DIMENSI EKONOMI-POLITIK PEMBANGUNAN INDONESIA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Pada Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada
Oleh: Prof. Dr. Boediono
DOKUMENTASI & ARSIP
BAPPENAS( ,C#./.'/rP a".,no. ...!..|./{.."h"2+" ;i;"
:
o' 7''-MFl Clrecked z .k.!'":'q
2 Yang saya hormati Ketua, Sekretarisdan para Anggota Majelis Wali Amanat UniversitasGadjahMada, Yang saya hormati Ketua, Sekretarisdan paraAnggota Majelis Guru BesarUniversitasGadjahMada, Yang saya hormati Rektor, para Wakil Rektor Universitas Gadiah Mada, Civitas Akademika dan ParaHadirin yang sayamuliakan, Suatukebahagiaanyang tak terhingga bagi saya dapatberdiri di sini untuk menyampaikanbeberapapemikiran sayakepadasidang Majelis yang terhormat ini. Apa yang akan saya sampaikandi sini menyangkut masalah yarg, menurut pandangan saya, menyentuh kepentingankita semua sebagaiwarga dari bangsaini, dan bahkan kepentingananak-cucukita. Masalahitu adalahmengenaireformasi yang kita laksanakan. Hampir sembilan tahun sudah kini bangsa Indonesia menempuhjalur perjalananbaru dalam sejarahnya,jalur demokrasi dan pluralisme.Keputusanitu kita ambil sendiri secarasadarsebagai bangsa tanpa didikte oleh siapa pun. Sekarang,setelahmengalami serentetanperistiwa sosial-poiitik yang menentukansejarahbangsa dan bahkan dibarengi dengan berbagai cobaan alam, dan masih dalam suasanaeforia reformasiyang belumjuga reda,kita sepatutnya menghela nafas dan merenung sejenak dan menanyakan pada diri kita: ke mana arus peristiwa dan perkembangan selama ini akan membawa kita, apakahkita akan sampai pada apayang kita impikan dulu sewaktukita mengambilsikap sejarahyangkrusial itu? Are we on the right track? Apakah adayang perlu kita koreksi? Pertanyaan-pertanyaan besar ini tentu tidak mungkin dijawab jam. dalam satu Namun dengan segalakerendahanhati perkenankan saya mengajak para hadirin sekalian untuk bersama saya mengtersebut. eksplorasibeberapasegi penting dari pertanyaan-pertanyaan Saya sangat sadar bahwa uraian saya maksimal hanya akan dapat memberikan jawaban parsial terhadap sebagian dari pertanyaanpertanyaanbesartersebut. Saya akan memulai dengan mengingat kembali apa sebenarnyayang kita inginkan sewaktu kita menggulirkan reformasi beberapatahun lalu. Kemudian,berdasarkanitu dan mengacukepada hasil-hasil riset yang dapat kita baca akhir-akhir ini, saya akan
3
mencoba mendefinisikan secara umum pengertian 'Jalur yang benar". Karena hanya dengan menyepakati apa yang kita maksud dengan"the right treck", baru kita bisa menjawabapakahkita"on the right track". Sisa waktu yang tersedia akan saya gunakan untuk mengupassimpul-simpul kritis sepanjangjalur perjalanan kita ke depan dan apa yang seyogyanya kita lakukan dan siapkan untuk menghadapinya. Tuntutan Reformasi Marilah kita mulai denganmengajukanpertanyaan:sebenarnyaapa motif dasaryang mendorongkita sebagaibangsamemutuskanuntuk melakukanperubahanmendasardalam tata kehidupansosial-politik kita lebih dari delapantahunlalu? Untuk memperoleh perspektif yang benar kita perlu mengingatkembali peristiwa-peristiwasebelumnya y ang membawa kita ke momen yang krusial itu. Selama lebih dari 30 tahun menakhodainegara,Orde Baru telah berhasil mengangkatkondisi kehidupan ekonomi dan sosial di Indonesia secara sangat berarti. Penghasilanper kapita meningkat dari sekitar hanya USD 70 pada pertengahan1960anmenjadi lebih dari USD 1000pada pertengahan 1990an.Prasaranayang langsungmelayanimasyarakatmaupunyang mendukung kegiatan ekonomi dibangun secaraluas. Kemiskinan menurun drastis dan berbagai indikator kesejahteraansosial mulai dari harapanhidup, tingkat kecukupangizi, tingkat kematian ibu dan anak, sampai ke tingkat partisipasi pendidikan, ketersediaan air bersih dan perumahan, semuanya menunjukkan perbaikan yang berarti. Indonesiamenjadi contohpembangun an y angsukses.I Dengan perbaikan taraf hidup seperti itu, mengapa timbul keresahandan tuntutan yang makin mengental untuk perubahan di kalangan masyarakat atau, lebih tepatnya, drantaru paru elite masyarakat? Jawabannyaterletak pada perkembangandi segi lain dari kehidupan masyarukat Indonesia. Di tengah kemajuan itu, terutamadalam dasawarsaterakhir Orde Baru, tumbuh persepsidi kalangan masyarakat, yang makin mengental setiap hari, bahwa jajaran praktek korupsi, penyalahgunaan kewenangan di pemerintahandan kroniisme di kalangandunia usahamakin meluas. Meskipun pers dikendalikan,ceriteramengenaihal itu terus merebak ' Hill (1996),WorldBank(1993)
4 dan kasus-kasusnyata terungkap. Rasa keadiTanmasyarakatterusik. Namun dalam konstelasi politik yang ada, saluran-saluranuntuk kdtik, disensi, protes dan koreksi, tersumbat. Keresahan dan ketidakpuasanberakumulasi,siapmeledakapabilaadapemicu.2 Dan pemicu itu akhirnya tlba. Krisis keuanganyang mulai muncul padapertengahan1997terusmemburukdan memasukitahun 1998 berkembangmenjadi krisis ekonomi skalaluas dengandampak negatif yang langsung dirasakan oleh masyarakat banyak. Harga barangkebutuhanpokok naik tajam dan PHK terladi dimana-mana.3 Keresahanyang semulasebataskalanganelite berkembangmenjadi ketidakpuasan sosial yang akhirnya menjadi kerusuhan masal. Indonesiamemasukitahapkrisis multidimensidan perubahanpolitik mendasarkemudianteqadi. Dari peristiwa yang penuh ketegangandan hiruk-pikuk itu tidak mudah untuk menyarikan aspirasi masyarakat yang berkembangpada wakfu itu. Namun apabllakita telusuri motif dasar gerakan reformasi, barangkali empat tema merangkum sebagian besar dari tuntutan tersebut, yaitu: (1) perbaikan ekonomi, (2) perbaikan tata pemerintahan ataugovernance, (3) supremasihukum dan (4) demokrasi. Singkatnya,masyarakatmenginginkanIndonesia yang makmur,bersih dari KKN, taat hukum dan demokratis.4Bukan tuntutan yang mudah, tapi itulah keinginan rakyat. The "Right" Track Sekarangrnarilah kita kembali kepada pertanyaan:Are we on the right track? Agar jelas arah pembahasansaya, perkenankan saya memberikanjawaban terhadappertanyaanini sejak awal. Dengan berbagai catatan penting yang akan saya uraikan nanti, jawaban terhadappeftanyaantersebut adalah:ya, kita di jalur yang benar. Ini samasekalitidak berarti bahwa kita sudah pasti akan sampai pada tujuan yangkita inginkan. Tidak ada jaminan seperti itu. Pada setiap tahap dalam perjalanan,kita sebagaibangsaharus melewati momen pilihan dan titik persimpanganyang memerlukan keputusan dan langkah strategis. Marilah kita melihat lebih dalam apa yang kita maksuddengan"the right track". 2 O'Rourke (2002) 3 Johnson(1998) a O'Rourke (2002) atauBudiman dkk, eds (1999)
