIP4212/MODUL 5
5.33
sebagai suatu organisasi atau lembaga politik berbeda dengan organisasi kemasyarakatan lainnya. Kadangkala perbedaan ini diatur dalam aturan atau perundang-undangan yang mengatur organisasi politik dan organisasi massa lainnya. Sifat lain dari partai politik dalam kaitannya dengan perwakilan politik adalah sebagai sarana penyalur aspirasi politik dalam suatu negara. Biasanya partai politik secara berkala atau dalam jangka waktu tertentu bersaing dalam suatu pemilihan umum yang bebas dan rahasia. Jadi ciri lain dari partai politik adalah berusaha merebut atau mempertahankan kekuasaan politik melalui saluran resmi yaitu pemilihan umum yang berkala. Sehingga dalam kaitan dengan perwakilan politik, suatu hal yang berhubungan erat adalah masalah keikutsertaan masyarakat dalam masalah politik, yang dalam pembicaraan sehari-hari kita sebut dengan konsep partisipasi politik masyarakat. C. KAITAN DENGAN PARTISIPASI POLITIK Partisipasi politik di sini kita artikan sebagai berbagai macam kegiatan seperti membuat keputusan yang mengikat, mempengaruhi keputusan, mempengaruhi cara pembuatan keputusan, menentukan orang yang membuat keputusan, mengumpulkan informasi untuk pembuatan keputusan, menaati keputusan serta menghambat keputusan yang mengikat masyarakat secara keseluruhan. Dalam definisi di atas partisipasi politik tersebut mencakup aspek yang sangat luas, mulai dari yang paling aktif sampai yang pasif, bahkan yang menghambat atau menentang keputusan juga bisa disebut juga dengan partisipasi politik. Namun dari definisi tersebut dapat kita ambil dua bentuk partisipasi politik, yaitu: 1. Partisipasi politik yang melembaga (routine political participation), dan 2. Partisipasi politik yang tidak melembaga (nonroutine political participation). Perbedaan yang nyata dari kedua bentuk partisipasi politik di atas adalah, partisipasi rutin (melembaga) merupakan partisipasi politik yang dianjurkan dan secara formal diperbolehkan oleh penguasa, sedangkan yang tidak melembaga (nonroutine) adalah kegiatan yang tidak dianjurkan atau dilarang oleh penguasa. Contoh dari partisipasi yang melembaga adalah ikut dalam
5.34
PENGANTAR ILMU POLITIK
pemilihan umum, kegiatan seminar, diskusi serta kegiatan-kegiatan yang secara formal diperbolehkan oleh penguasa. Aksi atau kegiatan yang tidak melembaga misalnya, demonstrasi, mogok, protes dan lain-lain. Pada kebanyakan negara baru kegiatan partisipasi yang tidak melembaga ini biasanya dilarang karena dianggap mengganggu stabilitas nasional, yang berakibat mengganggu kelancaran pembangunan ekonomi negara tersebut. Sebaliknya di negara Barat, kegiatan yang tidak melembaga dalam batas tertentu dibolehkan, misalnya demonstrasi yang tertib, protes yang terarah dan lain-lain. Partisipasi politik bisa juga dibedakan menurut penerimaan dari masyarakat. Nelson dalam buku No Easy Choice membedakan antara partisipasi yang bersifat otonom dan partisipasi yang dimobilisasi. Perbedaan antara keduanya terletak pada apakah partisipasi tersebut bersifat sukarela dan atas inisiatif masyarakat, atau partisipasi tersebut bersifat diarahkan oleh pemerintah. Apabila partisipasi tersebut dari inisiatif masyarakat dan bersifat sukarela bisa disebut partisipasi otonom. Sedangkan apabila diarahkan dari atas, yang terkadang mempunyai unsur tekanan, maka partisipasi ini tergolong yang dimobilisasi. Bentuk partisipasi politik paling sederhana dan paling sering diambil oleh banyak ahli politik untuk mencerminkan tinggi-rendahnya tingkat partisipasi di suatu masyarakat adalah partisipasi dalam pemilu. Data-data statistik partisipasi politik hampir selalu mengacu pada jumlah pemilih dalam pemilu sebagai salah satu contoh partisipasi politik yang sudah melembaga. Rendahnya jumlah pemilih yang selama 20 tahun ini terjadi di negara Eropa (kecuali negara-negara bekas komunis) dan Amerika Serikat tentunya akan memancing reaksi yang menilai tingginya tingkat apatisme masyarakat Barat. Perlu digaris bawahi bahwa beberapa ahli politik lainnya menilai bahwa kuantitas partisipasi tidak selalu berkorelasi positif dengan kualitas partisipasi itu sendiri. Dengan munculnya banyak alternatif partisipasi nonkonvensional, analisis partisipasi politik perlu dipertimbangkan kembali Dalam rangka penyaluran partisipasi politik tersebut di atas, partai politik sebagai suatu organisasi maupun sebagai lembaga kemasyarakatan berfungsi sebagai sarana atau media untuk penyaluran partisipasi politik masyarakat tersebut, dan fungsi ini merupakan peranan penting partai politik sebagai penyalur aspirasi politik masyarakat. Penyalur aspirasi di sini, diartikan sebagai wadah penampungan keikutsertaan masyarakat dalam
ISIP4212/MODUL 5
5.35
masalah politik. Dalam pengertian yang lebih luas, keikutsertaan masyarakat adalah dalam penentuan kebijaksanaan bernegara melalui pembuatan keputusan politik. Di Indonesia misalnya terlibat dalam pembuatan GarisGaris Besar Haluan Negara (GBHN) yang diputuskan oleh wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan kata lain dapat dikatakan, hubungan antara partai politik dengan masyarakat terletak pada kemampuan mereka untuk menjadi tempat atau wadah penyalur aspirasi rakyat, yang dilakukan melalui wakil-wakil mereka yang dipilih melalui pemilihan umum yang dilakukan secara bebas dan rahasia dalam jangka waktu tertentu, misalnya di Indonesia lima tahun sekali.
LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut! 1) Cobalah diskusikan dan jelaskanlah latar belakang sejarah perkembangan partai politik! 2) Uraikan alasan partai politik disebut sebagai kegiatan ilmiah yang relatif baru! 3) Jelaskan hubungan antara partai politik sebagai salah satu bagian dari partisipasi politik, kaitkan pula perkembangan partisipasi politik yang belum melembaga dan menurunnya angka partisipasi dalam pemilu negara-negara Barat! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Partai politik lahir di Eropa Barat bersamaan munculnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang menentukan dalam proses politik. Perkembangan selanjutnya partai politik dianggap sebagai manifestasi sistem politik demokratis yang mewakili aspirasi rakyat. 2) Sebagai kegiatan ilmiah partai politik relatif baru karena studi tentang partai politik baru dimulai pada awal abad ke-20. Dengan kata lain lebih belakangan dari kegiatan lainnya.
5.36
PENGANTAR ILMU POLITIK
3) Partai politik sebagai suatu organisasi merupakan sarana atau alat untuk penyaluran aspirasi politik dari masyarakat. Namun perlu disadari bahwa perkembangan pesat partisipasi politik dalam bentuk lain yang belum melembaga seperti demonstrasi, petisi, dan lain-lain serta perkembangan lembaga-lembaga swadaya masyarakat telah menarik banyak perhatian masyarakat tidak begitu puas dengan kinerja partai yang sering kali tidak efektif membawa aspirasi mereka pada pemerintah. Partisipasi politik yang belum melembaga dipandang sebagai langkah alternatif yang cukup signifikan dalam menyampaikan aspirasi sehingga dalam banyak pemilu di negara-negara Barat, terjadi penurunan jumlah pemilih aktif.
R A NG KU M AN Walaupun sebagai suatu kegiatan ilmiah partai politik relatif baru, namun merupakan konsep dasar yang sangat penting dalam ilmu politik. Dalam permulaan perkembangannya partai politik di negara-negara Barat bersifat elitis dan aristokratis, dalam pengertian mempertahankan kepentingan golongan bangsawan terhadap tuntutan raja. Namun dalam perkembangannya kemudian meluas ke segenap lapisan masyarakat. Dua konsep pokok yang berhubungan erat dengan pembahasan partai politik adalah konsep perwakilan politik dan konsep partisipasi politik. TE S F OR M AT IF 2 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Sebagai suatu penelitian ilmiah kegiatan partai politik dianggap relatif baru karena berkembang …. A. sejak zaman Yunani Kuno sebelum abad Masehi B. pada masa abad pertengahan C. permulaan abad ke-19 D. permulaan abad ke-20
ISIP4212/MODUL 5
5.37
2) Konsep partai politik adalah konsep yang sangat penting dalam ilmu politik, khususnya yang berhubungan dengan masalah .… A. pemerintahan B. demokrasi C. perekonomian D. sosial 3) Partai politik lahir bersamaan dengan gagasan bahwa …. A. rakyat tidak perlu diikutsertakan dalam proses politik. B. rakyat merupakan faktor yang menentukan dalam proses politik. C. rakyat boleh ikut apabila diajak dalam pemilihan. D. parlemen sepenuhnya menjalankan hak rakyat. 4) Pada awalnya partai politik bersifat …. A. elitis dan aristokratis B. populis dan kerakyatan C. melindungi kepentingan raja D. melindungi kepentingan golongan 5) Tujuan akhir dari peranan partai politik adalah …. A. mengganti pemerintahan B. memperbaiki hubungan luar negeri C. merebut atau mempertahankan kekuasaan politik D. merubah sistem pemerintahan. 6) Dalam kaitannya dengan masalah perwakilan, yang diwakili partai politik adalah …. A. perwakilan fungsional B. perwakilan daerah C. perwakilan organisasi D. perwakilan politik 7) Dalam hubungannya dengan keikutsertaan rakyat dalam proses politik, salah satu konsep yang berhubungan erat dengan partai politik adalah …. A. demokrasi politik B. partisipasi politik C. pluralisme politik D. mobilisasi politik
5.38
PENGANTAR ILMU POLITIK
8) Kita mengenal dua macam partisipasi politik yaitu …. A. demokrasi dan otonomi B. elite dan massa C. bebas dan terikat D. otonom dan mobilisasi. 9) Bentuk partisipasi politik yang paling sederhana dan sering kali menjadi fokus perhatian para ahli politik adalah …. A. referendum B. demonstrasi C. pemilu D. voting 10) Pemikir yang menjadi pelopor studi tentang partai politik lewat karyanya yang membandingkan perkembangan partai politik pada masa revolusi industri adalah …. A. M. Ostrogorsky B. M. Duverger C. R. Michels D. S. Neumann Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
× 100%
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 3. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang belum dikuasai.
