gat geram sekali dan ter-gopoh2 dia turun kebawah loteng. Sambil tertawa dingin Ie It Hui berkata : "Tidak disangka murid Bu-tong yang namanya terkenal itu, tidak lebih dari seorang pengecut yang memalukan sekali !” Lie Siauw Hiong yang melihat Thio Tie Hoa sudah pergi, dalam hatinya merasa lucu sekali, tapi sambil menggeleng2kan kepala seperti orang yang merasa menyesal
tampak dia berkata pada Ie It Hui : "Ai, aku tidak sangka aku masih mengira ..….” Berkata sampai disitu, sengaja dia tidak teruskan, lalu sambil mengalihkan perkataannya dia berkata : "Ie Tay-hiap begitu gagah sekali. Ie Tay-hiap murid dari partai mana gerangan ?” Mendengar perkataan Lie Siauw Hiong ini, Ie It Hui merasa bangga sekali, dengan segala senang hati dia menjawab : “Ah, saudara Lie terlampau memuja sekali, Siauw-tee tidak pandai, guru Siauw-tee adalah seorang yang sangat dihormati orang sampai pada saat ini. Sebagai seorang yang gemar akan ilmu silat, pernahkah saudara Lie mendengar sebutan ‘ahli pedang nomor satu’ ?” Lie Siauw Hiong lalu menepuk dahinya seperti orang yang baru sadar tampaknya dan lalu berkata : "Siauw-tee sungguh bodoh, mendengar nama besar Ie Tay-hiap, siang2 aku sudah menduga yang saudara pasti murid dari ahli pedang nomor satu didunia Li Tay-hiap, yang
menggetarkan dunia Kang-ouw dengan sebutan ‘Tiga Pendekar Pedang’ dari Kong-tong.” Sehabis berkata, dia lalu mengangkat cangkir arak kemulutnya, kemudian melanjutkan sambil tertawa : "Tidak mengetahui ini, Siauwtee harus dihukum satu cangkir arak.” Lalu dia mengangkat poci arak sambil menuangkan satu cangkir arak lagi, dia memandang pada keempat penjuru sambil berkata : "Saudara2, jangan karena disebabkan urusan kecil ini, merasa kehilangan kegembiraan untuk minum arak, hari ini tidak diizinkan siapapun juga akan pulang, bila tidak minum sampai mabok. Silahkan saudara sekalian minum secangkir arak ini.” Pesta pada kali ini membuat semua hadirin merasa puas. Kemudian dengan penuh kepuasan mereka pada bubaran. Hanya ada beberapa orang yang masih belum bubar. Setelah itu, Lie Siauw Hiong lalu memandang pada Hwan
Tie Seng, Beng Pek Kie dan Ie It Hui, sambil diam2 dia berkata pada dirinya sendiri : "Hasilku malam ini tidak sedikit membawa manfaat bagiku, bila Bwee Siok-siok mengetahuinya, diapun pasti girang bukan kepaiang.” Beng Pek Kie lalu berkata : "Hari ini kita dapat berkenalan dengan orang macam saudara Lie ini, aku sungguh girang sekali, dikemudian hari bila saudara Lie tinggal ditempat ini, Siauw-tee pasti akan datang mengunjunginya.” Hwan Tie Sengpun tidak mau ketinggalan lalu berkata : "Hal ini sudah barang tentu, sekalipun saudara Lie tidak mengundangpun, Siauw-tee pasti menebalkan muka akan bertandang pada saudara.” Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata : "Hari ini saudara mungkin merasa kurang puas, setelah lewat dua
hari Siauw-tee pasti akan mengundang lagi pada saudara2 untuk menikmati kepuasan yang sempurna.” Dengan penuh ramah-tamah Lie Siauw Hiong mengantarkan dua tamunya ini sampai dibawah loteng, kemudian sambil membalikkan badannya dia berkata pada Ie It Hui : “Bila Ie Heng tidak merasa keberatan, sudi apalah kiranya menginap ditempat Siauw-tee saja.” Ie It Hui lalu menjawab : "Siauw-tee hanya secara kebetulan lewat ditempat ini, maksud Siauw-tee ialah ingin pergi ke Bu-tong untuk mengambil sesuatu, malam ini juga Siauw-tee harus pergi, tidak disangka yang Siauw-tee dapat saling berkenalan dengan Lie Heng.” Berkata sampai disitu, tampak ia mengerutkan keningnya, mukanya tampak berangasan, lalu berkata lagi : “Apa lagi tiga hari lagi Siauw-teepun masih mempunyai urusan yang belum diselesaikan, untuk tidak
mengecewakan Lie Heng terpaksa Siauw-tee memenuhi permintaan Lie Heng barang tiga atau lima malam saja.”
Lie Siauw Hiong segera berkata : “Ie Heng sudah sudi tinggal ber-sama2 Siauw-tee, Siauw-tee sungguh merasa girang sekali, selama tiga hari ini Siauw-tee pasti akan melayani keperluan Ie Heng dengan se-baik2nya, hanya sesudah tiga hari ini, Ie Heng harus berlaku sangat hati2, orang she Thio itu pasti akan mengundang kawannya banyak2. Ai, Siauw-tee merasa malu sekali karena diri Siauw-tee tidak berguna, sehingga tenaga untuk mengikat ayampun Siauw-tee tidak punyai. Siauw-tee menyesal sekali tidak dapat membantu Ie Heng dalam hal ini.” Sambil tertawa dan me-nepuk2 pundak Lie Siauw Hiong kemudian Ie It Hui berkata lagi : "Lie Heng, tenteramkan saja hatimu, Siauw-tee sesedikitpun tidak memandang sebelah matapun pada orang2 semacam mereka.” Lie Siauw Hiong berkata pula : "Aku dengar bahwa partai Bu-tong dan Kong-tong sebenarnya saling bekerjasama, hanya tindakan Ie Heng sekali ini, bukankah....” Sambil mengeluarkan suara ‘Hmm’ dari lobang hidungnya, Ie It Hui berkata selanjutnya : "Siauw-tee bila bukannya sebab partai Bu-tong pada sepuluh tahun yang lalu masih terdapat sedikit perhubungan dengan guru Siauw-tee, malam ini tentu Siauw-tee tidak membiarkan orang she Thio itu pergi begitu saja.” “Lie Heng masakan tidak tahu,” ia melanjutkan, "bahwa partai Bu-tong dengan julukan ‘ahli nomor satu dari kalangan Kang-ouw’ hanya terlampau di-besar2kan saja,
sedangkan sebenarnya murid2 mereka adalah bakul nasi semuanya. Guru Siauw-tee pernah berpesan pada Siauwtee, dimusim rontok sewaktu akan diadakan pertempuran
perebutan pedang dipuncak gunung Thay-san, ia mengatakan jangan se-kali2 membuat permusuhan dengan murid2nya. Tapi setelah terjadinya peristiwa hari ini, Siauw-tee justeru ingin per-tama2 menggempur mereka, sekalipun guru Siauw-tee akan menyesalkan dan menghukum Siauw-tee.” Lie Siauw Hiong lalu bertanya pula : “Pertempuran perebutan pedang dipuncak Thay-san adalah dikepalai oleh kelima jago dari masing2 partai. Orang2 yang diundang untuk menghadiri pertempuran itu adalah orang2 yang sudah ternama. Bila demikian halnya, bukankah lebih baik tidak diadakan pertempuran saja, karena seperti diketahui, saat ini siapa yang dapat memenangkan guru Ie Heng ?” Dengan perasaan bangga Ie It Hui lalu tertawa dan berkata : “Hal itu sudah barang tentu, pertemuan digunung Thay-san diadakan dalam sepuluh tahun sekali. Sepuluh tahun yang lampau guruku dengan sebatang pedangnya pernah mengalahkan pendekar2 didunia, dengan demikian
dia memperoleh gelaran ‘Ahli pedang nomor wahid didunia’, hingga Kouw-am-siang-jin dari Go-bie dan Cek Yang Too-tiang dari partai Bu-tong tidak dapat menimpalinya. Hanya pertemuan digunung Thay-san sekali ini sudah ditetapkan satu peraturan, yaitu : barang siapa yang pernah turut dalam pertemuan sepuluh tahun yang lampau, sekali ini tidak diizinkan turut serta. Oleh karena itu, pertemuan sekali ini, adalah golongan kita yang akan menjagoinya.” Diam2 Lie Siauw Hiong menjengekinya, tapi dimulutnya dengan sopan-santunnya dia berkata : "Tiga jago pedang dari Kong-tong, namanya sudah terkenal sekali dikalangan Kang-ouw, tampaknya gelar ‘ahli pedang nomor satu didunia’ ini sekali lagi mungkin akan jatuh kedalam tangan partai Kong-tong.”
Ie It Hui tertawa besar, se-akan2 dia membenarkan perkataan Lie Siauw Hiong ini, tapi diam2 didalam hati Lie Siauw Hiong- mengejeknya. Matanya memperlihatkan satu sinar yang cemerlang sekali. Tapi Ie It Hui tidak memperhatikan hal ini, sambil mengikuti kereta Lie Siauw Hiong ia tampak girang bukan buatan, se-akan2 dia sedang memegang pedang, berdiri dipuncak gunung Thay-san
setelah mendapat gelar ‘ahli pedang nomor wahid didunia’. Didalam kereta Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui, sedang memikirkan persoalannya masing2, yang terdengar hanyalah roda kereta yang berputar. Se-konyong2 diatas kereta terdengar satu suara yang gemuruh sekali, se-akan2 ada barang yang berat jatuh dari atas. Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui terperanjat sekali. Tiba2 dari atas kereta terdengar satu suara yang merdu dari seorang wanita, dengan napas yang ter-sengal2 kedengarannya ia berkata : “Lekas jalan, lekas jalan, tidak boleh berhenti !” Kemudian disusul dengan melesatnya kereta maju kedepan dengan cepat, se-akan2 kusir kereta itu telah dipengaruhi oleh wanita itu, hingga menyebabkan dia tidak boleh tidak mempercepat larinya kereta tersebut. Kedua orang yang berada didalam kereta, masing2 adalah orang2 yang berkepandaian sangat tinggi. Lie Siauw Hiong yang pura2 tidak mengetahui silat, pada saat itu tidak terasa lagi dia mengerutkan keningnya. Dalam hati dia sangat heran sekali atas terjadinya peristiwa ini, maka dia berpikir : “Mungkinkah orang ini sedang mencegat jalan untuk melakukan perampokan, tapi demi mendengar suara jatuhnya badan wanita diatas kereta
itu, terang menunjukkan bahwa wanita itu kepandaiannya hanya biasa
saja. Kedengaran napasnya yang ter-engah2 ini, se-olah2 sedang dikejar orang.” Ie Ht Hui lalu menarik tubuh Lie Siauw Hiong kesuatu sudut, dengan suara yang perlahan dia berkata : "Lie Heng, wanita ini tentu tidak mengetahui siapa yang berada dikereta sebenarnya, karena tampaknya ia ingin berbuat sesuatu atas kereta kita. Bila terjadi sesuatu, Siauw-tee akan mempermainkan wanita ini, untuk memberi kesenangan kepada Lie Heng.” Begitu perkataannya habis diucapkan, lalu sebelah tangannya menekan jendela kereta tersebut, dengan mengeluarkan sedikit tenaga sadia, seperti ikan yang sedang berenang tubuhnya melayang keluar melalui jendela kereta. Pergerakan tangan yang begitu cepat, nyata tidak memalukan dia sebagai seorang yang sudah mempunyai nama yang terkenal juga dikalangan Kangouw. Lie Siauw Hiong lalu mendengar suara teriakan kaget dari wanita itu, sambil membentak terdengar ia berkata : “Kau ini manusia busuk ..….” Sebelum habis perkataannya diucapkan, lantas terdiam. Lie Siauw Hiong tahu bahwa wanita itu telah dibekuk Ie It Hui. Benar saja dari luar jendela kereta itu kedengaran Ie It Hui melemparkan tubuh wanita itu masuk melalui jendela kereta. Lie Siauw Hiong sudah ingin mengulurkan tangannya untuk menyambut tubuh wanita itu, tapi tiba2 ia teringat yang dirinya tengah bersandiwara pura2 tidak bisa silat, oleh karena itu, dengan mengikuti jatuhnya tubuh wanita itu, ia turut sama2 jatuh kelantai kereta.