5 Tidak ada suatu jalur yang paling benar. Sejarahmencatat bahwa rute yang dilalui oleh berbagai bangsa sangatlah beragam. Tetapi ini tidak berarti bahwa kita tidak dapatmengidentifikasipolapola umum dalam sejarah kemajuan bangsa-bangsa.Identifikasi pola-pola umum dan penjelasannyamerupakanbagian penting dari kegiatan para ahli sejarahdan ilmu sosial lainnya. Sekarangsudah banyak studi, baik teoritis maupun empiris, yang dapat membantu kita untuk menjawab pertanyaan: pola-pola umum mana yang terbukabagi kita. Bagi Indonesiapilihan itu sebenarnyalebih mudah, karena gerakan reformasi telah menjatuhkan pilihannya pada jalur demokrasi. Dalam literatur ekonomi-politik terdapat kristalisasi pandanganmengenaigaris besarprosestransformasidari masyarakat berpenghasilan rendah, tertutup dan tidak demokratis menuju masyarakatyang makmur, terbuka dan demokratis. Fondasi Ekonomi. Salah satu kristalisasi pandangan itu adalah mengenai fondasi ekonomi dari demokrasi. Intinya adalah bahwa pada tahap awal pedalanannyamasyarakatberpenghasilanrendah, teftutup dan belum demokratis seyogyanya memusatkan upayanya pada pembangunanekonomi lebih dahulu.5 Secaraintuitif dalil ini masuk akal karenapada tingkat penghasilanrendah,masyarakatakan disibukkan oleh kegiatan yang paling mendasar,yaitu bagaimana memenuhi kebutuhan hidupnya dari hari ke hari. Kebutuhan atau (menggunakanjargon ekonomi) "permintaan" akan demokrasi akan bersemipada tingkat hidup yang lebih tinggi dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi.6Pengalamanberbagainegarajugamenunjukkan bahwa begitu permintaan akan demokrasi ini merebak dan menrperolehmomentumnya, biasanya tidak bisa dihentikan lagi.7 Kita bisa perdebatkan,tetapi menurut penilaian saya Indonesiasaat ini sudahmencapaitahapini. Sejumlah studi juga menunjukkan bahwa tingkat kemajuan ekonomi merupakan faktor penentu penting bagi keberlanjutan demokrasi. Suatu studi yang banyak diacu menyimpulkan bahwa, berdasarkanpengalamanempiris selama1950-90,rejim demokrasidi t Barro (2000), hal fi4-7 . Bremmer QA\q menyebutfaktor non-incorne(seperti pendidikan) juga penting untuk persiapanberdemokrasi. Tetapi secaraumum faktor-faktor ini berkorelasi densan income. u Fukuyama(2006). 7 Bremmer (2006)
6 negara-negaradengan penghasilanper kapita 1500 dolar (dihitung berdasarkan Purchasing Power Parity (PPP)-dolar tahun 2001) mempunyai harapanhidup hanya 8 tahun. Padatingkat penghasilan per kapita 1500-3000dolar, demokrasi dapat bertahanrata-rata18 tahun. Pada penghasilanper kapita di atas 6000 dolar daya hidup sistem demokrasi jauh lebih besar dan probabilitas kegagalannya hanya 1/500.8 Posisi Indonesia dimana? Apabila kita hitung berdasarkan PPP-dolar 2006 penghasilan per kapita Indonesia diperkirakan sekitar 4000 dolar sedangkan batas kritis bagi demokrasi sekitar 6600 dolar. Kita belum 213 jalan menuju batas amanbagi demokrasi.Kita akankembali membahasini nanti. Sejumlah studi empiris lain, terutama oleh para ekonom, menyimpulkan bahwa demokrasi bukan penentu utama prestasi ekonomi.e Menurut pandangan ahli-ahli ini, terutama bagt negaranegaraberpenghasilanrendah,rule of law lebih menentukankinerja ekonomi daripadademokrasiper se. Apabila kesimpulanini benar maka negara-negara berpenghasilan rendah dapat memacu pertumbuhanekonominya,meskipun merekabelum siap menerapkan demokrasi, asalkan mereka dapatmemperbaikr rule of law, Tetapi, seperti yang saya singgung tadi, dengan meningkatnyakemakmuran demokrasi akan makin "diminta" oleh masyarakat. Sementaraitu, pada tahap ini demokrasi juga makin penting bagi keberlanjutan pembangunan ekonomi. Seorang ahli ekonomi pembangunan kenamaan melihat demokrasi sebagai suah) meta-institution atau institusi induk yang dapat menciptakan iklim yang kondusif bagi tumbuhnya institusi-institusi lain yang berkualitas, artinya efektif dan dengan tatakelola atau governance yang baik.tO Hal ini penting mengingat konsensus yang sekarang berkembang di kalangan ahli dan praktisi adalahbahwa mutu institusi atau governancemerupakan kunci keberhasilan pembangunan. Apabila institusi yang baik menentukan keberhasilan pembangunan, dan demokrasi adalah sistem yang kondusif bagi perkembanganinstitusi semacam itu, maka demokrasimenjadi penentubagi pembangunanekonomi.Pada tahap kemajuan ekonomi yang makin tinggi, perhrmbuhanekonomi akan makin mengandalkanpada fleksibilitas sistem ekonominya, oZakaria(2003) danLimongi(1997). ,hal69-70.Przeworski nBarro(2002),Friedman(2005),Bab 13. 'oRodrik(2000).
7 kemajuan teknologi dan peningkatan mutu faktor produksi, yang kesemuanyabersumberdari inisiatif dan inovasi oleh para pelaku ekonomi. Dan kita tahu bahwa inisiatif dan inovasi tumbuh paling suburdi alam demokrasi.rr Jadi apa kesimpulan umum kita? Pada tahap awal, pembangunan ekonomi diprioritaskan karena hal itu akan sangat mengurangi risiko kegagalan demokrasi. Pada tahap selanjutnya interaksi antaraekonomi dan demokrasi makin erat dan keberadaan demokrasimakin menentukankinerja ekonomi dan keberlanjutannya. Tetapi demokrasiadalah tanamanjangka panjang. Menabur benih lebih dini lebih baik. Dilemal2. Dilema mendasaryang dihadapi demokrasi,sejak Plato, adalah bagaimana memadukan rasionalisme dengan populisme, pemerintahan yang efektif dengan pemerintahan yang representatif teknokrasidengandemokrasi.Dilema ini sangatkongkrit, dan akut, bagi demokrasiyang baru berkembang,sepertidi negarakita. Di satu sisi, kita ingin memacu pembangunan ekonomi yang pada hakekatnyamemerlukan langkah cepat dan kebijakan ekonomi yang rasional,konsistendan berwawasanjangka panjang- short termpain for long term gain. Di sisi lain, sistempolitik yang berjalan,karena mekanisme yang belum mantap, tidak mendukung pengambilan keputusanyang cepat dandecisive.Risiko distorsi terhadapkebijakan yang rasional juga tinggi karena tidak jarangkepentingansempit dan jangka pendek mendominasi wacana pengambilan keputusan di lembaga legislatif dan bahkan eksekutif, tanpa ada mekanisme koreksi yang efektif. Inilah sebabnyamengapapara ahli berpendapat bahwakebijakanekonomi, sampaibatastertentu,perlu di-insulasikan dari hiruk-pikuk politik sehari-hari.Independensibank sentral,yang sekarang sudah umum diterima, adalah satu perwujudan dari pemecahandilema ini. Apakah pemecahanserupadapatditerapkandi bidang lain seperti kebijakan fiskal, industri dan perdagangan atau lingkungan hidup, sekarangmasih diperdebatkan para ahli. Yang penting, posisi strategis mengenai imbangan antara teknokrasi dan demokrasi harus diambil oleh setiap bangsa pada setiap tahap perjalanannya.Di masa Orde Baru, dengan plus dan " Lihat Schumpeter(1976) dan Wittman (1989) 12Analisa lebih lanjut, lihat Boediono(2005)