5.39
ISIP4212/MODUL 5
Kegiatan Belajar 3
Pengertian, Definisi, dan Fungsi Partai Politik
P
artai politik menunjuk pada suatu organisasi yang terdiri dari kelompok orang yang mempunyai nilai-nilai dan tujuan yang sama yaitu merebut atau mempertahankan kekuasaan politik. Jadi, dari pengertian di atas dapat kita tarik beberapa unsur yang melekat pada partai politik, yaitu: 1. Kelompok orang yang membentuk suatu organisasi formal dengan keanggotaan yang jelas. Dalam hubungan dengan aturan permainan politik suatu negara, kadang-kadang secara formal dikuatkan dengan Undang-Undang, sehingga organisasi partai politik biasanya formal atau resmi sebagai penyaluran aspirasi politik masyarakat, dan berbeda dengan kelompok-kelompok lain yang ikatannya lebih bebas. 2. Kelompok orang tersebut mempunyai nilai-nilai dan tujuan yang sama, yang berbeda dengan nilai-nilai dan tujuan kelompok lain. Nilai-nilai di sini bisa ideologi, agama, dan lain-lain. Biasanya partai memiliki fokus program kerja tertentu berdasarkan nilai-nilai dan prinsip yang menjadi trade-mark partai politik. 3. Kelompok ini mempunyai tujuan politik yaitu merebut atau mempertahankan kekuasaan politik dan menempatkan anggotanya pada posisi-posisi politik yang signifikan melalui partisipasinya dalam pemilihan umum. Dari ketiga ciri di atas tersirat perbedaan partai politik dengan organisasi kemasyarakatan lainnya, meskipun terkadang ciri-ciri tersebut berbaur atau tidak begitu nampak. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas, di bawah ini adalah beberapa definisi partai politik. A. BEBERAPA DEFINISI PARTAI POLITIK Carl J. Friedrich: Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan
5.40
PENGANTAR ILMU POLITIK
penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat ideal dan materiil. R.H. Soltau: Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan untuk menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka. Sigmund Neumann: Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan serta merebut dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan suatu golongan atau golongangolongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda. Alan Ware: Partai politik adalah sebuah institusi yang (a) mendapatkan pengaruh dalam suatu negara, sering kali dengan berusaha untuk menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan, dan (b) biasanya mewakili lebih dari sebuah kepentingan dalam masyarakat dan dengan demikian dalam batasan tertentu berusaha untuk “mengagregasi kepentingan”. Dari beberapa definisi yang diberikan oleh beberapa sarjana tersebut di atas, jelas bahwa partai politik sebagai organisasi kemasyarakatan mempunyai ciri yang khas yaitu untuk merebut dan mempertahankan kekuasaan politik. B. PARTAI POLITIK, GERAKAN POLITIK, DAN KELOMPOK KEPENTINGAN Selain partai politik, kita mengenal beberapa sarana lain yang dapat berfungsi sebagai penyalur aspirasi masyarakat, yaitu gerakan politik (political movement), kelompok kepentingan (interest group) dan kelompok penekan (pressure group). Ketiga lembaga penyalur aspirasi ini dapat kita bedakan dari partai politik baik dari segi keanggotaan, cara dan tujuan yang mereka jalankan. Untuk memberikan gambaran lebih jelas di bawah ini diuraikan secara singkat tentang ketiga lembaga tersebut.
ISIP4212/MODUL 5
1.
2.
5.41
Gerakan politik biasanya merupakan suatu kelompok atau golongan yang ingin mengadakan perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga politik atau kadang kala ingin menciptakan tata masyarakat yang baru, dengan memakai cara-cara politik. Tujuan gerakan politik lebih menitikberatkan pada adanya suatu perubahan baik yang bersifat lembaga maupun perubahan tata masyarakat secara keseluruhan. Kalau kita bandingkan dengan tujuan partai politik, nampak bahwa gerakan politik mempunyai tujuan yang lebih terbatas dan fundamental sifatnya, dan kadang-kadang malahan bersifat ideologis. Orientasi ini merupakan ikatan yang kuat di antara anggota-anggotanya dan dapat menumbuhkan identitas kelompok (group identity) yang kuat. Dari segi organisasi nampak bahwa organisasi gerakan politik kurang ketat apabila dibandingkan dengan organisasi partai politik. Salah satu perbedaan lainnya adalah gerakan politik sering tidak menggunakan saluran pemilihan umum untuk pencapaian tujuan, bahkan gerakan politik biasanya tidak ikut bersaing di dalam pemilihan-pemilihan umum yang diadakan. Sebaliknya partai politik selalu mengikuti pemilihan umum untuk mendapatkan dukungan dan kedudukan politik. Kelompok kepentingan, dilihat dari tujuannya berbeda pula dengan partai politik. Tujuan kelompok kepentingan adalah memperjuangkan sesuatu kepentingan tertentu. Kepentingan yang dijadikan dasar bisa berupa kepentingan golongan, kepentingan kelompok ataupun secara terbatas pada kepentingan anggotanya sendiri. Jadi tujuan kelompok kepentingan lebih terbatas dibandingkan dengan partai politik. Cara yang biasanya dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut adalah dengan mempengaruhi lembaga-lembaga politik agar mendapatkan keputusan yang menguntungkan dan menghindarkan keputusan yang merugikan. Di samping itu kelompok kepentingan tidak berusaha untuk menempatkan wakil-wakilnya dalam dewan perwakilan rakyat, melainkan cukup mempengaruhi satu atau beberapa partai di dalamnya atau instansi pemerintah atau menteri yang berwenang. Dari gambaran di atas nampak bahwa kelompok kepentingan mempunyai orientasi yang jauh lebih sempit daripada partai politik yang mewakili berbagai golongan dan
5.42
3.
PENGANTAR ILMU POLITIK
lebih banyak memperjuangkan kepentingan umum. Selanjutnya, jika ditinjau dari segi organisasi, kelompok kepentingan mempunyai organisasi yang lebih renggang dibandingkan dengan organisasi partai politik. Suatu bentuk dari kelompok kepentingan adalah organisasi profesi, misalnya ikatan-ikatan profesi (seperti dokter, wartawan, buruh, dan lain-lain). Melalui organisasi profesi inilah biasanya kelompok kepentingan secara persuasif memperjuangkan kepentingannya. Kelompok penekan, sering kali disamakan dengan kelompok kepentingan, namun bila ditinjau lebih mendalam, ternyata kedua kelompok sesungguhnya berbeda. Perbedaan tersebut terletak dalam aspek tujuan dan cara untuk mencapai tujuan tersebut. Kelompok penekan mempunyai tujuan yang lebih luas daripada kelompok kepentingan. Tujuan kelompok biasanya tidak terikat kepada kepentingan tertentu atau kepentingan kelompok. Biasanya tujuan mereka dikaitkan dengan suatu masalah atau keadaan dalam masyarakat yang memerlukan perubahan atau perbaikan. Sedangkan dari cara, kelompok penekan biasanya melakukan cara yang lebih keras atau memaksa dibandingkan dengan cara yang digunakan oleh kelompok kepentingan. Kelompok penekan ini dapat menggunakan cara lebih keras karena secara organisasi mereka cukup kuat dan berpengaruh terhadap para pengambil keputusan. Sebagai contoh adalah Ikatan Dokter di Amerika Serikat. Organisasi ini sering disebut sebagai kelompok penekan, karena pengaruhnya dan tekanannya yang kuat dalam masalah kesehatan.
Ketiga agen penyalur aspirasi tersebut di atas bersama-sama dengan partai politik merupakan kelengkapan dalam suatu negara demokratis. C. BEBERAPA FUNGSI PARTAI POLITIK Pada pembahasan sebelumnya telah diuraikan bahwa partai politik merupakan sarana penyalur aspirasi rakyat. Dalam menyalurkan aspirasi rakyat tersebut, partai politik melaksanakan beberapa fungsi penting. Fungsi diartikan sebagai apa yang dapat dan seharusnya dilaksanakan oleh partai
ISIP4212/MODUL 5
5.43
politik dalam rangka menyalurkan aspirasi tersebut. Beberapa fungsi partai politik adalah: 1.