Setelah Lie Siauw Hiong me-raba2, kini ia baru yakin dan pasti, bahwa tubuh tersebut benar2 tubuh seorang wanita. Secara kebetulan sekali kini muka mereka saling berhadapan. Dalam cahaya yang remang2 itu, ternyata wanita itu sangat cantik sekali. Lie Siauw Hiong merasa
papas mukanya, setelah diketahuinya bahwa wanita itu pasti sudah ditotok jalan darahnya oleh Ie It Hui, tapi semangat wanita itu tampak me-nyala2, waktu ia melihat dirinya, menempel pada badan seorang laki2, dan muka mereka saling beradu, karena ia tidak dapat bergerak sedikitpun, saking malunya ia hanya dapat merapatkan matanya saja. Ie It Hui kemudian dengan gesit sekali tampak masuk kekereta. Waktu dia melihat kedua orang itu tengah berhempit2an disuatu pojok yang sempit, tidak terasa lagi dia tertawa besar, dengan gerak yang cepat seperti kera, lalu dia mengangkat tuhuh wanita itu. Pada saat itu, barulah Lie Siauw Hiong me-ronta2 untuk bangun, sambil menghela napas dia berkata : "Apakah barangkali Ie Heng tidak mengetahui yang tenaga Siauw-tee sangat lemah, Siauw-tee mana dapat menyambutinya ?” Dengan matanya yang tajam, dilihatnya bahwa wanita itu sudah didudukkan dikursi oleh Ie It Hui, dan sambil tertawa kedengaran Ie It Hui berkata : "Lie Heng harus merasa berterima kasih terhadap Siauw-tee barulah tepat, wanita yang begini cantik sudah diberikan kepada Lie Heng, masalah kau sebaliknya menyesalkan kepadaku ?” Siauw Hiong melihat sekalipun rambut wanita itu awut2an, dan bajunya kusut sekali, tapi tampaknya tetap cantik. Pada saat ia memejamkan matanya tadi, Lie Siauw Hiong membayangkan Peristiwa itu, tidak terasa lagi
mukanya terasa sedikit panas. Lie Siauw Hiong setelah menelan ludah dan pura2 berlaku sangat sopan sekali dia bertanya : "Nona ini bagaimana dimalam hari dapat melompat keatas kereta kita ? Cobalah mohon nona terangkan.”
Wanita muda itu sewaktu mendengar dirinya ditanya, segera ia membuka matanya. Pandangannya diarahkannya pada diri Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui, se-akan2 ia merasa kedua orang yang didepannya itu bukanlah seperti orang yang dibayangkannya, hatinya merasa sedikit lega, sedangkan mukanya tampak tersenyum sedikit. Baru saja ia ingin membuka mulutnya untuk bicara, seluruh badannya tidak bertenaga dan untuk bicara saja ia tidak mampu lakukan. Lie Siauw Hiong melihat Ie It Hui telah menotok wanita itu, sehingga keadaannya seperti itu, tapi wanita itu tidak terluka sama sekali. Tidak terasa lagi dia mempunyai kesan yang baik terhadap Ie It Hui ini, karena diketahuinya bahwa kawannya ini dapat mengerjakan sesuatu berdasarkan keperluannya. Ie It Hui lalu tertawa, sambil mengulurkan tangannya kepunggung wanita itu, yang kemudian ditepuknya sekali, lantas terlihat wanita itu dapat menghembuskan napasnya dengan lancar kembali, sedangkan tangannyapun dapat diangkat sesuka hatinya, badannya kini sudah dapat bergerak pula.
Pada saat itu kereta tersebut jalannya sangat perlahan sekali, jalanan tampak sepi sekali, pedagang2 sudah pada menutup tokonya masing2, sebagian lampu sudah pada dipadamkan. Se-konyong2 terdengar suara yang kaku dan kasar yang berteriak.: "Kawan, lekas naik, tawanan kita ada didalam kereta !” Ie It Hui merasa terkejut juga, mendengar suara teriakan itu, wanita muda yang duduk berlutut diatas lantai kereta memohon :
"Tuan berdua walau bagaimanapun harus menolongku. Mereka adalah orang2 jahat, mereka ..….” Mukanya wanita itu tampak merah, sedangkan perkataannyapun tidak dapat diteruskannya. Tapi Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui sudah maklumi apa yang terkandung dalam perkataan yang hendak dikatakannya itu. Ie It Hui biar bagaimanapun adalah seorang ksatria sejati, mendengar hal itu, dia menjadi marah sekali dan lalu berkata : "Orang2 kejam seperti mereka sangat keterlaluan, sekalipun dikota mereka masih saja berani melakukan perbuatan biadab dan liar.” Berkata sampai disitu, lalu dia bertanya pada wanita itu : "Mereka itu siapa, apakah kau mengenal mereka ?” Wanita itu menggelengkan kepalanya. Baru saja wanita muda itu menggelengkan kepalanya, diluar jendela kereta dijalanan terdengar suara "ser, ser !” beberapa kali, laksana orang2 yang lompat turun dari atas rumah saja dan kemudian melompat kekereta. Kusir kereta kemudian berseru kaget, lalu disusul dengan suara orang yang serak lagi kasar membentak : "Hei, keretamu ini lekas2 diberhentikan !” Walaupun Lie Siauw Hiong sendiri tidak bisa turun
tangan, tapi dia cukup mengetahui sampai dimana kepandaian Ie It Hui ini, bila harus menghadapi beberapa perampok kasar seperti mereka ini, ia merasa gampang sekali, oleh karena itu, tampaknya dia tenang2 saja. Dia ingin lihat Ie It Hui bagaimana harus menghadapi mereka ini, juga dia ingin menyaksikan sampai dimana kelihayannya permainan pedang Ie It Hui ini. (Oo-dwkz-oO)
Jilid 4 Kereta itu berhenti, sedangkan wanita muda itu dengan gugup dan ketakutan bersembunyi dipojok kereta, matanya dengan penuh kecemasan memandang keluar kereta. Lie Siauw Hiongpun lalu mengulurkan kepalanya untuk memandang keluar jendela. Didepan kereta dilihatnya berdiri tujuh atau delapan orang yang masing2 memegang senjata tajam yang ber-kilau2an sinarnya. Salah satu diantara orang yang memegang golok Tanto (golok tunggal) berseru : “Hei, orang yang ada didalam kereta, dengarlah ! Kami adalah saudara dari pemimpin perairan dan daratan Siauw-liong-sin Ho Sin, yang berkedudukan didaerah sebelah bawah sungai Tiang-kang, hari ini kami lewat disini, dan kami tidak bermaksud mencelakai rakyat jelata, hanya tadi ada seorang wanita muda yang telah melarikan diri dari kapal kami, ia sudah lari masuk kedalam kereta ini, harap lekas kalian keluarkan dia, agar tidak mendatangkan sengketa.” Dengan mengeluarkan suara "hm” dari hidungnya, Ie It
Hui lalu membuka pintu kereta dan kemudian lalu turun dari kereta dan membentak : "Tidak ada wanita dalam kereta ini, sekalipun ada, pasti tidak akan kuserahkan pada kalian !” Ketika itu Ie It Hui keluar dari kereta dengan memegang sebatang pedang. Orang yang bersuara kasar tadi tampak sedang berunding dengan kawan2nya, tidak tahu apa yang sedang mereka percakapkan. Orang yang mula2 berbicara tadi, mungkin juga pemimpin mereka, kemudian tampak ia datang, tiba2 sambil merangkapkan kepalannya dia berkata : "Tuan tampaknya satu golongan dengan kami, dari itu aku harap Tuan sudi mengeluarkan orang tawanan kami. Jika
permintaanku kali ini tuan kabulkan, dibelakang hari kami pasti akan membalas kebaikan budi tuan.” Dengan tertawa dingin Ie It Hui berkata : "Apa yang kau katakan ini, perhubungan ? Aku tak mempan dengan bujuk rayumu yang keji itu !” Mula2 orang itu mengira bahwa perkataannya itu akan ditaati oleh Ie It Hui. Sangkanya semua orang akan dapat digertaknya, dan disentaknya dengan sifat angkuhnya. Mendengarkan kata2 Ie It Hui ini, saking marahnya dia berteriak : “Tampaknya tuan sudah bosan hidup barangkali.” Kemudian sehabis teriaknya, ia melangkah maju dan berkelebat dengan goloknya, lalu ia membacokkan goloknya dari atas kebawah.