8 minusnya, proses kebijakan ekonomi diproteksi dari proses politik sehari-hari,paling tidak selama dua dasawarsapertama. Sekarang, format itu tidak cocok lagi. Formatyangbaru harus kita temukan dan posisi strategisyang pas harus kita ambil. Ia tidak bisa dibiarkan hanya sebagai hasil sampingan dari proses politik praktis. Taruhannyaterlalu besar. Kelompok Pembaharu. Sejarahmenunjukkanbahwa keberhasilan proses transformasi menuju masyarakat yang makmur, demokratis dan terbuka ditentukan oleh keberadaan kelompok pembaharu. Kelompok inilah yang menjadi ujung tombak dan pengawalproses transformasiitu. Tanpa kelompok pembaharu,proses transformasi akan berisiko mandeg atau keluar dari jalur yang kita inginkan. Pertumbuhanekonomi membantu tumbuhnya kelompok pembaharu, tapi ia harus memenuhi 2 syaral, yaitu: (1) pertumbuhan itu menyentuh dan dapat dinikmati oleh sebagianbesar rakyat (broad based) dan (2) prosesnya lebih mengandalkan pada kegiatan berdasarkan hasil kerja, inisiatif dan ingenuitas sumberdaya manusianya dan bukan semata dari hasil penjualan kekayaan alam, bantuan luar negen alau pada rezeki nomplok lainnya. Untuk mendukung berkembangnya kelompok pembaharu, pertumbuhan ekonomi yang tinggi sajatidak cukup, Dua syarattersebutharusjuga dipenuhi. Siapakah kelompok pembaharu itu dan apa peran mereka proses dalam transformasi?'3Sejarahmencatatbahwa kelompok ini bisa datang dari latarbelakangsosial yang berbeda.Di Inggris pada tahap krusial transformasinya inti dari kelompok pembaharuadalah para pengusaha- kaum bourgeoisie- atau kaum borjuis. Istilah kaum borjuis mempunyai konotasi buruk di negeri ini karena dikaitkan dengan teori Marx yang memposisikannyasebagai kelas yang menguasaialat-alat produksi masyarakat dan menggunakannya untuk mengeksploitirburuh. Dalam konteksteori sosialnon-Marxist kelompok ini diposisikan lebih netral. Studi para ahli sejarah ekonomi umumnya melihat bahwa di Inggris kelompok ini telah berperan sebagai pembaharu sosial, pada awalnya dalam meruntuhkan struktur feodal yang adadan selanjutnyamenjadi ujung t3Zakaria (2003) dan Bremmer (2006) memberikan contoh-contohdi sejurnlah negara. Sebagiandari ilustrasi di sini diambil dari kedua sumbertersebut.
9 tombak dan pengawalprosesmodemisasidan demokratisasi'4. Pola sepertiitu kemudiandiikuti oleh beberapanegaraEropa lainnya. Di Amerika Serikatprosestransformasioleh kelompok ini berlangsung lebih cepat karcna dari awal tidak ada struktur feodal yang harus diruntuhkan. Di negara-negaraseperti Jerman dan Jepangkaum borjuis, paling tidak pada tahap awalnya, bukan penggerak utama transformasi. Mereka tidak sekuat dan se-independenrekanrekannya di Inggris atau Amerika Serikat. Di Jerman,justru kaum birokrat (yang terdiri dari para ex-aristokrat)yang menjadikelompok pembaharu. Jerman pada abad 19 mempunyai sistem birokrasi paling modern di dunia dan, melalui reformasi birokrasi, mereka menciptakan rule of law yang mantap dan sistem jaminan sosial modern. Di Jepang cikal-bakal dari kelompok pembaharuadalah kaum samurai yang mentransformasikan diri menjadi motor penggerakmodernisasi.Di Jerman dan terutama di Jepangproses modernisasi tidak serta merta melahirkan demokrasi. Di kedua negara ini, demokrasi baru berakar setelahPerang Dunia II. Dan prosesnyapun tidak sepenuhnyaberasaldari dinamika intern, tetapi sebagiankarena tekanan dari negara-negarapenakluknya,khususnya Amerika Serikat, yang menginginkan demokrasi diterapkan di negara-negara tersebut. Bagi negara berkembangbarangkali akan terlalu lama untuk menungguterbentuknyakelompok pembaharusecaraalamiahseperti di negara-negaratersebut. Negara berkembang seyogyanyatidak mengandalkansatu atau dua kelompok sosialsaja sebagaikelompok pembaharunya.Yang terbaik adalahmendorongterbentuknyakoalisi luas, yang terdiri dari para demokrat dari semua segmen sosial. Kelompok pembaharuini dapat meliputi unsur-unsurreformis dari kaum pengusaha,intelektual,profesional,birokrat, pemuda, aktivis LSM dan lain-lain. Mereka diikat oleh kesamaanplatform, yaitu memperjuangkannilai-nilai demokrasi seperti hak asasi manusia, keterbukaan,kebebasanberusaha,good governance,rule oflaw dan sebagainya. Di sementaranegaraberkembang,termasukIndonesia, kelompok semacam ini sudah mulai terbentuk dan berperan, meskipun masih terbatas. Mereka adalah elemen strategis dalam prosesmodemisasidan demokratisasi. raLandes(1999)
l0 Jalur Yang Penuh Risiko. Prosesmodernisasidan demokratisasi adalah perjalanan yang panjang dan penuh risiko.r5 Ada yang mengibaratkan alur tranformasi itu sebagai kurva-J yang menggambarkanrisiko kegagalanyang besar pada awal proses itu tetapi kemudian berangsurmenyurut pada tahap selanjutnya.tuAda yang menggambarkannyasebagaiproses meniti jalur yang penuh pusaran-pusaranvicious circles dan, kalau beruntung, virtuous circles.tTAda pula yang menggambarkannyasebagaiperjalanandi jalan yang penuh persimpangan yang menuntut keputusan yang benar.rsProsessejarahtidak mengenalbelaskasihan. Hanya bangsa yang mempunyai pandangan ke depan, keyakinan, keuletan dan kecerdasanyang dapat menyelesaikanperjalanannya.Yang lainnya tidak beranjak dari posisi awalnya,atau menjadi negara gagal(failed states) atau balkan hilang dari peta sejarah. Hukum Darwin juga berlakubagi seleksiantarabangsa. Jalur Kita Ke Depan Dalam uraian kita tadi, tersiratrisiko-risiko yang mungkin dihadapi oleh bangsa yang hendak melaksanakan modernisasi dan demokratisasi. Marilah kita sekarang mencermati risiko-risiko tersebut secara lebih mendalam, dan sekaligus mengkaitkannya dengan kondisi yang dihadapi bangsa kita dewasa ini. Saya akan menguraikannyadibawahtiga rubrik besar,yaitu: (1) Kohesisosial (2) Kinerja ekonomi dan (3) Kelompok pembaharu Kohesi sosial. Syarat yang paling mendasarbagi keberhasilan proses transformasi setiap bangsa adalah kemampuannya untuk mempertahankaneksistensi dan keutuhannya sepanjang pefalanan. Pada akhirnya kemampuan itu tergantung pada kekuatan kohesi sosialnya. Setiap bangsa rnemiliki kapasitas kohesi sosial yang berbeda. Ada bangsa yang - karena sejarah, kultur dan struktur 15Huntington (1968): "Modernity breedsstability,but modernizationbreeds instability". 16Bremmer (2006) " Friedman(2002),Bab 13. t8Zakaria(2003)
1l sosialnya- mempunyaikohesi sosial yang kuat dan tahan terhadap tekanan dan bantingan. Jepang,Korea dengankultur yang homogen adalah contoh untuk ini. Bangsa lain, seperti India dan Indonesia, karena keragamankultur dan heterogenitasmasyarakatnya,memiliki daya tahan yang intrisik lebih rendah. Bangsa lain yang kurang beruntung, seperti Yugoslavia dan Irak, memiliki sejarahpanjang pertikaian antar kelompok didalamnya, sehinggabegitu orang kuat pemersatunyatiada,pertikaian muncul kembali dan bangsaitu pecah. Yang perlu diwaspadai,terutama pada tahaptahap awal yang rawan, adalah bahwa suatu bangsa harus pandai-pandai menjaga keseimbanganantara kekuatan kohesi sosialnya di satu sisi dan kecepatanperubahanyang ingin dilaksanakannya di sisi lain. Setiap perubahanselalumembawastress danstrain. Imbanganmana yang paling tepat bagi suatu bangsa, pada akhirnya terpulang pada kenegarawanandan kearifan pemimpin bangsaataukaum elitenya. Dari segi kekuatan kohesi sosialnya Indonesia barangkali termasuk dalam kelompok peringkat sedang. Kita beruntung karena kita tidak mempunyai sejarah perseteruan yang mendalam antar kelompok, suku dan agamadi antarakita, seperti di Yugoslavia dan Irak. Kita beruntung karena para pejuang kemerdekaandan pendiri bangsaini telah berhasilmenempakesadaranberbangsayang sampai sekarangtetap kokoh dan merupakanmodal politik bangsa.Namun kita patut selalu menyadari pula bahwa bangsa kita memiliki keragaman budaya, agama, tradisi dan bahkan temperamen yang berpotensimenimbulkan perpecahan.Kita perlu tetap ingat bahwa separatisme bukan hal yang asing dalam sejarah kita sejak kemerdekaan, meskipun tidak pemah menjadi kekuatan dominan. Demokratisasi,desentralisasi,modemisasidan transformasimenuju keterbukaan, apabila tidak dikelola dengan arif, dapat menciptakan kekuatan-kekuatansentrifugal. Sebaliknya,pendidikan, pertumbuhan ekonomi yalg tersebar (broad based) dan penerapan good governanceakanmemperkuatkohesi sosial.re Yang juga perlu kita ingat adalahbahwamodal politik berupa kesadaranberbangsayang diwariskan oleh para pendahulu kita, meskipun sampai sekarang masih tetap kuat, dengan pergantian generasi akan terus berkurang apabila tidak ada upay^ sadar untuk mengisinyakembali. Upaya nation building dari parapendiri bangsa reFriedman(2002),Bab 12
