Tidak Turun Bukan Berarti Tidak Peduli Oleh Departemen Kajian dan Aksi Strategis BEM FEB UI 2015
“... Kepada pewaris peradaban yang telah menggoreskan sebuah catatan kebanggaan di lembar sejarah manusia...” - Hasan Al Banna
Terkait dengan Press Release yang dikeluarkan BEM FEB UI 2015 pada tanggal 19 Mare t 2015 mengenai Aksi bersama antara ILUNI UI dan BEM se-UI, kami hendak menjelaskan lebi h lanjut mengenai persetujuan kami terhadap poin tuntutan satu "penguatan KPK" dan dua "refor masi POLRI" serta ketidaksetujuan kami terhadap poin tuntutan tiga dan empat. Pada dasarnya B EM FEB UI sangat setuju dengan “Sikap Pemberantasan Korupsi” yang merupakan salah satu po in tuntutan dalam Aksi 20 Maret 2015. Ketidak ikut sertaan kami dalam Aksi 20 Maret 2015 di S alemba karena adanya poin tuntutan yang tidak kami setujui sejak awal. Namun, ketidaksesuain beberapa poin tuntutan bukan menjadi langkah akhir. BEM FEB UI memiliki cara pergerakan se ndiri. Pada Jumat, 13 Maret 2015 berlangsung forum perkumpulan Kastrat BEM fakultas se-UI (selanjutnya disebut Sospolnet) yang dihadiri pula oleh satu orang ILUNI UI, serta dua wakil da ri pegawai KPK. Pada saat itu, perwakilan dari ILUNI UI mengajak teman-teman BEM se-UI un tuk turun aksi pada hari Jumat, 20 Maret 2015. Sejak saat itu, BEM FEB UI sudah menyatakan b ahwa tidak akan bergabung dalam aksi di Salemba apabila terdapat poin “Turunkan Harga". Pada hari itu dihasilkanlah beberapa poin untuk memasukan tuntutan “Reformasi POLRI” dan “Pengu atan KPK”. Selajutnya dibagi menjadi dua tim kajian untuk tuntutan tersebut. Tim kajian “Refor masi POLRI” terdiri dari BEM UI, BEM FEB, BEM FKG, dan BEM FISIP. Sementara, tim kaji an “Penguatan KPK” terdiri dari BEM UI dan BEM FH. Selanjutnya, pada hari Senin, 23 Maret 2015 diadakan kembali pertemuan Sospolnet untu k mendiskusikan hasil kajian dari masing-masing tim kajian. Ditegaskan kembali pada forum ter sebut bahwa BEM FEB UI tidak ikut serta dalam Aksi 20 Maret 2015 apabila mencantumkan poi n “Turunkan Harga”.
Keesokan harinya, pada hari Selasa, 24 Maret 2015 terdapat pertemuan antara ILUNI UI dan BEM se-UI. Dari hasil pertemuan tersebut dihasilkan empat poin tuntutan:
1. Penguatan KPK 2. Reformasi POLRI 3. Demokrasi tanpa Oligarki 4. Turunkan harga dengan membasmi mafia. Setelah keluarnya tuntutan ILUNI UI untuk Aksi 20 Maret 2015 di Salemba, BEM FEB UI menyatakan tidak ikut serta dalam aksi tersebut. Berikut penjelasan kami lebih lanjut mengen ai sikap menyetujui poin 1 dan 2 dan tidak menyetujui poin 3 dan 4.
1. Penguatan KPK Menilik terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang lahir pasca-reformasi, bermula karena ketidakpuasan akan pemberantasan korupsi yang ada di Indonesia. Ketidakpu asan yang ditujukan kepada lembaga penegak hukum yang ada saat itu, yakni Kepolisian dan Kejaksaan. Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pe mberantasan Tindak Pidana Korupsi maka lahirlah lembaga anti rasuah ini. Dalam UU tesebut disebutkan bahwa KPK adalah lembaga independen yang bebas dari kekuasaan eksekutif, leg islatif, dan yudikatif dan KPK langsung bertanggung jawab kepada publik. Seiring dengan perjalanan KPK yang sudah berumur 13 tahun itu, terjadi banyak masalah yang menimpa lembaga penegak korupsi paling populer di Indonesia itu. Menariknya, masala h yang menimpa KPK hadir dari sesama lembaga penegak hukum. Mulai dari kasus Bibit-Cha ndra yang dikenal dengan nama “cicak vs buaya I”, diikuti kasus Novel Baswedan, dan yang t erbaru adalah kasus “cicak vs buaya II” terkait penentuan Komjen Budi Gunawan sebagai ters angka. Melihat permasalahan yang menimpa KPK akhir-akhir ini, membuat lembaga ini harus diperkuat. Apabila KPK tidak diperkuat, kinerja pemberantasan korupsi di Indonesia akan me lemah. Hal ini berakibat pada ketidaksesuaian dengan cita-cita awal pembentukannya. Oleh karena itu, kami menyetujui poin tuntutan ini dan merekomendasikan kepada pemer intah untuk memperkuat lembaga KPK.