Ie It Hui yang melihat kedatangan golok itu, lalu mengulurkan tangan. Dengan menggunakan jari telunjuk dan jari tengah tangan kanannya, ia menjepit ujung golok lawannya tersehut, sedang tangan kirinya dikibaskannya keorang itu sambil berseru : “Rebahlah !” Sehabis Ie It Hui berkata demikian, orang itu benar saja mengikuti kibasan tangan Ie It Hui, tubuhnya jatuh terguling ditanah. Lie Siauw Hiong yang berada dalam kereta, melihat orang itu begitu tidak berguna, hingga ia merasa agak kecewa. Sebenarnya ia mengharapkan agar terjadi satu pertempuran yang seru untuk melihat kepandaian pedang kawannya ini, tapi sekali Ie It Hui turun tangan, membuat lawannya tak berdaya lagi. Mereka ini hanya mengerti tiga jurus silat saja, sedikitpun mereka belum dapat dikatakan pandai silat, hanya dengan mengandalkan jumlah mereka yang banyak, maka mereka gampang saja menghina orang yang lemah, tapi jika menghadapi lawan berat seperti Ie It Hui ini,
mereka menjadi kecele. Mereka lalu melakukan pengeroyokam. Dengan tujuh atau delapan orang yang bersenjatakan golok mereka mengeroyok dan hendak membunuh Ie It Hui, tapi sekali gebrak saja mereka sudah terpukul sampai tunggang-langgang. Jangankan Ie It Hui hendak dijatuhkannya, bajunya saja tidak dapat mereka menyentuhnya. Orang yang pertama kalinya jatuh tadi,
merayap bangun kembali, kemudian se-konyong2 berseru : "Sudahlah, sudahlah ! Kedua pemimpin kita sudah datang, kawa2 berhentilah ! Kini kita ingin melihat apakah bocah ini dapat mempertunjukkan keganasannya pada kedua pemimpin kita itu !” Kemudian setelah orang2 itu mendengar seruan kawannya itu, lalu menghentikan penyerangan mereka. Tiba2 tampak seorang yang jangkung ber-lari2 bagaikan terbang cepatnya ketempat pertarungan itu. Waktu dilihatnya kawan2nya pada bergulingan ditanah, maka ia berdiri disebelah pinggiran tempat pertarungan itu sambil memandang pada Ie It Hui yang berdiri dipinggir kereta dengan tenangnya. Sambil mengerutkan keningnya orang jangkung itu lalu berjalan menghampiri Ie It Hui dan berkata : "Kawan, kami tak ubahnya laksana air sumur yang tidak pernah mengganggu air kali. Bersangkut-pautkah sandara dengan wanita itu, sehingga saudara ingin bertentangan dengan kami, dan membalaskan sakit hatinya ? Jikalau memang benar saudara ada sangkut-paut dengannya, aku Kang-liepek-liong akan segera mengangkat kaki dan wanita itupun terserah pada saudara !” Ie It Hui begitu mendengar nama Kang-lie-pek-liong, diapun sudah maklum bahwa orang ini juga sangat ternama dalam kalangan rimba persilatan. Didaerah Tiang-kang, kaum Liok-lim dibagian air (kaum perampok disungai dan
telaga, artinya termasuk pendekar busuk) walaupun semuanya mengangkat Siauw-liong-sing Ho Sin sebagai pemimpin mereka, tapi tiap perkara baik besar maupun kecil semuanya diurus oleh Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan sebagai kepalanya.
Su Tiauw Wan bukan saja mempunyai kepandaian yang tinggi baik didarat maupun diair, iapun sangat pintar sekali. Namanya sangat tenar sekali didaerah Tiang-kang, sedangkan Ie It Hui juga sudah pernah mendengar nama tersebut. Sewaktu Ie It Hui melihat pada Sun Tiauw Wan, yang orangnya bertubuh tinggi kurus dan matanya bersinar terang sekali, tampaknya memang mempunyai kepandaian yang tinggi, maka dia lalu menyahut : "Terus terang kukatakan, wanita muda itu tidak mempunyai sangkut-paut apapun dengan aku orang she Ie, hanya aku orang she Ie paling tidak senang melihat seorang wanita diperlakukan demikian rupa. Dalam hati aku menganggap Sun Tong-kee sebagai seorang pemimpin yang mempunyai nama terkenal, tapi mengapakah dengan gigih sekali me-ngejar2 seorang wanita muda ?” Ie It Hui sendiri sebenarnya bukan ingin secara sungguh2 menolong wanita itu. Kata2nya yang keras dan baru diucapkannya pada Sun Tiauw Wan adalah karena terdorong rasa kemarahanya, maka ia hendak membela wanita itu. Tapi kemudian setelah direnungkannya sejenak, kata2nya yang telah terhambur keluar itu, ia agak menyesal juga. Karena mengurus soal2 remeh itu, dengan sendirinya ia telah menanam bibit permusuban dengan orang she Sun itu. Hal mana, sangat tidak menguntungkan sekali baginya. Oleh karena itu, timbul pengharapannya agar supaya orang she Sun itu tidak memperpanjang persoalan wanita itu,
hingga mereka segera pergi agar tidak sampai terjadi hal2 yang tak diingini. Dengan penuh keheranan Sun Tiauw Wan lalu memandang pada Ie It Hui dan lalu berkata :
"Oh, ternyata tuan ini adalah salah seorang Kong Tong Sam Coat Kiam (tiga ahli pedang dari partai Kong Tong) yang bernama Ie Jie-ya Ie It Hui. Jika Ie Jie-ya meminta, kitapun tidak berhalangan untuk melepaskan perempuan itu.” Ie It Hui mendengar perkataan Sun Tiauw Wan ini, merasa girang sekali, didalam hatinya dia pikir, bahwa orang she Sun ini ternyata mempunyai pengalaman yang sudah sangat luas sekali. Sun Tiauw Wan melanjutkan perkataannya : "Hanya harus diketahui, bahwa wanita muda itu bukan barang yang begitu berharga, tapi sungguhpun demikian wanita itu ada orang lain yang ingin menjaganya. Aku yang rendah tidak berani mengganggu kegembiraan orang itu. Aku kira Ie Jieya pun pasti mengenali orang yang kumaksudkan itu. Oleh karena itu, aku yakin kaupun tidak akan membuat sesuatu yang dapat mengganggu perhubungan baik antara kita sama kita bukan ?” Dengan lekas Ie It Hui bertanya : "Siapakah gerangan orang yang kau maksudkan itu ?” Sun Tiauw Wan sambil tertawa lalu memandang ketempat yang jauh sekali, sambil menudingkan jerijinya kesana ia berkata : "Nah, dialah orangnya !” Ie It Hui setelah melihat kearah yang ditunjukkan padanya, se-konyong2 mukanya berubah. Setelah berdiam diri sejurus lamanya, Ie It Hui berkata :
"Bila memang wanita itu adalah kepunyaan orang tersebut, sudah tentu aku tidak akan menahannya.” Kemudian Ie It Hui menunjuk kedalam kereta seraya berkata lagi : "Nah, wanita itu ada dalam kereta, kau boleh berurusan sendiri dengannya.”
Lie Siauw Hiong yang mendengar percakapan diantara kedua orang itu dari dalam kereta, lebih2 merasa terkejut sekali. Diam2 dia berpikir : ‘Tee-coat-kiam Ie It Hui ini, namanya cukup terkenal, kepandaiannyapun tidak lemah, apalagi diapun mempunyai pendukung yang dapat diandalkan, yaitu Kiam-sin Li Gok, sifatnya suka membanggakan diri, sekarang mengapa hanya dengan tudingan jari Sun Tiauw Wan kearah orang yang jauh itu, ia jadi menurut saja akan permintaan orang she Sun itu ? Mungkinkah orang itu mempunyai kepandaian yang lihay dan luar biasa ? Dan siapakah gerangan orang itu ?’ Wanita muda itu waktu melihat Ie It Hui dengan gampang menakluk kepada lawannya, ia menjadi sangat terkejut, karena tadinya ia mengira bahwa le It Hui pasti akan menolong dirinya. Tapi siapa menyangka suatu perubahan mendadak telah terjadi, dengan mata yang penuh permohonan dipandangnya muka Lie Siauw Hiong. Si pemuda yang melihat pandangan wanita muda itu bagaikan menembus jantungnya, tanpa menghiraukan sesuatu lagi dia harus pergi keluar untuk menolongnya, tapi tiba2 dia terpikir dengan perintahnya sendiri yang belum sempat lagi dijalankan, disamping itu terhadap pekerjaannya sendiri dikemudian hari belum lagi dapat dipastikan, bagaimana perkembangannya kelak, terasa padanya adanya satu tenaga kuat sekali mengekang perasaan yang tengah ber-golak2 itu. Dalam sekejap saja Sun Tiauw Wan sudah menghampiri kereta tersebut. Ia menjengukkan kepalanya masuk kedalam
kereta lalu tertawa haha hihi kepada wanita muda itu dan berkata : "Phui Kho-nio (nona Phui) lebih baik kau ikut saja dengan kami, karena tak ada gunanya melarikan diri.
Dengan mengandalkan kepandaian yang kau miliki itu, kau ingin melarikan diri, tapi itu agaknya takkan berhasil.” Wanita muda itu semakin menyurukkan badannya kepojok kereta itu. Melihatnya hati Lie Siauw Hiong sangat sedih, tetapi setelah berpikir sejurus ia berkata : “Pergilah lekas mengikuti orang itu, bila tidak ..….” Wanita muda itu ketika mendengar Lie Siauw Hiong bicara demikian, dengan penuh perasaan benci, ia memandang pada Lie Siauw Hiong. Pandangannya betul2 mengandung kebencian dan kedongkolan yang amat memuncak. Dalam hati Lie Siauw Hiong tak sampai hati melepaskan wanita ketangan manusia biadab itu. Tapi dalam saat perjalanannya kali ini, ia harus menekan se-keras2nya perasaan hatinya itu, agar rahasianya tidak diketahui oleh Ie It Hui. Sun Tiauw Wan mengulurkan tangannya memegang pinggang wanita muda itu untuk ditarik keluar, sambil mengibaskan tangannya dengan menguatkan hatinya supaya jangan sampai wanita muda itu menangis. Dengan penuh kebencian ia berkata : "Jalan, ya, jalan, bila kau memaksa aku, maka tanpa segan2 lagi aku akan memakimu !”
