HAK SIPIL DAN POLITIK
Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-8 FH Unsri
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
LATAR HISTORIS Dirumuskan di bawah pengaruh konteks internasional ketika itu, yakni Perang Dingin; Dirumuskan dalam satu kovenan atau dua kovenan; perbedaan antara negara kapitalis dgn negara sosialis; Komprominya dirumuskan dalam dua kovenan, yakni ICCPR dan ICESCR
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
LATAR FILOSOFIS HAK SIPIL DAN POLITIK ICCPR pada dasarnya memuat ketentuan mengenai pembatasan penggunaan kewenangan oleh aparatur represif negara, khususnya aparatur represif negara yang menjadi Negara-negara Pihak ICCPR. Hak-hak yang terhimpun di dalamnya juga sering disebut sebagai hak-hak negatif (negative rights). Artinya, hak-hak dan kebebasan yang dijamin di dalamnya akan dapat terpenuhi apabila peran negara terbatasi atau terlihat minus. Tetapi apabila negara berperan intervensionis, tak bisa dielakkan hak-hak dan kebebasan yang diatur di dalamnya akan dilanggar oleh negara.
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
INTERNATIONAL CONVENTION OF CIVIL AND POLITICAL RIIGHTS Disahkan pada 16 Desember 1966; Efektif berlaku pada 23 Maret 1976; Diratifikasi oleh 152 Negara (Negara Pihak) Indonesia menjadi Negara Pihak pada 2005
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
PROTOKOL PILIHAN PADA ICCPR Kovenan Hak Sipil dan Politik dilengkapi oleh dua Protokol Pilihan (Optional Protocol): Protokol Pilihan Pertama tentang Pengaduan Individual, disahkan pada 1966; Protokol Pilihan Kedua tentang Penghapusan Hukuman Mati, disahkan pada 1989.
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
MATERI KOVENAN Ada 1 Pembukan dan 6 Bagian: Bagian I-III (pasal 1-27) berisi tentang ketentuan umum (larangan diskriminasi, derogation, reservasi, dll) dan hak-hak yang dilindungi; Bagian IV-VI (pasal 28-53) berisi tentang pengawasan internasional, prinsip-prinsip penafsiran, dan penutup.
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK Hak atas hidup (ps. 6); Hak bebas dari penyiksaan dan hukuman yang lain yang kejam dan tidak manusiawi (ps. 7 dan 10); Hak bebas dari perbudakan, perhambaan dan kerja paksa (ps. 8); Hak atas kebebasan dan keamanan pribadi (pl. 9); termasuk bebas dari pemenjaraan karena tidak mampu membayar utang (ps.11); Hak atas kebebasan bergerak dan memilih tempat tinggalnya (ps.1 2 ); larangan pengusiran terhadap orang asing (ps.13 ). Jaminan mendapatkan hak-hak prosedural:
Hak bebas dikenakan “ retroactivity” (pl 15); Hak atas pengakuan sbg subyek hukum (pl.16); H a k a t a s “ p r i v a c y ” ( p l . 17 ) ; H a k a t a s k e b e b a s a n b e r p i k i r, b e r k e y a k i n a n dan beragama (pl. 18); Hak atas kebebasan menyatakan pendapat, ekspresi, danmemperoleh informasi (pl.19); Larangan terhadap propaganda perang, dan menyebarkan kebencian berdasarkan ras atau agama (pl.20). Hak atas kebebasan berkumpul secara damai (pl. 21); hak mendapatkan pemberitahuan segera apabila H a k a t a s k e b e b a s a n b e r s e r i k a t , m e n d i r i k a n ditangkap (ps.9); dan menjadi anggota serikat buruh (pl. 22); diberitahu dgn cepat tuduhannya, dan dianggap Hak untuk menikah berdasarkan persetujuan tidak bersalah sebelum putusan (14); dan membentuk keluarga (pl.23); secepatnya diajukan ke muka persidangan (ps.9); Hak anak utk bebas dari diskriminasi, hak melawan penahanan melalui pengadilan d i d a f t a r k a n s e g e r a s e t e l a h k e l a h i r a n ny a , d a n (ps9); mendapatkan satu kewarganegaraan (pl.24 ); hak atas kompensasi dari penangkapan yg tdk Hak atas kesempatan yang sama, baik dalam sah, dan dari hukuman (ps.9, 14 ). pemerintahan, memilih dan dipilih, maupun Hak atas persamaan di depan hukum, bebas mendapat pelayanan pemerintah (pl.25). dari pengadilan keduakalinya utk kasus yang sama (pl.14); Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
KLASIFIKASI HAK SIPIL DAN POLITIK hak-hak dalam jenis non-derogable, yaitu hak-hak yang bersifat absolut yang tidak boleh dikurangi pemenuhannya oleh Negara-negara Pihak, walaupun dalam keadaan darurat sekalipun. hak-hak dalam jenis derogable, yakni hak-hak yang boleh dikurangi atau dibatasi pemenuhannya oleh Negara -negara Pihak.
Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK (YANG NON-DEROGABLE) 1. 2. 3. 4.
hak atas hidup (rights to life); hak bebas dari penyiksaan (right to be free from tor ture ); hak bebas dari perbudakan (right to be free from slaver y ); hak bebas dari penahanan karena gagal memenuhi perjanjian (utang); 5. hak bebas dari pemidanaan yang berlaku surut; 6. hak sebagai subyek hukum; dan 7. hak atas kebebasan berpikir, keyakinan dan agama . Negara-negara Pihak yang melakukan pelanggaran terhadap hak-hak dalam jenis ini, seringkali akan mendapat kecaman sebagai negara yang telah melakukan pelanggaran serius hak asasi manusia (gross violation of human rights ). Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK (YANG DEROGABLE) 1. hak atas kebebasan berkumpul secara damai; 2. hak atas berserikat; termasuk membentuk dan menjadi anggota serikat buruh; 3. hak atas kebebasan menyatakan pendapat atau berekspresi; termasuk kebebasan mencari, menerima dan memberikan informasi dan segala macam gagasan tanpa memperhatikan batas (baik melalui lisan atau tulisan). Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
SYARAT TERHADAP PEMBATASAN HAK A. B.
Negara-negara Pihak ICCPR diperbolehkan mengurangi atau mengadakan penyimpangan atas kewajiban dalam memenuhi hak hak yang derogable tsb. Tetapi penyimpangan itu hanya dapat dilakukan apabila sebanding dengan ancaman yang dihadapi dan tidak ber sifat diskriminatif, yaitu demi:
a) menjaga keamanan nasional atau ketertiban umum atau kesehatan atau moralitas umum; b) menghormati hak atau kebebasan orang lain. Ketentuan ini sebagai ketentuan yang memberikan suatu keleluasaan yang dapat disalahgunakan oleh negara. Untuk menghindari hal ini, ICCPR menggariskan bahwa : A. Hak -hak ter sebut tidak boleh dibatasi “melebihi dari yang ditetapkan oleh Kovenan ini”. B. Juga diharuskan untuk menyampaikan alasan-alasan mengapa pembatasan ter sebut dilakukan kepada semua Negara Pihak pada ICCPR. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
KEWAJIBAN NEGARA Menghormati dan menjamin semua orang tanpa diskriminasi menikmati hak-hak yang diakui dalam Kovenan; Mengambil langkah-langkah harmonisasi hukum dan perundangan-undangan; Menjamin orang yang dilanggar haknya yang diakui Kovenan, harus mendapatkan ganti rugi; Menjamin persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
PEMENUHAN HAK SIPIL DAN POLITIK ICCPR Pasal 2(1) yang menyatakan, Negara-negara Pihak diwajibkan untuk “menghormati dan menjamin hak -hak yang diakui dalam Kovenan ini, yang diperuntukkan bagi semua induvidu yang berada di dalam wilayah dan tunduk pada yurisdiksinya” tanpa diskriminasi macam apa pun. Kalau hak dan kebebasan yang terdapat di dalam Kovenan ini belum dijamin dalam yurisdiksi suatu negara, maka negara ter sebut diharuskan untuk mengambil tindakan legislatif atau tindakan lainnya yang perlu guna mengefektifkan perlindungan hak -hak itu (Pasal 2(2)). Kewajiban negara dalam konteks memenuhi kewajiban yang terbit dari ICCPR ini adalah ber sifat mutlak dan harus segera dijalankan (immediately) sehingga ber sifat “justiciable ”. Kewajiban Negara yang lainnya, yang tak kalah pentingnya, adalah kewajiban memberikan tindakan pemulihan bagi para korban pelanggaran hak atau kebebasan yang terdapat dalam Kovenan ini secara efektif. Sistem hukum suatu negara diharuskan mempunyai perangkat yang efektif dalam menangani hak -hak korban ter sebut. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
RESERVASI TERHADAP ICCPR Setiap negara yang menjadi Pihak, boleh membuat “reservation” terhadap pasalpasal tertentu dalam Kovenan pada saat meratifikasi. Reservasi berarti bermaksud mengurangi pada tingkat tertentu hakhak yang diakui dalam Kovenan. Reservasi dianjurkan untuk dikurangi. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM
APAKAH KOVENAN INI MENGANCAM KEDAULATAN SUATU NEGARA? Kovenan ini tidak mengandung sesuatu yang bersifat “subversif” yang bakal menyulitkan Negara -negara yang menjadiPihak pada Kovenan tersebut; termasuk ketentuan mengenai hak menentukan nasib sendiri (right of selfdetermination) (Pasal 1), dan ketentuan mengenai kewajiban negara untuk mengizinkan kelompok minoritas (etnis, agama atau bahasa) “untuk menikmati kebudayaan mereka, menyatakan atau mempraktekkan agama meraka atau menggunakan bahasan mereka sendiri” dalam komunitasnya (Pasal 27). Kovenan ini jelas ditujukan sebagai dasar untuk mensubversi integritas wilayah suatu negara. Karena itu, patut dipertanyakan jika masih ada negara yang menolak menjadi Negara Pihak dari perjanjian multilateral yang sangat penting ini. Vegitya Ramadhani Putri, MA, LLM