t2 ini belum selesai dan mungkin tidak pernah selesai. Kita wajib meneruskannya,meskipun (atau lebih tepatnya, justru karena) kita hidup dalam era globalisasi. Kita mendambakansuatu kesadaran kebangsaan memaknai bahwa, apapun perbedaan kita, kita tetap saudara, bahwa lawan politik adalah lawan bertanding dan bukan musuh yang harus dilenyapkan. Seperti kata ki dalang: Tego larane ora tegopatine. Dudu sanak dudu kadang,yen mati melu kelangan. Hanya apabilakita telah mendekati kematanganberbangsaseperti itu kita dapat sedikit relaks dalam upayanation building kita. Tapi itu adalahkemewahan yang barangkali baru akan dinikmati oleh anakcucu kita. Stagnasi, Kemunduran dan Krisis Ekonomi. Risiko besar lain yang menghadangperjalanan transformasibangsa adalah stagnasi ekonomi, atau kemunduran ekonomi atau, lebih serius lagi, krisis ekonomi. Apabila ini terladi besarkemungkinanprosestransformasi akan kandas di tengahjalan. Tadi saya mensitir sebuahstudi yang mengatakanbahwa sistem demokrasidi negaradenganpenghasilan per kapita rendah (di bawah 6600 PPP-dolar2006) rawan terhadap kegagalan.Sayajuga sebutkanbahwa prioritas utama bagi negaranegara berpenghasilan rendah seyogyanya adalah tumbuh untuk secepatnyameninggalkandaerahpenuh risiko ini. Stagnasi,apalagi kemunduran ekonomi, akan meningkatkan lagi risiko kegagalan demokrasi yang sudah tinggi bagi negara-negaratersebut. Krisis ekonomi hampir pasti akan menjatuhkanrejim politik yang ada yang akanmenimbulkandiskontinuitasdalamperjalananbangsaitu. PengalamanIndonesia sendiri membuktikan dalil tersebut. Mari kita menoleh ke belakang sejenak.2OPada masa Demokrasi Parlementer1950-58 ketidakstabilanpolitik yang dicerminkan oleh kabinet yang terlalu sering berganti mengakibatkan kebijakan ekonomi yang terputus-putusdan tidak efektif. Problema defisit ganda - defisit APBN dan neraca pembayaran - tak tertangani denganbaik, stabilitasekonomi makin memburuk dan pertumbuhan ekonomi lambat.2r Karena tidak dapat memberikanmanfaat nyata bagi masyarakatbanyak, sistem politik yang ada makin kehilangan 20Sebagianbesardari materi yang disajikandi sini mulai dari tahun 1950ansampai masasekarangdiambil dari Boediono(2005). 2rHiggins(1957)
13 legitimasinya. Kegagalan di bidang ekonomi, menyebabkan eksperimendemokrasikita yang pertamasetelahkemerdekaangagaI. Sistempolitik yang menggantikannya,DemokrasiTerpimpin - dan padanannyadi bidang ekonomi, yaitu Ekonomi Terpimpin 1959-65 menjanjikan pemerintahanyang lebih stabil dan peran negara yang lebih besar dalam pengendaliankehidupan ekonomi. Namun sistem ini juga tidak dapat memberikan hasil yang didambakanmasyarakat. Inflasi lepas kendali, produksi nasional merosot dan kehidupan sehari-harisemakinberat. Pada waktu itu bangsakita sebenarnyamengalamisuatukrisis ekonomi yang berat, yang akhirnya bermuara pada perubahan sistem politik.22 Bagi generasi yang mengalami masa itu (termasuk saya sendiri) tentu masih ingat betapa sulitnya kehidupan sehari-haripada waktu itu. Narnun, di tengah-tengahkesulitan hidup itu kita, terutama mereka yang muda usia,juga merasakanadanyasuatukebanggaanyang luar biasa di hati kita masing-masingsebagaiwarganegaradari bangsa yang, di arena internasional,disegani dan terkadangditakuti. Namun itu semua tidak mengubah berlakunya dalil bahwa kemerosotan ekonomi, apalagrkrisis ekonomi, berakibat fatal terhadapsuatu orde politik. Masa Orde Baru 1966-98ada\ahmasakestabilanpolitik yang terpanjangdalam sejarahIndonesiamerdeka.Kestabilanpolitik itu telah memungkinkan dilaksanakannya kebijakan ekonomi yang konsisten dan berkesinambungan.Hasilnya berupa pertumbuhan ekonomi sebesarrata-rata7Yo selamatiga dasawarsayang dibarengi dengan stabilitas ekonomi yang cukup mantap, pembangunan infrastruktur besar-besaranyang memperlancar kegiatan ekonomi dan makin menyatukan Indonesia serta perbaikan yang berarti dari berbagaiindikator sosialdan pembangunanmanusia.Pada gilirannya semua perbaikan itu makin memperkuat stabilitas politik, sampai terjadi krisis ekonomi pada tahun 1991. Suatu prestasi sosialekonomi yan5,kalau kita jujur, sangatmengesankan.t' Orde ini akhirnya jatuh karena konfluensi dari paling tidak tiga perkembangan,yaitu: akumulasi dari kepengapanpolitik, makin meluasnyakroniisme dan korupsi, dan pada tahap akhimya, kondisi 22Sumber yang terbaik unfuk masa ini adalahBulletin of Indonesian Economic Studiesyang diterbitkan setiap empatbulan sejak tahun 1965. ,3Hill (1997)
I4 kehidupan yang berat sebagai akibat dari krisis ekonomi. Krisis tersebut menyingkap kelemahan dan kerentanan institusional yang sebelumnyaterselubungoleh tempo ekonomi yang tinggi. Lembagalembaga penting penyangga kehidupan ekonomi dan masyarakat serta pemerintahanmengalami paralisis atau semi-paralisisdengan akibat antara lain respons kebijakan yang tidak koheren terhadap krisis. Kemudian terjadilahreaksiberantaiyang membawaIndonesia ke jurang krisis yang lebih dalam. Masa Orde Baru memberikan paling tidak tiga pelajaran. Pertama,kinerja ekonomi yang berkesinambungandisertai perbaikan taraf hidup masyarakat luas merupakan syarat wajib (necessary conditions) bagi kelangsunganhidup suatu orde politik. Kedua, dalam jangka panjang selain kinerja ekonomi yang mantap, kelangsunganhidup suatu orde politik temyatajuga ditentukanoleh faktor-faktor lain, yaitu keterbukaannya dan mutu tatakeTolaatau governonce-nya(sufficient conditions). Ketiga, dalil bahwa krisis ekonomi yang berat diikuti oleh pergantian orde politik kembali terbukti. Alur sejarah kita menggambarkansuatu progresi proses challenge and response. Pada akhir masa Demokrasi Parlementer rakyat mendambakan pemerintahan yang stabil dan kuat untuk memecahkanmasalah bangsa. Responsyang timbul adalah orde Demokrasi Terpimpin yang menjanjikan pemerintahanyang kuat dan stabil. Pemerintahan memang tidak lagi jatuh bangun, tetapi kehidupan ekonomi makin memburuk. Pada akhir masa orde ini tuntutan masyarakatyang paling dominan adalahperbaikan ekonomi. Orde Baru berhasil menjawab tuntutan ini dengan mewujudkan perbaikan ekonomi dan sosial yang mengesankan, tetapi gagal merespons tuntutan lain yang makin mengkristal, yaitu dambaan akan demokrasi, keterbukaan, pemberantasanKKN dan penegakan hukum. Orde Reformasikemudianlahir, dan jangan lupa Universitas Gadjah Mada ikut membidaninya! Orde ini mencoba menjawab tantangantersebut.Sampai saat ini sudahada empat presidenyan5, dengan gaya beliau masing-masing dan dalam konteks situasi kongkrit yang dihadapi, telah berupaya melaksanakan amanah ini dengan sebaik-baiknya.Pergantianpresiden tidak mengganti orde politik. Suatupertandabaik bagi kestabilansistempolitik. Di negeri