Ia berdiri lalu berjalan keluar tanpa memandang lagi pada Lie Siauw Hiong. Sun Tiauw Wan memberi isyarat pada kawan2nya, sesudah itu dua orang pemuda yang kasar dari kiri dan kanan lalu memegang sebelah seorang tangan wanita muda itu. Ia me-ronta2, tapi tentu ia tak dapat
melawan tenaga yang besar dan kuat kedua pemuda kasar itu. Sun Tiauw Wan kemudian merangkapkan kedua tangannya dan berkata pada Ie It Hui : “Ie Tay-hiap yang mempunyai kepandaian tinggi, bukan saja aku orang she Sun merasa terharu tidak habis2nya, begitu pula Cee-cu (pemimpin pasanggerahan) dan pemimpin kami pasti takkan lupa akan kebaikan Ie Tay-hiap untuk hal itu, aku berani memastikan yang mereka akan berusaha membalasnya. Nah, sampai disini saja dulu dan sampai ketemu lagi.” Begitu dia habis mengucapkan perkataannya, lalu dia pergi sambil me-lambai2kan tangannya. Ie It Hui sendiri lalu naik kereta kembali, dengan memaksakan dirinya tertawa pada Lie Siauw Hiong dan berkata : "Hari ini benar kita menemui kesialan, tanpa sebab kita mencari penyakit sendiri. Ai, jika bukannya pemimpin tersebut, masih tidak mengapa, tidak tahunya adalah dia sendiri !” Lie Siauw Hiong lalu bertanya : “Sebenarnya dia itu siapa, Siauw-tee sangat ingin sekali mengetahuinya.” Ie It Hui tampak menggelengkan kepalanya sambil
berkata : “Segala urusan yang ditimbulkan dalam kalangan Kang-ouw, Lie Heng pasti tidak dapat memahaminya. Kelak bila kita dapat berjumpa kembali, barulah kita mempercakapkan soal itu.” Lie Siauw Hiong tahu yang dia tidak suka memberitahukan soal itu, karena tentu dia sudah mempunyai rencana sendiri, diapun tidak ingin banyak bertanya lagi. Kereta itu dengan cepat sekali sudah sampai ditoko dimana Lie Siauw Hiong bertugas, yaitu ditoko San Bwee Cu Poo Hoo. Tampaknya toko tersebut sangat besar sekali.
Kusir kereta itu yang baru saja menjumpai peristiwa yang tidak diinginkannya itu, merasa sangat jengkel, bila mungkin sudah tadi2 ia memecut kudanya supaya lekas2 sampai ditempat tujuannya, karena matanya sudah sangat mengantuk. Tak lama antaranya sampailah mereka, buru2 kusir itu melompat turun dari keretanya dan lalu mengetuk pintu. Saat ia mengetuk pintu toko itu, pelayan toko tersebut tengah tidur nyenyak. Maka waktu ia mendengar pintu diketuk orang, dengan suara mengandung kemarahan dia bertanya : "Siapakah tengah malam buta kesini mengetuk pintu orang ?” Sambil tertawa kusir itu menjawab : "Majikan sudah kembali.” Suara itu lantas berubah menjadi lembut lalu menyahut :
"Ya, tunggu, saya bukakan.” Ie It Hui setelah mengalami peristiwa tadi, mukanya tampak redup dengan kelesuan, dia lalu masuk kedalam rumah. Lie Siauw Hiong lalu menyuruhnya pergi tidur. Malam semakin larut, dari dalam toko San Bwee Cu Poo Hoo se-konyong2 tampak berkelebat sesosok tubuh manusia, yang lari dengan gesitnya menuju kepantai. Ilmu kepandaian mengentengkan tubuh yang demikian sempurnanya, sesungguhnya jarang sekali dapat dijumpai, karena dengan mengenjotkan kakinya beberapa kali saja, dia sudah melesat jauh sekali, sehingga bila dipandang tampak seperti segulungan sinar saja, tapi kita tidak dapat melihatnya dengan jelas. Dalam waktu yang sekejap mata saja, bayangan orang itu sudah sampai dipantai, tapi waktu itu tampaknya dia ragu2, kemana dia harus pergi. Tujuannya belum pasti, hanya dengan pesatnya dia pulang balik ber-kali2 didaerah pantai untuk men-cari2 sesuatu agaknya.
Disana beberapa kapal yang sedang berlabuh dipantai sudah mematikan lampunya, hanya yang tampak lampu sebuah kapal penangkap ikan yang berada di-tengah2 sungai itu, yang memancarkan sinar yang berkelap-kelip dimalam hari itu. Dalam gelap kelihatan lampu kapal itu menyinarkan cahaya yang kuning suram. Orang ini agak sedikit kecewa. Setelah berdiam sejurus lamanya, se-konyong2 bagaikan elang cepatnya dia meloncat dan hinggap diatas salah satu kapal dagang yang
agak besar, dengan mempergunakan ilmu kepandaian meringankan tubuh yang sangat tinggi. Dengan cermatnya dia memeriksa keempat penjuru kapal dagang itu. Kemudian dia melanjutkan pemeriksaannya pada kapal dagang itu. Kemudian dia melanjutkan pemeriksaannya pada kapal dagang yang kedua dan yang ketiga, tapi apakah yang sebenarnya sedang dicarinya ? Kemudian dia meloncat pada dua buah kapal besar lainnya yang agak jauh jaraknya dengan pantai, ketika itu pada saat yang berbareng salah satu diantara kapal itu lampunya secara tiba2 menyala terang. Dari jauh kelihatan dari jendela kaca kapal beberapa bayangan orang yang sedang ber-gerak2 tak henti2nya. Jarak kedua kapal tersebut dari pantai kurang lebih ada dua puluh tombak. Jarak tersebut memang cukup jauh. Angin disungai itu bertiup dengan kerasnya, menyebabkan lampu yang tergantung diatas tiang kapal bergoyang2. Orang itu tiba2 mengulurkan tangannya dan mengambil sebuah lampu yang tergantung itu, setelah dia memeriksa sesaat lamanya se-akan2 dia mendapat ilham dengan per-lahan2 dia turun kebawah, sambil memegang tali lampu itu yang kemudian diikatkannya pada kakinya lalu dia menghembus semangatnya. Tampak badannya melompat cepat sekali menuju ke-tengah2 sungai itu.
Lompatannya itu paling sedikit ada lima atau enam tombak jauhnya.
Sewaktu tubuhnya hendak jatuh keair, lalu lampu yang tergantung dikakinya ditepukkan kepermukaan air sungai itu, sehingga tubuhnya mumbul dan berhasil melompat kembali kemuka sejauh tiga atau empat tombak jauhnya, kemudian sewaktu tubuhnya berada di-tengah2 udara dia menghempos semangatnya sekali lagi dan dengan sekali jungkir balik saja ia sudah berhasil melepaskan lampu yang tergantung pada kakinya. Pada saat ia melayang kekapal yang sebuah lagi yang berjarak kira2 lima atau enam tombak itu, kelihatan tubuhnya maju dengan pesat sekali. Kemudian sewaktu tubuhnya tampak hendak jatuh diatas air, segera ia buru2 meringankan tubuhnya dan pada saat itu pula tangannya ditepukkannya keatas air. Sesudah itu kelihatan badannya bagaikan capung yang menotol air, kemudian melesat kedepan dan jatuh persis diatas kapal itu tanpa menerbitkan suara berisik. Lalu dia membetulkan pedangnya yang berbentuk agak kuno itu dan tergantung dipunggungnya. Dengan membungkuk ia berjalan menuju kejendela kapal itu yang masih terdapat cahaya lampunya, kemudian dari celah2 jendela itu dia mengintip. Di-dalam kapal itu terlihat sebuah Pat-sian-toh (media yang berisi delapan), sedang dipinggir media tersebut duduk dua orang yang sedang minum arak. Dia masih kenal satu diantara kedua orang itu, yaitu Sun Tiauw Wan, kemudian dalam hatinya dia berkata pada dirinya sendiri : ‘Orang yang satu lagi ini tentulah Siauwliong-sin Ho Sin adanya’. Kemudian dia pergi mengintp
kejendela berikutnya, tapi disitu tidak terdapat sedikit sinar lampupun yang menyala, tapi berkat sorotan sinar lampu dari kamar lainnya yang menembus kekamar yang tak
berlampu itu, ia dengan nyata dapat melihat segala apa yang berada dalam kamar yang gelap itu. Tiba2 matanya terbentur pada seorang wanita yang sedang berbaring miring diatas sebuah ranjang. Matanya yang besar itu tanpa berkesip memandang pada papan jendela. Tampaknya ia sedang berpikir. Kemudian dia menempelkan tangannya pada kaca jendela itu, hingga sebentar saja kaca jendela itu yang kena hawa panas dari tangan orang tersebut, menjadi pecah sebagian besar. Wanita yang berbaring itu masih saja berpikir, sehingga apa yang terjadi saat itu tidak diketahuinya. Tanpa menghiraukan apa yang akan terjadi atas perbuatannya ini, ia lalu mendobrak pinta jendela itu hingga hancur. Dengan gesit sekali ia lalu melompat masuk kedalam. Setibanya diranjang, lalu dia menotok jalan darah Yong-coan-hiat pada tubuh wanita itu, sehingga wanita itu tidak dapat bergerak maupun bersuara. Pada saat itu kedua orang yang sedang duduk minum arak dikamar sebelah tadi, tiba2 berlari masuk kedalam kamar sambil berseru : “Siapa ?” Orang yang memegang wanita itu dengan bergerak sedikit saja, ternyata sudah berhasil lobos lewat diantara kedua orang itu, dan dengan tenang sekali dia lalu duduk diatas sebuah kursi, sedangkan tubuh wanita itu disenderkan dipinggir meja itu digeladak kapal. Kedua orang itu memang benar pemimpin perairan dan daratan dari sungai Tiang-kang, yaitu yang bernama Ho Sin
dan Sun Tiauw Wan. Kedua orang ini juga mempunyai kepandaian silat yang tinggi sekali, tapi dalam waktu sekejap itu ternyata ada orang lain yang dapat mengelabuinya. Setelah diketahuinya hal ini, alangkah
terperanjatnya mereka itu. Dengan lebih hati2 lagi kedua orang jago itu men-cari2 orang yang dicurigainya itu, kemudian tampak oleh mereka orang tadi duduk digeladak kapal. Keadaan orang ini sedikitpun tidak tampak tanda2 bahwa dia hendak melarikan diri, setelah diketahuinya orang telah menampaknya. Ho Sin merasa gemas sekali melihatnya dan lalu membentak : “Siapakah kau ? Dan apakah pula maksudmu datang kemari ?” Orang yang dibentak menengadahkan kepalanya sambil terawa dengan geramnya, kemudian sambil menunjuk kearah kain penutup mukanya yang terlukiskan bunga Bwee itu dia berkata : “Apakah kalian tidak mengenal ini ?” Sewaktu mereka memperhatikan kain penutup muka orang itu, ternyata diatasnya bersulamkan gambar tujuh batang bunga Bwee, Ho Sin dan Sun Tiauw Wan yang sudah mengembara dikalangan Kang-ouw sepuluh tahun lamanya, tiba2 mereka mencoba memutar otak untuk memikirkannya. Tapi orang itu sudah melenyapkan dirinya kurang lebih sudah ada sepuluh tahun lamanya, malahan menurut kabar angin yang tersiar, mengatakan bahwa Bwee San Bin sudah mati dibawah tangan empat jago pantai2 yang ahliwaris bersangkutan (baca arangan dimuka), mengapa pada saat ini dia serta-merta muncul kembali ? Ho Sin merasa ragu2 dan lalu berkata : "Mungkinkah kau ini ..….?”
