1
HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN DAN PELAKU USAHA1 M.Syamsudin2
Prolog Pengalaman 1: Hati-hati Belanja di Carrefour Maguwo… Pada hari Selasa malan, tanggal 20 September 2011, sekitar jam 19.00 malam Saya belanja di Carrefour Maguwo. Awalnya saya melihat-lihat sebuah display harga spesial Kursi Jazz G Ghair warna merah marun (kursi duduk putar bisa naik turun) yang terpampang di etalase sebesar Rp.214.000. Saya tertarik untuk membeli kursi tersebut karena melihat harganya murah menurut ukuran saya untuk kursi seperti itu. Selesai belanja, saya membayar di kasir. Ternyata kursi tersebut belum ada barcout harga dan kasir harus minta info ke bagian harga. Setelah petugas kasir mem-prin out harga, muncul harga yang tidak sama dengan yang tertera di display harga tersebut. Saya kaget dan dengan serta merta komplain kepada petugas kasir. Nampak petugas kasir kebingungan dan kemudian ia minta bantuan petugas lain untuk menjelaskan. Informasi yang saya terima dari petugas itu mengatakan bahwa kursi yang saya beli itu harganya Rp.349.000; dan yang harganya Rp.214.000; adalah yang berwarna biru bentuknya lebih kecil dan tidak bisa naik turun (petugas sambil meperlihatkan kursi yang dimaksud). Kemudian saya sedikit mengalah dan memilih untuk membeli yang berwarna merah dengan harga Rp.349.000; Sebelum saya pulang saya berinisiatif untuk mendokumentasikan /memotret display harga yang sebelumnya saya lihat itu dengan HP. Namun ketika akan memotret, display harga special sebesar Rp 214.000 tersebut sudah diganti oleh petugas dan tercantum harga special Rp.349.000; persis penjelasan di tempat kasir oleh petugas. Kemudian kursi yang saya beli itu saya bawa pulang. Setelah sampai di rumah saya cek lagi harga di nota pembelian dan ternyata harganya sebesar Rp.384.000; saya kaget lagi karena tidak sesuai dengan penjelasan petugas di kasir. Kemudian saya komplain lewat telpon Hotline:0812-1182304 yang tertera di nota pembelian tersebut. Informasi yang diberikan ternyata beda lagi dan menyatakan bahwa kursi yang saya beli memang harganya Rp.384.900; karena ada tiga jenis kursi dengan harga yang berbeda. Kemudian saya tangkis penjelasan petugas dengan pertanyaan: kalau memang ada 3 jenis kursi yang berbeda dan berbeda pula harganya mengapa hanya tertera 1 harga special Rp.214.00 di display?; dan setelah saya protes lantas pula diganti dengan harga Rp.349.000; di display harga? Mengapa harga yang 1
Disampaikan pada Pelatihan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) kerjasama Fakultas Huku UII dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) RI tanggal 22 September 2011 di Hotel Shafir Square Yogyakarta. 2 Dosen Tetap Fakultas Hukum UII Jogjakarta, Email:
[email protected]; HP 08562880013
2
pertama Rp.214.000; itu diganti? dan harga yang Rp.384.900 tidak ada? Bukankah ini sebuah upaya pengelabuhan/pengecohan/pembohongan terhadap konsumen? Petugas tidak bisa menjelaskan, hanya minta maaf atas kejadian tersebut. Jika kita mengacu kepada Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 ditentukan bahwa konsumen mempunyai hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa. Di sisi lain pelaku usaha berdasarkan Pasal 7 UUPK diwajibkan memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Mohon tanggapan pihak Carrefour sejelas-jelasnya. Terimakasih. Pengalaman 2: Merasa Trenyuh terhadap Konsumen di Rumah Sakit… Peristiwanya terjadi ketika saya menunggu Bapak Saya yang sedang sakit stroke dan dirawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah di Purworejo, tahun 2009. Seharusnya bapak saya dirawat di kelas I, namun karena masih penuh harus menunggu dulu di kelas II yang satu ruangan diisi beberapa pasien. Di samping bapak saya ada pasien yang baru saja masuk bangsal yang dijaga oleh ibu yang sudah tua dan saya tanya berasal dari sebuah desa X. Yang membuat saya trenyuh kepada Ibu tersebut adalah ketika perawat memberikan selimut kepada pasien dan ibu itu yang menerima sambil mengatakan: “Mboten sah repot-repot mbak, kulo sampun mbeto kemul sangking griyo, monggo dipun asto malih mawon” (Tidak usah repot-repot, saya sudah membawa selimut dari rumah, silakan dibawa lagi saja). Kemudian perawat itu menjelaskan dengan Bahasa Jawa pula “mboten punopo mbah meniko gratis” (tidak apa-apa mbah, ini gak bayar). Bagaimana tanggapan Saudara dengan 2 (dua) kejadian yang saya alami di atas?