2. Reformasi POLRI
Fungsi kepolisian adalah untuk menjamin tegaknya nilai-nilai demokrasi di negara ini de ngan menegakkan hukum dan menciptakan ketenteraman serta ketertiban. Namun, citra polisi menjadi public enemy karena adanya struktur (sentralisasi polisi dan penyalahgunaan kekuata n polisi) yang mengganggu peran dan fungsi polisi selama ini untuk kepentingan politik. Oleh karena itu, kami menyetujui poin tuntutan ini. Perlu adanya reformasi struktural dalam badan kepolisian dengan cara melakukan restrukturisasi terhadap sistem sentralisasi kepolisian, peng uatan peran Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), serta melibatkan peran Pusat Pelapora n dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolr i untuk mendapat Kapolri yang bersih, adil, dan berintegritas. Oleh karena itu, kami menduku ng adanya reformasi POLRI.
3. Demokrasi Tanpa Oligarki Oligarki adalah pemerintahan yang dijalankan oleh beberapa orang yang berkuasa dari gol ongan atau kelompok tertentu (sumber: KBBI). Menurut Winters, oligarki tidak banyak dipen garuhi oleh reformasi non-material atau prosedur politik. Hal ini tentu karena konsep oligarki -nya didasarkan pada kekuasaan sumber daya material (kekayaan) yang membuatnya memiliki pe ngaruh signifikan pada proses politik. Menurutnya, oligarki dapat hilang karena adanya demokras i. Dalam hal ini, lembaga politik hanya dapat mengatur dan mengubah bentuk oligarki, tetapi tak bisa menghilangkannya. Oleh karena itu, apapun bentuk pemerintahannya, ketidaksetaraan politik ekstrem merupakan kembaran dari ketidaksetaraan material yang ekstrem pula. Menurutnya, olig arki akan lenyap bukan melalui perubahan prosedur politik menjadi demokrasi, melainkan bila di stribusi sumber daya material yang sangat tidak seimbang ditiadakan supaya tidak memberi keku asaan politik yang terlalu besar kepada segelintir pelaku.
Selain itu, kami melihat tuntutan ini cukup bias karena parameter dari tuntutan ini bersifat asumtif. Sasararannya pun mengambang sehingga pada Forum Sospolnet hari Senin, tanggal 16 Maret 2015 poin tersebut sepakat untuk tidak dimasukkan. Pada forum pun, beberapa reka n perwakilan dari fakultas lain selain FEB pun menyebutkan bahwa tuntutan ini bersifat terlal u asumtif. Namun, hasil rapat antara ILUNI UI dan perwakilan BEM se-UI pada Selasa, 17 M aret 2015 akhirnya mencantumkan “demokrasi tanpa oligarki” sebagai salah satu poin tuntutan .
4. Turunkan Harga Mekanisme Penentuan Harga Dari segi koordinasi, Indonesia adalah negara yang menganut sistem ekonomi pasar yang mana dalam penentuan harga ditentukan oleh mekanisme pasar (meskipun pemerintah dapat t urut andil). Dengan kata lain, pengaturan harga yang ditentukan oleh satu pihak saja, dapat dia rtikan sebagai sebuah sistem yang lain. Kata “turunkan harga” pada tuntutan sudah dapat dikat egorikan sebagai tindakan yang otoriter. Perlu ditegaskan bahwa Indonesia menganut sistem e konomi pasar merupakan sebuah fakta, bukan pernyataan bahwa kami memiliki preferensi kh usus terhadap sistem ekonomi pasar. Untuk menurunkan harga, pemerintah memiliki dua alternatif: 1.