Orang itu tertawa lagi, dan sambil memutuskan omongan Ho Sin dengan suaranya yang nyaring ia berkata : "Hay Lwee Cun Chit Biauw (Dalam lingkungan lautan menjunjung Tujuh Ilmu Kepandaian).”
Belum lagi habis perkataannya diucapkannya, tiba2 dari punggungnya ia mencabut sebuah pedang yang panjang lalu di-putar2kannya. Sinar pedang itu berkeredepan. Terlihatlah pada sinar2 itu merupakan tujuh Lingkaran dari bunga Bwee. Setelah itu secara tiba2 dia telah menarik pedangnya itu. Semenjak ia mencabut pedangnya sampai ia habis memainkan pedangnya, se-akan2 hanya memakan waktu sedetik saja. Ho Sin dan Sun Tiauw Wan yang melihatnya, hanya merasakan tujuh kuntum sinar dari bunga Bwee itu menyilau dimukanya, kemudian hilang tak berkesan. Maka tanpa ragu2 pula mereka berseru : “Chit-biauw-sin-kun !” Seketika itu mereka merasa tubuh mereka telah menjadi lemas dan tak berdaya. Menurut kenyataan, Ho Sin dan Sun Tiauw Wan sebagai pemimpin dari kaum Liok-lim didaerah sungai Tiang-kang dan juga dikalangan Bu-lim, nama mereka sudah terkenal sekali, mengapa sewaktu disebutkannya ‘Chit-biauw-sinkun’ saja, mereka lantas menjadi kaget demikian rupa ? Harus diketahui, bahwa nama ‘Chit-biauw-sin-kun’ itu sangat kesohor
sekali, baik kedudukan maupun kepandaiannya, boleh dikatakan jarang ada tandingannya. Chit-biauw-sin-kun telah meninggalkan kalangan Kangouw sepuluh tahun lamanya, pada detik itu secara sekonyong2 muncul diatas kapal kedua orang ini. Hal itu, cara bagaimana tidak membuat kaget sekali kedua orang itu? Pada saat itu muka Chit-biauw-sin-kun ditutupi dengan sapu-tangan. Sun Tiauw Wan dan Ho Sin hanya mendengar dia tertawa dingin, tapi mereka tidak dapat
melihat wajahnya, maka tidak terasa lagi keringat dingin telah keluar membasahi dahi mereka. Biasanya Sun Tiauw Wan sangat cerdik sekali, setelah berdiam sejurus lamanya, ia melihat pada wanita she Phui yang ada disamping tubuh Chit-biauw-sin-kun itu, maka hatinya sudah mengetahui, bahwa orang aneh ini datang adalah disebabkan soal ini, hingga dalam hatinya dia berpikir : "Aku sudah lama mendengar Chit-biau-sin-kun mempunyai ‘chit gee’, (tujuh keahlian istimewa), keahlian yang terakhir ini ialah ‘seek’, dan sekarang dia datang untuk mengambil wanita ini. Kini biarlah aku lepas tangan dan tidak mau campur lagi urusan ini. Aku tunggu sampai orang itu datang menanyakan wanita itu.” Setelah berpikir demikian, hatinya mulai tenteram, sambil memberi hormat, dia berkata : "Sin-kun sudah lama berpisah dengan kalangan Kang-ouw, tidak disangka hari ini Boan-pwee (merendahkan nama sendiri terhadap orang yang lebih tua tingkatannya) dapat bertemu dengan Sin-kun
disini, maka Boan-pwee memberanikan diri untuk menerka, kalau2 kedatangan Sin-kun sekali ini, bukanlah disebabkan karena wanita ini ?” Dengan tertawa dingin Chit-biauw-sin-kun lalu berkata : "Kau ini memang pintar sekali !” Dengan tertawa getir Sun Tiauw Wan lalu menyahut : "Sekalipun Sin-kun mempunyai maksud demikian, Boanpwee mana berani menghalang-halanginya ? Mengenai wanita ini, Boan-pwee disuruh oleh orang lain ..….” Sambil mengeluarkan suara jengekan dari lobang hidungnya tampak Chit-biauw-sin-kun lalu melanjutkan kata2nya : "Orang lain menyerahkan wanita ini kepadamu
untuk maksud apa ? Apakah barangkali kau anggap aku tidak mampu membawa pergi wanita ini dari sini ?” Sun Tiauw Wan segera menjawab : “Boan-pwee pikir, bila Cian-pwee (orang yang tingkatannya lebih tinggi daripada orang yang sedang dibicarakan dengannya) dapat meninggalkan sesuatu barang sebagai bukti kami disini dapat menunjukkan itu pada orang yang bersangkutan, bila orang itu menanyakan pada Boan-pwee tentang orang perempuan ini.” Sambil berkata begitu, Sun Tiauw Wan mengeluarkan keringat dingin saking takutnya, karena dia tahu tabiat Chitbiauw-sin-kun yang sangat aneh sekali, khawatir kalau2 perkataannya itu akan menyinggung perasaan orang. Hal mana, diapun telah melakukan itu karena sangat terpaksa. Dengan begitu, dia dapat melepaskan tanggungjawabnya, bila nanti orang lain menanyakan tentang orang perempuan tersebut. Siapa sangka setelah berdiam sejurus lamanya, dari dalam dadanya Chit-biauw-sin-kun mengeluarkan sebuah tanda dari emas yang kemudian dilemparkannya
diatas meja sambil berkata : "Tanda ini adalah barang yang paling kusayangi, bila nanti ada orang yang merasa tidak puas terhadap aku Chit-biauw-sin-kun, kau boleh keluarkan tanda itu, bila dia tidak mau mencari aku, maka akulah yang akan mencarinya !” Sun Tiauw Wan dan Ho Sin hanya mengharapkan demikian, tapi mereka tidak pernah menduga bahwa dia dapat meluluskan demikian mudahnya, maka dalam hati mereka tidak terasa lagi timbul suatu pertanyaan, yaitu orang2 dikalangan Kang-ouw pernah mengatakan, bahwa Chit-biauw-sin-kun ini sangat aneh dan ditakuti sekali, tapi kenyataannya tidaklah tepat seperti apa yang dikatakan orang, hingga dalam hal ini tentunya dia mempunyai maksud lain. Tapi mungkinkah Chit-biauw-sin-kun ini
sudah bersalin rupa dengan yang sepuluh tahun yang lampau itu. Dengan kegirangan mereka memandang pada tanda emas diatas meja itu, yang ternayta diatas sepotong emas itu terdapat ukiran gambar tujuh kuntum bunga Bwee. Sehabis berkata begitu, lalu Chit-biauw-sin-kun mengempit wanita itu untuk dibawanya pergi. Mula2 Chit-biauw-sin-kun memandang pada air sungai didepannya, dalam hatinya ia merasa ragu2, karena pada saat itu ditangannya mengempit seseorang. Cara bagaimana dia bisa meringankan tubuhnya seperti tadi, melampaui jarak sungai yang jauhnya dua puluh tombak lebih itu ? Kemudian dia memandang ketengah sungai itu, dia melihat lampu yang dia gunakan tadi dalam usahanya
melompati sungai itu kini sudah mengapung terpisah dari kapal kira2 enam tombak jauhnya, ia lalu berpikir : “Bila aku menggunakan tipu ‘Hiang-bun-sip-lie’ dari jurus ‘Am Eng Pu Hiang’ untuk menyeberangi sungai ini, yang baru saja aku pelajarinya sewaktu berada dalam kamar batu, ilmu itu sebenarnya belum pernah aku coba lakukan dalam praktek. Oleh karena itu, apakah aku dapat mempergunakannya dengan sempurna ?” Harus diketahui, bahwa ilmu ‘Am Eng Pu Hiang’ dari Chit-biauw-sin-kun sekalipun latihan itu mengandalkan tenaga-dalam, suatu cara yang termasuk juga ilmu meringankan tubuh yang paling tinggi dan tersulit, tapi tak mungkin dapat dicapai hingga puncak yang paling sempurna, tanpa melakukan teori dan praktek dengan secara berbareng. Maka walaupun ia mahir dalam teorinya, apakah ia dapat juga mempraktekkannya dengan sesempurna2nya ? Pikiran itu terlintas dikepalanya, pada saat Sun Tiauw Wan dan Ho Sin datang mendekatinya.
Sambil membungkukkan diri Ho Sin merangkapkan tangannya dan berkata : "Sin-kun datang dan pergi dengan ter-gesa2, hingga Boan-pwee belum lagi mengunjuk hormat kepada Sin-kun sebagaimana mestinya, tapi diharap saja dikemudian hari kita bertemu kembali. Pada waktu itu, kami akan meminta petunjuk2 lebih jauh dari Sin-kun.”
Chit-biauw-sin-kun lalu melambaikan tangannya sedang didalam hatinya dia berkata : "Melihat mereka begitu menghormati aku, hal itu sudah jelas membuktikan bahwa ‘Chit biauw sin-kun’ mempunyai kedudukan yang hebat sekali dalam kalangan Kang-ouw. Oleh karena itu, sejak hari ini baiklah aku perkembangkan pula keagungan nama julukan itu selanjutnya.” Kemudian tanpa me-nimbang2 lagi, tangannya lantas mendorong pergi tubuh wanita itu lurus kedepan. Tenaga dalamnya memang mengejutkan orang, apa lagi sekarang dia melakukan dengan sepenuh tenaga, maka tubuh wanita muda itu dengan pesat sekali meluncur kemuka bagaikan anak panah cepatnya. Sun Tiauw Wan dan Ho Sin merasa tercengang sekali, tidak tahu mengapa dia melakukan tindakan tersebut. Mereka melihat tubuh wanita itu terbang kemuka, kemudian disusul oleh orang yang mendorongnya. Pergerakannya jauh lebih gesit daripada yang pertama. Kakinya tampak menutul pada lampu yang mengambang dipermukaan air sungai, pada saat tubuh wanita tersebut maju lagi kedepan. Sepasang tangannya lantas mendorong tubuh wanita itu kembali, sedangkan tubuhnya sendiri sambil menotol lampu tersebut, sekali lagi tubuhnya maju kemuka dengan gerakan yang terlebih pesat. Sun dan Ho berdua memandang dari kejauhan dengan perasaan amat kagum.