Siapa Konsumen dan Pelaku Usaha? Meskipun sudah menjadi istilah yuridis, namun sebutan ‘konsumen’ dan ‘pelaku usaha’ masih menunjukkan pengertian yang umum. Pengertian khusunya sangat tergantung pada konteks dimana konsumen dan pelaku usaha itu berada pada posisi masing-masing. Misalnya di bidang transportasi kereta api, kosumen adalah penumpang kereta baik yang naik kelas eksekutif, bisnis, maupun ekonomi, sedangkan pelaku usaha adalah PT Kereta Api. Di bidang perbankan, konsumen adalah nasabah bank, sedangkan pelaku usaha adalah pihak pengelola bank yang bersangkutan. Jika
3
kita belanja di toko/mall, konsumen adalah pembeli, sedangkan pelaku usaha adalah penjual/ pemilik toko/mall. Mengacu pada pengertian Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen, “Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga,, orang lain, maupun makhluk
4
negara dalam bentuk peraturan yang melindungi keberadaan konsumen, dalam hal ini UU Perlindungan Konsumen dan juga peraturan khusus lainnya. Muncul pertanyaan, bagaimana bila kita membeli barang, kemudian kita menghadiahkannya kepada teman kita. Siapakah yang disebut konsumen? Di sini yang patut untuk disebut sebagai konsumen hanyalah penerima hadiah. Sedangkan pemberi hadiah bukan konsumen menurut pengertian Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen. Pemberi hadiah dapat dikatakan sebagai konsumen perantara. Dalam ketentuan Pasal 1 angka 2 UU Perlindungan Konsumen disebutkan “… baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain…” Ketentuan ini dimaksudkan bila kita menggunakan suatu barang dan/atau jasa dan bukan hanya kita yang merasakan manfaatnya, melainkan juga bisa keluarga kita, orang lain, dan makhluk hidup lain. Contohnya bila kita membeli sebuah AC untuk dipasang di ruang tamu rumah kita. Tentu bukan hanya kita yang merasakan hawa sejuk dari AC tersebut. Istri/suami, anak, tamu dan hewan peliharaan kita (misal kucing) tentu ikut merasakan kesejukan AC tersebut Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa syarat-syarat untuk disebut konsumen menurut UU Perlindungan Konsumen adalah: 1.
Pemakai barang dan/atau jasa, baik memperolehnya melalui pembelian maupun secara cuma-cuma
2.
Pemakaian barang dan/atau jasa untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain dan makhluk hidup lain.
3.
Tidak untuk diperdagangkan (Sumber: Wibowo Tunardy: 23/02/2009) Pengertian “pelaku usaha” berdasarkan ketentuan Pasal 1 butir 3 UUPK,
adalah “setiap perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun
5
bersama-sama, melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi”. Pengertian pelaku usaha di atas berarti tidak hanya para produsen pabrikan yang menghasilkan barang dan / jasa yang tunduk pada undang-undang No. 8 tahun 1999, melainkan juga para rekanan, termasuk para agen, distributor, serta jaringanjaringan yang melaksanakan fungsi pendistribusian dan pemasaran barang dan / jasa kepada masyarakat luas selaku pemakai dan / pengguna barang dan / jasa. Dalam penjelasan pasal tersebut disebutkan bahwa termasuk pelaku usaha adalah perusaan, korporasi, BUMN, koperasi, importir, pedagang, distributor, dan lain-lain.
Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha Pengertian Sebelum membahas mengenai hak dan kewajiban konsumen, ada baiknya kita memahami dulu apa pengertian hak dan kewajiban itu. Sudikno Martokusumo dalam bukunya Mengenai Hukum: Suatu Pengantar menyatakan bahwa dalam pengertian hukum, hak adalah kepentingan yang dilindungi oleh hukum. Kepentingan sendiri berarti tuntutan yang diharapkan untuk dipenuhi, sehingga dapat dikatakan bahwa hak adalah suatu tuntutan yang pemenuhannya dilindungi oleh hukum. Janus Sidabalok dalam bukunya Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia menyebutkan bahwa ada tiga macam hak berdasarkan sumber pemenuhannya, yakni: 1. Hak manusia karena kodratnya, yakni hak yang kita peroleh begitu kita lahir, seperti hak untuk hidup, hak atas pendidikan, hak untuk menganut agama, hak untuk berpendapat dsb. Hak ini tidak boleh diganggu gugat oleh negara, dan bahkan negara wajib menjamin pemenuhannya. Hak ini disebut HAM. 2. Hak yang lahir dari hukum, yaitu hak yang diberikan oleh negara kepada warga negaranya. Hak ini juga disebut sebagai hak hukum. Contohnya hak untuk memberi suara dalam pemilu, hak untuk mendapatkan jaminan keamanan dan keslamatan bagi konsumen dsb.
6
3. Hak yang lahir dari hubungan kontraktual
7
Untuk itu sangat diharapkan agar pelaku usaha memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang/jasanya. 4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan. Tidak jarang konsumen memperoleh kerugian dalam mengkonsumsi suatu barang/jasa. Ini berarti ada suatu kelemahan di barang/jasa yang diproduksi/disediakan oleh pelaku usaha. Sangat diharapkan agar pelaku usaha berlapang dada dalam menerima setiap pendapat dan keluhan dari konsumen. Di sisi yang lain pelaku usaha juga diuntungkan karena dengan adanya berbagai pendapat dan keluhan, pelaku usaha memperoleh masukan untuk meningkatkan daya saingnya. 5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut. Pelaku usaha tentu sangat memahami mengenai barang/jasanya. Sedangkan di sisi yang lain, konsumen sama sekali tidak memahami apa saja proses yang dilakukan oleh pelaku usaha guna menyediakan barang/jasa yang dikonsumsinya. Sehingga posisi konsumen lebih lemah dibanding pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa yang patut bagi konsumen. Patut berarti tidak memihak kepada salah satu pihak dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. 6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen. Pada umumnya posisi konsumen lebih lemah dibanding posisi pelaku usaha. Untuk itu pelaku usaha harus memberikan pembinaan dan pendidikan yang baik dan benar kepada konsumen. Pembinaan dan pendidikan tersebut mengenai bagaimana cara mengkonsumsi yang bermanfaat bagi konsumen, bukannya berupaya untuk mengeksploitasi konsumen. 7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Sudah merupakan hak asasi manusia untuk diperlakukan sama. Pelaku usaha harus memberikan pelayanan yang sama kepada semua konsumennya, tanpa memandang perbedaan idiologi, agama, suku, kekayaan,
8
maupun status sosial. Lalu bagaimana dengan perbedaan kelas bisnis dan ekonomi pada maskapai penerbangan? Atau adanya nasabah prioritas pada bank? Apakah ini merupakan bentuk diskriminasi karena kekayaan? Menurut saya hal ini bukan diskriminasi. Adanya kelas bisnis atau nasabah prioritas didasarkan pada hubungan kontraktual. Sebelumnya sudah ada perjanjian antara konsumen dan pelaku usaha. Kalau bayar sedikit, fasilitasnya seperti ini, kalau nambah uang, fasilitasnya ditambah. 8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. Inilah inti dari hukum perlindungan konsumen. Bagaimana konsumen yang dirugikan karena mengkonsumsi barang/jasa memperoleh kompensasi, ganti rugi, atau penggantian. Sebenarnya tujuan dari pemberian kompensasi, ganti rugi, atau penggantian adalah untuk mengembalikan keadaan konsumen ke keadaan semula, seolah-olah peristiwa yang merugikan konsumen itu tidak terjadi. 9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan lainnya. Hak konsumen sebenarnya sangat banyak dan bisa terus bertambah. Adanya ketentuan ini membuka peluang bagi pemerintah untuk menjamin pemenuhan hak konsumen yang tidak diatur pada ketentuan diatas.