Sebagai Sarana Komunikasi Politik Partai politik berfungsi sebagai media atau perantara antara rakyat dengan pemerintah. Dapat juga dikatakan bahwa partai politik merupakan jembatan antara masyarakat dan pemerintah. Fungsi tersebut dilaksanakan dengan mendengarkan, mengumpulkan, menggabungkan serta merumuskan aspirasi (interest articulation dan aggregation) yang berasal dari masyarakat serta kemudian menuangkan dalam bentuk program partai. Perumusan dalam bentuk program, mencerminkan inti dari aspirasi dan kepentingan masyarakat untuk diperjuangkan partai politik dalam proses pembuatan kebijakan umum. Pelaksanaan fungsi ini merupakan dasar pertimbangan terwakili atau tidaknya kepentingan dan aspirasi masyarakat. Apabila fungsi ini tidak dapat terlaksana dengan baik, maka aspirasi dan kepentingan masyarakat akan hilang, atau kadangkala muncul konflik-konflik kepentingan di antara anggota masyarakat atau antara masyarakat dengan pemerintah. Dapat disimpulkan bahwa partai politik menjadi penyalur aspirasi yang datang dari bawah (masyarakat). Sedangkan dari atas (pemerintah), partai politik bisa berfungsi pula sebagai penyalur informasi kebijakan pemerintah yang telah dihasilkan dan yang mengikat masyarakat secara keseluruhan. Hal ini terutama tampak di negara seperti Indonesia pada masa Orde Baru di mana partai politik merupakan partner pemerintah dalam mensukseskan kebijakan umum. Sebagai contoh misalnya, pemerintah melancarkan kebijakan keluarga berencana secara nasional. Dalam hal ini partai politik bisa berfungsi sebagai penyebar dan sarana untuk memberikan penjelasan kepada masyarakat tentang pentingnya program keluarga berencana demi masa depan bersama. Contoh lain misalnya tentang UndangUndang Perpajakan. Partai politik dapat menjelaskan kepada masyarakat bahwa membayar pajak adalah kewajiban setiap warga negara dan bahwa pajak yang dipungut akan terhimpun sebagai modal masyarakat serta akan dikembalikan kepada masyarakat sebagai dana pelayanan
5.44
PENGANTAR ILMU POLITIK
umum (public service) misalnya pelayanan rumah sakit, pasar, sekolah dan lain-lain. Dengan demikian masyarakat dapat diyakinkan bahwa pajak yang mereka bayar tidak akan hilang percuma. Dapat disimpulkan bahwa partai politik menyebarkan kebijakan untuk dapat dimengerti masyarakat dengan baik, karena dengan pengertian yang baik dari masyarakat dapat diharapkan peran serta politik masyarakat akan tumbuh dengan baik. Partai politik juga dapat memberikan informasi pada masyarakat tentang kebijakan pemerintah yang masih perlu disesuaikan dengan kepentingan masyarakat untuk kemudian mendapatkan umpan balik dari masyarakat, misalnya UU Penyiaran dan UU Sistem Pendidikan Nasional. Jadi, partai politik sebagai sarana komunikasi politik bergerak dalam lalu-lintas dua arah antara masyarakat dan pemerintah. 2.
Sebagai Sarana Sosialisasi dan Mobilisasi Politik Dalam proses sosialisasi partai politik berfungsi dalam menyebarkan, menerangkan serta mengajak masyarakat menghayati norma-norma dan nilai-nilai politik. Sosialisasi diartikan sebagai proses di mana seseorang atau sekelompok orang mengenal, menghayati serta kemudian mengamalkan nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Proses sosialisasi merupakan permulaan orientasi ke masalah-masalah politik. Melalui kegiatan ini partai politik ikut membina serta memantapkan norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Kegoyahan atau keraguan terhadap norma-norma atau nilai-nilai akan dapat menumbuhkan sikap “anomi” di masyarakat. Anomi dimaksudkan sebagai suatu keadaan di mana terdapat ketidakpastian nilai di masyarakat. Masalah ini sering ditemui karena nilai-nilai lama mulai mengabur, sedangkan nilai-nilai baru belum mantap berakar dalam masyarakat. Partai politik dengan fungsi sosialisasinya yang bisa dilakukan adalah menjelaskan hak dan kewajiban warga negara, pentingnya berpartisipasi dalam pemilihan umum, menyelenggarakan kursus-kursus kader, latihan berorganisasi dan lain-lain. Semua usaha tadi ditujukan pada penyebaran nilai-nilai dan norma-norma yang
ISIP4212/MODUL 5
5.45
berlaku di masyarakat dan kemudian memobilisasi masyarakat untuk ikut aktif dalam kehidupan politik dengan berbagai cara. Namun demikian, di samping partai politik, masih terdapat beberapa sarana sosialisasi lain di masyarakat, seperti keluarga, sekolah, agama serta organisasi profesi. Dari beberapa sarana tersebut, keluarga adalah sarana sosialisasi awal seseorang mengenal nilai-nilai dan norma-norma masyarakat. Hal ini kita kaitkan dengan kenyataan bahwa proses sosialisasi berlangsung sejak mulai anak-anak sampai dewasa. Dalam proses tersebut maka semakin dewasa, sosialisasi suatu nilai semakin sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena semakin tua seseorang maka semakin mengendap atau mendarah daging (internalized) nilainilai tersebut. 3.
Sebagai Sarana Rekrutmen Politik dan Pembentukan Pemerintahan Pelaksanaan fungsi ini dinyatakan dalam bentuk usaha dari partai politik untuk mengambil atau menarik orang-orang yang berbakat dalam politik untuk menjadi kader politik. Usaha rekrutmen ini biasanya berkaitan erat dengan sosialisasi yang dilakukan oleh partai politik dan membangun partisipasi politik masyarakat. Tenaga-tenaga berbakat yang diajak dan direkrut untuk menjadi kader politik kemudian dibina menjadi generasi penerus nilai-nilai politik partai. Dengan demikian terjadi pengalihan nilai-nilai yang dipegang dalam suatu partai politik dari suatu generasi kepada generasi yang selanjutnya. Dengan kata lain, alih generasi dalam partai dapat berjalan dengan baik. Contoh nyata dalam kehidupan bernegara kita adalah adanya usaha untuk mewariskan nilai-nilai dari generasi terdahulu kepada generasi muda melalui proses rekrutmen dan pembinaan generasi muda. Fungsi rekrutmen mempunyai manfaat lain selain usaha melakukan kaderisasi seperti tersebut di atas, yaitu dapat mengurangi atau menghilangkan “alienasi” di kalangan generasi muda. Alienasi diartikan sebagai suatu ketidakberdayaan atau perasaan keterasingan dari perkembangan politik dalam lingkungannya. Dalam hal ini, melalui
5.46
PENGANTAR ILMU POLITIK
fungsi rekrutmen, partai politik dapat mengurangi bahkan menghilangkan keadaan alienasi di kalangan generasi muda. Generasi yang tadinya merasa terasing diajak dan disalurkan ke arah yang positif dan berguna bagi masa depan bangsa. 4.
Sebagai Sarana Pengatur Konflik dalam Masyarakat Fungsi partai ini berkaitan erat dengan fungsi komunikasi yang sebelumnya dijelaskan. Di dalam setiap masyarakat, perbedaan pendapat dan persaingan dianggap wajar, demikian pula konflik, asal dalam batasbatas tertentu, sering pula dianggap wajar. Dalam hal ini, partai politik berperan untuk mengatur atau menengahi konflik yang terjadi (conflict management) dengan cara berperan sebagai wadah untuk menyalurkan kepentingan-kepentingan yang ada dan kemudian mengkonversinya dalam proses agregasi kepentingan menjadi program partai. Cara partai politik mengatur konflik masyarakat adalah dengan membuat aturan permainan atau mendukung aturan permainan yang telah ada dalam masyarakat. Dengan demikian semua konflik dapat diselesaikan secara damai menurut saluran yang ada. Sebagai suatu catatan, pengaturan konflik dalam negara demokratis selalu dilakukan dengan persuasi atau damai. Pemakaian kekerasan sedapat mungkin dihindari.