Begitulah, dengan gerakan secepat kilat, Chit-biauw-sinkun meluncur dipermukaan air sungai yang jauhnya kurang lebih sepuluh tombak itu, hingga sekejap saja dapat dilampauinya, dan sekarang terpisah dari daratan hanya tinggal enam atau tujun tombak lagi saja jauhnya. Oleh
sebab ini, tidak terasa lagi hatinya menjadi sangat girang, karena ia telah dapat laksanakan peryakinan ilmu yang termasuk paling tinggi dari kaum ahli silat. Sewaktu ilmu ini dipergunakan, perhatian orang yang menggunakannya sedikitpun tidak boleh bercabang. Dalam kegirangan yang tiba2 itu, kakinya menjadi berat dan tubuhnya berat seperti juga hendak tenggelam, hingga dia insyaf bahwa perhatiannya sudah bercabang, maka tiba2 pula hatinya menjadi kecut sekali. Sesaat itu juga, dia merasa lampu yang kian tenggelam itu mumbul kembali keatas. Ternyata orang yang sudah mencapai ilmu meringankan tubuh yang paling sempurna, hanya dengan pertolongan tenaga yang kecil saja dapat membuat badannya melompat keatas pula. Badannya lalu mengikuti mumbulnya lampu itu, kemudian dengan badannya yang separuh melengkung seperti busur panah, lalu melayang kemuka sambil mengempit wanita itu. Ketika tubuhnya berada ditengah udara, badannya begitu kukuh dan sempurna tampaknya. Bajunya yang lebar itu ketika ditiup oleh angin sungai, ber-kibar2, menambah indah dipandang mata. Sejurus kemudian tubuhnya jatuh kembali kebawah, ternyata dia sudah sampai didaratan. Tampaknya ia sudah agak kecapaian. Tapi setelah mengaso sebentar dan mengatur pernapasannya sehingga teratur kembali, lalu dia menyekal tangan wanita itu, lalu lari menuju kedalam kota. Dalam beberapa kali lompat saja bayangannya sudah lenyap ditelan oleh kegelapan malam. Sewaktu wanita itu
siuman kembali, ia sudah berada didalam sebuah kamar yang indah dan mentereng. Seumurnya belum pernah ia melihat kemewahan seperti yang terdapat dalam kamar itu.
Ranjang yang ditidurinya, terasa begitu empuk dan hangat. Pada ranjang terpasang kelambu yang indah pula, sepreinyapun terbikin dari kain yang mahal. Pendeknya segala perabotan yang berada dalam kamar itu, orang biasa takkan dapat memiliki karena barang2 tersebut terhitung sebagai barang2 mewah yang sangat mahal harganya. Dengan perasaan yang segar sekali, lalu ia menggerakkan kaki dan tangannya. Dan dalam waktu ia siuman ini, segala sesuatunya se-akan2 berada dalam impian saja. Kemudian se-konyong2 ia ingat yang dirinya baru saja dibekuk dalam kapal, kemudian muncul seseorang dikamar dimana ia ditawan. Orang itu serta-merta menotok jalan darahnya, hingga selanjutnya ia tidak mengetahui apa yang telah terjadi atas dirinya. Tapi mengapa kini ia berada dan telah berbaring dalam kamar mewah ini ? Lalu ia meng-ingat2 peristiwa yang dialaminya selama dua bulan ini. Jika dibandngkan keadaannya kini dengan hari2 yang telah dilewatinya selama hidupnya, jauh berbeda sekali. Kemudian pikirannya melayang jauh pada ‘rumahnya’. Sebenarnya ia pernah menuntut penghidupan yang aman dan damai, ayahnya bernama Phui In Kie, yang membuka sebuah rumah perguruan silat. Muridnya tiga sampai empat puluh orang. Sekalipun keluarganya tidak tergolong sebagai keluarga yang kaya, tapi hidupnya serba cukup. Penduduk di-kota2 kecil terhadap mereka sangat hormat sekali. Tapi pada suatu hari, datang seorang pemuda yang berpakaian mentereng ke-tengah2 kepenghidupannya, hingga akhirnya ia kehilangan penghidupan yang tenteram, dan damai itu.
Tapi walaupun demikian, Phui In Kie sendiri sangat
girang sekali menerima pemuda tersebut. Dia menyuruh anak perempuannya panggil Koko (kakak) si pemuda itu, kemudian menyuruhnya memanggil dia Ie Ko. Phui In Kie memberitahukan, bahwa dia bernama Kim Ie dan adalah anak laki2 ayahnya yang telah lenyap sepuluh tahun lamanya. Phui In Kie memberitahukannya, anaknya ini selama sepuluh tahun, mengalami ber-macam2 hal yang aneh2, hingga dia mempunyai kepandaian yang sangat tinggi sekali, yang mana sudah berhasil dimilikinya. Akhirnya entah bagaimana si nona menjadi jemu dan benci sekali pada Ie Ko itu, yang wajahnya selalu tampak dingin, kedua matanya tampak beringas dan garang sekali. Bila dia memandang pada orang lain, maka matanya itu tampak se-akan2 ingin menelan orang saja layaknya. Tapi kesemuanya ini belum dapat dikatakan suatu hal yang sangat buruk. Pada suatu hari, se-konyong2 Phui In Kie memberitahukan kepada si nona, bahwa ia harus mengawini Ie Ko. Mendengar hal ini, ia menjadi kaget bukan kepalang. Masakan seorang adik perempuan dibolehkan kawin dengan kakaknya sendiri ? Kemudian barulah Phui In Kie memberitahukan kepada si nona, bahwa nona itu bukanlah anak perempuannya sendiri. Diberitahukannya pula, bahwa Ie Ko-nya ini mempunyai kepandaian yang sangat tinggi dan dibeberapa tempat dia mempunyai kedudukan yang tinggi pula. Si nona tidak mau mengabulkan permintaannya itu, walau bagaimanapun ia tidak mau, hingga Phui In Kie menjadi marah dan berkata : "Tidak, kau harus kawin juga !” Waktu itu sikapnya se-olah2 sudah berubah terhadapnya, begitu benci dan kejam terhadapnya, dan karena dalam gugupnya ia menangis ter-sedu2.
Pada waktu itu si nona sangat benci sekali terhadapnya, dan benci juga terhadap ayahnya, yang telah memaksa ia supaya mau kawin dengan kakaknya sendiri. Dengan perasaan marah sekali ia lalu berkata : “Kalau kau dapat membunuh ayah dan ibuku, aku baru mau kawin denganmu !” Ie Ko itu lalu berdiri sejurus, kemudian dia pergi keluar. Perkataan yang ia ucapkan tadi sebenarnya diucapkannya karena ia sedang marah sekali, siapa tahu setelah sejurus lamanya, ternyata Ie Ko menenteng kepala ayah dan ibunya berjalan masuk kekamarnya, sambil dilemparkannya kepala ibu dan ayahnya keatas tanah. Si nona buru2 pergi melihat. Ternyata benar2 dia sudah membunuh ayah dan ibunya! Begitu kagetnya ia sampai tidak bisa bicara, ia tidak pernah menduga yang dia dapat berlaku demikian kejamnya serta tak berperikemanusiaan sama sekali. Lalu dia menangis dan memaki, tapi Ie Ko tetap berdiri disitu dengan dinginnya, sepatah katapun tidak diucapkannya. Sekarang si nona tahu, kecuali mati, tidak ada jalan lain baginya untuk melarikan diri. Oleh karena itu, lalu diambilnya sebilah golok hendak membunuh diri, tapi tanpa diketahuinya, sekali bergerak saja, goloknya itu sudah berpindah kedalam tangan Ie Ko. Begitulah walaupun ia ingin mati tapi tak dapat dilaksanakan, tapi walaupun demikian, ia sudah mengambil keputusan yang pasti meski bagaimanapun juga, ia tidak sudi kawin dengan pemuda itu. Pada suatu hari Ie Ko berkata kepadanya : "Kau jangan mengira yang aku tidak berdaya menghadapimu, sesungguhnya,
bila aku menotokmu sekali saja, aku akan dapat berbuat sesuka hatiku, tapi karena aku terlampau mencintaimu, sehingga aku tidak mau mengambil tindakan kekerasan serupa itu!”