Kebijakan Price Ceiling Price ceiling adalah penetapan harga oleh pemerintah di bawah titik ekuilibrium supply d
emand curve. Kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi konsumen (sehingga konsumen d apat membeli suatu barang tersebut dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan har ga keseimbangan). Konsekuensi dari kebijakan price ceiling mengakibatkan adanya excess de mand (demand lebih besar dari supply) yang dapat berujung pada scarcity/kelangkaan.
Kurva 1. Price Ceilings Curve
2. Subsidi Selain dengan kebijakan price ceiling, pemerintah dapat mengintervensi pasar melalui subsidi. Subsidi akan menggeser kurva penawaran ke kanan, sehingga harga barang lebih murah dari harga keseimbangan sebelumnya dan jumlah barang yang dikonsumsi dapat le bih banyak. Untuk dapat memberikan subsidi, pemerintah memerlukan dana untuk membi ayai subsidi dan salah satu sumbernya berasal dari pajak. Intervensi pemerintah terkait pe mbiayaan subsidi dapat diperoleh dari menaikkan pajak yang bernama tax incidence atau yang dikenal dengan pajak yang berlaku dalam setiap kegiatan perdagangan di pasar.
Selain adanya intervensi pemerintah, penentuan harga juga diakibatkan oleh adanya masa lah struktural, seperti faktor politik, iklim, kartel, distribusi yang lambat, teknologi pangan ya ng buruk, dan permainan tengkulak. Alasan lain mengapa kami menolak poin tuntutan harga adalah kami khawatir bahwa ket ika media massa meliput Aksi yang menuntut untuk 'turunkan harga', masyarakat mengangga p bahwa kondisi harga saat ini sedang tinggi (padahal kenyatannya tidak seperti itu). Dengan kata lain, ekspektasi inflasi meningkat sehingga konsumen akan meningkatkan demand pada masa kini sehingga harga akan benar-benar naik.
Kondisi Harga Saat Ini
Tabel 1. Tabel Harga Kebutuhan Pokok Nasional Maret 2015 Berdasarkan Tabel Harga Kebutuhan Pokok Nasional pada Maret 2015, bawang merah, c abai merah, dan kacang tanah mengalami kenaikan. Sementara untuk kebutuhan pokok lainny a cenderung stabil. Bersamaan dengan kondisi ini (2 Maret 2015), tingkat deflasi Indonesia yang berada di tit ik 0,36% (Sumber: Bank Indonesia). Deflasi merupakan keadaan dimana harga-harga secara u mum jatuh dan nilai uang bertambah. Deflasi terjadi karena kurangnya jumlah uang yang bere
dar. Sekian penjelasan dari kami terkait poin tuntutan pada Aksi 20 Maret 2015 di Salemba. P ada dasarnya, alasan kami tidak turun dalam Aksi 20 Maret 2015 di Salemba bukan karena kami tidak setuju dengan semangat anti korupsi. Konsekuensi logis ketika kami menyatakan turun aksi adalah kami harus mempertanggungjawabkan semua poin tuntutan dan menyampaikan urgensin ya untuk setiap poin. Segala masukan kami terima demi kebaikan bersama. Perbedaan memberi warna bagi berkembangnya kultur diskusi di FEB UI. Adapun kami ucapkan terima kasih atas kr itik dan saran terhadap Press Release yang kami publikasikan pada 19 Maret 2015. Semoga kede pannya akan lebih baik. Bagi kami, aksi tidak hanya diwujudkan dalam bentuk demonstrasi. Mengadakan semina r, publikasi kajian, bahkan konser sosial pun merupakan bagian dari wujud aksi. Aksi kami kede pannya setelah mengeluarkan press release dan tulisan ini adalah melakukan audiensi terkait po in 1 dan 2.
Referensi:
Gregory and Stuart, Paul and Robert. Comparing Economic Systems in the Twenty-First Century, Seventh Edition, Boston: Houghton Miffin Company, 2004.
Undang-undang No.30 tahun 2002
Jeffrey A. Winters, Oligarki terj., Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
KBBI. (online) http://badanbahasa.kemdikbud.go.id/kbbi/index.php, diakses pada tanggal 20 Maret 2015 pukul 05.45 WIB.
Tabel Harga Kebutuhan Pokok Nasional. (online) http://www.kemendag.go.id/id/economic-profile/prices/national-pricetable?year=2015&month=3, diakses pada tanggal 19 Maret 2015 pukul 23.50 WIB.