Kewajiban-kewajiban konsumen yang diatur dalam Pasal 5 UU PK adalah: 1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan. Tidak bisa dipungkiri bahwa seringkali konsumen tidak memperoleh manfaat yang maksimal, atau bahkan dirugikan dari mengkonsumsi suatu barang/jasa. Namun setelah diselidiki, kerugian tersebut terjadi karena konsumen tidak mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian yang telah disediakan oleh pelaku usaha.
9
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa Tak jarang pula konsumen tidak beritikad baik dalam bertransaksi atau mengkonsumsi barang. Hal ini tentu saja akan merugikan khalayak umum, dan secara tidak langsung si konsumen telah merampas hak-hak orang lain. 3. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati. Ketentuan ini sudah jelas, ada uang, ada barang. 4. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, patut diartikan sebagai tidak berat sebelah dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Pengaturan hak-hak dan kewajiban-kewajiban pelaku usaha dapat bersumber pada peraturan perundangan yang bersifat umum dan juga perjanjian/kontrak yang bersifat khusus. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah: 1. hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 2. hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; 3. hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; 4. hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; 5. hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban-kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah: 1. beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
10
2. memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; 3. memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; 4. menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; 5. memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; 6. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian
dan
pemanfaatan
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan; 7. memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Bila diperhatikan dengan seksama, tampak bahwa hak dan kewajiban pelaku usaha bertimbal balik dengan hak dan kewajiban konsumen. Ini berarti hak bagi konsumen adalah kewajiban yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha. Demikian pula dengan kewajiban konsumen merupakan hak yang akan diterima pelaku usaha. Bila dibandingkan dengan ketentuan umum di Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, tampak bahwa pengaturan UUPK lebih spesifik, karena di UUPK pelaku usaha selain harus melakukan kegiatan usaha dengan itikad baik, ia juga harus mampu menciptakan iklim usaha yang kondusif, tanpa persaingan yang curang antar pelaku usaha. Kewajiban-kewajiban pelaku usaha juga sangat erat kaitannya dengan larangan dan tanggung jawab pelaku usaha.
Larangan-Larangan Pelaku Usaha
11
Pasal 8 s.d 17 UUPK mengatur perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha baik pelaku usaha pabrikan, distributor, dan periklanan. Larangan-larangan itu akan diuraikan sebagai berikut: 1)
pelaku
usaha
(produsen
barang)
dilarang
memproduksi
dan
/atau
memperdagangkan barang: a) tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan. b) tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan label atau etiket barang tersebut. c) tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran sebenarnya. d) tidak sesuai dengan kondisi, jaminan keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang e) tidak sesuai denagan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya mode atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang. f) tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket keterangan iklan atau promosi penjualan barang g) tidak
mencantumkan
tanggal
kadaluwarsa
atau
jangka
waktu
penggunaan/pemanfaatan yang paling baiak atas barang tersebut. h) tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaiaman pernyataan halal yang dicantumkan dalam label. i) tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang,ukuran/isi bersih atau netto, komposisi,aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat
pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat.