Dari pembahasan kita tentang empat fungsi partai politik di negara demokratis tersebut, nampak bahwa sebenarnya partai adalah kelengkapan kehidupan bernegara yang sangat penting sekaligus merupakan ciri utama negara demokratis. Meskipun demikian kita lihat pula bahwa, terutama di negara-negara baru seperti Indonesia, partai politik belum dapat berfungsi secara wajar, dan fungsi-fungsi tersebut di atas belum sepenuhnya dapat dilaksanakan. Misalnya fungsi komunikasi masih terasa hanya berjalan sepihak, yaitu hanya dari atas ke bawah. Fungsi sosialisasi terkadang hanya menyebarkan nilai-nilai dan norma-norma yang menguntungkan partai itu sendiri. Bahkan terkadang partai politik melakukan manipulasi nilai-nilai yang diakui sebagai kepentingan masyarakat yang ia wakili. Fungsi rekrutmen juga masih belum dapat berjalan dengan baik, misalnya keterbatasan dalam pengambilan tenaga berbakat. Rekrutmen terkadang
ISIP4212/MODUL 5
5.47
bukan berdasarkan kemampuan, tetapi lebih pada sistem kekeluargaan dan koneksi. Fungsi penengah konflik masih terasa kurang sekali. Partai politik sering bukan mendamaikan, tetapi ikut menambah konflik yang ada dalam masyarakat. Meskipun demikian, partai politik dalam fungsinya tersebut sekurang-kurangnya dapat melakukan pengawasan dan membantu dalam pengaturan kehidupan bernegara yang baik. D. PARTAI POLITIK DI NEGARA TOTALITER Peranan dan fungsi partai politik di negara totaliter sangat berbeda bahkan bertolak belakang dengan di negara demokrasi konstitusional. Kalau di negara demokratis, partai politik berfungsi sebagai penyalur aspirasi dan kepentingan rakyat, maka di negara-negara totaliter seperti negara bekas Uni Soviet pada masa lalu, partai politik komunis mengatur dan membina hampir seluruh kehidupan masyarakat dan negara. Di negara totaliter basis ideologi partai adalah komunis di mana partai komunis merupakan satu-satunya partai politik, dan partai lain tidak diperbolehkan, seperti di Cina dan Uni Soviet dulu. Dalam negara terakhir telah terjadi transformasi ke demokrasi, sedang di Cina transformasi menuju kapitalisme. Partai di kedua negara tersebut di atas mempunyai kedudukan monopoli dalam pengaturan masyarakat dan negara. Semua kebijakan diatur oleh partai komunis dan kebebasan untuk bersaing tidak ada. Di beberapa negara Eropa Timur, di mana terdapat pada masa lalu beberapa partai kelompok kecil di samping partai komunis, maka partai komunis yang memimpin. Sering kali, partai-partai kecil menjadi kamuflase adanya sebuah sistem kepartaian tunggal yang sebenarnya di negara tersebut. Partai-partai kecil ini dapat hidup hanya karena aliansi mereka pada partai yang mendominasi atau keberadaan mereka sendiri sebenarnya dianggap ilegal. Di kedua jenis negara tersebut di atas, semua aspek kehidupan bernegara, ekonomi, sosial, budaya dan militer diatur oleh partai. Semua potensi dimobilisir oleh partai komunis untuk mencapai masyarakat komunis dan kedudukan yang sangat sentral ini sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-Undang Dasar. Kedudukan yang sangat berkuasa ini kita lihat dari kedudukan Sekretaris Jenderal Partai Komunis di bekas Negara Uni Soviet yang merupakan orang yang paling berkuasa dan membawahi Presiden (yang kadang-kadang dirangkapnya pula) dan Perdana Menteri. Hal
5.48
PENGANTAR ILMU POLITIK
ini dimungkinkan karena mereka semua menjadi anggota Politbiro, di antara yang paling berkuasa adalah Sekretaris Jenderal. Dari pembahasan kita di atas dapat disimpulkan bahwa aparatur negara yang merupakan lembaga resmi pemerintahan, diatur dan ditentukan langkahnya oleh partai komunis. Dengan perkataan lain, semua langkah pengendalian masyarakat sepenuhnya ditentukan oleh partai. Jadi, partai politik sering kali sangat berperan dalam pemerintahan totaliter. LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
1) Uraikan beberapa definisi partai politik menurut Carl J. Friedrich, R.H. Soltau, Sigmund Neumann, dan Alan Ware! 2) Uraikan dan jelaskan perbedaan antara partai politik, gerakan politik, kelompok kepentingan dan kelompok penekan! 3) Jelaskan beberapa fungsi partai politik! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Carl J. Friedrich: Partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisasi secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pimpinan partainya, berdasarkan penguasaan ini memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil dan materiil. R.H Soltau: Partai politik adalah sekelompok warga negara yang sedikit banyak terorganisasi, yang bertindak sebagai suatu kesatuan politik dan yang dengan memanfaatkan kekuasaannya untuk memilih, bertujuan menguasai pemerintahan dan melaksanakan kebijakan umum mereka. Sigmund Neumann: Partai politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai pemerintahan serta merebut
ISIP4212/MODUL 5
5.49
dukungan rakyat atas dasar persaingan dengan golongan lain yang mempunyai pandangan berbeda. Alan Ware: Partai politik adalah sebuah institusi yang (a) mendapatkan pengaruh dalam suatu negara, sering kali dengan berusaha untuk menempati posisi-posisi penting dalam pemerintahan, dan (b) biasanya mewakili lebih dari sebuah kepentingan dalam masyarakat dan dengan demikian dalam batasan tertentu berusaha untuk “mengagregasi kepentingan”. 2) Partai politik lebih menekankan pada keikutsertaannya dalam pemilihan yang berkala untuk mendapatkan dukungan yang pada akhirnya mengarah pada perolehan posisi penting yang secara politis dapat menentukan kebijakan umum. 3) Beberapa fungsi partai politik adalah: a) Sarana komunikasi politik; b) Sarana sosialisasi dan mobilisasi politik; c) Sarana rekrutmen politik; dan d) Sarana pengatur konflik politik. R A NG KU M AN Secara singkat dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu organisasi yang terdiri dari kelompok orang yang mempunyai nilai-nilai dan tujuan-tujuan yang sedikit banyak sama. Mereka sepakat untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan politik mempunyai sifat, tujuan dan cara yang berbeda dengan organisasi kemasyarakatan lainnya, seperti gerakan politik, kelompok kepentingan, dan kelompok penekan. Dalam peranannya sebagai organisasi kemasyarakatan, partai politik mempunyai beberapa fungsi. Fungsi-fungsi partai politik tersebut adalah sebagai sarana komunikasi politik, sebagai sarana sosialisasi politik, sebagai sarana rekrutmen politik, dan sebagai alat penengah pertikaian. Di negara-negara komunis partai politik mempunyai fungsi yang berbeda dengan fungsi-fungsi di atas. Di negara-negara totaliter fungsi partai politik adalah sebagai alat untuk mencapai kesatuan dan keseragaman, sebagai satu-satunya mobilisator massa menuju tujuan ideologi partai.
5.50
PENGANTAR ILMU POLITIK
TE S F OR M AT IF 3 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Sebagai suatu organisasi kemasyarakatan, tujuan partai politik adalah …. A. mencapai kemakmuran bersama B. merebut kekuasaan C. merebut atau mempertahankan kekuasaan D. menjaga kepentingan golongan tertentu 2) Dalam peranannya di masyarakat partai politik …. A. mempunyai peranan yang sama dengan gerakan politik B. mempunyai peranan yang sama dengan kelompok kepentingan C. mempunyai peranan yang sama dengan kelompok penekan D. tidak mempunyai peranan yang sama dengan gerakan politik, kelompok kepentingan, dan kelompok penekan. 3) Kelompok kepentingan sebagai suatu organisasi kemasyarakatan pada umumnya mempunyai tujuan …. A. merebut atau mempertahankan kekuasaan politik B. menguasai pemerintahan C. memenangkan pemilihan umum D. menjaga dan memperjuangkan kepentingan kelompok atau golongannya 4) Tujuan partai politik menurut deskripsi Allan Ware adalah, kecuali …. A. memperjuangkan, mengagregasi dan mewakili kepentingan anggotanya pada khususnya dan keseluruhan masyarakat pada umumnya. B. memenangkan pemilihan umum C. merebut atau mempengaruhi kekuasaan politik D. mengadakan perubahan tata masyarakat secara keseluruhan 5) Beberapa fungsi partai politik dalam suatu negara demokrasi adalah …. A. komunikasi, demokrasi, rekrutmen dan penengah pertikaian. B. autokrasi, sosialisasi, dan penengah pertikaian C. komunikasi, sosialisasi, rekrutmen dan penengah pertikaian. D. komunikasi, autokrasi dan sosialisasi.
ISIP4212/MODUL 5
5.51
6) Dalam fungsinya sebagai komunikator politik, partai politik berperan sebagai kelompok yang …. A. menguasai aspirasi rakyat B. menjalankan kebijakan pemerintah C. menjembatani pemerintah dan masyarakat D. mempengaruhi pemerintah 7) Dalam fungsinya sebagai sarana sosialisasi politik, partai politik berperan …. A. mengajar masyarakat dalam norma-norma dan nilai-nilai politik tertentu B. menyelesaikan perbedaan pendapat C. menyalurkan aspirasi rakyat D. perantara antara pemerintah dan masyarakat 8) Dalam fungsinya sebagai sarana rekrutmen politik, partai politik berperan …. A. menyalurkan aspirasi masyarakat B. menyelesaikan perbedaan dalam masyarakat C. perantara antara pemerintah dan masyarakat D. menarik tenaga yang potensial dan berbakat untuk dijadikan kader politik 9) Dalam fungsinya sebagai penengah pertikaian, partai politik berperan sebagai …. A. pencetus pertikaian B. penyalur aspirasi politik C. kelompok penyeimbang D. penampung aspirasi politik 10) Fungsi partai politik di negara-negara otoriter adalah sebagai …. A. penyalur aspirasi rakyat B. perantara antara masyarakat dan pemerintah C. alat untuk mencapai masyarakat yang patuh dan seragam secara menyeluruh D. kelompok yang beroposisi terhadap pemerintah
5.52
PENGANTAR ILMU POLITIK
Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 3 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 3.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
× 100%
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan Kegiatan Belajar 4. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 3, terutama bagian yang belum dikuasai.