Setiap hari Ie Ko menilik tingkah lakunya, pada suatu hari dimalam hari, dia mendengar suara yang aneh, seperti suara burung, tapi mirip seperti pekikan monyet, sewaktu mendengar suara itu mukanya berubah jelek sekali, sehingga tidak sedap dipandang orang. Pada malam hari itu, se-malam2an Ie Ko tidak dapat tidur, dia terus berpikir, keesokan harinya dia mengajak si nona pergi. Ia tahu si nona tidak mau turut, ia lalu mengambil tindakan kekerasan, hingga dengan sangat terpaksa nona itupun turut juga. Mereka berjalan setengah hari lamanya, sesampai ditepi sungai Tiang-kang, lalu Ie Ko pergi kesana-kemari mencari sebuah kapal kecil. Sejurus kemudian dari pinggir sungai itu datang dua buah kapal besar. Belum lagi kapal itu rapat betul, tetapi Ie Ko sudah mengempit nona itu meloncat kekapal tersebut. Orang diatas kapal sewaktu melihat Ie Ko ini, tampaknya mereka kaget dan bergidik. Sesampainya dikapal, Ie Ko meninggalkan si nona diatas kapal itu, sambil menyuruh beberapa orang untuk menjaganya. Mereka semua berlaku sopan-santun, kemudian Ie Ko sendiri berlalu entah kemana perginya. Setelah dua hari berada dikapal itu, baru diketahui bahwa kapal itu adalah milik perampok. Salah seorang pemimpinnya dipanggil Siauw-liong-sin, dan yang seorang lagi dipanggil she Sun. Mereka ini memperlakukan si nona dengan hormat sekali, mereka menyuruh seorang perampok
yang penuh berewokkan siang malam menjaganya, sambil dipesan jangan berlaku kurang ajar. Pada suatu malam, siberewok karena terlampau banyak minum susu macan, dengan secara se-konyong2 lalu menubruk dan hendak memperkosa si nona. Justeru orang she Sun itu pun datang, hingga ia mengutuk siberewok, yang kesudahannya disusul dengan perkelahian. Dan selagi
orang she Sun dan siberewok bertempur dengan hebatnya, si nona segera mengambil kesempatan itu melarikan diri dari kapal tersebut. Tapi akhirnya iapun tertangkap juga, setelah ditengah jalan berjumpa dengan dua orang yang kelihatannya seperti pendekar2 yang gagah perkasa tapi tidak tahunya mereka tidak berguna sama sekali, lebih2 yang satunya itu. Selama si nona dalam tangkapan dan berada kembali diatas kapal, kawanan perampok lalu membuang sauh tepat ditengah sungai itu, hingga si nona yang ketahui hal itu, tidak berdaya sama sekali. Apa lagi sekarang orang she Sun itu sendiri yang menjaganya. Tapi mengapa sekarang ia berada ditempat ini ? Mungkinkah tempat ini sarang perampok tersebut ? Sekarang si nona terbaring diatas ranjang. Peristiwa yang sudah lewat dirasakannya seperti mimpi saja, satu per satu terlintas dikepalanya. Wanita muda sebatang kara itu pada saat ini sedang merasa putus asa dan pedih memikirkan nasibnya, hingga tanpa terasa lagi ia menangis diatas ranjang itu. Se-konyong2 dari belakangnya terdengar suara orang batuk2, begitu kagetnya sehingga ia berloncat dan duduk diatas ranjang untuk melihat orang yang mendatangi itu. Ternyata orang itu yang ia pernah menjumpai didalam
kereta, malahan ia kenali dia sebagai orang yang ia sangka paling tidak berguna sama sekali. Dia itu bukan lain daripada Lie Siauw Hiong ! Sambil tertawa si pemuda berkata padanya : "Kho-nio (nona), kau sudah bangun ?” Keheranannya bertambah, karena mengapa secara tiba2 pemuda ini bisa muncul disitu. Mungkinkah rumah ini adalah rumahnya ? Mungkinkah pemuda ini yang telah
menolongnya ? Sesaat ia tercengang, sehingga ia tidak dapat mengeluarkan sepatah katapun. Sambil tertawa lagi pemuda itu berkata: "Kho-nio jangan curiga, sekalipun aku tidak berguna, namun aku dapat melakukan sesuatu demi kepentingan sahabatku. Dari atas kapal aku sudah berhasil menolong nona. Sekarang baiklah nona beristirahat disini barang beberapa hari. Disini adalah tempat yang tenang sekali, hingga cocok untuk nona mengasoh. Aku berani pastikan tidak ada orang yang akan berani mengganggu nona.” Sehabis berkata demikian, Lie Siauw Hiong tidak menunggu lagi jawaban nona itu, lalu membalikkan badannya dan berjalan pergi. Setelah melalui beberapa kamar dan satu ruangan besar, dilihatnya Ie It Hui tengah duduk minum teh. Sewaktu melihat pemuda itu, buru2 dia berdiri dan berkata seraya tertawa : "Mengapa Lie Heng datangnya begitu terlambat sekali ? Siauw-tee sudah mundar-mandir diruangan depan satu kali, malahan sudah dengar pelayan toko membicarakan suatu kejadian yang sangat aneh sekali.” Sambil tertawa, Lie Siauw Hiong pun berkata : "Siauwtee mana dapat dibandingkan dengan Ie Heng ? Hari ini aku bangun pagi2 sekali.” Kemudian ia bertanya pula : "Perkara
aneh apa itu yang Ie Heng dengar tadi ?” Ie It Hui lalu berkata : "Semalam dipantai ada beberapa penangkap ikan mengatakan, bahwa dari tengah2 sungai keluar Liong Ong (raja naga), kedatangannya diatas permukaan air, pagi ini sudah tersiar luas keseluruh kota Bu Han.” Lie Siauw Hiong hanya berkata : "Oh,” tapi dalam hatinya diam2 ia merasa geli sekali, karena dia tahu bahwa
dia sendirilah yang semalam timbul diatas permukaan sungai tengah mengeluarkan kepandaiannya. Ie It Hui lalu berkata pula : "Menurut pandangan Siauwtee, hal itu mungkin hanya orang biasa saja yang tengah mengeluarkan kepandaian meringankan tubuh dan lalu berjalan diatas permukaan sungai itu, hanya tidak tahu dari mana datangnya orang itu. Juga apa perlunya tengah malam buta dia mengeluarkan kepandaiannya itu ?” Dengan sengaja Lie Siauw Hiong berkata : “Bila ada orang yang dapat berjalan diatas permukaan sungai, kepandaiannya untuk meringankan tubuh sudah mencapai tingkat seperti terbang saja.” Dan sambil tertawa Ie It Hui berkata : "Apakah Lie Heng percaya, bahwa orang itu dapat berjalan sesuka hatinya diatas sungai ? Siauw-tee kira hal itu adalah ceritera dongeng penangkap2 ikan belaka ! Tetapi biar bagaimanapun, orang itu memang mempunyai kepandaian
yang tinggi, tapi apa maksudnya orang itu muncul secara se-konyong2 dikota Bu Han. Apakah barangkali sengaja ingin menantangku ?” Sambil menaban tertawanya, Lie Siauw Hiong lalu berkata : “Ie Heng terlampau banyak pikir, sekalipun orang she Thio itu mendatangkan bala bantuanpun, dikuatirkan dia tidak dapat mendatangkannya secara cepat.” Muka Ie It Hui berubah merah, dengan cepat dia berkata : "Aku bukannya takut terhadap bala bantuannya, cuma aku merasa aneh.” Lie Siauw Hiong karena kuatir telah banyak ber-tanya2, buru2 mengalihkan percakapannya sambil berkata : “Siauwtee baru untuk pertama kali sampai dikota Bu Han, Ie Heng
sudah lama mengembara dikalangan Kang-ouw, aku kira pengalamanmu sangat banyak, tapi belum tahu, apakah sekiranya Siauw-tee boleh turut ber-sama2 Ie Heng ?” Ie It Hui menjawab : "Hal itu sudah tentu saja boleh sekali.” Kedua orang ini lalu keluar dari toko itu. Mereka tidak menggunakan kereta lagi, tapi berjalan kaki per-lahan2 dijalanan Bu Han, yang termasuk sebagai kota yang penting. Juga daerah Tiang-kang, bila ingin mengirim barang, selalu memusatkan pada kota ini. Di-jalan2 bukan main ramainya, namun hal itu lumrah saja. Lie Siauw Hiong yang berdiam dalam kamar batu selama sepuluh tahun, kagum sekal melihat keramaian tersebut, dan sekalipun dia mempunyai kepandaian
bagaimana tinggipun, pasti merasa girang sekali melihat suasana demikian. Kedua orang ini pergi minum disalah satu rumah makan, lalu mereka berjalan pulang. Sewaktu pelayannya melihat majikan mereka sudah kembali, lekas2 pergi menyambutnya sambil berkata : "Loo-ya (tuan majikan) sudah pulang ?” Lie Siauw Hiong manggutkan kepalanya. Pelayan toko itu berkata pula : "Tadi ada dua Tuan2 datang mencari Looya, yang satu she Hwan, sedangkan yang satu lagi she Beng, hamba yang rendah mengenali dan mereka adalah pemimpin Piauw Kiok yang terkenal dikota ini, hamba lalu mempersilahkan mereka masuk. Sekarang mereka masih berada didalam.” Lie Siauw Hiong tertawa lalu membalikkan badannya dan berkata pada Ie It Hui : "Tidak disangka yang hari ini Beng Piauw-thauw (orang she Beng yang memimpin Piauw Kiok) dan Hwan Piauw-thauw datang bertandang kemari.”
Sehabis berkata demikian, dia bersama Ie It Hui lalu berjalan masuk. Ketika Hwan Tie Seng melihat kedua orang itu berjalan masuk, ia tertawa besar sambil berkata : "Kalian berdua ternyata gemar sekali jalan2, hari masih pagi sekali telah menuju ke Hong Lim Pang.” Lie Siauw Hiong berkata : “Hwan-heng jangan
tertawakan kami. Hanya kalian sudah lama menunggu, Siauw-tee sungguh merasa tidak enak sekali.” Mendengar hal itu, keempat orang tersebut lalu pada tertawa gembira. Se-konyong2 Beng Pek Kie berkata kepada Ie It Hui : “Kedatangan kami kemari hari ini adalah kecuali untuk membalas kunjungan Lie Heng tempo hari, kami masih ada satu perkara besar yang hendak diberitahukan kepada Ie Heng.” Kemudian Beng Pek Kie berkata pula : "Manusia aneh Chit-biauw-sin-kun yang sepuluh tahun yang lampau namanya sangat terkenal sekali dikalangan Kang-ouw, Sekonyong2 sudah muncul kembali kemarin malam dikota Bu Han !” Mendengar hal itu, muka Ie It Hui tampak berubah, kemudian dia berkata : "Ah, aku kira hal itu tidak mungkin terjadi. Menurut penuturan guruku tempo hari, pada sepuluh tahun yang lalu digunung Ngo-hoa-san, Chitbiauw-sin-kun sudah kena pukulan guruku satu kali, disamping itu diapun sudah tertotok dua jalan darahnya yang paling berbahaya oleh ahli waris tingkat ketujuh dari murid partai Tiam-cong. Oleh karena itu, mustahil amat dia masih dapat hidup sampai sekarang ?” Beng Pek Kie segera berkata pula : "Tetapi omongan ini sungguh merupakan satu kenyataan yang tak mungkin dapat dipungkiri lagi oleh siapapun. Siauw-tee mempunyai
seorang kawan karib, kawan karib Siauw-tee itu bernama Kang-lie-pek-liong Sun Tiauw Wan, aku kira Ie Heng pun pernah juga mendengar nama orang tersebut, bukan ? Kemarin malam justeru dia sendiri dengan mata kepala sendiri telah menyaksikan munculnya Chit-biauw-sin-kun tersebut.”