12
j) tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk pengunaan barang dalam Bahasa Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undanagan. k) tidak disertai dengan informasi secara lengkap dan benar bahwa barang tersebut rusak, cacat atau bekas, dan tercemar. l.) Tidak disertai dengan informasi secara lengkap dan benar bahwa sediaan farmasi dan pangan tersebut rusak, cacat atau bekas, dan tercemar. 2)
Pelaku usaha (produsen barang) dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan suatau barang seolah-olah: a)
barang tersebut telah memenuhi dan atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau metode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu:
b)
barang tersebut dalam keadaan baiak dan atau baru
c)
barang tersebut telah mendapatkan dan /atau memilki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu.
d)
barang
tersebut
dibuat
oleh
perusahan
yang
mempunyai
sponsor,persetujuan atau afiliasai e)
barang tersebut tersedia;
f)
barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
g)
barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h)
barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i)
secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang lain;
j)
menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k)
menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.
13
3)
Pelaku usaha (produsen barang) dalam menawarkan barang yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang tidak benar dan menyesatkan mengenai :
4)
a)
harga atau tarif suatu barang;
b)
kegunaan suatu barang;
c)
kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi suatu barang;
d)
tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang ditawarkan;
e)
bahaya penggunaan barang.
Pelaku usaha (produsen barang) dalam hal penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang, dilarang mengelabui, menyesatkan konsumen dengan: a)
menyatakan barang tersebut seolah-olah telah memenuhi standar mutu tertentu;
b)
menyatakan barang tersebut seolah-olah tidak mengandung cacat tersembunyi;
c)
tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud untuk menjual barang lain;
d)
tidak menyediakan barang dalam jumlah tertentu dan/atau jumlah yang cukup dengan maksud menjual barang yang lain;
e) 5)
menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral;
Pelaku usaha (produsen barang) dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan suatu barang dengan harga atau tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan, atau diiklankan.
6)
Pelaku usaha (produsen barang) dilarang menawarkan, mempromosikan, atau mengiklankan suatu barang dengan cara menjanjikan pemberian hadiah
14
berupa barang lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya atau memberikan tidak sebagaimana yang dijanjikan. 7)
Pelaku usaha (produsen barang) dilarang menawarkan, mempromosikan atau mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makan, alat kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara menjanjikan pemberian hadiah berupa barang.
8)
Pelaku usaha (produsen barang) dalam menawarkan barang yang ditujukan untuk diperdagangkan dengan memberikan hadiah melalui cara undian, dilarang untuk:
9)
a)
tidak melakukan penarikan hadiah setelah batas waktu yang dijanjikan;
b)
mengumumkan hasilnya tidak melalui media massa;
c)
memberikan hadiah tidak sesuai dengan yang dijanjikan;
d)
mengganti hadiah yang tidak setara dengan nilai hadiah yang dijanjikan.
Pelaku usaha (produsen barang) dalam menawarkan barang dilarang melakukan dencan cara pemaksaan atau cara lain yang dapat menimbulkan gangguan baik fisik maupun psikis terhadap konsumen.
10) Pelaku usaha (produsen barang) dalam menawarkan barang melalui pesanan dilarang untuk: a)
tidak menepati pesanan dan/atau kesepakatan waktu menyelesaikan sesuai dengan yang dijanjikan;
b)
tidak menepati janji atas suatu pelayanan dan/atau prestasi.
11) Pelaku usaha (produsen iklan) periklanan dilarang memproduksi iklan yang: a)
mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau jasa tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa;
b)
mengelabuhi jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa;
15
c)
memuat informai yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan atau jasa;
d)
tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa;
e)
mengeksploitasi kejadian dan/atau seseorang tanpa izin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f)
melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.