5.53
ISIP4212/MODUL 5
Kegiatan Belajar 4
Sistem dan Klasifikasi Partai Politik
D
alam kehidupan kepartaian di berbagai negara, ada tiga macam sistem kepartaian, yaitu: a) sistem partai tunggal. b) sistem dua partai; c) sistem banyak partai. Masing-masing sistem kepartaian tersebut di atas memiliki ciri khasnya, dan memperlihatkan kekuatan dan kelemahannya, seperti yang diuraikan di bawah ini. A. SISTEM SATU PARTAI ATAU SISTEM PARTAI TUNGGAL
Dalam sistem ini terdapat dua variasi. Pertama, di negara tersebut hanya terdapat satu partai yang boleh hidup dan berkembang. Partai lain dianggap ilegal, tidak diperbolehkan hidup dan berkembang sehingga semua aspek kehidupan masyarakat hanya ditentukan oleh partai tunggal tersebut. Contoh sistem satu partai mutlak ini terdapat di negara-negara komunis masa lalu seperti di Uni Soviet. Kedua, partai tunggal mendominasi kehidupan kepartaian, tidak ada suasana bersaing karena partai lainnya yang ada harus menerima kepemimpinan dari partai tersebut. Keadaan ini kita temukan pula di beberapa negara komunis di luar Uni Soviet. Hampir semua aspek kehidupan politik ditentukan oleh partai dominan tersebut. Partai-partai lain dalam variasi ini hanya merupakan pelengkap dari kehidupan politik negara dan mereka tidak memainkan peranan dalam proses membuat keputusan. Beberapa negara baru, terutama di Afrika, juga mengambil sistem partai tunggal. Pilihan mereka biasanya didasarkan atas pertimbangan bahwa perlu adanya integrasi nasional yang kuat. Pada umumnya negara-negara baru ini menghadapi ancaman perpecahan karena masalah golongan, suku, ras dan agama yang sangat berbeda dan saling bersaing. Diharapkan masalah perpecahan dan perbedaan dapat diatasi bila ada partai politik yang kuat serta dominan, karena dikuatirkan dengan tidak adanya partai yang kuat maka mudah terjadi perpecahan yang dapat mengancam kelangsungan hidup berbangsa. Di lain pihak, dengan sistem satu partai yang kuat dapat mematikan aspirasi dari kelompok-kelompok kecil yang terjelma dalam
5.54
PENGANTAR ILMU POLITIK
partai-partai kecil. Dengan kata lain aspirasi mereka dikuatirkan akan tenggelam karena dominasi partai besar tersebut. Dalam gejala tersebut di atas tercermin dilema kehidupan kepartaian di negara-negara baru. Di satu pihak ada keinginan untuk mengembangkan demokrasi dan kebebasan, dan di pihak lain dirasakan perlunya stabilitas dan integrasi nasional yang mantap. Untuk itu biasanya muncul beberapa kombinasi lain yang merupakan variasi kehidupan kepartaian yang disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang negara yang bersangkutan. Giovanni Sartori, seorang pakar studi tentang partai politik, menegaskan bahwa tipe partai tunggal sebenarnya tidak bisa dimasukkan dalam kategori sistem kepartaian, karena suatu sistem pada dasarnya membutuhkan lebih dari satu unit untuk dapat bekerja sebagai sistem. B. SISTEM DUA PARTAI
1. 2. 3.
Pengertian dua partai merujuk pada tiga kemungkinan, yaitu: memang hanya ada dua partai besar yang mendominasi, sementara partai-partai lain terlalu kecil untuk memiliki signifikansi politik; atau adanya dua partai di mana salah satu berperan sebagai partai berkuasa sedangkan yang lain menjadi oposisi secara bergantian; Adanya satu partai dominan yang biasanya memerintah sendiri dengan sebuah partai lain yang selalu menjadi kekuatan oposan.
Negara-negara yang terkenal dengan sistem dua partai ialah Inggris (dengan Partai Konservatif dan Partai Buruh) dan Amerika Serikat (dengan Partai Republik dan Partai Demokrat). Sistem dua partai di Inggris dianggap yang paling ideal. Sistem dua partai dapat berjalan dengan baik di Inggris karena didukung oleh beberapa faktor di antaranya masyarakat yang homogen, tradisi politik yang sudah berakar sejak lama sebagai dasar budaya politik Inggris serta pengawasan terhadap aturan permainan politik sebagai konsensus masyarakat yang harus ditaati oleh segenap lapisan masyarakat. Sistem dua partai biasanya dilaksanakan dengan pemilihan yang berdasarkan atas sistem simple majority, di mana setiap daerah pemilihan hanya diwakili oleh satu wakil. Hal ini berarti bahwa dalam setiap distrik pemilihan hanya ada satu partai yang dapat memperoleh kursi.
ISIP4212/MODUL 5
5.55
Kekuatan sistem dua partai ini adalah memudahkan terbentuknya integrasi nasional, karena partai yang kecil lebih cenderung untuk bergabung dengan salah satu partai yang dominan jika partai yang besar itu merasa perlu mendapatkan dukungan tambahan, atau bergabung dengan partai kecil lain (misalnya Partai Liberal dan Partai Sosial Demokrat di Inggris yang membentuk koalisi yang disebut Alliance). Keuntungan lain adalah adanya pengawasan (control) yang terus-menerus dari partai oposisi. Kelemahan dari sistem ini adalah memudahkan timbulnya polarisasi antara partai yang berkuasa dan partai yang beroposisi. Bahaya ini terutama bisa muncul di negara-negara yang kadar konsensus nasionalnya masih rendah, seperti di banyak negara dunia ketiga. Di beberapa negara baru, peranan partai oposisi sering disalahgunakan sehingga membuat kondisi negara tidak stabil pada saat partai tersebut berperan sebagai oposisi. Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa sistem dua partai, dapat dilaksanakan dengan baik jika syarat-syarat tertentu terpenuhi, apabila tidak, sistem ini mengandung risiko yang dapat berakibat buruk. C. SISTEM MULTIPARTAI Pengertian sistem banyak partai ini menunjuk kepada adanya lebih dari dua partai. Biasanya sistem ini dikaitkan dengan tingginya keanekaragaman dalam komposisi masyarakat yang cenderung membentuk partai yang berbeda pula. Sistem multipartai ini biasanya mencerminkan ikatan-ikatan primordial yang mendasarkan ras, agama, adat istiadat, suku bangsa, dan lain-lain. Negara-negara seperti Belanda, Belgia dan Norwegia menjalankan sistem multipartai sejak lama. Dalam pelaksanaannya, perlu dibentuk pemerintahan koalisi dari beberapa partai karena tidak ada partai yang cukup kuat untuk membentuk suatu pemerintahan secara mandiri. Kekuatan masing-masing partai tercermin dalam jumlah kursi dalam Parlemen. Hasil pembentukan kabinet biasanya merupakan kompromi antara berbagai kepentingan. Adakalanya usaha membentuk pemerintah koalisi mengalami kegagalan karena partai-partai yang berupaya membentuk pemerintah koalisi tidak mencapai persetujuan. Biasanya hal ini menyangkut jatah kursi di kabinet yang akan dibentuk. Jadi, proses pembentukan kabinet kadang-kadang memerlukan waktu panjang dan selama itu pemerintahan agak macet.
5.56
PENGANTAR ILMU POLITIK
Sistem banyak partai ini sering ditemukan dalam negara-negara yang memakai sistem pemilihan berdasarkan perwakilan berimbang (proportional representation). Sistem ini memberi kesempatan kepada partai kecil untuk memenangkan beberapa kursi. Partai kecil dapat menarik keuntungan, jika dapat membentuk pemerintahan koalisi. Suara mereka yang merupakan pencerminan suara kelompok dan golongan-golongan dalam masyarakat dapat diperhatikan dan tidak terbuang percuma. Jadi secara proporsional mereka dapat ikut menentukan terbentuknya pemerintahan yang akan membuat kebijakan umum. Kelemahan sistem banyak partai yang paling utama adalah bahwa banyaknya partai yang merupakan wakil kelompok dan golongan menyulitkan terbentuknya konsensus nasional. Konsensus di sini diartikan sebagai kesamaan pendapat di antara berbagai golongan dan kelompok mengenai dasar dan tujuan negara. Di samping itu program yang telah tersusun, biasanya memerlukan pula kesepakatan di antara golongan pembentuk koalisi pemerintahan mengenai pelaksanaannya. Jika timbul perpecahan, pemerintah koalisi akan jatuh dan timbul krisis kabinet baru. Pengalaman Indonesia dalam masa tahun 1950 sampai 1959 mencerminkan uraian di atas. Dari pembahasan sistem kepartaian di atas dapat kita tarik beberapa kesimpulan: 1. Masing-masing sistem mempunyai kelemahan dan kekuatan. 2. Masing-masing sistem menuntut terpenuhinya beberapa prasyarat agar sistem tersebut dapat dilaksanakan dengan baik di suatu negara. 3. Setiap negara mempunyai latar belakang sejarah dan tradisi politik yang sangat berpengaruh dalam pemilihan sistem kepartaian negara tersebut. 4. Banyak negara baru, termasuk Indonesia, pernah mengalami masa kepartaian dengan berbagai bentuk dan variasinya. Dengan kata lain sistem kepartaian selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan masyarakat. Dapat dikatakan bahwa pembangunan politik biasanya diikuti oleh perkembangan kehidupan sistem kepartaiannya.