15 ini demokrasi sudah mekar dan bersemi, meskipun unsur-unsurnya belum berfungsi sepenuhnya seperti yang kita inginkan. Keterbukaandan kebebasanberpendapat,denganplus dan minusnya, sudah merupakan bagran dari kehidupan kita sehari-hari dan di bidang ini Indonesia diakui yang paling maju di kawasan ini. Pemberantasan KKN secarasistematiksudahbergulir, meskipunada sementara kalangan yang masih meragukan keberlanjutannya. Kerangka reformasi di bidang hukum sudah mulai kelihatan bentuknya dan langkah-langkah awal sudah diambil, meskipun kepastian hukum masih tetap menjadi keluhan utama dari para investor. Menurut hemat saya,kita sekarangberadapadajalur menuju tuntutan reformasi,meskipunmasih banyak PR yang belum selesai. Risiko utama yang kita hadapi pada tahap ini adalah apabila kita sebagai bangsa kehilangan gairah dan stamina untuk melanjutkan perjalanan kita, atau apabila kita kehilangan kepercayaan atau kesabaranpadaprosesreformasiyang kita jalankan,atau apabilakita asyik terlena dalam eforia dan hingar-bingar"demokrasi" sehingga melupakan tujuan reformasi yang sebenamya.Apabila itu terjadi, maka itu sungguh sebuah tragedi (lagi) dalam sejarah bangsa kita. Pengalaman kita menunjukkan bahwa kemungkinan-kemungkinan sepertiitu bukanlahsekedarrisiko teoritis. Marilah kita kaitkan kondisi kita saat ini denganhasil-hasil penelitian empiris yang telah saya singgung di muka. Kenyataan yang perlu kita waspadai adalah bahwa dari segi penghasilanper kapita, kita masih berada pada zona risiko tinggi untuk keberhasilan demokrasi.Sepertiyang telah saya sebutkanpenghasilanper kapita Indonesiapada tahun 2006 (atasdasarPPP-dolar2006) diperkirakan sekitar 4000 dolar, masih agak jauh dari batas aman 6600 dolar. Strategi yang terbaik adalah untuk secepatnyameninggalkan zona bahaya ini. Marilah kita berhitung sejenak. Seandainyakita, dengan segalavpaya kita, berhasil menumbuhkanekonomi kita dengan1Yo setahun, maka dengan laju pertumbuhanpenduduk I,2Yo setahun penghasilanper kapita kita akan tumbuh dengan sekitar 5,8o4 setahun. Dengan laju ini kita akan mencapai ambang zona aman dalam 9 tahun. Apabila PDB kita tumbuh di bawah 7o/owaktu untuk mencapai zona amanbagi demokrasi tentu lebih panjang lagi. Yang perlu kita garis bawahi adalah bahwa 9 tahun adalah waktu yang
I6 cukup lama untuk mengawal demokrasi Indonesiayang baru mekar. Risiko-risiko yang saya sebutkan tadi dapat terjadi. Tanpa harus mengorbankan demokratisasi yang kita jalankan, hambatanhambatanterhadappertumbuhanekonomi yang timbul karena proses demokrasi atau, apalagi,karena ekses-eksesnya, haruskita hilangkan. Kita harus berani mengambil posisi strategis yang jelas mengenai imbangan antara teknokrasi dan demokrasi. Ini semua justru demi keberlanjutandemokrasiitu sendiri. Kelas Pembaharu. Sepertiyang telah sayasebutkantadi, salahsatu simpul kritis dalam pembangunandemokrasiadalahterciptanya suatu kelas pembaharuyang handal yang berperansebagaipendorongdan pengawal demokratisasi.Saya ingin tegaskanbahwa demokrasi di sini harus kita artikan secara substantif dan mencakup tidak hanya mekanismeformal demokrasi (pemilihan umum yang bebas dan terbuka, multi-parlai, pembagian kekuasaan antara eksekutif, legislatif dan yudikatif, peran pers dan organisasikemasyarakatan dan sebagainya),tetapi juga nilai-nilai dasar yang memberi sukma pada demokrasi.Pembedaanantarademokrasidalam arti mekanisme formalnya dan demokrasi dalam arti substantif, teramat penting karena tidak jarang kita merasa bahwa hampir semua persyaratan formal demokrasi telah kita penuhi, tetapi kita kecewa karena dalam kehidupan nyata kita belum merasakan suasanademokrasi seperti yang dtlanjikan konseptomya atau seperti yang dinikmati oleh masyarakatdi negara demokrasi yang telah mapan. Itu adalah kasus demokrasitanpa sukma. Tanpa adanya kelas pembaharu yang handal proses demokratisasi akan menghasilkan demokrasi tanpa sukma, atau berhenti di tengah jalan, atau berjalan tanpa arah atau, lebih buruk, melahirkan antitesis dari demokrasi. Kemungkinan-kemungkinanini pernahterjadi dalamsejarahbangsa-bangsa. Sayaakanmengarnbilbeberapacontoh. Pengalaman Sejarah. Haiti adalah sebuah republik yang secara formal demokratisselamalebih dari 200 tahun setelahmendapatkan kemerdekaandari Perancispada tahun 1804. SekarangHaiti tetap negaramiskin denganpenghasilanper kapita USD 450 dan hampir
t7 selalu dirundung kekacauan setiap pergantian pemerintahan (yang dalam kenyataan memerintah dengan aaru yan1 jauh dari kaidahkaidah demokrasi). Masalah utamanya, menurut hemat saya, adalah karenatidak perrrahada kelompok masyarakatyang mampu berperan sebagaipengawaldemokrasibesertanilai-nilai dasamya. Kontraskan Haiti dengan India. Pada saat kemerdekaannya India adalahjuga negarayang miskin (penghasilanper kapita sekitar USD 50) dengan berbagai keterbelakangansosial dan struktur masyarakat yang feodal. India beruntung karena sewaktu dibawah jajahan Inggris cukup banyak kaum elite-nya berkesempatanuntuk mendapatkanpendidikan modern dan menduduki posisi-posisi di birokrasi pemerintah kolonial. Sebagian juga berhasil menjadi pelaku-pelakutangguhdi bidang industri dan perdagangan, Padasaat kemerdekaannyakelompok eltte ini memutuskan untuk mengadopsi demokrasi dan berkomitmen untuk mengawalnya. Apabila ada satu orang yang merupakan pengejawantahankomitmen ifu, ia adalah Nehru. Nehru adalah seorangdemokrat sejati. Menghadapirealitas sosial yang jauh dari ideal untuk demokrasi,dan pada waktu para pengamat pada tahun 1950an dan 1960an ramai-ramai mengkontraskan prestasi ekonomi India yang medioker dengan pertumbuhan ekonomi Republik Rakyat Cina yang spektakuler, Nehru dan para elite lndia tetap tegar pada komitmennya pada demokrasi.2a Hasilnya, di India demokrasi,dengansegalakelebihan dan kekurangannya, merupakan realita hidup selama enampuluh tahun, di Cina masih berupa cita-cita,sampaisekarang. Sejarah juga mencatat bagaimana demokrasi "dibajak" di tengah jalan karena kelompok pengawalnya tidak cukup kuat menghadapi pihak anti-demokrasi.2s Jerman pada masa Republik Weimar (1919-1933)adalahnegarademokratisdan bukan negara miskin. Krisis ekonomi yang berkepanjangan(hiperinflasi dan kemudian depresi) dan ketidakberdayaan pemerintah untuk menanganinya menyebabkan Hitler dan partai Nazi-nya, yang menjanjikan pengakhirankesengsaraanitu, meraih suaramayoritas dalam pemilihan umum. Krisis ekonomi telah sangatmemperlemah kelas menengah, pembawa panJi demokrasi. Melalui proses
'z4Das (2002), Bab 19 dan2l. 25Friedman(2002),Bab11.