Latihan Penanganan Kasus Konsumen Pengantar Kasus: Pengaduan konsumen tentang pembayaran angsuran motor melalui jaminan fidusia masih marak terjadi hingga kini. Adanya kebutuhan konsumen dan stimulus kemudahan dari sales perusahaan penjual motor menjadikan proses jual-beli lebih mudah, bahkan bagi seorang tukang becak sekalipun yang pendapatan hariannya relatif rendah. Permasalahan mulai timbul ketika konsumen tidak mampu membayar kredit motor, yang membuat perusahaan mencabut hak penguasaan kendaraan secara langsung. Pada umumnya praktek penjualan motor dilakukan sales dengan imingiming kemudahan memperoleh dana untuk pembayaran dengan jaminan fidusia, dimana persyaratannya sederhana, cepat, dan mudah sehingga konsumen kadang tidak memperhitungkan kekuatan finansialnya. Sementara klausula baku yang telah ditetapkan pelaku usaha diduga terdapat informasi terselubung yang dapat merugikan konsumen. Untuk itu, mari kita cermati bedah kasus fidusia di bawah ini: Kasus Posisi LAS yang berprofesi sebagai tukang becak, membeli kendaraan sepeda motor Kawasaki hitam, selanjutnya NO meminjamkan identitasnya untuk kepentingan LAS dalam mengajukan pinjaman pembayaran motor tersebut dengan jaminan fidusia kepada PT. AF. Hal ini bisa terjadi karena fasilitasi yang diberikan oleh NA, sales perusahaan motor tersebut. Kemudian konsumen telah membayar yang muka sebesar Rp. 2.000.000,- kepada PT. AF dan telah
16
mengangsur sebanyak 6 kali (per angsuran sebesar Rp. 408.000,-). Namun ternyata pada cicilan ke tujuh, konsumen terlambat melakukan angsuran, akibatnya terjadi upaya penarikan sepeda otor dari PT. AF. Merasa dirugikan, konsumen mengadukan masalahnya ke Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Bojonegoro. Kemudian karena tidak mampu melakukan pembayaran, maka LAS menitipkan obyek sengketa kepada LPKSM disertai berita acara penyerahan. Akibatnya LAS/NO dilaporkan oleh PT. AF dengan dakwaan melakukan penggelapan dan Ketua LPKSM didakwa telah melakukan penadahan. (Sumber: Badan Perlindungan Konsumen Nasional . www.bpkn.go.id) Tugas : Diskusikan Bagaimana Penanganan Kasus tersebut?
Epilog Kita patut mendukung upaya-upaya yang selama dilakukan oleh pihak-pihak dan elemen-elemen masyarakat yang selalu mengkritisi munculnya kebijakan yang merugikan konsumen. Untuk menegakkan UUPK dan perlindungan hak-hak konsumen perlu dilakukan uapaya penyadaran hak-hak dan kewajiban konsumen dan pelaku usaha melalui berbagai media, forum dan kesempatan. Peran serta dan keterlibatan pihak-pihak terkait seperti, Badan perlindungan Konsumen Indonesia (BPKN,
Badan
Penyelesaian
Sengketa
Konsumen
(BPSK),
dan
Lembaga
Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), serta kelompok-kelompok kritis seperti mahasiswa diharapkan dapat menjadi kontrol utama atas kebijakankebijakan pemerintah dan perilaku pelaku usaha yang merugikan konsumen.
Jogja Istimewa, 21 September 2011
Riwayat Hidup Pembicara 1. Nama lengkap 2. Tanggal lahir 3. Tempat lahir 4. Pekerjaan 5. 5.Jabatan struktural 6. Alamat perguruan tinggi 7. Telp/fax 8. Status perkawinan 9.Alamat a. Jalan b. Kelurahan/desa c. Kecamatan d. Kabupaten e. Propinsi 10. Telp a. Rumah b. HP c. Email
Dr.M.SYAMSUDIN,SH,MH 4 SEPTEMBER 1969 PURWOREJO, JAWA TENGAH Dosen FH UII KEPALA PUSAT STUDI HUKUM FH JL.TAMANSISWA 158 JOGJAKARTA 0274 379178 / 0274 377043 KAWIN PURWOMARTANI KALASAN SLEMAN DIY 0274 7482204 085 628 80013
[email protected] Yogyakarta, 21 September 2011
( Dr.M.SYAMSUDIN,SH,MH )