ISIP4212/MODUL 5
5.57
D. KLASIFIKASI PARTAI POLITIK Klasifikasi partai politik dapat didasarkan atas beberapa hal, antara lain: dari segi komposisi, fungsi keanggotaan dan dasar ideologinya. Dalam klasifikasi berdasarkan komposisi dan fungsi keanggotaan, partai politik dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu partai kader dan partai massa. Partai kader biasanya lebih mementingkan keketatan, disiplin dan kualitas anggota. Prosedur rekrutmen dan promosi untuk menjadi pimpinan partai dilakukan melalui saringan yang ketat. Demikian juga disiplin anggota dalam menjaga asas dan ideologi partai dijaga dengan ketat. Dapat dikatakan partai lebih menekankan aspek kualitas anggota daripada jumlah atau kuantitas anggota. Kelemahan partai kader ini terutama dalam mencari dukungan, biasanya mereka kalah dalam persaingan mengumpulkan jumlah dukungan di masyarakat luas karena dianggap anggota partai kader terbatas pada kelompok-kelompok tertentu. Meskipun demikian biasanya mereka sangat diperhitungkan dalam penyusunan kabinet, di mana anggota mereka mempunyai kualitas yang baik. Partai massa merupakan kebalikan dari partai kader karena mereka lebih menekankan pada pencarian jumlah dukungan yang banyak di masyarakat atau dengan kata lain lebih menekankan aspek kuantitas. Diharapkan bahwa jumlah anggota yang besar dapat menguasai kursi yang besar pula di lembaga perwakilan. Kelemahan partai massa adalah bahwa disiplin anggota biasanya lemah, juga lemahnya ikatan organisasi sesama anggota, bahkan kadangkala tidak saling kenal, karena luasnya dukungan dari berbagai golongan dan lapisan masyarakat. Rekrutmen anggota dan sistem promosi pimpinan partai biasanya tidak begitu ketat. Kadangkala antara kelompok pendukung terjadi perbedaan kepentingan yang mengarah pada konflik-konflik yang dapat membahayakan keutuhan partai. Perkembangan partai massa sebenarnya berawal dari partai kader. Setelah terjadi evolusi perkembangan jumlah pemilih, partai politik sebagai organisasi yang dapat mengikuti pemilu harus mempertimbangkan pula jumlah pemilih yang bertambah tersebut dengan mengubah objektivitas program kerjanya untuk memenangkan pemilu. Partai-partai kader yang sebelumnya masih terbatas keanggotaannya pada kalangan tertentu mulai membuka diri untuk keanggotaan yang lebih luas.
5.58
PENGANTAR ILMU POLITIK
Pada tahun 1966, Otto von Kircheimer menambahkan lagi sebuah jenis partai berdasarkan keanggotaannya, yang disebut partai catch-all. Partai jenis ini adalah perkembangan lebih lanjut dari partai massa. Setelah menyesuaikan diri dengan pertambahan jumlah pemilih dalam jumlah besar, kemudian partai ini cenderung menyesuaikan diri dengan begitu beragamnya kepentingan para pemilih. Partai-partai yang sebelumnya membawa benderabendera ideologis yang saling bertentangan, secara bertahap makin bergerak ke tengah menjadi partai-partai sentris dan mengurangi radikalisme ideologi partainya. Teori ini nampak jelas dalam perkembangan partai-partai politik di Eropa Barat seperti CDU (sosialis) di Jerman dan New Labour di Inggris. Pada tahun 1980-an, Richard S. Katz dan Peter Mair menambahkan lagi sebuah jenis partai berdasarkan perkembangan kecenderungan negara-negara Barat untuk memberikan subsidi bagi partai-partai politik yang ada dan meningkatnya peran media elektronik dalam kampanye pemilu. Partai-partai yang tergolong sebagai partai cartel cenderung berorientasi pada mempertahankan posisinya dalam pemerintahan dan mengubah juga program kerjanya sehingga semakin kurang mewakili kepentingan masyarakat yang seharusnya diwakili. Partai cartel cenderung menjadi partai pemerintah. Seiring dengan semakin berkurangnya anggota partai politik, anggotaanggota yang ada kebanyakan hanya aktif sepanjang musim pemilu. Para anggota tidak lagi meliputi mereka yang secara ideologis merasa memiliki keterikatan dengan partai tersebut tetapi juga lebih banyak meliputi orangorang profesional dalam mengelola partai politik sebagai suatu usaha, misalnya para ahli kampanye, ahli pengumpul dana kampanye, pembuat kebijakan partai, dan lain-lain. Dalam hubungan antarpartai, partai cartel cenderung mengurangi persaingannya dan menjalin kolusi dengan partaipartai lain untuk mempertahankan kemenangannya dalam pemilu. Katz dan Mair mengutip kesuksesan kerja sama tiga partai politik Austria (the Socialist Party, the People’s Party and the Freedom Party), yang berhasil mempertahankan kemenangannya dalam pemilu selama bertahun-tahun. Klasifikasi partai politik dapat juga didasarkan atas sifat dan orientasinya. Dalam hal ini partai politik dapat dibagi atas partai lindungan dan partai ideologi atau asas. Partai lindungan umumnya memiliki organisasi nasional yang kendor, meskipun pada tingkat lokal sering kali cukup ketat. Tujuan utama partai ini, biasanya dikaitkan dengan pencarian dukungan untuk memenangkan calon
ISIP4212/MODUL 5
5.59
partai mereka dalam pemilihan umum. Contoh partai lindungan adalah Partai Demokrat dan Partai Republik di Amerika Serikat, yang pada umumnya akan cukup sibuk menjelang pemilihan umum atau presiden. Partai ideologi atau partai asas, adalah partai yang mengikat diri pada ideologi atau asas tertentu dalam menyusun program kerja partainya. Disiplin partai biasanya cukup kuat. Dalam hal ini biasanya para anggota diharuskan memelihara kemurnian ideologi atau asas partai mereka. Klaus von Beyme pada tahun 1985 dalam bukunya, Political Parties in Western Democracies, mengklasifikasikan 9 kelompok partai yang selama ini berkembang di Eropa Barat berdasarkan ideologinya (familles spirituelles), yaitu: 1. Partai Liberal dan Radikal. 2. Partai Konservatif. 3. Partai Sosialis dan Sosial Demokrat. 4. Partai Kristen Demokrat. 5. Partai Komunis. 6. Partai Agraris. 7. Partai Regional dan Etnis. 8. Partai Ekstrim Kanan. 9. Gerakan Ekologi/Lingkungan. Von Beyme tidak menutup kemungkinan bahwa ada partai-partai politik dengan ideologi lain yang kemudian tidak bisa dimasukkan dalam klasifikasi yang ia buat. Namun begitu, klasifikasi ini secara umum bisa digunakan dalam menganalisis partai-partai politik di berbagai negara dengan sedikit modifikasi. Partai Kristen Demokrat misalnya bisa meliputi partai-partai politik dengan ideologi agama tertentu seperti Komeito Party di Jepang, demikian juga dengan Plaid Cymru, Scottish National Party dan Sinn Fein sebagai contoh partai regional dan etnis. Pada tahun 1980-an, bersamaan dengan perkembangan pesat gerakan sosial baru dan surutnya peran partai menjadi partai-partai sentris, terjadi pertumbuhan partai-partai politik dengan dasar ideologi baru. Contoh partaipartai politik baru ini banyak terdapat di Eropa Barat seperti Partai Hijau dan Partai Ekstrim Kanan/ Ultranasionalis. Dengan kekosongan partai yang mewakili titik-titik ekstrim ideologi, maka kemunculan partai-partai baru yang mewakili para pemilih dengan ideologi radikal sudah dapat
5.60
PENGANTAR ILMU POLITIK
diperkirakan sebelumnya. Namun, kekosongan tersebut bukan satu-satunya alasan. Kemunculan jenis-jenis partai ideologi baru juga disebabkan karena partai-partai lama gagal untuk membawa isu-isu perhatian baru masyarakat yang terlepas dari isu-isu lama tentang pertentangan kelas. Isu-isu baru ini lambat ditanggapi oleh partai politik yang ada sehingga lebih banyak dibawa oleh gerakan sosial baru. Namun, gerakan sosial baru memiliki keterbatasan ruang gerak dalam memperjuangkan kepentingannya sehingga beberapa gerakan sosial baru kemudian menjelma menjadi partai politik. Salah satu di antaranya yang cukup berhasil adalah Partai Hijau, yang membawa isu-isu perbaikan lingkungan hidup. Klasifikasi atau kategori partai politik tersebut terasa tidak begitu ketat, karena dalam praktiknya, sering kali terjadi kekaburan dalam pembagian partai politik tersebut. Misalnya partai massa, sering merupakan partai lindungan, sedangkan partai ideologi sering juga merupakan partai kader. Sistem kepartaian di suatu negara akan berbeda dengan negara lain. Dilihat dari pendekatan sosiologis, Lipset dan Rokkan menegaskan bahwa orientasi politik para pemilih menentukan orientasi partai politik. Keberadaan partai politik merupakan pencerminan dari perkembangan dalam masyarakat itu sendiri. Orientasi para pemilih tersebut bisa dikelompokkan menjadi empat klasifikasi yang muncul dalam masyarakat bersamaan dengan perkembangan sosial-politik di negara itu sendiri, yaitu: 1. Pusat-daerah (centre-periphery). 2. Negara-gereja (state-church). 3. Ladang-industri (land-industry). 4. Pemilik modal-pekerja (owner-worker). Pada titik tertentu dalam perkembangan masyarakat, maka masyarakat yang terkotak-kotak mengalami pembekuan (freezing hypothesis), yaitu selama waktu yang lama kelompok-kelompok masyarakat berkembang dalam kotak-kotaknya tersebut tanpa bersentuhan dengan kelompok masyarakat lainnya (pillarization) seperti yang terjadi sejak tahun 1920-an di Eropa Barat. Menurut Mair, keadaan ini mulai mencair pada tahun 1970-an yang ditandai dengan kemunculan gerakan sosial baru dan runtuhnya pendekatan kelas dalam kehidupan partai politik di Eropa. Mair juga menyanggah pendapat bahwa kesadaran pemilih akan posisinya dalam kelompok masyarakat tidak secara otomatis menentukan pilihan partai politiknya dalam