18 demokrasi Hitler mengambil kendali negara, dan dari sana ia mernbunuhdemokrasi. Bagaimanadi Indonesia?Kelompok pembaharudi Indonesia barangkali masih jauh lebih kecil daripada di India. Tetapi ia berkembangcepat, terutama sejak masa reformasi dan khususnya di kalangan kaum muda. Kita juga punya satu plus dibanding India kondisi stratifikasidan mobilitas sosial di Indonesiajauh lebih baik. Oleh karenaitu kita semestinyatidak boleh terlalu pesimismengenai prospek perkembangandemokrasi di Indonesia. Pertanyaanyang relevan adalahbagaimanakelompok ini dapat lebih didorong untuk memperkuatproses modernisasidan demokratisasidi negara kita. Mengenai hal ini perkenankan saya menyampaikan sekedar pemikiran awal. Pertumbuhan Ekonomi. Langkah yang paling efektif untuk memperkuat kelompok pembaharu, kembali lagi, adalah memacu pertumbuhan ekonomi yang tersebar (broad based), karena dari situlah awal terciptanya kelas menengah. Sebaliknya, kemunduran ekonomi dan krisis ekonomi harus dihindari karena dari situlah awal dari kepunahankelas menengah. Saya telah singgungbahwa selain pertumbuhanekonomi itu harus tersebar,ia harus memenuhi satu syarat lain, yaitu bersumberdari kegiatan-kegiatanenterpreunerial dalam iklim kompetisi yang sehat26.Hal ini penting karena akhirnya ia menentukan kelas menengah macam apa yang akan timbul. Pengalamandi sejumlah negara,dan sebagiandari pengalamankita sendiri, mengindikasikanbahwa pertumbuhanekonomi yang berasal dari rezeki nomplok hasil penjualankekayaanalam (sepertiminyak) dapat menciptakankelas menengah,tetapi lebih berupa kelompok konsumen kelas menengah. Kelompok ini belum tentu kelas menengah yang mempunyai komitmen untuk mengawal demokrasi. Demikian pula pertumbuhanekonomi yang didasarkanpada praktekpraktek kroni-isme, kolusi antara penguasadan pengusahaserta praktek-praktek monopolistik lainnya. Ia mungkin dapat menghasilkanlaju yang tinggi, tapi ia tidak akansustainablekarena tidak akan melahirkan kelas menengah yang mau memperjuangkan demokrasi,good governance dan kepastianhukum. Yang muncul bukanlah kelompok pembaharu tetapi kelompok pemburu rente, 26Parentedan Prescott(2000)
I9 bukan sistem ekonomi pasaryang penuh vitalitas tetapi kapitalisme palsu atau ersatz capitalism, yang lebih kompatibel denganoligarki daripadadengandemokrasi. Pengembangan UKM. Selain menciptakan iklim usaha dan iklim kompetisi yang sehat pemerintah dapat memacu terbentuknya kelompok pembaharu dengan mendorong perkembangankelompok wirausaha yang tangguh melalui program-program khusus unfuk menghilangkankendala-kendalayang dihadapi oleh usahakecil dan menengah untuk meng-akses pembiayaan, teknologi, layanan infrastruktur dan pasar. Pengusahakecil dan menengah adalah embrio dari kelas menengah yang tangguh. Karenanya program pengembangan UKM merupakan elemen penting dalam vpaya pengembangandemokrasi. Pribumi-Non Pribumi. Satu permasalahankhususdan sensitif yang dihadapi Indonesiasejak kemerdekaanadalah hubunganpengusaha priburni dan non-pribumi. Sayatidak berpretensidapatmenyarankan solusi untuk permasalahan yang rumit ini. Saya hanya bisa mengatakanbahwa persoalanini seyogyanyadibahassecaraterbuka dan dicarikan pemecahannyabersama. Menurut pandangansaya, untuk kepentingan pembangunanIndonesia dalam jangka panjang, tidak ada solusi lain kecuali menyatukan kedua kekuatan itu untuk membangun bangsa. Upaya itu harus menjadi bagran dari program besar integrasi bangsa, dengan mengikis secara bertahap tapi sistematissekat sosio-ekonomi-kulturalantarakedua kelompok ini. Masing-masing kelompok, atau lebih tepatnya kaum elite dari masing-masingkelompok, haruslebih membukadiri dan mengambil inisiatif untuk salingmenjangkaudan dengankejujuranmencarititiktitik temu, dengan seluas mungkin melibatkan generasi mudanya. Negarapatut mendorongdan memfasilitasisecaraadil dan sungguhsungguh proses ini. Thailand dan Filipina, dengan cara mereka masing-masing,sudahmelangkahlebih maju daripadakita. Malaysia barangkalibelum terlalu jauh dari kita. Kita harusmelihat prosesini sebagaibagianintegraldari perjalananpanjangbangsa. Pendidilcan Langkah penting lain untuk membentuk kelompok pembaharu yang handal adalah melalui pendidikan. Inilah yang
20 terjadi di India. Ini pulalah yang terjadi di Indonesia di jaman Belanda, meskipun denganjumlah yang jauh lebih kecil. Dengan segalaketerbatasannyadi masapenjajahan,pendidikan yang bermutu telah melahirkan kelompok elite yang tangguh. Di alam kemerdekaan,dengansegalakemudahandan peluangyang terbuka, tidak ada alasanmengapahasil serupa, atau yang lebih baik lagi, tidak terjadi. Sayangnya di negata kita hal itu belum terladi. Mengapa? Kuncinya terletak pada materi pendidikan yang pas dan proses belajar-mengajaryang efektif. Keduanya masih perlu terus kita upayakan.Ada dua catatanpenting di sini. Pertama,penyediaan pendidikanbermutu bagi elite bangsaharus didasarkanpada sistem seleksi terbuka berdasarkanprestasi atau merit system dan bukan berdasarkan hak-hak dan kedudukan istimewa. Kedua, agar demokrasi mengakar, pendidikan elite rtu harus tetap dibarengi dengan pelaksanaanprogram pendidikan dasar yang bermufu dan terbuka lebar bagi semua anak Indonesia. Di bidang pendidikan, masihbanyakpekerjaanrumah yang haruskita selesaikan, Keterbukaan. Faktor pendukung penting lain bagi perkembangan kelas pembaharuadalah keterbukaandengan dunia luar. Semakin terbuka dan semakinterintegrasinegaratersebutdengankomunitas dunia, semakin subur pertumbuhan kelas pembaharu di negara itu. Arus informasi, manusra, barang dan jasa sefta investasi dari luar adalah katalis bagi perkembangankelompok pembaharu.Indonesia sekarang tergolong negara yang paling bebas dari segi arus informasi. Sepanjang yang bisa kita lihat tidak ada hambatan sistemik bagi wartawan, akademisi, pengusaha,profesional, LSM asing untuk masuk ke Indonesia. Ini semua dapat dipastikan akan sangat membantu tumbuhnya kelompok pembaharu di negeri ini. Risiko keamanan memang ada, dan akan selalu ada. Tetapi, demi tujuan yang lebih besar, masalah itu harus tetap dikelola secara proporsional. Keikutsertaan Indonesia di banyak forum, baik regional maupunglobal, telah dan akan makin membukapikiran kita terhadap praktek-praktek terbaik di dunia dan sangat berguna bagi upaya kita untuk membangun institusi-institusi pendukung modernisasidan demokratisasi.Investasidari luar negeri, terutama dari negara-negara yang rnenjunjung tinggi asas-asas good governance di negaranya,perlu kita buka lebar, bukan hanya untuk