Muka Ie It Hui berubah menjadi tak sedap dipandang mata, sebaliknya Lie Siauw Hiong yang duduk disampingnya, hanya bersikap pura2 saja mendengarkan pembicaraan mereka berdua. Beng Pek Kie lalu berkata pula : "Hari ini pagi2 sekali Sun Tiauw Wan datang mengunjungi aku, kedatangannya sekali ini khusus untuk memberitahukan soal tersebut kepadaku, dan sekalian memberi peringatan terhadapku, supaya aku ber-hati2, karena menurut perhitungannya, tidak lama lagi dikalangan Kang-ouw pasti akan terbit kegemparan besar.” Dari samping Hwan Tie Seng turut berkata : "Sebenarnya Sun Heng terlampau banyak memikir yang bukan2 saja, sekalipun terbit kegemparan yang bagaimana besarpun, pasti sekali hal itu tidak akan sampai membenturmu maupun aku. Biarkan saja mereka berebutan mempertahankan kejantanan mereka, hal itu mana ada sangkut-pautnya dengan diri kita ?” Pada saat itu Lie Siauw Hiong pura2 bingung dan lalu berkata : "Dikalangan Bu-lim Siauw-teepun pernah mendengar orang mengatakan, tentang terdapatnya seorang yang berjulukan Chit-biauw-sin-kun. Kepandaiannya tak ada tandingannya didunia Kang-ouw ini, oleh karena itu, mana ada orang lain yang bisa memenangkannya?” Hwan Tie Seng lalu berkata : "Mengenai orang tersebut, beberapa hari ini orang2 dikalangan Kang-ouw kuatir
sekali. Mendengar namanya saja orang2 pada berubah mukanya. Orang hanya mengetahui bahwa dia she Kim, namanya Ie, julukannya ialah Thian-mo (setan laknat), tapi orang tidak mengetahui asal-usulnya, begitu pula tidak tahu siapa gurunya. Dia baru saja beberapa tahun ini muncul dalam kalangan Kang-ouw, tapi beberapa tindakannya mengejutkan sekali. Menurut ceritera, bukan saja kepandaiannya sangat tinggi, tetapi tabiatnyapun sangat kejam sekali dan tamak, dan segala tindak-tanduknya sulit diduga. Beng-cu (kepala persekutuan) Pat-kwa-yu-sin-ciang Ouw Toa Cie yang berkuasa di Holam dan Hopak, entah telah berbuat salah apa terhadapnya, sehingga menimbulkan murkahnya, yang disusul dengan pembunuhan terhadapnya berikut anak buahnya. Pada saat itu dimedan pertempuran masih terdapat ahli pedang yang sangat ternama dibagian utara, yaitu Pat-pouw-kan-sian Kouw Jie Kong bersama Ngo-houw-toan-bun-to Pheng Thian Kie, tapi ketiga orang yang sangat ternama ini tidak berdaya sama sekali terhadapnya, malahan mereka kena
dicelakakan juga. Dan meskipun Chit-biauw-sin-kun kini telah merampas orang perempuannya, dia sendiri mustahil terima kejadian ini dengan berpeluk tangan saja ?” (Oo-dwkz-oO)
Jilid 05 Dengan mengeluarkan suara "Oh”, Ie It Hui berkata pada Lie Siauw Hiong : "Tak disangka kemarin malam disebabkan wanita muda itu, Chit-biau-sin-kun telah turun tangan sendiri !” Setelah berdiam diri sejurus lamanya, dia lalu berkata lagi : "Rupanya Chit-biauw-sin-kun telah menerjunkan dirinya kembali kedalam kalangan Kang-ouw. Hal yang tak
diduga-duga ini, menarik perhatianku kembali. Siauw-tee setelah menyelesaikan perkara ini, segera akan kembali ke Kong-tong, untuk memberitahukan hal ini pada guruku, bahwa pertempuran seru yang akan berlangsung antara Kim Ie dan Chit-biauw-sin-kun, tidak menjadi suatu kegembiraan dihati Siauw-tee untuk menyaksikannya.” Dalam hatinya diam-diam Lie Siauw Hiong memaki pada Ie It Hui, sambil berkata pada dirinya sendiri : "Kau ingin melihat pertarunganku, yang kalau dibandingkan denganmu, pasti akan lebih ramai.” Sambil menarik napas panjang lalu Beng Pek Kie berkata : "Dikalangan Bu-lim beberapa puluh tahun belakangan ini, suasananya sudah mulai tenang, dan disamping ketenangan itu, aku berkeyakinan pada suatu hari pasti akan terbit suatu peristiwa besar. Dugaanku ternyata tidak meleset barang sedikitpun juga. Begitu pula kemarin dikalangan Kang-ouw juga telah terbit satu perselisihan yang besar pula. Peristiwa diantara kelima ahli waris belum lagi reda, atau sekarang
bertambah pula dengan Chit-biauw-sin-kun yang telah menampakkan dirinya kembali dikalangan Kang-ouw, ditambah lagi dengan Kim Ie !” Hwan Tie Seng dengan menunjukkan muka yang kesal sekali lalu berkata : "Kekalutan didalam kalangan Kangouw tak gampang diselesaikannya. Tahun yang lalu Haythian-siang-sat sebagai pemimpin dari sembilan jago dari Kwan Tiong, yaitu Thian-can dan Thian-hui kakak beradik, menurut kabar angin mengatakan bahwa mereka sudah ingin menjagoi didunia Kang-ouw. Kita yang membuka Piauw Kiok dan hidup dari pekerjaan tersebut sesungguhnya sangat berbahaya sekali. Bila demikian kejadiannya, hal kita ini rasanya sukar dipertahankan terlebih lama lagi.”
Lie Siauw Hiong yang mendengar nama Hay-thiansiang-sat, tidak terasa lagi badannya menjadi agak bergidik. Syukur juga ketiga kawannya tengah memikirkan persoalan mereka masing-masing, sehingga mereka tidak begitu memperhatikan gerak-gerik kawan mereka ini. Dalam pada itu Lie Siauw Hiong dengan tiba-tiba bertanya : "Hay-thian-siang-sat itu apakah sesungguhnya ingin memasuki dunia Kang-ouw kembali ?” Dengan perasaan yang terheran-heran Hwan Tie Seng lalu memandang kepadanya, kemudian barulah menjawab : "Lie Heng terhadap tokoh-tokoh dalam kalangan persilatan,
kenapa saudara ingin mengetahuinya begitu mendalam ? Syukur juga Lie Heng sendiri bukan seorang dari golongan Kang-ouw, hingga meski peristiwa didalam kalangan Kangouw bagaimana hebat sekalipun, pasti tidak akan mengakibatkan diri Lie Heng tersangkut didalamnya.” Lie Siauw Hiong kemudian tertawa, dengan Hwan Tie Seng sama sekali tidak menduga apakah arti tertawaan kawannya ini. Setelah berselang pula tiga hari, begitu hari menjelang malam, Ie It Hui lalu duduk dikamarnya untuk mengatur pernapasannya. Lie Siauw Hiong yang melihatnya, tidak terasa lagi dengan diam-diam mengangguk-anggukkan kepalanya, lalu dia berkata didalam hatinya : "Tidak heran nama Ie It Hui ini begitu terkenal didunia Kang-ouw. Sekalipun dia bersifat angkuh, tapi sewaktu menghadapi lawan-lawannya yang tangguh, sedikitpun dia tidak gugup atau berlaku lengah.” Tidak sampai setengah jam kemudian, Ie It Hui telah dapat mempersiapkan segala sesuatunya dengan sempurna, yaitu menaruh dengan hati-hati dipunggungnya sebilah pedang panjangnya. Sebelumnya dia telah mencoba-coba
terlebih dahulu, apakah pedangnya itu tidak menghambat kelancaran gerakannya. Setelah merasakan segala sesuatunya sudah beres, lalu dia berjalan keluar dari dalam kamarnya. Sementara itu dibawah sinar bulan purnama Lie Siauw Hiong berjalan mondar-mandir dipekarangan menantikan
kedatangan Ie It Hui. Sebelumnya Ie It Hui dari dalam kamarnya melihat Lie Siauw Hiong berjalan mondarmandir dipekarangan, lalu dia bertanya : "Lie Heng mengapa tidak siang-siang pergi beristirahat ? Kepergian Siauw-tee sekali ini, meski apapun yang akan terjadi, Siauw-tee harap Lie Heng jangan kuatir, hanya Lie Heng disini supaya berlaku tenang-tenang saja.” Kemudian Lie Siauw Hiong berkata dalam hatinya : "Orang ini ternyata simpatik juga tampaknya, dia mengira aku kuatir akan sesuatu.” Begitu pikiran ini terlintas dikepalanya, dibelakang hari Ie It Hui memperoleh tidak sedikit faedah dari perbuatannya ini. Hal ini sedikitpun tidak pernah disangkasangka oleh Ie It Hui sendiri. Dengan tertawa Lie Siauw Hiong berkata : "Apakah Ie Heng tidak mengetahui bahwa Siauw-tee sangat gemar akan ilmu silat. Dimana saja ada keramaian tentang persilatan, Siauw-tee tidak akan melewatkan kesempatan untuk melihatnya.” Sambil menggoyang-goyangkan tangannya Ie It Hui lalu berkata : "Lie Heng sekali-kali tidak boleh turut pergi, kau harus menginsyafi sendiri, tenaga untuk mengikat ayampun tidak Lie Heng milik. Kuharap Lie Heng jangan pergi menyaksikan keramaian tersebut, karena Siauw-tee kuatir sekali yang Siauw-tee tidak dapat menjaga keselamatan diri Lie Heng. Siauw-tee kuatir, lawan-lawan Siauw-tee akan
melukai diri Lie Heng. Niat Lie Heng ini, tidak Siauw-tee benarkan.” Lie Siauw Hiong lalu berkata pula : "Sekalipun Ie Heng tidak mau mengajak Siauw-tee pergi, namun Siauw-tee tetap pergi. Siauw-tee percaya bahwa lawan-lawan Ie Heng
tak akan mengganggu Siauw-tee, karena Siauw-tee tak pernah bermusuhan dengan mereka.” Dengan menarik napas Ie It Hui lalu berkata lagi : "Karena Lie Heng mempunyai pendirian yang demikian teguhnya untuk menyaksikan keramaian persilatan tersebut, Siauw-tee pun tidak dapat menolaknya, hanya Siauw-tee beritahukan pada Lie Heng, pada waktu Siauw-tee sedang bertempur nanti dengan musuh, Siauw-tee minta dengan sangat agar Lie Heng jangan sekali-kali campur tangan. Jadi Lie Heng hanya saya izinkan menyaksikannya saja.” "Hal ini sudah tentu akan Siauw-tee perhatikan,” jawab Lie Siauw Hiong. Sesudah itu Lie Siauw Hiong dan Ie It Hui lalu naik kereta, mereka menuju kepantai dengan amat tergesa-gesa. Sebelumnya Lie Siauw Hiong sudah menyediakan kapal untuk dipakai menyeberang. Dari pantai sampai keseberang sana memakan tempo satu jam. Oey-ho-lauw letaknya persis disamping perhentian pantai, ditanah lapang dibawah loteng itu, pada siang hari banyak sekali kaum pedagang berkumpul disitu memperjual belikan barang dagangannya, tapi pada saat tengah malam tempat itu tampak kosong melompong, tak kelihatan bayangan seorang manusiapun, maka dengan perasaan yang penuh keheran-heranan Ie It Hui berkata : "Mengapa murid-murid partai Bu-tong belum juga seorangpun jua yang datang, rupanya mereka yang bersifat sombong ini, bila ditantang tidak kelihatan batang hidungnya
seorangpun. Hal ini sangat memalukan kalangan Kang-ouw benar.” "Bu-tong-pay sudah lama terkenal kedudukannya sebagai pemimpin dari partai-partai lainnya di Tiong-goan, sudah tentu mempunyai ciri-ciri yang luar biasa,” jawab Lie Siauw Hiong sambil tersenyum sinis. Mendengar jawaban kawannya ini, Ie It Hui hanya dapat mengeluarkan suara 'hmmm' saja, sedang didalam hatinya rasa bencinya terhadap partai Bu-tong bertambah dalam saja. Kedua orang ini merasa tidak sabaran menantikan kedatangan lawannya. Tiba-tiba pada saat itu sekonyongkonyong Lie Siauw Hiong, dari jarak yang begitu jau