ISIP4212/MODUL 5
5.61
pemilu. Bisa saja seorang buruh pabrik lebih memilih partai konservatif daripada partai buruh seperti kesadaran politiknya. Di lain pihak, Duverger dengan pendekatan institusionalisnya menegaskan bahwa sistem kepartaian erat hubungannya dengan sistem pemilu yang dianut. Duverger menyebutkan bahwa sistem simple majority yang digunakan oleh Negara, mengarah pada pembentukan sistem kepartaian dwi-partai, dan demikian pula sebaliknya. Penggunaan sistem pemilu proporsional mengarah pada pembentukan sistem multipartai. E. PARTAI POLITIK DI INDONESIA Perkembangan partai politik di Indonesia dapat digolongkan dalam beberapa periode perkembangan, dan setiap kurun waktu mempunyai ciri dan tujuan masing-masing. Periode perkembangan tersebut adalah: 1. Masa penjajahan Belanda. 2. Masa pendudukan Jepang. 3. Masa merdeka. 4. Masa Reformasi. 1. Masa Penjajahan Belanda Masa ini kita sebut juga periode pertama kelahiran partai politik di Indonesia (pada masa Hindia Belanda). Lahirnya partai menandai adanya kesadaran nasional. Pada masa ini semua organisasi baik yang bertujuan sosial seperti Budi Utomo dan Muhammadiyah, ataupun yang berasas politik, agama dan sekuler seperti Serikat Islam, PNI, dan Partai Katolik, ikut memainkan peranan dalam pergerakan nasional untuk Indonesia merdeka. Kehadiran partai politik pada masa permulaan merupakan manifestasi kesadaran nasional untuk mencapai kemerdekaan bagi Indonesia. Setelah didirikan Dewan Rakyat, gerakan ini oleh beberapa partai diteruskan di dalam badan ini. Pada tahun 1939 terdapat beberapa fraksi di dalam Dewan Rakyat yaitu Fraksi Nasional di bawah pimpinan M. Husni Thamrin, PPBB (Perhimpunan Pegawai Bestuur Bumi Putera) di bawah pimpinan Prawoto dan Indonesische Nationale Groep di bawah pimpinan Muhammad Yamin. Di luar Dewan Rakyat ada usaha untuk mengadakan gabungan partai politik dan menjadikannya semacam dewan perwakilan rakyat. Pada tahun 1939 dibentuk KRI (Komite Rakyat Indonesia) yang terdiri dari GAPI
5.62
PENGANTAR ILMU POLITIK
(Gabungan Politik Indonesia) yang merupakan gabungan dari partai-partai yang beraliran nasional, MIAI (Majelis Islami A’laa Indonesia) yang merupakan gabungan partai-partai yang beraliran Islam yang terbentuk tahun 1937 dan MRI (Majelis Rakyat Indonesia yang merupakan gabungan organisasi buruh). 2.
Masa Pendudukan Jepang (1942-1945) Pada masa Jepang ini semua kegiatan partai politik dilarang, hanya golongan Islam diberikan kebebasan untuk membentuk partai Masyumi, yang sebenarnya lebih banyak bergerak di bidang sosial. 3.
Masa Merdeka Beberapa bulan setelah proklamasi kemerdekaan terbuka kesempatan yang besar untuk mendirikan partai politik, sehingga partai-partai politik Indonesia bermunculan. Banyak di antara partai-partai tersebut menggunakan ideologi yang sangat beragam, sebagai tanda munculnya politik aliran. Dengan demikian kita kembali kepada pola sistem multipartai. Pemilihan umum 1955 memunculkan empat partai politik besar sebagai peraih suara terbanyak, yaitu Masyumi, PNI, NU, dan PKI. Masa tahun 1950 sampai 1959 ini sering disebut sebagai masa kejayaan partai politik, karena partai politik memainkan peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara melalui sistem parlementer. Sistem multipartai ternyata tidak dapat berjalan dengan baik. Partai politik tidak dapat melaksanakan program kerjanya karena pemerintahan yang dibentuk tidak pernah berasal dari partai politik dengan dukungan mayoritas yang sesungguhnya dan akibatnya pembangunan tidak dapat berjalan dengan baik. Masa demokrasi parlementer diakhiri dengan Dekrit 5 Juli 1959, yang mengawali masa Demokrasi Terpimpin. Pada masa Demokrasi Terpimpin, peranan partai politik mulai dikurangi sedangkan di pihak lain peranan Presiden sangat kuat. Partai politik pada masa ini dikenal dengan sebutan NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) yang diwakili oleh NU, PNI, dan PKI. Pada masa Demokrasi Terpimpin ini nampak sekali bahwa PKI memainkan peranan dan bertambah kuat. Setelah ini kita memasuki masa Orde Baru dan partai-partai dapat bergerak agak lebih leluasa dibanding dengan masa Demokrasi Terpimpin.
ISIP4212/MODUL 5
5.63
Suatu catatan pada masa ini adalah munculnya organisasi kekuatan politik baru yaitu Golongan Karya. Pada pemilihan umum tahun 1971, Golongan Karya muncul sebagai pemenang partai diikuti oleh tiga partai politik besar yaitu Nahdatul Ulama (NU), Parmusi (Partai Muslimin Indonesia) serta PNI (Partai Nasional Indonesia). Pada tahun 1973 terjadi penyederhanaan partai melalui fusi partai politik. Empat partai politik Islam, yaitu NU, Parmusi, Partai Syarikat Islam, dan Perti bergabung menjadi Partai Persatuan Pembangunan. Lima partai lain, yaitu PNI, Partai Kristen Indonesia, Partai Katolik, Partai Murba dan Partai IPKI (Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia) bergabung menjadi Partai Demokrasi Indonesia. Maka sejak pemilihan umum 1977 hanya terdapat tiga organisasi kekuatan politik di Indonesia, dengan didominasi oleh Golongan Karya. 4.
Masa Reformasi Pada masa ini terjadi perubahan yang sangat besar pada wajah kepartaian Indonesia. Kejenuhan yang sudah memuncak terhadap disfungsi peran tiga organisasi kekuatan politik yang ada di Indonesia menyebabkan keinginan yang sangat besar dalam masyarakat untuk membentuk partai-partai politik yang lebih sesuai dengan aspirasi mereka. Dari program kerja dan ideologi yang digunakan, terlihat jelas kembalinya politik aliran dalam perpolitikan Indonesia, terutama kekuatan nasionalis, yang diwakili oleh PDIP dan Golkar, dan religius yang diwakili oleh PKB, kekuatan poros tengah, PAN dan beberapa partai kecil lainnya. Setidaknya terdapat 48 partai politik yang mulai mengikuti pemilu tahun 1999. Pemilu tahun 1999 masih menggunakan UU pemilu yang lama di mana sistem pemilu masih menggunakan sistem proporsional. Beberapa partai politik dengan basis Islam membentuk koalisi atau stembus accoord tetapi terjadinya ketidaksetujuan antarpartai peserta pemilu menyebabkan stembus accoord ini tidak diperhitungkan. Dengan electoral threshold 2%, hasil akhir pemilu tahun 1999 menunjukkan adanya enam partai politik yang berhasil memenangkan lebih dari 90% suara atau 429 kursi parlemen dari 462 kursi yang diperebutkan.
5.64
PENGANTAR ILMU POLITIK
Nama Partai
Suara DPR
Kursi
1.
PDIP
35.689.073
153
2.
Golkar
23.741.749
120
3.
PPP
11.329.905
58
4.
PKB
13.336.982
51
5.
PAN
7.528.956
34
6.
PBB
2.049.708
13
93.676.373
429
TOTAL
UU Pemilu 2003 merupakan reformasi termutakhir yang bisa kita lihat implementasinya pada pemilu 2004. Dalam UU Pemilu ini, digunakan sistem pemilu simple majority untuk pemilihan anggota DPR, DPR Provinsi dan DPR Kabupaten. Diharapkan dari penggunaan sistem pemilu ini, spektrum perbedaan partai-partai politik yang begitu lebar saat ini bisa direduksi, sehingga dengan sendirinya dapat menjamin stabilitas pemerintahan yang dihasilkan dari pemilu. Sedangkan untuk pemilu anggota DPD (wakil daerah) digunakan sistem proporsional. Pemilihan presiden secara langsung juga diatur dalam UU Pemilu ini dengan menggunakan sistem proporsional. UU Pemilu tersebut juga memperkenalkan penerapan kuota 30% untuk calon legislatif perempuan. Pada Pemilu 2004, sebanyak 24 partai politik menjadi peserta pemilu. Hasilnya, sebanyak 7 partai politik berhasil melewati electoral threshold 3% dan berhak untuk mengikuti pemilu 2009, 5 di antaranya adalah partai politik yang pernah mengikuti pemilu 1999 sebelumnya. Nama Partai
Suara DPR
Kursi
1.
Partai Golongan Karya
24.480.757
128
2. 3.
PDIP PPP
21.026.629 9.248.764
109 58
4. 5.
Demokrat PKB
8.455.225 11.989.564
57 52
6. 7.
PAN PKS
7.303.324 8.325.020
52 45
90.829.283
501
TOTAL
ISIP4212/MODUL 5
5.65
LAT IH A N Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!