2I mendukung pertumbuhan ekonomi kita, tetapi juga untuk meningkatkan mutu institusi-institusi bisnis dan pemerintahan kita. Ingat tidak jarang dunia usaha kita belajar praktek-praktek terbaik dari interaksi dan kemitraan mereka dengan perusahaan-perusahaan asing. Ingat pula bahwa perbaikan kinerja birokrasi kadangkala dipicu dan dipacu oleh adanyakeluhan atau protes dari perusahaanperusahaanasing yang beroperasidi sini. Dalam hal keterbukaan, menurut hemat saya,kita sudahdi jalur yangbenar. Jangankita putar kembali jarumjam.z' Rekapitulasi Sekarang marilah kita rekapitulasi apa saja yang telah kita bicarakansampaisaatini. Kita memulai denganbertanyake mana perjalananyang kita lakukan selama hampir sembilan tahun ini akan membawa kita? Apakah kita padajalur yang akan membawakita ke tujuan reformasi atau tidak? Jawabannya,dengan sejumlah catatanpenting, adalah: ya, kita pada 'Jalur yang benar". Kita telah menjatuhkanpilihan, yaitu memilih jalur demokrasi untuk membangun bangsa kita. Dengan pilihan tersebut, serta dengan menarik pelajaran dari pengalamankita sendiri dan pengalamannegara-negaralain yang mengikuti jalur ini, kita memperolehgambaranmengenai jalan yang kemungkinanakankita lalui ke depan. Pada tahap awal faktor ekonomi sangat menentukan. Kemungkinan kegagalan demokrasi sangat tinggi pada tingkat penghasilanper kapita rendahdan secaraprogresif menurun dengan kenaikan penghasilan. Ekonomi dapat tumbuh tanpa demokrasi, selamarule of law dapat ditegakkan.Padatingkat kemakmuran yang lebih tinggi, demokrasi pada gilirannya akan makin menjadi penentu keberlanjutan peningkatan kemakmuran. Hubungan positif timbal balik antaraekonomi dan demokrasimakin kuat. Pada setiap tahap, peran kelompok pembaharu, yaitu suatu koalisi kekuatan lintas kelompok masyarakatyang disatukan oleh platform yang mendukung modernisasidan demokratisasi,sangat krusial. Kelompok ini akan tumbuh subur dalam lingkungan ekonomi
21Tragedi kemunduran Argentina karena menutup diri diceriterakansecara dramatis oleh Rojas (2002).
22 yang tumbuh secara tersebar (broad based) dan dilandasi oleh tatakelolayang baik dan iklim usahayang sehat. Risiko yang paling mendasar bagi Indonesia adalah bagaimana menjaga eksistensi dan keutuhan bangsa sepanjang perjalanantransformasinya.Kita memiliki modal politik yang cukup untuk ini, tetapi ia harus terus-menerus dipupuk kembali dan diperkuat. Program penguatan kesadaranberbangsa dan nation building harus tetap menjadi bagian integral dari pembangunan Indonesia. Keikutsertaan kita dalam globalisasi tidak boleh melengahkankita dalamnation building. Risiko besar kedua yang kita hadapi adalah tingkat kemakmuranekonomi bangsakitayangmasih rendahsehinggarisiko kegagalan demokrasi masih tinggi. Pada tahap ini Indonesia sebaiknya memberikan prioritas tertinggi bagi upaya memacu pertumbuhan ekonomi dan sejauh mungkin menghindari krisis ekonomi. Untuk mendukung kinerja ekonomi, kita harus berani menarik garis strategis mengenai imbangan yang pas antara teknokrasi dan demokrasi. Apabila hasil riset yang ada dapat kita jadikan pegangan, Indonesia masih akan memerlukan waktu paling tidak sembilan tahun lagi untuk mencapai "zona aman" bagi demokrasinya.Sementaraitu, berbagaikerawananakanbersamakita dan demokrasiyang baru mekar ini perlu dikawal. Risiko besarketiga adalahapabilakelompok pembaharuyang handal tidak dapat berkembang. Apabila ini terjadi proses transformasi akan mandeg di tengah jalan ataumembelok salah arah. Pengalaman sejarah kita dan rTegaralain mengindikasikan bahwa timbulnya KKN, kroni-isme dan praktek monopolistik merupakan faktor risiko besar yang menghadang kita. Kita tidak boleh mengulang pengalaman pahit kita. Kelompok pembaharulah yang diharapkan mengawal proses tranformasi agar tetap berjalan, dan berjalan di jalur yang benar. Perkembangankelompok ini dapat dan perlu didorong dengan: (1) menjaga agar pertumbuhanekonomi tersebardan ditopang oleh good governancedan iklim usaha yang sehat, (2) mendorong perkembangan UKM, (3) mengupayakan penyatuan kekuatan pribumi dan non-pribumi, (4) menyediakan pendidikanbermutubagi kelompokpembaharudan (5) tetapmenjaga keterbukaandan interaksi kita densan dunia luar.
23 Itulah inti dari pembahasan kita hari ini. Semualangkahyang saya sebutkanhanya akan membuahkanhasil dalam jangka panjang. Generasi kita ditakdirkan untuk menanam, anak-cucu kita yang memanen. Ungkapan Terimakasih Terlalu banyak pihak yang berhak menerima apresiasi dan rasa terimakasih saya untuk saya sebut satu per satu. Untuk mengurangi risiko ada yang terlewatkan perkenankan saya menyampaikan rasa terimakasihyang tulus kepada semua sejawat dan rekan kerja di lingkungan Fakultas Ekonomi dan Universitas Gadjah Mada atas kerjasamadan persahabatan kita selamaini. Di KampusBiru ini saya dibentuk dan dibesarkan.Universitas Gadjah Mada sudah menjadi bagian dari diri saya. Saya jngu ingin menyampaikan rasa terimakasih kepada semua rekan kerja dan sahabat di berbagai instansi di Jakarta atas kerjasamadan persahabatannya selamaini. Dengan segala keterbatasan,kita bersama-samateiah berupaya memberikanyang terbaik bagi bangsa.Keluarga sayameminta saya untuk tidak menyampaikanterimakasihbagi mereka. Tidak perlu, kata mereka. Mereka hanya meminta saya untuk memberikanlebih banyak perhatian dan waktu bagi mereka. Untuk sementaraini, nampaknya permintaan ini belum dapat saya penuhi. Terakhir saya mengucapkan terimakasih kepada seluruh hadirin yang telah berkenanmeluangkanwaktu untuk hadir pada acarahari ini. Demikianlah seluruh uraian saya. Semoga Tuhan selalu melimpahkan rakhmat-Nva kepadakita semua. Terimakasih.