1) Diskusikan dan jelaskan sistem kepartaian yang Anda ketahui! 2) Cobalah jelaskan sistem partai tunggal, kebaikan serta kelemahannya! Bandingkan dengan sistem dua partai dengan menjelaskan pula kebaikan dan kelemahan sistem dua partai! 3) Jelaskan sistem banyak partai disertai dengan kebaikan serta kelemahannya! 4) Uraikan tentang klasifikasi kepartaian yang Anda kuasai! 5) Sebutkan 9 klasifikasi ideologi kepartaian, familles spirituelles yang dikembangkan Klaus von Beyme! 6) Jelaskan perkembangan partai politik di Indonesia antara tahun 1966 – 1973 dan jelaskan pula sebab adanya kebijakan fusi! Petunjuk Jawaban Latihan 1) Dikenal 3 sistem kepartaian, yaitu: a) Sistem partai tunggal. b) Sistem dua partai. c) Sistem banyak partai. 2) Sistem partai tunggal memiliki dua variasi: hanya ada satu partai saja atau adanya satu partai dominan. Dapat mendukung terciptanya integrasi nasional yang kuat (keuntungan) tetapi dapat mematikan aspirasi kelompok kecil (kelemahan). Berbeda dengan sistem partai tunggal, sistem dwi partai merujuk pada adanya dua partai yang dominan. Kekuatan sistem ini memudahkan terbentuknya integrasi nasional, karena partai kecil cenderung menggabungkan diri. Kelemahan sistem ini adalah memudahkan polarisasi antara partai yang berkuasa dengan partai yang beroposisi.
5.66
PENGANTAR ILMU POLITIK
3) Sistem banyak partai menunjuk pada adanya dua partai atau lebih yang menguasai kehidupan politik masyarakat. Keuntungan, jika dapat membentuk pemerintahan koalisi diharapkan suara golongan dan kelompok dapat ditampung dan disalurkan. 4) Dalam klasifikasi kepartaian kita mengenal: a) Dari segi keanggotaan dikenal: partai kader, massa, catch-all, dan cartel. b) Dari sifat orientasi dikenal: partai lindungan dan partai ideologi atau asas. 5) Klasifikasi ideologi kepartaian Klaus von Beyme: a) Partai Liberal dan Radikal. b) Partai Konservatif. c) Partai Sosialis dan Sosial Demokrat. d) Partai Kristen Demokrat. e) Partai Komunis. f) Partai Agraris. g) Partai Regional dan Etnis. h) Partai Ekstrim Kanan. i) Gerakan Ekologi/ Lingkungan. 6) Pada tahun 1973 terjadilah penyederhanaan (fusi) partai politik di Indonesia menjadi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrasi Indonesia (PDI) dan Golongan Karya (Golkar). R A NG KU M AN Dalam kehidupan partai politik di berbagai Negara dewasa ini dikenal tiga macam sistem kepartaian, yaitu sistem partai tunggal, sistem dua partai, dan sistem banyak partai. Ketiga sistem kepartaian tersebut masing-masing mempunyai kebaikan dan kelemahannya. Pelaksanaan sistem tersebut banyak ditentukan oleh kondisi dan latar belakang budaya masyarakat dan bangsa yang bersangkutan. Pada praktiknya pelaksanaan sistem tersebut di banyak Negara telah mengalami banyak mengalami variasi dan perubahan yang disesuaikan dengan kehidupan politik Negara yang bersangkutan. Dalam kaitan dengan klasifikasi
ISIP4212/MODUL 5
5.67
partai politik kita kenal adanya partai massa dan partai kader. Perbedaannya adalah bahwa partai massa mementingkan jumlah anggota (kuantitas) sedangkan para kader lebih menekankan pada bobot atau kualitas anggota. Ada juga beberapa klasifikasi partai politik lain, misalnya berdasarkan ideology dan fungsi mereka. Sejarah perkembangan partai politik di Indonesia di mulai pada masa penjajahan Belanda. Lahirnya partai politik menandai bangkitnya kesadaran nasional. Dari kesadaran nasional inilah berpangkal tolak citacita dan harapan kemerdekaan. Perjuangan untuk mencapai cita-cita dan harapan kemerdekaan. Perjuangan untuk mencapai cita-cita tersebut dilakukan baik di dewan rakyat maupun di luar lembaga perwakilan tersebut. Pada masa Pendudukan Jepang perkembangan politik, yaitu masa Parlementer (1945-1959), masa Demokrasi Terpimpin, masa Orde Baru yang dimulai tahun 1966, dan masa Reformasi sampai sekarang
TE S F OR M AT IF 4 Pilihlah satu jawaban yang paling tepat! 1) Dalam kehidupan kepartaian kita mengenal beberapa sistem kepartaian, yaitu …. A. sistem partai tunggal dan sistem dua partai B. sistem partai yang berkuasa dan beroposisi. C. sistem partai tunggal, dua partai, dan banyak partai. D. sistem partai oposisi dan partai tunggal. 2) Pengertian sistem partai tunggal adalah, kecuali …. A. hanya ada satu partai di negara tersebut B. adanya satu partai yang diakui hukum dalam kehidupan politik negara tersebut sementara yang lainnya tidak legal. C. satu partai yang tidak mendominasi kehidupan politik negara tersebut D. hanya ada satu partai yang mendominasi kehidupan politik di negara tersebut 3) Pengertian sistem dua partai adalah …. A. adanya dua partai politik yang mendominasi kehidupan politik negara tersebut. B. partai politik yang kecil tidak boleh hidup
5.68
PENGANTAR ILMU POLITIK
C. partai politik yang kecil harus tunduk pada Kedua partai besar tersebut. D. lebih dari dua partai yang mendominasi kehidupan politik negara tersebut. 4) Pengertian partai catch all yang dikembangkan Otto von Kircheimer meliputi …. A. berkembangnya lingkup keanggotaan partai tidak hanya meliputi kelompok elite tetapi massa dengan tetap mempertimbangkan platform ideologi kepartaian. B. terkotak-kotaknya sistem kepartaian berdasarkan kondisi masyarakat yang serupa. C. lingkup keanggotaan partai politik yang terbatas pada kelompok elite yang mendukung platform ideologi kepartaian. D. jenis partai yang sudah tidak lagi mempertimbangkan platform ideologi yang rigid, tetapi mulai mengembangkan program kerja yang sifatnya umum untuk menarik anggota yang lebih luas yang sebelumnya tidak terjangkau. 5) Pembentukan koalisi di antara partai adalah …. A. satu partai berkuasa dan satu partai beroposisi B. gabungan dua atau lebih partai politik membentuk suatu pemerintahan C. satu pemerintahan yang dikuasai oleh suatu partai politik tertentu D. satu pemerintahan yang dapat diganti sewaktu-waktu 6) Dalam pelaksanaan sistem kepartaian ini di suatu negara …. A. suatu sistem dipilih langsung diterapkan B. disesuaikan dengan kondisi dan latar belakang masyarakat dan negara setempat C. suatu sistem menunjukkan diterapkan D. sistem dipilih dan ditunjuk langsung diterapkan 7) Dalam klasifikasi partai politik, partai massa adalah …. A. partai politik yang menekankan kualitas B. partai yang menekankan kualitas dan kuantitas C. partai politik yang menekankan kuantitas D. partai yang tidak menekankan kualitas
5.69
ISIP4212/MODUL 5
8) Sebaliknya partai kader adalah partai politik yang …. A. tidak menekankan kualitas B. menekankan kuantitas C. menekankan kualitas dan kuantitas D. menekankan kualitas anggota 9) Hasil pemilihan umum tahun 1955 di Indonesia menghasilkan empat partai politik besar …. A. PNI, Masyumi, Perti dan NU B. Masyumi, PNI, NU dan PKI C. Masyumi, PKI, Perti dan NU D. NU, Masyumi, PSI dan PKI 10) Kebijakan fusi partai diberlakukan di Indonesia secara efektif pada pemilu tahun …. A. 1971 B. 1955 C. 1977 D. 1999 Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 4 yang terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar. Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 4.
Tingkat penguasaan =
Jumlah Jawaban yang Benar Jumlah Soal
× 100%
Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali 80 - 89% = baik 70 - 79% = cukup < 70% = kurang Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%, Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 4, terutama bagian yang belum dikuasai.
5.70
PENGANTAR ILMU POLITIK
Kunci Jawaban Tes Formatif Tes Formatif 1 1) B 2) D 3) C 4) B 5) A 6) C 7) A 8) B 9) B 10) A
Tes Formatif 4 1) C 2) C 3) A 4) D 5) B 6) B 7) C 8) D 9) C 10) C
Tes Formatif 2 1) D 2) B 3) B 4) A 5) C 6) D 7) B 8) D 9) C 10) A
Tes Formatif 3 1) C 2) D 3) D 4) D 5) C 6) C 7) A 8) D 9) D 10) C
5.71
ISIP4212/MODUL 5
Daftar Pustaka Heywood, Andrew. (1997). Politics. Hampshire dan London: Macmillan Foundation. Budiardjo, Miriam. (1998). Partai dan Partisipasi Politik, edisi revisi. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. _______________. (1997). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Finifter, Ada W. (1993). Political Science; The State of the Discipline II. Washington DC: APSA. Hague, Rod dan Martin Harrop. (2001). Comparative Government and Politics; An Introduction, 5th ed. Hampshire dan New York: Palgrave. Lapalombara, Joseph and Myron Weiner. (1966). Political Parties and Political Development. Princeton: Princeton University Press. Lipset, Seymour Martin. (1963). Political Man, The Social Base of Politics. New York: Anchor Books. Ware, Alan. (2000). Political Parties and Party Sistem. Oxford: OUP.
Kembali ke daftar isi