24 DAFTAR PUSTAKA Batto, RobertJ (2002),Nothing Sacred,The MIT Press,Cambridge. Boediono (2002), "The IMF Support Program in Indonesia: Comparing Its ImplementationUnder Three Presidents",Bulletin of IndonesiaEconomicStudies,Vol 38,3. Boediono (2005), "Managing The Indonesian Economy: Some LessonsFrom The Past", Bulletin of Indonesia Economic Studies, Vol4l,3. Bremmer, Ian (2006), The J Curve: A New Way to Understand Why Nqtions Riseand Fall, Simon & Schuster.NewYork. Budiman,Arief, BarbaraHatley dan Daniel Kingsbury (eds.),(7999), Reformasi: Crisis and Change in Indonesia,Monash Asia Institute, Clayton. Das, Gurcharan (2002), India Unbound: From Independenceto the Globql InformationAge, PenguinBooks,New Delhi. Easterly, William (2002), The Elusive Questfor Growth, The MIT Press,Cambridge. Feng, Yi (2003), Democracy, Governance and Economic Performance:Theoryand Evidence,The MIT Press,Cambridge. Friedman, Benjamin M (2005), The Moral Consequencesof Economic Growth, Alfred A Knoft, New York. Fukuyama, Francis (2006), The End of History and the Last Man, Free Press,New York Higgins, Benjamin (1957), Indonesia's Economic Stabilizationand Developmenf,Instituteof Pacific Studies,New York. Hill, Hal (1996), The IndonesianEconomy Since 1966, Cambridge University Press,Cambridge. Huntington, SamuelP (1968), Political Order in ChangingSociety, Yale University Press,New Haven. Johnson,Colin (1998), "Survey of RecentDevelopment",Bulletin of IndonesianEconomicStudies,Vol 34,2, August 1998.
25 Landes,David S (1999), The Wealthand Poverty of Nations; Why SomeAre So Rich and SomeSo Poor, W.W. Norton, New York. O'Rourke, Kevin (2002), Reformasi: The Struggle for Power in Indonesia in Post SoehartoEra, Allen & Unwin, New South Wales Parente, Stephen L and Edward C. Prescott (2000), Barriers to Riches,The MIT Press,Cambridge. Przeworski,Adam and Femando Limongi (1997), "Modernization: Theoriesand Facts", WorldPolitics, 49,2(January1997). Rodrik, Dani (2000), "Institutions for High-Quality Growth: What They Are and How to Acquire Them", Studies in Comparative InternationalDevelopment,35 (Fall) Rojas, Mauricio (2002), The Soruowsof Carmencita: Argentina's Crisis in A Historical Perspective,Timbro. Schumpeter,Joseph(I916), Capitalism,Socialism and Democracy (4'hed), Allen and Unwin, New York Wittman, Donald, (1989) "Why Democracies Produce Efficient Results",JournalPolitical Economy,Yol. 97, 6. World Bank (1993), The East Asian Miracle, Oxford University Press,New York. Zakana, Fareed (2003), The Future of Freedom, W W Norton & Company,New York.
26 BIODATA
Nama
Boediono
Tempat Lahir
Blitar
Tanggal Lahir
25 Februari1943
NIP
130701696
Pangkat/ Gol.
PembinaTingkatVIVb
Jabatan
GuruBesar
PEKERJAAN . MenteriKoordinatorBidangPerekonomian . DosenFakultasEkonomiUGM ALAMAT KANTOR Jl.LapanganBantengTimur No. 2-4 JakartaPusat ALAMAT RUMAH . SawitsariM2,Yogyakarta . Jl. MampangPrapatan XX, No.26,IakartaSelatan RIWAYAT PENDIDIKAN 1967 Bachelor of Economics(Hons.), University of Western Australia 1972 Masterof Economics,MonashUniversity,Australia 1979 Ph.D in BusinessEconomics, WhartonSchool,Universityof Pennsylvania, USA
LI
RIWAYAT PEKERJAAN l9l3 - sekarang Dosen Fakultas Ekonomi, UniversitasGadjah Mada 2005 sekarang Menteri Koordinator Bidang Perekonomiandalam Kabinet IndonesiaBersatu -2004 2001 Menteri KeuangandalamKabinet GotongRoyong 1998- 1999
Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional I Ketua Bappenas dalam Kabinet ReformasiPembangunan
1993- 1998
Direktur Bank Indonesia
TANDA JASA 1999 Bintang MahaputraAdipradana KARYA TULIS 1. "An Economic Surveyof North Sulawesi",Bulletin of Indonesia EconomicStudies,Vol 8 No 3, November1972. 2. "An Economic Survey of DI Aceh", Bulletin of Indonesia EconomicStudies,Vol 10 No 2, July 1974. 3. "EconometricModels of the IndonesianEconomy for Short Run Policy Analysis", PhD Disertation, Wharton School,University of Pennsylvania, USA, 1979. 4.
"Survey of Recent Developments", Bulletin of Indonesia EconomicStudies,Vol 16 No 2, July 1980 5. Bersama Mubyarto (eds.), Ekonomi Pancasila, BPFE, Yogyakarta,1981.
6. "Demand for Money in Indonesia, I975-L984", Bulletin of IndonesianEconomicStudies,VoI. XXI. No. 2, August 1985. 7. BersamaMari Pangestu(1986), "Indonesia:The Structureand Causes of Manufacturing Protection" in C. Findlay and Ross Garnaut (eds.), The Political Economy of Manufacturing Protection: Experiences of ASEAN and Australia, Allen and Unwin, Sydney.
28 8. "Indonesia:Past and Future Sourcesof Growth and the Role of Agriculture", makalah disampaikan pada Diskusi Pembangunan Indonesia- PelitaV, Bappenas,1987. 9. "Mekanisme Fungsional Sistem Ekonomi Pancasila" dalam Madjid, Abdul dan Sri Edi Swasono(eds.), WawasanEkonomi Pancasila,PenerbitUI, 1988. l0. "Problems in Implementing Monetary Policy in Indonesia", in Ross H. Mc Leod (ed.), IndonesiaAssessment1994: Finance as a Key Sector in Indonesia'sDevelopment,Instituteof Southeast Asian Studies, Singapore,and ResearchSchool of Pacific and Asian Studies, The Australian National University, Canberra, 1994. 11. "Indonesia: Strategy for Economic Stability and Sustainable Growth", presentedat the InternationalConferenceon Indonesia, Ministry of Financeof Japan,March, 2001. 12. "The IMF Support Program in Indonesia: Comparing Its ImplementationUnder Three Presidents",Bulletin of Indonesia Economic Studies, Vol 38 No. 3, 2002. Tulisan ini juga dipublikasikan dalam Mohamad Ikhsan, Chris Manning dan Hadi Soesastro(eds.) (2002),Ekonomi Indonesiadi Era Politik Baru: 80 TahunMohamad Sadli,2002, PenerbitKompas,Jakarta. 13. "Peranan Sarjana Ekonomi Dalam Membangun Demokrasi", makalahdisampaikandalamKongresISEI XV, Malang, 2003. 14. "Managing The IndonesianEconomy: Some LessonsFrom The Past", Bulletin of Indonesia Economic Studies,Vol 41 No. 3,
200s. 15. "Masalah Pengendalian Ekonomi Makro dalam Ekonomi Pancasila"dalam Hadi Soesatrodkk. (eds.) (2005), Pemikiran dan Permasalahan Ekonomi Indonesia dalam SetengahAbad TeralchirBuku 3 Paruh Pertama Orde Baru. 16. "Stabilization in A Period of Transition: Indonesia2001-2004", rn The Proceedings of the Australian Treasury Conference on Macroeconomic Policy and Structural Change in East Asia, Sydney,2005. 17. "Mempertemukan Pandang, Menyerasikan Langkah" makalah disampaikanpadaKongresISEI XVIII, Manado,2006.